Implementasi nilai-nilai religius dan sosial dalam pembelajaran berbasis sentra dan area pada anak usia dini: studi multi kasus di kelompok bermain Muslimat Nahdhatul Ulama 73 Al-Fitriyah Desa Peganden dan kelompok bermain Anggrek Desa Pongangan Kecamatan

(1)

Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik)

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

Memperoleh Gelar Magister dalam Program Studi Pendidikan Agama Islam

Oleh: Fitriyatul Rosidah NIM: F120315208

PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Program Studi Pendidikan Agama Islam, Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.

Semenjak lahir manusia telah dilengkapi dengan fithrah yang harus dikembangkan. Pendidikan merupakan sarana untuk membangun kepribadian seseorang menjadi lebih baik, namun pada kenyataannya pendidikan selama ini masih mengutamakan pengembangan pengetahuan saja, sedangkan nilai-nilai religius dan sosial belum tampak dalam kehidupan sehari-hari, belum lagi canggihnya teknologi yang membawa dampak negatif khususnya bagi anak-anak. Untuk itu diperlukan suatu upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, salah satunya adalah dengan menerapkan nilai-nilai religius dan sosial sejak usia dini, karena dengan pembiasaan nilai-nilai religius sejak dini diharapkan kelak menjadi manusia yang religius dan memiliki sikap sosial yang baik.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui implementasi nilai-nilai religius dalam pembelajaran berbasis sentra dan area di KBM NU 73 Al Fithriyah dan KB Anggrek. 2. Untuk mengetahui implementasi nilai-nilai sosial dalam pembelajaran berbasis sentra dan area di KBM NU 73 Al-Fithriyah dan KB Anggrek. 3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat penerapan nilai-nilai religius dan sosial dalam pembelajaran berbasis sentra dan area di KBM NU 73Al-Fithriyah dan KB Anggrek.

Pendekatan yang digunakan dalam tesis ini adalah pendekatan kualitatif deskriptif, teknik pengumpulan datanya dengan observasi, wawancara dan dokumentasi.

Hasil penelitian ini bahwa 1. Implementasi nilai-nilai religius dalam pembelajaran berbasis sentra dan area di KBM NU 73 Al Fithriyah dan KB Anggrek dilaksanakan melalui pembiasaan: berjabat tangan, mengucap salam, membaca syahadat, belajar membaca al-Qur’an, dan berdo’a; mengintegrasikan nilai-nilai religius dalam pembelajaran, melalui kegiatan spontan, kegiatan yang direncanakan, menciptakan suasana religius, dan melalui kegiatan ekstra kulikuler. 2. Implementasi nilai-nilai sosial dalam pembelajaran berbasis sentra dan area di KBM NU 73 Al Fithriyah dan KB Anggrek melalui pengembangan bidang pembiasaan: jujur, disiplin, tanggung jawab, mandiri, peduli lingkungan dan bersahabat; mengintegrasikan dalam kegiatan pembelajaran, melalui kegiatan spontan, dan kegiatan yang direncanakan. Strategi yang digunakan yaitu: keteladanan, pembiasaan, cerita dan bermain. 3. Faktor pendukung penerapan nilai-nilai religius dan sosial: kebijakan kepala sekolah, pendidik, keluarga, teman sebaya, sarana dan prasarana. Adapun faktor penghambat penerapan nilai-nilai religius dan sosial: kompetensi akademik pendidik, kurangnya dukungan keluarga, sarana dan prasarana yang kurang memadai.


(7)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

MOTTO ... v

ABSTRAK ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

TRANSLITERASI... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Batasan masalah... 10

C. Rumusan Masalah ... 11

D. Tujuan Penelitian ... 12

E. Kegunaan Penelitian ... 12

F. Kerangka Teoritik ... 13

G. Penelitian Terdahulu ... 17

H. Metode Penelitian ... 22

I. Sistematika Pembahasan ... 34

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Nilai-Nilai Religius 1. Pengertian Nilai-Nilai Religius ... 36

2. Tingkatan Perkembangan Religius Anak ... 43

3. Sifat-Sifat Agama Pada Anak ... 45

B. Nilai-nilai Sosial 1. Pengertian Nilai Sosial ... 47

2. Perkembangan Sosial ... 51

3. Pentingnya Perkembangan Sosial Awal Pada Anak ... 54

C. Strategi penerapan Nilai-Nilai Religius Dan Sosial Pada Anak ... 55


(8)

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

A. Kelompok Bermain Muslimat Nahdhatul Ulama 73 Al-Fithriyah

1. Sejarah Berdirinya ... 71

2. Visi-Misi dan Tujuan ... 72

3. Sruktur Organisasi ... 73

4. Kurikulum ... 74

5. Keadaan Pendidik dan Peserta Didik ... 79

6. Sarana dan Prasarana ... 81

B. Kelompok Bermain Anggrek 1. Sejarah Berdirinya ... 85

2. Visi-Misi dan Tujuan ... 86

3. Sruktur Organisasi ... 87

4. Kurikulum ... 88

5. Keadaan Pendidik dan Peserta Didik ... 93

6. Sarana dan Prasarana ... 94

C. Kegiatan Pembelajaran Berbasis Sentra ... 97

D. Kegiatan Pembelajaran Berbasis Area ... 106

E. Deskripsi Implementasi Nilai-Nilai Religius dalam Pembelajaran Berbasis Sentra dan Area ... 109

F. Deskripsi Implementasi Nilai-Nilai Sosial dalam Pembelajaran Berbasis Sentra dan Area ... 117

G. Strategi ImplementasiNilai-Nilai Religius dan Sosial ... 123

H. Faktor pendukung dan penghambat Implementasi Nilai-Nilai Religius dan Sosial ... 126

BAB IV ANALISIS DATA A. Implementasi Nilai-Nilai Religius dalam Pembelajaran Berbasis Sentra dan Area ... 136

B. Implementasi Nilai-Nilai Sosial dalam Pembelajaran Berbasis Sentra dan Area ... 152

C. Strategi Implementasi Nilai-Nilai Religius dan Sosial dalam Pembelajaran Berbasis Sentra dan Area ... 159


(9)

D. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Nilai-Nilai Religius dalam Pembelajaran Berbasis Sentra dan Area ... 167 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 172 B. Saran ... 174 DAFTAR PUSTAKA


(10)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia pada dasarnya terdiri dari dua substansi, yaitu substansi jasad (bahan dasarnya adalah materi yang merupakan bagian dari alam semesta) dan substansi ruhani (penghembusan ruh ke dalam diri manusia). Kedua substansi manusia ini telah dilengkapi dengan alat-alat potensial dan potensi-potensi dasar atau disebut dengan fithrah.1 Fitrah yang merupakan potensi dasar manusia ini akan tumbuh dan berkembang dengan baik melalui proses pendidikan selama di dunia, sebagai bekal untuk menghadap Pencipta-Nya kelak di akhirat. Adapun alat-alat potensial manusia bermacam-macam, antara lain: al-lams dan al-syum (alat peraba dan alat penciuman atau pembau),

al-sam’u (alat pendengaran), al-abshar (pengelihatan), al-‘aql (akal atau daya berpikir), dan al-qalb (kalbu). Dengan Alat-alat potensial inilah manusia dapat mengembangkan potensi-potensi dasarnya. Mengenai potensi dasar manusia ini telah dijelaskan oleh Allah dalam al-Qur’an surat ar-Rum ayat 30, yang berbunyi:

ِهَا ِقْلَِِ َليِدْبَ ت ََ اَهْ يَلَع َساهنلا َرَطَف ِِهلا ِهَا َةَرْطِف ًافيِنَح ِنيِ دلِل َكَهْجَو ْمِقَأَف

َكِلَك

َنوُمَلْعَ ي ََ ِساهنلا َرَ ثْكَأ هنِكَلَو ُمِ يَقْلا ُنيِ دلا

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada


(11)

perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.2

Fithrah manusia pada ayat ini dijelaskan sebagai suatu kekuatan atau daya untuk mengenal atau mengakui Allah (keimanan kepada-Nya) yang menetap/menancap pada diri manusia. Fitrah manusia sangat banyak ragamnya, diantaranya fithrah beragama, fithrah berakal budi, fithrah kesucian dan kebersihan, fithrah bermoral, fithrah kebenaran, fithrah kemerdekaan, fithrah keadilan, fithrah persamaan dan persatuan, fithrah individu, fithrah sosial, fithrah seksual, fithrah ekonomi, fithrah politik dan fithrah seni.3 Berbagai macam fithrah manusia tersebut harus dikembangkan secara maksimal dan terpadu melalui proses pendidikan sejak lahir hingga akhir hayatnya. Pendidikan menjadi sarana untuk membangun kepribadian seseorang menjadi lebih baik. Pendidikan harus dilaksanakan secara berkesinambungan dan terus dikembangkan agar diperoleh generasi penerus yang lebih baik. Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan komunikasi, pendidikan dituntut untuk terus melakukan perbaikan kualitas pendidikan agar menghasilkan generasi penerus yang cerdas, terampil, mandiri dan berakhlak mulia. Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang berbunyi:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

2 Al-Qur’an dan Terjemahan, 30: 30.


(12)

sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung jawab.” 4

Dalam undang-undang pendidikan nasional ini, dijelaskan bahwa dengan pendidikan diharapkan peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini seharusnya menjadi dasar bagi pendidikan di Indonesia, karena dengan adanya iman dan taqwa kepada Tuhan akan menjadi benteng bahkan menjadi kekuatan bagi peserta didik untuk melawan pengaruh-pengaruh yang mengarah kepada perbuatan yang tidak terpuji. Dengan demikian upaya menanamkan nilai-nilai agama Islam kepada peserta didik, dalam jangka panjang akan menjadi way of life (pandangan dan sikap hidup) bagi mereka.5

Semenjak lahir setiap manusia membutuhkan bantuan dari orang lain dan masih belum memiliki kemampuan untuk bergaul dengan orang lain. Anak belajar tentang cara-cara menyesuaikan diri dengan orang lain melalui berbagai kesempatan atau pengalaman bergaul dengan orang-orang di sekitarnya, baik orang tua, saudara, teman sebaya maupun orang dewasa lainnya. Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang dewasa untuk mengenalkan berbagai aspek kehidupan sosial, mendorong dan memberikan contoh kepada anak untuk menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari.6 Dengan adanya bimbingan pada masa awal anak-anak akan sangat menentukan kepribadiannya, baik melalui pengalaman yang

4Undang-Undang Republik Indonesia SISDIKNAS (Bandung: Fermana, 2006), 68. 5 Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, 30.

6 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015), 122.


(13)

menyenangkan ataupun tidak menyenangkan, berupa hubungan dengan anggota keluarga atau orang lain. Pada masa ini anak belajar menyesuaikan diri dengan kelompok teman sebaya dan mengembangkan perilaku yang sesuai dengan harapan sosial.

Tujuan mulia pendidikan yang dicita-citakan belum nampak dalam masyarakat kita sampai saat ini. Hal ini berdasarkan kenyataan yang ada di lapangan yakni dijumpai orang-orang yang berpendidikan tinggi namun masih melakukan tindakan yang tercela, orang yang rajin beribadah namun bersikap buruk dengan sesama manusia dan lingkungannya, dan rendahnya kepedulian terhadap orang lain. Disisi lain, fenomena keagamaan dan sosial bangsa ini sangat memprihatinkan, tidak terkecuali di dunia anak-anak. Diantara faktor yang mempengaruhi fenomena ini adalah semakin canggihnya teknologi informasi dan komunikasi yang memberi dampak positif dan dampak negatif khususnya bagi anak-anak. Anak lebih suka bermain sendiri dengan alat-alat permainan elektronik dari pada bermain bersama teman-teman seusianya, yang mengakibatkan berkurangnya kemampuan interaksi sosial anak bahkan dapat membuat anak menjadi egois. Anak-anak lebih senang melihat tayangan televisi berjam-jam sampai lupa waktu, belum lagi tayangan yang dilihat tidak mendidik dan tidak sesuai dengan usianya, dari pada membaca buku dan bermain bersama teman. Faktor lain yang sangat berpengaruh adalah kurangnya pengawasan orang tua, orang tua yang sibuk menekuni profesinya kurang memberikan waktu untuk mendidik anak-anak mereka. padahal orang tua diharapkan dapat menjadi tauladan bagi anak-anak untuk melatih,


(14)

membiasakan, mengarahkan dan mendampingi anak dalam mengembangkan potensi yang ada dalam diri anak.

Salah satu upaya untuk mengatasi permasalah tersebut adalah dengan menerapkan nilai-nilai religius dan sosial sejak usia dini, karena dengan pembiasaan nilai-nilai religius dan sosial sejak dini diharapkan kelak menjadi manusia yang religius dan memiliki sikap sosial yang baik. Pengembangan nilai-nilai religius dan sosial pada anak dimulai dari lingkungan terdekat dengan anak yaitu dimulai dari pendidikan informal dalam keluarga dan lingkungan, dilanjutkan secara non formal di kelompok bermain/play grup dan pada jalur formal di TK/RA, pendidikan pada usia dini dilaksanakan sebagai dasar untuk pendidikan selanjutnya.

Pendidikan anak usia dini memegang peranan yang sangat penting dan menentukan bagi sejarah perkembangan anak, karena merupakan fondasi bagi dasar kepribadian anak. Pembinaan yang tepat dan efektif pada anak usia dini akan dapat meningkatkan prestasi belajar, etos kerja, dan produktifitas sehingga mampu mandiri dan mengoptimalkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya.7 Dalam implementasinya, pendidikan anak usia dini memerlukan dukungan dari berbagai pihak, baik dari orang tua, masyarakat dan pemerintah. Dukungan dari pemerintah dalam hal ini tertuang dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 1 ayat 14 yang menyatakan bahwa:

“Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yaang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang


(15)

dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.8

Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab IV pasal 28 tentang pendidikan anak usia dini yang mengatur setiap penyelenggaraan pendidikan anak usia dini. Selain itu diatur pula dengan standar pendidikan anak usia dini yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia no 58 tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini, yang mencakup standar tingkat pencapaian perkembangan; standar pendidik dan tenaga kependidikan; standar isi, proses, dan penilaian; serta standar sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan,9 dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan no 146 tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini.

Dengan adanya peraturan yang telah tersebut di atas, diharapkan pendidikan anak usia dini semakin berkualitas, namun dalam pelaksanaannya masih terdapat beberapa kekurangan. Lembaga pendidikan anak usia dini yang berkualitas, tidak terlepas dari kompetensi tenaga pendidik. Kenyataan dilapangan guru PAUD masih didominasi lulusan SMA sederajat dan hanya 12% yang berpendidikan S-1 non PG-PAUD,10 sarana dan prasarana yang ada belum memadai. Pendidikan anak usia dini yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, masih belum bisa dirasakan oleh semua anak usia dini. Masih banyak masyarakat yang belum memasukkan anaknya

8Undang-Undang Republik Indonesia SISDIKNAS, 66. 9 E. Mulyasa, Manajemen PAUD, 7.


(16)

dalam kelompok belajar anak usia dini dikarenakan biaya pendidikan cukup mahal, juga ada anggapan bahwa hal tersebut dapat dilakukan oleh orang tua di rumah dan pendidikan usia dini bukan sebagai persyaratan untuk masuk sekolah dasar (SD).11 Mencermati permasalahan di atas, jika kita ingin menjadikan masyarakat yang religius dan memiliki kesadaran sosial yang tinggi, maka pendidikan usia dini harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, sesuai dengan standar pendidikan anak usia dini dan dengan dukungan dari berbagai pihak.

Di kelompok bermain, penerapan nilai-nilai religius dan sosial dapat ditanamkan pada anak dengan belajar sambil bermain sehingga hal ini tidak membebani anak. Melalui bermain anak mampu berkomunikasi dengan temannya dan mengembangkan kemampuan berinteraksi dengan sesamanya. Diantara beberapa model pembelajaran yang sangat mendukung untuk pengembangan nilai-nilai religius dan sosial pada anak usia dini di kelompok bermain adalah model pembelajaran sentra dan model pembelajaran area.

Model pembelajaran berbasis sentra memiliki karakteristik utama yaitu adanya pijakan (scaffolding) untuk membangun konsep aturan, ide, dan pengetahuan anak serta kosep densitas dan intensitas bermain. Pembelajaran berbasis sentra adalah model pembelajaran yang dilakukan di dalam lingkaran dan sentra bermain. Lingkaran merupakan saat ketika guru duduk dengan anak-anak membentuk lingkaran untuk memberikan pijakan pada anak-anak, sentra bermain adalah tempat bermain anak yang dilengkapi dengan seperangkat alat bermain sebagai pijakan lingkungan yang diperlukan untuk mengembangkan


(17)

seluruh potensi dasar anak didik dalam berbagai aspek perkembangannya secara seimbang. Sementara model pembelajaran area memberikan kesempatan kepada anak didik untuk memilih dan melakukan kegiatannya sendiri sesuai dengan minatnya. Pembelajaran dirancang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan spesifik anak serta menghormati keberagaman budaya dan menekankan pada pengalaman belajar mereka, adanya pilihan dan pusat kegiatan belajar, dan adanya keterlibatan keluarga dalam pembelajaran.12 Diharapkan dengan kedua model ini, upaya penerapan nila-nilai religius dan sosial dapat ditanamkan dengan kuat pada diri peserta didik sehingga dapat dijadikan bekal untuk menjalani pendidikan dengan baik pada jenjang selanjutnya dan kelak menjadi pemimpin-pemimpin yang dapat menjadi teladan bagi generasi berikutnya.

Pendidikan pra sekolah seharusnya mendapat perhatian yang lebih besar, masa-masa keemasan anak ada pada usia dini, yaitu usia antara 0-8 tahun. Pada masa ini anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Hasil penelitian yang dilakukan Binet-Simon (1908-1911) sampai Gardner (1998) menunjukkan bahwa perkembangan otak manusia mengalami lompatan dan berkembang sangat pesat pada usia dini, yakni mencapai 80%.13 Usia lahir sampai memasuki pendidikan dasar merupakan masa keemasan sekaligus masa kritis dalam tahapan kehidupan, yang akan menentukan perkembangan anak pada tahap selanjutnya. Usia dini merupakan masa yang

12 Ibid, 149. 13 Ibid., 2.


(18)

sangat tepat untuk meletakkan dasar-dasar pengembangan kemampuan fisik, bahasa, sosial-emosional, konsep diri, seni, moral dan nilai-nilai agama. Dengan demikian upaya pengembangan seluruh potensi anak harus dimulai pada usia dini agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal. 14

Sebagaimana di Kelompok Bermain Muslimat Nahdhatul Ulama 73 Al Fithriyah (selanjutnya ditulis KBM NU 73 AL Fithriyah) dengan menerapkan model pembelajaran berbasis sentra, nilai-nilai religius dan sosial diterapkan pada anak usia dini. Pendidikan nilai ini dibiasakan dan dilaksanakan dalam proses pembelajaran sebagai sarana untuk membentuk karakter anak. Namun dalam pelaksanaannya penerapan nilai-nilai religius dan sosial masih belum bisa optimal, Hal ini dapat diketahui dari beberapa permasalahan yang ada, diantaranya: partisipasi aktif peserta didik dalam proses pembelajaran belum maksimal, seperti ada anak yang tidak mau berdoa sebelum atau sesudah melakukan kegiatan, tidak mau bermain bersama teman, tidak mematuhi aturan permainan, keterampilan guru dalam menyusun perangkat pembelajaran yang masih sederhana, sehingga ketika mengajar kurang terarah pada tujuan pembelajaran yang hendak dicapai, serta sarana dan prasarana pembelajaran yang kurang memadai.

Di Kelompok Bermain Anggrek (selanjutnya ditulis KB Anggrek) model pembelajaran yang diterapkan adalah berbasis area, nilai-nilai religius dan sosial dilaksanakan melalui pendidikan sembilan pilar karakter. Namun


(19)

dalam pelaksanaannya masih belum optimal, seperti: area yang dibuka masih kurang bervariasi, kurangnya kedisiplinan anak, persiapan mengajar yang masih sederhana, serta prasarana/lokal yang ada masih kurang memadai.

Berdasarkan masalah-masalah yang telah diuraikan di atas, mendorong penulis untuk dapat mengetahui lebih mendalam tentang implementasi nilai-nilai religius dan sosial dalam pembelajaran berbasis sentra dan area pada anak usia dini secara optimal dan menemukan solusi atas permasalahan-permasalahan yang muncul. Adapun judul penelitian ini adalah “Implementasi Nilai-Nilai Religius dan Sosial dalam Pembelajaran Berbasis Sentra dan Area pada Anak Usia Dini (Studi Multi Kasus di Kelompok Bermain Muslimat Nahdhatul Ulama 73 Al Fithriyah Desa Peganden dan Kelompok Bermain

Anggrek Desa Pongangan Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik)”.

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, terdapat sejumlah permasalahan yang dapat teridentifikasi antara lain:

1. Masih banyak orang yang berpendidikan belum mampu menunjukkan perilaku yang baik karena kurangnya kesempatan untuk mendapatkan pendidikan pada usia dini.

2. Perkembangan media teknologi informasi dan komunikasi yang berdampak negatif mempengaruhi tumbuh kembang anak.

3. Belum optimalnya penerapan nilai-nilai religius dan sosial dalam pembelajaran anak usia dini.


(20)

5. Biaya pendidikan anak usia dini masih terhitung mahal.

6. Sarana dan prasarana pendidikan anak usia dini masih terbatas.

Dikarenakan cukup luasnya lingkup permasalahan, maka tidak semua yang diidentifikasi oleh peneliti dijadikan bahan kajian. Mengingat waktu, dan kemampuan peneliti terbatas, maka peneliti membatasi penelitiannya tentang

“Implementasi Nilai-Nilai Religius dan Sosial dalam Pembelajaran Berbasis Sentra dan Area pada Anak Usia Dini (Studi Multi Kasus di Kelompok Bermain Muslimat Nahdhatul Ulama 73 Al-Fithriyah Desa Peganden dan Kelompok Bermain Anggrek Desa Pongangan Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik).

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan beberapa rumusan masalah yang menjadi fokus penelitian dalam tesis ini antara lain:

1. Bagaimana Implementasi nilai-nilai religius dalam pembelajaran berbasis sentra dan area di KBM NU 73 Al-Fithriyah Desa Peganden dan KB Anggrek Desa Pongangan Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik?

2. Bagaimana Implementasi nilai-nilai sosial dalam pembelajaran berbasis sentra dan area di KBM NU 73 Al-Fithriyah Desa Peganden dan KB Anggrek Desa Pongangan Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik?

3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat Implementasi nilai-nilai religius dan sosial dalam pembelajaran berbasis sentra dan area di KBM NU 73 Al-Fithriyah Desa Peganden dan KB Anggrek Desa Pongangan Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik?


(21)

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka tujuan penelitian dari tesis ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Implementasi nilai-nilai religius dalam pembelajaran berbasis sentra dan area di KBM NU 73 Al-Fithriyah Desa Peganden dan KB Anggrek Desa Pongangan Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik. 2. Untuk mengetahui Implementasi nilai-nilai sosial dalam pembelajaran

berbasis sentra dan area di KBM NU 73 Al-Fithriyah Desa Peganden dan KB Anggrek Desa Pongangan Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik. 3. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat Implementasi

nilai-nilai religius dan sosial dalam pembelajaran berbasis sentra dan area di KBM NU 73 Al-Fithriyah Desa Peganden dan KB Anggrek Desa Pongangan Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik.

E. Kegunaan Penelitian 1. Secara Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangsih gagasan atau pemikiran dan memperkaya khazanah keilmuan tentang pendidikan anak usia dini, khususnya dalam menerapkan nilai-nilai religius dan sosial. 2. Secara Praktis

Diharapkan penelitian ini berguna bagi berbagai pihak, antara lain: a. Bagi peneliti


(22)

Penelitian ini berguna sebagai sarana peningkatan pengetahuan, pengalaman, keterampilan, wawasan berpikir, serta meningkatkan kemampuan untuk menganalisis dan memecahkan masalah.

b. Bagi lembaga kelompok bermain

Sebagai masukan bagi lembaga untuk menyusun langkah-langkah positif dalam rangka menerapkan nilai-nilai religus dan sosial anak usia dini.

c. Bagi pendidik

Penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam mendidik dan mengarahkan anak didiknya sehingga mampu menerapkan nilai-nilai religius dan sosial dengan maksimal dalam pembelajaran.

d. Bagi orang tua

Sebagai informasi pada orang tua bahwa pengembangan nilai-nilai religius dan sosial bagi anak usia dini sangat penting karena pada masa inilah dasar/pondasi anak dibentuk.

F. Kerangka Teoritik

Kerangka teoritik yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya yaitu konsep psikologi behavior (perilaku) dan psikologi agama. Behaviorisme merupakan pandangan yang menyatakan bahwa perilaku harus dijelaskan melalui pengalaman yang dapat diamati, bukan proses mental (pikiran, perasaan


(23)

dan motif yang tak dapat diobservasi)15. Pengalaman yang dimiliki seorang anak akan dapat mempengaruhi perilakunya.

Dasar filsafat dari psikologi behavior adalah pragmatisme, realisme dan konstruktifisme. Pragmatisme bisa diartikan sebagai paham yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan.16 Realisme memiliki arti kepatuhan kepada fakta, kepada apa yang tampak dan terjadi, bukan kepada apa yang diharapkan atau diinginkan; anggapan bahwa benda-benda yang kita rasakan dengan indra kita itu ada, tanpa bersandar pada pikiran kita, atau walaupun kita tidak menyadarinya.17 Peserta didik dalam pandangan realisme merupakan individu yang dapat merasakan pengalaman indrawi, ia dapat mengetahui dunia ini melalui indra-indranya. Konstruktivisme merupakan penjelasan filosofis tentang sifat pembelajaran yang memandang bahwa setiap individu membentuk atau membangun sebagian besar dari apa yang mereka pelajari dan pahami.18

Beberapa teori belajar dari psikologi behavioristik menyatakan bahwa tingkah laku manusia itu dikendalikan oleh ganjaran (reward) atau penguatan (reinforcement) dari lingkungan.19 Dengan demikian, dalam tingkah laku belajar terdapat hubungan yang erat antara tingkah laku dengan stimulasinya.

Menurut aliran behaviorisme perilaku agama erat kaitannya dengan stimulus lingkungan seseorang. Jika stimulus keagamaan dapat menimbulkan

15 John W. Santrock, Psikologi Pendidikan,“terj.” Tri Wibowo B.S (Jakarta: Kencana, 2007), 266.

16 Ali Maksum, Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), 318.

17 Pius A Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiyah Populer (Surabaya: Arkola, 1994),656. 18 Dale H. Schunk, Learning Theories An Educational Perspektif, terj. Eva Hamdiah dan Rahmat Fajar (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 320.


(24)

respon terhadap diri seseorang, maka akan muncul dorongan untuk berlaku sesuai dengan tuntunan agamanya. Sebaliknya jika stimulus tidak ada maka kemungkinan seseorang untuk berprilaku sesuai dengan nilai-nilai keagamaan juga tidak ada.20

Dasat filsafat untuk konsep religius adalah idealisme yakni aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik atau materi hanya dapat dipahami dengan sesuatu yang ada dibalik materi.21 Sedangkan dalam penelitian ini banyak berbicara tentang nilai-nilai maka dasar filsafat pendidikannya adalah perenealisme (filsafat yang mengandung nilai-nilai dan norma-norma yang bersifat kekal/abadi).22

Dalam konsep Islam, manusia adalah makhluk ciptaan yang memiliki hubungan antara makhluk dan Khalik (pencipta) secara fithrah. Fitrah agama yang jika dikembangkan melalui bimbingan yang baik akan mampu mengantarkan manusia mencapai sukses dalam kehidupannya sebagai makhluk yang taat mengabdi pada Penciptanya. Potensi ini merupakan benih dari rasa keberagamaan yang terdapat pada diri manusia. Dengan demikian, psikologi agama dalam pandangan Islam berawal dari pendekatan fitrah keagamaan itu sendiri. Kesadaran dan pengalaman keagamaan dinilai sebagai faktor bawaan yang berkembang melalui bimbingan. Pengembangan awal berpangkal pada aktivitas kedua orang tua dalam lingkungan keluarga.23.

20 Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), 48.

21 Ahmad Syadali dan Mudzakir, Filsafat Umum (Bandung: Pustaka Setia, 1997), 110. 22 Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2004 ), 27.


(25)

Begitu juga dengan pengembangan sosial, dalam teori psikologi mengungkapkan bahwa manusia tumbuh dan berkembang dari masa bayi ke masa dewasa melalui beberapa langkah, tahapan, dan jenjang. Kehidupan seorang anak merupakan kemampuan berhubungan dan berinteraksi dengan lingkungan sosial dan budayanya. Manusia sebagai makhluk sosial, senantiasa berhubungan dengan masyarakat. Adapun sosialisasi merupakan proses penyesuaian diri terhadap kehidupan sosial. Proses sosialisasi ini berlangsung terus hingga dewasa.24 Perkembangan sosial anak sangat dipengaruhi oleh keluarga sebagai tempat atau lingkungan untuk belajar anak. Pengalaman sosial awal yang dimulai pada masa anak-anak dalam keluarga akan menetap dan mempengaruhi kehidupannya. Bagi anak usia dini, kegiatan bermain menjadikan fungsi sosial mereka semakin berkembang. Tatanan sosial yang baik dan sehat dapat membantu anak dalam mengembangkan konsep diri yang positif dan mendorong proses sosialisasi menjadi lebih optimal. Vigotsky berpendapat bahwa bahan pengalaman interaksi sosial merupakan hal yang penting bagi perkembangan keterampilan berpikir.25 Dengan adanya interaksi dengan orang lain, anak akan belajar melalui bermain, bekerja dan hidup bersama dengan lingkungannya. Oleh karena itu nilai-nilai sosial harus dibiasakan mulai sejak dini agar dewasanya nanti mampu mencapai kematangan dalam hubungan sosial.

24 Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan (Bandung: Pustaka Setia, 2006), 88-89. 25 E. Mulyasa, Manajemen PAUD, 61.


(26)

G. Penelitian Terdahulu

Penelitian ini mengungkapkan konsep nilai-nilai religius dan sosial pada anak usia dini. Penelitian ini perlu diteruskan untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia terutama pada pendidikan anak usia dini. Hasil telaah yang penulis lakukan telah menemukan beberapa penelitian terdahulu antara lain:

1. Abd. Rahman Bonto telah melakukan penelitian (tesis tahun 2010) dengan

judul “Pola Pembinaan Religiusitas perilaku Siswa” (Studi kasus di SMA

Negeri 1 Mangarabombang Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan). Hasil dari penelitian ini adalah mengetahui wujud religiusitas perilaku yang paling nampak pada siswa, implementasi pola pembinaan religiusitas perilaku siswa yang meliputi: penciptaan suasana religius, internalisasi nilai,

pemberian pemahaman, nasehat, keteladanan, pembiasaan dan

pembudayaan, efektifitas pola pembinaan religiusitas siswa dilakukan dengan pendekatan instructive squential strategy dan constrructive squential strategy, faktor pendukungnya antara lain adanya kebijakan sekolah, komitmen pimpinan dan warga sekolah, membangun kesadaran diri (Self awareness) dan dukungan dari orang tua/komite sekolah. Sedangkan faktor penghambatnya adalah keterbatasan waktu untuk pelajaran PAI, strategi pembelajaran yang cognitive oriented, proses pembelajaran yang cenderung transfer of knowledge, bukan internalisasi nilai, pengaruh negatif lingkungan dan teknologi informasi, sarana dan fasilitas yang masih terbatas. Adapun pola pembinaan religiusitas perilaku


(27)

siswa melalui 4 pendekatan. Yaitu: model struktural, formal, mekanik, organik.26

2. Izzuddin, dengan penelitiannya (tesis tahun 2010) dengan judul “Penguatan Nilai-Nilai Akhlak dalam Pendidikan Agama Islam untuk Mewujudkan

Budaya Religius di SMAN 1 Gunungsari Lombok Barat”. Penelitiannya

kualitatif dengan rancangan studi kasus melalui pendekatan fenomenologis. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa upaya penguatan nilai-nilai akhlak di sekolah dilakukan dengan tiga cara, yaitu: pertama, melalui pembelajaran dikelas oleh GPAI dan oleh guru mata pelajaran lain dengan proses integrasi imtaq dalam bentuk transformasi nilai-nilai agama sesuai dengan materi yang diajarkan; kedua, melalui kegiatan ekstra kulikuler seperti mentoring, halaqah, mabit, imtaq jumat dan kegiatan keaagamaan lainnya yang bersifat rutin, dan insidental; ketiga, melalui pembudayaan nilai-nilai religius disekolah melalui pembiasaan, penyadaran, ketauladanan dan pendekatan persuasif yang dapat mengarahkan siswa untuk mengaplikasikan nilai-nilai tersebut dalam kegiatan sehari-hari.27

3. Sri Endah Arif Sulistiyowati, telah melakukan penelitian (tesis tahun 2011)

dengan judul “Metode Bermain Anak Usia Pra Sekolah Pada Materi

Pendidikan Agama Islam Di Raudlatul Athfal Ittaqu Menanggal Gayungan

26Abd. Rahman Bonto, “Pola Pembinaan Religiusitas Perilaku Siswa, Studi kasus di SMA Negeri

1 Mangarabombang Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan” (Tesis--IAIN Sunan Ampel Surabaya,

2010).

27 Izzuddin, “Penguatan Nilai-Nilai Akhlak dalam Pendidikan Agama Islam untuk Mewujudkan

Budaya Religius di SMAN 1 Gunungsari Lombok Barat” (Tesis--IAIN Sunan Ampel Surabaya,


(28)

Surabaya”. Metode penelitian dalam tesis ini berlandaskan pada filsafat

postpositivisme yang sering disebut sebagai paradigma interpretative dan konstruktif, yang memandang realitas sosial sebagai suatu yang holistik/utuh, kompleks, dinamis, penuh makna dan hubungan gejala bersifat interpretative. Tujuan dari tesis ini untuk mengetahui proses pembelajaran materi Pendidikan Agama Islam dengan metode bermain dan kelebihan serta kelemahannya. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa setiap materi yang disampaikan semuanya menggunakan metode bermain dengan dua jenis permainan, pertama bermain aktif antara lain: bermain bebas dan spontan, bermain konstruktif, bermain khayal, mengumpulkan benda-benda koleksi, melakukan penjelajahan, permainan dan olah raga, bermain musik, bermain compputer, Kedua bermain pasif: membaca, melihat komik, menonton film, mendengarkan radio, mendengarkan musik. 28

4. Onik Zakiyyah telah melakukan penelitian (tesis 2013) dengan judul

“Eksistensi Playgrup Dalam Pengembangan Potensi Keberagamaan Anak

(Studi Kasus Di Playgroup Roudlotus Shibyan Dusun Buden kec. Deket

Kab. Lamongan)”. Pendekatan dan metode yang digunakan dalam tesis ini adalah pendekatan kualitatif deskriptif. Jenis penelitiannya termasuk studi kasus yaitu merupakan penelitian yang dilakukan secara intensif, mendalam mendetail dan komprehensif. Hasil penelitian ini adalah bahwa: 1) Upaya-upaya yang dilakukan dalam mengembangkan potensi keberagamaan pada

28 Sri Endah Arif Sulistiyowati, “Metode Bermain Anak Usia Pra Sekolah Pada Materi Pendidikan Agama Islam Di Raudhatul Athfal Ittaqu Menanggal Gayungan Surabaya” (Tesis--IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2011)..


(29)

anak, antara lain: memberikan materi agama dan menyisipkan pesan-pesan keagamaan dalam setiap kali kegiatan belajar mengajar berlangsung, membiasakan anak membaca doa ketika akan melakukan kegiatan belajar, doa sehari-hari dan surat-surat pendek, melakukan evaluasi secara rutin dan berkesinambungan, guru pengajar harus lulusan pondok pesantren dan S1 PAUD atau Pendidikan Agama Islam serta memiliki kepribadian yang baik dan menyenangkan. 2) Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan

keberagamaan pada anak adalah: faktor internal yaitu tingkat usia dan faktor

hereditas dan faktor eksternalyaitu faktor dari luar yang memberikan stimulus

dalam proses pengembangan keberagamaan pada anak yaitu: pendidik,

keluarga, teman sebaya, dan masyarakat.29

5. Sitti Atiyatul Mahfudoh, telah melakukan penelitian (tesis, tahun 2014) dengan judul

Materi Pendidikan Sosial Anak Perspektif Abdullah Nasih Ulwan Dalam Kitab Tarbiyah al-Awlad fi al Islam Dan Relevansinya

dengan Tujuan Pendidikan Nasional”. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research), dengan pendekatan historis. Hasil akhir dari penelitian ini adalah 1) Bahwa materi pendidikan sosial anak yang ditawarkan oleh Abdullah Nasih Ulwan, berkisar pada empat hal pokok. Yaitu; Menanamkan mentalitas yang luhur, Memperhatikan hak-hak orang lain, Komitmen pada etika sosial secara umum, pengawasan kritik dan sosial. 2) Adapun relevansi pemikiran Abdullah Nasih Ulwan tentang

29Onik Zakiyah, “Eksistensi Playgrup Dalam Pengembangan Potensi Keberagamaan Anak, Studi

Kasus Di Playgroup Roudlotus Shibyan Dusun Buden kec. Deket Kab. Lamongan” (Tesis--IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2013).


(30)

pendidikan sosial anak jika dikaitkan dengan tujuan pendidikan nasional sangat relevan. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan di Indonesia yang tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional dan GBHN TAP MPR NO.IV/ 1978.30

6. Hikmatul Munawaroh, telah melakukan penelitian (tesis tahun 2016) yang berjudul “Pengaruh Implementasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Terhadap Prilaku Keagamaan, Sosial dan Budaya Peserta Didik di SMPN 1

Tragah Bangkalan”. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif. Hasil Penelitiannya adalah: 1. Implementasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMPN 1 Tragah Bangkalan sudah cukup baik dibuktikan dengan adanya perangkat pembelajaran PAI dan sangatlah bervariasi. 2. Dari perilaku Peserta didik di SMPN 1 Tragah Bangkalan terdiri dari tiga kesimpulan berdasarkan pengambilan angket: a) perilaku keagamaan di SMPN 1 Tragah Bangkalan sangatlah bervariasi dengan sampel 75 bila dirata-rata nilainya 85,01. Nilai ini termasuk kriteria “Tinggi”.b) Perilaku sosial siswa di SMPN 1 Tragah Bangkalan sangatlah bervariasi dengan sampel 75 bila dirata-rata nilainya 83,4. Nilai ini termasuk kriteria

“Tinggi”.c) Perilaku budaya pada diri peserta didik di SMPN 1 Tragah Bangkalan sangatlah bervariasi dengan sampel 75 bila dirata-rata nilainya

25,36. Nilai ini termasuk kriteria “Tinggi”. 3. Ada pengaruh positif yang signifikan antara pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan perilaku

30 Sitti Atiyatul Mahfudoh, “Materi Pendidikan Sosial Anak Perspektif Abdullah Nasih Ulwan Dalam Kitab Tarbiyah al-Awlad fi al Islam Dan Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan Nasional” (Tesis--IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2014)..


(31)

keagamaan di SMPN 1 Tragah Bangkalan dalam kategori “Sangat rendah”. 4. Ada pengaruh positif yang signifikan antara pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan perilaku sosial peserta didik di SMPN 1 Tragah

Bangkalan dalam kategori “Sangat tinggi”. 5. Ada pengaruh positif yang

signifikan antara pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan perilaku budaya bangsa siswa di SMPN 1 Tragah Bangkalan dalam kategori “Sangat

rendah”. 6. Ada korelasi positif yang signifikan antara pembelajaran Pendidikan Agama Islam dengan perilaku keagamaan, perilaku sosial, dan perilaku budaya peserta didik di SMPN 1 Tragah Bangkalan dalam kategori

“Sangat rendah”.31

Dari beberapa penelitian terdahulu, penelitian kali ini berbeda, karena penelitian ini menekankan pada strategi pengembangan nilai-nilai religius dan sosial pada anak usia dini di Kelompok Bermain Muslimat Nahdhatul Ulama 73 Al Fithriyah Desa Peganden yang dalam pembelajaranya menggunakan model pembelajaran berbasis pada sentra dan Kelompok Bermain Anggrek Desa Pongangan Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik yang dalam pembelajaranya menggunakan model pembelajaran area.

H. Metode Penelitian

Secara sederhana Li Wei mengemukakan bahwa penelitian merupakan aktifitas yang memerlukan analisis dan pemikiran kritis pada setiap tahapnya (Research is an activity that requires analytical and critical thinking at all

31 Hikmatul Munawaroh, “Pengaruh Implementasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam

Terhadap Prilaku Keagamaan, Sosial dan Budaya Peserta Didik di SMP N 1 Tragah Bangkalan”, [Tesis-UIN Sunan Ampel Surabaya, 2016].


(32)

stages).32 Menurut Amirul Hadi dan Haryono, penelitian dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan secara sistematis, untuk mengumpulkan, mengolah, dan menyimpulkan data dengan menggunakan metode tertentu untuk mencari jawaban atas permasalahan yang dihadapi.33 Karena itu dalam mengadakan suatu penelitian dibutuhkan adanya suatu metode-metode atau cara penyusunan yang ilmiah dan teoritis, sistematis dan obyektif hal ini dimaksudkan agar dalam penelitian diperoleh hasil yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan.

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan studi multi kasus dengan berorientasi pada pendekatan kualitatif. Yang dimaksud penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisa fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok dan data yang dihasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.34 Di samping itu, pendekatan fenomenologis digunakan untuk mempertegas arti peristiwa dan kaitannya dalam konteks situasi tertentu. Dengan pendekatan tersebut penelitian ini memiliki fleksibilitas sedemikian rupa dalam memandang permasalahan yang menjadi fokus perhatian, sehingga kebenaran informasi yang diperoleh bisa maksimal.35

32 Li Wei and Melissa G. Moyer, Research Methods in Bilingualism and Multilingualism (Victoria: Blackwell, 2008), 18.

33 Amirul Hadi dan Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Bandung : Pustaka Setia, 1998), 12.

34 Lexy, J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2009), 6. 35 Noeng Muhajir, Metode Penelitiaan Kualitatif (Yogyakarta: Bumi Aksara,2000), 67.


(33)

Sesuai dengan pendekatan yang digunakan, maka penelitian ini masuk dalam ranah penelitian multi kasus, seperti dijelaskan oleh Bogdan dan Biklen bahwa: “When researchers study two or more subject, setting,

or depositories of data they are usually doing what we call multi-case studie”.36 Dari kutipan tersebut, dapat dipahami bahwa karakteristik utama studi multi kasus adalah apabila peneliti meneliti dua atau lebih subyek, latar atau tempat penyimpanan data. Kasus yang diteliti adalah implementasi nilai-nilai religius dan sosial pada anak usia dini di kelompok bermain yang memiliki latar berbeda. KBM NU 73 Al Fithriyah adalah kelompok bermain dibawah naungan PWC Muslimat NU cab. Gresik, dan Unit Pengelola Teknis (UPT) Dinas Pendidikan Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik, sementara KB Anggrek hanya berada dibawah naungan Unit Pengelola Teknis (UPT) Dinas Pendidikan Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik. Adapun yang membedakan antara KBM NU 73 Al Fithriyah dan KB Anggrek adalah dari sisi kepemimpinan dan prasarana yang ada. Dari sisi kepemimpinan KBM NU 73 Al Fithriyah dipimpin oleh kepala sekolah yang memiliki latar belakang pendidikan pondok pesantren, sementara KB Anggrek memiliki latar belakang pendidikan umum. Adapun dari aspek prasarana, KBM NU 73 Al Fithriyah memiliki gedung sendiri dengan beberapa kelas, sementara KB Anggrek belum memiliki gedung sendiri, masih menempati rumah kontrakan.


(34)

Ditinjau dari tempat/lokasi penelitiannya, penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian lapangan (field research),37 yaitu penelitian yang dilaksanakan secara intensif, terperinci dan mendalam terhadap obyek tertentu yang membutuhkan suatu analisis komperehensif dan menyeluruh. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif.

Penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang berusaha mendeskripsikan atau menggambarkan suatu gejala, peristiwa atau fenomena-fenomena yang terjadi, baik fenomena yang bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia.38

Tujuan dari penelitian ini untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki sehingga menghasilkan banyak temuan-temuan penting.39

Dalam hal ini, kajian penelitian difokuskan pada implementasi nilai-nilai religius dan sosial dalam pembelajaran berbasis sentra dan area pada anak usia dini di KBM NU 73 Al-Fithriyah Desa Peganden dan KB Anggrek Desa Pongangan Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik.

2. Tahapan Penelitian

Tahapan-tahapan ini merupakan gambaran mengenai keseluruhan perencanaan, pelaksanaan, pengumpulan data, analisis dan penafsiran data, dan terakhir penulisan laporan penelitian. Adapun dalam menentukan tahapan-tahapan dalam penelitian ini penulis mengambil pendapat Bagdan

37 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 9.

38 Nana Sudjana, Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1999), 64.


(35)

yang ditulis oleh Lexy Moleong dalam bukunya “Metodologi Penelitian Kualitatif” menyatakan bahwa tahapan-tahapan penelitian tersebut adalah sebagaimana berikut:40

a. Tahap Pra Lapangan

Dalam tahap pra lapangan ini terbagi menjadi beberapa kegiatan yang harus dilakukan oleh peneliti. Kegiatannya antara lain:

1) Menyusun rancangan

2) Memilih lapangan 3) Mengurus perizinan

4) Menjajaki dan menilai keadaan lapangan

5) Memilih dan memanfaatkan informan untuk studi pendahuluan 6) Menyiapkan perlengkapan penelitian.

7) Etika penelitian

b. Tahap Pekerjaan Lapangan

Pada tahap ini peneliti memasuki lapangan dan berusaha untuk memenuhi pengumpulan data dokumen yang diperlukan dalam penelitian. Data yang diperoleh dalam tahap ini dicatat dan dicermati. Dalam mengumpulkan data, peneliti melakukannya dengan cara observasi, wawancara dan dokumentasi.

Adapun dalam tahap penelitian ini data-data yang dikumpulkan yaitu data tentang sejarah dan profil, keadaan pendidik dan peserta didik, dan data tentang kegiatan dalam menerapkan nilai-nilai religius dan


(36)

sosial dalam pembelajaran berbasis sentra dan area pada anak usia dini di KBM NU 73 Al Fithriyah Desa Peganden dan KB Anggrek Desa Pongangan Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik.

c. Tahap Analisis Data

Setelah data-data yang diperlukan dalam penelitian terkumpulkan, maka tahap selanjutnya adalah tahap analisis data. Dalam tahap ini peneliti menganalisis data yang telah diproses secara apa adanya, sehingga dapat diperoleh kesimpulan dan analisis penelitian.

3. Sumber Data

Adapun dalam menentukan sumber data dalam penelitian ini penulis berpijak pada pendapat Suharsimi Arikunto yang dalam bukunya “Prosedur

Penelitian Suatu Pendekatan Praktek” yang antara lain meliputi:41

a. Person, yaitu sumber data yang bisa memberikan data berupa jawaban lisan melalui wawancara atau jawaban tertulis. Dalam penelitian ini yang termasuk sumber data ini adalah: Kepala sekolah, guru, tata usaha KBM NU 73 Al Fithriyah dan KB Anggrek.

b. Place, sumber data yang menyajikan tampilan berupa keadaan diam dan bergerak, misalnya berupa ruangan atau tempat kegiatan pembelajaran berlangsung, media pembelajaran, adapun yang bergerak berupa segala aktivitas guru dan siswa dalam proses pembelajaran.

c. Paper, yaitu sumber data yang menyajikan tanda-tanda berupa huruf, angka, gambar, atau simbol-simbol lain. Dalam penelitian ini dapat


(37)

berupa literatur-literatur dan berbagai dokumen yang berkaitan dengan masalah penelitian.

4. Jenis Data

Dalam penelitian ini digunakan dua jenis data, yaitu primer dan sekunder.

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh peneliti secara langsung dari sumber data. Data primer disebut juga data asli atau data baru yang memiliki sifat up to date. Teknik yang dapat digunakan peneliti untuk mendapatkan data primer antara lain melalui observasi, wawancara, dan diskusi terfokus.

Dalam penelitian ini yang termasuk sebagai sumber data primer adalah data yang diperoleh peneliti dari hasil observasi, dokumentasi, dan hasil wawancara dengan kepala sekolah, pendidik dan wali murid mengenai implementasi nilai-nilai religius dan sosial dalam pembelajaran berbasis sentra dan area pada anak usia dini di KBM NU 73 Al Fithriyah Desa Peganden dan KB Anggrek Desa Pongangan Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik.


(38)

Jenis data yang diperoleh atau berasal dari berbagai sumber yang telah ada. Data skunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statisti (BPS), buku, laporan dan jurnal.42

Dalam penelitian ini yang termasuk sebagai sumber data skunder adalah dokumen tentang sejarah berdirinya KBM NU 73 Al Fithriyah Desa Peganden dan KB Anggrek Desa Pongangan, data pendidik, data pesetra didik, sarana dan prasarana, organisasi, dan data yang diperoleh peneliti dari laporan penelitian terdahulu mengenai bagaimana penerapan nilai-nilai religius dan sosial pada anak usia dini.

5. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalaah sebagai berikut:

a. Observasi

Metode observasi adalah cara pengumpulan data melalui pengamatan dan pencatatan dengan sistematik tentang fenomena-fenomena yang diselidiki, baik secara langsung maupun tidak langsung.43 Secara garis besar metode observasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan partisipan dan non partisipan. Maksud dari observasi dengan partisipan yaitu peneliti merupakan bagian dari kelompok yang diteliti, sedangkan observasi non partisipan adalah peneliti bukan merupakan bagian dari kelompok yang diteliti, kehadiran

42 Trianto, Pengantar Penelitian Pendidikan Bagi Pengembangan Profesi Pendidikan Dan Tenaga Kependidikan (Jakarta: Kencna, 2012), 280.


(39)

peneliti hanya sebagai pengamat kegiatan.44 Dalam penelitian ini peneliti menggunakan observasi non partisipan, karena peneliti hanya mengamati apa yang terjadi di lokasi penelitian dan dalam hal ini peneliti juga tidak termasuk bagian dari objek penelitian.

Metode observasi ini digunakan untuk membuktikan kebenaran data yang diperoleh dari metode wawancara dan dokumentasi. Metode observasi dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh data tentang proses pembelajaran Kelompok Bermain Muslimat Nahdhatul Ulama 73 Al-Fithriyah Desa Peganden dan Kelompok Bermain Anggrek Desa Pongangan Kecamatan Manyar Kabupaten Gresik.

b. Wawancara

Metode wawancara atau interview merupakan sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari yang diwawancarai.

Ditinjau dari pelaksanaannya interview dibedakan atas tiga macam yaitu :

1) Interview bebas, yaitu dimana pewawancara bebas menanyakan apa saja, tetapi juga mengingat data apa yang akan dikumpulkan. Interview bebas ini dilakukan dengan tidak membawa pedoman wawancara tentang apa yang ditanyakan. Kelebihan metode ini adalah responden tidak menyadari sepenuhnya bahwa ia sedang


(40)

diwawancarai, sedangkan kelamahannya adalah arah pertanyaan kurang terkendali.

2) Interview terpimpin, yaitu interview yang dilakukan oleh pewawancara dengan membawa sederetan pertanyaan lengkap dan terperinci.

3) Interview bebas terpimpin yaitu kombinasi antara interview bebas dan interview terpimpin.45

Dalam penelitian ini, metode wawancara digunakan karena dengan melalui wawancara, peneliti dapat memperoleh atau mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan penelitian secara mendalam dari responden atau informan tentang pengembangan nilai-nilai religius dan sosial yang dilakukan dalam pembelajaran.

c. Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Dalam melaksanakan metode dokumentasi, penulis menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, buku prestasi siswa, dan sebagainya.46

Metode ini digunakan untuk mencari data berupa latar belakang sekolah, struktur sekolah, keadaan guru, siswa, dan karyawan sekolah. Adapun alasan peneliti menggunakan metode ini adalah karena dengan metode ini akan lebih mudah memperoleh data yang diperlukan dalam

45 Arikunto, Prosedur Penelitian, 132. 46 Ibid., 135


(41)

waktu singkat, karena biasanya data ini sudah tersusun dan tersimpan dengan baik.

6. Teknik Analisis Data

Menurut Miles dan Huberman yang dikutip oleh Emzir ada tiga macam kegiatan dalam analisis data kualitatif, yaitu:

a. Reduksi data, yaitu memilih hal pokok sesuai dengan rangkuman inti, proses dan pernyataan-pernyataan ditentukan dengan tema sehinggaa menghasilkan abstraksi.

b. Model data (Data Display), yaitu proses pengelompokan data sehingga mudah dalam menganalisis beberapa data yang ada, dan memberikan kode sesuai dengan tema.

c. Mengadakan pemeriksaan dan kesimpulan, yaitu merupakan langkah akhir dari analisis data, setelah langkah ini selesai peneliti mengolah data.47

7. Teknik Keabsahan Data

Untuk mengetahui apakah data-data yang dikumpulkan dari hasil penelitian betul-betul sudah valid dan bisa dipertanggungjawabkan, maka harus dilakukan pengecekan kembali secara cermat dan teliti (easy check), agar penelitian yang telah dilakukan tidak sia-sia.

Adapun cara yang digunakan peneliti untuk memperoleh keabsahan data menggunakan triangulasi. Triangulasi data, yakni teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data yang


(42)

terkumpul untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data-data tersebut. Hal ini dapat berupa penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori.

Macam-macam triangulasi ada empat, yaitu:48

a. Triangulasi dengan sumber adalah membandingkan dan

mengecek kembali derajat kepercayaan suatu data yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif.

b. Triangulasi dengan metode, menurut Patton, terdapat dua strategi, yaitu: mengecek derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data, dan mengecek derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama.

c. Triangulasi penyidik ialah dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derajat kepercayaan data.

d. Triangulasi teori, menurut Lincoln dan Guba, berdasarkan anggapan bahwa fakta tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan satu atau lebih teori.

Dari berbagai teknik tersebut penulis menggunakan teknik triangulasi dengan sumber, sebagaimana disarankan oleh Patton yang berarti membandingkan dan mengecek kembali derajat kepercayaan suatu data yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Untuk itu keabsahan data dapat dicapai dengan cara sebagai berikut :

a. Membandingkan hasil wawancara dan pengamatan dengan data hasil wawancara.

b. Membandingkan apa yang dikatakan orang (guru) di depan umum (kelas) dengan apa yang dikatakannya secara pribadi.


(43)

c. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

Jadi dengan triangulasi ini penulis dapat me-recheck temuan-temuan yang ada dengan cara membandingkannya dengan berbagai sumber.

I. SistematikaPembahasan

Dalam sitematika pembahasan ini penulis mengungkapkan isi pembahasan tesis secara naratif, sistematis dan logis mulai dari bab pertama sampai dengan bab terakhir. Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah :

Bab Pertama, Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka teoritik, penelitian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua, Kajian Pustaka, berisi kajian teoritis tentang nilai-nilai religius, yang meliputi pengertian nilai-nilai religius, tingkatan perkembangan religius anak, sifat-sifat agama pada anak. Kajian teoritis tentang perkembangan sosial meliputi makna nilai sosial, perkembangan sosial, pentingnya pengalaman sosial awal bagi anak. Strategi implementasi nilai-nilai religius dan sosial pada anak. Kajian teoritis tentang model pembelajaran di kelompok bermain.

Bab ketiga, setting penelitian dan paparan data, yaitu: KBM NU 73 Al Fithriyah Desa Peganden, meliputi: sejarah berdirinya, visi, misi, tujuan, struktur organisasi, kurikulum, kondisi pendidik dan peserta didik, sarana dan


(44)

prasarana, serta kegiatan pembelajaran. KB Anggrek Desa Pongangan Manyar Gresik, meliputi: sejarah berdirinya, visi, misi, tujuan, struktur organisasi, kurikulum, kondisi pendidik dan peserta didik, sarana dan prasarana, serta kegiatan pembelajaran.

Bab keempat, paparan analisis data hasil penelitian.

Bab kelima, penutup yang berisi simpulan dan saran dari hasil penelitian.


(45)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Nilai-Nilai Religius

1. Pengertian Nilai Religius

Nilai atau value (bahasa Inggris) atau valaere (bahasa Latin) yang berarti: berguna, mampu akan, berdaya, berlaku dan kuat. Nilai merupakan kualitas suatu hal yang dapat menjadikan hal itu disukai, diinginkan, berguna, dihargai dan dapat menjadi objek kepentingan. Menurut Steeman dalam Sjarkawi, nilai adalah sesuatu yang dijunjung tinggi, yang mewarnai dan menjiwai tindakan seseorang.1 Nilai menjadi pengarah, pengendali dan penentu perilaku seseorang.

Kata dasar religius berasal dari bahasa latin religare yang berarti menambatkan atau mengikat. Dalam bahasa Inggris disebut dengan religi

dimaknai dengan agama. Dapat dimaknai bahwa agama bersifat mengikat, yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan-nya. Dalam ajaran Islam hubungan itu tidak hanya sekedar hubungan dengan Tuhan-nya akan tetapi juga meliputi hubungan dengan manusia lainnya, masyarakat atau alam lingkungannya.2 Dari segi isi, agama adalah seperangkat ajaran yang merupakan perangkat nilai-nilai kehidupan yang harus dijadikan barometer

para pemeluknya dalam menentukan pilihan tindakan dalam

1 Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 29. 2 Yusran Asmuni, Dirasah Islamiah 1 (Jakarta: Raja Grafindo persada, 1997), 2.


(46)

kehidupannya.3 Dengan kata lain, agama mencakup totalitas tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari yang dilandasi dengan iman kepada Allah, sehingga seluruh tingkah lakunya berlandaskan keimanan dan akan membentuk sikap positif dalam peribadi dan perilakunya sehari-hari. Religius ialah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.4 Religius merupakan penghayatan dan pelaksanaan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari.

Nilai religius adalah nilai yang bersumber dari keyakinan ke-Tuhanan yang ada pada diri seseorang.5 Dengan demikian nilai religius ialah sesuatu yang berguna dan dilakukan oleh manusia, berupa sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari.

Nilai-nilai pokok dalam ajaran Islam yang harus ditanamkan dan dikembangkan pada anak sejak usia dini antara lain:6

a. Iman

Secara harfiah, iman berasal dari bahasa arab amana (نمأ), yang mengandung arti faith (kepercayaan) dan belief (keyakinan).7 Iman juga

3 Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), 10.

4 Muhammad Fadlillah, Lilif Muallifatul Khorida, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), 190.

5 Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak, 31.

6 Abuddin Nata, Studi Islam Komprehensif (Jakarta: Kencana, 2011), 128-151.

7 John M. Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta: Gramedia, 2000), 231,60, lihat juga Pius A Partanto, dkk, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 1994), 245


(47)

berarti kepercayaan (yang berkenaan dengan agama), yakin percaya kepada Allah, keteguhan hati dan keteguhan batin.8

Dalam al-Qur’an9 telah dirumuskan begitu juga dalam Hadis Nabi SAW10, secara harfiah keimanan diartikan sebagai kayakinan atau kepercayaan tentang adanya Allah sebagai Maha Pencipta, Maha Pemberi rizki, Maha Pemelihara, Maha Pelindung, Maha Perkasa dan segala sifat agung lainnya yang tersebut dalam Asma’ al-Husna.11 Kemudian percaya terhadap adanya para malaikat yang senantiasa patuh dan tunduk terhadap segala perintah-Nya dan tidak pernah durhaka kepada-Nya serta setia dalam menjalankan tugas-tugas yang spesifik, [misalkan: menyampaikan wahyu dari Allah (Jibril), mengatur rizki (Mikail), memberi tanda-tanda datangnya kiamat (Israfil), mencatat amal perbuatan manusia (Roqib dan Atid), menjemput nyawa manusia pada saat ajal tiba (Izrail), menginterogasi manusia di dalam kubur

8 Muhammad Ali, Kamus Bahasa Indonesia Moderen (Jakarta: Pustaka Amani, tt), 130

9 QS, 2:177 (Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.) bandingkan dengan QS, 4:136 (Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya).

10 Dalam salah satu hadisnya yang diriwayat Bukhari Muslim dan perawi lainnya, dinyatakan bahwa ketika Malaikat Jibril bertanya kepada Rasulullah SAW tentang iman, maka Rasulullah menjawab bahwa iman itu percaya kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab yang diturunkannya, para Rasul serta ketentuan baik dan buruk dari Allah SWT.

11 Labib dkk, Mengenal Tuhan(tt: Dua Putra Press, 2002), lihat juga Sa’id, Syarah Asmaul Husna, terj. Abu Fatimah, (Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i, 2009), 1.


(48)

(Munkar dan Nakir), menjaga neraka (malik), menjaga surga (Ridwan)], percaya dan membenarkan terhadap kitab-kitab yang diturunkan Allah bahwa kitab-kitab tersebut benar-benar firman Allah dan mengamalkan ajaran-Nya, percaya dan membenarkan terhadap kerasulan para utusan-Nya dengan menerima dan mematuhi segala ajarannya dan meneladani akhlaknya, percaya akan kedatangan hari kiamat serta percaya terhadap ketentuan baik dan buruk dari Allah (takdir). Disamping percaya terhadap keenam hal pokok ini juga percaya terhadap hal-hal yang diberitakan dan dinyatakan al-Qur’an, seperti: percaya akan kebangkitan dari alam kubur, hari perhitungan amal, balasan surga dan neraka, janji Allah yang pasti benar, hukum-hukum Allah dan hal-hal lain yang diberitakan al-Qur’an.

Iman atau kepercayaan dalam Islam yang asasi selanjutnya disebut aqidah bersumberkan Al-qur’an dan merupakan segi teosentris

yang dituntut pertamakali dan terdahulu dari segala sesuatu untuk dipercayai dengan suatu keimanan yang tidak boleh dicampuri oleh keragu-raguan dan dipengaruhi oleh persangkaan. Selain itu dilihat dari sasarannya atau objek yang diimaninya, yaitu hanya Allah SWT semata, maka keimanan tersebut dinamai tauhid yang berarti mengesakan Allah semata. Selanjutnya keimanan tersebut disebut dengan ushul al-din

(pokok-pokok agama) karena keimanan tersebut menduduki tempat yang utama dalam struktur ajaran Islam. Diantara salah satu tema pokok yang terkandung dalam al-qur'an adalah tentang Tuhan. Pendapat


(49)

tentang Tuhan YME telah ada sejak manusia mengenal budaya ketika manusia ada di dunia ini. Manusia terlahir ke dunia ini telah diberi bekal

berupa pembawaan mempercayai adanya Tuhan.12

b. Ibadah

Kata Ibadah berasal dari bahasa Arab ‘abada’ yang berarti patuh, tunduk, menghambakan diri, dan amal yang diridhoi Allah. Dalam bahasa Inggris ibadah diartikan worship (ibadah, sembahyang),

adoration (pemujaan, penyembahan), veneration (pemujaan),

devotionalservice (pelayanan kesetiaan), devineservice (pengabdian kepada Tuhan) dan religious observances (ketaatan dan ibadah yang bersifat keagamaan). Ibadah yang sudah masuk kedalam kosakata bahasa Indonesia diartikan sebagai kebaktian kepada Tuhan, perbuatan dan sebagainya untuk menyakan bakti kepada Tuhan, seperti sholat,

puasa, berdo’a, dan berbuat baik. Dalam pepatah Arab “Man ahabba

syai’an, fa huwa abduhu” artinya orang yang mencintai sesuatu, akan

menjadi hamba (budak) dari sesuatu itu. Orang yang menyukai binatang misalnya tanpa disadari atau walau tidak merasa demikian sesungguhnya ia telah menjadi budak binatang itu. Misalnya ia merawat, memberi makan, minum, memandikan, menjaga, melindungi binatang

12 QS,al-a’raf,7:172 [Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)"] (Fazlur Rahman dalam buku Tema-Tema Pokokal-Qur’an yang dikutip Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah 1, 43.


(50)

tersebut walaupun harus mengeluarkan biaya. Begitu juga orang yang menyukai barang-barang antik atau apa saja, maka ia rela berkorban untuk barang yang dicintainya tersebut.

Dari segi istilah yang disepakati para ulama dapat diartikan sebagai berikut:

“Ibadah adalah mendekatkan diri kepada Allah, dengan mentaati segala perintah-Nya, menjauhi segala larangan-Nya dan mengamalkan segala yang diizinkan-Nya. Ibadah ada yang umum dan ada yang khusus, yang umum adalah segala amalan yang diizinkan Allah dan yang khusus adalah apa yang telah ditetapkan Allah akan perincian-perinciannya, tingkat dan

cara-caranya yang tertentu”.

Selanjutnya ibadah menjadi salah satu pilar ajaran Islam yang bersifat lahiriah atau tampak sebagai refleksi atau manifestasi keimanan kepada Allah sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya. Ibadah lebih lanjut merupakan salah satu aspek dari ajaran pada seluruh agama yang ada di dunia, dan aspek inilah yang membedakan atau mencirikan antara satu agama dengan agama lainnya. Ibadah merupakan dimensi exsoterik (luar) dari ajaran Islam, adapun keimanan merupakan dimensi esoterik (dalam) dari ajaran Islam. Namun demikian antara keimanan dan ibadah ini saling mengisi. Keimanan merupakan jiwa, spirit atau rohnya. Adapun ibadah merupakan raga atau fisiknya.

Dalam Islam pokok-pokok ibadah tersebut sudah terumuskan dalan rukun Islam yang tersebut dalam Hadis Nabi saw. “Islam dibangun atas lima perkara, yaitu mengakui bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad sebagai utusan Allah,


(51)

mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, mengerjakan puasa ramadhan, dan menunaikan haji bagi yang mampu”. (HR. Muslim).

c. Akhlak

Kata akhlak diartikan budi pekerti; tingkah laku; perangai.13 Akhlak adalah hal yang melekat dalam jiwa, yang darinya timbul perbuatan-perbuatan yang mudah tanpa dipikirkan dan diteliti oleh manusia. Apabila tingkah laku itu menimbulkan perbuatan-perbuatan yang baik dan terpuji oleh akal dan syara’, maka tingkah laku itu dinamakan akhlak yang baik. Sebaliknya, bila perbuatan-perbuatan yang buruk, maka tingkah laku itu dinamakan akhlak yang buruk.14 Sebagaimana pendapat di atas, Al-Ghazali menjelaskan tentang akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menumbuhkan perbuatan-perbuatan dengan wajar dan mudah, tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan lagi.15 Ajaran Islam sangat sangat menekankan tentang pembentukan akhlak yang mulia, dalam salah satu hadisnya Rasulullah SAW bersabda, yang artinya:”Bahwasanya aku diutus (Allah) untuk

menyempurnakan keluhuran budi pekerti”. (H.R. Ahmad).

Ruang lingkup kajian akhlak meliputi: akhlak yang berhubungan dengan Allah, diri sendiri, keluarga, masyarakat dan lingkungan. Contoh akhlak yang berhubungan dengan Allah seperti bersyukur,

taqwa, berdo’a. Akhlak terhadap diri sendiri seperti sabar, qanaah atau

13 Pius A Partanto, dkk, Kamus Ilmiah Populer, 14.

14 Zainuddin Ali, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 30.


(52)

merasa cukup dengan apa yang sudah ada. Akhlak terhadap keluarga seperti berbuat baik kepada kedua orang tua, saudara dan kerabat. Akhlak di masyarakat seperti tolong-menolong, adil dan musyawarah. dan akhlak di lingkungan seperti menanam pohon, menjaga kebersihan, menjaga kelestarian binatang dan tumbuhan.

Adapun aspek-aspek keagamaan menurut M. Jamil Zainu yang dikutip oleh Amirulloh Syarbini meliputi:16

1) Tauhid/ Aqidah 2) Ibadah

3) Al-Qur’an, Hadits, doa dan dzikir 4) Adab dan akhlak yang baik

5) Menjauhi perbuatan yang dilarang 6) Berpakaian yang sesuai syariat.

Menurut Chabib Thoha yang dikutip oleh Hasan Basri, aspek-aspek pendidikan (Islam) yang harus diperhatikan orang tua dalam mendidik anaknya meliputi aspek ibadah, pokok-pokok ajaran Islam dan membaca al-Qur’an, akhlaqul karimah dan aqidah Islamiyah.

2. Tingkatan Perkembangan Religius Anak

Perkembangan dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan dalam diri individu atau organisme, baik fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah) menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung


(53)

secara sistematis (mempengaruhi), progresif (maju, meningkat, mendalam atau meluas) dan berkesinambungan (berurutan).17

Perkembangan agama pada anak-anak seperti yang dikutip

Jalaluddin dari Ernest Harm dalam bukunya yang berjudul The

Development of Religious on Children menjelaskan bahwa perkembangan

religius pada anak-anak itu melalui tiga tingkatan, yaitu:18 a. The Fairy Tale Stage (tingkat dongeng)

Tingkatan ini dimulai pada anak yang berusia 3-6 tahun. Pada tingkatan ini konsep mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Konsep ke-Tuhanan dihayati sesuai dengan tingkat intelektualnya. Agama dalam pandangan anak masih menggunakan konsep fantastis yang diliputi oleh dongeng-dongeng yang kurang masuk akal.

b. The Realistic Stage (tingkat Kenyataan)

Tingkat ini dimulai sejak masuk Sekolah Dasar hingga masuk usia

adolense (remaja). Pada masa ini, ide ke-Tuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan pada realita.

c. The Individual Stage (tingkat Individu)

Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka.

17 Syamsu Yusuf L.N dan Nani M. Sughandi, Perkembangan Peserta Didik (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), 2.


(54)

Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, potensi agama sudah ada pada setiap manusia sejak ia dilahirkan. Potensi ini berupa dorongan untuk mengabdi kepada sang pencipta. Dalam terminologi Islam, dorongan ini dikenal dengan hidayat al-diniyyat (baca: hidayatud diniyyah) berupa benih-benih keberagamaan yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia. Dengan adanya potensi bawaan ini manusia pada hakikatnya adalah makhluk beragama.

3. Sifat-sifat Agama pada Anak

Sifat agama pada anak hampir sepenuhnya dipengaruhi oleh faktor dari luar diri mereka. Dalam hal ini pengaruh orang tua sangat besar, anak melihat dan mengikuti apa yang dikerjakan dan diajarkan orang tua dan orang dewasa tentang sesuatu yang berhubungan dengan agama. Dengan demikian, ketaatan terhadap ajaran agama merupakan kebiasaan yang mereka pelajari dari orang tua ataupun guru mereka, walaupun belum disadari manfaat dari ajaran tersebut. Adapun sifat-sifat keagamaan pada diri anak antara lain:19

a. Unreflektive (tidak mendalam)

Anak-anak menerima ajaran agama tanpa adanya kritik. Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam, sehingga cukup sekadarnya saja dan mereka sudah merasa puas dengan keterangan yang kadang-kadang kurang masuk akal.


(55)

b. Egosentris

Anak memiliki kesadaran akan diri sendiri sejak tahun pertama usia perkembangannya dan akan berkembang sejalan dengan pertambahan pengalamannya. Dalam hal keagamaan, anak mengutamakan kepentingan pribadinya dan menuntut konsep keagamaan dari kesenangan pribadinya.

c. Antrhomorphis

Konsep ke-Tuhanan pada anak menggambarkan aspek-aspek kemanusiaan, hal ini diperoleh melalui interaksinya dengan orang lain. Mereka menganggap bahwa keadaan Tuhan sama dengan manusia. Seperti: Tuhan bisa melihat segala yang kita kerjakan, Tuhan memiliki pengelihatan sebagaimana manusia memiliki mata.

d. Verbalis dan ritualis

Kehidupan agama pada anak dimulai secara verbal (ucapan). Mereka menghafal kalimat-kalimat keagamaan, seperti doa akan makan, doa akan tidur, kalimat thoyyibah, surat-surat pendek, dan lain-lain. Selain itu mereka juga melaksanakan upacara keagamaan yang bersifat ritual (praktik) yang diajarkan kepada mereka. Perkembangan agama pada anak sangat berpengaruh terhadap kehidupan agama anak tesebut pada saat dewasanya kelak.

e. Imitatif

Perilaku keagamaan yang dilakukan oleh anak-anak pada dasarnya diperoleh dari meniru. Contohnya shalat, mereka melihat perbuatan


(56)

shalat dari lingkungan sekitarnya, dari pembiasaan dan pengajaran yang intensif. Pendidikan keagamaan (religious paedagogis) sangat mempengaruhi terwujudnya tingkah laku keagamaan (religious behaviour).

f. Rasa heran

Rasa heran dan kagum pada anak terbatas pada keindahan lahiriyah saja. Rasa kagum merupakan langkah pertama dari pernyataan kebutuhan anak akan dorongan untuk mengenal suatu pengalaman yang baru. Rasa kagum mereka dapat disalurkan melalui cerita-cerita yang menimbulkan rasa takjub.

Dengan demikian kompetensi dan hasil yang perlu dicapai pada aspek religius adalah kemampuan melakukan ibadah, mengenal dan percaya akan ciptaan Tuhan dan mencintai sesama manusia.

B. Nilai-Nilai Sosial

1. Pengertian Nilai Sosial

Kata sosial berasal dari bahasa Inggris social yang secara harfiah berarti pertemuan, silatur rahmi, peramah, senang sekali bergaul, kemasyarakatan dan ramah tamah.20 Dalam bahasa Arab, kata sosial merupakan terjemahan dari kata isytirakiyah yang berarti patnership

(berkawan), participation (ikut serta), sharing (ikut andil), joining (ikut serta), cooperation (kerjasama), collaboration (bergabung menjadi satu), community (masyarakat), kemudian menjadi kata isytirakiyah atau


(57)

socialism (paham tentang kemasyarakatan).21 Dalam kamus bahasa Indonesia, arti dari kata sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat, kemasyarakatan, perkumpulan yang bersifat dan bertujuan kemasyarakatan, suka memperhatikan kepentingan umum.22

Pendapat Raven dalam education, values, and society, yang dikutip

oleh Zubaedi menyatakan bahwa, ”Social values are set of society attitude considered as a truth and it is become the standart for people to act in order to achieve democratic and harmonious life.” Artinya: ”Nilai-nilai sosial merupakan seperangkat sikap individu yang dihargai sebagai suatu kebenaran dan dijadikan standar bertingkah laku guna memperoleh

kehidupan masyarakat yang demokratis dan harmonis.”23 Nilai sosial adalah sesuatu yang berguna dan dilakukan oleh manusia, berupa sikap dan perilaku yang baik dalam berhubungan dengan masyarakat. Nilai-nilai sosial memberikan pedoman bagi warga masyarakat untuk hidup berkasih sayang dengan sesama manusia, hidup harmonis, disiplin, demokrasi dan bertanggung jawab. Sebaliknya, tanpa nilai-nilai sosial maka tidak akan tercipta kehidupan masyarakat yang demokratis dan harmonis.

Nilai-nilai sosial terdiri dari beberapa sub nilai, yaitu:24

a. Loves (kasih sayang): pengabdian, tolong menolong, kekeluargaan, kesetiaan, dan kepedulian.

b. Responsibility (tanggung jawab): rasa memiliki, disiplin dan empati.

21 Abudin Nata, Studi Islam Komprehensif, 449.

22 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), 961. 23 Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter (Jakarta: Kencana, 2013), 39.


(1)

174

kegiatan pembelajaran, melalui kegiatan spontan dan melalui kegiatan

yang direncanakan. Strategi yang digunakan dalam mengembangkan

nilai-nilai religius yaitu: keteladanan, pembiasaan, cerita dan bermain.

3. Faktor pendukung pengembangan nilai-nilai religius dan sosial dalam

pembelajaran berbasis sentra dan area di KBM NU 73 Al Fithriyah dan

KB Anggrek: kebijakan kepala sekolah, pendidik, keluarga, teman

sebaya, sarana dan prasarana. Adapun faktor penghambat penerapan

nilai-nilai religius dan sosial dalam pembelajaran berbasis sentra dan area

di KBM NU 73 Al Fithriyah dan KB Anggrek meliputi: kompetensi

akademik pendidik, kurangnya dukungan keluarga, sarana dan prasarana

yang kurang memadai.

B. SARAN

Dari hasil penelitian ini, maka peneliti menyarankan beberapa hal yang

berkaitan dengan pengembangan nilai-nilai religius dan sosial pada anak

usia dini, kepada:

1. Penyelenggara pendidikan anak usia dini di KBM NU 73 Al Fithriyah

dan KB Anggrek untuk menyediakan sarana dan prasarana yang

memadai demi suksesnya proses belajar mengajar.

2. Kepala sekolah serta dewan guru KBM NU 73 Al Fithriyah dan KB

Anggrek untuk selalu meningkatkan profesionalitasnya dengan

melanjutkan pendidikan bagi pendidik PAUD dan mengikuti


(2)

175

3. Wali murid agar senantiasa memberi dukungan terhadap segala program

yang diselenggarakan KBM NU 73 Al Fithriyah dan KB Anggrek dan

berkomunikasi secara aktif dengan pihak sekolah untuk mengetahui


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad Kamus Bahasa Indonesia Moderen. Jakarta: Pustaka Amani, tt.

Ali, Zainuddin, Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2012.

Alim, Muhammad, Pendidikan Agama Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011.

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:

Rineka Cipta, 2002.

Asmuni, Yusran, Dirasah Islamiah 1. Jakarta: Raja Grafindo persada, 1997.

Depag RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya. Bandung: PT. Sygma Examedia

Arkanleema, 2012

Desmita, Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2015.

Echols, John M, dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia .Jakarta: Gramedia,

2000.

Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: Rajawali Pers,

2012.

Fadlillah, Muhammad, dkk, Pendidikan Karakter Anak Usia Dini. Yogyakarta:

Ar-Ruzz Media, 2013.

Fatimah, Enung, Psikologi Perkembangan. Bandung: Pustaka Setia, 2006.

Hadi, Amirul dan Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung : Pustaka

Setia, 1998.

Hadi, Sutrisno, Metodologi Research II. Yogyakarta: Andi Offset, 1994.


(4)

J Moleong, Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya,

2009.

Jalaluddin, Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo persada, 2005.

Kamtini dan Husni Wardi Tanjung, Bermain Melalui Gerak Dan Lagu Di Taman

Kanak-Kanak. Jakarta: DEPDIKNAS.

Labib dkk, Mengenal Tuhan. tt: Dua Putra Press, 2002.

Langgulung, Hasan, Asas-asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al Husna Baru,

2003.

Latif,Mukhtar dkk, Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana,

2014.

Maksum, Ali, Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme.

Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016.

Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2005.

Moeslichatoen, Metode Pengajaran Di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Rineka

Cipta, 2004.

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2016.

Muhajir, Noeng, Metode Penelitiaan Kualitatif. Yogyakarta: Bumi Aksara, 2000.

Mulyani, Novi, Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Yogyakarta: Kali Media,

2016.

Mulyasa, E, Manajemen PAUD. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014.

Nasution, S, Metode Research, Jakarta: Bumi Aksara, 1996.


(5)

Nazir, Moh, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003.

Partanto, Pius A dan Al Barry, M. Dahlan, Kamus Ilmiyah Populer. Surabaya:

Arkola, 1994.

PERMENDIKBUD Nomor 146 tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Pendidikan

Anak Usia Dini. 2015

Poerwadarminta, W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,

1991.

R.C. Bogdan, & Biklen, S.K, Qualitative Research for education. Allin and Bacon:

1998.

Santrock, John W, Psikologi Pendidikan, “terj.” Tri Wibowo B.S. Jakarta: Kencana,

2007.

Schunk, Dale H, Learning Theories An Educational Perspektif, terj. Hamdiah, Eva

dan Fajar, Rahmat .Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.

Seefeld, Carol dan A.Wasik, Barbara, Pendidikan Anak Usia Dini, “terj.” Pius

Nasar. Jakarta: Indeks, 2008.

Sjarkawi, Pembentukan Kepribadian Anak. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Slavin, Robert E. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik, terj. Marianto Samosir.

Jakarta: Indeks, 2011.

Sudjana, Nana & Ibrahim, Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar

Baru, 1999.

Sujiono, Yuliani Nurani, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:

Indeks, 2009.


(6)

Suyadi dan Ulfah, Maria, Konsep Dasar PAUD. Bandung: Remaja Rosda Karya,

2013

Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosda

karya, 2013.

Syadali, Ahmad dan Mudzakir, Filsafat Umum. Bandung: Pustaka Setia, 1997.

Syarbini, Amirullah & Gunawan, Heri, Mencetak Anak Hebat. Jakarta: Gramedia,

2014.

Trianto, Pengantar Penelitian Pendidikan Bagi Pengembangan Profesi Pendidikan

Dan Tenaga Kependidikan. Jakarta: Kencana, 2012.

Undang-Undang Republik Indonesia SISDIKNAS. Bandung: Fermana, 2006.

Wei, Li and G. Moyer, Melissa, Research Methods in Bilingualism and

Multilingualism. Victoria: Blackwell, 2008.

Yusuf L.N, Syamsu dan Nani M. Sughandi, Perkembangan Peserta Didik.Jakarta:

Raja Grafindo Persada, 2014.

Yusuf, Syamsul, Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung: Remaja

Rosdakarya, 2015.

Zainuddin, Seluk-beluk Pendidikan dari Al-Ghazali. Jakarta: Bumi Aksara, 1991.

Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter. Jakarta: Kencana, 2013.

Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2004.

10 Model Pembelajaran Area Pendidikan Anak Usia Dini, dalam


Dokumen yang terkait

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN SENTRA PADA ANAK USIA DINI DI KELOMPOK BERMAIN UNIVERSAL ANANDA PENGELOLAAN PEMBELAJARAN SENTRA PADA ANAK USIA DINI DI KELOMPOK BERMAIN UNIVERSAL ANANDA DESA PURWOKERTO KECAMATAN PATEBON KABUPATEN KENDAL.

0 3 17

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN SENTRAPADA ANAK USIA DINI DI KELOMPOK BERMAIN UNIVERSAL ANANDA PENGELOLAAN PEMBELAJARAN SENTRA PADA ANAK USIA DINI DI KELOMPOK BERMAIN UNIVERSAL ANANDA DESA PURWOKERTO KECAMATAN PATEBON KABUPATEN KENDAL.

0 4 12

PENDAHULUAN PENGELOLAAN PEMBELAJARAN SENTRA PADA ANAK USIA DINI DI KELOMPOK BERMAIN UNIVERSAL ANANDA DESA PURWOKERTO KECAMATAN PATEBON KABUPATEN KENDAL.

0 3 4

IMPLEMENTASI NILAI – NILAI PERSATUAN DAN GOTONG ROYONG PADA PETANI (Studi Kasus pada Kelompok Tani Subur Makmur di Desa Implementasi Nilai – Nilai Persatuan Dan Gotong Royong Pada Petani (Studi Kasus pada Kelompok Tani Subur Makmur di Desa Lempong Kecam

0 7 19

SENTRA PERSIAPAN SEBAGAI IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN PADA ANAK KELOMPOK BERMAIN DI PAUD TERPADU ZAKI’S Implementasi Pembelajaran Sentra Persiapan Pada Anak Kelompok Bermain Di Paud Terpadu Zaki’s Club Gemolong Tahun Ajaran 2015/2016.

1 6 17

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN SENTRA PERSIAPAN PADA ANAK KELOMPOK BERMAIN DI PAUD TERPADU ZAKI’S CLUB Implementasi Pembelajaran Sentra Persiapan Pada Anak Kelompok Bermain Di Paud Terpadu Zaki’s Club Gemolong Tahun Ajaran 2015/2016.

0 3 16

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN SENTRA BALOK DI KELOMPOK BERMAIN Implementasi Model Pembelajaran Sentra Di Kelompok Bermain Taman Pendidikan Prasekolah (TPP)Al Firdaus Kota Surakarta Tahun Pelajaran 2015 / 2016.

0 6 18

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN SENTRA DI KELOMPOK BERMAIN TAMAN PENDIDIKAN PRASEKOLAH (TPP) AL FIRDAUS Implementasi Model Pembelajaran Sentra Di Kelompok Bermain Taman Pendidikan Prasekolah (TPP)Al Firdaus Kota Surakarta Tahun Pelajaran 2015 / 2016.

0 4 16

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN NILAI MORAL DALAM PENGEMBANGAN PERILAKU SOSIAL ANAK USIA DINI : Studi pada Kelompok Bermain Rancage Kabupaten Sumedang.

1 4 50

POLA PENGENALAN NILAI-NILAI BUDAYA LOKAL PADA ANAK USIA DINI DI KELOMPOK BERMAIN “ BENISO ” RANDUBELANG BANGUNHARJO SEWON BANTUL.

0 2 128