PEMBERITAAN GENDER DALAM MEDIA LOKAL Ana
PEMBERITAAN GENDER DALAM MEDIA LOKAL
(Analisis Isi Tentang Pemberitaan Perempuan dalam SKH Pos Kupang
edisi Juli-Agustus 2008)
INTISARI
Isu gender yang terus menghangat sejak era tahun 70-an, selalu menjadi perhatian serius
masyarakat diberbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Isu gender kemudian menjadi topik
berita menarik di media massa termasuk media lokal. Tahun 2008, berita tentang gender muncul
dimedia lokal Pos Kupang. Pos Kupang mengangkat berita tentang kekerasan dan penghargaan
terhadap perempuan yang terjadi di Propinsi Nusa Tenggara Timur dalam tengang waktu antara
bulan Juli sampai Agustus 2008. Sebagai media lokal, Pos Kupang memiliki peran tanggung
jawab sosial yang sangat besar melalui pemberitaannya yang cenderung peduli terhadap kaum
perempuan dan membantu menjawab permasalah perempuan serta mengangkatnya kepermukaan
sehingga menjadi perhatian khalayak. Dalam penelitian ini membahasa bagaimana isi
pemberitaan dan kecendrungan yang disajikan oleh SKH Pos Kupang dalam memberitakan
tentang kesetaraan gender di propinsi Nusa Tenggara Timur.
Kata-kata Kunci: Berita tentang Gender, Content Analysis, Media (SKH Pos Kupang)
ABSTRACT
Gender issues has become a seriously attention in world included Indonesia in 1970. Gender
issues has become a interest news topic in mass media, included local media. In 2008, gender
news appear in local media Pos Kupang, which released news about hardness and appreciation
of women in Nusa Tenggara Timur provice in Juli – Agustus 2008. As local media, Pos Kupang
have a social responsibility to care with woman and help to respon their problems and lift up the
problems to become a public attentions. This research study specifically focuses on the content
of news and news tendency presented by SKH Pos Kupang in reporting on gender equivalent
happening in Nusa Tenggara Timur Province.
Keywords: Gender equivalent news, Content Analysis, Mass Media (Pos Kupang Newspapers)
1
Pendahuluan
Isu gender terus menghangat sejak era tahun 70-an. Wacana ini selalu menjadi perhatian
serius masyarakat dari berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Persoalan gender
kemudian berkembang tak hanya menjadi tren wacana, melainkan menjadi semacam revolusi
pemikiran (mind set-revolution), khususnya bagi pihak-pihak yang memberikan perhatian
dan komitmen pada isu-isu perempuan.
Masalah perempuan sebagaimana ditampilkan dalam media massa sudah sejak lama
merupakan bahan pembahasan yang sampai saat ini belum juga selesai didiskusikan. Sebagai
”obyek yang dipertontonkan” perempuan hadir dalam berbagai sosok dan peranannya.
Biasanya hal mendasar yang acapkali diperdebatkan adalah kedudukannya yang timpang
dibandingkan pria. Hal ini diakibatkan oleh relasi antara pria dan perempuan yang tidak
berimbang dan asimetris dalam konteks hubungan kekuasaan (Machel,1998). Terutama
masih dominannya pandangan patriarki yang inheren dalam nilai-nilai sosial dan keagaman
yang menjadi rujukan masyarakat dalam berpikir dan bertindak.
Masalah gender sering dibicarakan dengan menempatkan perempuan sebagai subyek
perhatian (focus of interest) dalam kajian sosial. Untuk itu perlu dibedakan antara konsep
jenis kelamin (seksual) dan pembedaan seksual (gender). Jenis seksual dikenal dengan dua
dimensi kategoris bersifat biologis, yaitu jenis seksual yang terdiri atas alat (organ) kelamin
(vagina dan penis) disertai alat reproduksi masing-masing yang khas. Secara umum kategori
ini bersifat dikhotomis, yaitu alat perempuan dipilah secara distingtif dari alat laki-laki.
Sementara gender merupakan pemilahan yang dibuat atas dasar sosial. Pemilahan sosial ini
sering bersifat absolut akibat dipaksakan oleh kekuasaan yang bersifat struktural. Dikhotomis
seksual dipandang sebagai kategori bersifat linear. Ini dimulai dari orientasi sosial yang
terdiri atas feminitas dan maskulinitas. Manifestasi kekuasaan ini digariskan dari jenis
seksual ke orientasi seksual yang sama sekali tidak boleh menyimpang. Pemilik vagina hanya
boleh menjalankan fungsi sebagai perempuan, dan menjalankan orientasi seksual bersifat
feminim. Begitu pula pemilik penis menjalankan fungsi sebagai laki-laki dan harus berada
dalam orientasi maskulin. Setiap penyimpangan akan mendapatkan penolakan dalam peran
struktural. Pemilahan sosial yang lahir dari proses pergumulan sosial, kultural dan psikologis
yang berlangsung dalam waktu lama, kemudian terbentuk oleh banyak cara, antara lain
2
disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksikan melalui indoktrinasi agama, pendidikan,
tradisi, adat istiadat, maupun ideologi negara.
Dalam konteks itulah, media massa mengemukakan peran mediasinya sebagai sarana
sosialisasi dan penyampaian pesan. Lewat pesan-pesan yang disampaikan, kredo gender
direkronstruksi secara sempurna oleh media massa. Sebagaimana dikemukakan oleh
Marshall McLuhan (1999), the medium is the message, “ apa yang dikatakan “ lebih banyak
ditentukan secara mendalam oleh “ apa medianya.” terlebih bila disadari bahwa dibalik pesan
yang disampaikan lewat media senantiasa tersembunyi berbagai muatan ideologis yang
menyuarakan kepentingan pihak tertentu yang memiliki ”kuasa.” Salah satu bentuk pesan
bermuatan ideologis yang paling nyata dalam media massa adalah berita.
Melalui berita, pesan menerpa khalayak setiap saat. Secara psikologis, khalayak dipaksa
menerima berita yang disodorkan kepadanya. Artinya, media telah menggunakan agendanya
untuk mengontrol berita yang layak dibaca atau tidak perlu dibaca oleh khalayak. Agenda
media merupakan penentu agenda publik. Dalam jangka panjang, apa yang dikonstruksikan
media dianggap sebagi konstruksi yang benar tentang realitas. Jika media mengkonstruksi
perempuan hanya cocok sebagai ibu rumah tanggga, atau perempuan adalah obyek, maka ini
dianggap sebagai sebuah jalan yang harus diikuti oleh khalayak. Media dengan segala
kemampuannya akan merekonstruksi realitas, sehingga apa yang ditampilkan sebagai suatu
yang alamiah.
Pos Kupang adalah salah satu media cetak lokal yang lahir dan berkembang di propinsi
Nusa Tenggara Timur. Pos Kupang adalah media lokal dengan kepemilikian nasional dari
grup Kompas-Gramedia pimpinan Jacob Oetama. Pos Kupang melangkah dengan gaya
pemberitaan yang sama dengan grup pusatnya, Kompas yang netral dan cenderung deskripsi
dalam pemberitaannya.
Peran Pos Kupang sebagai surat kabar lokal memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi
dalam pemberitaannya. Dalam pemberitaan tentang kesetaraan gender, Pos Kupang
memainkan perannya sebagai media yang mendidik dan memberikan informasi tentang
kesetaraan gender, bagaimana seharusnya pola relasi antara laki-laki dan perempuan dilihat
dari kesetaraan gender, dan bagaimana perempuan sebagai pihak yang selalu mengalami bias
3
gender seharusnya memperjuangkan hak-hak mereka agar terjadi kesadaran gender. Dengan
kata lain, Pos Kupang sebagai media lokal adalah media pembelajaran sosial bagi kesadaran
gender di propinsi Nusa Tenggara Timur melalui pemberitaannya, serta mendukung kaum
perempuan untuk semakin memahami tentang kesadaran gender.
Pemberitaan mengenai perempuan dan kesetaraan gender di Surat Kabar Pos kupang
muncul dengan berbagai aspek pendidikan yang membantu masyarakat propinsi NTT secara
umum dan perempuan NTT secara khusus untuk memahami kesetaraan gender dalam dunia
politik, misalnya tentang Berpolitik dengan Perspektif Gender ( Pos Kupang, 27 Juli 2008).
Forkom P2HP Jaring Perempuan Potensial (Pos Kupang, 19 Juli 2008). Tentang kesehatan,
ASI Tentukan Kualitas Hidup Masa Depan ( Pos Kupang, 11 Agustus 2008).
Pos Kupang memberitakan tentang perempuan dan kesetaraan gender secara kontinyu,
sehingga penelitian ini kemudian membahas bagaimana kesetaraan gender diberitakan dalam
Surat kabar Pos Kupang sebagai media lokal. Untuk mengetahui informasi dari media
tersebut, peneliti menggunakan analisis isi sebagai teknik penelitian untuk mendeskripsikan
secara obyektif, sistematik, dan kuantitatif isi komunikasi yang nampak.
Rumusan Masalah
”Bagaimana isi pemberitaan tentang gender dalam koran Lokal Pos Kupang?”
Kerangka Pemikiran
1. Surat Kabar
Fenomena menjamurnya media cetak sebagai euforia kebebasan pers, memberikan posisi
tersendiri dalam peranannya sebagai penyampai berita kepada masyarakat. Sesuai dengan
fungsi pers sebagai bentuk tanggung jawab sosial terhadap masyarakat yaitu : pertama,
melayani sistem politik dengan menyediakan informasi, diskusi dan perdebatan tentang
masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. Kedua, memberi penerangan kepada
masyarakat, sedemikan rupa sehingga masyarakat dapat mengatur dirinya sendiri. Ketiga,
menjadi anjing penjaga yang mengawasi pemerintah (Peterson 1986:84). Ketiga fungsi dari 6
fungsi pers yang ada, mencoba memberikan aksi terbaiknya untuk menjalankan perannya
dimasyarakat sebagai watch dog bagi pemerintah.
4
Setiap media mempunyai caranya sendiri dalam memandang sebuah peristiwa atau
realitas yang terjadi. Dalam karakteristiknya sendiri sebagai institusi media, surat kabar
menurut Mc Quails memiliki ciri-ciri : regular and frequent appearance, commodity form,
informational content, public sphere functions, urban, secular audience, relative fredom.
(McQuail,1991:) Surat kabar lokal berisikan ciri-ciri tersebut diatas dengan menambahkan
nuansa kelokalan dalam penyajian berita. Ken Mink, direktur pelaksana Daily News-Record
di Harrisonburg, sebuah kota kecil di negara bagian Virginia, AS, memaknai surat kabar lokal
hendaknya berusaha agar masyarakat merasa seperti menjadi bagian dalam berita. Oleh
karena media pers lokal merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan lingkungan
masyarakatnya yang relatif kecil, mereka harus memuat sebanyak-banyaknya memuat berita
lokal yang menarik. Berita hendaknya menyangkut kepentingan masyarakat setempat sebagai
tempat peredaran terbitan tersebut. ( Atmakusumah, 2000: viii-ix ). Hal ini sesuai dengan
teori proksimitas, bahwa suatu peristiwa yang dekat pada publik, jauh lebih penting daripada
kejadian besar yang jauh dari publik.
Surat kabar sebagai bagian dari media massa cetak, isinya mengutamakan hasil
jurnalisme, yaitu berita. Jurnalisme menurut Weiner adalah keseluruhan proses pengumpulan
fakta, penulisan, penyuntingan dan penyiaran berita. Laswell berpendapat mengenai
jurnalisme merupakan bagian dari ilmu komunikasi yang memiliki fungsi yaitu;
a. The survailance of the environment, yang berarti mengamati lingkungan sosial,
ekonomi, lingkungan budaya dan lingkung politik untuk diberitakan kepada
masyarakat.
b.
The correlation of the parts of society in responding to the environment,
menghubungkan sebagai arus balik tanggapan masyarakat dengan lingkungan sosial,
ekonomi, budaya dan politik.
c. The transmition of the social heritage one generation to the next, mewariskan dan
meneruskan situai soasial dari generasi kini ke genarasi mendatang.
Surat kabar adalah pemberitaan media massa cetak dengan ukuran broadsheets (600 mm
dengan lebar 380 mm) atau tabloid ( ukurannya adalah setengah broadsheets) yang
didalamnya berisi tentang berita, informasi dan iklan. Surat kabar merupakan media
informasi yang mengandalkan tulisan dan gambar untuk memberikan informasi kepada
5
khalayak. Surat kabar, bisa terbit harian atau mingguan. Dari segi jangkauannya, surat kabar
dibedakan lokal, nasional dan internasional. Masing-masing surat kabar mempunyai karakter
pemberitaannya sendiri yang membedakan satu sama lain.
Surat kabar menurut Ensiklopedia Pers Indonesia, adalah :
Sebutan bagi penerbitan pers yang masuk dalam media massa tercetak, berupa lembaranlembaran berisi berita-berita, karangan-karangan dan iklan. terbit secara berkala, bisa harian,
mingguan, bulanan serta diedarkan secara umum. Isinyapun harus aktual. Juga harus bersifat
universal, maksudnya pemberitaanya harus tersangkut paut dengan manusia dari berbagai
golongan dan kalangan ( Junaedhie, 1991:257).
Surat kabar merupakan media yang mengandalkan tulisan dan gambar untuk memberikan
informasi kepada khalayak. Surat kabar memiliki karakteristik yang membedakannya dengan
media massa lain, yaitu: (Ardiyanto dan Erdiyana,2004:104-106)
a. Publisitas
Publisitas adalah penyebaran pada publik atau khalayak ( Effendy, dalam karlinah,
dkk.1999). Semua aktifitas manusia yang menyangkut kepentingan umum dan atau
menarik untuk umum adalah layak untuk disebarluaskan. Maka isi surat kabar seperti
berita, tajuk rencana, artikel harus bersifat umum dan menyangkut kepentingan
umum.
b. Periodesitas
Periodesitas menunjukkan pada keteraturan terbitnya, bisa harian, mingguan ata dwi
mingguan. Sifat periodesitas sangat penting mengingat kebutuhan manusia akan
informasi telah menjadi kebutuhan primer. Setiap hari terjadi berbagai peristiwa yang
menarik dan penting untuk dijadikan informasi, bekal pengalaman menjalin
kehidupan
c. Universalitas
Isi surat kabar meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Universalitas sebagi ciri
lain dari surat kabat menunjukkan bahwa surat kabar harus memuat aneka berita
6
mengenai kejadian-kejadian diseluruh dunia dan tentang segala aspek kehidupan
manusia ( Effendy, dalam karlinah, dkk.1999)
d. Aktualitas
Surat kabar harus mampu menyampaikan berita secara cepat kepada khalayak. Bagi
suart kabar, aktualitas merupakan faktor yang sangat penting karena menyangkut
persaingan dalam surat kabar yang bersangkutan. Aktualitas surat kabar dalam
hitungan 24 jam untuk melaporkan fakta dan peristiwa penting yang masih hangat
diperbincangkan.
e. Terdokumentasi
Surat kabar menggunakan kata-kata tercetak sebagai medium penyampaian pesan.
Dengan demikian, setiap peristiwa atau hal dapat terdokumentasikan dan menjadi
bukti keperluan tertentu.
Media yang melayani secara geografis umumnya diharapkan untuk menemui kriteria
tertentu dari struktur, ketentuan dan penampilan. Mereka seharusnya secara lokal dimiliki
dan dikontrol, menyediakan berita dan komentar mengenai peristiwa-peristiwa lokal dan
seharusnya secara bebas saling bersaing. Mereka akan melayani lembaga-lembaga lokal
( politik, pendidikan, dsb) dan menyediakan saluran bagi pengungkapan budaya lokal.
Media regional dan lokal secara ekonomis berfungsi sebagai saluran bagi periklanan dan
informasi dan denan penghadiran terdapat secara positif pada dunia luar. Suatu harapan
umum dari media lokal adalah mereka akan membantu untuk membentuk dan memelihara
konsensus komunitas lokal ( Janowitz, 1952; Edelstein dan Larse, 1960). Akhirnya dalam
wilayah yang dilayani, media lokal seharusnya juga menyediakan peluang keanekaragaman
alternatif akses dan media yang melayani area yang berbeda mestinya juga kelihatan berbeda
didalam isi ( Donohue dan Glasser 1978).
Indikator kualitas penampilan media lokal adalah :
1. Perhatian yang relatif pada berita dan isu lokal
7
2. Penggunaan berita yang dikumpulkan staf sendiri
3. Tingkat perhatian pada masalah kontroversi lokal; kritis dan perbedaan opini (Murphy,
1976; Franklin dan Murph, 1991)
4. Mengambil posisi editorial pada masalah kontroversi lokal
5. Mengembangkan informasi mengenai, dan liputan tentang kegiatan lokal
6. Perhatian yang relatif pada berita lokal yang positif ( seperti melawan kriminalitas,
sensasi, berita ketidakberaturan ) (Jackson, 1971, Stone et al, 1987)
7. Pemberian dukungan pada kepentingan lokal dalam konflik dengan badan eksternal
( e.g. investasi yang berlebihan, lingkungan, pekerjaan dan sebagainya)
8. Pemberitaan dukungan pada bisnis lokal
9. Memperluas pada lokal atau media regional berbeda pada isi umum mereka (mendukung
keanekaragaman) ( Donohue dan glaser, 1978; Hynds, 1982, Morgan, 1986)
Surat kabar sebagai komunikasi massa dalam memberikan informasi bersifat terbuka,
artinya surat kabar tidak terlepas dari lingkungannya. Begitupun yang terjadi dalam SKH Pos
Kupang dalam menyajikan informasi tidak bisa terlepas dari lingkungan kelokalannya yang
mengkhususkan diri sebagai surat kabar daerah yang melayani kebutuhan informasi lokal.
Tidak semua surat kabar memuat berita-berita tentang peristiwa yang sama. Informasi
tentang suatu peristiwa hanya diberitakan suratkabar bila informasi itu memang cocok bagi
pembacanya, sekaligus sesuai dengan politik keredaksian media ( Siregar, 1990:54).
Sehingga liputan berita pada dasarnya berkaitan dengan bidang keredaksian untuk memberi
bentuk (mengolah isi pesan) sebagai produk jurnalistik yaitu memutuskan apa yang harus
diliput dan bagaimana cara menampilkannya. Dalam hal ini, indikator kualitas penampilan
media lokal dapat dijadikan acuan untuk melihat komitmen surat kabar lokal dalam penyajian
berita.
8
Adanya perbedaan antara berita-berita yang dimuat didalam suratkabar yang satu dengan
lainnya karena adanya perbedaan karakteristik dari masing-masing media dan pembaca juga
dipengaruhi oleh kebijaksanaan media itu sendiri.
Surat kabar juga harus mempunyai kecakapan dalam menyeleksi apa yang disajikan
sesuai dengan kehendak publik. Kecakapan penyajian berita merupakan bukti bahwa surat
kabar adalah pihak yang aktif. Tidak semua dipengaruhi oleh tuntutan dan keinginan publik.
Surat kabar pada umumnya menyajikan menyajikan berita-berita yang sekiranya perlu
diketahui serta diinginkan oleh publik. Surat kabar lokal menambahkan unsur kelokalan
untuk menunjukkan kedekatan emosi dengan pembaca.
2. Berita
Mencher (2003:68) mengartikan berita pada dua kerangka, yaitu; “news is information
about a break from the normal flow of events, an interruption in the expected, a deviation
from the norm” dan “news is information people need to make sound decisions about their
lives“. Pendefinisian tersebut berkait dengan kategori informasi yang diekpos dan kebutuhan
masyarakat terhadapnya sebagai bahan pengambilan keputusan yang menyangkut hidupnya.
Bagi Park (1922), berita mempunyai kekuatan dalam membangun kohesi sosial. Tujuan dari
berita adalah menyediakan ruang bagi hal-hal yang perlu diketahui setiap orang sehingga
mereka dapat bertindak dalam lingkungannya dan berdasarkan tindakannya tersebut warga
kota dapat membangun identitas bersama
Ericson et. al.,(1989:377) menegaskan bahwa “ berita adalah produk sebuah transaksi
antara jurnalis dengan sumber beritanya. Sumber utama realitas berita bukanlah apa yang
disajikan atau apa yang terjadi didunia nyata. Realitas berita melekat pada sifat dan jenis
relasi sosial budaya yang berkembang diantara jurnalis dan sumber beritanya dan dalam
politik pengetahuan yang muncul pada berita tertentu.
Fungsi pemberitaan yang dipegang surat kabar bukanlah untuk memperingatkan,
mengintruksikan
dan
membuat
khalayak
tercengang;
tetapi
memberitahu.
( Haberstam 1992:4).
Selain itu, fungsi pemberitaan, yaitu;
9
a. Mengusahakan berita sebagai pengetahuan umum
Pengetahuan umum adalah pengertian-pengertian bersama tentang satu hal yang bisa
dimanfaatkan khalayak untuk berinteraksi sosial.
b. Mengusahakan berita sebagai alat kontrol sosial
Maksud berita sebagai alat kontrol sosial adalah : memberitakan peristiwa yang buruk,
keadaan yang tidak pada tempatnya dan ihwal yang menyalahi aturan, supaya peristiwa
buruk tidak terulang lagi dan kesadaran berbuat baik serta menaati peraturan makin
tinggi.
Tidak semua laporan tentang kejadian pantas dilaporkan kepada khalayak. Peristiwa yang
patut dilaporkan harus mempunyai kriteria, yaitu peristiwa yang memiliki nilai berita. Nilai
berita sendiri, menurut Harris, Leiter dan Johnson, mengandung delapan unsur
( Abrar,2000:4-5), yaitu :
a. Konflik : merupakan informasi yang menggambarkan pertentangan antar manusia,
bangsa dan negara perlu dilaporkan kepada khalayak. Dengan begitu khalayak mudah
untuk mengambil sikap.
b. Kemajuan : informasi tentang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi senantiasa perlu
dilaporkan kepada khalayak untuk mengetahui peradaban manusia.
c. Penting : informasi yang penting bagi khalayak dalam rangka menjalani kehidupan
mereka sehari-hari.
d. Dekat : informasi yang memiliki kedekatan emosi dan jarak geografis dengan khalayak.
Makin dekat suatu lokasi peristiwa, maka semakin disukai khalayak.
e. Aktual : informasi tentang peristiwa yang baru terjadi perlu segera dilaporkan. Bagi
media, ukuran aktual biasanya sampai dua hari. Artinya peristiwa yang terjadi dua hari
yang lalu masih aktual diberitakan.
f. Unik : informasi tentang peristiwa yang unik, yang jarang terjadi perlu segera dilaporkan.
g. Manusiawi : informasi yang dapat menyentuh emosi khalayak, seperti dapat membuat
menangis, terharu, tertawa dan sebagainya.
h. Berpengaruh : informasi mengenai peristiwa yang berpengaruh terhadap kehidupan orang
banyak.
10
Nilai berita yang ditonjolkan adalah tingkat yang menunujukkan kelengkapan nilai-nilai
berita yang ada pada sebuah liputan . Sedangkan nilai berita adalah unsur-unsur yang
terdapat dalam sebuah berita memiliki daya tarik untuk dibaca. Nilai berita yang digunakan
sebagai alat analisisnya dalam penelitian ini adalah:
a. Timelines : peristiwa, pendapat, masalah yang baru terjadi
b. Proximity : peristiwa didekat tempat khalayak ( geografis) atau dekat dengan persoalan
yang dihadapi khlayak ( psikologi)
c. Importance : peristiwa dinilai penting diketahui khalayak
d. Conflict : nilai berita yang berkaitan dengan pendapat, pendirian dan sikap yang saling
bertentangan da menampilkan sharp angel
e. Prominance : nilai berita yang berkaitan dengan pernytaan orang-orang terkenal atau
orang-orang penting.
f. Human interest : nilai berita yang menyentuh jiwa kemanusiaan
g. Kombinasi : bila dalam berita tersebut mengandung lebih dari satu nilai berita
Format berita berita dengan melihat tampilan liputan berita dalam surat kabar. Unit
analisis ini akan dibagi dalam 3 kategori
a. Straight news
Berita yang dibuat untuk menyampaikan peristiwa-peristiwa yang secepatnya harus
diketahui khalayak, karena itu penulisannya mengikuti struktur piramida terbalik, dengan
bagian yang terpenting pada pembuakaan berita
b. Soft news
Merupakan berita tentang kejadian yang bersifat manusiawi dalam sebuah peristiwa
penting. Prinsip penulisannya tidak terikat pada struktur piramida terbalik. Penonjolan
unsur berita bukanlah unsur pentingnya, akan tetapi unsur yang dapat menarik perhatian
khalayak
c. Feature
Laporan keatif yang kadang subyektif karena bertujuan menyenangkan dan memberi
informasi kepada pembaca tentang suatu kejadian, keadaan atau aspek kehidupan
11
Coverage berita :berkaitan dengan gaya liputan media berita dalam mengangkat sebuah
konflik yang muncul, untuk memberikan kelengkapan informasi bagi pembacanya. Hal ini
juga menggambarkan keterbukaan media dalam liputannya. Unit analisis ini dibagi dalam 2
kategori, yaitu :
a. Liputan satu sisi : bila sisi liputan hanya berasal dari satu pihak saja
b. Liputan dua sisi : bila isi liputan yang menampilkan beberapa pihak untuk menjadi
sumber informasi.
Sumber Berita: Sumber berita adalah pihak yang menjadi sumber wartawan untuk
mendapatkan informasi mengenai suatu peristiwa. Unit analisis ini dibagi dalam 4 kategori
yaitu :
a. Pemerintah Lokal: Perorangan maupun lembaga yang berbicara atas nama kepentingan
pemerintahan lokal, termasuk dalam klasifikasi pemerintahan lokal antara lain
Gubernur, jajaran pejabat pemerintahan daerah, pihak berwenang ( pihak kepolisian,
pengadilan ) dll.
b. Masyarakat: Sumber berita yang berasal dari individu atau sekelompok individu yang
bersosialisasi disuatu tempat.
c. Akademisi: Sumber berita yang berasal dari individu yang sedang menuntut ilmu pada
sebuah perguruan tinggi.
d. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM): Lembaga non pemerintah yang diinginkan
dengan tujuan sosial dan merupakan bagaian dari masyarakat sipil dalam konteks
pemberdayaan masyarakat serta memiliki tugas pengawasan terhadap jalannya
pemerintahan.
Isi berita: Sisi yang diangkat oleh berita tersebut dalam sebuah pemberitaan dalam
penyampaian info mengenai suatu peristiwa. Unit analisis ini dibagi dalam 6 kategori yaitu :
a.
Kesetaraan Gender dan Kehidupan Masyarakat: Suatu berita /informasi yang
menceritakan tentang apa yang terjadi dilingkungan masyarakat sekitarnya
b.
Kesetaraaan Gender dan Kebijakan Pemerintah : Sebuah berita yang
mempunyai isi atau komentar dari pemerintah dalam menanggapi permasalahan
kesetaraan gender.
12
c.
Kesetaraan Gender dan Politik: Sebuah berita yang mempunyai isi tentang
politik kaitannya dengan kesetraan gender atau kiprah perempuan dikancah politik.
d.
Kesetaraan Gender dan Pendidikan: Sebuah berita tentang dunia pendidikan
dan kesetaraan gender.
e.
Kesetaraan Gender dan Kesehatan: Sebuah berita yang mempunyai isi tentang
dunia kesehatan perempuan atau kesadaran gender dalam dunia kesehatan.
f.
Kesetaraan Gender dan Hukum: Sebuah berita tentang kesetaraan gender
kaitannya dengan hukum.
Sifat berita: Sifat berita yaitu cara penulisan bagaimana berita tersebut disampaikan.
a.
Deskriptif yaitu apabila berita tersebut hanya memaparkan peristiwa dan bersifat
netral. Berita tersebut lebih banyak memberikan gambaran dan penjelasan mngenai
fakta-fakta yang terjadi dilapangan yang berkaitan dengan masalah kesetaraan
gender.
b.
Argumentatif, yaitu berita yang isinya lebih banyak memuat pernyataan perorangan
baik didasarkan pada pengamatan, intepretasi maupun opini dari sumber berita yang
bersangkutan berdasarkan peristiwa yang terjadi.
c.
Persuasif, yaitu berita yang isinya membujuk secara halus supaya khalayak atau
pembaca ikut terhanyut dalam isi berita
d.
Informatif, yaitu apabila berita tersebut bersifat menerangkan atau memberitahukan
tentang suatu informasi
e.
Kombinasi, yaitu apabila berita tersebut merupakan kombinasi antara deskriptif,
argumentatif, persuasif dan informatif
Dimensi Berita: macam berita yang mengacu pada bidang tertentu pada surat kabar yang
dijadikan objek penelitian. Terdapat beberapa dimensi dalam unit analisis ini, yaitu :
13
a. Politik: Dimensi kekuasaan yang mengatur dan mengarahkan kehidupan sosial
sebagai keseleruhan atau usaha untuk mencapai atau mewujudkan cita-cita ideologi,
berhubungan dengan kekuasaan.
b. Hukum: Peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan
oleh penguasa atau pemerintah; peraturan untuk mengatur pergaulan hidup
masyarakat.
c. Sosial dan budaya: Berkaitan dengan akibat yang ditimbulkan dari hubungan dengan
sesama manusia lainnya dan akibat tingkah lakunya atau adanya perbedaan dalam
tingkat perkembangan kebudayaan, sikap penduduk dan keadaan lingkungan sekitar.
d. Pendidikan: Hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
e. Agama: Hal-hal yang berkaitan dengan agama dan kepercayaan dan aturan norma
yang berlaku dalam suatu agama tertentu.
f. Kesehatan: Hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan.
Posisi berita: Yaitu letak berita dalam sebuah surat kabar
a. Headlines: Jika berita yang disajikan terletak diposisi headline pada SKH Pos
Kupang yang berada dihalaman depan dari keseluruhan jumlah halaman di surat
kabar.
b. Tengah: Jika berita yang disajikan berada dihalaman selain halaman depan
dan
belakang dari keseluruhan jumlah halaman di SKH Pos Kupang.
c. Rubrik: Jika berita yang disajikan berada di rubrik khusus yang membahas suatu
kasus pada SKH Pos Kupang.
Ragam persoalan gender : Yaitu persoalan gender yang sering meninmpa kaum
perempuan yang terjadi di tengah masyarakat. Unit analisis ini terdiri dari :
a. Pengabaian perempuan : yaitu suatu sifat dan kondisi yang tidak mempedulikan
keberadaan perempuan, serta mengabaikan segala hak yang seharusnya diterima
oleh kaum perempuan.
14
b. Stereotype perempuan : yaitu anggapan bernada merendahkan atau menganggap
perempuan sebagai obyek.
c. Subordinasi perempuan : yaitu suatu prilaku yang menempatkan perempuan
sebagai pihak kedua setelah laki-laki.
d. Kekerasan terhadap perempuan : yaitu suatu tindakan fisik yang melukai dan
menyakiti perempuan secara fisikly.
e. Pelecehan terhadap perempuan : yaitu suatu sikap dan tindakan yang menyakiti
dan melukai perempuan baik secara fisik maupun psikis.
f. Pengakuan terhadap perempuan : yaitu suatu sikap dan tindakan yang mengakui
kemampuan dan keberhasilan perempuan dalam hal tertentu.
g. Penghargaan terhadap perempuan : yaitu suatu sikap dan tindakan yang
memberikan penghargaan terhadap perempuan atas keberhasilanya dalam suatu
pekerjaan atau hal tertentu.
h. Keseimbangan pembagian kerja : yaitu suatu tindakan dan sikap yang membagi
secara adil dan seimbang atas pekerjaan, dan penempatan perempuan yang sama
dengan laik-laki di ruang kerja publik.
Tempat Terjadinya Ragam Persoalan Gender: Yaitu lokasi terjadinya ragam persoalan
gender yang ada didalam berita.
a. Tempat kerja pemerintah: Yaitu lokasi terjadinya ragam persoalan gender terjadi di
tempat kerja pemerintah seperti kantor-kantor pemerintahan, bank-bank milik
pemerintah dan BUMN.
b. Tempat kerja swasta: yaitu lokasi terjadinya ragam persoalan gender terjadi di tempat
kerja swasta seperti kantor-kantor swasta, bank-bank swasta, LSM dsbnya.
c. Sekolah : yaitu lokasi terjadinya ragam persoalan gender terjadi di sekolah.
d. Rumah : yaitu lokasi terjadinya ragam persoalan gender terjadi di rumah.
e. Jalanan : yaitu lokasi terjadinya ragam persoalan gender terjadi di jalanan.
15
f. Lingkungan tempat tinggal: yaitu lokasi terjadinya ragam persoalan gender terjadi di
lingkungan tempat tinggal seperti di lingkungan sekitar rumah.
g. Lingkungan sosial: yaitu lokasi terjadinya
ragam persoalan gender terjadi di
lingkungan sosial seperti di lingkungan bermain, lingkungan wisata dsbnya.
3. Teori Tanggung jawab Sosial
Dasar pemikiran teori tanggung jawab sosial ialah bahwa “ Kebebasan, mengandung
didalamnya suatu tanggung jawab yang sepadan dan pers yang telah menikmati kedudukan
terhormat dalam pemerintahan yang demokratis, berkewajiban untuk bertanggung jawab
kepada masyarakat dalam melaksanakan fungsi-fungsi penting komunikasi massa dalam
masyarakat modern” (Peterson,1986:83). Melalui pemikiran ini Theodore Peterson
menegaskan bahwa kebebasan dan kewajiban berlangsung beriringan, kebebasan pers harus
diiringi tanggung jawab terhadap masyarakat tentang apa yang diaktualisasikan dengan
mengedepankan kepentingan masyarakat, serta lebih mengutamakan apa akibat yang akan
ditimbulkan dari berita yang disebarluaskan oleh media tersebut.
Fungsi- fungsi pers dalam teori tanggung jawab sosial pada dasarnya sama dengan
fungsi pers dalam teori Liberal. Teori tanggung jawab sosial menerima peran pers dalam
melayani sistem politik, memberi penerangan kepada masyarakat dan menjaga hak-hak orang
perorangan. Dalam hal ini ada lima syarat sebagai ciri teori tanggung jawab sosial terhadap
pelaksanaan kegiatan pers :
a. Pers dituntut menyajikan berita-berita peristiwa sehari-hari yang dapat dipercaya,
lengkap dan cerdas dalam suatu konteks yang memberikannya makna.
b. Pers harus menjadi sebuah forum pertukaran komentar dan kritik
c. Pers hendaknya menonjolkan sebuah gambaran yang representatif dari kelompokkelompok konstituen dalam masyarakat
d. Pers hendaknya bertanggungjawab dalam penyajian dan penjelasan tujuan-tujuan
dan nilai-nilai masyarakat.
e. Pers hendaknya menyediakan akses untuk memperoleh informasi dengan
menjamin kebebasan berekspresi.
16
Dalam teori tanggung jawab sosial, hak menyatakan pendapat adalah hak moral yang ada
aspek kewajibannya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Komisi Kebebasan Pers bahwa
kebebasan menyatakan pendapat merupakan sebuah hak moral, pers wajib memastikan
bahwa semua pandangan penting dari setiap warga negara terwakili dalam pers dan semua
pemikiran yang perlu didengar oleh masyarakat akan didengar oleh masyarakat. Hak
sesorang untuk menyatakan pendapatnya harus diimbangi dengan hak-hak pribadi orang
lainnya dan oleh kepentingan-kepentingan vital masyarakat ( Siebert, 1986:111). Dari
pemikiran tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa setiap orang mempunyai moral untuk
diberi dan memperoleh informasi. Oleh karena itu, tidak cukup hanya melindungi hak pers
untuk bebas berpendapat, tapi juga ada perlindungan bagi hak warga negara untuk mendapat
informasi yang memadai.
Dapat dilihat bahwa teori tanggung jawab sosial harus berusaha mengawinkan tiga
prinsip yang agak berbeda : prinsip kebebasan dan pilihan individual; prinsip kebebasan
media; dan prinsip kewajiban media terhadap masyarakat. Ciri lembaga publik baru untuk
siaran yang paling memiiki andil dalam merajut ketiga prinsip diatas adalah penekanannya
pada kenetralan dan keseimbangan dalam hubungannya dengan pemerintah dan hal-hal yang
menyangkut kontroversi dan pencakupan mekanisme untuk meningkatkan daya tangkap
media yang relevan terhadap tuntutan audiensnya serta bertanggung jawab kepada
masyarakat atas aktivitas yang dilakukan
Latar belakang munculnya teori tanggung jawab sosial yaitu sistem pasar bebas,
kenyataanya gagal memenuhi tujuan kebebasan pers, dan tidak mampu melindungi
kepentingan masyarakat banyak. Siapa saja yang menikmati kebebasan, juga memiliki
tanggung jawab kepada masyarakat.
Prinsip-prinsip utama dari sistem tanggung jawab sosial adalah :
1. Media seyogyanya menerima dan memenuhi kewajiban tertentu kepada masyarakat
2. Kewajiban-kewajiban tersebut perlu dipenuhi dengan menetapkan standar-standar
profesionalisme yang menyangkut keinformasian, kebenaran, akurasi, objektivikasi dan
keseimbangan
17
3. Dalam menerima dan melaksanakan kewajiban tersebut, media seyogyanya dapat
mengatur diri sendiri dalam rangka kerangka hukum dan lembaga yang ada.
4. Media seyogyanya menghindari segala sesuatu yang mungkin menimbulkan kejahatan,
kerusakan atau ketidaktertiban umum atau penghinaan terhadap minoritas etnik atau
agama
5. Media secara keseluruhan handaknya bersifat pluralis dan mencerminkan kebhinekaan
masyarakat dengan memberikan kesempatan yang sama untuk mengekspresikan berbagai
sudut pandang dan hak untuk menjawab
6. Masyarakat dan publik memiliki hak untuk menuntut standar prestasi yang tinggi dan
intervensi dapat dibenarkan untuk mengamankan kepentingan umum
7. Wartawan dan media profesional seyogyanya bertanggung jawab terhadap masyarakat
dan juga kepada majikan serta pasar. (mcQuail,1987:116-117)
Teori tanggung jawab sosial dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui
bagaimana SKH Pos Kupang menyajikan berita mengenai berita gender, dalam hal ini berita
tentang perempuan periode Juli-Agustus 2008 . Sebab informasi yang berkaitan dengan
kesetaraan gender di Propinsi Nusa Tengara Timur merupakan suatu informasi yang harus
diberitakan secara akurat dan bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau khalayak
Dengan teori-teori yang telah dikemukakan diatas, kecenderungan pemberitaan pada
SKH Pos Kupang dapat dilihat, sehingga dapat diketahui perhatian media massa khususnya
surat kabar dalam memberitakan masalah perempuan dalam hal ini kesetaraan gender di
Provinsi Nusa Tenggara Timur.
4. Gender dan Media
Secara mendasar gender bukanlah sesuatu yang kita dapat semenjak lahir dan bukanlah
juga sesuatu yang kita miliki, melainkan sesuatu yang kita lakukan, kita tampilkan. Gender
melekat pada dan mempengaruhi penampilan setiap orang sehingga nantinya akan muncul
semacam sikap otoriter pada penampilan pesona-pesona tersebut. Saat ini adalah saat ketika
seks dan gender menyatu yaitu melalui pandangan masyarakat yang mencoba untuk memadu
pandankan cara bertindak dengan kodrat biologis.
18
Gender merupakan elaborasi sosial dari sifat biologis, dimana gender membangun
biologis dari yang tadinya bersifat alami, kemudian melebih-lebihkannya dan pada akhirnya
menempatkannya pada posisi yang sama sekali tidak relevan. Contohnya, sama sekali tidak
ada alasan biologis yang menjelaskan kenapa perempuan harus berlenggok dan para lelaki
harus membusungkan dada. Walau demikian batas bahwa kelamin bersifat biologis dan
gender bersifat sosial terlalu samar. Orang-orang beranggapan jika gender diwariskan melalui
praktik pengasuhan anak sehingga hal tersebut bersifat siosial, sedangkan kelamin langsung
diturunkan secara biologis.
Gender adalah seperangkat peran yang, seperti halnya kostum dan topeng di teater,
menyampaikan kepada orang lain bahwa kita adalah feminim atau maskulin. Perangkat
prilaku khusus ini yang mencakup penampilan, pakaian, sikap, kepribadian, bekerja di dalam
atau di luar rumah tangga, seksualitas, tanggung jawab keluarga dan sebagainya secara
bersama-sama memoles ”peran gender” kita.
Salah satu hal yang paling menarik mengenai peran gender adalah peran-peran itu
berubah seiring waktu dan berbeda antara satu kultur dengan kultur lainnya. Peran itu juga
amat dipengaruhi oleh kelas sosial, usia dan latar belakang etnis. Tetapi gender dapat
menentukan akses kita terhadap pendidikan, kerja, alat-alat dan sumber daya yang diperlukan
untuk industri dan keterampilan. Gender bisa menentukan kesehatan, harapan hidup dan
kebebasan gerak kita. Yang jelas, gender ini akan menentukan seksualitas, hubungan dan
kemampuan kita untuk membuat keputusan dan bertindak secara autonom. Gender bisa jadi
merupakan satu-satunya faktor terpenting dalam membentuk kita akan menjadi apa nantinya.
Terjadinya bias gender di masyarakat, termasuk dalam kehidupan pers, bukanlah
merupakan fenomena revolusioner yang berlangsung seketika, melainkan melalui mekanisme
sosialisasi dan penamaan nilai yang sangat panjang pada masyarakat global, yang kemudian
nilai tersebut disebut sebagai ideologi, yang oleh Littlejohn (1998:228:229) dikatakan
sebagai sekumpulan pemikiran yang membentuk struktur realita suatu kelompok, sebuah
sistem perwakilan atau sebuah kode dari pengertian-pengertian yang mengatur bagimana
individu-individu dan kelompok-kelompok memandang dunia.
19
Sedangkan Karl Mark (1818-1883) dan Frederich Engels (1820-1895) sebagaimana
ditulis oleh Sunarto (2000:32) memandang bahwa ideologi merupakan fabrikasi (pemalsuan)
yang digunakan oleh sekelompok orang tertentu untuk membenarkan diri mereka sendiri,
sehingga konsep ideologi itu menjadi sangat subyektif dan keberadaannya hanya untuk
membenarkan kelas penguasa masyarakat.
Salah satu wujud dari ideologi yang tercipta oleh supra struktur tersebut adalah ideologi
patriarki, yang melegitimasi dan mempertahankan relasi asimetris (tidak sepadan) antara
laki-laki dan perempuan. Implementasi ideologi ini dalam kehidupan masyarakat global,
pada gilirannya merangsang munculnya studi-studi feminis yang mengamati bahwa banyak
aspek dalam kehidupan dibagi menurut jenis kelamin. Ini meliputi tidak saja seks secara
biologis, tetapi juga hampir semua sisi kehidupan masyarakat, termasuk bahasa, pekerjaan,
peran-peran keluarga, pendidikan dan sosialisasi. Pembahasan ini bertujuan untuk
mengekspose kekuatan-kekuatan dan batasan-batasan dari pembagian dunia berdasarkan
jenis kelamin ini.
Dalam perkembangannya, studi-studi feminis kemudian mempopulerkan konsep
feminisme yang oleh Dzuhayatin (dalam Sunarto,2000:34) dikatakan sebagai berikut ”
Feminisme merupakan sebuah ideologi yang berangkat dari suatu kesadaran akan suatu
penindasan dan pemerasan terhadap wanita dalam masyarakat, apakah itu ditempat kerja
ataupun dalam konteks masyarakat secara makro, serta tindakan sadar baik oleh wanita
maupun pria untuk mengubah keadaan tersebut”. Demikian pendapat Saptari dan Holzner
(1997:47) bahwa feminisme adalah kesadaran akan posisi perempuan yang rendah dalam
masyarakat, dan keinginan untuk memperbaiki atau mengubah keadaan tersebut. Pendek
kata, gerakan feminis berusaha untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil tanpa adanya
penindasan dan deskriminasi, demokratis dan bebas dari kelas-kelas serta bias gender.
Aliran-aliran feminis yang paling menonjol adalah Aliran Liberal dan Aliran Radikal
(Littlejohn, 1998:240). Feminisme Liberal merupakan fondasi dari gerakan kaum wanita
pada tahun 1960-an dan 1970-an yang berdasar pada demokrasi liberal, atau pemikiran
bahwa keadilan meliputi jaminan persamaan hak bagi semua individu. Padahal kaum wanita
telah mengalami tekanan sebagai suatu kelompok dan bahwa mereka belum memiliki hakhak yang sama dengan kaum pria, baik dalam aspek pendapatan, kekuasaan, proses
20
pengambilan keputusan dan kesempatan untuk maju. Pendek kata, feminis liberal teutama
berhubungan dengan citra publik dan hak-hak kaum perempuan. Sedangkan feminisme
radikal, meyakini bahwa penekanan terhadap kaum perempuan sudah jauh lebih dalam
daripada hak-hak publik. Masalahnya bukan sekedar merubah hukum untuk memberi
persamaan hak bagi kaum wanita, tetapi pada inti struktur sosial kita yang sifatnya patrilinier,
yakni patriarki mempertahankan sekumpulan pengertian yang sarat memuat jenis kelamin
yang menaikkan kepentingan-kepentingan maskulin dan merendahkan kepentingankepentingan feminin.
Salah satu teorisi komunikasi feminis yang paling terkenal adalah Julia Penelope, yang
menyatakan bahwa : Bahasa merupakan sesuatu yang sentral bagi semua pengalaman
manusia dan masyarakat. Pengalaman selalu dilukiskan dalam budaya masyarakat, oleh
sebab itu maka bahasa merupakan sebuah instrumen untuk menekan. Menurutnya, sebuah
lingkup diskursus yang patriarkis adalah sekumpulan konvensi bahasa yang mencerminkan
suatu defenisi tertentu tentang realita patriakal. Mereka yang menerima bahasa pada dasarnya
menerima kategori-kategorinya tentang kebenaran, dan sebagian pemakai bahasa itu
nelakukannya tanpa bertanya-tanya (Littlejohn,1998:241).
Berangkat dari asusmsi bahwa studi ini adalah studi tentang fenomena gender yang
menekankan adanya penindasan dan ketidakseimbangan distribusi kekuasaan di masyarakat
oleh pria terhadap perempuan, konsekwensinya adalah bahwa teori-teori yang relevan untuk
digunakan adalah teori-teori dalam paradigma kritis. Paradigma kritis merupakan cara
pandang terhadap realitas sosial yang senantiasa disertai dengan perasaan curiga dan kritis
terhadap realitas sosial tersebut, serta mengkaitkan fenomena realitas tersebut dalam konteks
histori (kesejarahan) nya. Tujuan dari paradigma ini adalah membebaskan manusia dari polapola kehidupan yang irasional, sekaligus membangun kesadaran masyarakat untuk hidup
secara rasional, dimana manusia bisa lebih memuaskan semua kebutuhan dan
kemampuannya tanpa tindakan-tindakan yang represif.
Ilmu sosial kritis tersebut seringkali bersifat ekonomis dan politis, sehingga meskipun
teori-teori kritis banyak yang muncul jauh sesudah Mark, tetapi ia masih dianggap Marxis.
Suatu faham yang oleh Littlejohn (1998:228) dikatakan mengajarkan prinsip sebagai
berikut : Bahwa alat-alat produksi didalam masyarakat menentukan sifat dari masyarakat itu,
21
dan perekonomian merupakan dasar dari semua struktur sosial, sehingga pemikiran linear
dari Marxis adalah hubungan dasar-suprastruktur.
Salah satu suprastruktur itu adalah media massa, dimana ketika kita membicarakannya,
tidak mungkin dilepaskan dari kajian komprehensip tentang komunikasi massa, karena
komunikasi massa adalah proses dimana lembaga-lembaga media membuat dan
menyampaikan pesan-pesan kepada khalayak ramai dan proses dimana pesan-pesan tersebut
dicari, dimanfaatkan, dimengerti dan dipengaruhi oleh audiens.
Yang menjadi pusat perhatian dalam pembahasan komunikasi massa manapun adalah
media, terutama karena lembaga-lembaga media menyebarkan pesan-pesan yang
mempengaruhi dan mencerminkan budaya masyarakat dan mereka menyediakan informasi
secara bersamaan pada sejumlah besar audiens yang heterogen, dan menjadikan media
sebagai bagian dari kekuatan institusional masyarakat.
Kata ”Media” menurut Littlejohn (1998:327), tentu saja menyiratkan arti ”mediasi’ atau
”perantaraan”, karena mereka hadir diantara para audiens dan dunia luar. Sehingga dengan
mengutip pendapat denis McQuail, Littlejohn kemudian menyebutkan berapa perumpamaan
untuk memperjelas gagasan tentang media. Media adalah Jendela yang memungkinkan kita
untuk melihat apa yang ada diluar kita, Penterjemah yang membantu kita memahami
pengalaman, Landasan atau pembawa yang menyajikan informasi, komunikasi interaktif
yang mengikutsertakan umpan balik dari para audiens, rambu-rambu yang memberikan
instruksi dan arahan, penyaring yang menyaring bagian-bagian dari pengalaman dan menitik
beratkan pada bagian lain, cermin yang memantulkan bayangan kita kembali kepada kita
sendiri, dan sebagai penghalang yang merintangi kebenaran.
Sehingga dengan demikian Denis McQuail (1996:3), menjekaskan lebih realistis tentang
fungsi media sebagai berikut:
a. Media seringkali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan
saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga dalam
pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup dan norma-norma,
b. Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memberikan
gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok
22
secara kolektif, media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang
dibaurkan dengan berita dan hiburan.
Masih tentang fungsi media, diakatakan pula oleh Harold D. Lasweell dalam buku
Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese (1996:28), bahwa kajian isi media banyak
dilakukan karena isi media mempunyai tiga fungsi yakni :
a.
pengawasan lingkungan
b.
menghubungkan
peristiwa
dengan
fenomena
dalam
masyarakat
c.
sosialisasi atau pewarisan nilai
Ditambah fungsi keempat oleh Charles Wright dengan ”hiburan”.
Meskipun tampak bahwa fungsi media pada proses sosial tersebut amatlah maksimal,
tetapi Klapper dalam teori Phenoministicnya (reinforcement) meyakini bahwa sebenarnya
media itu tidak berpengaruh secara langsung pada audiens, melainkan harus dibarengi oleh
faktor-faktor yang lain. Ini berarti bahwa efek media sebenarnya lebih bersifat menguatkan,
baik terhadap sikap ataupun perilaku (Baran, 2000:163)
Ada dua tradisi intelektual yang diterapkan dalam kajian terhadap isi media, yakni
”tradisi humanistis dan tradisi prilaku” (humanistic and behavouristic traditions), dimana
pada tradisi humanistik dilihat bahwa isi media sebagai bagian integral dari realitas budaya
(tidak terlepas), isi media dikaji untuk pemaknaan estentik, yang cenderung menempatkan
isi media sebagai titik awal inferensial untuk memahami budaya yang dihasilkan. Sedangkan
tradisi behavioristik (perilaku) mengkaji isi media sebagi langkah untuk menguji efek
eksternal yang diciptakan oleh pesan media (Shoemaker, 1996:31-32).
Mengkaji tentang isi media, Gans & Gitlin (Shoemaker, 1996:6-7), mengelompokkan
pendekatan teoritis sebagai berikut :
a. Isi media merefleksikan realitas sosial dengan sedikit atau tanpa distorsi.
Pendekatan cermin dalam penelitian ini mengasumsikan bahwa apa yang
disampaikan oleh media itu merefleksikan secara cermat realitas sosial kepada
audiens
23
b. Isi media itu dipengaruhi oleh sosialisasi dan sikap para pekerja media, seperti faktor
psikologis, profesional, personalitas, sikap politik dan kemahirannya.
c. Isi media itu dipengaruhi oleh rutinitas media. Pendekatan rutinintas organisasi
menjelaskan bahwa isi media itu dipengaruhi oleh cara-cara dimana para pekerja
media dan organisasi itu bekerja.
d. Isi media itu dipengaruhi oleh institusi dan kekuatan-kekuatan lain seperti kekuatan
ekonomi, budya dan kemauan audiens.
e. Isi media itu dipengaruhi oleh fungsi posisi ideologi dan kekuatan status quo.
Hegemoni adlah pendekatan teoritis yang menjelaskan bahwa isi media itu
dipengaruhi oleh ideologi yang tumbuh penuh kekuatan dalam suatu masyarakat.
Sedangkan hirarki dari faktor-faktor pengaruh pada isi media itu,digambarkan oleh
Pamela J Shoemeker dan Stephen D Reese (1996:64), secara skematis sebagai berikut :
Model hirarki faktor-faktor pengaruh pada isi media
Ideologi Level
Extramedia Level
Organization
Media Routines
Level
Individu Level
24
Pada tataran individual level, terdapat tiga focus penting dalam melihat bagaimana faktor
intrik para pekerja media berpengaruh pada isi media, yakni sebagai berikut : pertama, kita
akan melihat karakteristik komunikator dan background personal dan professional mereka.
Kedua, kita akan mempertimbangkan pengaruh-pengaruh sikap personal komunikator, nilai
dan keyakinannya terhadap isi media, dan ketiga, kita hanya akan mencoba menginvestasi
orientasi personal dan konsepsi peranan komunikator.
Karakteristik komunikator (gender, etnicity dan orientasi sexual) dan pengalaman dan
background personal (ajaran agama, status sosioekonomis) tidak hanya membentuk sikap,
nilai dan keyakinan para pekerja media, tetapi juga mengarahkan bagaimana komunikator
itu memberikan warna pada isi media. Bahkan masalah etik dan profesional pekerja media
juga diyakini mempunyai pengaruh langsung terhadap isi media, sedangkan pengaruh dari
sikap, nilai dan keyakinan bersifat tidak langsung.
Pada media rounties level, berlaku keyakinan bahwa manusia adalah mahluk-mahluk
sosial yang selalu terlibat dalam pola-pola tindakan yang tidak mereka ciptakan sendiri,
artinya mereka berbicara dalam bahasa kelompok, berfikir seperti pemikiran kelompoknya.
Demikianpun para pekerja media, cenderung mengacu pada suatu ”rutinitas” yaitu bentukbentuk tindakan terpola, rutin dan berulang-ulang dalam melakukan perkerjaannya. Artinya
bahwa isi media dipengaruhi oleh pekerja media dan perusahaannya mengorganisasi kerja.
Dalam hal ini berlaku asumsi bahwa:
a. Semakin lama pekerja media bekerja di media yang bersangkutan, semakin
tersosialisasi mereka pada kebijakan-kebijakan media atau kebijakan organisasi
baik yang formal maupun informal.
b. semakin sering pekerja mengikuti kebiasaan organisasi, semakin sering struktur
berita isi media itu digunakan.
c. peristiwa yang sesuai dengan praktek-praktek rutin media, akan lebih sering
dicover dari pada peristiwa-peristiwa yang tidak sesuai dengan praktek-praktek
media.
d. semakin dekat sebiah peristiwa dengan defenisi kelayakan berita bagi media
tersebut, semakin besar untuk ditayangkan.
25
Sedangkan pada tingkat organisasi, pengaruhnya lebih bersifat makro yakni
mempertanyakan bagaimana faktor-faktor organisasi akan menjalankan fungsi kontrol pada
anggotanya untuk disesuaikan dengan kebijakan-kebijakannya. Editor mengontrol reporter,
penerbit mengontrol editor, pemilik mengontrol penerbit, sehingga dengan demikian akan
terjadi kontrol sebagai berikut :
a. Pemimpin organisasi dapat mene
(Analisis Isi Tentang Pemberitaan Perempuan dalam SKH Pos Kupang
edisi Juli-Agustus 2008)
INTISARI
Isu gender yang terus menghangat sejak era tahun 70-an, selalu menjadi perhatian serius
masyarakat diberbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Isu gender kemudian menjadi topik
berita menarik di media massa termasuk media lokal. Tahun 2008, berita tentang gender muncul
dimedia lokal Pos Kupang. Pos Kupang mengangkat berita tentang kekerasan dan penghargaan
terhadap perempuan yang terjadi di Propinsi Nusa Tenggara Timur dalam tengang waktu antara
bulan Juli sampai Agustus 2008. Sebagai media lokal, Pos Kupang memiliki peran tanggung
jawab sosial yang sangat besar melalui pemberitaannya yang cenderung peduli terhadap kaum
perempuan dan membantu menjawab permasalah perempuan serta mengangkatnya kepermukaan
sehingga menjadi perhatian khalayak. Dalam penelitian ini membahasa bagaimana isi
pemberitaan dan kecendrungan yang disajikan oleh SKH Pos Kupang dalam memberitakan
tentang kesetaraan gender di propinsi Nusa Tenggara Timur.
Kata-kata Kunci: Berita tentang Gender, Content Analysis, Media (SKH Pos Kupang)
ABSTRACT
Gender issues has become a seriously attention in world included Indonesia in 1970. Gender
issues has become a interest news topic in mass media, included local media. In 2008, gender
news appear in local media Pos Kupang, which released news about hardness and appreciation
of women in Nusa Tenggara Timur provice in Juli – Agustus 2008. As local media, Pos Kupang
have a social responsibility to care with woman and help to respon their problems and lift up the
problems to become a public attentions. This research study specifically focuses on the content
of news and news tendency presented by SKH Pos Kupang in reporting on gender equivalent
happening in Nusa Tenggara Timur Province.
Keywords: Gender equivalent news, Content Analysis, Mass Media (Pos Kupang Newspapers)
1
Pendahuluan
Isu gender terus menghangat sejak era tahun 70-an. Wacana ini selalu menjadi perhatian
serius masyarakat dari berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Persoalan gender
kemudian berkembang tak hanya menjadi tren wacana, melainkan menjadi semacam revolusi
pemikiran (mind set-revolution), khususnya bagi pihak-pihak yang memberikan perhatian
dan komitmen pada isu-isu perempuan.
Masalah perempuan sebagaimana ditampilkan dalam media massa sudah sejak lama
merupakan bahan pembahasan yang sampai saat ini belum juga selesai didiskusikan. Sebagai
”obyek yang dipertontonkan” perempuan hadir dalam berbagai sosok dan peranannya.
Biasanya hal mendasar yang acapkali diperdebatkan adalah kedudukannya yang timpang
dibandingkan pria. Hal ini diakibatkan oleh relasi antara pria dan perempuan yang tidak
berimbang dan asimetris dalam konteks hubungan kekuasaan (Machel,1998). Terutama
masih dominannya pandangan patriarki yang inheren dalam nilai-nilai sosial dan keagaman
yang menjadi rujukan masyarakat dalam berpikir dan bertindak.
Masalah gender sering dibicarakan dengan menempatkan perempuan sebagai subyek
perhatian (focus of interest) dalam kajian sosial. Untuk itu perlu dibedakan antara konsep
jenis kelamin (seksual) dan pembedaan seksual (gender). Jenis seksual dikenal dengan dua
dimensi kategoris bersifat biologis, yaitu jenis seksual yang terdiri atas alat (organ) kelamin
(vagina dan penis) disertai alat reproduksi masing-masing yang khas. Secara umum kategori
ini bersifat dikhotomis, yaitu alat perempuan dipilah secara distingtif dari alat laki-laki.
Sementara gender merupakan pemilahan yang dibuat atas dasar sosial. Pemilahan sosial ini
sering bersifat absolut akibat dipaksakan oleh kekuasaan yang bersifat struktural. Dikhotomis
seksual dipandang sebagai kategori bersifat linear. Ini dimulai dari orientasi sosial yang
terdiri atas feminitas dan maskulinitas. Manifestasi kekuasaan ini digariskan dari jenis
seksual ke orientasi seksual yang sama sekali tidak boleh menyimpang. Pemilik vagina hanya
boleh menjalankan fungsi sebagai perempuan, dan menjalankan orientasi seksual bersifat
feminim. Begitu pula pemilik penis menjalankan fungsi sebagai laki-laki dan harus berada
dalam orientasi maskulin. Setiap penyimpangan akan mendapatkan penolakan dalam peran
struktural. Pemilahan sosial yang lahir dari proses pergumulan sosial, kultural dan psikologis
yang berlangsung dalam waktu lama, kemudian terbentuk oleh banyak cara, antara lain
2
disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksikan melalui indoktrinasi agama, pendidikan,
tradisi, adat istiadat, maupun ideologi negara.
Dalam konteks itulah, media massa mengemukakan peran mediasinya sebagai sarana
sosialisasi dan penyampaian pesan. Lewat pesan-pesan yang disampaikan, kredo gender
direkronstruksi secara sempurna oleh media massa. Sebagaimana dikemukakan oleh
Marshall McLuhan (1999), the medium is the message, “ apa yang dikatakan “ lebih banyak
ditentukan secara mendalam oleh “ apa medianya.” terlebih bila disadari bahwa dibalik pesan
yang disampaikan lewat media senantiasa tersembunyi berbagai muatan ideologis yang
menyuarakan kepentingan pihak tertentu yang memiliki ”kuasa.” Salah satu bentuk pesan
bermuatan ideologis yang paling nyata dalam media massa adalah berita.
Melalui berita, pesan menerpa khalayak setiap saat. Secara psikologis, khalayak dipaksa
menerima berita yang disodorkan kepadanya. Artinya, media telah menggunakan agendanya
untuk mengontrol berita yang layak dibaca atau tidak perlu dibaca oleh khalayak. Agenda
media merupakan penentu agenda publik. Dalam jangka panjang, apa yang dikonstruksikan
media dianggap sebagi konstruksi yang benar tentang realitas. Jika media mengkonstruksi
perempuan hanya cocok sebagai ibu rumah tanggga, atau perempuan adalah obyek, maka ini
dianggap sebagai sebuah jalan yang harus diikuti oleh khalayak. Media dengan segala
kemampuannya akan merekonstruksi realitas, sehingga apa yang ditampilkan sebagai suatu
yang alamiah.
Pos Kupang adalah salah satu media cetak lokal yang lahir dan berkembang di propinsi
Nusa Tenggara Timur. Pos Kupang adalah media lokal dengan kepemilikian nasional dari
grup Kompas-Gramedia pimpinan Jacob Oetama. Pos Kupang melangkah dengan gaya
pemberitaan yang sama dengan grup pusatnya, Kompas yang netral dan cenderung deskripsi
dalam pemberitaannya.
Peran Pos Kupang sebagai surat kabar lokal memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi
dalam pemberitaannya. Dalam pemberitaan tentang kesetaraan gender, Pos Kupang
memainkan perannya sebagai media yang mendidik dan memberikan informasi tentang
kesetaraan gender, bagaimana seharusnya pola relasi antara laki-laki dan perempuan dilihat
dari kesetaraan gender, dan bagaimana perempuan sebagai pihak yang selalu mengalami bias
3
gender seharusnya memperjuangkan hak-hak mereka agar terjadi kesadaran gender. Dengan
kata lain, Pos Kupang sebagai media lokal adalah media pembelajaran sosial bagi kesadaran
gender di propinsi Nusa Tenggara Timur melalui pemberitaannya, serta mendukung kaum
perempuan untuk semakin memahami tentang kesadaran gender.
Pemberitaan mengenai perempuan dan kesetaraan gender di Surat Kabar Pos kupang
muncul dengan berbagai aspek pendidikan yang membantu masyarakat propinsi NTT secara
umum dan perempuan NTT secara khusus untuk memahami kesetaraan gender dalam dunia
politik, misalnya tentang Berpolitik dengan Perspektif Gender ( Pos Kupang, 27 Juli 2008).
Forkom P2HP Jaring Perempuan Potensial (Pos Kupang, 19 Juli 2008). Tentang kesehatan,
ASI Tentukan Kualitas Hidup Masa Depan ( Pos Kupang, 11 Agustus 2008).
Pos Kupang memberitakan tentang perempuan dan kesetaraan gender secara kontinyu,
sehingga penelitian ini kemudian membahas bagaimana kesetaraan gender diberitakan dalam
Surat kabar Pos Kupang sebagai media lokal. Untuk mengetahui informasi dari media
tersebut, peneliti menggunakan analisis isi sebagai teknik penelitian untuk mendeskripsikan
secara obyektif, sistematik, dan kuantitatif isi komunikasi yang nampak.
Rumusan Masalah
”Bagaimana isi pemberitaan tentang gender dalam koran Lokal Pos Kupang?”
Kerangka Pemikiran
1. Surat Kabar
Fenomena menjamurnya media cetak sebagai euforia kebebasan pers, memberikan posisi
tersendiri dalam peranannya sebagai penyampai berita kepada masyarakat. Sesuai dengan
fungsi pers sebagai bentuk tanggung jawab sosial terhadap masyarakat yaitu : pertama,
melayani sistem politik dengan menyediakan informasi, diskusi dan perdebatan tentang
masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. Kedua, memberi penerangan kepada
masyarakat, sedemikan rupa sehingga masyarakat dapat mengatur dirinya sendiri. Ketiga,
menjadi anjing penjaga yang mengawasi pemerintah (Peterson 1986:84). Ketiga fungsi dari 6
fungsi pers yang ada, mencoba memberikan aksi terbaiknya untuk menjalankan perannya
dimasyarakat sebagai watch dog bagi pemerintah.
4
Setiap media mempunyai caranya sendiri dalam memandang sebuah peristiwa atau
realitas yang terjadi. Dalam karakteristiknya sendiri sebagai institusi media, surat kabar
menurut Mc Quails memiliki ciri-ciri : regular and frequent appearance, commodity form,
informational content, public sphere functions, urban, secular audience, relative fredom.
(McQuail,1991:) Surat kabar lokal berisikan ciri-ciri tersebut diatas dengan menambahkan
nuansa kelokalan dalam penyajian berita. Ken Mink, direktur pelaksana Daily News-Record
di Harrisonburg, sebuah kota kecil di negara bagian Virginia, AS, memaknai surat kabar lokal
hendaknya berusaha agar masyarakat merasa seperti menjadi bagian dalam berita. Oleh
karena media pers lokal merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan lingkungan
masyarakatnya yang relatif kecil, mereka harus memuat sebanyak-banyaknya memuat berita
lokal yang menarik. Berita hendaknya menyangkut kepentingan masyarakat setempat sebagai
tempat peredaran terbitan tersebut. ( Atmakusumah, 2000: viii-ix ). Hal ini sesuai dengan
teori proksimitas, bahwa suatu peristiwa yang dekat pada publik, jauh lebih penting daripada
kejadian besar yang jauh dari publik.
Surat kabar sebagai bagian dari media massa cetak, isinya mengutamakan hasil
jurnalisme, yaitu berita. Jurnalisme menurut Weiner adalah keseluruhan proses pengumpulan
fakta, penulisan, penyuntingan dan penyiaran berita. Laswell berpendapat mengenai
jurnalisme merupakan bagian dari ilmu komunikasi yang memiliki fungsi yaitu;
a. The survailance of the environment, yang berarti mengamati lingkungan sosial,
ekonomi, lingkungan budaya dan lingkung politik untuk diberitakan kepada
masyarakat.
b.
The correlation of the parts of society in responding to the environment,
menghubungkan sebagai arus balik tanggapan masyarakat dengan lingkungan sosial,
ekonomi, budaya dan politik.
c. The transmition of the social heritage one generation to the next, mewariskan dan
meneruskan situai soasial dari generasi kini ke genarasi mendatang.
Surat kabar adalah pemberitaan media massa cetak dengan ukuran broadsheets (600 mm
dengan lebar 380 mm) atau tabloid ( ukurannya adalah setengah broadsheets) yang
didalamnya berisi tentang berita, informasi dan iklan. Surat kabar merupakan media
informasi yang mengandalkan tulisan dan gambar untuk memberikan informasi kepada
5
khalayak. Surat kabar, bisa terbit harian atau mingguan. Dari segi jangkauannya, surat kabar
dibedakan lokal, nasional dan internasional. Masing-masing surat kabar mempunyai karakter
pemberitaannya sendiri yang membedakan satu sama lain.
Surat kabar menurut Ensiklopedia Pers Indonesia, adalah :
Sebutan bagi penerbitan pers yang masuk dalam media massa tercetak, berupa lembaranlembaran berisi berita-berita, karangan-karangan dan iklan. terbit secara berkala, bisa harian,
mingguan, bulanan serta diedarkan secara umum. Isinyapun harus aktual. Juga harus bersifat
universal, maksudnya pemberitaanya harus tersangkut paut dengan manusia dari berbagai
golongan dan kalangan ( Junaedhie, 1991:257).
Surat kabar merupakan media yang mengandalkan tulisan dan gambar untuk memberikan
informasi kepada khalayak. Surat kabar memiliki karakteristik yang membedakannya dengan
media massa lain, yaitu: (Ardiyanto dan Erdiyana,2004:104-106)
a. Publisitas
Publisitas adalah penyebaran pada publik atau khalayak ( Effendy, dalam karlinah,
dkk.1999). Semua aktifitas manusia yang menyangkut kepentingan umum dan atau
menarik untuk umum adalah layak untuk disebarluaskan. Maka isi surat kabar seperti
berita, tajuk rencana, artikel harus bersifat umum dan menyangkut kepentingan
umum.
b. Periodesitas
Periodesitas menunjukkan pada keteraturan terbitnya, bisa harian, mingguan ata dwi
mingguan. Sifat periodesitas sangat penting mengingat kebutuhan manusia akan
informasi telah menjadi kebutuhan primer. Setiap hari terjadi berbagai peristiwa yang
menarik dan penting untuk dijadikan informasi, bekal pengalaman menjalin
kehidupan
c. Universalitas
Isi surat kabar meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Universalitas sebagi ciri
lain dari surat kabat menunjukkan bahwa surat kabar harus memuat aneka berita
6
mengenai kejadian-kejadian diseluruh dunia dan tentang segala aspek kehidupan
manusia ( Effendy, dalam karlinah, dkk.1999)
d. Aktualitas
Surat kabar harus mampu menyampaikan berita secara cepat kepada khalayak. Bagi
suart kabar, aktualitas merupakan faktor yang sangat penting karena menyangkut
persaingan dalam surat kabar yang bersangkutan. Aktualitas surat kabar dalam
hitungan 24 jam untuk melaporkan fakta dan peristiwa penting yang masih hangat
diperbincangkan.
e. Terdokumentasi
Surat kabar menggunakan kata-kata tercetak sebagai medium penyampaian pesan.
Dengan demikian, setiap peristiwa atau hal dapat terdokumentasikan dan menjadi
bukti keperluan tertentu.
Media yang melayani secara geografis umumnya diharapkan untuk menemui kriteria
tertentu dari struktur, ketentuan dan penampilan. Mereka seharusnya secara lokal dimiliki
dan dikontrol, menyediakan berita dan komentar mengenai peristiwa-peristiwa lokal dan
seharusnya secara bebas saling bersaing. Mereka akan melayani lembaga-lembaga lokal
( politik, pendidikan, dsb) dan menyediakan saluran bagi pengungkapan budaya lokal.
Media regional dan lokal secara ekonomis berfungsi sebagai saluran bagi periklanan dan
informasi dan denan penghadiran terdapat secara positif pada dunia luar. Suatu harapan
umum dari media lokal adalah mereka akan membantu untuk membentuk dan memelihara
konsensus komunitas lokal ( Janowitz, 1952; Edelstein dan Larse, 1960). Akhirnya dalam
wilayah yang dilayani, media lokal seharusnya juga menyediakan peluang keanekaragaman
alternatif akses dan media yang melayani area yang berbeda mestinya juga kelihatan berbeda
didalam isi ( Donohue dan Glasser 1978).
Indikator kualitas penampilan media lokal adalah :
1. Perhatian yang relatif pada berita dan isu lokal
7
2. Penggunaan berita yang dikumpulkan staf sendiri
3. Tingkat perhatian pada masalah kontroversi lokal; kritis dan perbedaan opini (Murphy,
1976; Franklin dan Murph, 1991)
4. Mengambil posisi editorial pada masalah kontroversi lokal
5. Mengembangkan informasi mengenai, dan liputan tentang kegiatan lokal
6. Perhatian yang relatif pada berita lokal yang positif ( seperti melawan kriminalitas,
sensasi, berita ketidakberaturan ) (Jackson, 1971, Stone et al, 1987)
7. Pemberian dukungan pada kepentingan lokal dalam konflik dengan badan eksternal
( e.g. investasi yang berlebihan, lingkungan, pekerjaan dan sebagainya)
8. Pemberitaan dukungan pada bisnis lokal
9. Memperluas pada lokal atau media regional berbeda pada isi umum mereka (mendukung
keanekaragaman) ( Donohue dan glaser, 1978; Hynds, 1982, Morgan, 1986)
Surat kabar sebagai komunikasi massa dalam memberikan informasi bersifat terbuka,
artinya surat kabar tidak terlepas dari lingkungannya. Begitupun yang terjadi dalam SKH Pos
Kupang dalam menyajikan informasi tidak bisa terlepas dari lingkungan kelokalannya yang
mengkhususkan diri sebagai surat kabar daerah yang melayani kebutuhan informasi lokal.
Tidak semua surat kabar memuat berita-berita tentang peristiwa yang sama. Informasi
tentang suatu peristiwa hanya diberitakan suratkabar bila informasi itu memang cocok bagi
pembacanya, sekaligus sesuai dengan politik keredaksian media ( Siregar, 1990:54).
Sehingga liputan berita pada dasarnya berkaitan dengan bidang keredaksian untuk memberi
bentuk (mengolah isi pesan) sebagai produk jurnalistik yaitu memutuskan apa yang harus
diliput dan bagaimana cara menampilkannya. Dalam hal ini, indikator kualitas penampilan
media lokal dapat dijadikan acuan untuk melihat komitmen surat kabar lokal dalam penyajian
berita.
8
Adanya perbedaan antara berita-berita yang dimuat didalam suratkabar yang satu dengan
lainnya karena adanya perbedaan karakteristik dari masing-masing media dan pembaca juga
dipengaruhi oleh kebijaksanaan media itu sendiri.
Surat kabar juga harus mempunyai kecakapan dalam menyeleksi apa yang disajikan
sesuai dengan kehendak publik. Kecakapan penyajian berita merupakan bukti bahwa surat
kabar adalah pihak yang aktif. Tidak semua dipengaruhi oleh tuntutan dan keinginan publik.
Surat kabar pada umumnya menyajikan menyajikan berita-berita yang sekiranya perlu
diketahui serta diinginkan oleh publik. Surat kabar lokal menambahkan unsur kelokalan
untuk menunjukkan kedekatan emosi dengan pembaca.
2. Berita
Mencher (2003:68) mengartikan berita pada dua kerangka, yaitu; “news is information
about a break from the normal flow of events, an interruption in the expected, a deviation
from the norm” dan “news is information people need to make sound decisions about their
lives“. Pendefinisian tersebut berkait dengan kategori informasi yang diekpos dan kebutuhan
masyarakat terhadapnya sebagai bahan pengambilan keputusan yang menyangkut hidupnya.
Bagi Park (1922), berita mempunyai kekuatan dalam membangun kohesi sosial. Tujuan dari
berita adalah menyediakan ruang bagi hal-hal yang perlu diketahui setiap orang sehingga
mereka dapat bertindak dalam lingkungannya dan berdasarkan tindakannya tersebut warga
kota dapat membangun identitas bersama
Ericson et. al.,(1989:377) menegaskan bahwa “ berita adalah produk sebuah transaksi
antara jurnalis dengan sumber beritanya. Sumber utama realitas berita bukanlah apa yang
disajikan atau apa yang terjadi didunia nyata. Realitas berita melekat pada sifat dan jenis
relasi sosial budaya yang berkembang diantara jurnalis dan sumber beritanya dan dalam
politik pengetahuan yang muncul pada berita tertentu.
Fungsi pemberitaan yang dipegang surat kabar bukanlah untuk memperingatkan,
mengintruksikan
dan
membuat
khalayak
tercengang;
tetapi
memberitahu.
( Haberstam 1992:4).
Selain itu, fungsi pemberitaan, yaitu;
9
a. Mengusahakan berita sebagai pengetahuan umum
Pengetahuan umum adalah pengertian-pengertian bersama tentang satu hal yang bisa
dimanfaatkan khalayak untuk berinteraksi sosial.
b. Mengusahakan berita sebagai alat kontrol sosial
Maksud berita sebagai alat kontrol sosial adalah : memberitakan peristiwa yang buruk,
keadaan yang tidak pada tempatnya dan ihwal yang menyalahi aturan, supaya peristiwa
buruk tidak terulang lagi dan kesadaran berbuat baik serta menaati peraturan makin
tinggi.
Tidak semua laporan tentang kejadian pantas dilaporkan kepada khalayak. Peristiwa yang
patut dilaporkan harus mempunyai kriteria, yaitu peristiwa yang memiliki nilai berita. Nilai
berita sendiri, menurut Harris, Leiter dan Johnson, mengandung delapan unsur
( Abrar,2000:4-5), yaitu :
a. Konflik : merupakan informasi yang menggambarkan pertentangan antar manusia,
bangsa dan negara perlu dilaporkan kepada khalayak. Dengan begitu khalayak mudah
untuk mengambil sikap.
b. Kemajuan : informasi tentang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi senantiasa perlu
dilaporkan kepada khalayak untuk mengetahui peradaban manusia.
c. Penting : informasi yang penting bagi khalayak dalam rangka menjalani kehidupan
mereka sehari-hari.
d. Dekat : informasi yang memiliki kedekatan emosi dan jarak geografis dengan khalayak.
Makin dekat suatu lokasi peristiwa, maka semakin disukai khalayak.
e. Aktual : informasi tentang peristiwa yang baru terjadi perlu segera dilaporkan. Bagi
media, ukuran aktual biasanya sampai dua hari. Artinya peristiwa yang terjadi dua hari
yang lalu masih aktual diberitakan.
f. Unik : informasi tentang peristiwa yang unik, yang jarang terjadi perlu segera dilaporkan.
g. Manusiawi : informasi yang dapat menyentuh emosi khalayak, seperti dapat membuat
menangis, terharu, tertawa dan sebagainya.
h. Berpengaruh : informasi mengenai peristiwa yang berpengaruh terhadap kehidupan orang
banyak.
10
Nilai berita yang ditonjolkan adalah tingkat yang menunujukkan kelengkapan nilai-nilai
berita yang ada pada sebuah liputan . Sedangkan nilai berita adalah unsur-unsur yang
terdapat dalam sebuah berita memiliki daya tarik untuk dibaca. Nilai berita yang digunakan
sebagai alat analisisnya dalam penelitian ini adalah:
a. Timelines : peristiwa, pendapat, masalah yang baru terjadi
b. Proximity : peristiwa didekat tempat khalayak ( geografis) atau dekat dengan persoalan
yang dihadapi khlayak ( psikologi)
c. Importance : peristiwa dinilai penting diketahui khalayak
d. Conflict : nilai berita yang berkaitan dengan pendapat, pendirian dan sikap yang saling
bertentangan da menampilkan sharp angel
e. Prominance : nilai berita yang berkaitan dengan pernytaan orang-orang terkenal atau
orang-orang penting.
f. Human interest : nilai berita yang menyentuh jiwa kemanusiaan
g. Kombinasi : bila dalam berita tersebut mengandung lebih dari satu nilai berita
Format berita berita dengan melihat tampilan liputan berita dalam surat kabar. Unit
analisis ini akan dibagi dalam 3 kategori
a. Straight news
Berita yang dibuat untuk menyampaikan peristiwa-peristiwa yang secepatnya harus
diketahui khalayak, karena itu penulisannya mengikuti struktur piramida terbalik, dengan
bagian yang terpenting pada pembuakaan berita
b. Soft news
Merupakan berita tentang kejadian yang bersifat manusiawi dalam sebuah peristiwa
penting. Prinsip penulisannya tidak terikat pada struktur piramida terbalik. Penonjolan
unsur berita bukanlah unsur pentingnya, akan tetapi unsur yang dapat menarik perhatian
khalayak
c. Feature
Laporan keatif yang kadang subyektif karena bertujuan menyenangkan dan memberi
informasi kepada pembaca tentang suatu kejadian, keadaan atau aspek kehidupan
11
Coverage berita :berkaitan dengan gaya liputan media berita dalam mengangkat sebuah
konflik yang muncul, untuk memberikan kelengkapan informasi bagi pembacanya. Hal ini
juga menggambarkan keterbukaan media dalam liputannya. Unit analisis ini dibagi dalam 2
kategori, yaitu :
a. Liputan satu sisi : bila sisi liputan hanya berasal dari satu pihak saja
b. Liputan dua sisi : bila isi liputan yang menampilkan beberapa pihak untuk menjadi
sumber informasi.
Sumber Berita: Sumber berita adalah pihak yang menjadi sumber wartawan untuk
mendapatkan informasi mengenai suatu peristiwa. Unit analisis ini dibagi dalam 4 kategori
yaitu :
a. Pemerintah Lokal: Perorangan maupun lembaga yang berbicara atas nama kepentingan
pemerintahan lokal, termasuk dalam klasifikasi pemerintahan lokal antara lain
Gubernur, jajaran pejabat pemerintahan daerah, pihak berwenang ( pihak kepolisian,
pengadilan ) dll.
b. Masyarakat: Sumber berita yang berasal dari individu atau sekelompok individu yang
bersosialisasi disuatu tempat.
c. Akademisi: Sumber berita yang berasal dari individu yang sedang menuntut ilmu pada
sebuah perguruan tinggi.
d. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM): Lembaga non pemerintah yang diinginkan
dengan tujuan sosial dan merupakan bagaian dari masyarakat sipil dalam konteks
pemberdayaan masyarakat serta memiliki tugas pengawasan terhadap jalannya
pemerintahan.
Isi berita: Sisi yang diangkat oleh berita tersebut dalam sebuah pemberitaan dalam
penyampaian info mengenai suatu peristiwa. Unit analisis ini dibagi dalam 6 kategori yaitu :
a.
Kesetaraan Gender dan Kehidupan Masyarakat: Suatu berita /informasi yang
menceritakan tentang apa yang terjadi dilingkungan masyarakat sekitarnya
b.
Kesetaraaan Gender dan Kebijakan Pemerintah : Sebuah berita yang
mempunyai isi atau komentar dari pemerintah dalam menanggapi permasalahan
kesetaraan gender.
12
c.
Kesetaraan Gender dan Politik: Sebuah berita yang mempunyai isi tentang
politik kaitannya dengan kesetraan gender atau kiprah perempuan dikancah politik.
d.
Kesetaraan Gender dan Pendidikan: Sebuah berita tentang dunia pendidikan
dan kesetaraan gender.
e.
Kesetaraan Gender dan Kesehatan: Sebuah berita yang mempunyai isi tentang
dunia kesehatan perempuan atau kesadaran gender dalam dunia kesehatan.
f.
Kesetaraan Gender dan Hukum: Sebuah berita tentang kesetaraan gender
kaitannya dengan hukum.
Sifat berita: Sifat berita yaitu cara penulisan bagaimana berita tersebut disampaikan.
a.
Deskriptif yaitu apabila berita tersebut hanya memaparkan peristiwa dan bersifat
netral. Berita tersebut lebih banyak memberikan gambaran dan penjelasan mngenai
fakta-fakta yang terjadi dilapangan yang berkaitan dengan masalah kesetaraan
gender.
b.
Argumentatif, yaitu berita yang isinya lebih banyak memuat pernyataan perorangan
baik didasarkan pada pengamatan, intepretasi maupun opini dari sumber berita yang
bersangkutan berdasarkan peristiwa yang terjadi.
c.
Persuasif, yaitu berita yang isinya membujuk secara halus supaya khalayak atau
pembaca ikut terhanyut dalam isi berita
d.
Informatif, yaitu apabila berita tersebut bersifat menerangkan atau memberitahukan
tentang suatu informasi
e.
Kombinasi, yaitu apabila berita tersebut merupakan kombinasi antara deskriptif,
argumentatif, persuasif dan informatif
Dimensi Berita: macam berita yang mengacu pada bidang tertentu pada surat kabar yang
dijadikan objek penelitian. Terdapat beberapa dimensi dalam unit analisis ini, yaitu :
13
a. Politik: Dimensi kekuasaan yang mengatur dan mengarahkan kehidupan sosial
sebagai keseleruhan atau usaha untuk mencapai atau mewujudkan cita-cita ideologi,
berhubungan dengan kekuasaan.
b. Hukum: Peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan
oleh penguasa atau pemerintah; peraturan untuk mengatur pergaulan hidup
masyarakat.
c. Sosial dan budaya: Berkaitan dengan akibat yang ditimbulkan dari hubungan dengan
sesama manusia lainnya dan akibat tingkah lakunya atau adanya perbedaan dalam
tingkat perkembangan kebudayaan, sikap penduduk dan keadaan lingkungan sekitar.
d. Pendidikan: Hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
e. Agama: Hal-hal yang berkaitan dengan agama dan kepercayaan dan aturan norma
yang berlaku dalam suatu agama tertentu.
f. Kesehatan: Hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan.
Posisi berita: Yaitu letak berita dalam sebuah surat kabar
a. Headlines: Jika berita yang disajikan terletak diposisi headline pada SKH Pos
Kupang yang berada dihalaman depan dari keseluruhan jumlah halaman di surat
kabar.
b. Tengah: Jika berita yang disajikan berada dihalaman selain halaman depan
dan
belakang dari keseluruhan jumlah halaman di SKH Pos Kupang.
c. Rubrik: Jika berita yang disajikan berada di rubrik khusus yang membahas suatu
kasus pada SKH Pos Kupang.
Ragam persoalan gender : Yaitu persoalan gender yang sering meninmpa kaum
perempuan yang terjadi di tengah masyarakat. Unit analisis ini terdiri dari :
a. Pengabaian perempuan : yaitu suatu sifat dan kondisi yang tidak mempedulikan
keberadaan perempuan, serta mengabaikan segala hak yang seharusnya diterima
oleh kaum perempuan.
14
b. Stereotype perempuan : yaitu anggapan bernada merendahkan atau menganggap
perempuan sebagai obyek.
c. Subordinasi perempuan : yaitu suatu prilaku yang menempatkan perempuan
sebagai pihak kedua setelah laki-laki.
d. Kekerasan terhadap perempuan : yaitu suatu tindakan fisik yang melukai dan
menyakiti perempuan secara fisikly.
e. Pelecehan terhadap perempuan : yaitu suatu sikap dan tindakan yang menyakiti
dan melukai perempuan baik secara fisik maupun psikis.
f. Pengakuan terhadap perempuan : yaitu suatu sikap dan tindakan yang mengakui
kemampuan dan keberhasilan perempuan dalam hal tertentu.
g. Penghargaan terhadap perempuan : yaitu suatu sikap dan tindakan yang
memberikan penghargaan terhadap perempuan atas keberhasilanya dalam suatu
pekerjaan atau hal tertentu.
h. Keseimbangan pembagian kerja : yaitu suatu tindakan dan sikap yang membagi
secara adil dan seimbang atas pekerjaan, dan penempatan perempuan yang sama
dengan laik-laki di ruang kerja publik.
Tempat Terjadinya Ragam Persoalan Gender: Yaitu lokasi terjadinya ragam persoalan
gender yang ada didalam berita.
a. Tempat kerja pemerintah: Yaitu lokasi terjadinya ragam persoalan gender terjadi di
tempat kerja pemerintah seperti kantor-kantor pemerintahan, bank-bank milik
pemerintah dan BUMN.
b. Tempat kerja swasta: yaitu lokasi terjadinya ragam persoalan gender terjadi di tempat
kerja swasta seperti kantor-kantor swasta, bank-bank swasta, LSM dsbnya.
c. Sekolah : yaitu lokasi terjadinya ragam persoalan gender terjadi di sekolah.
d. Rumah : yaitu lokasi terjadinya ragam persoalan gender terjadi di rumah.
e. Jalanan : yaitu lokasi terjadinya ragam persoalan gender terjadi di jalanan.
15
f. Lingkungan tempat tinggal: yaitu lokasi terjadinya ragam persoalan gender terjadi di
lingkungan tempat tinggal seperti di lingkungan sekitar rumah.
g. Lingkungan sosial: yaitu lokasi terjadinya
ragam persoalan gender terjadi di
lingkungan sosial seperti di lingkungan bermain, lingkungan wisata dsbnya.
3. Teori Tanggung jawab Sosial
Dasar pemikiran teori tanggung jawab sosial ialah bahwa “ Kebebasan, mengandung
didalamnya suatu tanggung jawab yang sepadan dan pers yang telah menikmati kedudukan
terhormat dalam pemerintahan yang demokratis, berkewajiban untuk bertanggung jawab
kepada masyarakat dalam melaksanakan fungsi-fungsi penting komunikasi massa dalam
masyarakat modern” (Peterson,1986:83). Melalui pemikiran ini Theodore Peterson
menegaskan bahwa kebebasan dan kewajiban berlangsung beriringan, kebebasan pers harus
diiringi tanggung jawab terhadap masyarakat tentang apa yang diaktualisasikan dengan
mengedepankan kepentingan masyarakat, serta lebih mengutamakan apa akibat yang akan
ditimbulkan dari berita yang disebarluaskan oleh media tersebut.
Fungsi- fungsi pers dalam teori tanggung jawab sosial pada dasarnya sama dengan
fungsi pers dalam teori Liberal. Teori tanggung jawab sosial menerima peran pers dalam
melayani sistem politik, memberi penerangan kepada masyarakat dan menjaga hak-hak orang
perorangan. Dalam hal ini ada lima syarat sebagai ciri teori tanggung jawab sosial terhadap
pelaksanaan kegiatan pers :
a. Pers dituntut menyajikan berita-berita peristiwa sehari-hari yang dapat dipercaya,
lengkap dan cerdas dalam suatu konteks yang memberikannya makna.
b. Pers harus menjadi sebuah forum pertukaran komentar dan kritik
c. Pers hendaknya menonjolkan sebuah gambaran yang representatif dari kelompokkelompok konstituen dalam masyarakat
d. Pers hendaknya bertanggungjawab dalam penyajian dan penjelasan tujuan-tujuan
dan nilai-nilai masyarakat.
e. Pers hendaknya menyediakan akses untuk memperoleh informasi dengan
menjamin kebebasan berekspresi.
16
Dalam teori tanggung jawab sosial, hak menyatakan pendapat adalah hak moral yang ada
aspek kewajibannya. Hal ini sejalan dengan pernyataan Komisi Kebebasan Pers bahwa
kebebasan menyatakan pendapat merupakan sebuah hak moral, pers wajib memastikan
bahwa semua pandangan penting dari setiap warga negara terwakili dalam pers dan semua
pemikiran yang perlu didengar oleh masyarakat akan didengar oleh masyarakat. Hak
sesorang untuk menyatakan pendapatnya harus diimbangi dengan hak-hak pribadi orang
lainnya dan oleh kepentingan-kepentingan vital masyarakat ( Siebert, 1986:111). Dari
pemikiran tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa setiap orang mempunyai moral untuk
diberi dan memperoleh informasi. Oleh karena itu, tidak cukup hanya melindungi hak pers
untuk bebas berpendapat, tapi juga ada perlindungan bagi hak warga negara untuk mendapat
informasi yang memadai.
Dapat dilihat bahwa teori tanggung jawab sosial harus berusaha mengawinkan tiga
prinsip yang agak berbeda : prinsip kebebasan dan pilihan individual; prinsip kebebasan
media; dan prinsip kewajiban media terhadap masyarakat. Ciri lembaga publik baru untuk
siaran yang paling memiiki andil dalam merajut ketiga prinsip diatas adalah penekanannya
pada kenetralan dan keseimbangan dalam hubungannya dengan pemerintah dan hal-hal yang
menyangkut kontroversi dan pencakupan mekanisme untuk meningkatkan daya tangkap
media yang relevan terhadap tuntutan audiensnya serta bertanggung jawab kepada
masyarakat atas aktivitas yang dilakukan
Latar belakang munculnya teori tanggung jawab sosial yaitu sistem pasar bebas,
kenyataanya gagal memenuhi tujuan kebebasan pers, dan tidak mampu melindungi
kepentingan masyarakat banyak. Siapa saja yang menikmati kebebasan, juga memiliki
tanggung jawab kepada masyarakat.
Prinsip-prinsip utama dari sistem tanggung jawab sosial adalah :
1. Media seyogyanya menerima dan memenuhi kewajiban tertentu kepada masyarakat
2. Kewajiban-kewajiban tersebut perlu dipenuhi dengan menetapkan standar-standar
profesionalisme yang menyangkut keinformasian, kebenaran, akurasi, objektivikasi dan
keseimbangan
17
3. Dalam menerima dan melaksanakan kewajiban tersebut, media seyogyanya dapat
mengatur diri sendiri dalam rangka kerangka hukum dan lembaga yang ada.
4. Media seyogyanya menghindari segala sesuatu yang mungkin menimbulkan kejahatan,
kerusakan atau ketidaktertiban umum atau penghinaan terhadap minoritas etnik atau
agama
5. Media secara keseluruhan handaknya bersifat pluralis dan mencerminkan kebhinekaan
masyarakat dengan memberikan kesempatan yang sama untuk mengekspresikan berbagai
sudut pandang dan hak untuk menjawab
6. Masyarakat dan publik memiliki hak untuk menuntut standar prestasi yang tinggi dan
intervensi dapat dibenarkan untuk mengamankan kepentingan umum
7. Wartawan dan media profesional seyogyanya bertanggung jawab terhadap masyarakat
dan juga kepada majikan serta pasar. (mcQuail,1987:116-117)
Teori tanggung jawab sosial dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui
bagaimana SKH Pos Kupang menyajikan berita mengenai berita gender, dalam hal ini berita
tentang perempuan periode Juli-Agustus 2008 . Sebab informasi yang berkaitan dengan
kesetaraan gender di Propinsi Nusa Tengara Timur merupakan suatu informasi yang harus
diberitakan secara akurat dan bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau khalayak
Dengan teori-teori yang telah dikemukakan diatas, kecenderungan pemberitaan pada
SKH Pos Kupang dapat dilihat, sehingga dapat diketahui perhatian media massa khususnya
surat kabar dalam memberitakan masalah perempuan dalam hal ini kesetaraan gender di
Provinsi Nusa Tenggara Timur.
4. Gender dan Media
Secara mendasar gender bukanlah sesuatu yang kita dapat semenjak lahir dan bukanlah
juga sesuatu yang kita miliki, melainkan sesuatu yang kita lakukan, kita tampilkan. Gender
melekat pada dan mempengaruhi penampilan setiap orang sehingga nantinya akan muncul
semacam sikap otoriter pada penampilan pesona-pesona tersebut. Saat ini adalah saat ketika
seks dan gender menyatu yaitu melalui pandangan masyarakat yang mencoba untuk memadu
pandankan cara bertindak dengan kodrat biologis.
18
Gender merupakan elaborasi sosial dari sifat biologis, dimana gender membangun
biologis dari yang tadinya bersifat alami, kemudian melebih-lebihkannya dan pada akhirnya
menempatkannya pada posisi yang sama sekali tidak relevan. Contohnya, sama sekali tidak
ada alasan biologis yang menjelaskan kenapa perempuan harus berlenggok dan para lelaki
harus membusungkan dada. Walau demikian batas bahwa kelamin bersifat biologis dan
gender bersifat sosial terlalu samar. Orang-orang beranggapan jika gender diwariskan melalui
praktik pengasuhan anak sehingga hal tersebut bersifat siosial, sedangkan kelamin langsung
diturunkan secara biologis.
Gender adalah seperangkat peran yang, seperti halnya kostum dan topeng di teater,
menyampaikan kepada orang lain bahwa kita adalah feminim atau maskulin. Perangkat
prilaku khusus ini yang mencakup penampilan, pakaian, sikap, kepribadian, bekerja di dalam
atau di luar rumah tangga, seksualitas, tanggung jawab keluarga dan sebagainya secara
bersama-sama memoles ”peran gender” kita.
Salah satu hal yang paling menarik mengenai peran gender adalah peran-peran itu
berubah seiring waktu dan berbeda antara satu kultur dengan kultur lainnya. Peran itu juga
amat dipengaruhi oleh kelas sosial, usia dan latar belakang etnis. Tetapi gender dapat
menentukan akses kita terhadap pendidikan, kerja, alat-alat dan sumber daya yang diperlukan
untuk industri dan keterampilan. Gender bisa menentukan kesehatan, harapan hidup dan
kebebasan gerak kita. Yang jelas, gender ini akan menentukan seksualitas, hubungan dan
kemampuan kita untuk membuat keputusan dan bertindak secara autonom. Gender bisa jadi
merupakan satu-satunya faktor terpenting dalam membentuk kita akan menjadi apa nantinya.
Terjadinya bias gender di masyarakat, termasuk dalam kehidupan pers, bukanlah
merupakan fenomena revolusioner yang berlangsung seketika, melainkan melalui mekanisme
sosialisasi dan penamaan nilai yang sangat panjang pada masyarakat global, yang kemudian
nilai tersebut disebut sebagai ideologi, yang oleh Littlejohn (1998:228:229) dikatakan
sebagai sekumpulan pemikiran yang membentuk struktur realita suatu kelompok, sebuah
sistem perwakilan atau sebuah kode dari pengertian-pengertian yang mengatur bagimana
individu-individu dan kelompok-kelompok memandang dunia.
19
Sedangkan Karl Mark (1818-1883) dan Frederich Engels (1820-1895) sebagaimana
ditulis oleh Sunarto (2000:32) memandang bahwa ideologi merupakan fabrikasi (pemalsuan)
yang digunakan oleh sekelompok orang tertentu untuk membenarkan diri mereka sendiri,
sehingga konsep ideologi itu menjadi sangat subyektif dan keberadaannya hanya untuk
membenarkan kelas penguasa masyarakat.
Salah satu wujud dari ideologi yang tercipta oleh supra struktur tersebut adalah ideologi
patriarki, yang melegitimasi dan mempertahankan relasi asimetris (tidak sepadan) antara
laki-laki dan perempuan. Implementasi ideologi ini dalam kehidupan masyarakat global,
pada gilirannya merangsang munculnya studi-studi feminis yang mengamati bahwa banyak
aspek dalam kehidupan dibagi menurut jenis kelamin. Ini meliputi tidak saja seks secara
biologis, tetapi juga hampir semua sisi kehidupan masyarakat, termasuk bahasa, pekerjaan,
peran-peran keluarga, pendidikan dan sosialisasi. Pembahasan ini bertujuan untuk
mengekspose kekuatan-kekuatan dan batasan-batasan dari pembagian dunia berdasarkan
jenis kelamin ini.
Dalam perkembangannya, studi-studi feminis kemudian mempopulerkan konsep
feminisme yang oleh Dzuhayatin (dalam Sunarto,2000:34) dikatakan sebagai berikut ”
Feminisme merupakan sebuah ideologi yang berangkat dari suatu kesadaran akan suatu
penindasan dan pemerasan terhadap wanita dalam masyarakat, apakah itu ditempat kerja
ataupun dalam konteks masyarakat secara makro, serta tindakan sadar baik oleh wanita
maupun pria untuk mengubah keadaan tersebut”. Demikian pendapat Saptari dan Holzner
(1997:47) bahwa feminisme adalah kesadaran akan posisi perempuan yang rendah dalam
masyarakat, dan keinginan untuk memperbaiki atau mengubah keadaan tersebut. Pendek
kata, gerakan feminis berusaha untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil tanpa adanya
penindasan dan deskriminasi, demokratis dan bebas dari kelas-kelas serta bias gender.
Aliran-aliran feminis yang paling menonjol adalah Aliran Liberal dan Aliran Radikal
(Littlejohn, 1998:240). Feminisme Liberal merupakan fondasi dari gerakan kaum wanita
pada tahun 1960-an dan 1970-an yang berdasar pada demokrasi liberal, atau pemikiran
bahwa keadilan meliputi jaminan persamaan hak bagi semua individu. Padahal kaum wanita
telah mengalami tekanan sebagai suatu kelompok dan bahwa mereka belum memiliki hakhak yang sama dengan kaum pria, baik dalam aspek pendapatan, kekuasaan, proses
20
pengambilan keputusan dan kesempatan untuk maju. Pendek kata, feminis liberal teutama
berhubungan dengan citra publik dan hak-hak kaum perempuan. Sedangkan feminisme
radikal, meyakini bahwa penekanan terhadap kaum perempuan sudah jauh lebih dalam
daripada hak-hak publik. Masalahnya bukan sekedar merubah hukum untuk memberi
persamaan hak bagi kaum wanita, tetapi pada inti struktur sosial kita yang sifatnya patrilinier,
yakni patriarki mempertahankan sekumpulan pengertian yang sarat memuat jenis kelamin
yang menaikkan kepentingan-kepentingan maskulin dan merendahkan kepentingankepentingan feminin.
Salah satu teorisi komunikasi feminis yang paling terkenal adalah Julia Penelope, yang
menyatakan bahwa : Bahasa merupakan sesuatu yang sentral bagi semua pengalaman
manusia dan masyarakat. Pengalaman selalu dilukiskan dalam budaya masyarakat, oleh
sebab itu maka bahasa merupakan sebuah instrumen untuk menekan. Menurutnya, sebuah
lingkup diskursus yang patriarkis adalah sekumpulan konvensi bahasa yang mencerminkan
suatu defenisi tertentu tentang realita patriakal. Mereka yang menerima bahasa pada dasarnya
menerima kategori-kategorinya tentang kebenaran, dan sebagian pemakai bahasa itu
nelakukannya tanpa bertanya-tanya (Littlejohn,1998:241).
Berangkat dari asusmsi bahwa studi ini adalah studi tentang fenomena gender yang
menekankan adanya penindasan dan ketidakseimbangan distribusi kekuasaan di masyarakat
oleh pria terhadap perempuan, konsekwensinya adalah bahwa teori-teori yang relevan untuk
digunakan adalah teori-teori dalam paradigma kritis. Paradigma kritis merupakan cara
pandang terhadap realitas sosial yang senantiasa disertai dengan perasaan curiga dan kritis
terhadap realitas sosial tersebut, serta mengkaitkan fenomena realitas tersebut dalam konteks
histori (kesejarahan) nya. Tujuan dari paradigma ini adalah membebaskan manusia dari polapola kehidupan yang irasional, sekaligus membangun kesadaran masyarakat untuk hidup
secara rasional, dimana manusia bisa lebih memuaskan semua kebutuhan dan
kemampuannya tanpa tindakan-tindakan yang represif.
Ilmu sosial kritis tersebut seringkali bersifat ekonomis dan politis, sehingga meskipun
teori-teori kritis banyak yang muncul jauh sesudah Mark, tetapi ia masih dianggap Marxis.
Suatu faham yang oleh Littlejohn (1998:228) dikatakan mengajarkan prinsip sebagai
berikut : Bahwa alat-alat produksi didalam masyarakat menentukan sifat dari masyarakat itu,
21
dan perekonomian merupakan dasar dari semua struktur sosial, sehingga pemikiran linear
dari Marxis adalah hubungan dasar-suprastruktur.
Salah satu suprastruktur itu adalah media massa, dimana ketika kita membicarakannya,
tidak mungkin dilepaskan dari kajian komprehensip tentang komunikasi massa, karena
komunikasi massa adalah proses dimana lembaga-lembaga media membuat dan
menyampaikan pesan-pesan kepada khalayak ramai dan proses dimana pesan-pesan tersebut
dicari, dimanfaatkan, dimengerti dan dipengaruhi oleh audiens.
Yang menjadi pusat perhatian dalam pembahasan komunikasi massa manapun adalah
media, terutama karena lembaga-lembaga media menyebarkan pesan-pesan yang
mempengaruhi dan mencerminkan budaya masyarakat dan mereka menyediakan informasi
secara bersamaan pada sejumlah besar audiens yang heterogen, dan menjadikan media
sebagai bagian dari kekuatan institusional masyarakat.
Kata ”Media” menurut Littlejohn (1998:327), tentu saja menyiratkan arti ”mediasi’ atau
”perantaraan”, karena mereka hadir diantara para audiens dan dunia luar. Sehingga dengan
mengutip pendapat denis McQuail, Littlejohn kemudian menyebutkan berapa perumpamaan
untuk memperjelas gagasan tentang media. Media adalah Jendela yang memungkinkan kita
untuk melihat apa yang ada diluar kita, Penterjemah yang membantu kita memahami
pengalaman, Landasan atau pembawa yang menyajikan informasi, komunikasi interaktif
yang mengikutsertakan umpan balik dari para audiens, rambu-rambu yang memberikan
instruksi dan arahan, penyaring yang menyaring bagian-bagian dari pengalaman dan menitik
beratkan pada bagian lain, cermin yang memantulkan bayangan kita kembali kepada kita
sendiri, dan sebagai penghalang yang merintangi kebenaran.
Sehingga dengan demikian Denis McQuail (1996:3), menjekaskan lebih realistis tentang
fungsi media sebagai berikut:
a. Media seringkali berperan sebagai wahana pengembangan kebudayaan, bukan
saja dalam pengertian pengembangan bentuk seni dan simbol, tetapi juga dalam
pengertian pengembangan tata cara, mode, gaya hidup dan norma-norma,
b. Media telah menjadi sumber dominan bukan saja bagi individu untuk memberikan
gambaran dan citra realitas sosial, tetapi juga bagi masyarakat dan kelompok
22
secara kolektif, media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang
dibaurkan dengan berita dan hiburan.
Masih tentang fungsi media, diakatakan pula oleh Harold D. Lasweell dalam buku
Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese (1996:28), bahwa kajian isi media banyak
dilakukan karena isi media mempunyai tiga fungsi yakni :
a.
pengawasan lingkungan
b.
menghubungkan
peristiwa
dengan
fenomena
dalam
masyarakat
c.
sosialisasi atau pewarisan nilai
Ditambah fungsi keempat oleh Charles Wright dengan ”hiburan”.
Meskipun tampak bahwa fungsi media pada proses sosial tersebut amatlah maksimal,
tetapi Klapper dalam teori Phenoministicnya (reinforcement) meyakini bahwa sebenarnya
media itu tidak berpengaruh secara langsung pada audiens, melainkan harus dibarengi oleh
faktor-faktor yang lain. Ini berarti bahwa efek media sebenarnya lebih bersifat menguatkan,
baik terhadap sikap ataupun perilaku (Baran, 2000:163)
Ada dua tradisi intelektual yang diterapkan dalam kajian terhadap isi media, yakni
”tradisi humanistis dan tradisi prilaku” (humanistic and behavouristic traditions), dimana
pada tradisi humanistik dilihat bahwa isi media sebagai bagian integral dari realitas budaya
(tidak terlepas), isi media dikaji untuk pemaknaan estentik, yang cenderung menempatkan
isi media sebagai titik awal inferensial untuk memahami budaya yang dihasilkan. Sedangkan
tradisi behavioristik (perilaku) mengkaji isi media sebagi langkah untuk menguji efek
eksternal yang diciptakan oleh pesan media (Shoemaker, 1996:31-32).
Mengkaji tentang isi media, Gans & Gitlin (Shoemaker, 1996:6-7), mengelompokkan
pendekatan teoritis sebagai berikut :
a. Isi media merefleksikan realitas sosial dengan sedikit atau tanpa distorsi.
Pendekatan cermin dalam penelitian ini mengasumsikan bahwa apa yang
disampaikan oleh media itu merefleksikan secara cermat realitas sosial kepada
audiens
23
b. Isi media itu dipengaruhi oleh sosialisasi dan sikap para pekerja media, seperti faktor
psikologis, profesional, personalitas, sikap politik dan kemahirannya.
c. Isi media itu dipengaruhi oleh rutinitas media. Pendekatan rutinintas organisasi
menjelaskan bahwa isi media itu dipengaruhi oleh cara-cara dimana para pekerja
media dan organisasi itu bekerja.
d. Isi media itu dipengaruhi oleh institusi dan kekuatan-kekuatan lain seperti kekuatan
ekonomi, budya dan kemauan audiens.
e. Isi media itu dipengaruhi oleh fungsi posisi ideologi dan kekuatan status quo.
Hegemoni adlah pendekatan teoritis yang menjelaskan bahwa isi media itu
dipengaruhi oleh ideologi yang tumbuh penuh kekuatan dalam suatu masyarakat.
Sedangkan hirarki dari faktor-faktor pengaruh pada isi media itu,digambarkan oleh
Pamela J Shoemeker dan Stephen D Reese (1996:64), secara skematis sebagai berikut :
Model hirarki faktor-faktor pengaruh pada isi media
Ideologi Level
Extramedia Level
Organization
Media Routines
Level
Individu Level
24
Pada tataran individual level, terdapat tiga focus penting dalam melihat bagaimana faktor
intrik para pekerja media berpengaruh pada isi media, yakni sebagai berikut : pertama, kita
akan melihat karakteristik komunikator dan background personal dan professional mereka.
Kedua, kita akan mempertimbangkan pengaruh-pengaruh sikap personal komunikator, nilai
dan keyakinannya terhadap isi media, dan ketiga, kita hanya akan mencoba menginvestasi
orientasi personal dan konsepsi peranan komunikator.
Karakteristik komunikator (gender, etnicity dan orientasi sexual) dan pengalaman dan
background personal (ajaran agama, status sosioekonomis) tidak hanya membentuk sikap,
nilai dan keyakinan para pekerja media, tetapi juga mengarahkan bagaimana komunikator
itu memberikan warna pada isi media. Bahkan masalah etik dan profesional pekerja media
juga diyakini mempunyai pengaruh langsung terhadap isi media, sedangkan pengaruh dari
sikap, nilai dan keyakinan bersifat tidak langsung.
Pada media rounties level, berlaku keyakinan bahwa manusia adalah mahluk-mahluk
sosial yang selalu terlibat dalam pola-pola tindakan yang tidak mereka ciptakan sendiri,
artinya mereka berbicara dalam bahasa kelompok, berfikir seperti pemikiran kelompoknya.
Demikianpun para pekerja media, cenderung mengacu pada suatu ”rutinitas” yaitu bentukbentuk tindakan terpola, rutin dan berulang-ulang dalam melakukan perkerjaannya. Artinya
bahwa isi media dipengaruhi oleh pekerja media dan perusahaannya mengorganisasi kerja.
Dalam hal ini berlaku asumsi bahwa:
a. Semakin lama pekerja media bekerja di media yang bersangkutan, semakin
tersosialisasi mereka pada kebijakan-kebijakan media atau kebijakan organisasi
baik yang formal maupun informal.
b. semakin sering pekerja mengikuti kebiasaan organisasi, semakin sering struktur
berita isi media itu digunakan.
c. peristiwa yang sesuai dengan praktek-praktek rutin media, akan lebih sering
dicover dari pada peristiwa-peristiwa yang tidak sesuai dengan praktek-praktek
media.
d. semakin dekat sebiah peristiwa dengan defenisi kelayakan berita bagi media
tersebut, semakin besar untuk ditayangkan.
25
Sedangkan pada tingkat organisasi, pengaruhnya lebih bersifat makro yakni
mempertanyakan bagaimana faktor-faktor organisasi akan menjalankan fungsi kontrol pada
anggotanya untuk disesuaikan dengan kebijakan-kebijakannya. Editor mengontrol reporter,
penerbit mengontrol editor, pemilik mengontrol penerbit, sehingga dengan demikian akan
terjadi kontrol sebagai berikut :
a. Pemimpin organisasi dapat mene