BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN HABIB HASAN BIN AHMAD BAHARUN (1934-1999).
BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN HABIB HASAN BIN AHMAD BAHARUN (1934-1999)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana dalam Program Strata Satu (S-1) pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)
Oleh:
Regah Puspita Arum NIM: A82212159
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA 2016
(2)
(3)
(4)
(5)
ABSTRACT
This thesis entitled "Biography and Thought Habib Hasan bin Ahmad Baharun (1934-1999)". Problems studied in this thesis are: 1) Who Habib Hasan bin Ahmad Baharun it and what their work? 2) How does the idea of Habib Hasan bin Ahmad Baharun? 3) How does the career as well as the struggle of Habib Hasan bin Ahmad Baharun ?.
Thesis was prepared using the method of historical research. The writing method historically used writing is to use some of the steps that heuristics (This study is a research library (library research), verification (criticism of the data), interpretation (interpretation) and historiography (history writing). While the approach and theoretical framework used was the biographical approach is used to understand and explore the personality of a person based on the cultural background of the social environment in which the character grew up, how the educational process is experienced, as well as the characters, which is on the person.
The research results can be concluded that: 1) Habib Hasan bin Ahmad Baharun is a scholar who was born in Sumenep on 11 June 1934 and is the eldest son of four children of Al Habib Husein bin Ahman with Fathmah bint Ahmad Bachabazy. Religious education he got from the guidance of both parents and of Madrasah Makarimul Morals Sumenep. He is a scholar and the founder and caregivers ponpes Dalwa and he was known as an expert in Arabic, 2) Habib Hasan bin Ahmad Baharun argues that the concept of propaganda that ideal is preaching it should be done with an attitude of soft, without coercion, adjusting methods of propaganda with the object propaganda, willing to sacrifice, and never give up. While the concept of a good education is a good education initiated by educators who have competence noble personality, an educator will be successful in implementing education if it has a high sincerity. 3) Career Habib Hasan bin Ahmad Baharun starting field of propaganda. Since he actively follow his father's trade while preaching around anyway Madura. After itinerant preaching and teaching, he eventually established a boarding school in Pasuruan Raci named Boarding Darullughah Waddakwah. He has also been active in the party NU and also served as chairman of the MUI Pasuruan district for approximately 19 years until the end. The struggle of his mission never escape from problems, but all of his problems can be overcome.
(6)
i DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... . iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI ... v
MOTTO ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
ABSTRAK ... ix
ABSTRACT ... x
KATA PENGANTAR ... xi
DAFTAR ISI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Kegunaan Penelitian ... 5
E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 6
F. Penelitian Terdahulu ... 6
G. Metode Penelitian ... 7
H. Sistematika Bahasan ... 13
BAB II BIOGRAFI HABIB HASAN BIN AHMAD BAHARUN A. Kelahiran Habib Hasan... 16
B. Pendidikan ... 17
C. Kepribadian ... 20
D. Karya Tulis ... 26
E. Detik-detik Terakhir Kepergian………...29
BAB III PERJALANAN KARIR DAN PERJUANGAN HABIB HASAN BIN AHMAD BAHARUN A. Mendirikan Pondok Pesantren Dalwa ... 33
B. Pengalaman organisasi dan perjuangan Habib Hasan ... 37
C. Problematika yang dihadapi Habib Hasan ... 40
BAB IV PEMIKIRAN HABIB HASAN BIN AHMAD BAHARUN A. Pemikiran Habib Hasan tentang konsep dakwah ... 47
B. Pemikiran Habib Hasan tentang pendidikan ... 55
C. Pemikiran Habib Hasan tentang pentingnya bahasa Arab... 69
(7)
ii BAB V PENUTUP
A. Simpulan ... 75 B. Saran ... 76
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
(8)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam masuk ke Nusantara dengan membawa misi pendidikan, yaitu menyampaikan ajaran agama kepada penduduk. Penyampaian ajaran agama tersebut dilakukan di sebuah tempat pendidikan Islam tradisional yang dikenal dengan istilah pesantren. Di dalam pesantren, para santri mendapatkan pelajaran yang mencakup berbagai bidang tentang pengetahuan Islam yang diajarkan oleh para guru dan pemimpin pesantren (kiai).1
Berbicara mengenai kiai, dari dulu kalangan agamawan seperti kiai2, mempunyai peranan sosial yang penting dalam masyarakat. Peran dari seorang kiai maupun ulama sangat penting sekali dalam pandangan masyarakat karena dengan kiprahnya yang luar biasa bisa menjadi orang yang berguna seperti apa yang para kiai contohkan untuk mereka. Kedudukan seorang kiai berpengaruh besar terhadap masyarakat secara umum yaitu seperti sifat wibawa, kesalehan, berpengetahuan luas tentang agama Islam yang dapat menyebabkan seorang kiai mendapatkan pengikut serta membawa hal yang berbeda yang mampu memberikan citra bagi masyarakat. Selain kharismanya seorang kiai juga memiliki tingkat kesalehan yang lebih tinggi serta mempunyai kepribadian yang khas dibandingkan dengan masyarakat pada umumnya. Kiai tidak hanya dapat dikatakan sebagai elit, tetapi juga sebagai elit pesantren yang memiliki otoritas tinggi ketika menyebarkan tentang
1
Manfred Ziemek, Pesantren dalam Perubahan Sosial (Jakarta: P3M,1986), 16. 2
(9)
pengetahuan keagamaan di dalam masyarakat dan kharismatik yang dimiliki seorang kiai menjadi tolak ukur kewibawaan. Kharismatik yang dimiliki seorang kiai merupakan karunia yang diperoleh dari Allah.3
Dalam bahasa Jawa kata kiai dipakai dalam tiga jenis gelar yaitu yang pertama sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat, seperti kiai garuda kencana yang dipakai untuk sebutan kereta emas di Keraton Yogyakarta, yang kedua dipakai untuk gelar kehormatan bagi orang tua pada umumnya dan yang ketiga untuk gelar yang diberikan oleh masyarakat untuk seorang ahli agama Islam yang menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam kepada santri ataupun orang lain. Selain itu, seseorang yang memiliki pesantren dan mengajarkan kitab-kitab biasanya juga disebut dengan alim ulama.4
Habib Hasan bin Ahmad Baharun merupakan salah seorang tokoh ulama di Pasuruan yang menjadi sosok pemimpin dalam pesantren maupun masyarakat yang memiliki akhlak dan kepribadian yang utuh, pemikiran yang cemerlang, berjiwa besar serta memiliki ketabahan dan kesabaran yang luar biasa dalam membimbing santri-santrinya serta memiliki konsep dan arah pendidikan yang jelas, banyak memberikan sumbangsih terhadap pengembangan pendidikan dan dakwah. Ia juga aktif dalam berbagai kegiatan beberapa lembaga dakwah, pendidikan dan sosial kemasyarakatan. Salah satunya ia aktif di Majlis Ulama Indonesia (MUI) Pasuruan sampai akhir hayatnya.
3
Sukamto, Kepemimpinan Kyai Dalam Pesantren (Jakarta: LP3ES, 1999), 13. 4
(10)
Habib Hasan bin Ahmad Baharun yang dikenal sebagai seorang ahli bahasa arab lahir di Sumenep pada tanggal 11 Juni 1934. Ia dikenal sebagai pribadi yang sabar, istiqomah, tawakkal, dermawan, ikhlas, tawadhu’, sederhana, berani, wara’, dan gigih.5
Sejak masih kecil ia sudah ditanamkan kedisiplinan dan kesederhanaan oleh kedua orang tuanya sehingga mengantarkannya tumbuh menjadi sosok pribadi yang mempunyai akhlak dan sifat-sifat yang terpuji. Semasa muda ia telah diilhami oleh rasa cinta untuk menyebarluaskan bahasa Arab. Sumbangsih Habib Hasan terhadap dunia bahasa Arab bisa dilihat dalam karya-karya tulisnya diantaranya kamus bahasa dunia Islam (Majmu’aat Ashriyah), percakapan bahasa Arab (al-Muhawarah al-Haditsah I dan II), buku praktis ilmu tajwid, pengantar belajar ilmu Nahwu (41 kaidah Nahwu), al-af’al al-Yaumiyyah dan al-Asma al-Yaumiyyah.6 Selain berkarya di bahasa Arab ia juga berdakwah di beberapa tempat dan sempat mengajar bahasa Arab di beberapa pondok pesantren seperti pesantren Gondanglegi (Malang), pesantren Sidogiri (Pasuruan), pesantren Salafiyah Asy-Syafi’iyah (Asembagus, Situbondo), pesantren Langitan (Tuban) dan lain-lain.
Dari hubungan yang harmonis dengan beberapa pesantren itulah yang memudahkan Habib Hasan mendirikan pesantren yang diberi nama Darullughah Waddakwah (Dalwa) tepat pada tahun 1982 di desa Raci kecamatan Bangil Pasuruan.
Saya sebagai seorang mahasiswi Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam, yang notabennya dilingkupi oleh ilmu-ilmu keagamaan tertarik untuk mengulas sejarah biografi dan pemikiran Habib Hasan Bin Ahmad Baharun (1934-1999).
B. Rumusan Masalah
5
Ustadz Samsul, Wawancara, Bangil, 15 September 2015. 6
(11)
Berdasarkan judul di atas, “Biografi dan pemikiran Habib Hasan bin Ahmad Baharun (1934-1999)” maka ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini adalah :
1. Siapa Habib Hasan bin Ahmad Baharun itu dan apa kiprahnya?
2. Bagaimana pemikiran Habib Hasan bin Ahmad Baharun?
3. Bagaimana perjalanan karir serta perjuangan Habib Hasan bin Ahmad Baharun?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai rumusan masalah yang dipaparkan penulis di atas, penulis memiliki tujuan dari hasil penelitian. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut ini:
1. Untuk mengetahui kisah kehidupan Habib Hasan bin Ahmad Baharun.
2. Untuk mengetahui pemikiran Habib Hasan bin Ahmad Baharun.
3. Untuk mengetahui perjalanan karir serta perjuangan Habib Hasan bin Ahmad Baharun.
D. Kegunaan Penelitian
Dari penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat yang positif bagi semua orang, baik dari sisi keilmuan akademik maupun dari sisi praktis.
1. Dari sisi keilmuan akademik:
Hasil penelitian ini, diharapkan dapat dijadikan bahan informasi. Dapat menambah wawasan pengetahuan bagi peneliti khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya, serta untuk menambah khasanah keilmuan di bidang sejarah Islam dan sejarahtokoh dalam bentuk karya ilmiah di Fakultas ADAB DAN HUMANIORA UIN Sunan Ampel Surabaya.
(12)
2. Dari sisi praktis:
Perjalanan hidup dan perjuangan Habib Hasan bin Ahmad Baharun merupakan hal yang luar biasa yang sangat baik untuk dijadikan tauladan hidup, skripsi ini juga berguna untuk bahan kajian selanjutnya bagi para mahasiswa yang mendalami sejarah, terutama yang berkaitan dengan biografi dan pemikiran seorang tokoh.
E. Pendekatan dan Kerangka Teori
Penulisan skripsi ini menggunakan menggunakan pendekatan Historis Deskriptif. Dalam hal ini penulis mengungkapkan serta mendiskripsikan bagaimana sejarah riwayat hidup Habib Hasan bin Ahmad Baharun serta pemikirannya dalam pondok pesantren Darullughah Wadda’wah di Raci Pasuruan. Lebih khususnya, dalam skripsi ini penulis menggunakan pendekatan biografis, yaitu pendekatan yang berusaha memahami dan mendalami kepribadian seseorang berdasarkan latar belakang lingkungan sosial kulturan dimana tokoh itu dibesarkan, bagaimana proses pendidikan yang dialami, serta watak watak yang ada pada seseorang tersebut.7
F. Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian terdahulu, penulis telah melakukan studi tentang penelitian terdahulu, sejauh ini penulis belum menemukan karya yang membahas biografi dan pemikiran Habib Hasan bin Ahmad Baharun, oleh karena itu penulis menggunakan karya yang lain yang berhubungan dengan masalah yang penulis teliti yaitu:
1. Skripsi yang berjudul “Pondok Modern Al-Barokah (Studi Tentang Perkembangan Dan Perannya dalam masyarakat) Patianrowo Nganjuk. Yang mana sebagai acuan penulis untuk menulis proposal ini.
7
(13)
Penelitian yang penulis teliti ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini akan lebih terfokus pada biografi dan pemikiran Habib Hasan bin Ahmad Baharun dalam pondok pesantren.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian mempunyai peran yang sangat penting dalam penelitian ini karena dengan metode penelitian yang digunakan dapat membantu penulis untuk mencapai tujuan dan menetukan jawaban atas masalah yang diajukan. Adapun dalam skripsi ini, penulis menggunakan metode historis yaitu menguji dan menganalisa secara kritis terhadap rekaman peninggalan masa lalu.8 Penulisan ini berusaha mengungkap kehidupan seorang tokoh meliputi kisah hidup, pemikiran serta perjuangan yang berada di dalam pesantren. Metode historis ini meliputi empat tahapan:
1. Heuristik
Heuristik yaitu teknik pengumpulan sumber baik lisan maupun tulisan.9Sumber sejarah disebut juga data sejarah. Sumber sejarah menurut bahannya dapat dibagi dua yaitu tertulis dan tidak tertulis, atau dokumen dan artefak.10 Pada penelitian skripsi ini
penulis mengumpulkan sumber-sumber serta data-data yang berhubungan dengan “Biografi dan pemikiran Habib Hasan Bin Ahmad Baharun” yang pertama penulis lakukan untuk mengumpulkan sumber serta data baik itu sumber primer atau sekunder yaitu penulis mendatangi pondok pesantren Darullughah Waddakwah yang terletak di
8
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terj. Nugroho Notosusanto (Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1985), 32. 9
Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah (Yogyakarta: kurnia Alam Semesta, 2003), 55.
10
(14)
desa Raci kecamatan Bangil Pasuruan dengan waktu 2-3 jam perjalanan akhirnya sampailah penulis di desa Raci, setelah melihat sekeliling pondok penulis mendatangi tempat yang tidak jauh dari Pondok tersebut. Ternyata setelah penulis berkenalan, beliau adalah ustadz di pondok pesantren Darullughah Wadda’wah yang bernama ustadz samsul, setelah itu penulis berbicara lama dengan beliau untuk memperkenalkan diri dan tujuan penulis datang ke pondok pesantren tersebut kemudian ustadz Samsul mulai mencarikan buku tentang biografi Habib Hasan Bin Ahmad Baharun dan karya tulis karangan dari Habib Hasan bin Ahmad Baharun yang diantaranya kamus bahasa dunia Islam (Majmu’aat Ashriyah), percakapan bahasa arab (Al-Muhawarah al-haditsah I dan II), buku praktis ilmu tajwid dan pengantar belajar ilmu nahwu (41 kaidah nahwu). Sebenarnya masih banyak karya-karya karangan beliau yang lainnya namun yang dapat dicarikan oleh Ustadz Samsul hanya sebagian itu saja. Setelah beliau mencarikan karya dari Habib Hasan kemudian Ustadz Samsul mengantarkan penulis untuk melakukan wawancara dengan anak dari Habib Hasan bin Ahmad Baharun. Setelah itu beliau juga mengantarkan penulis untuk melakukan wawancara dengan ustadz yang bernama Ustadz Ismail yang kebetulan dahulu beliau hidup di masa Habib Hasan dan mengetahui seluk beluk dari Habib Hasan bin Ahmad Baharun.
Dalam penulisan proposal ini penulis menggunakan sumber sejarah yang dibagi menjadi dua sumber.
a) Sumber Primer
Sumber primer dalam sejarah merupakan sumber yang berhubungan langsung dengan Habib Hasan Bin Ahmad Baharun, dalam hal ini sumber yang digunakan seperti sumber visual seperti foto, video, sumber tertulis yang berupa karangan
(15)
beliau, sumber lisan berupa wawancara dengan Ustadz Segaf Baharun atau yang berhubungan langsung dengan ia. Dalam metode penelitian ini sumber primer yang penulis temukan berupa peninggalan beliau yaitu berupa beberapa buku karangan ia dengan judul “Kamus Bahasa Dunia Islam (Majmu’aat Ashriyah)”, dengan penerbit Darussagaf Bangil 1980. Buku ini didalamnya memuat tentang perbendaharaan kata sehari-hari dan kata-kata modern yang banyak dipakai di majalah-majalah atau surat kabar. Di buku ini juga dituliskan berbagai macam contoh surat menyurat, pidato, cara membuat surat-surat keterangan dan tema-tema yang diperlukan sehingga yang membacanya bisa bercakap-cakap serta menulis surat dan menyampaikan ceramah menggunakan bahasa arab.
Buku karya ia yang penulis temukan “percakapan bahasa arab (Al-Muhawarah al-haditsah I dan II), yang diterbitkan oleh Darussagaf Bangil tahun 1981. Buku ini didalamnya memuat tentang percakapan-percakapan bahasa arab sehingga memudahkan bagi yang membaca bisa bercakap-cakap bahasa arab dengan fashih.
Buku karya ia yang juga penulis temukan “Buku Praktis ilmu Tajwid yang diterbitkan oleh Darullughah Waddakwah Raci Bangil tahun 1998 (1418 H).
Karya lain dari Habib Hasan bin Ahmad Baharun yang penulis temukan yaitu “Pengantar Belajar Ilmu Nahwu (41 kaidah nahwu)” yang diterbitkan oleh Percetakan Dalwa Raci Bangil tahun 1432. Di dalam buku ini terdapat kaidah yang sangat penting untuk dipelajari dan dipahami khususnya bagi para pemula dalam mempelajari bahasa Arab.
(16)
b) Sumber Sekunder
Selain sumber primer penelitian ini penulis menggunakan sumber sekunder yang berkaitan dengan judul tersebut sebagai bahan penunjang, diantaranya buku-buku atau referensi yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini ini. Sumber sekunder yang penulis temukan adalah buku “Biografi Sang Murobbi Abuya Al -Ustadz Al-Habib Hasan Bin Ahmad Baharun” yang ditulis oleh Keluarga besar Al-Hasaniyah dan diterbitkan oleh ikatan alumni Dalwa “Al-Hasaniyah pada tahun 2012.
2. Kritik Sumber
Setelah metode heuristik atau pengumpulan data terkumpul maka selanjutnya dilakukan kritik sumber, kritik sumber dilakukan untuk mendapatkan keabsahan atau kebenaran dari sumber yang telah didapatkan.11 Sumber tertulis dikritik dengan cara membandingkan antara sumber yang satu dengan sumber lainnya yang sudah terkumpul baik dari segi isi, bahasa, maupun segi fisiknya. Sementara itu, sumber lisan dikritik dengan cara membandingkan informasi-informasi yang disampaikan oleh responden, dan kondisi fisik responden, apakah orang tersebut adalah saksi hidup yang pernah sezaman atau masih keturunan dari tokoh yang diteliti. Selain sumber tertulis sumber lisan juga dapat diakui kredibilitasnya apabila memenuhi syarat bahwa sumber disampaikan oleh saksi yang berrantai dan dilaporkan oleh orang terdekat.12 Sumber lisan juga mengandung kejadian yang diketahui umum dan telah menjadi kepercayan umum pada masa tertentu.
11
Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah (Jakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), 70. 12
(17)
Dalam skripsi ini penulis mencoba untuk memadukan hasil wawancara dengan sumber tertulis. Penulis menemukan beberapa karya dari Habib Hasan bin Ahmad Baharun diantaranya kamus bahasa dunia Islam (Majmu’aat Ashriyah), percakapan bahasa arab (al-Muhawarah al-Haditsah I dan II, buku praktis ilmu tajwid, pengantar belajar ilmu nahwu (41 kaidah nahwu), selain karya Habib Hasan bin Ahmad Baharun sendiri, penulis juga mendapatkan tulisan ikatan alumni pondok pesantren Dalwa tentang biografi Habib Hasan bin Ahmad Baharun. Dan menurut penulis, menyimpulkan bahwa hasil wawancara kepada putra dan keluarga Habib Hasan bin Ahmad Baharun sangat relevan dengan karya tulis yang membahas tentang biografi Habib Hasan bin Ahmad Baharun.
3. Interpretasi
Setelah metode penelitian heuristic dan kritik dilakukan maka tahap selanjutnya yaitu menguraikan data yang terkumpul dibandingkan lalu disimpulkan agar bisa dibuat penafsiran terhadap data sehingga dapat diketahui penyebab dan kesesuaian dengan masalah yang diteliti yaitu biografi dan pemikiran Habib Hasan bin Ahmad Baharun. Penulis akan mendiskripsikan secara mendalam sumber-sumber yang telah dikumpulkan kemudian peneliti akan menyimpulkan sumber-sumber tersebut sebagaimana dalam kajian yang telah diteliti.
4. Historiografi
Historiografi yaitu menyusun fakta-fakta yang telah tersusun yang didapatkan dari penafsiran sumber-sumber dalam bentuk tertulis.13 Sebagai tahap awal dalam metode sejarah. Historiografi adalah cara dan tahap penulisan, pemaparan hasil
13
(18)
penelitian ilmiah, penulis mencoba menuangkan penelitian sejarah ke dalam suatu karya berupa proposal.
H. Sistematika Bahasan
Dalam skripsi ini terdiri dari lima bab, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan kerangka teoritik, penelitian terdahulu, dan metode penelitian akan dibahas dalam bab I karena dalam bab ini pendahuluan dari skripsi akan dibahas dengan detail sebelum melangkah pada bab selanjutnya. Dari bab I lah penulis mengetahui masalah yang akan penulis teliti,manfaat dan tujuan penelitian serta metode yang digunakan dalam penelitian. Dengan demikian penulisan skripsi ini akan tersusun dengan pembahasan yang sistematis dan terperinci.
Biografi Habib Hasan bin Ahmad Baharun akan menjadi pokok bahasan pada bab II yang terbagi dalam beberapa sub bab pembahasan diantaranya mengenai kelahiran Habib Hasan bin Ahmad Baharun, pendidikan, kepribadian, karya tulis, dan detik-detik kepergian Habib Hasan bin Ahmad Baharun. Biografi Habib Hasan bin Ahmad Baharun dibahas pada bab ini karena pembahasan ini termasuk dari bagian pokok dari penelitian skripsi ini, pembahasan mengenai biografi Habib Hasan bin Ahmad Baharun diletakkan pada bagian awal pembahasan setelah pendahuluan karena penulis harus mengetahui bagaimana kehidupan beliau dari kecil hingga wafat. Dari riwayat hidup ini penulis akan mengetahui segala hal yang berkaitan dengan Habib Hasan bin Ahmad Baharun termasuk diantaranya mengenai pemikiran dan perjuangan beliau sampai menjadi seorang ulama terkemuka dan memiliki pondok pesantren yang besar.
Pemikiran Habib Hasan bin Ahmad Baharun dibahas dalam bab III, karena dalam bab sebelumnya penulis sudah mengetahui tentang biografi Habib Hasan bin
(19)
Ahmad Baharun, maka setelah itu penulis ingin mengetahui bagaimana pemikiran-pemikiran beliau terhadap beberapa aspek, diantaranya pemikiran-pemikiran ia tentang konsep dakwah, pendidikan, dan pemikiran ia tentang pentingnya bahasa Arab. Dalam bab III ini penulis juga akan membahas sekilas tentang cita-cita besar Habib Hasan bin Ahmad Baharun yang secara tidak langsung hal tersebut merupakan bagian kecil dari pemikiran ia
Dalam bab IV penulis akan membahas mengenai perjalanan karir dan perjuangan Habib Hasan bin Ahmad Baharun. Hal-hal yang penulis bahas dalam bab ini dintaranya adalah mengenai perjuangan Habib Hasan bin Ahmad Baharun dalam mendirikan pondok pesantren Dalwa, pengalaman organisasi Habib Hasan bin Ahmad Baharun, serta problematika yang dihadapi Habib Hasan bin Ahmad Baharun selama perjalanan karir dan perjuangan ia dalam berdakwah.
Bab V merupakan bab terakhir dalam penulisan dan peyusunan skripsi ini. Dalam bab ini penulis akan menyimpulkan keseluruhan isi skripsi ini menjadi suatu ringkasan yang jelas. Dalam bab ini juga penulis memberikan saran-saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membaca skripsi ini.
(20)
BAB II
BIOGRAFI HABIB HASAN BIN AHMAD BAHARUN
A. Kelahiran Habib Hasan bin Ahmad Baharun
Habib Hasan bin Ahmad Baharun lahir di Sumenep pada tanggal 11 juni 1934 dan merupakan putra pertama dari empat bersaudara dari pasangan Al-Habib Ahmad bin Husein dengan Fathmah binti Ahmad Bachabazy. Adapun silsilah dzahabiyah yang mulia dari ia adalah Al-Habib Hasan bin Ahmad bin Husein bin Thohir bin Umar bin Hasan Baharun.1
Sejak kecil, kedisiplinan dan kesederhanaan telah ditanamkan oleh kedua orang tuanya sehingga mengantarkannya menjadi sosok pribadi yang mempunyai akhlaq dan sifat-sifat yang terpuji.
Ia dikarunia 6 orang putra dan 2 orang putri, mereka adalah Hb. Hamzah, Syarifah Lina, Hb. Muhammad Shodiq (Alumni Darul Mustofa Tarim), Hb. Ali Zainal Abidin (Alumni Sayyid Muhammad Al Maliki Makkah), Hb. Segaf (Alumni Habib Zen Bin Sumaith Madinah), Hb. Ali (Alumni Habib Zen Bin Sumaith Madinah), Hb. Husin dan Syarifah Ruqoyyah.
B. Pendidikan Habib Hasan bin Ahmad Baharun
Pepatah lama mengatakan “Tuntutlah Ilmu walau ke Negeri Cina” kata tersebut memberi semangat bagi orang-orang yang ingin menuntut ilmu. Dalam Al quran juga telah
1
Keluarga BesarAl-Hasaniyah, Biografi Sang Murobbi Abuya Al-Ustadz Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun
(21)
dijelaskan tentang keutamaan orang-orang yang menuntut ilmu diantaranya yang tertera dalam surah Al-mujadalah ayat 11 yang artinya “….Allah akan meninggikan derajat-derajat orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Pendidikan adalah suatu proses yang dilakukan secara sadar atau disengaja guna untuk menambah pengetahuan, wawasan serta pengalaman untuk menentukan tujuan hidup sehingga bisa memiliki pandangan yang luas untuk ke arah masa depan lebih baik dan dengan pendidikan itu sendiri dapat menciptakan orang-orang berkualitas.2
Menurut pandangan pendidikan islam, fungsi pendidikan itu bukanlah sekedar mengembangkan kemampuan dan mencerdaskan otak peserta didik, tetapi juga menyelamatkan fitrahnya. Oleh karena itu fungsi pendidikan dan pengajaran Islam dalam hubungannya dengan faktor anak didik adalah untuk menjaga, menyelamatkan, dan mengembangkan fitrah ini agar tetap menjadi al-fithratus salimah dan terhindar dari al-fithratu ghairus salimah. Artinya, agar anak tetap memiliki aqidah keimanan yang tetap dibawanya sejak lahir itu, terus menerus mengokohkannya, sehingga mati dalam keadaan fitrah yang semakin mantap, tidak menjadi Yahudi, Nashrani, Majusi ataupun agama-agama dan faham-faham yang selain Islam.
Betapa pentingnya fungsi pendidikan dan pengajaran di dalam menyelamatkan dan mengembangkan fitrah ini. Di pihak lain, pendidikan dan pengaajaran juga berfungsi untuk mengembangkan potensi-potensi/kekuatan-kekuatan yang ada pada diri anak agar ia bisa menjadi manusia yang bermanfaat bagi dirinya maupun bagi pergaulan hidup di
2
https://aghoestmoemet.wordpress.com/2013/10/11/makalah-ilmu-pendidikan-islam/, diakses pada tanggal 1 Desember 2015, pukul 14.50 WIB
(22)
sekelilingnya, sesuai dengan kedudukannya sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah Allah di muka bumi ini.3
Bagi Habib Hasan Baharun pendidikan agama selain diperoleh dari kedua orang tuanya, Habib Hasan Baharun juga mendapatkan pendidikan keagamaan dari Madrasah Makarimul Akhlaq Sumenep serta dari kakeknya yang dikenal sebagai seorang ulama di kabupaten Sumenep yaitu Ustadz Achmad bin Muhammad Bachabazy4 yang senantiasa membina dan membimbingnya dengan penuh kasih sayang dan penuh kesabaran dan apabila ada undangan untuk berdakwah, Habib Hasan Baharun sering diajak untuk menemani dakwah dari sang kakeknya tersebut. Setelah kakeknya meninggal dunia, ia menimba ilmu agama dari paman-pamannya sendiri yaitu Ustadz Usman bin Ahmad Bachabazy dan Ustadz Umar bin Ahmad Bachabazy. Tidak hanya itu, ia juga belajar dan memahami ilmu agama, khususnya ilmu fiqih kepada Al-Faqih Al-Habib Umar Ba’aqil Surabaya sekaligus menjadi murid kesayangan ulama’ asal kota pahlawan tersebut.5
Sejak kecil, Ustadz Habib Hasan Baharun memiliki semangat belajar yang tinggi serta dikenal ulet dan rajin. Hal itu terbukti ketika bulan ramadhan tiba, ia belajar semalam suntuk, selepas shalat tarawih dan tadarrus Al quran, ia lanjutkan dengan belajar dan mendiskusikan agama kepada ustadz usman sampai menjelang shubuh.
Di samping pendidikan agama, ia juga menempuh pendidikan formal mulai dari SR (Sekolah Rakyat, jenjang pendidikan setingkat SD) dilanjutkan hingga PGA (Pendidikan Guru Agama). Ketika memasuki tahun keempat, ia pindah ke SMEA di Surabaya sehingga
3
Mangun Budiyanto, Ilmu Pendidikan Islam (Yogyakarta: Griya Santri, 2010), 107. 4
Keluarga BesarAl-Hasaniyah, Biografi Sang Murobbi Abuya Al-Ustadz Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun (Bangil: Ikatan Alumni Dalwa Al-Hasaniyah, 2012), 2.
5
(23)
tidak sempat merampungkan pendidikan PGA-nya.6 Setelah menamatkan sekolah, ia Habib Hasan Baharun sering mengikuti ayahnya ke pulau Masalembu (sebuah pulau di utara pulau Madura) untuk berdakwah sambil membawa barang dagangan. Pada tahun 1966, ia memutuskan untuk berdakwah ke Pontianak, Kalimantan Barat. Tidak jarang, ia keluar masuk desa dan menjelajahi hutan belantara yang penuh dengan lumpur dan rawa-rawa. Dengan penuh kesabaran dan ketabahan, semua hal yang dihadapi waktu itu tidak dianggap sebagai penghalang dalam menjalankan misi dakwah.
C. Kepribadian Habib Hasan Bin Ahmad Baharun
Kepribadian merupakan kesatuan yang kompleks, yang terdiri atas psikis, seperti inteligensi, sifat, sikap, minat, cita-cita dan sebagainya, serta aspek fisik, seperti bentuk tubuh, kesehatan jasmani, dan sebagainya.7
Kepribadian itu berkembang dan mengalami perubahan-perubahan, tetapi di
dalam perkembangan makin terbentuklah pola-pola yang tetap, sehingga
merupakan ciri-ciri yang khas dan unik bagi setiap individu. Adapun kepribadian Habib Hasan Baharun adalah sebagai berikut:
1) Sabar
Adapun salah satu sifat yang menonjol pada dirinya adalah sifat sabar. Kesabaran Ustadz Hasan sangat dikenal oleh semua kalangan baik santri, dewan guru, pejabat dan orang-orang yang mengenalnya. Sifat kesabarannya sangat luar biasa sebagaimana kesaksian dan cerita yang dilukiskan oleh Ayahandanya sendiri Al-Habib Ahmad bin Husein Baharun: “Hasan itu sangat sabar, kalau saya marahi walaupun dia tidak salah tidak pernah menjawab dan apabila difitnah dan diganggu orang tidak pernah membalas
6
Keluarga BesarAl-Hasaniyah, Biografi Sang Murobbi Abuya Al-Ustadz Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun (Bangil: Ikatan Alumni Dalwa Al-Hasaniyah, 2012), 3.
77
(24)
dan hanya kepada saya dia menceritakan agar didoakan sehingga diberikan kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi cobaan dan fitnahan tersebut“. Begitu menurut penuturan Habib Ahmad Baharun pada waktu Ustadz Hasan menghadap ilahi.
Kesabarannya sulit dilukiskan baik dalam membina dan membimbing santri serta menghadapi kenakalan santri dan orang-orang yang mengganggu pondok. Ustadz Hasan dalam menghadapi orang-orang yang memfitnah dan mengganggu pondok justru mereka diberi hadiah dan berulang kali bahkan membantu urusan mereka seakan-akan ia tidak tahu bahwa orang tersebut mengganggunya.
Suatu kisah pada waktu zaman reformasi ada orang datang memberi tahu kepada beliau bahwa dia akan membawa orang sebanyak 2-3 truk untuk menghancurkan dan membumi hanguskan rumah orang yang mengganggu pondok namun ia malah mencegahnya karena hal itu tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw.
Ia juga dikenal sebagai pribadi yang tidak gampang marah jika berkaitan dengan pribadinya sendiri, pernah ia tersiram air bekas cuci piring oleh seorang anak santri ketika ia hendak pergi ke kantornya namun ia tidak marah dan pulang kerumahnya untuk menukar bajunya dengan yang kering, padahal sang santri sudah gemetaran menahan takut.
Pernah juga saat ia hendak berangkat khotbah jumat, dengan gamisnya yang baru, saat ia keluar pintu samping tiba-tiba bersamaan dengan seorang pembantu yang sedang membuang air bekas cucian, maka mengenalah ke gamis ustadz Hasan, namun ia tidak marah, tanpa bicara atau menegor si pembantu ia pun masuk dan mengganti gamis yang baru.
(25)
2) Istiqomah
Sifat Istiqomah Ustadz Hasan Baharun sudah tidak diragukan salah satu tanda dari sifat tersebut tercermin pada aktifitas ia sehari-hari karena ia bangun setiap pukul 02.00 malam kemudian Qiyamullail dan membangunkan santri dan Asatidzah pada pukul tiga malam bahkan untuk menjaga keistiqomahan tersebut mewajibkan santri yang menjaga malam di pintu gerbang untuk membangunkan tepat pukul dua malam dan di pos jaga tesebut tertulis diantara tugas/kewajiban penjaga malam wajib membangunkan Ustadz Hasan tepat pada pukul 02. 00 (tidak boleh lebih atau kurang).8
Suatu ketika ia datang dari Makkah/Timur Tengah namun masih mampir di Jakarta karena masih ada urusan yang harus diselesaikan dan bermalam di salah satu rumah wali santri di Bekasi (di rumah Haji Yusuf) dan tampak tanda-tanda bahwa ia dalam keadaan sangat lelah, maka untuk menjaga agar ia tidak terlambat bangun ia berpesan kepada H. Yusuf untuk membangunkannya pada pukul 02.00 dan juga menelpon ke santri yang menjaga maktab agar mengingatkan Haji Yusuf supaya membangunkan tepat pukul 02.00 malam dan tidak cukup itu saja ia masih memberi tahu ke pos jaga agar juga mengingatkan H. Yusuf sebelum jam 02.00 untuk membangunkan Ustadz Hasan. Begitulah salah satu contoh kesungguhan ia dalam menjaga keistiqomahan tersebut.
3) Kedermawanan
Kedermawanan yang ada padanya tumbuh dan berkembang sejak ia masih muda karena hal tersebut sudah ditanamkam oleh abah (ayah) dan kakeknya sebagaimana kisah-kisah sebelumya sehingga ia tumbuh dan berkembang mempunyai jiwa sosial terutama memiliki kepedulian kepada para fakir-miskin dan anak yatim. Bentuk
8
Keluarga BesarAl-Hasaniyah, Biografi Sang Murobbi Abuya Al-Ustadz Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun
(26)
kepedulian terhadap mereka diantaranya adalah bahwa kebiasaan beliau membagikan hadiah pakaian hari raya, beras dan kebutuhan sehari-hari, membagikan daging kurban kepada para tetangga pondok, famili ia yang tidak mampu, serta kepada orang-orang yang datang minta bantuan, mulai pengobatan sampai pada biaya sekolah anak-anak mereka kepada orang yang tak mampu. Juga khitanan masal yang sering ia adakan.
Pernah suatu saat, datang tamu dari jawa tengah dan kebetulan yang menemani dan melayani ia pada saat itu Ustadz As’ad. Ketika tamunya pamit untuk pulang ia bersalaman sambil memberikan amplop berisi uang sebagai hadiah. Dari ikhlasnya amplop tersebut dikasihkan/dihadiahkan ke Ustadz As’ad tanpa melihat jumlah uang di amplop tersebut. Begitu juga bila ada seorang santri yang akan pulang, ia sering memberi uang untuk ongkos pulang.
4) Kesederhanaan
Apabila orang bertemu dengan Ustadz Hasan Baharun dan orang tersebut sebelumnya belum mengenal ia maka orang tersebut tidak akan menyangka bahwa ustadz Hasan adalah Ulama besar yang sangat dihormati dan disegani karena ia memang mempunyai penampilan yang sangat sederhana, pakaian yang dipakai sehari-hari di dalam pondok dan ketika keluar pondok biasa-biasa saja yaitu memakai gamis dan kopyah putih tanpa imamah dan rida, juga cukup dengan sandal jepit walaupun keluar kota, kecuali apabila ia akan menyampaikan ceramah atau menghadiri majlis pertemuan
(27)
yang harus menampilkan sebagai sosok untuk menjaga kehormatan dan kebesaran serta kewibawaan Ulama. Maka ia akan berpakaian lengkap dengan jubah kebesarannnya.
Selain kesederhanaan dalam berpakaian ia juga memiliki kesederhanaan dalam pola kehidupan sehari-hari, banyak orang yang tertarik dan menaruh simpati kepadanya ketika membandingkan fasilitas pondok yang serba lengkap dan baik dengan rumah ia yang atapnya rusak dan sering bocor karena tidak sempat untuk diperbaiki serta perabot rumah tangga yang semuanya serba biasa-biasa saja, hal ini sudah menjadi pilihan ia yang lebih terkonsentrasi memikirkan bagaimana memenuhi fasilitas santri.
Bahkan pada saat awal pindah di Raci, pondok sudah berdiri dengan megah, besar dan bagus tetapi ia sendiri masih tinggal disebuah rumah kontrakan di bangil.
5) Keberanian
Pernah suatu saat ia melakukan perjalanan dengan mengendarai bis umum dia mendapatkan laki-laki yang menggoda wanita yang bukan mahromnya bahkan sampai dipangkunya maka ditegurlah dia tapi dia malah marah-marah, mencaci maki dan mengajak berkelahi, tapi ustadz sabar dan diam tidak menjawab tidak ingin ribut sehingga mengganggu orang yang di bis dan tatkala orang tersebut turun dahulu maka ustadz pun turun untuk menuruti tantangannya tapi orang tersebut langsung takut dan kabur seketika.
6) Ikhlas
Sebagaimana sering diungkapkan oleh ia dalam menasehati para santri dan para guru agar senantiasa menata niat dalam setiap tindakan dan amal yang akan dilakukan. Hal ini merupakan cerminan dari kepribadian ia yang senantiasa menjadikan keikhlasan sebagai pondasi dari setiap amaliah yang beliau laksanakan, termasuk pendirian pondok. Sebagai
(28)
sebuah bukti dari keikhlasan ia ketika ada guru-guru yang mengusulkan agar membuat papan nama pondok di tepi jalan ia tidak langsung mengabulkan permintaan tersebut. Namun karena beberapa kali guru-guru tetap mengusulkan dengan alasan banyak wali santri yang tidak tahu lokasi pondok dan sering kesasar dan bingung mencari alamat pondok, baru tersebut dikabulkan tiga tahun sebelum ia wafat.
Demikian pula ia dalam rekrutmen/seleksi guru-guru, maka yang pertama kali dilihat adalah keikhlasannya. Para guru baru yang mau mengajar di pondok, diuji tingkat keikhlasannya, bahkan ia tidak memperhatikan selama satu tahun. Karena ia berpendapat bahwa apabila gurunya tidak ikhlas akan menularkan ilmu yang tidak ikhlas pula.9
D. Karya Tulis Habib Hasan Bin Ahmad Baharun
Selain menjadi seorang pendakwah, pemimpin, pengasuh pondok pesantren dan menjadi pendidik, Habib Hasan Baharun adalah seorang yang mempunyai kecerdasan dibuktikan dengan karya tulisnya yang fenomenal dan sampai sekarang dipakai sebagai buku wajib di berbagai pondok pesantren dan perguruan tinggi islam yang insyaAllah bermanfaat bagi penerus dan umat. Dalam waktu yang sangat padat dengan segala kesibukan mengajar dan berdakwah serta mengurus santri-santrinya siang dan malam, ternyata ia masih menyempatkan diri untuk menulis beberapa buku/kitab.
Diantara karya-karya yang pernah ia tulis yaitu diantaranya:10
1. Menulis “Kamus Bahasa Dunia Islam (Majmu’aat Ashriyah)” tahun 1980 , telah diterbitkan.
2. Menulis “Percakapan Bahasa Arab (Al-Muhawaroh al-Haditsah I dan II)” Tahun 1981, telah diterbitkan.
9
Habib Segaf Baharun, Wawancara, Bangil Pasuruan, 9 Desember 2015. 10
Keluarga BesarAl-Hasaniyah, Biografi Sang Murobbi Abuya Al-Ustadz Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun
(29)
3. Menulis “Buku Praktis Ilmu Tajwid” tahun 1998/1418 H, telah diterbitkan. 4. Menulis kitab I’rob
5. Menulis “Pengantar Belajar Ilmu Nahwu (41 Kaidah Nahwu)” tahun 1432, telah diterbitkan.
6. Kalimatul Af’al (Kosakata kata kerja dan contoh penggunaannya)
7. Sekumpulan Amalan Salaf (Dalilul Muslim; Kompas Seorang Muslim)
8. Dan lain-lain.
Sholawat, Wirid dan Do’a Habib Hasan Bin Ahmad Baharun
Ia banyak memberikan ijazah amalan-amalan yang sangat bermanfaat dan mujarab, bila ada hajat yang sangat mendesak ia mengajak santri-santri untuk sholat sunnah 2 rokaat dengan niat apa yang diniatinya, lalu setelah sholat tanpa ada yang bicara langsung membaca sholawat (khusus untuk hajat yang mendesak) bersama-sama dengan jumlah yang sudah beliau tetapkan. Dan alhamdulillah hajat itu langsung terkabul dan terpenuhi apa yang diinginkan ustadz Hasan.
Untuk menjaga agar rumah atau tempat lain tidak dapat dimasuki pencuri atau agar benda kita tidak dapat diambil orang, ia juga mengajarkan agar kita membaca ayat kursi dengan cara-cara tertentu yang ia ajarkan pada santri-santri, bahkan pernah beberapa bulan semua santri bersama-sama mengamalkannya untuk menjaga pondok dan atau rumah mereka di kampung halamannya masing-masing.
Ia juga menyusun sebuah do’a untuk keselamatan secara umum, setelah ia selesai dari menyusunnya beliau tidak langsung mengamalkan atau mengijazahkannya pada orang lain, ia terlebih dahulu menunggu restu dan ijin dari tauladan dan kekasihnya Baginda Nabi
(30)
Muhammad saw, penantian tersebut berjalan sampai satu tahun, namun alhamdulillah berkat ketekunan, kesabaran dan keikhlasannya akhirnya ia mendapatkan buah dari penantian, yang sangat istimewa yaitu ijin dan restu dengan cara berjumpa Yaqodhatan (bukan mimpi) kepada Baginda Nabi Muhammad saw bahkan sampai 4 kali, di Masjid Nabawi dan di tempat/kesempatan lain yang pada saat itu ia ditemani oleh Habib Muhsin Al Haddad Pasuruan dan beberapa rombongan lainnya. Baru setelah pulangnya beliau dari tanah suci itu beliau menceritakannya dan langsung membacakan Sholawat/Doa tersebut seraya mengijazahkannya dan memerintahkan semua santri agar membacanya 2 kali setiap selesai wirid dan sholat fardlu 5 waktu.11
Doa/Sholawat tersebut sangat mujarab sekali, dan di bawah inilah Sholawat tersebut:12 ا لا عف ل ءا لا اعلا لا لص ع ن س ا اناْ ح ْ خ ْلا اص ا ت ا ب ت ا ْ أ ان اْ أ انءاب ْ أ ا با ْحأ
ا ْ ع ا ْ عت
انءا ْصأ ا نا ْ ج
ت ا تْ ب ان جا اع ان ا سرا ا عرا ا تاك عْ ج ا تاح ا لا ْ أ ْن ش ل ْل
ْرأْلا ا تاك ح
ْن ش راطْ أْلا ا لا
عا لا ا ْ غ
ْن ش ارا لا ا ئاطلا ْلا خا عْ ج
ابْ كْ ْلا ا عا ْنأ
ْن ش ءاب ْلا اف ا ا اعْلا
ا ا ْشأ ْن
ش ن ْلا سْنإا ْ ح ْلا
ْ غاطلا
نْ طا شلا ا اك ن تلا ْ ْلا حْلا غلا عْ ج بئا ْلا ا تا تْ
ْن لك ءاب ف نْ لا ا ْن لا
خأا ا ب طْ لا ع لآ ْحص ْ س ا ْ ْ ت .
E. Detik-Detik Terakhir Kepergian Habib Hasan Bin Ahmad Baharun
11
Keluarga BesarAl-Hasaniyah, Biografi Sang Murobbi Abuya Al-Ustadz Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun
(Bangil: Ikatan Alumni Dalwa Al-Hasaniyah, 2012), 18. 12
(31)
Tidak ada yang kekal di dunia ini semuanya pasti akan kembali kepada yang Maha Kuasa begitu juga dengan Habib Hasan bin Ahmad Baharun yang sebelumnya tidak nampak sakit tiba-tiba meninggal dunia.
Seminggu sebelum wafat ia memberikan amalan ke Munzirin berupa shalawat dan tawasul ke wali-wali dan dibaca pada malam Jumat dengan membakar dupa untuk
menghadirkan ruh orang yang sudah meninggal. Pada malam Jum’at Munzirin
mengamalkannya di maktab almarhum Ustadz Hasan, tiba-tiba munzirin melihat Ustadz Hasan duduk di kursi seperti biasanya dan berbicara ke Munzirin. Ia lupa bahwa ia sudah meninggal. Saat Ustadz hendak merangkul Munzirin, badan Ustadz Hasan tampak membesar, karena takut Munzirin lari ke masjid, sampai di masjid kelihatan lagi, ia lari lagi ke makam Ustadz Hasan dan di sana ketemu lagi. Akhirnya Munzirin memutuskan balik ke maktab dan dilihatnya Ustadz Hasan duduk seperti semula dan berbicara lagi bahwa sisa minuman dan roti ini suruh dikasihkan ke anak-anak yang jaga. Munzirin pun mentaati perintah tersebut dan kembali lupa bahwa ia sudah meninggal. Sisa minuman dan kue tersebut dikasihkan santri yang sedang jaga dan bilang kalau dari Ustadz Hasan. Anak-anak
tersebut heran dan berkata: “Munzirin kamu sadar?”, namun sepertinya Munzirin tidak
mendengarkan ucapan itu dan kembali ke maktab. Begitu melihat Abuya (Ustadz Hasan) tidak ada lagi, baru sadar apa yang barusan terjadi. Diapun lagi ke teman-teman yang jaga dan menyampaikan bahwa tadi itu benar-benar dari Ustadz Hasan Baharun, mereka berebutan.13
Di waktu akhir menjelang wafatnya beliau Habib Hasan sering mengungkapkan gagasan bagaimana caranya sehingga bisa memperhatikan nasib umat Islam ini, bagaimana
13
Keluarga BesarAl-Hasaniyah, Biografi Sang Murobbi Abuya Al-Ustadz Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun
(32)
cara memperhatikan kesejahteraan fakir miskin dan dapat memberikan pelayanan terbaik untuk anak-anak yatim. Pada saat hari meninggalnya (Hari Senin) pada tanggal 23 Mei 1999, ia menerima tamu Habib Abdurrahman Bahlega Assegaf dari Pasuruan. Ia menyampaikan panjang lebar keinginannya untuk membuat sebuah wadah persatuan bagi ulama dan habaib. Setelah tamu tersebut pulang, ia memanggil munzirin untuk minta dipijat. Ia lalu membuka gamis dan tidur menghadap kiblat. Ketika mulai dipijat, ia berpesan kepada munzirin agar tidak berhenti dari pondok jika ia kelak wafat. Nantinya yang menggantikan ia adalah putranya yaitu Ustadz Zain.
Tidak lama kemudian, Habib Hasan masih menyempatkan diri menelepon seseorang. Lalu ia menuangkan kopi susu dan meminum sebagiannya, sisanya diberikan kepada munzirin. Setelah itu ia membelah apel menjadi dua bagian, yang separoh dikasihkan padanya dan dan separohnya dikasihkan Sy.Abdul Mutholib Al-Qadri. Setelah itu ia kembali ke posisi semula dan dipijat lagi oleh Munzirin. Ia mengulangi pesannya lagi kepada munzirin agar tidak keluar (berhenti) dari pondok jika ia kelak wafat.
Setelah beberapa saat dipijat dan tertidur menghadap kiblat, tiba-tiba Habib Hasan Baharun seperti terjatuh tanpa menggerakkan kakinya. Seketika itu, Munzirin pun bingung dan berusaha membangunkannya namun ia tetap diam. Dan dengan menggunakan handphone, Munzirin langsung menghubungi Habib Zain. Lalu datanglah Habib Zain, Habib Segaf dan Ustadz Ismail. Kemudian Habib Zain memanggil Wisnu. Dengan mengendarai mobil Toyota Kijang Krista, Habib Hasan Baharun dilarikan menuju RSI Masyithoh yang berada di Bangil. Sesampainya disana, Habib Hasan Baharun diperiksa oleh dokter. Setelah memeriksa dokter itu diam dan tidak berani memberikan keputusan. Kemudian ia diperiksa lagi oleh dokter lain.
(33)
Setelah memeriksa, dokter tersebut lalu menyampaikan kalau Habib Hasan Baharun sudah tiada. Maka Habib Zain, Habib Segaf dan Ustadz Ismail tidak sadarkan diri. Munzirin lalu memanggil wisnu yang menunggu di luar untuk membantu mengangkat jenazah Habib Hasan ke ambulance. Para pengunjung RSI Masyithoh yang mengenal Habib Hasan Baharun pun ikut ramai dan beritanya pun menyebar.
Kepergian Habib Hasan Baharun membuat orang-orang disekelilingnya berkabut baik keluarga, santri serta masyarakat, Pasuruan kehilangan tokoh yang sangat berpengaruh tersebut. Habib Hasan Baharun mewariskan ilmu yang dimilikinya dengan meninggalkan bangunan pondok pesantren Darullughah Waddakwah sebagai tempat untuk memperdalami ilmu-ilmu agama bagi para murid-murid yang sangat dicintainya. Mewariskan anak-anaknya yang shaleh yang menjadi penerus dakwahnya sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi
Muhammad bahwa “Apabila seorang anak adam meninggal maka terputuslah seluruh
amalnya kecuali tiga yaitu shodaqoh jariyah yang ditinggalkannya, ilmu yang diwariskannya dan anak shaleh yang berdoa untuk orang tuanya.
(34)
BAB III
PERJALANAN KARIR DAN PERJUANGAN HABIB HASAN BIN AHMAD BAHARUN
A. Mendirikan Pondok Pesantren Dalwa
Ma’had ini didirikan pada tahun 1981 di Bangil dengan menempati sebuah rumah
kontrakan. Dengan penuh ketelatenan dan kesabaran Habib Hasan Baharun mengasuh dan mendidik para santrinya yang dibantu oleh ustadz Ahmad bin Husin Assegaf,1 sehingga ia mendapat kepercayaan dari masyarakat dan dalam waktu yang relative singkat jumlah santri berkembang dengan pesat.
Demi urusan pesantren ia rela menghinakan diri dan tidak merasa rendah karena hal itu. Pernah suatu saat ia mencari sumbangan ke salah seorang yang terkenal kaya dan didampingi Sayyid Abdullah Al Jufri. Setelah mengucapkan salam di pintu beberapa kali tidak ada respon, ustadz Hasan sabar menunggu bahkan sampai tertidur. Sayyid Abdullah Al Jufri mengintip dan melihat tuan rumah dengan santai menonton televisi. Maka dengan keras ia menggedor pintu dan mengucapkan salam. Ustadz Hasan terkaget dan melarang dan menyuruhnya nunggu di mobil saja. Setelah tuan rumahnya keluar ustadz Hasan meminta maaf.
Habib Hasan mendidik putra-putranya dan para pengurus pondok untuk mengutamakan kepentingan (urusan pondok di atas kepentingan dan urusan sendiri atau rumahtangganya. Diantaranya pernah pada saat tinggal satu hari waktu pernikahan Habib
1
Keluarga BesarAl-Hasaniyah, Biografi Sang Murobbi Abuya Al-Ustadz Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun (Bangil: Ikatan Alumni Dalwa Al-Hasaniyah, 2012), 9
(35)
Zain beliau menghadap ke Ustadz Hasan Hasan untuk izin ke Surabaya karena tinggal satu hari lagi hari perkawinan dan masih banyak yang belum disiapkan. Ustadz Hasan tidak memberikan izin bahkan menyuruh untuk menjemput seorang guru dengan mobil pickup dan disuruh nyetir sendiri. Ustadz Zain mengajukan lagi dan menyampaikan bahwa tinggal
hari ini saja dan tidak ada waktu lagi. Dengan serius beliau berkata: “Kalau kamu tidak mau, saya akan keluar dari pondok”. Ustadz langsung ke umiknya dan mengadukan hal tersebut, ustadzah memberikan nasehat dan suruh mentaati perintah walidnya.2
Ustadz Zain kembali menghadap dan menyatakan siap melaksanakan apa yang
diperintahkan di saat itu Ustadz Hasan menyampaikan pesan : “Tinggalkan urusan
pribadimu yang paling besar sekalipun demi melaksanakan urusan pondok yang terkecil.
Selain membina santri putra, pada tahun 1983 pondok ini menerima santri putri yang berjumlah 16 orang yang bertempat di daerah yang sama. Dan pada tahun 1984 tempat pemondokan santri menempati sampai sebanyak 13 rumah kontrakan.
Dengan jumlah santri yang terus berkembang serta tempat (rumah sewa) tidak dapat
menampung jumlah santri, maka pada tahun 1985 Atas petunjuk Musyrif Ma’had
Darullughah Wadda’wah Abuya Sy.Muhammad Alwi Al-Maliki Al-Hasani, Pondok
Pesantren Darullughah Waddakwah dipindah ke ke sebuah desa yang masih jarang penduduknya dan belum ada sarana listrik, tepatnya di Desa Raci, Kecamatan Bangil. Jumlah santri pada waktu itu sebanyak 186 orang santri yang terdiri dari 142 orang santri putra dan 48 orang santri putri.
2
Keluarga BesarAl-Hasaniyah, Biografi Sang Murobbi Abuya Al-Ustadz Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun (Bangil: Ikatan Alumni Dalwa Al-Hasaniyah, 2012), 43.
(36)
Setelah Ustad Hasan bin Ahmad Baharun wafat pada 8 Shafar 1420 H atau 23 Mei 1999, pondok ini kemudian diasuh oleh salah satu anaknya, yakni Habib Zain bin Hasan bin Ahmad Baharun yang merupakan murid asuhan Almarhum abuya Habib Muhammad bin
„Alawi bin „Abbas al-Maliki.
Hingga saat ini lahan yang ada telah mencapai kurang lebih 4 Ha dan telah hampir terisi penuh oleh bangunan sarana pendidikan dan asrama santri dengan jumlah santri sekitar 1500 yang berasal dari 30 propinsi di Indonesia, negara-negara Asia Tenggara dan Saudi Arabia. Santri-santri dibina oleh tidak kurang 100 orang guru dengan lulusan/alumni dalam dan luar negeri. Ditambah dengan pembantu yang diikutkan belajar sebanyak sekitar 95 orang.
Kesuksesan Habib Hasan Baharun dalam berdakwah dan membangun Pondok Pesantren Darullughah Waddakwah tidak lepas dari peran besar dari seorang wanita sholihah yang sudah terdidik dan terlatih kesabaran, kegigihan serta ketegarannya dalam menghadapi kehidupan oleh ayahandanya Al-Habib Muhammad Al-Hinduan, ia adalah Syarifah Khodijah binti Muhammad Al-Hinduan, istri tercinta yang senantiasa dengan penuh ketabahan dan kesabaran mendampingi pahit getirnya perjuangan suaminya serta senantiasa memberikan semangat baginya. Bahkan jiwa besar dan perjuangannya ditunjukkan oleh ustadzah ketika Ust. Hasan membutuhkan dana untuk pondok maka ustadzah dengan senang hati menjual seluruh barang-barang berharga dan semua perhiasan yang dimilikinya bahkan yang mengandung kenangan dan sejarah dijualnya pula.
Pernah ketika Habib Hasan mau melakukan perjalanan ia tidak meninggalkan apa-apa kepada ustadzah untuk belanja makannya anak-anak pondok yang mana ialah yang
(37)
memasak untuk mereka, dan ustadzah malu meminjam uang dari orang yang biasa ia berhutang darinya, maka ia menyuruh karem (orang yang khidmah di rumahnya) untuk menjual perhiasanya yang berharga.
Dukungan ustadzah terlihat jelas ketika ia mendapatkan warisan dari orang tuanya ia berikan warisan tersebut kepada Habib Hasan yang mana saat itu membutuhkan dana untuk
pembangunan pondok.3
Kesabaran ustadzah demi kesuksesan dakwah suaminya ditunjukkan dengan tabahnya ditinggal pergi ust.Hasan yang sibuk keluar kota atau belajar dari guru-gurunya. Pada tanggal 23 Mei 1999 M bertepatan tanggal 8 Shafar 1420 H beliau pulang ke rahmatullah, saat itu ribuan orang datang berduyun-duyun untuk mensolatinya yang memimpin solat jenazah saat itu adalah al Habib Anis bin Alwi al Habsyi dari Solo, kemudian estafet kepemimpinan dilanjutkan oleh putranya Al Ustadz Ali Zainal Abidin bin Hasan Baharun.
Pada tahun 2006 dibuka Pondok Pesantren II Darullughah Wadda’wah yang
berlokasi di Desa Pandean Kecamatan Rembang Kabupaten Pasuruan yang sekarang
ditempati 334 santri putra untuk tingkat i’dadiyah dan kelas I dan II ibtida’iyah.
B. Pengalaman Organisasi dan Perjuangan Habib Hasan bin Ahmad Baharun
Semasa remaja ia senang berorganisasi baik Remaja Masjid ataupun organisasi lainnya seperti Persatuan Pelajar Islam (PII) bahkan ia pernah diutus untuk mengikuti Muktamar I PII se-Indonesia yang diselenggarakan di Semarang. Pernah menjabat Ketua
33
Keluarga BesarAl-Hasaniyah, Biografi Sang Murobbi Abuya Al-Ustadz Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun (Bangil: Ikatan Alumni Dalwa Al-Hasaniyah, 2012), 13.
(38)
Pandu Fatah Al Islam di Sumenep. Ia aktif pula di partai politik yaitu Partai NU (Nahdlatul Ulama) dan menjadi jurkam yang dikenal berani dan tegas menyampaikan kebenaran. Di Pasuruan ia menjabat sebagai Ketua Majlis Ulama Indonesia ( MUI ) sampai akhir hayatnya. Ia mampu menempatkan diri sebagai ulama yang harus dalam posisi terhormat, berwibawa, perlu dimintai fatwa dan ditaati sarannya sehingga ia tetap mulia walaupun ada tudingan miring yang diarahkan kepadanya namun ia dapat menunjukkan kedekatan dengan para pejabat semata-mata dalam rangka dakwah, hal ini terbukti bahwa posisinya sebagai ketua MUI sangat diperhitungkan. Setiap Acara di Kabupaten Pasuruan layaknya kegiatan di pesantren dan ada pemisahan antara putra dan putri, acara di pendopo tidak akan dimulai kecuali ia sudah datang ketempat acara. Bahkan ada yang bilang bahwa “Bupati Pasuruan
adalah Bupatinya Ust.Hasan”.
Sebuah contoh keberhasilan dakwahnya di kalangan pejabat adalah mereka senantiasa berkonsultasi dan minta pendapatnya apabila ada permasalahan di masyarakat. Dan juga ia mampu menciptakan kegiatan-kegiatan keagamaan di beberapa instansi strategis misalnya dengan secara rutin mengadakan acara pengajian di Kantor Kodim, Sholat taubat/tasbih secara rutin dengan pihak Kapolres yang melibatkan seluruh anggota Kapolsek se-Kabupaten Pasuruan.
Ia dapat pula mengontrol setiap kebijakan publik yang ditetapkan pemerintah walaupun sulitnya bersikap, karena saat itu dominasi dan kuatnya pengaruh pemerintahan orde baru, namun Alhamdulillah ia mampu berkiprah semaksimal mungkin untuk kepentingan masyarakat dan kaum muslimin.
Selain berdakwah ia aktif pula di partai politik yaitu Partai NU (Nahdlatul Ulama) dan menjadi jurkam yang dikenal berani dan tegas di dalam menyampaikan kebenaran
(39)
sehingga pada saat itu sempat diperiksa dan ditahan. Namun pada saat itu masyarakat akan melakukan demonstrasi besar-besaran apabila ia tidak segera dikeluarkan dan atas bantuan pamannya sendiri yang saat itu aktif di Golkar membebaskan beliau dari tahanan. Dan tak lama setelah kejadian tersebut, sekitar tahun 1970 atas permintaan dan perintah dari ibundanya, ia pulang ke Madura dan disuruh untuk berdakwah di Madura atau di Pulau Jawa saja. Namun karena kegigihannya selama 2 tahun masih tetap aktif datang ke Pontianak untuk berdakwah walaupun telah menetap di Jawa Timur. Kemudian pada tahun 1972 beliau mengajar di sebuah Pondok Pesantren di desa Ganjaran Gondanglegi Malang guna mengembangkan Bahasa Arab, sehingga pondok tersebut pada saat itu terkenal maju dalam bidang Bahasa Arabnya.
Selanjutnya ia pindah dan mengabdikan diri di Pondok Pesantren Al Khairiyah Bondowoso bersama Ustaz Abdullah Abdun dan Habib Husein al-Habsyi. Sehingga beliau diminta oleh Habib Husein al-Habsyi untuk mengajar di Pondok Pesantren Yayasan Pendidikan Islam (YAPI) yang baru dirintisnya.4 Pada waktu beliau mengajar di YAPI beliau dikenal sangat disiplin dalam mengajar dan mentaati peraturan yang telah ditetapkan oleh pesantren, sehingga ia mendapat kepercayaan menjadi tangan kanan Habib Husein al-Habsyi. Selama ia mengajar di Pondok YAPI masyarakat Bangil tidak tahu bahwa ia adalah ahli pidato (seorang orator) karena Habib Husein al-Habsyi melarangnya untuk melakukan dakwah dan menerima kursus Bahasa Arab. Adapun karya besarnya pada saat mengajar di YAPI, ia sempat mengarang kamus Bahasa Arab yaitu Bahasa Dunia 'Ashriyah dan kitab
4
Keluarga BesarAl-Hasaniyah, Biografi Sang Murobbi Abuya Al-Ustadz Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun (Bangil: Ikatan Alumni Dalwa Al-Hasaniyah, 2012), 8.
(40)
percakapan Bahasa Arab (Muhawaroh Jilid I, II) yang pada saat ini banyak dipakai di berbagai pondok pesantren dan perguruan tinggi Islam.5
Selain mengajar di tempat yang telah disebut di atas, ia juga pernah mengajar di berbagai pondok pesantren diantaranya: Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan, Pondok Pesantren Salafiyah asy-Syafi'iyah Asembagus Situbondo, Pondok Pesantren Langitan Tuban, dan lain-lain. Pada waktu cuti pondok pesantren, ia gunakan waktunya untuk menyebarkan dan mengembangkan Bahasa Arab ke berbagai pondok pesantren, baik di Jawa Timur atau di Jawa Tengah.
C. Problematika yang Dihadapi Habib Hasan bin Ahmad Baharun Selama Perjalanan Karir Dan Perjuangan Beliau Dalam Berdakwah.
Dakwah merupakan tugas suci umat Islam yang identik dengan tugas Rasul, bertujuan mewujudkan tatanan masyarakat Islami yang diridhai oleh Allah, yakni sebuah tatanan msyarakat yang berjalur Iman, Islam dan Ikhsan. Dakwah memerlukan kekuatan ekstra, tidak hanya mengajak dan berbicara saja tetapi lebih dari itu. Mengontrol atau mengevaluasi hasil dakwah adalah suatu masalah yang sangat penting dan urgent dari tujuan dakwah itu sendiri.
Problematika dakwah sudah menjadi ’makanan sehari-hari’ bagi pendakwah, kadangkala permasalahan itu timbul sebelum proses dakwah, selama proses atau sesudah
5
(41)
dakwah itu dilakukan. Tidak dapat dipungkiri, penyebaran agama islam pada zaman sekarang adalah pewujudan dari dakwah orang-orang alim sebelum kita.
Risiko dakwah tentu adalah sunntatullah atau wajar terjadi. Karena, yang kita dakwahkan ajaran Islam. Sementara obyek dakwah kita yang di rumah, sekolah, kampus, atau tempat kerja semuanya udah kadung diselimuti aturan sekuler atau pemikiran yang
’sesat’ yang jelas-jelas bertentangan dengan Islam. Otomatis dakwah kita tidak akan berjalan semulus di jalan tol.
Problematika dakwah dari masa ke masa, dari generasi ke generasi, bahkan dari abad ke abad, tentu sangat variatif. Tiap-tiap masa dan era memiliki tantangannya sendiri-sendiri. Karena itu, dinamika agama (Islam) di manapun ia berada sangat ditentukan oleh gerakan-gerakan dakwah yang dilakukan oleh umatnya.
Pada zaman Nabi saw, problematikan dakwah diperhadapkan pada akulturasi budaya dan kondisi masyarakat yang telah memeluk agama selain agama Islam, bahkan berbagai perubahan sebagai akibat banyaknya ummat Islam yang hijrah ke Madinah sekaligus merubah sistem ekonomi, sosial budaya dan bahkan status sosial.
Sepeninggal Nabi saw, problematika dakwah tetap muncul ke permukaan. Adanya sebagian umat Islam yang enggang mensosialisasikan ajaran agama, misalnya tidak mengeluarkan zakat, termasuk problematika yang tak terbantahkan. Di masa-masa berikutnya, perpecahan umat Islam ke dalam berbagai aliran yang berdampak pada
renggangnya solidaritas dan ukhuwah islāmiyah, juga merupakan problematika abadi yang
(42)
Untuk zaman modern ini, problematika dakwah dihadang oleh kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin memper-mantap terjadinya globalisasi dalam segala bidang kehidupan.
Fenomena seperti ini menunjukkan bahwa di zaman modern ini, semakin meningkat berbagai jenis kejahatan dan akibatnya adalah semakin terkikis sosialisasi ajaran-ajaran agama di kalangan masyarakat. Contoh kasus; banyak di antara mereka yang terlambat melaksanakan shalat, bahkan ada yang meninggalkan shalat, karena terlena duduk berlama-lama di depan televisi atau internet dan semacamnya. Pada kasus lain, khususnya yang banyak menerpa generasi muda sekarang ini adalah terbiusnya mereka dengan obat-obat terlarang, misalnya, ganja, narkoba dan semacamnya.
Dalam upaya mengantisipasi kasus-kasus seperti di atas, maka kegiatan amar ma’rūf dan nahi munkar mutlak dilaksanakan. Dengan kata lain, aktifitas dakwah harus senantiasa digalakkan di tengah-tengah masyarakat, khususnya di kalangan generasi muda. Tanpa kegiatan dakwah, maka sosialisasi ajaran agama (Islam) akan mandek dan akan mengalami kevakuman.
Oleh karena itu, aktifitas dakwah harus dikemas secara profesional dan diorganisir secara rapi, serta dikembangkan terus menerus mengikuti irama dan dinamika zaman. Hal ini penting karena dakwah merupakan instrumen terpenting dalam memformat perilaku keberagamaan masyarakat.
Problematika yang dihadapi oleh Habib Hasan selama perjuangannya dalam berdakwah dan mengasuh pondok sangatlah banyak dan hampir di setiap proses perjuangannya selalu menghadapi masalah ataupun ujian, ujian itu kadang tertuju pada diri Habib Hasan sendiri, keluarganya, dan pondok pesantren. Namun Habib Hasan menjadikan
(43)
semua masalah yang beliau hadapi itu sebagai tantangan untuk mendapatkan pelajaran yang lebih baik. Habib hasan memiliki strategi tersendiri dalam menghadapi masalah-masalah tersebut, ia memiliki 3 senjata yang selalu digunakan dalam menghadapi masalah-masalah yang datang, diantaranya yaitu: pertama, dengan bertaqwa kepada Allah, dalam artian orang bertaqwa kepada Allah tentu akan selalu tenang jika berbuat baik dan merasa gelisah jika melakukan perbuatan dosa, hal itu dijadikan Habib Hasan sebagai pengontrol diri agar tetap berada dalam jalan kebaikan walaupun sedang menghadapi masalah sebesar apapun, tidak putus asa dan tidak berprasangka buruk terhadap takdir dan ujian Allah. Kedua, selalu membalas keburukan dengan kebaikan. Dalam perjalanan dakwahnya Habib hasan tidak jarang menerima fitnahan dan sikap-sikap yang tidak baik dari berbagai pihak. Namun ia tidak pernah mempermasalahkan keburukan orang terhadapnya, bahkan ia selalu membalasnya dengan kebaikan. Pernah suatu ketika, saat ia sambang ke rumah orang tuanya di Madura, di sana dapat berita dari Habib Abdurrahman Al Hasni bahwa ada seorang warga yang menyebarkan berita tidak baik tentang Ustadz Hasan. Kemudian ia pergi ke pasar
bersama putranya (Ustadz Segaf Baharun) dan beli kue yang istimewa “Khong Ghuan” dan
langsung mencari rumah orang tersebut dan menghadiahkan kue tersebut. Terkejutlah tuan rumah dengan kedatangannya dan semenjak itu dia sangat simpatik kepada Habib Hasan.
Ketiga, berakhlak baik kepada siapapun tanpa membeda-bedakan baik itu kepada santri, tetangga, kawan sesama ulama, maupun kepada para pejabat pemerintahan.
Dengan memegang tiga senjata itu Habib Hasan selalu optimis dalam menghadapi masalah-masalah yang datang. Habib Hasan menyadari bahwa sebagai ulama’ ia akan menghadapi masalah yang lebih besar dibandingkan dengan orang umum. Ia siap dengan hal
(44)
itu dan selalu yakin dengan usaha, doa serta tawakkal bahwa setiap masalah pasti akan selesai.
Diantara masalah-masalah yang sering dihadapi Habib Hasan adalah didemo masyarakat karena kurang setuju dengan dakwahnya. Pondok pesantren Dalwa sering diganggu oleh pihak luar yang merasa iri dengan Habib Hasan, bahkan suatu ketika pondok pesantrean Dalwa menerima santri kiriman dari pihak yang berniat merusak nama baik pondok pesantren Dalwa, sebenarnya santri tersebut masuk pondok pesantren Dalwa bukan benar-benar untuk tujuan mencari ilmu, namun datangnya santri tersebut merupakan settingan dari pihak yang tidak suka dengan keberhasilan habib Hasan, santri tersebut sebenarnya adalah dari kalangan pemabuk yang diminta untuk membawa keburukan di dalam pondok pesantren Dalwa, bahkan sampai membawa narkoba di dalam pondok pesantren Dalwa. Kejadian tersebut secara otomatis langsung membuat pondok pesantren Dalwa menuai cibiran, fitnah itu berhasil merusak nama baik Habib Hasan sebagai pengasuh pondok. Namun hal itu tidak lantas membuat Habib Hasan putus asa dan mengusut tuntas siapa dalang di balik fitnah tersebut. Menurut penuturan Habib Seggaf putranya, Habib Hasan senantiasa membalas suatu keburukan apapun dengan kebaikan.6
Banyak pihak sesama ulama yang merasa iri atas keberhasilan dakwah Habib Hasan, dan tak jarang hal itu menimbulkan fitnah dan pencemaran nama baik Habib Hasan. Perasan iri itu dipicu karena Habib Hasan adalah seorang pendatang di kota pasuruan namun beliau begitu cepat meraih keberhasilan dalam dakwahnya bahkan ia sangat terkenal di kalangan masyarakat kabupaten pasuruan. Hal tersebut yang sering menimbulkan rasa iri di kalangan sesama ulama maupun masyarakat luas. Habib hasan juga sering menerima cacian dari masyarakat akibat dari ketamakan masyarakat itu sendiri, banyak masyarakat yang merasa
6
(45)
telah memberikan bantuan terhadap dakwahnya maupun bantuan untuk pengembangan pondok pesantren Dalwa yang ternyata pada akhirnya masyarakat tersebut mengharap balasan lebih atas bantuan yang telah diberikan kepada Habib Hasan padahal berdasarkan kenyataan bantuan yang diberikan itu tidak seberapa, namun hal tersebut dihadapi Habib hasan dengan sikap yang tetap lembut dan penuh keikhlasan.7
7
(46)
BAB IV
PEMIKIRAN HABIB HASAN BIN AHMAD BAHARUN
A. Pemikiran Habib Hasan bin Ahmad Baharun Tentang Konsep Dakwah
Dakwah adalah proses penyelenggaraan suatu usaha atau aktivitas yang dilakukan dengan sadar dan sengaja. Usaha yang diselenggarakan itu berupa mengajak orang untuk
beriman dan mentaati Allah SWT atau memeluk agama Islam amar ma’ruf, perbaikan dan
pembangunan masyarakat nahi munkar. Proses penyelenggaraan usaha tersebut dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu, yaitu kebahagiaan dan kesejahteraan hidup yang diridhoi Allah SWT.1
Menurut Dr. Taufiq Al-Wa’I definisi Dakwah Islam yaitu, “Mengumpulkan manusia
dalam kebaikan, menunjukkan mereka jalan yang benar dengan cara merealisasikan manhaj
Allah di bumi dalam ucapan dan amalan, menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari
yang mungkar, membimbing mereka kepada shirathal mustaqim dan bersabar menghadapi ujian yang menghadang di perjalanan.2
Banyak sekali ayat yang menjelaskan mengenai kewajiban berdakwah, salah satunya yaitu dalam surat Ali Imran ayat 104 Allah SWT berfirman:
Artinya :
Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.(Qs. Ali Imron ayat 104)
1
Sholeh, A Rosyad. Manajemen Dakwah Islam (Yogyakarta: Srya Sarana Grafika, 2010), 10. 2
(47)
Dari ayat diatas dapat dijelaskan bahwa menyarankan kebaikan (berdakwah) merupakan perintah Allah SWT, untuk semua manusia sehingga tugas dakwah merupakan tugas setiap individu umat Islam. Islam adalah agama dakwah, yaitu agama yang menugaskan umatnya untuk menyeru dan mengajak manusia untuk memeluk agama Islam. Agar dakwah Islam dapat berjalan dengan maksimal maka dibutuhkan dukungan dari komponen atau unsur-unsur dakwah sebagai berikut:
1) Subjek Dakwah
Subjek dakwah adalah pelaku kegiatan dakwah atau dengan kata lain orang yang melakukan dakwah, yang merubah situasi sesuai dengan ketentuan Allah.
2) Objek Dakwah
Objek dakwah adalah penerima dakwah atau yang menjadi sasaran yaitu manusia, baik dirinya sendiri maupun orang lain.
3) Materi Dakwah
Materi dakwah adalah bahan atau sumber yang dapat digunakan untuk berdakwah dalam mencapai tujuan.
4) Metode Dakwah
Dakwah adalah cara yang teratur atau sistematis dan terkonsep dengan baik untuk mencapai perubahan kepada kondisi yang lebih baik sesuai dengan ajaran Islam.
(48)
Media dakwah adalah segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan dakwah yang telah ditentukan. Alat atau media ini dapat berupa material maupun immaterial, termasuk didalamnya adalah organisasi, dana, tempat dan juga bahasa.
Seseorang yang berniat untuk berdakwah hendaknya dilakukan dengan menerapkan pendekatan-pendekatan berdakwah, diantaranya adalah:3
1) Pendekatan personal
Pendekatan dengan cara ini terjadi dengan cara individual yaitu antara da’i dan
mad’u langsung bertatap muka sehingga materi yang disampaikan langsung diterima dan biasanya reaksi yang ditimbulkan oleh mad’u akan langsung diketahui. Pendekatan dakwah seperti ini pernah dilakukan pada zaman Rasulullah ketika berdakwah secara rahasia. Meskipun demikian tidak menutup kemungkian di zaman era modern ini, pendekatan personal juga masih dilakukan karena mad’u terdiri dari berbagai karakteristik.
2) Pendekatan Pendidikan
Pada masa Nabi, dakwah lewat pendidikan dilakukan beriringan dengan masuknya Islam kepada para kalangan sahabat. Begitu juga pada saat ini, kita bisa melihat pendekatan pendidikan diterapkan dalam lembaga-lembaga pendidikan pesantren, yayasan Islam ataupun perguruan tinggi/universitas yang di dalamnya terdapat materi-materi keislaman.
3) Pendekatan Diskusi
3
(49)
Pendekatan diskusi pada zaman sekarang sering dilakukan lewat berbagai diskusi
keagamaan, da’i berperan sebagai nara sumber, sedangkan mad’u berperan sebagai
audience. Tujuan dari diskusi ini adalah membahas dan menemukan solusi semua permasalahan yang berkaitan dengan dakwah sehingga apa yang menjadi permasalahan dapat ditemukan jalan keluarnya.
4) Pendekatan Penawaran
Merupakan salah satu falsafat pendekatan penawaran yang dillakukan oleh Nabi untuk beriman kepada allah SWT tanpa mengekutukannya dengan yang lain. Cara ini di lakukan oleh nabi dengan memakai metode yang tepat dan tanpa ada paksaan sehingga
mad’u ketika meresponinya tidak dalam keadaan terpakasa maupun tertekan .
5) Pendekatan Misi
Pendekatan misi adalah pengiriman para tenaga da’i ke daerah daerah domisili.
Pembahasan di atas memberikan sedikit pengertian dan aspek-aspek yang semestinya dijalankan oleh seseorang yang hendak berdakwah. Setiap orang memeliki kewajiban berdakwah berdasarkan kemampuan masing-masing dan setiap orang yang berdakwah tentu memiliki cara atau metode berbeda-beda yang biasanya disesuaikan dengan objek dakwahnya demi mencapai kesuksesannya dalam berdakwah.
Begitupun dengan Habib Hasan bin Ahmad Baharun, konsep dakwah ia tidak jauh berbeda dengan konsep dakwah yang telah dijalankan oleh Rasulullah SAW dan para wali terdahulu ketika menyebarkan agama Islam di Nusantara, tapi ia juga memiliki kekhasan tersendiri dalam berdakwah sesuai dengan karakter ia yang disesuaikan dengan objek dakwahnya. Setelah menamatkan sekolah, ia sering mengikuti ayahnya ke Masalembu untuk
(50)
ramah dan ringan tangan, apabila ada orang yang tidak mampu membayar hutangnya
disuruh membayar semampunya bahkan dibebaskan. 4
Sifat-sifat inilah yang diwarisi ia yang dikenal apabila berdagang tidak pernah membawa untung karena senantiasa membebaskan orang-orang yang tidak mampu membayarnya. Dan pada waktu berkeliling menjajakan dagangan ia dikenal suka membantu menyelesaikan permasalahan dan konflik yang terjadi dimasyarakat serta senantiasa berusaha
mendamaikan orang dan tokoh-tokoh masyarakat yang bermusuhan.5
Pada tahun 1966 ia merantau ke Pontianak berda’wah keluar masuk dari satu desa ke
desa yang lainnya dan melewati hutan belantara yang penuh lumpur dan rawa-rawa namun dengan penuh kesabaran dan ketabahan semua itu tidak dianggapnya sebagai rintangan. Pernah tatkala beliau mau meloncat dari perahunya ia terjatuh dan terperosok ke rawa-rawa yang penuh dengan duri maka dengan sabarnya ia mencabut sendiri duri-duri yang menancap kakinya, dengan penuh kearifan dan bijaksana beliau memperkenalkan dakwah Islam kepada orang-orang yang masih awam terhadap Islam. Dan alhamdulillah dakwah yang ia lakukan mendapat sambutan yang cukup baik dari masyarakat ataupun tokoh-tokoh lainnya. Di setiap daerah yang beliau masuki untuk berdakwah ia senantiasa bersilaturahmi terlebih dahulu kepada tokoh masyarakat dan ulama/kyai setempat untuk memberitahu sekaligus minta izin untuk berdakwah di daerah tersebut sehingga dengan budi pekerti, akhlaq dan sifat-sifat yang terpuji itulah masyarakat beserta tokohnya banyak yang simpati dan mendukung terhadap dakwah yang beliau lakukan.
4
Keluarga BesarAl-Hasaniyah, Biografi Sang Murobbi Abuya Al-Ustadz Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun (Bangil: Ikatan Alumni Dalwa Al-Hasaniyah, 2012), 6
5
(51)
Pada waktu melakukan dakwah ia senantiasa membawa seperangkat peralatan pengeras suara (Loadspeaker/Sound System) yang mana pada saat itu memang masih langkah di Pontianak sehingga dengan hal itu tidak merepotkan yang punya hajat/mengundangnya untuk mencari sewaan pengeras suara.6 Dan tak lupa pula beliau membawa satir/tabir untuk menghindari terjadinya ikhtilat (percampuran) antara laki-laki dan perempuan dan perbuatan maksiat/dosa lainnya yang akan menghalang-halangi masuknya hidayah Allah SWT, sedangkan pahala dakwah yang ia lakukan belum tentu diterima Allah SWT.
Berdagang yang ia lakukan adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan dijadikan sarana pendekatan untuk berdakwah kepada masyarakat. Kedermawanan dan belas kasihnya kepada orang yang tidak mampu menyebabkan dagangannya tidak pernah berkembang karena keuntungannya diberikan kepada masyarakat yang tidak mampu serta membebaskan orang yang tidak mampu membayarnya. Selain itu pula ia mempunyai keahlian memotret dan cuci cetak film yang beliau gunakan pula sebagai daya tarik dan mengumpulkan massa untuk didakwahi, karena pengambilan hasil potretan yang ia lakukan sudah ditentukan waktunya, sehingga apabila mereka sudah berkumpul sambil menunggu cuci cetak selesai waktu menunggu tersebut diisi dengan ceramah dan tanya jawab masalah agama, dan biasanya ia menentukan waktunya dekat-dekat waktu sholat sehingga ketika berkumpul mereka diajak untuk solat.
Berdasarkan kisah perjuangan dakwah Habib Hasan bin Ahmad Baharun di atas, sudah terlihat bahwa metode serta konsep dakwah yang dijalankan oleh Habib Hasan bin
6
Keluarga BesarAl-Hasaniyah, Biografi Sang Murobbi Abuya Al-Ustadz Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun (Bangil: Ikatan Alumni Dalwa Al-Hasaniyah, 2012), 7
(52)
Ahmad Baharun telah mencapai keberhasilan. Berikut ini adalah beberapa metode dakwah Habib Hasan bin Ahmad Baharun berdasarkan kisah di atas:
a) Berdakwah melalui perdagangan yang didukung dengan sifat dermawan (Habib Hasan bin Ahmad Baharun rela tidak mendapatkan keuntungan demi membantu masyarakat yang terbelit masalah hutang).
b) Tidak dengan paksaan (Habib Hasan bin Ahmad Baharun senantiasa meminta izin terlebih dahulu kepada tokoh masyarakat setempat ketika hendak melakukan dakwahnya).
c) Rela berkorban (Habib Hasan bin Ahmad Baharun selalu membawa media atau alat sendiri ketika diminta untuk mengisi pengajian di tempat-tempat tertentu, ia tidak ingin merepotkan pihak yang sudah berkenan menerima dakwahnya).
d) Pantang menyerah (tidak jarang Habib Hasan bin Ahmad Baharun mengalami kecelakaan
dalam perjalanan dakwahnya, namun ia tetap semangat melanjutkan dakwahnya).
e) Berdakwah dengan memanfaatkan keahlian yang juga bermanfaat serta disenangi masyarakat setempat (keahlian memotret ia jadikan sarana dakwahnya, ketika masyarakat sedang menunggu hasil potretannya, Habib Hasan bin Ahmad Baharun memberikan kesempatan untuk tanya jawab masalah-masalah agama).
Jadi, Menurut Habib Hasan berdakwah itu yang penting harus di jiwai dengan keikhlasan, dakwah merupakan kewajiban bukan mata pencaharian. Pertama yang harus
dilakukan oleh seorang da’i adalah; Keikhlasan. Orang ikhlas tidak minta di puji dan tidak
takut di benci (kulil haq walau kaana murron,” katakana yang benar, meskipun itu pahit). Yang kedua orang berdakwah itu jangan membeda-bedakan. Di kalangan Rt, kantor-kantor pejabat, musholla-musholla, ataupun Masjid jami’, kita wajib mendatanginya. Karena
(53)
banyak juga juga para da’i memilah-milah, karena tergoda oleh dunianya. Itu adalah
kesalahan besar dalam berdakwah. Yang ketiga seorang da’i harus kaya perbendaharaan ilmunya, dengan ilmu yang luas sang da’i bisa menyampaikan bermacam-macam judul, bermacam-macam tema, sehingga tidak membosankan pendengar, karena banyak juga para
da’i yang masih sedikit perbendaharaan ilmunya, sehingga meniombulkan “Kaum Da’i Temporari.” Juga menurut ia, konsep dakwah semata-mata murni “Amar Ma’ruf Nahi
Munkar.” Ia akan menyampaikan semua yang harus di sampaikan, sesuai dengan apa yang
dibutuhkan masyarakat.
Menurut Habib Hasan kunci kesuksesan dakwahnya adalah dengan menerapkan 3 hal, yaitu, bertaqwa kepada Allah, mengikuti atau mengiringi kesalahan yang telah diperbuat dengan memperbanyak kebaikan, dan bergaul dengan siapapun dengan akhlak yang baik.7
B. Pemikiran Habib Hasan bin Ahmad Baharun Tentang Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata “didik”, lalu kata ini mendapat awalan “me” sehingga menjadi “mendidik”, artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memlihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlaq dan kecerdasan pikiran.8 Selanjutnya pendidikan diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Menurut Poerbakawatja dan Harahap; Pendidikan adalah usaha secara sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu menimbulkan tanggung jawab moril dari segala perbuatannya. Orang dewasa itu adalah orang tua si anak atau orang yang atas dasar tugas dan kedudukannya
7
Habib Segaf, Wawancara, Bangil 9 Desember 2015.
8
(54)
mempunyai kewajiban untuk mendidik, misalnya guru sekolah, pendeta atau kiai dalam lingkungan keagamaan, kepala-kapala asrama dan sebagainya9
Menurut al-Ghazali pendidikan harus mengarah kepada realisasi tujuan keagamaan dan akhlak, dengan titik penekanannya pada perolehan keutamaan dan taqarrub kepada Allah serta bukan untuk mencari kedudukan yang tinggi atau mendapatkan kemegahan dunia.
Rumusan tujuan pendidikan didasarkan kepada firman Allah Swt. Tentang tujuan penciptaan manusia yaitu:
“Tidaklah Aku jadikan jin dan manusia melainkan agar beribadah kepada-Ku” (Q.S. Al Dzariyat: 56).
Tujuan pendidikan yang dirumuskan oleh al-Ghazali tersebut dipengaruhi oleh ilmu tasawuf yang dikuasainya, karena ajaran tasawuf memandang dunia ini bukan merupakan hal utama yang harus didewakan, tidak abadi dan akan rusak, sedangkan maut dapat memutuskan kenikmatannya setiap saat.10
Al-Ghazali membagi pula tujuan pendidikan membagi tujuan pendidikan menjadi dua, yaitu:11
a) Tujuan Jangka Panjang
Tujuan pendidikan jangka panjang ialah pendekatan diri kepada Allah. Pendidikan dalam prosesnya harus mengarahkan manusia menuju pengenalan, kemudian pendekatan diri kepada Tuhan pencipta alam.
b) Tujuan Jangka Pendek
9
Muhibbin Syah, M.Ed, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004), 11.
10
Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Cet. Ke-1 (Jakarta: PT Ciputat Press Group, 2005), 5.
11
(1)
pendidikan serta rela meninggalkan urusan yang lain demi urusan pendidikan. Ia juga sangat memperhatikan pengajaran dan praktek bahasa Arab bagi para santrinya, menurutnya bahasa Arab sangat penting untuk dipelajari karena bahasa Arab adalah bahasa Al quran, bahasa Nabi Muhammad dan bahasa para ahli surga.
3. Karir Habib Hasan bin Ahmad Baharun dimulai dari bidang dakwah. Sejak ia aktif mengikuti ayahnya berdagang sambil berdakwah di sekitar pula Madura. Setelah berpindah-pindah tempat dakwah dan mengajar akhirnya ia mendirikan pondok pesantren di Raci Pasuruan yang diberi nama Pondok Pesantren Darullughah Waddakwah. Ia juga pernah aktif dalam partai NU, dan juga menjabat sebagai ketua MUI kabupaten pasuruan selama kurang lebih 19 tahun sampai akhir hayatnya. Perjuangan dakwahnya tidak pernah lepas dari masalah-masalah, namun semua masalah dapat ia atasi.
B. Saran
Dalam penulisan skripsi yang berjudul “BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN HABIB
HASAN BIN AHMAD BAHARUN” penulis menyampaikan beberapa saran dengan
harapan dapat bermanfaat dan berguna, sebagaimana berikut:
1. Perjuangan hidup Habib Hasan bin Ahmad Baharun merupakan hal sangat luar biasa, ia menjadi ulama’ dan pengasuh pondok yang sangat ikhlas, mengabdi kepada umat, dan selalu membalas keburukan dengan kebaikan, hal tersebut sangat
(2)
2. Keaktifan Habib Hasan bin Ahmad Baharun dalam berbagai organisasi masyarakat
baik yang berhubungan dengan keagamaan maupun sosial hendaknya diteladani oleh generasi muda. Daripada membuang waktu dengan hal-hal yang kurang berguna, lebih baik mengikuti kegiatan atau oraganisasi-organisasi yang bermanfaat.
3. Semoga tulisan ini dapat menambah khazanah keilmuan di bidang sejarah Islam Indonesia dan sejarah tokoh di Fakultas ADAB dan HUMANIORA UIN Sunan Ampel Surabaya.
Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, semoga amal baik mendapat balasan dari Allah SWT.
Mudah-mudahan tulisan yang sederhana ini mempunyai manfaat bagi pembaca serta mendapatkan ridho dari Allah SWT.
(3)
1
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah. Yogyakarta: kurnia Alam Semesta, 2003.
Alavi, S. M. Ziauddin, Pemikiran Pendidikan Islam pada Abad Klasik dan Pertengahan,terjemah: Abuddin Nata. Bandung: Angkasa, 2003.
Baharun, Hasan Ahmad. Bahasa Dunia Islam: Majmu’aat Ashriyah. Bangil:
Darussagaf, 1980.
_______Percakapan Bahasa Arab: Al-Muhawarah al-haditsah I. Bangil: Darussagaf, 1981.
_______Percakapan Bahasa Arab: Al-Muhawarah al-haditsah II. Bangil:
Darussagaf, 1981.
_______Praktis ilmu Tajwid. Bangil: Darullughah Waddakwah, 1998.
_______Pengantar Belajar Ilmu Nahwu. Bangil: Percetakan Dalwa, 1432.
Bleicher, Josef. Hermeneutika Kontemporer, terj. Ahmad Norma Permata.
Yogyakarta: Pustaka Baru, 2003
(4)
Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup kyai. Jakarta: LP3ES, 1985.
Gottschalk, Louis. Mengerti Sejarah, terj. Nugroho Notosusanto. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1985.
Ibnu Rusn, Abidin. Pemikiran Al-Ghazali tentang Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.
Jaenudin, Ujam. Psikologi Kepribadian. Bandung : CV Pustaka Setia, 2012.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1991.
Keluarga BesarAl-Hasaniyah, Biografi Sang Murobbi Abuya Al-Ustadz Al-Habib Hasan bin Ahmad Baharun. Bangil: Ikatan Alumni Dalwa Al-Hasaniyah, 2012.
Khaldun, Ibnu. Mukaddimah, Terjemah Mastur Irham dkk. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2011.
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah. Yoyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2001.
Muhammad Nuh, Sayid. Dakwah Fardiyah. Surakarta: Era Intermedia, 2000.
Muriah, Siti. Metodelogi Dakwah Kotempoter. Yogyakarta : Mitra Pustaka, 2000.
(5)
3
Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Cet. Ke-1 (Jakarta: PT Ciputat Press Group, 2005.
Rosyad. Sholeh, A. Manajemen Dakwah Islam. Yogyakarta: Srya Sarana Grafika, 2010.
Sukamto, Kepemimpinan Kyai Dalam Pesantren. Jakarta: LP3ES,1999.
Syar’i, Ahmad. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2005.
Syah, Muhibbin M (Ed.). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004.
Wawancara dengan Ustadz Samsul, 15 September 2015, di Bangil Pasuruan.
___________Ustadz Fauzi, 15 September 2015, di Bangil Pasuruan.
___________Ustadz Ismail, 15 September 2015, di Bangil Pasuruan.
___________Habib Segaf, 15 September 2015, di Bangil Pasuruan.
Ziemek, Manfred. Pesantren dalam Perubahan Sosial. Jakarta: P3M, 1986.
Zulaicha, Lilik. Metodologi Sejarah I. Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2004.
https://aghoestmoemet.wordpress.com/2013/10/11/makalah-ilmu-pendidikan-islam/, diakses pada tanggal 1 Desember 2015, pukul 14.50 WIB
(6)
ahmad roghib, “Pentingnya Bahasa Arab”, dalam
http://allathifiyyahpas.blogspot.co.id/2013/02/pentingnya-bahasa-arab.html. 15