Prosiding Seminar Inovasi Teknologi Pertanian 2012

KAJIAN KERAGAAN VARIETAS UNGGUL BARU (VUB) PADI
DI KECAMATAN BANTIMURUNG KABUPATEN MAROS
SULAWESI SELATAN
1

Maintang, 1Asriyanti Ilyas 2Edi Tando, 3Yahumri
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan
2
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Tenggara
3
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu
1

ABSTRAK
Teknologi budidaya dan penggunaan Varietas Unggul Baru merupakan salah satu komponen utama dalam
meningkatkan produktivitas padi. Kajian bertujuan untuk mengetahui keragaan pertumbuhan dan produktivitas beberapa
varietas unggul baru padi. Pengkajian dilaksanakan di lokasi Laboratorium Lapangan (LL) di area sekolah Lapang
Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) padi sawah irigasi di Kelurahan Kala’birang Kecamatan Bantimurung, Kabupaten
Maros, Sulawesi Selatan pada Musim kering (MK) tahun 2010. Metode yang digunakan adalah demplot di lokasi LL
(Laboratorium Lapang) pada lahan seluas 0,25 ha. Kelompok perlakukan adalah varietas unggul baru Inpari 3, Inpari 4 dan
Ciherang. Pengkajian menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dan sebagai kelompok perlakuan adalah 3 VUB

tersebut dan melibatkan 5 petani kooperatif sebagai ulangan. Data dianalisis sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji nilai
tengah menggunakan DMRT pada taraf 5 %. Hasil kajian menunjukkan Varietas unggul baru Inpari 3 memberikan keragaan
pertumbuhan dan hasil yang tidak berbeda dengan varietas Inpari 4 tetapi berbeda nyata dengan Ciherang. Varietas yang
paling sesuai dan berdaya hasil tinggi di lokasi pengkajian adalah varietas Inpari 3 dan Inpari 4 dengan produktivitas 7,08
t.ha-1 GKP dan 6,94 t.ha-1 GKP dan berbeda nyata dengan varietas Ciherang 4.91 t.ha-1 GKP.
Kata kunci : inpari 3 dan 4, varietas unggul baru (VUB), Bantimurung

PENDAHULUAN
Teknologi budidaya dan penggunaan varietas unggul padi merupakan salah satu komponen
utama teknologi yang berperan sangat dominan dalam meningkatkan produktivitas dan produksi
beras. Peran peningkatan produktivitas (teknologi) dalam peningkatan produksi padi mencapai
56,10%, perluasan areal 26,30% dan 17,60% oleh interaksi keduanya. Sementara itu peran varietas
unggul bersama pupuk dan air dalam peningkatan produktivitas mencapai 75% (Susanto dan Daradjat,
2003). Inovasi teknologi untuk kedua aspek ini terus diperbaiki, baik yang menggunakan label System
of Rice Intensification (SRI) maupun Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT).
PTT merupakan suatu strategi untuk mengantisipasi penurunan pertumbuhan produksi padi
dengan memperbaiki pendekatan program Insus dan Supra Insus yang popular pada era orde baru.
Pendekatan tersebut mengakomodasi prinsip sinergisme dalam penyusunan komponen paket
teknologi dengan memperhatikan konteks sosial ekonomi masyarakat tani dan ekosistem.
Badan Penelitian dan pengembangan Pertanian telah banyak menghasilkan varietas unggul

baru (VUB) yang mempunyai potensi hasil tinggi dan tahan terhadap penyakit utama padi misalnya
Inpari 1, Inpari 3, Inpari 6, Inpari 4 dan Ciherang. Potensi hasil ke lima VUB tersebut berturut-turut
adalah 10 t/ha, 7,52 t/ha, 7,5 t/ha,8,80 t/ha dan 8,5 t/ha (Suprihatno et all., 2009). Hasil Penelitian di
Sukamandi (MK 2002-MH 2002/2003) menunjukkan beberapa varietas seperti VUTB Fatmawati,
Gilirang, Ciherang memberi hasil antara 13-24 % lebih tinggi daripada IR64, sedangkan pada petak
demontrasi pada musim tanam 2003 di lahan petani di Takalar Sulawesi Selatan, melalui pendekatan
PTT, VUB tersebut memberi hasil antara 8-31 % lebih tinggi dibanding ciliwung yang popular di
kalangan petani setempat (Las et al., 2004).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaan pertumbuhan dan produktivitas
beberapa varietas unggul baru yang ditanam pada demplot dilokasi SL-PTT padi di Kelurahan
Kala’birang Kecamatan Bantimurung, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan.

BAHAN DAN METODA
Pengkajian dilaksanakan di lokasi LL di area sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman
Terpadu (SL-PTT) padi sawah irigasi di Kelurahan Kala’birang Kecamatan Bantimurung, Kabupaten
Maros, Sulawesi Selatan pada musim kering April tahun 2010.
Pengkajian disusun dengan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan melibatkan
5 petani kooperatif sebagai ulangan. Kelompok perlakukan adalah varietas unggul baru Inpari 3,
Inpari 4 dan Ciherang. Luas petak masing-masing varietas adalah 50 m x 16,6 m (830 m2). Bibit
ditanam pada umur 18-20 hari setelah sebar dengan jumlah bibit 1-3 batang per lubang. Sistem tanam

Jajar Legowo 2:1 dengan jarak tanam( (20 x10) x 40) cm.
Lahan diolah dengan sempurna yaitu dibajak dengan traktor satu kali, kemudian digaru dan
diratakan. Dosis pupuk urea ditentukan berdasarkan bagan warna daun ( BWD) sedangkan dosis
untuk pupuk P dan K berdasarkan Perangkat uji tanah sawah (PUTS). Pemupukan pertama dengan
100 Kg Urea, 100 kg SP-36 dan 200 kg Ponska / ha pada umur 10 hari setelah tanam (HST).
Pemupukan ke dua dengan 50 Kg Urea pada umur 23-28 HST dan pemupukan ketiga dengan 50 kg
Urea/ha pada umur 38-42 HST. Pengendalian organisme penganggu tanaman (OPT) dilakukan
dengan cara pengamatan OPT dan pengendalian secara fisik dan mekanis.
Pengambilan data dilakukan dengan pengamatan terhadap tinggi tanaman dan jumlah
anakan produktif dilakukan pada akhir fase vegetatif tanaman. Pengamatan terhadap komponen
produksi yang terdiri dari Jumlah malai tiap rumpun, bobot gabah 1.000 butir dilakukan pada saat
panen. Produksi gabah kering panen (GKP) diperoleh dari hasil ubinan seluas 6,25 M2. Data dianalisis
sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji nilai tengah menggunakan DMRT pada taraf 5 %(Gomez dan
gomez, 2010).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaan pertumbuhan tinggi tanaman ketiga VUB berdasarkan hasil analisis statistik
menunjukkan perbedaan yang tidak nyata. Tinggi Tanaman berkisar antara 107,60 – 100,88 cm dan
jumlah anakan produktif 14,50 – 16,26 (Tabel 1).
Tabel 1.
No

1
2
3

Keragaan beberapa varietas unggul baru terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan di
Kelurahan Kala’birang Kabupaten Maros pada Tahun 2010.
Varietas
Inpari 3
Inpari 4
Ciherang

Tinggi Tanaman (cm)

∑ Anakan Produktif (btg)

107,60
105,78
100,88

16,26

14,76
14,50

Tinggi Tanaman
Varietas Inpari 3 memiliki tinggi tanaman terbesar dan terendah pada Ciherang. Perbedaan
yang tidak nyata menunjukkan bahwa ketiga varietas memiliki respon yang sama dalam hal
penyerapan unsur hara, cahaya dan faktor tumbuh lainnya yang digunakan untuk pertumbuhan tinggi
tanaman. Seluruh komponen teknologi dalam PTT dipadukan untuk dapat memberikan ruang tumbuh
optimal bagi tanaman serta memaksimalkan kemampuan tanaman untuk memanfaatkan seluruh
potensi yang ada pada tanah dan lingkungan untuk mendukung pertumbuhan sesuai dengan potensi
genetiknya. Perakitan varietas unggul diarahkan pada varietas yang memiliki pertumbuhan tinggi
tanaman yang sedang (90 -115 cm) serta karakter batang yang kokoh sehingga tidak mudah rebah
(Arafah, 2006). Hasil penelitian Prajitno et al., (2005) menunjukan bahwa penampilan padi makin
tinggi tidak diikuti makin tingginya hasil yang dicapai, bahkan sebaliknya. Hal ini ditunjukkan dengan
nilai korelasi -0,147 yang artinya ada gejala makin rendah hasil suatu genotipe padi apabila tinggi
tanamannya makin tinggi. Tanaman padi yang pendek biasanya tahan rebah sehingga akan
mengurangi kegagalan panen. Oleh karena itu, batang yang kokoh dan pendek merupakan sifat yang
dibutuhkan untuk meningkatkan potensi hasil.

Terkait dengan preferensi petani terhadap karakter tinggi tanaman, umumnya petani

memilih ukuran tinggi tanaman sekitar 100 cm dengan alasan untuk memudahkan dalam merontok
atau dengan menggunakan alat mesin treser (Djatiharti dan Rusnandar, 2008). Ketiga VUB yang diuji
memperlihatkan pertumbuhan tinggi tanaman yang tergolong sedang, sehingga sesuai dengan
preferensi petani dan diharapkan pertumbuhan tinggi tanaman tersebut mampu mendukung
pencapaian potensi hasil yang maksimal.
Jumlah Anakan Produktif
Anakan produktif dimaksudkan sebagai anakan yang produktif menghasilkan malai sebagai
tempat kedudukan biji/ bulir padi. Varietas unggul baru (VUB) biasanya mempunyai 20-25 anakan,
namun hanya 14-15 anakan yang malainya dapat dipanen, dengan jumlah gabah per malai 100-130
butir. Hal ini disebabkan anakan yang tumbuh belakangan terlambat masak sehingga tidak dapat
dipanen. Anakan utama juga cenderung menghasilkan gabah yang lebih tinggi dari anakan kedua,
ketiga dan seterusnya. Berdasarkan Tabel 1. Hasil analisis anakan produktif menunjukkan perbedaan
yang tidak nyata antara inpari 3, inpari 4 dan ciherang (16,26; 14,76 dan 14,50 btg/rumpun), dimana
anakan produktif terbanyak dimiliki oleh varietas Inpari 3 yaitu 16,26 btg/rumpun, sedangkan anakan
produktif terendah dimiliki oleh varietas Ciherang 14,50 btg/rumpun. Jumlah anakan adalah salah
satu karakter penting dalam suatu varietas unggul, hal ini terkait dengan jumlah malai yang bisa
dihasilkan. Jumlah malai merupakan salah satu karakter tanaman yang dapat menentukan
produktivitas tanaman, sama halnya dengan hasil penelitian Ahmad dan Pratama (2008) menunjukkan
bahwa jumlah malai berkorelasi positif nyata terhadap hasil tanaman.
Penelitian lain yang dilakukan pada varietas hibrida super memperlihatkan bahwa tingginya

hasil yang dicapai pada varietas hibrida super dikontribusi oleh adanya perbaikan pada malai.
Perbaikan yang dimaksud dalam hal jumlah malai, jumlah bulir per malai serta ukuran dan panjang
malai, dimana malai pada varietas hibrida super memiliki 9,62 % jumlah bulir lebih banyak dibanding
dengan varietas hibrida biasa (Huang Ming et al, 2011). Hal ini berarti jika ingin meningkatkan
potensi hasil dapat dilakukan dengan cara memperbaiki karakter malai (jumlah, panjang dan jumlah
bulir per malai). Jumlah anakan 10 dengan 200 gabah/malai akan mempunyai hasil yang lebih banyak
dibanding dengan anakan 15 dengan 100 butir gabah/malai (Prajitno et all., 2005).
Bobot Gabah Per 1000 Butir
Bobot 1000 biji berkisar antara 12,58-14,60 dan menunjukkan perbedaan yang tidak nyata
antara ketiga VUB (Tabel 2).
Tabel 2. Keragaan komponen produksi dan hasil beberapa varietas unggul baru
Kala’birang Kabupaten Maros pada Tahun 2010.
No
1.
2.
3.

Varietas
Inpari 3
Inpari 4

Ciherang

di Kelurahan

Bobot gabah 1000 butir (grm)

Produksi GKP (ton/ha)

14,60
13,32
12,58

7,08 a
6,94 a
4,91 b

Keterangan : Angka-angka pada satu kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada taraf nyata 5 % menurut uji
Duncan.

Bobot 1000 biji juga merupakan salah satu faktor komponen yang menentukngsung

terhadap hasil padi dan juga mempunyai korelasi positif. Terjadinya korelasi positif sebagai akibat
gen-gen pengendali antara karakter yang berkorelasi sama-sama meningkat. Keadaan demikian juga
dikemukakan oleh Suhartini dkk, 1999 yang mengemukakan bahwa bobot 1000 biji mempunyai
hubungan yang erat dengan hasil sehingga merupakan faktor penduga yang efektif terhadap hasil.
Hasil penelitian lain terlihat bahwa makin tinggi berat 1000 butir gabah tidak selalu diikuti dengan
hasil tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai korelasi antara bobot 1000 butir gabah dengan hasil
sebesar -0,120.
Persentasi gabah isi sangat menentukan potensi hasil maksimum suatu varietas padi. Hasil
fotosintat (karbohidrat) dalam batang dan daun, dan translokasinya serta akumulasinya dalam gabah

sangat menentukan tingkat pengisian gabah. Karena itu, daun yang tegak, tebal, sempit dan hijau tua,
serta tidak lekas luruh (tua) sangat dibutuhkan untuk pengisian gabah secara maksimum. Daun yang
tegak dan sempit merupakan daun yang dapat menerima sinar matahari dari pagi sampai sore atau
efisien dalam penangkapan sinar untuk proses fotosintesa. Sedang daun yang tebal dan hijau tua
menandakan mempunyai banyak klorofil sehingga banyak menghasilkan fotosintat; dan daun yang
tidak cepat luruh fotosintat akan dihasilkan sampai menjelang panen. Daun bendera dan satu dibawah
daun bendera merupakan daun yang aktif dalam fotosintesa selama proses pengisian gabah. Enam
puluh persen fotosintat (karbohidrat dalam gabah dihasilkan dari kedua daun tersebut). Karena itu,
bila daun tersebut tidak cepat luruh akan meningkatkan proses pengisian gabah, sehingga hasil bisa
maksimal. Cabang primer malai biasanya menghasilkan butir gabah besar.

Hasil Gabah Kering Panen (GKP)
Pada Tabel 2. Terlihat hasil gabah kering panen (GKP) berkisar antara 4,91-7,08 ton/ha,
yang tertinggi dimiliki oleh varietas Inpari 3 (7,08 ton/ha), disusul oleh varietas Inpari 4 yaitu 6,94
ton/ha dan berbeda nyata dengan varietas Ciherang dengan hasil 4.91 ton/ha. Berdasarkan deskripsi
varietas, Inpari 3 merupakan varietas unggul baru yang dilepas dengan potensi hasil 7,52 ton/ha GKG
sedangkan varietas Inpari 4 dengan potensi hasil 8,80 ton/ha dan Ciherang dengan potensi hasil 8,5
ton/ha. Hasil gabah kering panen yang diperoleh menunjukkan bahwa kedua VUB (Inpari 3 dan Inpari
4) mendekati perolehan hasil sesuai dengan potensi genetiknya.
Potensi hasil suatu varietas padi ditentukan oleh empat komponen, yaitu jumlah malai
persatuan luas, jumlah gabah per malai, persentase gabah isi dan berat 1000 butir gabah. Sifat-sifat
dari VUB adalah: tinggi pendek-sedang (100-130 cm); umur sedang genjah-sedang (110-135 hari);
anakan banyak (>18 batang); malai sedang (100-150 gabah/malai); daun pendek, mendatar-tegak,
hijau sampai hijau-tua; responsif terhadap pemupukan nitrogen. Introduksi VUB diharapkan mampu
meningkatkan produksi 2-3 x lebih tinggi dibandingkan varietas yang ditanam sebelumnya. Hasil
kajian Sirappa et all., (2007), membuktikan bahwa intorduksi varietas unggul baru yang didukung
teknologi lainnya mampu memberikan hasil 21-54% lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa
pencapaian hasil suatu varietas harus didukung oleh teknologi dan lingkungan tumbuh yang optimal.
Dalam pelaksanaan PTT rakitan teknologi yang diterapkan adalah perpaduan antara teknologi PTT
dengan teknologi petani sehingga varietas yang memberikan keragaan pertumbuhan dan hasil yang
lebih baik akan dianggap sebagai varietas yang dapat diintroduksikan sebagai varietas unggul baru

yang mampu beradaptasi dengan baik pada daerah tersebut. Potensi hasilnya dapat ditingkatkan lagi
dengan penerapan teknologi budidaya, dukungan infrastruktur yang memadai, pengelolaan air, tanah
dan tanaman yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan tanaman.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Varietas unggul baru Inpari 3 memberikan keragaan pertumbuhan dan hasil yang lebih tinggi
dibandingkan dengan varietas Inpari 4 dan Ciherang.
2. Varietas yang paling sesuai dan berdaya hasil tinggi di lokasi pengkajian adalah varietas Inpari 3
dengan potensi hasil 7,08 tha-1 GKP, kemudian diikuti varietas Inpari 4 dengan 6,94 t.ha-1 GKP
dan hasil terendah varietas Ciherang 4.91 t.ha-1 GKP.
Saran
1. Disarankan kepada petani di lokasi pengkajian untuk terus mengembangkan VUB Inpari 3 dan
Inpari 4.

DAFTAR PUSTAKA
Arafah. 2006. Kajian Usahatani Padi dengan Metode Pengelolaan Tanaman Terpadu Pada berbagai
Varietas Unggul Baru di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan. Prosd. Seminar Hasil-Hasil
Penelitian dan Pengkajian Spesifik Lokasi. Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi
Pertanian Mendukung Revitalisasi Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi
Selatan Makasar.
BPS Sulawesi Selatan, 2009. Sulawesi Selatan Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi
Selatan. Makasar.
Djatiharti dan Ruskandar. 2008. Adopsi Varietas Unggul dan Preferensi Sifat-Sifat Agronomis
Tanaman Padi Sawah di Tingkat Petani Kab.Ogan Komering Ulu Timur dan Ogan Komering
Ilir. Prosd. Seminar Nasional Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi (hal;13331338).
Gomez K.A. dan Gomez A.A. 2010. Prosedur Statistik Untuk Penelitian Pertanian. Edisi Kedua.
Penerbit UI Press. Jakarta.
Huang Min, Zoo Ying Bin, Jiang Peng, Xia Bing, M.D. Ibrahim dan Ao He-Jun. 2011. Relationship
between Grain Yield Components in Super Hybrid Rice. Agricultural Sciences in China.
Beijing. 10(10):1537-1544.
Kasryono, F dan Effendi, P. 2004. Reposisi Padi dan Beras dalam Perekonomian Nasional. Ekonomi
Padi dan Beras Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Las Irsal, B. Suprihatno, A.A. Daradjat, Suwarno, B. Abdullah dan Satoto. 2004. Inovasi Teknologi
Varietas Unggul Padi.Perkembangan, Arah, dan Strategi ke depan. Ekonomi Padi dan Beras
Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.
Muliadi A., R. Heru Pratama. 2008. Korelasi Antara Komponen Hasil dan Hasil Galur Harapan
Padi Sawah Tahan Tungro. Prosd. Seminar Nasional Padi; Inovasi teknologi padi
mengantisipasi perubahan iklim global mendukung ketahanan pangan (1):165-171. Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi. Sukamandi.
Prajitno A.l. K.S., R. Mudjisihono dan B. Abdullah. 2005. Keragaan Beberapa Genotipe Padi
Menuju Perbaikan Mutu Beras. http://ntb.litbang.deptan.go, diakses Tanggal, 31 Mei 2012.
Sirappa M.P., A.J. Rieuwpassa dan E.D. Waas. 2007. Kajian Pemberian Pupuk NPK pada Beberapa
Varietas Unggul Padi Sawah di Seram Utara. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
Pertanian Vol. 10 (1). Badan Litbang Pertanian. Jakarta. 48 -56.
Suhartini, S., Aan A. Daradjat, Warsono, Sudarno dan W.S. Ardjasa. 1999. Analisis Korelasi dan
Koefisien Lintasan Komponen Hasil Terhadap Hasil Padi Sawah Pada Lahan Keracunan Fe.
Buletin Penelitian Pertanian. Badan Litbang Pettanian. Jakarta. 18(2);1-6.
Suprihatno, B., A.A. Darajat, Satoto, Baehaki, N., Suprihatno, Agus Setyono, S. Dewi Indrasaru,
Moh.Yamin S., dan H. Sembiring, 2009. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi. Sukamandi.
Susanto, U dan A.A. Daradjat. 2003. Perkembangan Pemuliaan Padi Sawah di Indonesia. Jurnal
Penelitian dan Pengembangan.Vol 22 (3). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Jakarta.