Prosiding Seminar Inovasi Teknologi Pertanian 2012

PEMUPUKAN SPESIFIK LOKASI PADI SAWAH
DAN KAITANNYA DENGAN PENERAPAN KATAM TERPADU
DI SUMATERA BARAT
Azwir dan Winardi
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat
Jalan Raya Padang-Solok KM 40; Kotak Pos 34 Padang 25001
Telp (0755) 31122; Fax. (0751) 31138; E-mail: sumbar_bptp@yahoo.com;

ABSTRAK
Pengelolaan hara spesifik lokasi atau pemupukan berimbang merupakan alternatif dalam mempertahankan atau
meningkatkan produksi beras. Manfaat dan dampak penerapan pupuk spesifik lokasi, yaitu tepat takaran, tepat waktu, dan
jenis pupuk yang diperlukan sesuai, maka pemupukan akan lebih efisien, hasil tinggi, dan pendapatan petani meningkat.
Pencemaran lingkungan dapat dihindari, kesuburan tanah tetap terjaga, dan produksi padi lestari. Terdapat berbagai metode
penetapan pupuk spesifik lokasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain lokasi, bentuk atau jenis pupuk dan fase
pertumbuhan tanaman. Pengkajian di Sumatera Barat merekomendasikan penetapan kebutuhan pupuk diprioritaskan melalui
metode sebagai berikut: 1). Penggunaan uji tanah (PUTS) untuk pupuk N, P dan K; 2). Penggunaan BWD khusus untuk
pemupukan N susulan; 3). Peta status hara untuk pupuk P dan K; 4). Percobaan pemupukan lapangan; dan 5). Analisis tanah.
Namun pengkajian tersebut belum melibatkan penetapan pupuk berdasarkan Permentan 40/2007. Pertimbangan yang
diambil dalam membuat prioritas tersebut, antara lain: kemudahan dalam pelaksanaan, penghematan biaya, sarana/fasilitas
yang tersedia dan tingkat ketelitian yang diharapkan. Dalam mencapai swasembada pangan ditemukan berbagai kendala baik
dari aspek teknis maupun aspek sosial ekonomi, salah satunya perubahan iklim sebagai akibat pemanasan global. Salah satu

antisipasi untuk perubahan iklim tersebut Badan Litbang Pertanian telah menyusun Kalender tanam (Katam) untuk tanaman
pangan, khususnya padi sawah. Dalam perkembangan terakhir (2011) Katam disusun disamping sebagai acuan untuk waktu
dan pola tanam juga dipadukan dengan berbagai informasi, yaitu rekomendasi dan kebutuhan pupuk, varietas, jumlah benih,
informasi wilayah rawan banjir atau kekeringan dan potensi serangan OPT. Rekomendasi pemupukan yang dihasilkan oleh
Katam Terpadu untuk tingkat kecamatan disarankan untuk selalu di diuji silang (cross check) dengan metode lain yang
sudah tersedia di lapangan.
Kata Kunci: pemupukan, spesifik lokasi, padi sawah, katam, Sumatera Barat

PENDAHLUAN
Indonesia dengan jumlah penduduk relatif besar dan kondisi alam (terutama iklim) yang
sulit diprediksi, masalah ketahanan pangan merupakan masalah strategis. Dengan demikian
membangun ketahanan pangan secara nasional, daerah dan masyarakat mutlak diperlukan. Untuk itu
pemerintah selama kurun waktu 2010-2014 telah menetapkan ketahanan pangan berdasarkan 5
komoditas strategis, yaitu padi berkelanjutan, jagung berkelanjutan, kedelai tahun 2014, gula tahun
2014 dan daging sapi tahun 2014. Khusus untuk beras pemerintah menargetkan surplus 10 juta ton
pada tahun 2014. (Panggabean, 2011).
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang rentan terhadap perubahan iklim
global, sebagi efek fenomina gas rumah kaca karena emisi karbon dioksida (CO2) dari bahan bakar
fosil, deforestasi, dan lain-lain. Perubahan iklim berdampak langsung kepada sektor pertanian melaui
degradasi sumberdaya lahan dan rusaknya sistem produksi. Rusaknya sistem produksi karena

terjadinya penciutan areal tanam, gagal panen, produktivitas, mutu dan efisiensi berkurang. Untuk
mengantisipasi dampak perubahan iklim dapat dilakukan beberapa usaha antara lain: (a) penerapan
inovasi teknologi mitigasi dan adaptasi, (b) pengembangan sistem usahatani adaptif, (c) optimalisasi
lahan suboptimal dan (d) pengembangan ristek kedepan (Las dan Surmaini, 2010). Salah satu usaha
yang dilakukan Badan Litbang Pertanian adalah menyusun Kalender Tanam (Katam).
Kalender tanam adalah peta yang menggambarkan potensi pola dan waktu tanam yang
disusun berdasarkan potensi dan dinamika sumberdaya iklim dan ketersediaan air. Peta tersebut
disusun untuk memberikan informasi spasial dan tabular (sampai tingkat kecamatan) pola tanam
tanaman pangan pada lahan sawah berdasarkan variabilitas dan perubahan iklim. Dari tahun 20072010 telah dikembangkan Katam Semi Dinamik Skala 1:250.000 dengan 3 alternatif pola tanam (3
skenario perubahan iklim), awal musim tanam dan pola tahunan (3 musim secara padu), berdasarkan
curah hujan dan potensi ketersediaan air. Dari tahun 2010-2011 telah dikembangkam Katam Dinamik
Skala 1:250.000 yang merupakan pengembangan Katam Semi Dinamik, skenario berdasarkan
prediksi iklim, awal musim tanam (MH, MK1 dan MK2 secara terpisah). Selanjutnya pada tahun

2011 telah dipublikasikan Katam Terpadu Skala 1:250.000 yang merupakan pengembangan Katam
Dinamik, skenario berdasarkan prediksi iklim (musim tanam terdekat), output setiap musim
disebarkan melalui Web/Situs, dipadu dengan rekomendasi pemupukan dan kebutuhan pupuk,
varietas yang sesuai/potensial, kebutuhan benih, informasi wilayah rawan banjir atau kekeringan dan
informasi rawan serangan OPT (Las, 2011).
Pemupukan atau pengelolaan hara spesifik lokasi atau penerapan pupuk berimbang adalah

upaya menyediakan hara yang dibutuhkan tanaman agar tanaman tumbuh optimal. Langkah-langkah
dalam pendekatan pemupukan spesifik lokasi adalah dengan (a) menetapkan tingkat hasil di suatu
lokasi dan musim, bergantung pada iklim, varietas padi, dan pengelolaan tanaman, (b) memanfaatkan
hara tanaman yang berasal dari sumber alami seperti dari dalam tanah, perombakan bahan organik,
residu tanaman, pupuk kandang, dan air irigasi, dan (c) menggunakan pupuk kimia untuk mengisi
kekurangan antara jumlah hara yang diperlukan tanaman sesuai tingkat hasil dengan hara yang secara
alami tersedia. Manfaat dan dampak penerapan pupuk spesifik lokasi, yaitu tepat takaran, tepat waktu,
dan jenis pupuk yang diperlukan sesuai, maka pemupukan akan lebih efisien, hasil tinggi, dan
pendapatan petani meningkat. Pencemaran lingkungan dapat dihindari, kesuburan tanah tetap terjaga,
dan produksi padi lestari. Selain itu dapat mengurangi pemborosan 15 – 20% (Kartaatmadja et al.,
2009).
Ada berbagai metode penetapan pemupukan spesifik lokasi untuk padi sawah dimana antara
satu sama lainnya saling mempunyai kelebihan atau kekurangan. Metode penetapan pupuk yang
efektif dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain jenis atau unsur pupuk, kondisi/kesuburan tanah,
varietas padi yang digunakan, fase pertumbuhan dan kebiasaan petani menggunakan pupuk. Katam
Terpadu sebagai wahana informasi bagi stake holder (pejabat/petugas pertanian atau petani) yang bisa
dipantau secara luas melalui Web/Situs telah mencoba merekomendasikan pemupukan dan jumlah
kebutuhan pupuk per kecamatan. Rekomendasi dan kebutuhan pupuk tersebut sudah barang tentu
melalui salah satu atau kombinasi metode penetapan pupuk.
Berdasarkan pokok-pokok pikiran di atas makalah ini mencoba menelaah aspek-aspek

pemupukan spesifik lokasi untuk tanaman padi sawah dan kaitannya dengan penerapan Katam
Terpadu.
Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi
Terdapat 17 unsur hara esensial untuk tanaman padi yakni C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, S, Fe,
Mn, Zn, Cu, Mo, B, Cl dan Si. Tiga unsur yang disebut pertama (C, H, O) diperoleh tanaman dari
udara atau air, sedangkan unsur yang lain diserap tanaman langsung dari dalam tanah yang berasal
dari bahan mineral tanah. Kecuali C, H dan O unsur esensial dikelompokan menjadi tiga, yaitu unsur
hara primer (N, P dan K), unsur hara sekunder (Ca, Mg dan S) dan unsur hara mikro (Fe, Mn, Zn, Cu,
Mo, B, Si dan Cl) (Cosico, 1992).
Fungsi unsur hara esensial di dalam tanaman padi, diantaranya adalah sebagai berikut: N
(bagian khlorofil, meningkatkan pertumbuhan daun dan gabah); P (meningkatkan pertumbuhan akar
dan mutu gabah); K (meningkatkan pertumbuhan anakan, ukuran gabah dan ketahanan terhadap
penyakit); Ca (memperkuat dinding sel); Mg (bagian khlorofil dan berbagai enzim); S (bagian asam
amino dan aktivator enzim); Fe (bagian khlorofil); Mn (salah satu faktor dalam fotosintesis dan
aktivator enzim); Zn (aktivator enzim); B (katalis dalam tanaman); Mo (terlibat dalam reduksi nitrat
menjadi nitrit; Cu (regulator enzim); Cl (terlibat dalam fotosintesis); dan Si (mempercepat
pertumbuhan akar dan pembentukan malai; membentuk lapisan untuk mencegah serangan jamur dan
serangga) (Cosico, 1992).
Pemupukan padi sawah di Sumatera Barat bervariasi dari suatu ke temapat lainnya. Hal
tersebut disebabkan bervariasinya agroekosistem yang ditempati oleh areal persawahan. Areal sawah

tersebar mulai dari dataran rendah atau pesisir pantai hingga dataran tinggi dengan ketinggian tempat
sekitar 1.200 m dari permukaan laut (dpl) (Anonymous, 2005b). Sawah di Sumatera Barat umumnya
menempati jenis tanah Alluvial, Andosol dan Podzolik Merah Kuning. Reaksi tanah sawah biasanya
masam, kandungan N-total berkisar dari rendah sampai sedang, kandungan C-organik dan C/N
berkisar dari rendah sampai tinggi, sedangkan P-tersedia berkisar dari rendah sampai sangat tinggi.
Kation-kation dapat dipertukarkan, seperti Ca, Mg dan K berkisar dari sangat rendah sampai sedang.
Unsur hara mikro biasanya berkisar dari rendah sampai sedang, kecuali Fe sampai sangat tinggi.

Burbey dan Taher (1983) telah melakukan survey status hara lahan sawah di beberapa
tempat di Sumatera Barat. Beberapa hasil temuan mereka adalah sebagai berikut: 1). Lahan sawah di
Sukarami (Kabupaten Solok) dengan jenis tanah Andosol dibutuhkan pupuk N dan P; 2). Lahan
sawah di Sarilamak (Kabupten Limapuluh Kota) dengan jenis tanah PMK kekurangan N dan K; dan
3). Lahan sawah di Indrapura (Kabupaten Pesisir Selatan) dengan jenis tanah Aluvial atau di
Mapattunggul (Kabupaten Pasaman) dengan jenis tanah Latosol sedikit kekurangan N dan S.
METODE PENETAPAN KEBUTUHAN PUPUK
Winardi (2008) telah mencoba mengkaji berbagai metode penetapan kebutuhan pupuk untuk
padi sawah dengan kasus di Sumatera Barat, yaitu seperti di bawah ini:
Analisis Tanah
Penetapan kebutuhan pupuk dengan cara analisis tanah mempunyai arti yang penting karena
memungkinkan diperolehnya informasi yang lebih banyak mengenai sifat-sifat tanah, baik fisika,

kimia maupun biologi tanah. Parameter yang umum dianalisis untuk program pemupukan antara lain
pH, kandungan bahan organik tanah, unsur-unsur hara makro (N, P, K), unsur-unsur mikro dan tekstur
tanah (Anonymous, 2005a).
Di Sumatera Barat laboratorium tanah dan tanaman sebagai dasar penetapan rekomendasi
pemupukan masih belum memadai. Dari tiga laboratorium tanah dan tanaman yang ada (BPTP
Sumbar; BALITBUTROPIKA; Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas) hanya
instansi yang disebut terakhir yang laboratoriumnya sudah terakreditasi (Komunikasi pribadi dengan
BPTP Sumatera Barat, BALITBUTROPIKA dan Fakultas Pertanian, Universitas Andalas).
Uji Tanah
Teknologi uji tanah adalah suatu kegiatan analisis kimia di laboratorium yang sederhana,
cepat, murah, tepat dan dapat diulang (reproduceable) untuk menduga ketersediaan hara tertentu
dalam tanah dengan tujuan akhir memberikan rekomendasi pemupukan spesifik lokasi yang efisien.
Di Indonesia teknologi uji tanah dapat dilakukan dengan menggunakan alat Perangkat Uji
Tanah Sawah (PUTS) yang dikenal juga dengan istilah ”Paddy Soil Test Kit”. Alat ini digunakan
untuk penetapan rekomendasi pemupukan N, P dan K spesifik lokasi. PUTS dilengkapi dengan
pengekstrak untuk mengukur pH dan kandungan hara N, P dan K tanah di lapangan. Di Indoensia, uji
tanah ini diperkenalkan oleh Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, sekarang: Balai Besar
Sumberdaya Lahan Pertanian (Anonymous, 2005a).
Di Sumatera Barat alat uji tanah (PUTS) hanya dimiliki oleh BPTP Sumatera Barat. Alat
tersebut baru digunakan pada tingkat penelitian dan pengkajian. Berdasarkan kajian yang dilakukan,

satu unit PUTS dapat digunakan untuk menganalisis 50 sampel tanah. Dengan harga per unit alat
Rp.750.000,- berarti biaya penetapan kebutuhan pupuk Rp.15.000,- per sampel tanah.
Bagan Warna Daun (BWD)
Penggunaan Bagan Warna Daun (BWD) merupakan cara sederhana untuk menentukan
takaran pupuk N yang tepat. Dasar kerja alat ini menduga kecukupan pasokan nitrogen dalam jaringan
tanaman dengan memperhatikan tingkat kehijauan warna daun. Alat ini sama sekali tidak
berhubungan dengan pendugaan ketersediaan nitrogen di dalam tanah. Menurut informasi Balai
Penelitian Tanaman Padi (Komunikasi pribadi), BWD yang merupakan produk dari IRRI tersebut bisa
dipesan di Balai Penelitian Tanaman Padi tersebut dengan harga Rp.10.000,- per unit.
Hasil pengkajian yang dilakukan pada lahan sawah irigasi Lubuk Basung, Kabupaten Agam
menununjukan bahwa Pemberian N secara BWD dengan takaran 155,5 kg Urea/ha memberikan
efisiensi pemupukan tertinggi dibanding cara petani (225 kg Urea/ha) atau pupuk rekomendasi umum
(200 kg Urea/ha) untuk varietas IR 42 (Abdullah et al (2000). Hasil pengkajian lain menunjukan
bahwa penggunaan BWD bisa menghemat pemakaian Urea 45-90 kg/ha (Buharman et al, 2004).

Peta Status Hara
Berdasarkan Peta Status P dan K sawah skala 1:50.000 telah dilakukan kalibrasi kebutuhan
pupuk P dan K untuk sawah berstatus P rendah dan K rendah di Kota Pariaman selama musim tanam
2004/2005. Hasil penelitian menunjukan bahwa untuk sawah berstatus P rendah direkomendasikan
pupuk P dengan dosis 100-125 kg SP-36/ha. Sedangkan untuk sawah berstatus K rendah diperlukan

pemupukan K sebanyak 100-125 kg KCl/ha (Burbey, 2007a).
Penelitian pemakaian pupuk P dan K pada sawah dengan status P sedang dan tinggi serta
status K sedang dan tinggi juga telah dilakukan di Kabupaten Padang Pariaman dan Kota Pariaman
tahun 2007. Hasil penelitian menunjukan bahwa untuk lahan sawah dengan status P sedang dan tinggi
dibutuhkan pupuk fosfat masing-masing 75 dan 50 kg SP-36/ha. Selanjutnya untuk lahan sawah
dengan status K sedang dan tinggi, secara berturut-turut dibutuhkan 75 dan 50 kg KCl/ha (Burbey,
2007b).
Terlihat disini bahwa peta status hara bermanfaat dalam menentukan rekomendasi
pemupukan spesifik lokasi. Oleh sebab itu peta status hara P dan K yang sudah ada baik skala
1:50.000 maupun skala 1:250.000 bisa digunakan sebagai arahan pemupukan P dan K spesifik lokasi
untuk padi sawah di Sumatera Barat.
Percobaan Pemupukan Lapangan
Percobaan pemupukan lapangan merupakan kegiatan aspek pemupukan untuk melihat
pengaruh lokasi, musim, kultivar dan tingkat pengelolaan yang diterapkan. Percobaan pemupukan
lapangan bisa terdiri dari program jangka pendek (short term) yakni untuk beberapa musim atau
jangka panjang (long term) yang memerlukan waktu beberapa tahun. Apabila percobaan lapangan
dilaksanakan dan dikelola dengan baik maka hasilnya bisa dihandalkan untuk penetapkan
rekomendasi pemupukan (Anonymous, 1988).
Percobaan pemupukan untuk padi sawah di Sumatera Barat selama ini banyak dilaksanakan
oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat yang semula merupakan bagian dari

Lembaga Pusat Penelitian Pertanian. Untuk percobaan pemupukan lapangan dibutuhkan perencanaan
khusus, tenaga pelaksana yang mampu untuk itu dan pembiayaan relatif mahal. Dibutuhkan dana
sekitar Rp. 20.000.000,- untuk satu unit percobaan pemupukan lapangan.
Selain metode yang disebut di atas terdapat pula penetapan pupuk berdasarkan Peraturan
Menteri Pertanian No. 40 Tahun 2007 (Permentan 40/2007). Peraturan Menteri Pertanian No. 40/2007
mengatur jumlah dan jenis pupuk untuk pertanaman padi hampir diseluruh kecamatan di Indonesia
yakni pupuk tunggal (N, P dan K). Penetapan pupuk N pada dasarnya ditetapkan berdasarkan
produktivitas padi yakni rendah (< 5 t/ha), sedang (5-6 t/ha) dan tinggi (> 6 t/ha). Sedangkan
kebutuhan pupuk P dan K berdasarkan peta status hara P dan K (skala 1:250.000 atau 1:50.000).
Rekomendasi pemupukan tersebut juga melibatkan pengelolaan bahan organik (Anonymous, 2007).
Contoh kebutuhan pupuk tanaman padi sawah untuk Kabupaten Limapuluh Kota, ProVinsi Sumatera
Barat ( Tabel 1).

Tabel 1. Acuan rekomendasi pupuk padi sawah di berbagai kecamatan, Kabupaten Limapuluh Kota,
Provinsi Sumatera Barat berdasarkan permentan 40/2007.
Acuan Rekomendasi Pupuk (kg/ha)
Tanpa bahan organik
5 ton jerami/ha
2 ton pupuk kandang/ha
Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl Urea

SP-36
KCl

No

Kecamatan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13


Paya Kumbuh
Luhak
Harau
Guguk
Suliki Gunung Mas
Gunung Mas
Kapur Sembilan
Pangkalan Karo Baru
Akabiluru
Lareh Sago Halaban
Situjuh Limo Nagari
Mungka
Bukit Barisan

250
250
250
250
250
250
250
250
250
250
250
250

75
75*
100*
100*
100
100
100
75
75*
75*
100*
100

50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50
50

230
230
230
230
230
230
230
230
230
230
230
230

75
75*
100*
100*
100
100
100
75
75*
75*
100*
100

0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

225
225
225
225
225
225
225
225
225
225
225
225

25
25*
50*
50*
50
50
50
25
25*
25*
50*
50

30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30
30

INFORMASI PUPUK DALAM KATAM TERPADU
Dari tahun 2007-2010 telah dikembangkan Katam Semi Dinamik Skala 1:250.000 dengan 3
alternatif pola tanam (3 skenario perubahan iklim), awal musim tanam dan pola tahunan (3 musim
secara padu), berdasarkan curah hujan dan potensi ketersediaan air. Dari tahun 2010-2011 telah
dikembangkan Katam Dinamik Skala 1:250.000 yang merupakan pengembangan Katam Semi
Dinamik, skenario berdasarkan prediksi iklim, awal musim tanam (MH, MK1 dan MK2) secara
terpisah (Las, 2011).
Katam Terpadu Skala 1:250.000 yang dipublikasikan pada tahun 2011 merupakan
pengembangan Katam Dinamik, skenario berdasarkan prediksi iklim (musim tanam terdekat), output
setiap musim disebarkan melalui Web/Situs, dipadu dengan rekomendasi dan kebutuhan pupuk,
varietas sesuai/potensial, kebutuhan benih serta informasi wilayah rawan banjir atau kekeringaan dan
rawan OPT (Anonymous, 2011).
Informasi pemupukan yang bisa diakses dari Katam Terpadu adalah rekomendasi
pemupukan dan kebutuhan pupuk untuk setiap kecamatan. Rekomendasi pupuk dibuat berdasarkan
Peta status hara P dan K dan Permentan 40/2007. Untuk itu Tim Katam melakukan perbaikan
terhadap Peta Status P dan K yang sudah ada serta menyusunnya untuk wilayah yang belum
mempunyai peta tersebut, yaitu untuk 15 provinsi di luar Jawa. Keluaran yang diperoleh adalah Peta
status hara P dan K skala 1:250.000. Sedangkan Permentan 40/2007 direvisi, yaitu merubah
rekomendasi pupuk tunggal menjadi pupuk majemuk NPK 20-10-10 (NPK Pelangi), NPK 15-15-15
(NPK Phonska) dan NPK 30-6-8 (NPK Kujang). Kemudian penggunaan pupuk majemuk disusul
dengan pemberian Urea dan dikombinasikan dengan pupuk organik. Sedangkan total kebutuhan
pupuk setiap kecamatan adalah dengan perbanyakan antara dosis rata-rata per ha dengan luas areal
sawah. Contoh rekomendasi pemupukan di Kabupaten Indramayu dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rekomendasi pemupukan NPK Phonska (15-15-15) Kabupaten Indramayu berdasarkan
rekomendasi Katam Terpadu.
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.

Kecamatan
Haurgelis
Gabuswetan
Cikedung
Leles
Kertasemaya
Karangampel
Jatinyuat
Sliyeg
Indramayu
Lohbener
Sindang
Kandanghaur
Anjatan
Bongas
Widasari
Krangkeng
Kedokan
Cantigi
Arahan
Sukra

Acuan Rekomendasi Pupuk NPK 15-15-15 (kg/ha)
Tanpa bahan organik
2 t/ha kompos jerami
2 t/ha pupuk kandang
NPK
Urea
NPK
Urea
NPK
Urea
300
300
225
225
225
225
225
225
225
225
225
225
225
225
225
225
225
225
225
225

200
200
225
225
225
225
225
225
225
225
225
225
225
225
225
225
225
225
225
225

150
150
150
150
150
150
150
150
150
150
150
150
150
150
150
150
150
150
150
150

250
250
250
250
250
250
250
250
250
250
250
250
250
250
250
250
250
250
250
250

300
300
150
150
150
150
150
150
150
150
150
150
150
150
150
150
150
150
150
150

200
200
250
250
250
250
250
250
250
250
250
250
250
250
250
250
250
250
250
250

Umumnya penetapan kebutuhan pupuk P dan K dewasa ini termasuk untuk kebutuhan
Katam Terpadu adalah berdasarkan peta status hara berskala 1:250.000 sesuai ketersediaan peta yang
ada. Demikian juga penetapan pupuk tunggal N, P, K melalui Permentan 40/2007 untuk tingkat
kecamatan juga berdasarkan peta berskala 1:250.000. Rekomendasi pupuk tunggal inilah yang
kemudian direvisi menjadi pupuk majemuk untuk kebutuhan Katam Terpadu. Dengan menggunakan
skala 1:250.000, kedua penetapan diperkirakan belum memadai untuk memenuhi kaedah penetapan
pemupukan spesifik lokasi. Hal tersebut disebabkan skala peta yang digunakan belum bersifat
operasional. Dilain pihak sudah tersedia pula metode lain penetapan pupuk spesifik lokasi seperti
diuraikan sebelumnya.
Dengan demikian dalam penerapan Katam Terpadu rekomendasi pupuk yang dikeluarkan
perlu dikoreksi dengan metode lain yang lebih sesuai atau memungkinkan. Untuk menentukan
metode yang sesuai atau memungkinkan dapat dilakukan melalui pengkajian yang dilakukan oleh
Winardi (2008). Dalam pengkajian yang dilakukan untuk kasus Sumatera Barat, prioritas penetapan
rekomendasi pupuk adalah sebagai berikut: 1) Penggunaan uji tanah (PUTS) untuk pupuk N, P dan K;
2) Penggunaan BWD khusus untuk pemupukan N susulan; 3) Peta status hara untuk pupuk P dan K;
4) Percobaan pemupukan lapangan; dan 5) Analisis tanah. Namun pengkajian tersebut tidak
melibatkan penetapan pupuk berdasarkan Permentan 40/2007. Pertimbangan yang diambil dalam
membuat prioritas tersebut, antara lain: kemudahan dalam pelaksanaan, penghematan biaya,
sarana/fasilitas yang tersedia dan tingkat ketelitian yang diharapkan.
Meskipun untuk rekomendasi pemupukan informasi yang diberikan Katam Terpadu perlu
dikoreksi untuk setiap lokasi namun informasi jumlah kebutuhan pupuk diharapkan bisa digunakan
sebagai panduan umum jumlah kebutuhan pupuk per kecamatan.

KESIMPULAN DAN SARAN
1. Pemupukan spesifik lokasi merupakan hal yang penting dilakukan untuk pertanaman padi sawah
sebagai akibat bervariasinya agroekosistem, varietas padi dan pengelolaan pemupukan.
2. Terdapat berbagai metode penetapan pupuk spesifik lokasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor,
antara lain; lokasi, bentuk atau jenis pupuk dan fase pertumbuhan tanaman.
3. Di Sumatera Barat penetapan kebutuhan pupuk diprioritaskan melalui metode sebagai berikut: 1)
Uji tanah dengan PUTS untuk pupuk N, P dan K; 2) Penggunaan BWD khusus untuk pemupukan
N susulan; 3) Peta status hara untuk pupuk P dan K; 4) Percobaan pemupukan lapangan; dan 5)
Analisis tanah. Namun pengkajian tersebut tidak melibatkan penetapan pupuk berdasarkan
Permentan 40/2007. Pertimbangan yang diambil dalam membuat prioritas tersebut, antara lain;
kemudahan dalam pelaksanaan, penghematan biaya, sarana/fasilitas yang tersedia dan tingkat
ketelitian yang diharapkan.
4. Untuk mengantisipasi perubahan iklim Badan Litbang Pertanian telah menyusun Katam sebagai
acuan waktu dan pola tanam tanaman pangan (padi dan palawija). Katam Terpadu merupakan
versi Katam yang dipadukan dengan berbagai informasi, termasuk rekomendasi dan kebutuhan
pupuk tingkat kecamatan.
5. Rekomendasi pemupukan yang dihasilkan oleh Katam Terpadu untuk tingkat kecamatan
disarankan untuk selalu di diuji silang (cross check) dengan metode lain di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, S., Azwir dan Ardimar. 2000. Efisiensi pemupukan nitrogen berdasarkan Bagan Warna
Daun (BWD) pada lahan sawah irigasi Lubuk Basung. Makalah disampaikan pada Seminar
Nasional Ketahanan Pangan dan Agribisnis. Padang, 21-22 November 2000.
IRRI. 1988. Soil fertility. International Rice Research Institut. Los Banos, Philippines.
Puslitbangnak. 2005a. Satu abad kiprah lembaga penelitian tanah Indonesia 1905-2005. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor.
Bappeda Prov. Sumbar. Sumatera Barat Dalam Angka. Bappeda Provinsi Sumatera Barat. Padang.
Departemen Pertanaian. 2007. Peraturan Menteri Pertanian No. 40/Permentan/03/2007 tentang
penyempurnaan rekomendasi pemupukan N, P dan K pada padi sawah spesifilokasi.
Departemen Pertanian. Jakarta.
Buharman B., N. Hosen dan Imran. 2004. Overview Rekomendasi Paket Teknologi Pertanian BPTP
Sumatera Barat 1998-2003. Prosd. Seminar Nasional Kontribusi Hasil-hasil
Penelitian/Pengkajian Spesifik Lokasi Mendukung Pembangunan Pertanian Sumatera Barat.
Sukarami, 26-27 Januari 2004. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian.
Bogor. ;70-91
Burbey. 2007a. Tanggap Padi Sawah Terhadap Pemupukan Kalium Pada Status Kalium Tanah
Rendah. Jurnal Ilmiah Tambua VI(1). Universitas Mahaputra Muhammad Yamin. Solok. ;7983.
Burbey. 2007b. Tanggap Padi Sawah Terhadap Pemupukan Kalium Pada Status Kalium Tanah
Sedang dan Tinggi. Jurnal Ilmiah Tambua VI(2). Universitas Mahaputra Muhammad Yamin.
Solok. ;141-148.
Burbey dan A. Taher. 1983. Status hara lahan sawah pada beberapa jenis tanah di Sumatera Barat.
Pemberitaan Penelitian Sukarami. Balitan Sukatami. Solok. 2:9-14.
Cosico, W. C. 1992. Mineral nutrition of the rice plant. Department of Soil Science, University
Philippines at Los Banos.
Kartaatmadja, S., E. Suhartatik, I.G. Ismail, E. Jamal, Sunihardi, A. Kasno, A. Subaedi dan R.
Buresh. 2009. Piranti Lunak Pemupukan Padi Sawah Spesifik Lokasi. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Las I. 2011. Perubahan Iklim Dan Pengantar Umum Penyusunan Atlas Katam Terpadu. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta.
Lal, I., dan E. Surmaini. 2010. Variabilitas dan Perubahan Iklim Dalam Sistem Produksi Padi
Nasional: Dampak dan Tantangan. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Hasil Hasil
Penelitian Padi. Sukamandi, 24 Oktober 2010.
Panggabean, G. 2011. Menjaga Stabilitas Harga dan Akses Pangan Menuju Ketahanan Pangan
Nasional. Sinar Tani, Edisi 19-25 Joktober 2011 No. 3427 Tahun XLII.
Winardi. 2008. Status Pemupukan Padi Sawah Pada Lahan Irigasi Di Sumatera Barat. Prosd. Seminar
Nasional dan Dialog Sumberdaya lahan Peranian. Buku II (Teknologi Pengelolaan Sumberdaya
Lahan) di Bogor, 18-20 November 2008. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lahan Pertanian. ;383-399.