PRODUKSI DAN UJI KINERJA DIETIL ETER SEB

PRODUKSI DAN UJI KINERJA DIETIL ETER SEBAGAI BAHAN
BAKAR DIESEL TERBARUKAN
Usulan Penelitian untuk Tesis S-2
Program Studi Teknik Kimia
Magister Teknik Pengendalian Pencemaran Lingkungan

Diajukan oleh:
ASEP SAHIDIR
10/310708/PTK/07324

Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013

1

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................i

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................................iv
DAFTAR TABEL..............................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Tujuan Penelitian.....................................................................................................3
1.3 Keaslian Penelitian..................................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................5
2.1 Tinjauan Pustaka......................................................................................................5
2.1.1 Bahan Bakar Diesel...........................................................................................5
2.1.2 Karakteristik Bahan Bakar Diesel.....................................................................7
2.1.3 Dampak Lingkungan Penggunaan Bahan Bakar Fosil......................................9
2.1.4 Dietil Eter sebagai Bahan Bakar Diesel..........................................................11
2.1.5 Reaksi Dehidrasi Etanol..................................................................................12
2.1.6 Reaksi Katalitik Heterogen.............................................................................14
2.2 Landasan Teori.......................................................................................................17
2.2.1 Mekanisme reaksi dehidrasi............................................................................17
2.2.2 Kinetika reaksi dehidrasi.................................................................................18
2.2.3 Uji Kinerja Terhadap Mesin Diesel.................................................................22

2.3 Hipotesis................................................................................................................24

2

BAB III CARA PENELITIAN........................................................................................25
3.1 Bahan Penelitian....................................................................................................25
3.2 Alat Penelitian........................................................................................................25
3.3 Prosedur Penelitian................................................................................................26
3.4 Variabel Penelitian.................................................................................................26
3.5 Analisis Hasil.........................................................................................................26
3.6 Jadwal Penelitian...................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................28

3

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Tahapan pada reaksi katalitik heterogen........................................................15
Gambar 2. Mekanisme reaksi dehidrasi etanol................................................................18
Gambar 3. Algoritma penyelesaian persamaan...............................................................22

Gambar 4. Rangkaian alat proses dehidrasi etanol..........................................................25

4

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Baku mutu emisi kendaraan bermotor...............................................................10
Tabel 2. Karakteristik komponen bahan bakar diesel potensial......................................11
Tabel 3. Keunggulan dan keterbatasan penggunaan dietil eter.......................................12

5

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan bahan bakar sebagai salah satu sumber energi semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, pertumbuhan
ekonomi, dan kemajuan teknologi. Selama bertahun-tahun sumber energi utama
untuk bahan bakar baik untuk kebutuhan industri, transportasi maupun kebutuhan
sehari-hari berasal dari bahan bakar fosil (fossil fuel). Untuk memenuhi kebutuhan

energi domestik banyak negara berkembang yang menghabiskan pendapatan hasil
ekspor untuk mengimpor produk petroleum sebagai akibat dari keterbatasan
sumber daya minyak bumi. Salah satu produk tersebut adalah minyak diesel. Di
Indonesia, penggunaan minyak diesel saat ini mencapai 150.000 barel per hari,
sedangkan produksinya baru sekitar 97.000 barel. Untuk memenuhi defisit
tersebut, Indonesia harus mengimpor sekitar 53.000 barel minyak diesel setiap
hari (Anwar, 2005).
Selain masalah keterbatasan akan ketersediaan bahan bakar, meningkatnya
polusi udara, pemanasan global dan perubahan iklim akibat peningkatan emisi
karbon dioksida menjadi masalah yang ditimbulkan akibat dari penggunaan bahan
bakar fosil. Sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, banyak
peneliti yang fokus pada pembentukan sumber energi alternatif baru dan
terbarukan yang ramah lingkungan seperti biofuel. Biodiesel adalah salah satu
biofuel yang banyak diteliti dan diproduksi karena dianggap mampu mengurangi
ketergantungan akan penggunaan bahan bakar fosil dan bersifat terbarukan. Akan

1

2


tetapi, sifat terbarukan dari biodiesel saat ini menjadi polemik karena pada proses
pembuatan biodiesel menggunakan metanol yang merupakan bahan kimia yang
tidak terbarukan.
Selain biodiesel, bioetanol dianggap sebagai biofuel yang cukup
menjanjikan. Menurut Subbaiah (2010), etanol sudah digunakan sebagai bahan
bakar mesin diesel sejak abad ke-19. Akan tetapi, penggunaan etanol sebagai
bahan bakar diesel sudah mulai ditinggalkan karena beberapa faktor seperti laju
penguapan yang tinggi dan kualitas penyalaan yang rendah (Anonim, 1982).
Etanol dapat dengan mudah dikonversi melalui reaksi dehidrasi menjadi dietil eter
yang dianggap sebagai sumber bahan bakar alternatif untuk mesin diesel.
Dietil eter dapat dijadikan bahan bakar untuk mesin diesel karena memiliki
angka cetan yang tinggi yaitu dapat mencapai lebih dari 125 (Erwin dan Moulton,
1996). Selain itu, dietil eter juga bersifat terbarukan karena bahan baku yang
digunakan adalah etanol yang dapat dihasilkan dari proses fermentasi biomassa.
Penggunaan biomassa sebagai sumber etanol secara tidak langsung
berperan dalam upaya pengurangan emisi gas karbon dioksida. Hal ini
dikarenakan terjadinya siklus tertutup dari gas karbon dioksida, sehingga tidak
terjadi penambahan jumlah gas CO2 di lingkungan. Selain itu, menurut Bryden,
dkk (2002) bahan bakar yang dihasilkan dari konversi biomassa mengandung
kadar sulfur yang rendah sehingga hasil pembakaran bahan bakar tersebut relatif

aman bagi lingkungan.
Proses produksi dietil eter melalui reaksi dehidrasi sudah banyak
dilakukan terutama menggunakan katalis homogen seperti asam sulfat.

3

Penggunaan katalis homogen memiliki kerugian seperti katalis tidak dapat
digunakan kembali (re-use) dan membutuhkan tahapan lebih lanjut seperti tahap
pemisahan katalis yang tentunya memerlukan biaya produksi tambahan. Selain
itu, asam sulfat bersifat korosif sehingga membutuhkan peralatan eksperimen
yang lebih mahal. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam penelitian ini akan
dilakukan pembuatan, pengujian kinerja serta uji emisi gas buang dari dietil eter
sebagai bahan bakar diesel terbarukan melalui reaksi dehidrasi etanol
menggunakan katalis heterogen.
1.2 Tujuan Penelitian
Secara umum, tujuan dari penelitian ini adalah memproduksi dietil eter
sebagai bahan bakar terbarukan melalui reaksi dehidrasi etanol. Sedangkan tujuan
khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
2.


Mempelajari kinetika reaksi dehidrasi pada produksi dietil eter
Menguji kinerja dan emisi gas buang dietil eter terhadap mesin diesel

1.3 Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai reaksi dehidrasi etanol menggunakan katalis
heterogen sudah pernah dilakukan oleh beberapa peneliti. Maygasari, dkk (2010)
telah meneliti tentang optimasi proses aktivitas katalis zeolit alam menggunakan
uji proses dehidrasi etanol. Savitri dan Veronica (2010) meneliti tentang proses
produksi dietil eter dengan dehidrasi etanol pada fase cair. Berdasarkan studi
literatur yang dilakukan, peneliti belum menemukan penelitian mengenai produksi
dan uji kinerja serta uji emisi gas buang dari dietil eter sebagai bahan bakar
terbarukan dari etanol.

4

1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1.


Dapat memberikan informasi mengenai proses produksi dietil eter sebagai
bahan bakar terbarukan sehingga mampu dijadikan sebagai sumber energi

2.

alternatif pengganti bahan bakar fosil.
Nilai parameter kinetika reaksi yang diperoleh dapat digunakan dalam
perancangan proses produksi dietil eter pada skala industri.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Bahan Bakar Diesel
Bahan bakar diesel adalah fraksi minyak bumi yang mendidih pada suhu
sekitar 175-370ºC dan yang digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel. Mesin
diesel ditemukan dan dipatenkan oleh Rudolph Diesel pada tahun 1982. Mesin
diesel bekerja dengan kecepatan maksimum 50-2.500 rpm yang lebih rendah
dibandingkan dengan mesin bensin yang seringkali mempunyai kecepatan di atas
4.000 rpm. Berdasarkan kecepatan perputarannya, mesin diesel dibagi menjadi

tiga jenis, yaitu mesin diesel dengan kecepatan perputaran lambat (1.200 rpm) dan sedang (diantara lambat dan tinggi). Mesin diesel dengan
kecepatan rendah digunakan sebagai mesin stasioner dan digunakan dalam kapalkapal besar, mesin diesel dengan kecepatan sedang digunakan pada kapal-kapal
dan lokomotif, sedangkan mesin diesel kecepatan tinggi digunakan untuk traktor,
bus, truk dan mobil [ CITATION Har06 \l 1057 ].
Secara fisik mesin diesel memiliki kenampakan luar yang menyerupai
mesin bensin. Tetapi, keduanya memiliki dasar cara operasi yang berbeda. Mesin
diesel tidak mempunyai karburator seperti pada mesin bensin, sehingga digunakan
sistem injeksi bahan bakar. Selain itu, mesin diesel tidak menggunakan busi
sehingga penyalaan terjadi karena suhu tinggi yang diperoleh pada pemampatan
(kompresi) udara di dalam silinder mesin. [ CITATION Har06 \l 1057 ].

5

6

Bahan bakar diesel menurut American Society for Testing and Materials
(ASTM) terbagi menjadi tiga jenis, yaitu [ CITATION Har06 \l 1057 ]:
1. Grade No. 1-D: suatu bahan bakar distilat ringan yang mencakup fraksi
kerosin dan sebagian fraksi minyak gas, digunakan untuk mesin diesel
otomotif dengan kecepatan tinggi

2. Grade No. 2-D: suatu bahan bakar distilat tengahan bagi mesin diesel otomotif
dan dapat juga digunakan untuk mesin diesel bukan otomotif, khususnya
dengan kondisi kecepatan dan beban yang sering berubah-ubah.
3. Grade No.4-D: suatu bahan bakar dengan distilat berat atau campuran antara
distilat dengan minyak residu, untuk motor diesel bukan otomotif dengan
kecepatan rendah dan sedang dengan kondisi kecepatan dan beban tetap.
Menurut Suharto (1982), penggunaan bahan bakar diesel memiliki
beberapa keuntungan dan kerugian pada proses pemakaiannya. Beberapa
keuntungan dari penggunaan mesin diesel adalah sebagai berikut:
1. Umur mesin diesel lebih lama 2,5 kali dari motor bensin. Jika motor bensin
umur efektifnya 6 tahun, maka kendaraan dengan mesin diesel dapat mencapai
15 tahun dengan perawatan dan cara pemakaian yang sama.
2. Gas pembuangan dari mesin diesel lebih bersih dibandingkan dengan motor
bensin karena kadar hidrokarbon yang tidak terbakar dan karbon monoksida
lebih sedikit.
3. Top overhaul mesin diesel bisa dilakukan setiap 3,5 tahun sedangkan motor
bensin dilakukan setiap 2 tahun sekali.
4. Minyak pelumas yang dipakai motor bensin rata-rata 3 kali lebih sering
diganti dibanding dengan mesin diesel.
Sedangkan kekurangan dari penggunaan mesin diesel adalah sebagai berikut:


7

1. Untuk torsi yang sama, mesin diesel lebih mahal 5 kali dibandingkan dengan
motor bensin. Sedangkan untuk power yang sama, harganya akan 7 kali lebih
besar dari harga motor bensin.
2. Ongkos overhaul pada mesin diesel lebih tinggi karena memerlukan suku
cadang kira-kira 4 kali lebih mahal dibanding dengan power yang sama.
3. Bunyi mesin diesel tidak disukai.
2.1.2 Karakteristik Bahan Bakar Diesel
Menurut Supranto (2005) dan Hardjono (2006), terdapat beberapa faktor
penting yang menjadi syarat untuk bahan bakar diesel, diantaranya:
1. Viskositas
Viskositas dari bahan bakar diesel besarnya harus menyesuaikan dengan
spesifikasi mesin diesel. Viskositas yang terlalu rendah akan mengakibatkan
kebocoran pada pompa injeksi bahan bakar, sedangkan viskositas yang terlalu
tinggi akan mempersulit pengabutan bahan bakar.
2. Titik tuang (pour point) dan titik kabut (cloud point)
Titik tuang merupakan suhu terendah dimana bahan bakar diesel akan
mudah mengalir pada tekanan atmosferik. Pada suhu sekitar 10ºF di atas titik
tuang, bahan bakar diesel dapat berkabut dan hal ini disebabkan oleh
pemisahan kristal malam yang kecil – kecil. Suhu ini dikenal dengan titik
kabut. Karena kristal malam dapat menyumbat saringan yang digunakan
dalam sistem bahan bakar mesin diesel, maka seringkali titik kabut lebih
berarti dari pada titik tuang. Untuk Indonesia dimana suhu udara relatif tinggi
sepanjang tahun, maka ditetapkan titik tuang bahan bakar diesel maksimum
adalah 65 ºF atau kira-kira 18 ºC.
3. Titik nyala (flash point)

8

Titik nyala merupakan suhu dimana bahan bakar akan menyala dengan
sendirinya. Titik nyala yang terlalu tinggi akan menyebabkan kelambatan
proses penyalaan mesin. Sedangkan titik nyala yang terlalu rendah akan
menyebabkan bahan bakar tersebut mudah terbakar. Hal ini tidak
menguntungkan dari segi keamanan karena akan mempersulit pada proses
penyimpanan.
4. Nilai kalor (heating value)
Nilai kalor bahan bakar menentukan jumlah konsumsi bahan bakar tiap
satuan waktu. Semakin tinggi nilai kalor bahan bakar menunjukkan bahan
bakar tersebut semakin sedikit pemakaiannya.
5. Conradson Carbon Residue (CCR)
Semakin sedikit residu yang dihasilkan dari proses pembakaran maka
semakin baik kualitas bahan bakar tersebut.
6. Angka cetan (Cetane Number)
Angka cetan menyatakan ukuran kesiapan bahan bakar untuk dapat
terbakar ketika diinjeksikan ke dalam mesin diesel. Hal ini berkaitan dengan
waktu tunda antara ketika bahan bakar diinjeksikan ke dalam silinder dan
ketika pembakaran terjadi. Besarnya angka cetan sukar untuk dihitung karena
harus dilakukan menggunakan alat khusus yaitu Cetane Engine.
2.1.3 Dampak Lingkungan Penggunaan Bahan Bakar Fosil
Dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat penggunaan bahan bakar
fosil berkaitan dengan aspek polusi udara. Menurut Sudrajad (Ismunandar, 2010),
polusi udara adalah masuk atau tercampurnya unsur – unsur berbahaya ke dalam
atmosfer yang dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan ekosistem lingkungan,
gangguan pada kesehatan manusia secara umum serta penurunan kualitas
lingkungan.

9

Pada pembakaran bahan bakar fosil, senyawa karbon yang terkandung di
dalamnya dilepaskan ke atmosfer dalam bentuk karbon dioksida, karbon
monoksida dan senyawa karbonat. Di atmosfer karbon dioksida memiliki laju
penghilangan yang lambat, sehingga konsentrasinya semakin meningkat. Selain
senyawa karbon, bahan bakar fosil juga mengandung sulfur dan nitrogen, dimana
pada pembakaran bahan bakar ini terjadi reaksi samping yang menghasilkan
oksida sulfur (SOx) dan oksida nitrogen (NOx). Oksida – oksida tersebut dapat
mengalami reaksi sekunder di atmosfer membentuk asam dan menyebabkan
fenomena yang banyak dikenal sebagai hujan asam (Vallero, 2008).
Polusi udara dapat dikendalikan melalui beberapa proses, salah satunya
adalah dengan mengontrol sumber polutannya (Vallero, 2008). Cara ini dapat
dilakukan dengan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan beralih pada
penggunaan bahan bakar baru dan terbarukan seperti biofuel.
Penggunaan biomassa sebagai sumber bahan baku pembuatan biofuel
berpengaruh pada keseimbangan massa karbon dioksida di lingkungan. Hal
tersebut dikarenakan terjadinya siklus tertutup dari karbon dioksida. Gas karbon
dioksida yang dihasilkan pada pembakaran biofuel dilepaskan ke atmosfer dan
secara natural akan diserap oleh vegetasi untuk proses fotosintesis. Dengan proses
fotosintesis maka vegetasi akan tumbuh sehingga dapat digunakan sebagai bahan
baku pembuatan biofuel. Pada proses ini diasumsikan laju pelepasan gas karbon
dioksida ke atmosfer dan laju penyerapannya oleh vegetasi adalah sama, sehingga
tidak terjadi perubahan massa karbon dioksida di lingkungan.

10

Emisi gas buang yang dihasilkan pada proses pembakaran bahan bakar
fosil maupun biofuel diukur menggunakan alat uji emisi opacitymeter. Data yang
dihasilkan kemudian dibandingkan dengan standar baku mutu emisi gas buang
yang diijinkan, baik itu standar nasional maupun internasional. Baku mutu emisi
gas buang untuk kendaraan bermotor kategori M, N dan O1 menurut Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup No. 05 tahun 2006 ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Baku mutu emisi kendaraan bermotor
No.

Kategori

1.

Motor bensin

2.

Motor diesel
a. GVW ≤ 3,5 ton

Tahun
Pembuata
n
< 2007
≥ 2007

CO
(%)
4,5
1,5

Parameter
HC
Opasita
(ppm)
s (%)
1.200
200
-

< 2010
70
≥ 2010
40
<
2010
70
b. GVW > 3,5 ton
≥ 2010
50
(sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 05 tahun 2006)

Metode uji
Idle

Percepatan
bebas

2.1.4 Dietil Eter sebagai Bahan Bakar Diesel
Dietil eter merupakan senyawa dari golongan eter dengan rumus molekul
(C2H5)2O. Dietil eter memiliki titik didih yang sangat rendah dan sangat mudah
terbakar. Senyawa ini banyak digunakan sebagai pelarut pada proses ekstraksi dan
sebagai anestesis di bidang kedokteran (Solomons, 2004).
Dietil eter selain dapat digunakan sebagai pelarut dan anestesis, di
beberapa negara bermusim dingin dietil eter digunakan sebagai cold-start aid
liquid untuk berbagai mesin kendaraan. Dietil eter dapat dijadikan sebagai bahan
bakar alternatif untuk mesin diesel karena memiliki karakteristik bahan bakar
1Kendaraan bermotor kategori M, N, O adalah kendaraan bermotor yang beroda 4 (empat) atau
lebih dengan penggerak motor bakar cetus api dan penggerak motor bakar penyalaan kompresi
sesuai dengan SNI 09-1825-2002

11

yang baik, seperti angka cetan yang tinggi, auto-ignition temperature yang
rendah, serta interval flammability limit yang cukup besar. Karakteristik dietil eter
dan beberapa bahan bakar diesel potensial ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik komponen bahan bakar diesel potensial
Jenis bahan bakar
Karakteristik
Bensin
Biodiesel
Etanol
Dimetil eter
Titik didih (ºF)
80 – 437 360 – 640
172
- 13
Angka cetan
13 – 17
> 48
55
Autoignition
495
793
662
temperature (ºF)
Flammibility
1,0 – 6,0
4,3 – 19,0
3,4 – 27,0
limit, vol %
Lower heating
18500
16500
11500
12120
value, Btu/lb
Viskositas, cp
3,4 (68)
3,5 (100)
1,19 (68)
pada (suhu) ºF
Densitas, lb/gal
6,246
7,328
6,612
5,5
(Sumber : Erwin dan Moulton, 1996)

Dietil eter
94
> 125
320
1,9 – 36
14571
0,23 (68)
5,946

Penggunaan dietil eter sebagai bahan bakar mesin diesel saat ini masih
sangat terbatas. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa dietil eter lebih
cenderung digunakan sebagai zat untuk meningkatkan bilangan cetan atau sebagai
zat aditif. Dietil eter dapat digunakan bersamaan dengan etanol sebagai ignition
improver pada mesin diesel konvensional (Varişli, 2007). Beberapa keunggulan
dan keterbatasan penggunaan dietil eter ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Keunggulan dan keterbatasan penggunaan dietil eter
Keunggulan
1. Angka cetan dan panas laten yang
tinggi memudahkan mesin untuk
dinyalakan pada suhu rendah.
2. Bersifat terbarukan
3. Pembakaran DEE menghasilkan gas

Keterbatasan
1. Bersifat toksik
2. Harga jual jauh lebih mahal
dibanding bahan bakar diesel lain
seperti solar.
3. Bersifat highly flammable

buang yang lebih sedikit dibandingkan

sehingga memerlukan penanganan

pada bahan bakar fosil

dan penyimpanan yang ekstra.

12

(Sumber: Varişli, 2007; Hardjono, 2006; dan MSDS diethyl ether)
2.1.5 Reaksi Dehidrasi Etanol
Etanol merupakan jenis alkohol yang digunakan secara luas karena proses
produksi yang mudah, bersifat terbarukan karena dapat diperoleh dari berbagai
jenis biomassa, toksisitas cukup rendah dan relatif murah (Subbaiah, 2010).
Etanol dapat mengalami reaksi dehidrasi membentuk dietil eter dengan persamaan
reaksi berikut:
2C2H5OH  (C2H5O)2O + H2O
Menurut Soemargo (1986), reaksi dehidrasi etanol dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti kecepatan alir etanol, inert dan tekanan, konsentrasi, suhu
dan katalisator.

1. Kecepatan alir etanol
Bila reaksi dilakukan pada reaktor jenis fixed bed, maka untuk menghasilkan
konversi yang besar waktu tinggal reaktan dalam reaktor harus cukup lama.
Sehingga kecepatan alir etanol diatur agar tidak terlalu besar.
2. Inert dan tekanan
Pengaruh inert dan tekanan lebih mengarahkan pada pergeseran
kesetimbangan. Apabila jumlah mol reaktan dan produk sama besar, maka
adanya inert dan perubahan tekanan tidak mempengaruhi kesetimbangan
reaksi. Hal ini berarti laju pembentukan produk tidak dipengaruhi oleh adanya
perubahan tekanan.
3. Konsentrasi
Konsentrasi etanol menentukan besarnya konversi reaktan menjadi produk.
Penelitian yang dilakukan oleh Chang, dkk (1978) tentang studi konversi

13

metanol menjadi gasolin, menunjukkan bahwa penggunaan metanol yang
murni memberikan konversi yang lebih tinggi dari pada metanol 83% berat.
4. Katalisator
Adanya katalisator akan mempercepat tercapainya kesetimbangan. Pada reaksi
dehidrasi etanol, katalisator berfungsi sebagai donor proton yang membantu
terjadinya proses dehidrasi.
5. Suhu
Reaksi dehidrasi etanol merupakan reaksi endotermik, sehingga diperlukan
panas untuk bereaksi membentuk produk. Pada reaksi endotermik, adanya
kenaikan suhu akan memperbesar konversi. Namun, pada reaksi dehidrasi
etanol menjadi dietil eter kenaikan suhu perlu dikontrol agar produk yang
dihasilkan sesuai dengan yang diinginkan.
2.1.6 Reaksi Katalitik Heterogen
Katalis adalah zat yang ditambahkan pada suatu reaksi kimia dengan
tujuan untuk mempercepat reaksi dengan cara menurunkan energi aktivasi reaksi
dan mempercepat tercapainya kondisi kesetimbangan. Berdasarkan fasenya,
katalis dibagi menjadi dua tipe yaitu katalis homogen dan katalis heterogen. Pada
reaksi dengan katalis homogen, katalis berada pada fase yang sama dengan
reaktan yang bereaksi sedangkan pada fase heterogen katalis berada pada fase
yang berbeda dengan reaktan yang bereaksi.
Reaksi katalitik heterogen dapat melibatkan katalis padat dan reaktan pada
fase gas atau lebih dikenal reaksi padat-gas. Keuntungan pada penggunaan katalis
padat adalah kemudahan dalam proses pemisahan katalis dengan campuran
reaktan serta selektivitas dan aktivitas katalis padat yang jauh lebih baik daripada
katalis homogen.

14

Secara umum tahapan pada reaksi katalitik untuk reaksi A menjadi B
menggunakan katalis heterogen dapat dilihat pada Gambar 1 (Fogler, 2006).
Setiap tahapan pada reaksi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.

Transfer massa (difusi) reaktan dari aliran gas pembawa ke permukaan luar

2.

partikel katalis.
Difusi reaktan dari permukaan luar ke permukaan bagian dalam melalui pori-

3.
4.
5.
6.
7.

pori katalis
Adsorpsi reaktan ke sisi aktif katalis
Reaksi pembentukan produk pada permukaan katalis
Desorpsi produk dari permukaan katalis keluar melalui pori-pori katalis
Difusi produk menuju permukaan luar partikel katalis
Difusi produk dari permukaan katalis ke aliran gas pembawa

Gambar 1. Tahapan pada reaksi katalitik heterogen
Laju reaksi keseluruhan (overall rate reaction) akan sebanding dengan laju
pada tahap yang paling lambat. Apabila tahap difusi (tahap 1, 2, 6 dan 7) berjalan
sangat cepat dibandingkan dengan tahap reaksi kimia (tahap 3, 4 dan 5) maka
tahap difusi tidak mempengaruhi laju reaksi keseluruhan. Sehingga tahap

15

adsorpsi, reaksi permukaan dan desorpsi memegang peranan penting dalam
penentuan laju reaksi keseluruhan (Fogler, 2006).
Reaksi katalitik reaktan membentuk produk terjadi di permukaan
katalisator. Terdapat dua model yang menggambarkan proses reaksi permukaan,
yaitu:

a. Model kinetika Langmuir-Hinshelwood
- Single site
Reaksi permukaan mungkin mengikuti mekanisme single site dimana
reaksi berlangsung hanya pada sisi aktif katalis yang telah mengadsorpsi
reaktan.
A.S  B.S
Jika pada setiap tahapan mekanisme reaksi dianggap sebagai reaksi
elementer, maka laju reaksinya adalah:
C
r s =k s C A .S − B . S
Ks

(

)

Dimana Ks adalah konstanta kesetimbangan reaksi permukaan,
-

(2.1)
Ks=

kS
'

kS

Dual site
Reaksi permukaan mungkin mengikuti mekanisme dual site dimana
reaktan yang teradsorpsi berinteraksi dengan sisi aktif lain untuk
membentuk produk.
A.S + S  B.S + S
Dengan laju reaksi berikut:
C .C
r s =k s C A .S . C v − B . S v
Ks
Mekanisme dual site juga dapat terjadi pada dua molekul teradsoprsi.
A.S + B.S  C.S + D.S
Dengan laju reaksi berikut:
C .C
r s =k s C A .S . C B .S − C . S D .S
Ks

(

(

b. Model kinetika Eley-Rideal

)

)

(2.2)

16

Model reaksi ini terjadi ketika molekul yang teradsorpsi bereaksi dengan
molekul lain pada fase gas.
A.S + B(g) C.S
Dimana laju reaksinya adalah:
C
r s =k s C A .S . p B − C .S
Ks

(

)

2.2 Landasan Teori
2.2.1 Mekanisme reaksi dehidrasi
Reaksi dehidrasi etanol menjadi dietil eter dapat dilakukan baik pada fase
cair (katalis homogen) dan pada fase gas (katalis heterogen). Reaksi pada fase cair
biasanya menggunakan katalis asam sulfat pekat, sedangkan pada reaksi fase
padat katalis yang digunakan adalah zeolit, alumina, resin penukar ion dan lain –
lain.
Reaksi dehidrasi etanol menjadi dietil eter pada penelitian ini merupakan
reaksi katalitik heterogen gas-padat menggunakan katalis alumina komersil.
Alumina merupakan katalis yang memiliki dua sisi aktif pada permukaan
molekulnya. Sisi aktif yang pertama bersifat asam atau disebut elektrofilik.
Sedangkan sisi aktif kedua bersifat basa atau disebut sebagai nukleofilik. Kedua
sisi aktif tersebut berperan aktif pada proses pembentukan eter (Jain dan Pillai,
1967). Mekanisme reaksi dehidrasi etanol menjadi dietil eter menggunakan katalis
alumina ditunjukkan oleh gambar 2.

(2.3)

17

Gambar 2. Mekanisme reaksi dehidrasi etanol (Jain dan Pillai, 1967)
Kemisorpsi etanol pada sisi aktif asam mempolarisasi ikatan C – O dan
membuat gugus hidroksida (H – O) menjadi gugus pergi yang baik. Kemisorpsi
pada sisi aktif basa merepresentasikan ikatan hidrogen terhadap permukaan katalis
yang meningkatkan sifat nukleofilisitas atom oksigen pada molekul etanol. Proses
pembentukan eter dapat digambarkan sebagai reaksi substitusi nukleofilik yang
terjadi pada fase teradsorpsi (Jain dan Pillai, 1967).
2.2.2 Kinetika reaksi dehidrasi
Jika E adalah etanol, D adalah dietil eter, dan W adalah air. Maka reaksi
dehidrasi etanol dapat ditulis sebagai berikut:
2C2H5OH  (C2H5O)2O + H2O
2E  D + W
Pada reaksi ini terjadi proses transfer massa dan proses reaksi kimia. Langkah
yang menentukan bisa salah satu atau kedua proses tersebut. Hal ini tergantung
pada kecepatan dari masing – masing proses.

18

Jika pada penelitian ini diasumsikan bahwa transfer massa bukan
merupakan rate-limiting, maka tahapan yang menentukan adalah reaksi kimia.
Secara umum, dalam reaksi kimia mekanisme yang terjadi adalah sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)

Adsorpsi etanol pada permukaan katalis
Reaksi permukaan
Desorpsi dietil eter dari permukaan katalis
Desorpsi air dari permukaan katalis
Untuk menentukan data kinetika reaksi dehidrasi etanol maka digunakan

beberapa asumsi sebagai berikut:
-

Konsentrasi dari spesi yang berada pada fase gas dinyatakan dengan tekanan

-

parsialnya
Dietil eter yang merupakan hasil produk utama tidak teradsorpsi pada

-

permukaan katalis. Sehingga konsentrasinya di permukaan katalis adalah nol
Model kinetika reaksi permukaan mengikuti model kinetika LangmuirHinshelwood.

Berdasarkan asumsi – asumsi tersebut maka mekanisme reaksi yang diusulkan
adalah sebagai berikut:
1. Adsorpsi etanol pada permukaan aktif katalis
E + S  E.S
'
r A =k A p E C v −k A C E . S
kA
Jika: K A = '
maka:
kA
p
C E .S
(¿ ¿ E C v −
)
KA
r A =k A ¿
2. Reaksi di permukaan untuk menghasilkan dietil eter pada fase gas dan air
yang teradsorpsi pada permukaan katalis
2E.S  D + W.S + S
r s =k s C 2E . S −k 's C W .S p D Cv
3. Desorpsi air dari permukaan katalis
W.S W + S

(2.4)

(2.5)

19

r D=k D C W . S−k 'D pW C v
'
k
Jika K D = D maka:
kD
CW .S −K D pW C v
)
r D=k D ¿

(2.6)

Karena tidak ada akumulasi reaktan di permukaan katalis maka laju untuk setiap
tahap adalah sama:
−r E =r A =r s =r D
Neraca massa untuk menentukan konsentrasi total sisi aktif (Ct):
Total sisi aktif = sisi tak terisi + sisi terisi

Ct =C v +C E . S +CW .S

(2.7)

(2.8)

Jika diasumsikan bahwa tahap yang mengontrol laju (rate-controlling) adalah
reaksi permukaan, maka :
rA
≅0
kA

rD
≅0
kD
Sehingga, persamaan (2.4) dan (2.6) menjadi:
C E . S=K A p E C v

(2.9)

CW .S =K D pW C v

(2.10)

Persamaan (2.9) dan (2.10) kemudian di substitusikan ke persamaan (2.8) untuk
menentukan C v
Ct =C v + K A pE C v + K D p W C v

Ct =C v (1+ K A p E + K D pW )
C v=

Ct
(1+ K A p E + K D pW )

(2.11)

20

Dari persamaan (2.9), (2.10), dan (2.11) maka dapat ditentukan persamaan laju
reaksi di permukaan katalis dengan mensubstitusikan persamaan – persamaan
tersebut ke persamaan (2.5)
r s =k s K 2A p2E C2v −k 's K D p D pW C2v
k
'
C (¿¿ s K p −k s K D p D pW )
r s=¿
2
v

2
A

2
E

k
(¿¿ s K p −k 's K D pD pW )
Ct 2
r s=
¿
(1+ K A p E + K D pW )2
2
A

2
E

Jika diasumsikan bahwa besarnya konsentrasi total selalu konstan, maka:
k
(¿¿ s K 2A p2E −k 's K D p D pW )
(1+K A p E + K D pW )2
r s=¿
Sehingga, persamaan laju dehidrasi etanol adalah sebagai berikut:
k
(¿¿ s K p −k 's K D p D pW )
2
A

2
E

(1+K A p E + K D pW )2
−r E=r s=¿

(2.12)

Persamaan ini merupakan persamaan diferensial ordiner yang dapat diselesaikan
dengan metode Runge-Kutta. Integral tersebut dapat diselesaikan dengan menebak
nilai ks, KA, ks’ dan KD. Tebakan benar jika nilai SSE (Sum of Squares of Errors)
antara tekanan PD hasil perhitungan dengan tekanan PD data percobaan minimum.
Rumus SSE adalah sebagai berikut:

21

P
¿
P
¿
¿
¿
¿
¿
SSE=∑ ¿
Nilai SSE minimum dicari dengan metode simplex Nelder-Mead. Algoritma
penyelesaiannya ditunjukkan pada Gambar 3.

(2.13)

22

Gambar 3. Algoritma penyelesaian persamaan
2.2.3 Uji Kinerja Terhadap Mesin Diesel
Proses pembakaran pada motor diesel umumnya terjadi karena temperatur
yang tinggi yang diperoleh pada pemampatan udara di dalam silinder mesin. Oleh
karena itu, mesin diesel mempunyai perbandingan kompresi yang tinggi berkisar
12:1 sampai lebih dari 18:1 tergantung pada perancangan mesin. Tekanan
kompresi dapat mencapai 400 sampai 700 psi, sedangkan temperatur udara yang
dimampatkan dapat mencapai 1.000oF atau lebih (Hardjono, 2006).
Supaya bahan bakar diesel dapat masuk ke dalam silinder yang berisi
udara dengan tekanan tinggi, bahan bakar harus ditekan dengan pompa injektor
sampai setinggi 20.000 psi tepat sebelum langkah kompresi berakhir. Pada saat
udara mencapai suhu yang tinggi, bahan bakar mulai diinjeksikan. Ketika bahan
bakar diinjeksikan, bahan bakar ini tidak segera menyala. Tetes-tetes bahan bakar
harus lebih dahulu berubah menjadi uap sebelum penyalaan terjadi. Kelambatan
waktu yang sangat pendek akan terjadi, kira-kira satu per seribu detik, antara
permulaan injeksi dan pembentukan nyala, yang disebut kelambatan penyalaan
(ignition delay). Segera setelah penyalaan terjadi, pembakaran spontan yang tidak
terkontrol akan terjadi di dalam seluruh ruang pembakaran. Nyala dengan
sendirinya akan bergerak menuju ke bahan bakar segar yang sedang diinjeksikan.
Kecepatan pembakaran selanjutnya dikendalikan oleh kecepatan injeksi bahan
bakar (Hardjono, 2006).
Untuk menguji kelayakan senyawa dietil eter hasil reaksi dehidrasi sebagai
bahan bakar diesel maka dilakukan uji kinerja terhadap mesin diesel. Adapun

23

beberapa perhitungan karakteristik untuk menentukan kualitas dietil eter tersebut
adalah sebagai berikut (Ismunandar, 2010):
1. Penentuan torsi dan daya mesin
Torsi ( T )(Nm)=m. g .l
Dayamesin ( P ) ( kW )=

(2.14)
2 π . n. T
60000

(2.15)

2. Break mean effective pressure (bmep)
Nilai bmep menyatakan tenaga output mesin tiap satuan volum silinder
60. P . z
bmep(kPa)=
V .n
3. Konsumsi bahan bakar (mf)
kg
b 3600
mf (
)= .
ρ
jam t 1000 bb
4. Konsumsi bahan bakar spesifik (specific fuel consumption)
kg
mf
SFC (
)=
kW jam
P
5. Efisiensi
a. Efisiensi volumetrik (ηvol)
ηvol =

Qud ×1000 / 60
V d × rpm/2

×100

(2.16)
(2.17)
(2.18)

(2.19)

b. Efisiensi panas (ηthermal)
ηthermal =

P ×1000 ×3600
M f × NB× 4182

×100

2.3 Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Dietil eter sebagai bahan bakar terbarukan dapat diproduksi melalui reaksi
dehidrasi etanol dan dapat digunakan sebagai bahan bakar diesel.

(2.20)

24

2. Dietil eter sebagai bahan bakar terbarukan memiliki kinerja mesin yang baik
dan emisi gas buang yang lebih rendah dibanding emisi gas buang dari bahan
bakar fosil.

BAB III
CARA PENELITIAN
3.1 Bahan Penelitian
Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1.

Katalis alumina yang diperoleh dari P.T. Bumi Tangerang Gas Industry,

2.

Serang Banten.
Etanol absolut yang diperoleh dari C.V. General Labora, Yogyakarta.

3.2 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari unit reaksi dehidrasi
etanol, alat uji kinerja bahan bakar diesel dan alat uji emisi gas buang. Rangkaian
alat reaksi dehidrasi etanol ditunjukkan pada Gambar 3.

Keterangan gambar:
1. Kompor pemanas
2. Bak air
3. Labu leher tiga
4. Termometer
5. Reaktor isian
6. Heating coil
7. Regulator
8. Kondensor
9. Penampung produk
10. Baskom es
11. Statif

Gambar 4. Rangkaian alat proses dehidrasi etanol
25

3.3 Prosedur Penelitian
Reaksi dehidrasi etanol dilakukan di laboratorium Polimer Jurusan Teknik
Kimia Fakultas Teknik UGM. Reaktor yang digunakan adalah jenis fixed bed
reactor. Prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut: reaktor dan labu
leher tiga (penampung reaktan) dipanaskan, setelah mencapai suhu yang
diinginkan etanol dialirkan dengan debit tertentu. Etanol yang masuk ke labu
leher tiga kemudian akan menguap. Uap etanol yang dihasilkan kemudian
dialirkan ke dalam reaktor dengan bahan isian katalis alumina dengan tinggi
isian tertentu. Suhu pada proses dehidrasi diatur pada kisaran 260 – 300ºC.
Produk hasil reaksi ini dikondensasikan untuk proses analisis lebih lanjut.
3.4 Variabel Penelitian
Variabel yang dipelajari dalam penelitian ini adalah efek tinggi tumpukan
katalis dan suhu reaksi terhadap yield produk.
a) Variabel tetap
 Tinggi tumpukan katalis: 10 cm dan 15 cm.
 Suhu reaksi: 260oC, 280oC dan 300oC.
b) Variabel terikat
 Persentase yield produk
3.5 Analisis Hasil
1.

Uji karakteristik bahan bakar
Uji karakteristik bahan bakar dilakukan di laboratorium Minyak Bumi, Gas
dan Batu Bara Jurusan Teknik Kimia FT. UGM. Pengujian meliputi uji

2.

viskositas kinematik, spesific gravity, pour point, flash point, dan distilasi.
Uji kinerja terhadap mesin diesel dan emisi gas buang

Uji kinerja dietil eter terhadap mesin diesel dan emisi gas buang dilakukan di
laboratorium Konversi Energi, Jurusan Teknik Mesin dan Industri, Fakultas
Teknik UGM Yogyakarta.
3.6 Jadwal Penelitian
No. Tahap Kegiatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Studi literatur dan perijinan
Persiapan alat dan bahan
Percobaan pendahuluan
Seminar I (proposal)
Penelitian dan Pengambilan data
Pengolahan data
Penyusunan laporan tesis
Seminar II (hasil)

1

2

Bulan Ke:
3
4

5

6

DAFTAR PUSTAKA
________, 1982, Diesel Technology: Impacts of Diesel-powered Light-duty
Vehicles, National Academy Press. Washington D.C.
Bryden, K. M., Ragland, K. W., and Rutland, C.J., 2002, “Modelling
Thermallythic of Wood”, Biomass and Bioenergi, 22, 41-53.
Chang, C.O. Kuo., J.C.W., Lang, W.H., Jacob, S.M., Wise, J.J., and Silvestri, A.S.,
1978, Prosess Studies on the Conversion of Methanol to Gasoline,
Ind.Eng.Chem.Process Des.Dev.,17, 255-260.
Erwin, J. and S. Moulton, 1996, Maintanance and Operation of the U.S. DOE
Alternative Fuel Center, Southwest Research Institute, San Antonio.
Fogler, H.S., 2006, “Elements of Chemical Reaction Engineering”. 4th ed.
Prentice Hall PTR, New Jersey.
Hardjono, A., 2001, Teknologi Minyak Bumi, Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Jain, J. R. and Pillai C. N. 1967. Catalytic Dehydration of Alcohols over Alumina
– Mechanism of Ether Formation. Journal of Catalyst. Volume 9 (322330). Department of Chemistry. Indian Institute of Technology. India.
Kasaie, M. and M. Sohrabi, 2009, Kinetic Study on Methanol Dehydration to
Dimethyl Ether Applying Clinoptilolite Zeolite as the Reaction Catalyst,
J.Mex.Chem.Soc., 53(4), 233-238.
Maygasari, D.A., H. Satriadi., Widayat, dan A.H. Jestyssa., 2010, “Optimasi
Proses Aktivasi Katalis Zeolit Alam Dengan Uji Proses Dehidrasi Etanol”
Seminar Rekayasa Kimia, Universitas Diponegoro, Semarang.
Savitri, N.D. dan Veronica, 2010, Proses Produksi Dietil Eter dengan Dehidrasi
Etanol pada Fase Cair, Jurusan Tekinik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Diponegoro, Semarang.
Soemargo, 1986., “Dehidrasi Etanol Menjadi Etilen”, Tesis, Fakultas Pasca
Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Solomons, T.W.G. and C.B. Fryhle, 2004, Organic Chemistry, 8th ed., John Wiley
and Sons, Inc., United States of America.

28

Subbaiah, G.V., K.R. Gopal, S.A Hussain, B.D. Prasad and K.T. Reddy, 2010,
Rice Bran Oil Biodiesel as an Additive in Diesel-ethanol Blends for Diesel
Engines, IJRRAS 3 (3).
Suharto, S. 1982. Penggunaan minyak nabati sebagai minyak diesel. Lembaran
publikasi lemigas, 3, 20-27.
Supranto., 2005, Road Map Penelitian Biodiesel Bahan Bakar Mesin Diesel,
Jurusan Teknik Kimia UGM.
Vallero, D., 2008, Fundamentals of Air Pollution, 4th ed. Elsevier Inc. United
States of America.
Varişli, D., 2007, “Kinetic Studies for Dimethyl Ether and Diethyl Ether
Production”, Ph.D Thesis, The Graduate School of Natural and Applied
Sciences of Middle East Technical University.