COMPETITIVE PROFILE MATRIX DAN MCKINSEY

COMPETITIVE PROFILE MATRIX DAN
MCKINSEY CAPACITY ASSESSMENT GRID SEBAGAI
PERANGKAT ANALISIS MANAJEMEN STRATEGIS

PENDAHULUAN
Manajemen strategis mengacu pada aktifitas yang terdiri dari tiga tahap yaitu
perumusan (formulation), pelaksanaan (implementation), dan evaluasi (evaluation)
strategi. Untuk menciptakan suatu sistem manajemen strategis yang baik, dibutuhkan
perangkat analisis manajemen strategis. Perangkat tersebut dapat membantu
perencanaan strategi dalam mengidentifikasi, memilih dan mengevaluasi strategi.
Analisis dan pilihan strategi bertujuan untuk menentukan arah tindakan alternatif
terbaik bagi organisasi dalam rangka mencapai misi dan tuuannya. Proses ini
dimaksudkan untuk :
1. Menetapkan tujuan jangka panjang
2. Menghasilkan sejumlah strategi alternatif
3. Memilih strategi terbaik yang hendak dijalankan
Strategi alternatif tidak datag dengan sendirinya, melainkan diturunkan dari :
1. Visi organisasi
2. Misi Organisasi
3. Tujuan dan sasaran organisasi
4. Audit eksternal

5. Audit internal
Kerangka perumusan strategi terdiri dari tahap masukan (input stage), tahap
pencocokan (matching stage)dan tahap pemilihan/memutuskan strategi (decicision
stage). Tahap masukan bertujuan untuk menyediakan informasi masukan untuk

digunakan pada tahap pencocokan dan tahap pemilihan/memutuskan strategi. Pada
tahap pencocokkan terdapat upaya memadukan sumber daya dan keterampilan
internal dengan peluang dan resiko yang diciptakan oleh lingkungan eksternal. Tujuan
dari setiap perangkat dalam tahap pencocokan ini adalah untuk menghasilkan
strategi-strategi alternatif yang dapat dijalankan, bukan untuk memilih atau
menentukan strategi terbaik bagi organisasi. Sedangkan yang terakhir, pada tahap
pemilihan strategi, perusahaan memilih dari beragam strategi alternatif untuk
dijalankan.
Pada paper berikut ini akan disajikan penjelasan mengenai Competitive Profile
Matrix (CPM) dan McKinsey Capacity Assessment Grid sebagai dua diantara
perangkat analisis yang dapat dipakai di dunia manajemen strategis.
I. COMPETITIVE PROFILE MATRIX – CPM
Dalam dunia usaha, pengetahuan tentang kemampuan dan posisi
perusahaan/organisasi adalah penting. Pengetahuan ini diperoleh dari pihak internal
maupun eksternal perusahaan. Pengetahuan tersebut dapat berupa informasi tentang

apa yang dibutuhkan pelanggan, kapasitas mesin pabrik kita, keadaan jaringan
pemasaran, komposisi sales representative kita, keadaan jaringan pemasok, hal-hal
yang akan dilakukan oleh para pesaing, serta peluang-peluang yang mungkin ada.
Apabila pengetahuan yang dimiliki dapat dikelola dengan baik dan efektif, maka
keunggulan kompetitif perusahaan dapat dicapai dengan mudah.
Manfaat-manfaat yang diperoleh perusahaan dengan dilakukannya pengelolaan
informasi sebagai sumber pengetahuan antara lain:
(1) waktu pembuatan produk/pelayanan lebih pendek,
(2) menentukan keputusan lebih cepat,
(3) memperbaiki hubungan dengan custmer, dan
(4) menciptakan peluang lebih besar dalam berinovasi (Gartner 2000).
Sedangkan The Knowledge Company (2001) menggarisbawahi manfaat pengetahuan
bagi perusahaan menjadi empat macam yaitu perusahaan lebih responsif, inovatif,
kompetitif, dan efisien.
Salah satu faktor eksternal yang penting untuk diperhatikan adalah pesaing. Mengapa
demikian? Jawabannya adalah, dengan adanya pesaing maka sebuah perusahaan
dituntut untuk terus berupaya dan berpacu untuk mencapai dan mempertahankan

competitive advantage agar dapat menang dalam persaingan. Salah satu tools
manajemen strategis yang mampu membantu manajemen untuk menyelidiki dan

memetakan posisi pesaing utama dibandingkan dengan perusahaan adalah Matriks
Profil Kompetitif (Competitive Profile Matrix—CPM).
CPM adalah sebuah alat manajemen strategis yang penting untuk mengidentifikasi
kekuatan dan kelemahan pesaing utama dalam hubungannya dengan posisi strategis
perusahaan. Perangkat ini digunakan pada tahap masukan. CPM menunjukkan
gambaran yang jelas tentang titik kuat dan titik lemah relatif perusahaan terhadap
pesaing mereka. Penilaian CPM diukur berdasarkan faktor penentu keberhasilan,
dimana setiap faktor yang diukur dalam skala yang sama untuk setiap perusahaan,
namun dengan rating bervariasi sehingga memudahkan untuk dilakukan analisis
komparatif. Dalam CPM, analisa dilakukan secara keseluruhan, baik itu faktor
eksternal maupun faktor internal. Hal ini berbeda dengan penilaian kondisi internal
dan eksternal perusahaan melalui Internal Factor Evaluation (IFE) dan External
Factor Evaluation (EFE) dimana hanya masing-masing faktor internal dan eksternal
saja.
1. A. Komponen Competitive Profile Matrix—CPM
Matriks Profil Kompetitif terdiri dari komponen-komponen berikut ini:
1. 1. Critical Success Factors
Critical Success Factors atau faktor penentu keberhasilan, merupakan faktor-faktor
terpenting yang mempengaruhi keberhasilan organisasi . Faktor-faktor tersebut
digambarkan secara luas tanpa memasukkan data yang spesifik dan faktual. Faktorfaktor tersebut diambil setelah dilakukan analisis yang mendalam mengenai kondisi

eksternal dan lingkungan internal perusahaan. Ini dilakukan karena dalam lingkungan
eksternal dan internal, banyak faktor yang secara nyata memberikan dampak baik dan
buruk bagi perusahaan. Critical Success Factors yang memiliki peringkat lebih tinggi
dibanding pesaingnya menunjukkan bahwa strategi perusahaan terhadap faktor-faktor
penentu keberhasilan tersebut telah berhasil dengan baik, atau dalam kata lain
merupakan kekuatan perusahaan. Sedangkan peringkat yang lebih rendah berarti
startegi perusahaan dalam mendukung faktor-faktor tersebut masih kurang, atau
dengan kata lain menjadi kelemahan perusahaan.
1. Rating/Peringkat
Rating/peringkat dalam CPM menunjukkan tanggapan atau respons perusahaan
terhadap faktor-faktor penentu keberhasilan. Rating tertinggi menunjukkan bahwa
perusahaan dengan baik mampu mesrespons faktor penentu keberhasilan dan hal ini

menunjukkan kekuatan utama perusahaan. Kisaran peringkat diberikan antara 1,0 –
4,0 dan dapat diterapkan pada setiap faktor. Ada beberapa poin penting yang terkait
dengan pemberian rating di CPM, antara lain:
1. Rating akan diterapkan ke setiap critical success factor.
2. Respon perusahaan yang kurang terhadap critical success factor diwakili oleh
1. Hal ini menunjukkan bahwa faktor tersebut menjadi kelemahan utama
perusahaan.

3. Respon rata-rata terhadap critical success factor diwakili oleh 2. Hal ini
menunjukkan bahwa faktor tersebut menjadi kelemahan minor perusahaan.
4. Respon diatas rata-rata terhadap critical success factor diwakili oleh 3. Hal ini
menunjukkan bahwa faktor tersebut menjadi kekuatan minor perusahaan.
5. Respon perusahaan yang superior terhadap critical success factor diwakili
oleh 4. Hal ini menunjukkan bahwa faktor tersebut menjadi kekuatan utama
perusahaan.
6. Weighted (bobot)
Bobot dalam CPM menunjukkan kepentingan relatif dari faktor untuk menjadi
penentu kesuksesan perusahaan dalam industri. Bobot berkisar dari 0,0 yang berarti
tidak penting dan 1,0 yang berarti penting. Jumlah dari semua bobot dari faktor-faktor
yang dianalisis harus sama dengan 1,0.
1. Weighted Score (Nilai Tertimbang).
Nilai tertimbang adalah hasil yang dicapai setelah masing-masing bobot masingmasing faktor denga peringkatnya.
1. Total Weighted Score (Jumlah Nilai Tertimbang)
Jumlah semua nilai tertimbang adalah sama dengan total nilai tertimbang. Nilai akhir
dari jumlah nilai tertimbang harus berada di antara rentang 1.0 (rendah) untuk 4.0
(tinggi). Rata-rata total nilai tertimbang untuk CPM adalah 2,5, dimana setiap
perusahaan dengan total nilai tertimbang berada di bawah 2,5 dapat dikatakan dalam
posisi yang lemah. Perusahaan dengan total nilai tertimbang lebih tinggi adalah 2,5

maka dianggap memiliki posisi yang kuat. Dimensi lain dalam CPM adalah
perusahaan dengan jumlah nilai tertimbang yang paling tinggi dianggap sebagai
pemenang di antara para pesaing. Namun meski demikian, angka-angka total nilai

tertimbang hanyalah menggambarkan kekuatan relatif perusahaan-perusahaan yang
dibandingkan, bukan dengan tujuan untuk mendapatkan angka tertentu tetapi lebih
kepada asimilasi dan evaluasi informasi dalam cara yang mempunyai arti yang dapat
membantu pengambilan keputusan.
1. B. Manfaat Competitive Profile Matrix—CPM
Berikut disajikan manfaat-manfaat dari CPM:
1. Mencari dan mengidentifikasikan critical success factor.
2. Mengidentifikasi pesaing langsung/pesaing utama.
3. Mengidentifikasi dan menganalisis titik-titik kekuatan dan kelemahan
perusahaan/organisasi.
4. Mengidentifikasi dan menganalisis titik-titik kekuatan dan kelemahan
pesaing.
5. Menemukan, melakukan pengamatan dan identifikasi terhadap area-area yang
memerlukan perhatian lebih.
6. Membuka peluang untuk dilakukannya upaya-upaya perbaikan.
1. C. Contoh Competitive Profile Matrix—CPM

Berikut disajikan contoh CPM yang dibuat untuk PT HM Sampoerna Tbk.
Matriks CPM diatas adalah untuk perusahaan rokok dengan memfokuskan diri pada
PT HM. Sampoerna Tbk. Sebagai pesaingnya, disertakan pula beberapa perusahaan
yaitu PT Gudang Garam Internasional Tbk., PT Djarum Tbk., dan PT Bentoel
Internasional Investama Tbk. Seperti yang terdapat dalam tabel CPM, kualitas
produk merupakan faktor penentu keberhasilan yang paling penting bagi perusahaan
industri rokok dengan bobot penilaian sebesar 0,2. Kemudian faktor penting
berikutnya adalah iklan dan manajemen yang sama-sama diberi bobot 0,15.
Sedangkan untuk pangsa pasar, kapasitas produksi, dan kesetiaan pelanggan
menduduki posisi yang cukup penting dengan bobot masing-masing sebesar 0,1.
Selain faktor-faktor tersebut, masih terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
keberhasilan tetapi bukan termasuk dalam elemen yang cukup penting seperti akuisisi
perusahaan lain, persaingan harga, posisi keuangan dan tenaga kerja dengan bobot
masing-masing hanya sebesar 0,05 saja.

Dengan melihat CPM tersebut, Sampoerna, Gudang Garam dan Djarum mempunyai
posisi yang cukup berimbang dengan peringkat 3 yang diindikasikan dengan “baik”
untuk kualitas produk. Sedangkan Bentoel menjadi yang terburuk dalam hal kualitas
produk dengan hanya mendapat peringkat 1. Implikasinya, dalam faktor kualitas
produk, baik Sampoerna, Gudang Garam dan Djarum mempunyai posisi yang cukup

berimbang. Kemudian untuk iklan, Djarum adalah superior, seperti dibuktikan dengan
peringkat 4, sedangkan Sampoerna dan Gudang Garam menyusul di belakangnya
dengan peringkat 3 dan terakhir adalah Bentoel dengan peringkat 2. Sedangkan untuk
sisi manajemen, Sampoerna dan Gudang Garam menjadi yang terbaik dengan
mendapat peringkat 4 kemudian disusul oleh Djarum dengan peringkat 3 dan yang
terakhir adalah Bentoel dengan peringkat 2.
Untuk pangsa pasar, Sampoerna memimpin dengan peringkat 4 sedangkan Gudang
Garam dan Djarum mempunyai posisi yang sama dengan peringkat 3 untuk
keduanya. Bentoel menjadi yang terburuk dengan hanya mendapat peringkat 1.
Sampoerna, Gudang Garam dan Djarum sama-sama mendapat peringkat 3 untuk
faktor penentu keberhasilan kapasitas produksi, dan Bentoel menjadi yang terakhir
dengan peringkat 1. Tidak jauh berbeda dengan sebelumnya baik Sampoerna, Gudang
Garam dan Djarum sama-sama mendapat peringkat 3 untuk kesetiaan pelanggan.
Sedangkan Bentoel tetap menjadi yang terburuk dengan peringkat 1.
Selain 6 faktor tersebut masih terdapat 4 faktor lagi yang menjadi faktor penentu
keberhasilan industri rokok meskipun tidak memegang peranan yang begitu dominan.
Yang pertama adalah akuisisi perusahaan lain dimana Sampoerna berada dalam posisi
yang terkuat dengan peringkat 4. Bentoel lebih baik dalam hal ini dengan mendapat
peringkat 3. Sebaliknya dengan Gudang Garam dan Djarum menjadi yang terburuk
dengan hanya mendapat masing-masing peringkat 1. Berikutnya adalah faktor

persaingan harga dimana Bentoel menjadi yang terbaik dengan peringkat 4, Gudang
Garam dan Djarum menyusul berikutnya dengan peringkat 3 dan Sampoerna menjadi
yang terburuk dengan peringkat 1. Posisi keuangan perusahaan menjadi faktor
selanjutnya, peringkat 4 diberikan kepada Sampoerna untuk faktor ini. Djarum dan
Gudang Garam menyusul dengan peringkat 3 sedangkan Bentoel di posisi akhir
dengan peringkat 1. Faktor yang terakhir adalah tenaga kerja, dimana Djarum adalah
baik dibuktikan dengan peringkat 3 yang diberikan. Sampoerna dan Gudang Garam
dengan 2 dan Bentoel dengan 1.
Berdasarkan hasil perhitungan total nilai bobot tertimbang untuk perusahaan rokok,
Sampoerna menjadi yang paling baik dengan total nilai sebesar 3,25. Gudang Garam
dan Djarum sama-sama mempunyai total nilai yang tertimbang sebesar 3 dan hanya
sedikit tertinggal dari Sampoerna. Bentoel menjadi yang terburuk dengan hanya
mendapat total nilai 1,75. Namun meskipun demikian angka-angka tersebut hanyalah
menggambarkan kekuatan relatif dari keempat perusahaan tersebut, bukan dengan

tujuan untuk mendapatkan angka tertentu tetapi lebih kepada asimilasi dan evaluasi
informasi dalam cara yang mempunyai arti yang dapat membantu pengambilan
keputusan.
1. D. Penerapan Competitive Profile Matrix—CPM untuk Organisasi Non
Profit

Dalam uraian sebelumnya, disampaikan bahwa fokus utama dari CPM bagi
perusahaan/organisasi yang berorientasi mencari keuntungan atau profit adalah untuk
mengetahui posisi strategis perusahaan/organisasi dibandingkan dengan pesaing
utama. Pesaing menjadi penting bagi perusahaan/organisasi profit karena pesaing
dapat mempengaruhi perolehan keuntungan mereka. Pertanyannya, apakah hal yang
sama berlaku bagi organisasi non-profit, misalnya organisasi pemerintahan, yang
orientasinya bukanlah profit melainkan public service (pelayanan publik)? Apakah
CPM merupakan tools manajemen strategis yang tepat dalam proses merumuskan
strategi organisasi non-profit?
Ukuran keberhasilan kinerja instansi pemerintah yang berorientasi pada public
service adalah tingkat mutu layanan publik yang dilakukan. Untuk dapat menilai
sejauh mana mutu layanan publik yang diberikan oleh aparatur pemerintah, perlu ada
kriteria yang menunjukkan apakah suatu pelayanan publik yang diberikan dapat
dikatakan baik atau buruk. Zethmel (dalam Widodo, 2001:275-276) mengemukakan
tolok ukur kualitas pelayanan publik dapat dilihat dari sepuluh dimensi, antara lain
meliputi:
1. Tangiable, terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, personil, dan komunikasi;
2. Reliable, terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam menciptakan layanan
yang dijanjikan dengan tepat;
3. Responsiveness, kemauan untuk membantu konsumen bertanggung jawab

terhadap mutu layanan yang diberikan;
4. Competence, tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan, dan keterampilan yang
baik oleh aparatur dalam memberikan layanan;
5. Courtesey, sikap atau perilaku ramah tamah, bersahabat, tanggap terhadap
keinginan konsumen, serta mau melakukan kontak atau hubungan pribadi;
6. Credibility, sikap jujur dalam setiap upaya untuk menarik kepercayaan
msasyarakat;

7. Security, jasa pelayanan yang diberikan harus dijamin bebas dari berbagai
bahaya dan resiko;
8. Access, terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan pendekatan;
9. Communication, kemauan pemberi layanan untuk mendengarkan suara,
keinginan atau aspirasi pelanggan, sekaligus kesediaan untuk selalu
menyampaikan informasi baru kepada masyarakat;
10. Understanding The Customer, melakukan segala usaha untuk mengetahui
kebutuhan pelanggan;
Dengan memperhatikan sepuluh dimensi yang menjadi tolok ukur pelayanan publik
diatas, faktor-faktor yang menjadi penentu keberhasilan berasal dari faktor internal
organisasi/instansi itu sendiri. Apabila keseluruhan faktor diatas dijadikan critical
success factor dalam pembuatan CPM tentu bukan hal yang salah. Pemberiaan rating
dan bobot juga dapat dilakukan karena pasti terdapat prioritas dalam organisasi dalam
merespons atas masing-masing faktor tersebut. Dengan demikian, 4 dari 6 manfaat
sebagaimana telah disebutkan sebelumnya dapat terpenuhi yaitu antara lain:
1. Mencari dan mengidentifikasikan critical success factor.
2. Mengidentifikasi dan menganalisis titik-titik kekuatan dan kelemahan
perusahaan/organisasi.
3. Menemukan, melakukan pengamatan dan identifikasi terhadap area-area yang
memerlukan perhatian lebih.
4. Membuka peluang untuk dilakukannya upaya-upaya perbaikan.
Namun demikian, terkait dengan fokus CPM yaitu identifikasi pesaing utama, tidak
dapat berlaku dan diterapkan bagi instansi pemerintah. Hal ini terkait dengan fokus
dan karakteristik instansi pemerintah yang bukan pada persaingan. Instansi
pemerintah berfokus pada public service dengan karakteristik unik organisasi yang
bersumber pada tugas pokok dan fungsi masing-masing organisasi yang pasti berbeda
antara satu instansi dengan yang lainnya. Dengan kata lain, instansi pemerintah tidak
bersaing dengan instansi lainnya, sehingga dapat kami simpulkan bahwa penerapan
CPM dalam merumuskan rencana strategis instansi pemerintah pada dasarnya kurang
sesuai untuk dilakukan.
II. MCKINSEY CAPACITY ASSESSMENT GRID

McKinsey Capacity Assessment Grid adalah salah satu alat untuk membantu
mengukur kekuatan perusahaan. Alat pengukuran ini tercipta dari riset yang
dilakukan untuk Ventura Philanthropy Partners pada tahun 2001 guna
mengeidentifikasi capacity-building (pengembangan kapasitas) organisasi nirlaba.
Hasil riset ini kemudian dipublikasikan dalam Effective Capacity Building in
Nonprofit Organizations. Dari situ diperkenalkanlah suatu kerangka kerja bagi
konseptualisasi komponen-komponen penyusun kapasitas organisai. Selanjutnya
dibuatlah suatu alat self-assessment untuk membantu organisasi nirlaba dalam
mengidentifikasi kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan mereka. McKinsey
Grid adalah produk dari McKinsey –sebuah perusahaan konsultansi manajemenbeserta para ahli manajerial yang terlibat dalam riset dan pengembangan yang
memakan waktu ratusan jam.
McKinsey Capacity Assessment Grid dirancang sebagai alat untuk membantu
organisasi nirlaba menilai kapasitas organisasi mereka. Tabel McKinsey harus
digunakan bersama-sama dengan Kerangka Kapasitas, yang menjelaskan tujuh
elemen dari kapasitas organisasi dan komponen-komponenya. Assessor diminta
mengisi tabel McKinsey yang berisi penilaian atas berbagai unsur kapasitas
organisasi dengan memilih keadaan yang paling menggambarkan capaian atau status
organisasi di masa kini.
Kebanyakan organisasi nirlaba memfokuskan diri pada pembuatan program-program
baru dan berusaha menjaga biaya administrasi tetap rendah. Mereka jarang
memikirkan untuk membangaun kapasitas organisasional (organizational capacity)
yang dibutuhkan agar bisa mencapai aspirasi mereka dengan efektif dan efisien.
Fenomena ini juga sedikit banyak disebabkan oleh sikap donatur dan penyandang
dana yang secara tradisional lebih tertarik dalam mendukung ide-ide baru yang
menarik dari pada membangun organisasi yang dapat dengan efektif mewujudkan
ide-ide itu. Pola pokir ini harus diubah. Program yang besar memerlukan organisasi
dengan kapasitas yang besar pula.
A. Tujuan Penggunaan McKinsey Capacity Assessment Grid
McKinsey Capacity Assessment Grid dapat digunakan oleh manajer, staf, anggota
dewan dari organisasi nirlaba maupun oleh penyumbang dana dari luar. Tujuan dari
penggunaan alat ini adalah :
1. Mengidentifikasi area tertentu yang memberikan kontribusi paling kuat pada
kapasitas organisasi maupun area yang membutuhkan peningkatan.
2. Untuk mengukur perubahan kapasitas organisasi dari waktu ke waktu.

3. Untuk mendapatkan sudut pandang yang berbeda tentang organisasi, terkait
dengan kapasitasnya. Perbedaan respon terhadap pengisian formulir penilaian
oleh berbagai staf, anggota dewan dan donatur, contohnya, dapat menjadi
awal diskusi yang berharga bagi organisasi.
B. Cara Penggunaan McKinsey Capacity Assessment Grid
McKinsey Capacity Assessment Grid digunakan sebagai alat pada tahap masukan.
Pertama-tama, perlu dijelaskan bahwa ada tujuh bidang area yang menyusun alat
pengukur kapasitas organisasional ini. Kemudian, masing-masing dari bidang area itu
disusun oleh unsur-unsur yang lebih kecil. Berikut adalah bidang area dari McKinsey
Capacity Assessment Grid :
1. Aspirasi, terdiri dari :
1. Visi – kejelasan
2. Visi – ketegasan
3. Ruang lingkup tujuan
4. Strategi, terdiri dari :
1. Keseluruhan strategi
2. Sasaran/pencapaian kinerja
3. Program yang relevan, dan pengintegrasian
4. Pertumbuhan program dan replikasi
5. Pengembangan program baru
6. Model pembiayaan
7. Keterampilan Organisasi, terdiri dari :
1. Manajemen kinerja


Pengukuran kinerja



Analisis kinerja dan penyesuaian program

1. Perencanaan


Monitoring



Perencanaan Strategis



Perencanaan keuangan / penganggaran



Perencanaan operasional



Perencanaan SDM

1. Penggalangan dana dan penghasilan pendapatan


Penggalangan dana



Penghasilan pendapatan

1. Pengembangan hubungan eksternal dan manajemen


Partnership dan pengembangan persekutuan dan pemeliharaan keterlibatan
dan kehadiran masyarakat lokal

1. Keterampilan organisasi lainnya


Humas dan pemasaran



Proses pengambilan kebijakan



Pengelolaan urusan hukum dan kewajiban



Penggunaan dan pengembangan proses organisasional

1. Sumber Daya Manusia, terdiri dari :
1. Penyusunan staff
2. Dewan direksi – komposisi dan komitmen
3. Dewan direksi – keterlibatan dan dukungan

4. CEO/direktur utama dan atau tim manajemen senior


Semangat dan visi



Orientasi dampak



Kepemimpinan/Efektifitas manusia dan organisasional



Keefektifan personal dan interpersonal



Pemikiran yang analitikal dan strategis



Pertimbangan keuangan



Pengalaman

1. Pengelolaan tim dan staff – ketergantungan terhadap CEO/direktur utama
2. Tim manajer senior (jika sebelumnya tidak terliputi)
3. Staff
4. Sukarelawan
5. Sistem dan Infrastruktur, terdiri dari :
1. Sistem


Perencanaan sistem



Kerangka pengambilan keputusan



Manajemen operasi keuangan



Manajemen SDM – rekruitmen, pengembangan, dan penahanan pegawai
manajemen.



Manajemen SDM – rekruitmen, pengembangan, dan penahanan pegawai staf
umum.



Manajemen SDM – insentif



Manajemen pengetahuan (knowledge management)

1. Infrastruktur


Infrastruktur fisik – ruang gedung dan kantor



Infrastruktur teknologikal – telepon/fax



Infrastruktur teknologikal – computer, aplikasi, jaringan, dan email.



Infrastruktur teknologikal – website



Infrastruktur teknologikal – basis data dan sistem pelaporan manajemen

1. Struktur Organisasi, terdiri dari :
1. Dewan Pengurus
2. Desain organisasi
3. Koordinasi inter-fungsional
4. Desain pekerjaan individual
5. Budaya, terdiri dari :
1. Kinerja sebagai nilai yang dianut
2. Kepercayaan dan nilai-nilai lainnya yang dianut
3. Referensi dan praktik yang dianut
Pada mulanya, Survey Administrators menentukan pada titik waktu mana penilaian
dilaksanakan, apakah hari ini, awal tahun, atau mungkin tiga tahun lalu. Bisa jadi
dilakukan penilaian organisasi pada dua titik waktu yang berbeda dengan tujuan
untuk mengukur perubahan kapasitas organisasi.
Selanjutnya, lakukan pemilihan orang-orang yang melakukan penilaian (assessor).
Assessor bisa jadi terdiri dari anggota staf, anggota dewan direksi, maupun pihak luar.
Idealnya, assessor memiliki pengetahuan yang baik tentang keadaan organisasi pada
titik waktu yang dipilih untuk dilakukan penilaian. Kemudian, assessor diminta
memberi penilaian pada tiap bidang area kapasitas organisasional, dengan memilih

teks yang paling menggambarkan status atau performa perusahaan saat ini. Kerangka
dan gambaran yang ada dikembangkan berdasar pada pengalaman kolektif dari
McKinsey serta masukan dari ahli dan praktisi banyak perusahaan nirlaba.
McKinsey Capacity Assessment Grid bukanlah sebuah alat ilmiah, dan seharusnya
tidak digunakan sebagai suatu alat ilmiah. Sulit untuk mengukur kapasitas dan teks
penjelasan pada setiap skor yang diberikan pada formulir penilaian tidaklah
dimaksudkan sebagai sesuatu yang eksak. Penilaian dimaksudkan untuk menyediakan
suatu indikasi umum dari suatu level kapasitas organisasi, dalam rangka
mengidentifikasi area potensial untuk dilakukan peningkatan. Hasil dari penilaian
harus ditafsirkan dalam konteks pengembangan organisasi. Contohnya, nilai “2” pada
proses organisasi mungkin sudah cukup untuk suatu organisasi baru, sehingga area ini
tidak memerlukan perhatian khusus. Pada kenyataannya, banyak organisasi yang
tidak mendapatkan nilai “4” pada banyak elemen.
Alat ini hanya dimaksudkan sebagai starting point. Tiap organisasi harus
menyesuaikan isi formulirnya untuk mencapai kebutuhan masing-masing organisasi
yang ingin melakukan penilaian kapasitas.
C. Kemungkinan Penggunaan McKinsey Capacity Assessment Grid Pada
Perusahaan
Dari awalnya, McKinsey Capacity Assessment Grid memang dirancang sebagai alat
pengukuran kekuatan dan kelemahan guna mengidentifikasi capacity building
organisasi nirlaba. Metode McKinsey cukup mudah dimengerti dan bersifat
komprehensif. Walaupun dikembangkan untuk organisasi non profit, metodologinya
dapat diadopsi untuk digunakan pada bebagai jenis organisasi.
Pada organisasi nirlaba, tujuan operasinya bukanlah profit. Kesuksesan organisasi
nirlaba diukur dengan dampak yang terjadi pada pihak-pihak yang menjadi sasaran
program. Guna mencapai sasaran pekerjaannya, organisasi nirlaba harus
mengembangkan kapasitas yang sesuai dengan kebutuhannya. Inilah sebabnya
pengukuran kapasitas pada organisasi nirlaba juga menjadi sesuatu yang penting dan
McKinsey Capacity Assessment Grid telah menjadi salah satu alat bantu pengukuran
kapasitas yang sangat baik. Dengan mengetahui kapasitas yang ada pada organisasi,
maka perhatian dapat diarahkan pada hal-hal yang memerlukannya, hingga akhirnya
dapat menciptakan kapasitas yang sesuai bagi kebutuhan kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Fred R.David, 2007. Strategic Management Concepts and Cases. California:
Prentice-Hall.

http://www.vppartners.org/learning/reports/capacity/assessment.pdf

Tentang iklan-iklan ini

Terkait
SEKILAS MENGENAI BCG MATRIX DAN MALCOLM BALDRIGEdalam
"MIPBK"
GRAND STRATEGY MATRIX dan SIX SIGMADengan 4 komentar
MODUL PELATIHAN (Statistical Package for the Social Sciences) ADVANCED –
PERTEMUAN IIdalam "Metodologi Penelitian"
Filed under: MIPBK, Tugas Kuliah
« SEKILAS MENGENAI BCG MATRIX DAN MALCOLM BALDRIGE GRAND
STRATEGY MATRIX dan SIX SIGMA »

Tinggalkan Balasan

 Blog Stats
o 91,662 hits

 Kalender
Februari 2010
S S R K J S M
« Nov
Mar »
1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14
15 16 17 18 19 20 21

Februari 2010
S S R K J S M
22 23 24 25 26 27 28

 Blogroll
o Blogspot gue…
Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com. WP Designer.