Prosiding Seminar Inovasi Teknologi Pertanian 2012

KERAGAAN VARIETAS PADI RAWA ADAPTIF
PADA LAHAN RAWA LEBAK DI PROVINSI BENGKULU
Nurmegawati dan Wahyu Wibawa
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
Jl Irian km 6,5 Kota Bengkulu

ABSTRAK
Lahan rawa lebak di Provinsi Bengkulu memiliki potensi yang sangat besar dalam mendukung swasembada
beras, namun mempunyai kendala dan hambatan yang harus diatasi. Salah satunya diperlukan paket teknologi dan varietas
padi yang adaptif. Penelitian ini bertujuan untuk melihat keragaan varietas padi rawa yang adaptif pada lahan rawa lebak,
yang dilaksanakan pada musim kemarau di lahan milik petani di Desa Dusun Baru Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten
Bengkulu Tengah, Bengkulu. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan petak terbagi dengan 3 ulangan.
Petak utama adalah perlakuan pemberian fungsida dan zpt yang terdiri atas yaitu: 1) tanpa pemberian fungisida dan zpt dan
2) pemberian fungsida dan zpt sesuai dengan dosis. Anak petak adalah 5 varietas padi yang terdiri dari atas 4 VUB padi
rawa ( Inpara 2, Banyuasin, Sei lalan dan Kapuas) serta 1 varietas pembanding (Cigeulis). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tinggi tanaman varietas Inpara 2, Banyuasin, Sei lalan, Kapuas dan Cigeulis berturut-turut adalah 79,60 cm, 77,28
cm, 75,37 cm, 85,32 cm dan 75,17 cm, berbeda tidak nyata pada inpara, banyuasin, sei lalan dan cigelis tetapi berbeda nyata
terhadap varietas Kapuas. Umur tanaman berbunga varietas Inpara 2 61,67 hari, varietas Banyuasin 67,50 hari, varietas Sei
lalan 63,33 hari, varietas Kapuas 53,33 hari dan varietas Cigelis 60,83 hari. Umur panen varietas Inpara 2 88,00 hari,
varietas Banyuasin 90,00 hari, varietas Sei lalan 91,50 hari, varietas Kapuas 88,83 hari dan varietas Cigeulis 89,33 hari.
Hasil gabah kelima varietas tersebut berturut-turut adalah 2,82 t/ha GKP, 2,76 t/ha GKP, 2,32 t/ha GKP, 1,98 t/ha GKP dan

1,54 t/ha GKP. Pemberian fungsida dan zpt tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman, umur tanaman berbunga, umur
panen dan hasil gabahnya.
Kata kunci: varietas, padi rawa, adaptif, rawa lebak, Bengkulu

PENDAHULUAN
Lahan rawa adalah lahan yang menempati posisi peralihan antara daratan dan sistem
perairan (Subagyo, 1997) yang merupakan lahan sub optimal yang sangat potensi dalam mendukung
kelestarian swasembada beras. Luas lahan rawa di Provinsi Bengkulu cukup luas (12.411 ha) yang
terdiri dari rawa lebak mencapai 11.609 ha dan rawa pasang surutnya sekitar 802 ha, yang mencakup
Kabupaten Seluma, Mukomuko, Bengkulu Utara dan Bengkulu Tengah (BPS Provinsi Bengkulu,
2010)
Jika dilihat dari luasannya maka lahan rawa lebak di Provinsi Bengkulu memiliki potensi
yang sangat besar dalam mendukung swasembada beras khususnya untuk provinsi ini. Namun rawa
lebak mempunyai kendala dan hambatan yang harus diatasi. Umumnya lahan ini mempunyai rejim air
yang fluktuatif dan sulit diduga serta resiko kebanjiran di musim hujan dan kekeringan di musim
kemarau. Dengan kondisi biofisik yang demikian, maka pengembangan lahan rawa lebak untuk usaha
pertanian khususnya tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perikanan dalam skala luas
memerlukan pengelolaan lahan dan air serta penerapan teknologi yang sesuai dengan kondisi
wilayahnya (spesifik lokalita) agar diperoleh hasil yang optimal.
Jenis tanah yang umum dijumpai di lahan lebak adalah tanah mineral dan gambut.Kedua

jenis tanah tersebut memiliki kelemahan dan kelebihan. Pada lokasi penelitian termasuk lahan rawa
lebak bergambut. Lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah gambut, yaitu tanah yang
terbentuk dari bahan organik atau sisa-sisa pepohonan, yang dapat berupa bahan jenuh air dengan
kandungan karbon organik sebanyak 12-18% atau bahan tidak jenuh air dengan kandungan karbon
organik sebanyak 20%. Berdasarkan ketebalannya, lahan gambut yang dijumpai di lahan lebak bisa
berupa lahan bergambut, gambut dangkal, gambut sedang, dan gambut dalam. Lahan gambut biasanya
memiliki tingkat kemasaman yang tinggi karena adanya asam-asam organik, mengandung zat beracun
H2S, ketersediaan unsur hara makro dan mikro terutama P, K, Zn, Cu dan Bo yang rendah, serta daya
sangga tanah yang rendah. Lahan gambut dengan karakteristik tanah yang demikian memerlukan
teknologi pengelolaan dan pemilihan jenis tanaman atau varietas tertentu agar tanaman dapat tumbuh
dengan baik dan memberikan hasil yang memadai.

Karena keterbatasan pengetahuan petani akan varietas yang cocok ditanam di lahan rawa,
menyebabkan petani menggunakan varietas-varietas lokal bahkan ada yang menggunakan varietas
yang diperuntukan untuk lahan sawah irigasi seperti Cigeulis. Oleh karena itu dalam pengelolaan
lahan rawa diperlukan paket teknologi dan varietas padi yang adaptif pada lahan rawa lebak. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk melihat keragaan varietas padi rawa yang adaptif pada lahan rawa
lebak.
BAHAN DAN METODA
Penelitian dilakukan pada musim kemarau di lahan milik petani di Desa Dusun Baru

Kecamatan Pondok Kubang Kabupaten Bengkulu Tengah, Bengkulu. Rancangan percobaan yang
digunakan adalah rancangan petak terpisah dengan 3 ulangan. Petak utama adalah perlakuan
pemberian fungisida
yang terdiri atas yaitu: 1) tanpa pemberian fungisida dan 2) pemberian
fungisida sesuai dengan dosis. Anak petak adalah 5 varietas padi yang terdiri dari atas 4 VUB padi
rawa ( Inpara 2, Banyuasin, Sei lalan dan Kapuas) serta 1 varietas pembanding (Cigeulis). Dalam
setiap unit penelitian terdiri dari 30 plot.
Penyemaian dilakukan di lahan petani pada tanggal 19 Mei 2012 untuk 5 varietas masingmasing seberat 2 kg. Sebelum benih disemai dilakukan perlakuan benih dengan memberi karbofuran
sebanyak 1 kg. Pengolahan lahan dilakukan secara manual yaitu dengan cara penebasan gulma dan
pencangkulan tanah, selanjutnya dilakukan penyemprotan dengan herbisida untuk membunuh biji-biji
gulma yang tersisa. Penanaman padi dilakukan dengan sistem tanam legowo 2 : 1, dengan jarak tanam
20 cm x 10 cm x 40 cm. Umur bibit yang digunakan yaitu 20 hari setelah semai (hss) dengan jumlah
bibit per lubang sebanyak 3 batang.
Pemberian pupuk dengan dosis 200 kg urea/ha, 100 kg SP-36 kg/ha, 100 kg KCl/ha.
Perhitungan pemberian pupuk disesuaikan dengan luas dari masing-masing plot. Jumlah pupuk yang
diberikan tiap plot diperoleh dari luas plot dibagi luas lahan satu ha dikali dosis pupuk per ha.
Pemberian pupuk urea rencananya dilakukan sebanyak 3 kali yaitu pada umur tanaman 7 hst, 21 hst
dan 45 hst sedangkan pemupukan SP-36 dan KCl diberikan pada pemupukan pertama saja. Fungisida
yang digunakan mengandung bahan aktif difenokonazol, dosis pemberian fungisida 200-400 ml/ha
yang dilakukan pada saat padi bunting (45 hst).

Pengajiran tanaman dilakukan pada setiap plot dimana pada masing-masing plot diberi ajir
untuk 5 sampel tanaman, untuk pengukuran tinggi tanaman dan jumlah anakan. Untuk pelaksanaan
budidaya/pemeliharaan padi mengacu pada PTT padi rawa (Badan Litbang Pertanian, 2007).
Keragaan tanaman dievaluasi berdasarkan peubah-peubah: Tinggi tanaman, Umur tanaman berbunga
50 % (hari), Umur tanaman panen (hari) dan hasil.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa Tanah
Secara umum kelas tekstur tanah pada daerah pengkajian rawa lebak termasuk lempung;
pH H2O tergolong masam; Kandungan C-organik tergolong sangat tinggi; kandungan N tergolong
sedang; kandungan P tergolong sedang, K-dd tergolong sangat rendah; kandungan Ca tergolong
sangat rendah; Mg-dd tergolong tinggi; Na-dd tergolong rendah; Al3+ tergolong sangat rendah; dan
KTK tergolong rendah; sedangkan kandungan Fe tergolong tinggi (Tabel 1).

Tabel 1. Hasil analisis contoh tanah rawa lebak yang dilaksanakan MK 2012.
No

Sifat Kimia dan Fisika

1
2

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Tekstur
pH (H2O)
C-organik (%)
N-total (%)
P-Bray.I (ppm)
K-dd (me/100g)
Ca-dd (me/100g)
Mg-dd (me/100g)

Na-dd (me/100g)
KTK (me/100g)
Al (me/100g)
Fe (%)
KA (%)

Nilai
lempung
4,78
6,91
0,32
8,04
0,02
0,20
4,95
0,10
0,10
0,09
0,85
4,00


Keterangan: Hasil analisa laboratorium tanah BPTP Bengkulu 2012.

Pada lahan pengkajian ini termasuk lahan rawa lebak bergambut dengan kandungan Corgnik tergolong sangat tinggi dan kandungan N tergolong sedang sehingga C/N masih sangat tinggi.
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pelapukannya masih sangat rendah. Kandungan Fe tergolong
sangat tinggi akan mempengaruhi tingkat keasaman tanah. Kandungan basa-basa tergolong rendah
akan mempengaruhi serapan Fe. Menurut Tan (2007) tingginya kadar Fe salah satu penyebab
terjadinya kemasaman tanah. Basa-basa tukar (Ca, Mg, Na dan K) yang berfungsi untuk menetralisir
keasaman tanah ketersediaannya pada tanah yang digunakan sangat rendah akibatnya Fe dan Mn akan
mudah terserap oleh tanaman dan pada kosentrasi tertentu berpotensi terjadi keracunan. Menurut
Yoshida (1981) batas kritis keracunan Fe pada tanaman padi sawah adalah 300 ppm. Besi yang
berlebihan dapat membentuk lapisan oksida ferri pada permukaan akar, sehingga akan memperlambat
penyerapan hara lainnya oleh tanaman. Dalam jangka panjang, kalau lahan tidak dikelola dengan
baik akan selalu berpotensi menjadi lahan yang masam dan miskin terhadap unsur hara tertentu.
Komponen Hasil dan Hasil
Berdasarkan uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan varietas menunjukkan berbeda
nyata terhadap tinggi tanaman, umur tanaman berbunga 50 %, umur tanaman panen dan hasil (Tabel
2). Tinggi tanaman varietas Kapuas menunjukkan perbedaan yang nyata dibanding keempat varietas
lainnya. Tinggi tanaman varietas kapuas hanya 85,33 cm merupakan yang tertinggi dibanding varietas
lainnya. Tinggi tanaman varietas Cigeulis sebagai kontrol hampir sama dengan varietas Sei lalan. Jika

dilihat dari deskripsinya maka tinggi tanaman kelima varietas tersebut lebih rendah dibanding pada
deskripsinya. Hal ini diduga karena kondisi kering yang dialami pertanaman. Dari Deskripsi varietas
(Suprihatno,. Dkk, 2010) menyatakan bahwa tinggi tanaman. Inpara 2 103 cm, tinggi tanaman
Banyuasin berkisar 98 - 105 cm dan tinggi tanaman Cigeulis berkisar 100 - 110 cm. Badan Litbang
Pertanian (2007) menyatakan bahwa tinggi tanaman varietas Kapuas dan Sei lalan adalah 100 cm.

Tabel 2. Pengaruh tunggal varietas dan pemberian fungsida dan zpt terhadap tinggi
tanaman berbunga 50%, umur tanaman panen dan hasil.
Peubah yang diamati
Tinggi
Umur tanaman
Umur
Perlakuan
tanaman berbunga 50 %
tanaman
(cm)
(hr)
panen (hari)
Inpara 2
79,60 b

61,67 b
88,00 c
Banyuasin
77,28 b
67,50 a
90,00 b
Sei lalan
75,37 b
63.33 ab
91,50 a
Kapuas
85,33 a
53,33 c
88.83 c
Cigelis
75,17 b
60,83 b
89,33 b
Pemakaian fungisida dan zpt
Tanpa pemberian fungisida dan zpt 77,63 p

60,67 p
89,20 p
Diberi fungisida dan zpt
79,47 p
62,00 p
89,89 p

tanaman, umur

Hasil
(t/ha)
GKP
2,82 a
2,76 a
2,32 ab
1,98 ab
1,54 b
2,24 p
2,33 p


Keterangan : Angka-angka diikuti huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%.

Umur tanaman berbunga 50 % berbeda nyata pada masing-masing perlakuan varietas, umur
tanaman berbunga 50 % berkisar pada 53,33 - 66,67 hari. Umur tanaman panen berbeda nyata
terhadap perlakuan varietas. Varietas Inpara 2 dan Kapuas memiliki umur tanaman panen yang sama
yaitu 88 hari, Banyuasin 90 hari, Sei lalan 91,50 hari dan cigeulis 89,33 hari. Jika dilihat dari
deskripsinya (umur tanaman. Inpara 2 yaitu 128 hari, Banyuasin berkisar 118 – 122 hari dan umur
tanaman Cigeulis berkisar 115 - 125 hari (Suprihatno et all., 2010). Badan Litbang Pertanian (2007)
menyatakan bahwa umur tanaman varietas Kapuas dan Sei lalan adalah 125 hari, dan kelima varietas
tersebut memilki umur panen yang lebih cepat. Hal ini diduga karena faktor kekeringan yang
membuat tanaman lebih cepat proses pemasakannya, menurut Goldsworthy and Fisher (1996) waktu
antara penyebaran benih dan pemasakan dapat diperpendek atau diperpanjang tergantung pada
intensitas dan waktu terjadinya kekurangan air. Seperti halnya tanaman kacang tunggak berbunga dan
masak lebih awal di bawah tingkat kekurangan air sedang, tetapi kekurangan air yang berat menunda
aktivitas reproduktif.
Hasil tanaman tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara varietas: Inpara 2;
Banyuasin; Sei lalan dan Kapuas, akan tetapi hasil tanaman varietas Inpara 2 dan Banyuasin
menunjukkan perbedaan yang nyata dengan Cigeulis. Sementara antara varietas Sei lalan dan Kapuas
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan Cigeulis (Tabel 2). Hasil gabah tertinggi pada
Inpara 2 diikuti oleh Varietas Banyuasin, Sei lalan dan Kapuas masing-masing dengan hasil sebagai
berikut 2,82 t/ha GKP, 2,76 t/ha GKP, 2, 32 t/ha GKP dan 1,98 t/ha GKP. Sedangkan varietas Cigelis
sebagai kontrol hasilnya 1,54 t/ha. Hasil gabah varietas cigelis merupakan hasil yang terendah
dibanding varietas lainnya, hal ini karena varietas cigelis memang dianjurkan untuk ditanam pada
sawah irigasi.

Rendahnya hasil gabah yang diperoleh pada masing-masing varietas diduga karena tanaman
mengalami kekeringan sehingga pemberian pupuk kurang optimum, khusus pemberian pupuk urea
hanya 2/3 dosis karena pemberian hanya dilakukan pada umur tanaman 7 hari setelah tanam. Nyakpa,
dkk (1988) menyatakan bahwa peningkatan suplai air ke dalam tanah menghasilkan serapan hara
cenderung meningkat oleh tanaman. Jika penyedian air cukup dalam tanah, maka pupuk yang
diberikan terpakai secara optimal. Hakim dkk (1987) menambahkan bahwa daya tahan terhadap
kekeringan suatu tanaman akan mempengaruhi hasil.
2.82a

2.76 a
2.32 ab
1.98 ab

hasil (ton/ha)

1.54 b

varietas
Gambar 1. Hasil rata-rata padi rawa pada lahan rawa lebak (t/ha) GKP

Perlakuan pemberian fungisida dan zat pengatur tumbuh memberikan pengaruh tidak nyata
terhadap tinggi tanaman, umur tanaman berbunga 50%, umur tanaman panen dan hasil gabah (Tabel
2). Tinggi tanaman antara tanpa pemberian dan dengan pemberian fungisida dan zat pengatur tumbuh
secara statistik tidak berbeda nyata tetapi secara angka-angka maka relatif berbeda. Tinggi tanaman
dengan pemberian fungisida dan zat pengatur tumbuh lebih tinggi daripada tanpa pemberian fungisida
dan zat pengatur tumbuh. Perlakuan pemberian fungisida dan zat pengatur tumbuh juga tidak berbeda
nyata terhadap umur tanaman berbunga 50 %, dengan pemberian fungisida dan zat pengatur tumbuh
umur tanaman berbunga lebih lambat dari tanpa pemberian fungisida dan zat pengatur tumbuh. Umur
tanaman panen relatif sama pada tanpa maupun dengan pemberian fungisida dan zat pengatur tumbuh.
Demikian juga perlakuan pemberian fungisida dan zat pengatur tumbuh tidak berbeda nyata
terhadap hasil gabah. Hasil yang diperoleh tidak ada pengaruhnya terhadap pemberian fungisida dan
zat pengatur tumbuh. Berbeda tidak nyatanya antara perlakuan tidak diberinya fungisida dan zat
pengatur tumbuh dan dengan pemberian fungisida dan zat pengatur tumbuh, hal ini diduga karena
belum optimum pemberian yang mengandungi fungsida dan bahan aktif difenokonazol. Hal ini
didukung oleh Krisnamorthy (1989) konsentrasi bahan aktif 2,4 D yang optimum dapat mendorong
pertumbuhan tanaman, tetapi memiliki respon yang berbeda-beda pada masing-masing varietas.

KESIMPULAN
1. Tinggi tanaman varietas Inpara 2, Banyuasin, Sei lalan, Kapuas dan Cigeulis berturut-turut adalah
79,60 cm, 77,28 cm, 75,37 cm, 85,32 cm dan 75,17 cm, berbeda tidak nyata pada inpara,
banyuasin, sei lalan dan cigelis tetapi berbeda nyata terhadap varietas Kapuas.
2. Umur tanaman berbunga varietas Inpara 2 61,67 hari, varietas Banyuasin 67,50 hari, varietas Sei
lalan 63,33 hari, varietas Kapuas 53,33 hari dan varietas Cigelis 60,83 hari.
3. Umur panen varietas Inpara 2 88,00 hari, varietas Banyuasin 90,00 hari; varietas Sei lalan 91,50
hari; varietas Kapuas 88,83 hari dan varietas Cigeulis 89,33 hari.
4. Hasil gabah kelima varietas tersebut berturut-turut adalah 2,82 t/ha GKP; 2,76 t/ha GKP; 2,32 t/ha
GKP; 1,98 t/ha GKP dan 1,54 t/ha GKP.
5. Pemberian fungsida dan zpt tidak berbeda nyata terhadap tinggi tanaman, umur tanaman
berbunga, umur panen dan hasil gabahnya

DAFTAR PUSTAKA
Badan Litbang Pertanian. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Lahan Rawa Lebak.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 42 p.
BPS Provinsi Bengkulu. 2010. Provinsi Bengkulu Dalam Angka. Bappeda dan Badan Pusat Statistik
Provinsi Bengkulu. Bengkulu 402 p.
Goldsworthy.P.R and Fisher, N.M .1996. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Hakim, N., M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G.Nugroho, M.A. Diha, G.B. Hong dan H.H. Bailey. 1986.
Dasar Dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Lampung
Krishnamorthy, H.N. 1989. Plant Growth Substance. Tata Mc. Graw Hill Publishing Company
United. New Delhi.
Nyakpa, M.Y., A.M. Lubis, M.A. Pulung, A.G. Amrah, A. Munawar, G.B. Hong, N. Hakim. 1988.
Kesuburan Tanah. Universitas Lampung. Lampung.
Subagyo H. 1997. Potensi Pengembangan dan Tata Ruang Lahan Rawa Untuk Pertanian. Prosd.
Simposium Nasional dan Konggres PERAGI. Jakarta 25- 27 Juni 1996
Tan, K. H.
2007. Tanah Tanah Daerah Bermusim dan Tropis Basah Dari Indonesia.
Pembentukan Sifat-Sifat dan Pengolahan. Dept of Crops and Soil Science. University of
Georgia, Athens, GA, USA.
Yoshida, S. 1981. Fundamentals of rice crops science. International Rice Research Institut.
Philipinnes. ;269p.