Prosiding Seminar Inovasi Teknologi Pertanian 2012

KERAGAAN GALUR HARAPAN PADI SAWAH IRIGASI
DI KABUPATEN KAMPAR, PROVINSI RIAU
Nurhayati1), Rizqi Sari Anggraini1), dan Tri Wahyuni2)
1)
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Riau
2)
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu
Email : bptp_riau@yahoo.com.au

ABSTRAK
Potensi pengembangan padi sawah di Provinsi Riau masih sangat prospektif karena tersedianya lahan seperti
lahan sawah irigasi (agroekosistem lahan sawah intensif) seluas 276.533 ha, lahan sawah tadah hujan (agroekosistem lahan
sawah semi intensif) seluas 7.859.364 ha, dan juga lahan pasang surut (agroekosistem lahan sawah pasang surut) seluas
900.000 ha. Namun demikian sampai saat ini produktivitas padi di Provinsi Riau masih rendah yaitu sekitar 34 kw/ha/MT
yang mengharuskan impor beras dari provinsi tetangga untuk memenuhi kebutuhan domestiknya. Guna meningkatkan
produksi padi, pemerintah Provinsi Riau mencanangkan program OPRM (Operasi Pangan Riau Makmur) dengan harapan
swasembada pangan tahun 2013. Oleh karena itu dibutuhkan penelitian uji multilokasi galur harapan padi sawah irigasi
untuk melihat galur yang cocok untuk dikembangkan di Provinsi Riau. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) dengan jumlah perlakuan terdiri dari 12 galur dengan 2 varietas pembanding (14 perlakuan) dengan 4
ulangan. Parameter pengamatan meliputi tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, umur berbunga, umur panen, jumlah
gabah, dan bobot 1000 butir. Data yang telah dikumpulkan dianalisis secara statistik, untuk menguji pengaruh perlakuan dan

dilanjutkan dengan uji beda rata-rata menggunakan uji jarak berganda menurut Duncan (DMRT). Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa : Galur Harapan Padi Sawah Irigasi Tipologi Lahan Sawah yang lebih
sesuai dibudidayakan di Desa Sei Geringging Kabupaten Kampar berdasarkan produksi gabah kering giling/ha 2 (dua)
tertinggi adalah berturut-turut adalah varietas conde (6,50 ton/ha) dan galur No 11 yaitu BP9728-3B-1 (6,30 ton/ha).
Kata Kunci: keragaan, galur harapan, padi sawah irigasi

PENDAHULUAN
Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki tingkat/laju
pertumbuhan penduduk sekitar 5%/tahun yang disebabkan oleh tingginya migrasi penduduk
khususnya dari Provinsi Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan daerah lainnya. Dengan laju
pertumbuhan penduduk seperti tersebut di atas, menuntut harus tersedianya pangan khususnya beras
untuk kebutuhan lokal yang sampai saat ini sekitar 50% kebutuhan beras untuk penduduk Provinsi
Riau masih didatangkan dari luar Provinsi. Di sisi lain, luas lahan pertanian maupun tingkat
produktivitas lahan sawah di Provinsi Riau masih tergolong rendah yaitu sekitar 3,3 t/ha dengan luas
baku sawah irigasi sekitar 276.533 ha lebih kecil bila dibandingkan dengan luas lahan sawah tadah
hujan (7.859.364 ha) maupun lahan rawa pasang surut sekitar 900.000 ha yang tersebar di Kabupaten
Indragiri Hilir, Siak, dan Rokan Hilir (BPS, 2009). Selain dari pada itu, rendahnya intensitas
pertanaman padi di Provinsi Riau yang hingga saat ini masih pada rata-rata indek pertanaman (IP) 100
(1 x bertanam dalam setahun) merupakan salah satu penyebab rendahnya produksi beras di daerah ini.
Sehingga sejak tahun 2007, Pemerintah Provinsi Riau telah mencanangkan satu program besar untuk

mendukung program ketahanan pangan khususnya ketersediaan beras dalam rangka swasembada
beras tahun 2013 di Provinsi Riau yang disebut dengan Operasi Pangan Riau Makmur (OPRM).
Oleh sebab itu salah satu usaha untuk menunjang keberhasilan usahatani adalah dengan
menyediakan varietas padi yang mampu beradaptasi baik terhadap lingkungan sehingga dapat
berproduksi tinggi dengan kualitas gabah yang baik. Galur harapan/varietas yang sesuai di lahan
irigasi sangat penting dalam mendukung pergiliran varietas dan peningkatan intensitas tanam.
Meningkatkan indeks pertanaman padi di lahan marginal seperti lahan pasang surut ini merupakan
salah satu upaya melestarikan swasembada beras yang cukup penting.
Salah satu upaya peningkatan produksi padi sawah irigasi dapat dilakukan dengan
menggunakan varietas unggul. Masih terbatasnya informasi varietas unggul baru padi sawah irigasi
spesifik lokasi yang adaptif di Provinsi Riau ini juga menjadi salah satu kendala dalam peningkatan
produksi padi yang akhirnya akan bermuara kepada sumbangan produksi beras dalam skala nasional.
Oleh karena itu, dalam rangka mendukung program peningkatan produksi beras nasional (P2BN) dan
juga OPRM khususnya di Provinsi Riau dan atas dasar kondisi di atas, maka perlu dilakukan

pengkajian ataupun uji multilokasi maupun adaptasi berbagai varietas unggul baru padi sawah irigasi
yang adaptif dan spesifik lokasi.
Dengan adanya program - program yang dicanangkan Pemerintah Daerah seperti Operasi
Pangan Riau Makmur (OPRM), dan K2I akan dikembangkan pertanaman padi melalui penambahan
luas baku sawah sekitar 100.000 ha melalui pencetakan sawah baru sekitar 68% dan rehabilitasi lahan

sawah tidur sekitar 32% dari total 100.000 ha tersebut di atas. Di samping itu akan dilaksanakan pula
peningkatan Indeks Pertanaman yakni dari IP 100 menjadi IP 200 sebanyak 50.000 ha di sembilan
Kabupaten di Riau, berturut-turut yaitu: Kabupaten Rokan Hulu dan Indragiri Hilir 11.000 ha, Rokan
Hulu 6.000 ha, Bengkalis, Pelalawan, Kuansing, Kampar dan Siak 4.000 ha, sedangkan Kabupaten
Indragiri Hulu akan memperluas lahan intensifikasi sebanyak 2.000 ha.
Penanaman secara masive ini tentu membutuhkan benih - benih yang cocok dengan kondisi
agroekosistem di daerah, agar hasil yang diperoleh sesuai dengan apa yang diharapkan. Oleh karena
itu di Provinsi Riau, sangat relevan untuk dikembangkan kajian-kajian ilmiah yang pada akhirnya
akan dapat meningkatkan produksi padi maupun beras di Provinsi Riau, sehingga di masa datang
khususnya di tahun 2013 paling tidak diharapkan Riau akan mampu memenuhi kebutuhan berasnya
sendiri walaupun kemungkinan belum bisa menyumbangkan secara besar kepada produksi padi secara
nasional. Oleh sebab itulah, kegiatan pengkajian Galur Harapan Padi Sawah Irigasi di Provinsi Riau
sangat dibutuhkan saat ini di Provinsi Riau. Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan varietas padi
yang mampu beradaptasi baik terhadap lingkungan sehingga dapat berproduksi tinggi dengan kualitas
gabah yang baik.
BAHAN DAN METODA
Pengkajian ini dilaksanakan di Desa Sei Geringging Kecamatan Lipat Kain Kabupaten
Kampar Provinsi Riau dari bulan Juli - November 2009. Kegiatan ini menggunakan Rancangan Acak
Kelompok dengan jumlah perlakuan terdiri dari 12 galur dengan 2 varietas pembanding (14
perlakuan) dengan 4 ulangan. Ukuran plot pengkajian adalah 4 m x 5 m. Komponen teknologi yang

akan digunakan adalah pemupukan spesifik lokasi (N sesuai BWD, P dan K sesuai analisis tanah),
aplikasi bahan organik sekitar 2 t/ha, penanganan panen dan pasca panen yang tepat. Dosis pupuk
yang akan diberikan adalah 300 Kg urea, 150 kg SP 36, dan 100 kg KCl per ha. Pupuk urea diberikan
3 kali, yaitu 7, 30, dan 45 hst. Semua pupuk P dan K diberikan 7 hst.
Parameter pengamatan yang akan dikumpulkan adalah data vegetatif dan generatif. Data
vegetatif terdiri dari tinggi tanaman, jumlah anakan, umur tanaman berbunga dan umur panen. Data
Generatif terdiri dari hasil gabah kering per plot, jumlah gabah per malai, bobot 1000 butir gabah isi.
Data yang telah dikumpulkan dianalisis secara statistik, untuk menguji pengaruh perlakuan dan
dilanjutkan dengan uji beda rata-rata menggunakan uji jarak berganda menurut Duncan (DMRT)
(Steel dan Torrie, 1980) dan Gomez dan Gomez (1983).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pengamatan terhadap tinggi tanaman, jumlah anakan, umur berbunga yang
dilakukan dan uji DNMRT diperoleh hasil seperti ditampilkan pada Tabel 1 di bawah ini:

Tabel 1.

Rataan tinggi tanaman, jumlah anakan produktif dan umur berbunga 50%.
Galur/Varietas

1. BP2450-15-1

2. BP2842E-14-2
3. BP2856-2E-14-1
4. BP3350-3E-KN-22-2 2*B
5. BP3412-2C-12-1
6. BP3778E-16-3-2-1*B
7. BP3782C-13-2
8. BP4108-2D-39-2-2-2
9. BP4110-1D-28-3
10. BP4124-1F-3-2
11. BP9728-3B-1
12. BP9736-8B-1
13. Conde
14. Ciherang

Tinggi tanaman
(cm)
81,1 def
81,2 def
80,5 def
81,3 cdef

78,3 f
86,1 ab
78,7 ef
87,3 a
85,8 abc
82,7 bcdef
84,9 abcd
87,2 ab
84,5 abcd
83,0 abcde

Jumlah anakan
produktif (batang)
14 abc
13 abcd
14 ab
13 abcde
13 abcde
10 e
10 cde

14 ab
15 a
12 bcde
14 ab
11 de
14 ab
13 abcde

Umur berbunga
50% (hss)
88 ab
87 abc
83 ef
84 def
88 a
86 abcd
86 abcde
86 abcd
82 f
85 cdef

85 bcde
86 abcde
87 ab
86 abcde

Keterangan: Angka-angka pada lajur yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT
pada taraf 5 %.

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa rata-rata tinggi tanaman tertinggi adalah
pada galur 8. BP4108-2D-39-2-2-2 yaitu 87,3 cm. Tinggi tanaman galur 8 lebih tinggi dibandingkan
varietas pembanding yaitu Conde dan Ciherang, dengan rataan berturut-turut 84,5 cm dan 83 cm. Hal
ini mungkin disebabkan karena adanya pengaruh sifat genetik dari induk yang disilangkan untuk
mendapatkan galur 8. Selain itu, pengaruh fisiologis tumbuhan, terutama berkaitan dengan proses
distribusi fotosintat pada galur 8 lebih baik bila dibandingkan varietas pembanding sehingga ini
berpengaruh terhadap pertumbuhan tinggi tanaman. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya
pengaruh sifat genetik dari induk yang disilangkan untuk mendapatkan galur H. Pertumbuhan tinggi
tanaman dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor genetik. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh
Suseno (1981), bahwa faktor lingkungan yang kurang optimal dan faktor genetik yang berasal dari
varietas yang tidak unggul akan mempengaruhi tinggi tanaman. Selanjutnya Gardner et al. (1991)
menyatakan faktor eksternal (iklim, edafik/tanah dan biologis) dan faktor internal (laju fotosintesis,

respirasi, pembagian hasil asimilasi dan N, kapasitas untuk menyimpan cadangan makanan, aktivitas
enzim dan pengaruh langsung genetik) akan mempengaruhi pertumbuhan vegetatif tanaman.
Selanjutnya Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa pertumbuhan tinggi bibit disebabkan oleh
pembelahan dan perkembangan sel pada meristem apikal dan sangat dipengaruhi oleh suplai hara dari
media tumbuh. Tersedianya unsur hara dalam jumlah yang memadai akan meningkatkan laju
metabolisme dan proses fisiologi lainnya pada bibit yang akhirnya akan meningkatkan laju
pertumbuhan bibit.
Dari Tabel 1 terlihat bahwa hasil analisis sidik ragam berpengaruh tidak nyata pada uji
DNMRT taraf 5%. Rata-rata jumlah anakan produktif dihasilkan oleh galur 9. BP4110-1D-28-3 yaitu
15 batang. Jumlah anakan galur 9 lebih banyak bila dibandingkan dengan varietas pembanding
sebanyak 14 batang dan 13 batang. Ini kemungkinan dipengaruhi secara genetik oleh asal dari induk
persilangan yang menghasilkan galur 9. Selain itu, jumlah anakan ini juga dipengaruhi oleh proses
fotosintesis yang berlangsung didalam tanaman tersebut.
Selain itu faktor pemupukan juga menjadi salah satu penentu banyak atau sedikitnya jumlah
anakan. Pupuk yang mempunyai peranan dalam penentuan jumlah anakan adalah pupuk N. N
mempunyai fungsi untuk memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman (Hardjowigeno, 2003)
termasuk jumlah anakan yang dihasilkan.
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa rata-rata umur berbunga tercepat adalah pada galur
9 (BP4110-1D-28-3) yaitu 82 HSS. Galur 9 memiliki umur berbunga 50% lebih cepat bila
dibandingkan dengan varietas pembanding. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh proses fotosintesis

yang berlangsung didalam tumbuhan dan juga distribusi fotosintat di dalam tumbuhan tersebut. Selain
itu, faktor lingkungan seperti intensitas cahaya matahari dan juga air menjadi faktor penentu cepat
atau lambatnya proses pembungaan pada tanaman.

Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap proses pembungaan adalah ketersediaan unsur
P. Doberman dan Fairhust (2000) menyatakan bahwa unsur P bersifat mobil didalam tanaman dan
akan merangsang perkembangan akar dan awal pembungaan. Dengan ketersediaan unsur P yang
cukup di dalam tanaman maka akan mempercepat terjadinya proses pembungaan pada tanaman.
Menurut Hardjowigeno (2003) P mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan
bunga, buah dan biji. Terpenuhinya unsur P dalam tananaman yang dapat diketahui dengan cepat atau
lambatnya terjadinya proses pembungaan pada tanaman. Semakin tercukupi unsur P maka akan
semakin cepat terjadinya proses pembungaan. Namun, kemampuan tanaman dalam menyerap unsur P
juga dipengaruhi oleh pH tanah. Semakin masam pH tanah maka akan semakin sedikit P yang mampu
diserap oleh tanaman karena pada pH tanah yang masam unsur P difiksasi oleh aluminium (Al),
sehingga P menjadi tidak tersedia. Selain itu, ketersediaan unsur P didalam tanaman tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti tanah, namun juga kemampuan tanaman menyerap unsur
tersebut melalui akar. Dimana ini berkaitan dengan ketersediaan unsur K dalam perkembangan akar
tanaman. Unsur K banyak tersedia namun hanya sedikit yang mampu digunakan oleh tanaman yaitu
yang larut dalam air
Bila dilihat dari umur, terlihat bahwa rata-rata umur panen 80 % tercepat dihasilkan oleh

galur: 1) BP2450-15-1; 2) BP2842E-14-2; 3) BP2856-2E-14-1; 4) BP3350-3E-KN-22-2-2*B; 5)
BP3412-2C-12-1; 6) BP3778E-16-3-2-1*B; 7) BP3782C-13-2; 8) BP4108-2D-39-2-2-2; 9) BP41101D-28-3; 10) BP4124-1F-3-2; 11) BP9728-3B-1; 12) BP9736-8B-1; 13) conde dan 14) ciherang
masing-masing pada umur 99 hss (Tabel 2.). Umur berbunga 80% pada galur-galur tersebut lebih
cepat bila dibandingkan dengan varietas pembanding, hal ini kemungkinan juga disebabkan oleh
faktor internal dan eksternal tanaman. Faktor internal yang paling mempengaruhi adalah asal induk
persilangan sedangkan faktor eksternalnya antara lain adalah cahaya matahari dan air, yang secara
tidak langsung akan mempengaruhi terjadinya proses fotosintesis di dalam tanaman. Umur panen juga
dipengaruhi oleh ketersediaan unsur P di dalam tanaman. Menurut Hardjowigeno (2003) unsur P
dapat mempercepat proses pematangan tanaman, sehingga kemampuan tanaman dalam menyerap
unsur P juga mempengaruhi cepat atau lambatnya tanaman dapat dipanen.
Tabel 2. Rataan umur panen 80 %, jumlah gabah per malai dan bobot 1000 butir.
Galur/Varietas
1. BP2450-15-1
2. BP2842E-14-2
3. BP2856-2E-14-1
4. BP3350-3E-KN-22-2-2*B
5. BP3412-2C-12-1
6. BP3778E-16-3-2-1*B
7. BP3782C-13-2
8. BP4108-2D-39-2-2-2
9. BP4110-1D-28-3
10. BP4124-1F-3-2
11. BP9728-3B-1
12. BP9736-8B-1
13. Conde
14. Ciherang

Umur panen
% (hss)
99 b
99 b
99 b
99 b
99 b
99 b
99 b
99 b
99 b
101 a
99 b
101 a
99 b
99 b

80

Jumlah Gabah Per
Malai (butir)

Bobot 1000 butir
(gram)

86 c
85 c
83 c
91 bc
87 c
121 a
87 c
105 abc
93 bc
95 abc
99 abc
115 ab
104 cbc
87 c

29,2 abc
28,5 abcde
26,8 def
27,8 bcdef
28,9 abcd
27,2 cdef
25,9 f
27,2 cdef
26,2 ef
25,9 f
30,3 a
27,8 bcdef
29,9 ab
27,5 cdef

Keterangan: Angka-angka pada lajur yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT
pada taraf 5 %.

Sedangkan untuk rata-rata jumlah gabah terbanyak adalah pada galur 6. BP3778E-16-3-21*B (121 butir). Jumlah gabah ini kemungkinan dipengaruhi oleh jumlah anakan produktif yang
dihasilkan oleh tanaman dan kaitannya dengan distribusi fotosintat hasil fotosintesis serta juga kondisi
lingkungan ketika pengisian butir.
Rata-rata bobot 1000 gram terbesar adalah galur 11. BP9728-3B-1 yaitu 30,3 gram. Bobot
1000 butir galur 11 lebih tinggi bila dibandingkan dengan varietas pembanding yang berdasarkan
deskripsinya memiliki bobot 1000 butir sebesar 28 gram. Ini kemungkinan disebabkan terkait dengan
faktor internal dan eksternal yang berakitan dengan jumlah anakan pada tanaman. Faktor internal

yang paling berpengaruh adalah induk asal persilangan tanaman yang membentuk galur 11,
berkemungkinan induk persilangan yang menghasilkan galur 11 memiliki bobot 1000 butir yang
cukup besar, sehingga keturunan hasil persilangan pun mempunyai potensi untuk memiliki bobot
1000 butir yang besar.
Bila dilihat dari hasil gabah, hasil pengkajian memperlihatkan rata-rata hasil gabah kering
per plot terbesar adalah pada varietas Conde yaitu 6,50 ton/ha. Hasil gabah dipengaruhi oleh jumlah
anakan yang terdapat pada tanaman. Sesuai dengan pernyataan Peng et al., (1994) dan Lakitan (1993)
melaporkan bahwa kemampuan membentuk anakan produktif merupakan hal penting dalam
penentuan perolehan hasil gabah kemudian yang juga hal ini sangat erat kaitannya terhadap jumlah
gabah per malai per unit area. Karena adanya keterlambatan jadwal tanam mengakibatkan ada
beberapa hama yang menyerang tanaman padi seperti; tikus, burung dan walang sangit yang
menyebabkan areal pertanaman padi menjadi terlambat panen sehingga mempengaruhi hasil gabah
pada pertanaman padi akibat serangan hama. Hama pada tanaman padi dapat menurunkan produksi
padi, tidak hanya itu, serangan hama juga dapat membuat penampilan padi menjadi tidak bagus.
Sedangkan rata-rata panjang malai terpanjang adalah galur 8) BP4108-2D-39-2-2-2G (26,8
cm). Panjang malai ini dipengaruhi oleh proses fotosintesis yang berlangsung di dalam tanaman
terutama berkaitan dengan proses distribusi fotosintat. Panjang malai termasuk pertumbuhan vegetatif
tanaman, pertumbuhan vegetatif ini tidak hanya dipengaruhi oleh distribusi hasil fotosintat tetapi juga
oleh ketersediaan unsur hara N yang berperanan dalam meningkatkan pertumbuhan vegatif tanaman.
Semakin banyak unsur hara yang mampu diserap maka akan semakin baik pertumbuhan tanaman,
karena jumlah unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk meningkatkan pertumbuhannya mampu
tersedia dalam tanaman.
Tabel 3. Hasil gabah kering, panjang malai dan jumlah rumpun yang dipanen.
Galur/Varietas
1. BP2450-15-1
2. BP2842E-14-2
3. BP2856-2E-14-1
4. BP3350-3E-KN-22-2-2*B
5. BP3412-2C-12-1
6. BP3778E-16-3-2-1*B
7. BP3782C-13-2
8. BP4108-2D-39-2-2-2
9. BP4110-1D-28-3
10. BP4124-1F-3-2
11. BP9728-3B-1
12. BP9736-8B-1
13. Conde
14. Ciherang
Keterangan:

Hasil gabah kering
(ton/ha)
5,27 b
4,72 bc
4,67 c
4,90 b
4,90 b
4,94 b
3,38 d
5,99 b
5,48 b
4,43 bc
6,30 a
5,27 b
6,50 a
4,67 bc

Panjang malai
(cm)
21,9 a
23,5 a
21,8 a
23,8 a
25,1 a
23,4 a
21,6 a
26,8 a
23,2 a
23,1 a
22,0 a
23,6 a
24,7 a
22,2 a

Jumlah rumpun yg
dipanen (btg)
336 a
335 a
335 a
330 a
301 a
327 a
323 a
335 a
330 a
332 a
330 a
335 a
330 a
337 a

Angka-angka pada lajur yang diikuti oleh huruf kecil yang sama berbeda tidak nyata menurut uji DNMRT
pada taraf 5 %.

Pada Tabel 3 juga terlihat, bahwa rata-rata jumlah rumpun yang dipanen terbanyak adalah
varietas Ciherang (337 batang). Jumlah rumpun yang terbentuk juga dipengaruhi oleh faktor internal
dan eksternal, diantaranya adalah faktor internal induk asal persilangan dan faktor eksternal meliputi
kondisi tanah dan juga iklim.

KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Galur Harapan Padi
Sawah Irigasi Tipologi Lahan Sawah yang lebih sesuai dibudidayakan di Desa Sei Geringging
Kabupaten Kampar berdasarkan produksi gabah kering giling/ha 2 (dua) tertinggi adalah berturutturut adalah varietas conde (6,50 ton/ha) dan galur No 11 yaitu BP9728-3B-1 (6,30 ton/ha).
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik (BPS). 2009. Provinsi Riau Dalam Angka Tahun 2008. Badan Pusat Statistik
Provinsi Riau. Pekanbaru.
Dobermann, A. and Fairhurst, T.H. 2000. Rice: Nutrient Disorders and Nutrient Management. Potash
and Phosphate Institute (PPI), Potash & Phosphate Institute of Canada (PPIC) and
International Rice Research Institute. ;191p
Gardner, F.P., Pearce, R.B dan Mitchell, R.L. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. alih Bahasa oleh
Susilo, H dari Physiologi of Crop Plants. 1985. UI Press. Jakarta.
Gomez, K. A., dan A. A. Gomez. 1983. Statistical Procedures For Agricultural Research.
International Rice Research Institute, Los Banos, Laguna, Philippines. ;680
Hardjowigeno, S. 2003. Soil Science. Fifth Edition. Akademika Pressindo. Jakarta. ;286
Lakitan, B. 1993. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. ;201
Peng, S., Kush G.S., and Cassman K.G. 1994. Evolution of the new plant ideotype for increased yield
potential. In Cassman K. G. Breaking the yield barrier. International Rice Research Institute.
Manila. Philippines. ;5-20p
Salisbury, F.B dan Ross, C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Penerbit Institut Teknologi
Bandung. Bandung. ;343
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1980. Principles and Procedures of Statistics: A Biometrical
Approach. McGraw-Hill Book Company. New York. ;633
Suseno, H. 1981. Fisiologi Tumbuhan Metabolisme Dasar dan Beberapa Aspeknya. Departemen
Botani., Fakultas Pertanian., Institut Pertanian Bogor. Bogor. ;277