Prosiding Seminar Inovasi Teknologi Pertanian 2012

PENERAPAN TEKNOLOGI USAHATANI KAKAO
DI DESA SUROBALI KABUPATEN KEPAHYANG
Herlena Bidi Astuti, Afrizon dan Linda Harta
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu

ABSTRAK
Kakao (Thebroma cacoa) atau cokelat merupakan komoditi perkebunan andalan yang peranannya cukup
penting bagi perekonomian daerah khususnya sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan petani. Penelitian ini
bertujuan untuk melihat tingkat terapan teknologi usahatani kakao di desa Suro Bali Kecamatan Ujan mas Kabupaten
Kepahyang. Pengambila data dilakukan pada bulan Februari-Maret 2012 di dengan cara wawancara terhadap petani kakao
untuk memperoleh informasi dari responden yang dipilih secara acak berjumlah 30 orang dengan menggunakan kuesioner.
Penerapan teknologi yang diamati adalah pemupukan, pemangkasan, pembuatan rorak, penyemprotan dan fermentasi buah.
Untuk menguji tingkat penerapan teknologi usahatani kakao responden menggunakan statistik K Related Sample test uji
Friedman. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tingkat terapan teknologi usahatani kakao tidak sama, pembuatan rorak
paling sedikit diterapkan oleh petani yaitu 5 responden atau 16,67% dan penerapannya tidak sesuai teknologi anjuran anjuran
Puslit Tanaman Kopi dan Kakao dan yang paling banyak diterapkan oleh petani adalah penyemprotan untuk menanggulangi
hama dan penyakit yaitu 28 responden atau 93,33 % melakukan penyemprotan dengan cara yang sesuai anjuran.
Kata kunci : penerapan, teknologi, usahatani, dan kakao

PENDAHULUAN
Kakao (Thebroma cacoa) atau cokelat merupakan komoditi perkebunan andalan yang

peranannya cukup penting bagi perekonomian daerah khususnya sebagai penyedia lapangan kerja dan
sumber pendapatan petani. Indonesia merupakan salah satu negara pemasok utama kakao dunia
setelah Pantai Gading (38,3%) dan Ghana (20,2 %) dengan persentasi 13,6%. Permintaan dunia
terhadap komoditas kakao semakin meningkat dari tahun ketahun. Hingga tahun 2011 ICCO
(International Cocoa Organization) memperkirakan produksi kakao dunia akan mencapai 4,05 juta
ton, sementara secara umum faktor yang berpengaruh terhadap usaha tani tanaman perkebunan kakao
terdiri atas dua faktor yaitu faktor fisik dan factor non fisik. Faktor fisik meliputi kondisi tanah, iklim
dan lokasi tumbuh di wilayah pertanian kakao. Sedangkan faktor non fisik adalah manajemen
pengelolaan pertanian yang meliputi modal, tenaga kerja, fasilitas infrastruktur dan teknologi yang
digunakan dalam pengelolaan tanaman kakao serta pemasaran hasil produksi pertanian di daerah
penelitian. Data dari Dinas Perkebunan menyatakan bahwa sejak tahun 2010 Kabupaten Kepahyang
telah melakukan pengembangan perkebunan kakao seluas 120 ha, selain ditanam secara monokultur
kakao juga ditanam pada perkebunan kopi. Minat masyarakat untuk menanam kakao cukup tinggi, ini
terlihat dari Perkembangan tanaman kakao muda pada tahun 2010 seluas 3.842 hektar dan tanaman
sudah menghasilkan seluas 1.177 ha serta tanaman tua seluas 255 hektar. (BPS Kabupatan
Kepahyang, 2011)
Usaha tani kakao selalu menghadapi resiko kegagalan panen akibat serangan hama dan
penyakit serta kondisi iklim yang tidak mendukung produksi. Resiko kegagalan usaha tani tersebut
dapat ditekan dengan menerapkan teknologi budidaya yang tepat sesuai dengan standar yang
dianjurkan oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, di antaranya adalah pemupukan,

pemangkasan, pembuatan rorak,serta penyemprotan untuk pengendalian hama dan penyakit, selain
usaha peningkatan hasil produksi dalam budidaya kakao hal yang harus diperhatikan juga adalah
fermentasi sebagai penanganan pasca panen hasil produksi yang bisa meningkatkan harga jual
sehingga keuntungan yang didapatkan petani bisa lebih tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat tingkat terapan teknologi usahatani kakao di desa suro
bali kecamatan ujan mas kabupaten kepahyang.

BAHAN DAN METODA
Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja) yaitu di desa Surobali
Kabupaten Kepahiang dengan pertimbangan daerah ini merupakan sentra budidaya kakao dengan
diversivikasi lahan tanaman kakao dan kopi. Jumlah sampel yang di ambil sebanyak tiga puluh (30)
orang petani dengan metode simple random sampling. Data di ambil pada bulan februari-maret 2012
di desa Suro Bali Kecamatan Ujan Mas Kabupaten Kepahyang Provinsi Bengkulu. Daerah penelitian
ini ditentukan dengan pertimbangan desa surobali merupakan sentra tanaman perkebunan kakao dan
kopi. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara terhadap petani untuk memperoleh
informasi dari responden dengan menggunakan kuesioner. Terapan teknologi usahatani yang diamati
adalah keragaan petani dalam melaksanakan kegiatan usahatani. antara lain:
1. Karakteristik petani responden meliputi; umur, pendidikan, kepemilikan lahan, tanggungan
keluarga dan keanggotaan dalam kelompok tani.
2. Terapan teknologi usaha tani meliputi;

 Teknologi budidaya (pemupukan, pemangkasan, pembuatan rorak dan penyemprotan untuk
pengendalian hama penyakit).
 Penanganan pasca panen berupa fermentasi
Setiap jawaban responden dalam penerapan teknologi dilakukan pengelompokan, sbb;
(1) Diterapkan sesuai dengan anjuran Puslitbang Kopi-kakao
(2) Diterapkan tapi tidak sesuai anjuran Puslitbang Kopi-Kakao
(3) Tidak diterapkan.
Sedangkan untuk menguji tingkat penerapan teknologi usahatani kakao responden dilakukan dengan
uji statistik K Related Sample test uji Friedman (Sugiyono, 2011).
X2 =

12


Keterangan :

=1

+1


X
N
K
Rj

=
=
=
=



2

− 3�

+1

Chi kuadrat
Banyak baris dalam tabel

Banyak kolom
jumlah ranking dalam kolom

HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Karakteristik Petani Responden
a. Identitas responden
Hasil kajian keragaan identitas responden menggambarkan petani kakao di Desa Surobali
kebanyakan berusia antara 26-56 tahun (66,67 %) atau rata-rata berumur 43,73 tahun dengan
tanggungan keluarga 3-5 orang (70,00%) atau rata-rata 3 orang dan tingkat pendidikan
tergolong rendah ≤ 9 Tahun (76,67%) atau rata-rata 8,13 tahun (Tabel 1).

Tabel 1. Keragaan identitas responden petani kakao di Desa Surobali Kabupaten Kepahiang.
No

Uraian

1.

Umur (tahun)
≤ 25

26 - 56
≥ 57
Tanggungan keluarga (org)
≤2
3-5
≥6
Pendidikan (tahun)
≤9
10 - 16
≥ 16

2.

3.

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1

20
9

3,33
66,67
9,00

Rata-rata
43,73

3,00
9
21
0

30,00
70,00
0,00
8,13


23
7
0

76,67
23,33
0,00

Pada Tabel 1, telihat bahwa petani kakao dilokasi pengkajian umunya tergolong usia produktif
(43,73 tahun) yang didukung 3 orang anggota keluarga yang dapat menjadi tenaga kerja utama
dalam upaya peningkatan usahatani, pada usia produktif kegiatan usahatani dapat dikerjakan
secara optimal dengan curahan tenaga kerja fisik yang tersedia (Nuryanti dan sahara, 2008).
Namun dilihat tingkat pendidikan petani kakao masih rendah, rata-rata petani tidak sampai
menyelesaikan wajib belajar yang ditetapakan pemerintah minimal 9 tahun. Menurut
Soekartawi (1988) makin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa
yang belum mereka ketahui, sehingga mereka berusaha untuk lebih cepat ingin melakukan
berbagai hal termasuk inovasi teknologi walaupun sebenarnya mereka masih belum
berpengalaman dalam soal adopsi inovasi dan begitu pula pendidikan bahwa mereka yang
berpendidikan tinggi akan relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi teknologi dan
sebaliknya mereka yang berpendidikan rendah agak sulit untuk melaksanakan adopsi inovasi

dengan cepat.
b. Kepemilikan lahan
Umumnya petani responden memiliki luasan lahan usahatani 0,25 – 2 ha sebanyak 28 orang
(93,34%) dengan diversifikasi lahan usahatani kombinasi tanaman (kakao-kopi; kopi
monokultur; tanaman semusim dan sawah) serta masing-masing 1 (satu) orang memiliki luasan
lahan usahatani ≤ 0,25 ha (3,33%) dengan diversifikasi usahatani tanaman kopi-kakao dan ≥ 2
ha (3,33%) dengan diversifikasi usahatani kombinasi tanaman kopi-kakao dan sawah (Tabel
2.). Namun bila dilihat dari rata-rata luasan lahan yang dimiliki, rata-rata petani di desa Suro
Bali memiliki lahan usahatani perkebunan/tegalan 1,125 ha serta sawah 0,31 ha.
Tabel 2.
No

1
2
3

Luasan lahan dan jenis usahatani petani di Desa Suro Bali Kabupaten Kepahyang.

Luas lahan
(ha)

≤ 0,25
0,25–2
≥2

Jumlah

Pemilikan dan diversifikasi lahan usahatani
Petani pemilik
Kombinasi diversivikasi tanaman
orang
%
Kakao-kopi
Kopi
Tanaman semusim Sawah
1
3,33

28 93,34





1
3,33


30

100,00

Lahan yang dikelola oleh petani merupakan lahan milik sendiri, sehingga memungkinkan
petani untuk meningkatkan usahatani dan tambahan penghasilan dari berbagai jenis
(diversifikasi) usahatani serta penerapan inovasi teknologi pengembangan kakao.

2. Penerapan Teknologi
Setelah dilakukan uji statistik K Related Sample test uji Friedman di dapatkan hasil, bahwa
teknologi yang sudah diterapkan petani sesuai anjuran (1) adalah: Penyemprotan hama/penyakit
dan Pemangkasan (93,34 dan 50,00)%, diterapkan tidak sesuai anjuran (2) adalah: Pemangkasan;
Pemupukan; Fermentasi buah dan Rorak (50,00; 36,67; 30,00)% serta tidak diterapkan (3)
adalah:Penyemprotan; Pemupukan; Fermentasi dan Rorak (6,66; 63,33; 70,00 dan 83,33)%. (Tabel
3).
Tabel 3. Keragaan tingkat penerapan teknologi usahatani kakao sesuai anjuran di Desa Suro Bali
Kabupaten Kepahyang.
No

Inovasi teknologi
anjuran

1

Penyemprotan

2
3
4
5

Pemangkasan
Pemupukan
Fermentasi
Rorak

Tingkat penerapan teknologi usahatani oleh petani kakao
Sesuai anjuran (1) Tidak sesuai anjuran (2) Tidak diterapkan (3)
orang
%
orang
%
orang
%
28
93,34
0
0
2
6,66
15
0
0
0

50,00
0,00
0,00
0,00

15
11
9
5

50,00
36,67
30,00
16,67

0
19
21
25

0,00
63,33
70,00
83,33

a. Penyemprotan hama penyakit
Hasil analisis mempelihatkan tingkat penerapan teknologi penyemprotan hama penyakit oleh
petani kakao di desa Suro Bali sudah sesuai anjuran (93,345%) yaitu dengan penyemprotan
petani melakukan penyemprotan kimia (pestisida atau fungisida) untuk menanggulangi
serangan hama dan penyakit kakao sesuai anjuran (tepat dosis dan waktu penyemprotan ketika
sudah ada serangan). Tingkat terapan petani terhadap penyemprotan hama dan penyakit cukup
tinggi karena pengaruh dari hama dan penyakit langsung bisa dilihat oleh petani berupa buah
yang tidak tumbuh optimal dan berakibat pada penurunan hasil panen. Disamping itu dalam
pengendalian hama dan penyakit petani juga juga melakukan dengan cara mekanis disamping
pengendalian cara kimia, yaitu membuang bagian yang terkena penyakit dengan harapan
mengurangi penyebaran pada tanaman sehat lainnya.
Hama utama yang menyerang tanaman adalah pengerek buah kakao (conopomorpha
cramerella Snell) yang biasa disebut PBK, serangan PBK dapat menyebabkan kemerosotan
produksi hingga 60-80 % (Siregar et al., 2004). Serangan PBK dapat membuat biji gagal
berkembang dan jika dibelah daging buah tampak hitam, keriput, ringan dan saling melekat
satu dan lainnya. Sedangkan penyakit utama yang menyerang adalah busuk buah akibat
serangan jamur Phytophthora palmivora yang bisa menyebar melalui percikan air hujan,
hubungan langsung buah sakit dan buah sehatataupun melalui perantara binatang.
b. Pemangkasan
Pada daerah penelitian umumnya petani sudah melakukan pemangkasan, tetapi hanya 50%
yang melakukan pemangksan sesuai dengan anjuran (cara dan frekuensi pemangkasan) dalam
satu tahun dan 50% belum sesuai anjuran. Prinsip dasar pemangkasan kakao adalah
memangkas secara ringan tapi sering. Berat dan ringan pemangkasan tergantung pada ukuran
ranting yang dipotong. Pemangkasan produksi harus dilakukan dua kali dalam setahun yaitu
pada awal musim kemarau - awal musim hujan dan pada akhir musim kemarau. Puslit kopi dan
kakao (2004) menjelaskan bahwa Pemangkasan kakao merupakan salah satu upaya agar laju
fotosintesis berlangsung optimal. Dimana tujuan pemangkasan antara laian adalah untuk: 1)
Memperoleh kerangka dasar (frame) percabangan tanaman kakao yang baik, 2) Mengatur
penyebaran cabang dan daun-daun produktif di tajuk secara merata, 3) Membuang bagian
tanaman yang tidak dikehendaki seperti tunas air atau cabang sakit dan patah, 4) Memacu
tanaman membentuk daun baru yang potensial untuk sumber asimilat, 5) Menekan risiko
terjadinya serangan hama penyakit dan 6). Meningkatkan kemampuan tanaman menghasilkan
buah.

c. Pemupukan
Kendala utama yang menyebabkan rendahnya produksi disebabkan belum seluruhnya
masyarakat memiliki pengetahuan yang memadai tentang bagaimana cara menanam kakao
yang baik dan benar. Hasil penelitian menunjukan petani belum melakukan pemupukan
tanaman kakao sesuai anjuran, yang melakukan pemupukan baru 36,67% (belum sesuai
anjuran) dan sebagian besar atau 63,33% bahkan belum melakukan pemupukan. Salah satu
faktor produksi yang sangat menentukan peningkatan produktivitas adalah pemupukan.
(Maryeni et al., 2009). Kebutuhan pupuk tanaman kakao sesuai anjuran rekomendasi untuk
tanaman yang telah menghasilkan membutuhkan urea 220 gr/phn/th; TSP 180 gr/phn/th; dan
KCL 170 gr/pnh/th. Tidak tepatnya jenis dan dosis pupuk yang digunakan akan menyebabkab
tidak optimalnya hasil produksi, sebab pemupukan sangat penting untuk memenuhi unsur-unsur
hara yang dibutuhkan tanaman. Tanaman kako sebelum mulai berbuah memerlukan sekitar
200 kg N; 25 kg P; 300 kg K dan 140 kg Ca /ha yang berfungsi untuk membentuk kerangka
dan kanopi kakao, selanjutnya setelah tanaman menghasilkan kebutuhan pupuk akan meningkat
dan perlu diberikan dua kali dalam setahun (Puslit Koka, 2004) dan dosis harus dinaikkan
setelah tanaman mulai menghasilkan (Njiyati, 2001).
d. Fermentasi
Fermentasi buah bertujuan untuk menghancurkan pulp dan menimbulkan aroma serta
memperbaiki warna biji kakao serta memiliki tampilan dan aroma yang lebih baik, sehingga
harga diperoleh menjadi lebih tinggi. Petani dilokasi penelitian sebagian besar (70%) belum
melakukaqn fermentasi pada biji buah kakao yang diprosuksi dan baru 30 % petani yang telah
melakukan fermentasi biji buah kakao. Hal ini disebabkan belum pahamnya petani pentingya
fermentasi biji buah kakao, disamping itu juga proses fermentasi yang membutuhkan waktu
tambahan sampai tujuh hari juga mendorong petani banyak yang tidak menerapkan teknologi
fermentasi ini karena petani tidak ingin menunggu lama untuk segera menjual hasil panennya.
Pada hal konsumen, terutama industri makanan dan minuman coklat lebih menyukai biji kakao
yang sudah di fermentasi, karena mempunyai cita rasa dan aroma khas coklat yang menonjol
serta rasa asam yang minimal. Setelah difermentasi biji kakao harus segera dikeringkan untuk
mengurangi kadar air dari biji kakao. Bila pengeringan belum sempurna berpotensi bagi biji
kakao akan di tumbuhi jamur/kapang yang merupakan mikrobiologis yang tidak disukai oleh
industri karena bisa merusak cita rasa dan aroma khas cokelat serta juga berpotensi
memproduksi senyawa racun/toksik yang berbahaya bagi kesehatan konsumen (Mulato, 2010).
e. Rorak
Sebagian besar pemanfaatan rorak untuk membuat pupuk kompos belum dilakuan petani kakao
di daearah penelian (83,33%), padahal pembuastan rorak ini cukup penting dan merupakan
salah satu praktek baku kebun yang betujuan untuk mengelola lahan, bahan organik serta
tindakan konservasi tanah dan air di lahan perkebunan kakao. Pada lahan miring pembuatan
rorak juga bisa mengurangi resiko erosi karena dapat mengurangi aliran permukaan yang
menyebabkan erosi. Elna, et al. (2010) menjelaskan bahwa rorak merupakan lubang yang
dengan sengaja dibuat untuk membenamkan/mengubur bahan organik dari tanaman seperti
serasa dan kulit buah hasil panen yang ukurannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Tingkat penerapan teknologi usaha tani kakao oleh petani tidak sama, dimana:
1. Teknologi yang paling banyak diterapkan adalah penyemprotan kimia untuk menanggulangi
hama/penyakit dan teknologi pemangkasan kakao sesuai anjuran.
2. Teknologi pemupukan dan fermentasi biji buah kakao umumnya juga sudah diterapkan, namun
belum sesia anjuran.
3. Penerapan teknologi rorak belum diterapkan dan belum dipahami oleh petani kakao.
Saran
Perlu ditingkatkan pengetahuan petani melalui pelatihan tentang cara budidaya kakao yang baik dan
mengoptimalkan peran pendampingan terhadap petani dalam menjalankan dan penegembangan
usahatani kakao.

DAFTAR PUSTAKA
Anonym, 2008. Pengembangan Budidaya dan Pengolahan Kakao. www.smecda.com/
files/budidaya/pengembangandanpengolahan_kakao.pdf.
BPS Kabupaten Kepahiang. 2011. Kabupaten Kepahiang Dalam Angka. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Kepahiang. Kepahiang.
Elma Karmawati et el., 2010. Budidaya dan Pasca Panen Kakao. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta.
Maryeni, R. et al., 20... Teknologi Pemanfaatan Limbah Buh Kakao Sebagai Pupuk Organik Ramah
Lingkungan di Nagari Kamang Hilir Kecamatan Kamang Magek Kabupaten Agam. www.
Respository.unand.ac.id/3286/1/reni-maryeni.pdf Universitas Andalas. Padang.
Mulato, S. et al., 20... Pengolahan Produk Primer dan Sekunder Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan
Kakao Indonesia. Jember.
Nuryanti dan Sahara. 2008. Analisa Karakteristik Petani dan Pendapatan Usahatani Kakao di
Sulawesi Tenggara. SOCA volume 8 nomor 3 tahun 2008.
Puslit Kopi dan Kakao. 2004. Panduan Lengkap Budidaya Kakao. Penerbit Agromedia Pustaka Jawa
Barat. Bandung
Soekartawi.1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).
Jakarta.
Soekartawi. et al.,. 1993. Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil-hasil Pertanian, Teori dan
Apliukasinya. Penerbit. Rajawali Press. Jakarta
Sinungan. 1992. Produktivitas Apa dan Bagaimana. Penerbit PT. Bumi Aksara. Jakarta

Sugiyono. 2011. Statistik Untuk Penelitian. Penerbit Alfabeta. Bandung