IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME TIPE NOVICK UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP PEMBIASAN CAHAYA DAN KETERAMPILAN GENERIK SAINS SISWA SMKN.

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Asumsi dan Hipotesis Penelitian ... 9

F. Definisi Operasional... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA. ... 13

A. Teori Belajar Konstruktivisme ... 13

B. Belajar Sebagai Upaya Mengubah Konsepsi Awal Siswa ... 15

C. Model Pembelajaran Konstruktivisme Tipe Novick ... 17

D. Pembelajaran Konvensional ... 26

E. Pemahaman Konsep ... 28

F. Keterampilan Generik Sains ... 32

G. Hubungan Fase-fase Model Konstruktivisme Tipe Novick dengan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Generik Sains ... 35

H. Hubungan Pembelajaran Konvensional dengan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Generik Sains ... 36

I. Materi Pembiasan Cahaya ... 37


(2)

BAB III METODE PENELITIAN... 48

A. Metode dan Desain Penelitian ... 48

B. Prosedur Penelitian ... 49

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 52

D. Instrumen Penelitian... 52

E. Teknik Analisis Data ... 54

F. Pengolahan Data Hasil Tes ... 59

G. Hasil Ujicoba Instrumen ... 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 66

A. Hasil Penelitian ... 66

1. Peningkatan Pemahaman Konsep Pembiasan Cahaya ... 66

a. Deskripsi Peningkatan Pemahaman Konsep ... 66

b. Uji Statistik Peningkatan Pemahaman Konsep ... 68

c. Peningkatan Pemahaman Konsep pada setiap Indikator ... 70

2. Peningkatan Keterampilan Generik Sains Pembiasan Cahaya ... 71

a. Deskripsi Peningkatan Keterampilan Generik Sains ... 71

b. Uji Statistik Peningkatan Keterampilan Generik Sains ... 73

c. Peningkatan Keterampilan Generik Sains pada setiap Indikator ... 75

3. Keterlaksanaan Model Pembelajaran Konstruktivisme Tipe Novick ... 77

4. Tanggapan Siswa terhadap Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme Tipe Novick ... 81

B. Pembahasan ... 83

1. Peningkatan Pemahaman Konsep Pembiasan Cahaya ... 83

2. Peningkatan Keterampilan Generik Sains Pembiasan Cahaya ... 86

3. Tanggapan Siswa terhadap Penerapan Model Pembelajaran Konstruktivisme Tipe Novick ... 91


(3)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 94

A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 95


(4)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kegiatan guru dan siswa pada model pembelajaran

konstruktivisme tipe Novick ... 25

Tabel 2.2 Hubungan fase-fase model konstruktivisme tipe Novick, pemahaman konsep, dan keterampilan generik sains ... 35

Tabel 2.3 Hubungan pembelajaran konvensional, pemahaman konsep, dan keterampilan generik sains ... 36

Tabel 3.1 Desain Penelitian ... 49

Tabel 3.2 Interpretasi koefisien korelasi validitas ... 55

Tabel 3.3 Interpretasi Reliabilitas ... 56

Tabel 3.4 Indeks tingkat kesukaran ... 57

Tabel 3.5 Klasifikasi daya pembeda ... 59

Tabel 3.6 Kategori Tingkat Gain Ternormalisasi ... 60

Tabel 3.7 Kategori Persentase Tanggapan ... 63

Tabel 3.8 Hasil Ujicoba Tes Pemahaman Konsep Pembiasan Cahaya dan Keterampilan Generik Sains ... 64

Tabel 4.1 Hasil uji Normalitas Skor Tes Awal, Tes Akhir, dan N-gain Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 68

Tabel 4.2 Hasil uji Homogenitas Skor Tes Awal, Tes Akhir, dan N-gain Pemahaman Konsep Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 69 Tabel 4.3 Uji Beda Rerata Pemahaman Konsep Pembiasan Cahaya


(5)

pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 70 Tabel 4.4 Hasil uji Normalitas Skor Tes Awal, Tes Akhir,

dan N-gain Keterampilan Generik Sains Kelas Eksperimen

dan Kelas Kontrol ... 73 Tabel 4.5 Hasil uji Homogenitas Skor Tes Awal, Tes Akhir,

dan N-gain Keterampilan Generik Sains Kelas Eksperimen

dan Kelas Kontrol ... 74 Tabel 4.6 Uji Beda Rerata Keterampilan Generik Sains Pembiasan Cahaya

pada Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 75 Tabel 4.7 Hasil Pengamatan Keterlaksanaan Model Pembelajaran

Konstruktivisme Tipe Novick pada setiap Pertemuan ... 77 Tabel 4.8 Rekapitulasi Tanggapan Siswa Terhadap Penerapan Model

Pembelajaran Konstruktivisme Tipe Novick pada konsep


(6)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Bagan Proses Terbentuknya Asimilasi dan Akomodasi ... 14

Gambar 2.2 Bagan Model Mengajar Novick Diadaptasi dari Osborne ... 17

Gambar 2.3 Istilah-istilah yang digunakan dalam pembiasan cahaya ... 37

Gambar 2.4 Hukum pembiasan cahaya ... 38

Gambar 2.5 Pembiasan pada kaca plan paralel ... 40

Gambar 2.6 Pergeseran sinar terhadap sinar masuk ... 40

Gambar 2.7 Jalannya sinar yang masuk pada prisma ... 41

Gambar 2.8 Lensa cembung bersifat mengumpulkan sinar ... 42

Gambar 2.9 Macam-macam lensa cembung... 42

Gambar 2.10 Lensa cekung bersifat menyebarkan sinar ... 42

Gambar 2.11 Macam-macam lensa cekung ... 43

Gambar 2.12 Sinar-sinar istimewa pada lensa cembung ... 43

Gambar 2.12 Sinar-sinar istimewa pada lensa cekung ... 45

Gambar 3.1 Alur Penelitian ... 51

Gambar 4.1 Perbandingan Rerata Skor Pretest, Posttest, dan N-gain Pemahaman Konsep Siswa ... 67

Gambar 4.2 Perbandingan Rerata Skor Pretest, Posttest, dan N-gain untuk setiap Indikator Pemahaman Konsep antara Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 71


(7)

Gambar 4.3 Perbandingan Rerata Skor Pretest, Posttest, dan N-gain

Keterampilan Generik Siswa ... 72 Gambar 4.4 Perbandingan Rata-rata N-Gain untuk setiap Indikator

Keterampilan Generik Siswa antara Kelas Eksperimen


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A. Perangkat Pembelajaran... 99

Lampiran B. Instrumen Penelitian ... 129

Lampiran C. Hasil Uji Coba Instrumen ... 175

Lampiran D. Pretest, Posttest, N-gain, Keterlaksanaan Model, Angket ... 185

Lampiran E. Uji Statistik Data ... 202


(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) proses pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menekankan pada pemberian pengalaman langsung agar peserta didik menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah (BSNP, 2006: 137). Pelaksanaan pembelajaran IPA yang di dalamnya mencakup mata pelajaran fisika diselenggarakan di seluruh Sekolah Menengah, baik itu Sekolah Menengah Atas (SMA) maupun Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Namun kedudukan mata pelajaran fisika di SMA berbeda dengan SMK. Penelitian ini diselenggarakan di SMK, karena SMK memiliki arah pembelajaran fisika yang berbeda dan menuntut peserta didiknya agar langsung dapat beradaptasi dalam dunia kerja, sehingga permasalahan yang berkaitan dengan proses maupun hasil pembelajaran fisika harus diupayakan solusinya.

Mata pelajaran yang diberikan di SMK terbagi dalam tiga kelompok, yaitu program produktif, adaptif, dan normatif. Mata pelajaran fisika sebagai program adaptif diharapkan dapat menjadi fondasi pada kompetensi kejuruan, sehingga siswa mampu menerapkan konsep-konsep fisika pada bidang teknologi (pelajaran produktif).

Secara umum mata pelajaran fisika di SMK menurut KTSP (BSNP, 2006: 137) bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan diantaranya:


(10)

1. Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrument percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis.

2. Mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

3. Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

4. Menguasai konsep dasar fisika yang mendukung secara langsung pencapaian kompetensi program keahliannya.

5. Menerapkan konsep dasar fisika untuk mendukung penerapan kompetensi program keahliannya dalam kehidupan sehari-hari. 6. Menerapkan konsep dasar fisika untuk mengembangkan kemampuan

program keahliannya pada tingkat yang lebih tinggi.

Dengan demikian hendaknya proses pembelajaran fisika di SMK harus sesuai dengan hakikat IPA dan mengacu pada pencapaian tujuan pembelajaran fisika secara umum di SMK. Sehingga pada saat pembelajaran fisika akan tercipta suasana belajar yang aktif serta berpusat pada siswa yang bermuara pada pemahaman konsep dan keterampilan generik yang baik, guna mempersiapkan siswa agar dapat mengembangkan program keahliannya pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi serta memudahkan menganalisis proses-proses yang berkaitan dengan dasar-dasar kinerja peralatan.

Namun hasil studi pendahuluan di salah satu SMK di Sumedang menunjukkan bahwa terdapat ketidaksesuaian antara fakta di lapangan dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan. Hasil studi pendahuluan yang dimaksud dapat dideskripsikan sebagai berikut:


(11)

1. Wawancara terhadap siswa tentang mata pelajaran fisika

Pendapat siswa tentang pembelajaran fisika umumnya sama yaitu belajar fisika sangat sulit karena banyak rumusnya dan banyak yang harus dihafal, soalnya susah dikerjakan, tidak mengerti konsepnya, tidak terbayangkan kejadiannya fisisnya.

Berdasarkan jawaban siswa ini dapat dilihat bahwa pembelajaran fisika banyak dilakukan dengan memberi konsep fisika tanpa melalui pengolahan potensi yang ada pada diri siswa maupun yang ada di sekitarnya. Dengan kata lain siswa belajar menghafal konsep dan bukan memahami konsep sehingga belajar fisika kurang bermakna dengan tidak terbentuk konstruksi konsep fisika yang benar. Hal ini senada dengan apa yang dikemukakan oleh Ratna Wilis Dahar (1996) bahwa salah satu keluhan dalam dunia pendidikan adalah siswa hanya menghafal tanpa memahami benar isi pelajaran.

2. Observasi pelaksanaan pembelajaran fisika

a. Pembelajaran fisika di kelas berpusat pada guru (teacher center), siswa hanya memperhatikan dan mendengarkan penjelasan guru. Pada prosesnya ada beberapa siswa yang bertanya, namun umumnya kurang dari 10 orang (kurang dari 25%) dan itu pun siswa yang itu-itu saja. b. Pembelajaran tidak dimulai dengan apersepsi ataupun penggalian

konsep awal yang dimiliki oleh siswa.

c. Pada kegiatan inti, siswa mengeksplorasi buku paket saja yang telah disediakan, kemudian dilakukan latihan soal.


(12)

d. Pada kegiatan penutup tidak ada refleksi dan penguatan konsep sehingga tidak ada umpan balik untuk siswa maupun guru.

3. Wawancara dengan guru tentang hasil belajar mata pelajaran fisika

Siswa hampir tidak pernah melakukan praktikum, padahal dengan praktikum pemahaman konsep siswa akan lebih terbangun karena mereka menemukan pemahaman mereka sendiri. Selain itu dengan praktikum akan memberikan pengalaman langsung kepada siswa sehingga kegiatan pembelajaran lebih bermakna. Pengalaman langsung yang dialami siswa ini, dapat melatih keterampilan generik siswa.

Dengan kondisi lapangan seperti di atas menyebabkan potensi siswa selama pembelajaran kurang optimal sehingga berdampak pada rendahnya pemahaman konsep fisika. Siswa tidak akan bisa mengaplikasikan konsep fisika dalam kehidupan sehari-hari, apabila pemahaman konsepnya salah atau bahkan tidak memiliki pemahaman konsep sama sekali.

Disamping pemahaman konsep fisika, yang tidak kalah pentingnya dari pengaruh pembelajaran fisika adalah kemahiran berpikir fisika, salah satunya yang dikenal dengan keterampilan generik sains. Menurut Bratosiswoyo (2000), ada sembilan indikator kemahiran generik yaitu pengamatan langsung, pengamatan tak langsung, kesadaran tentang skala, bahasa simbolik, kerangka logika, konsistensi logis, hukum sebab akibat, pemodelan matematika, dan membangun konsep. Keterampilan generik sains dapat dikembangkan dalam pembelajaran fisika yang bermanfaat untuk dikuasai siswa SMK.


(13)

Model pembelajaran konstruktivisme yang menekankan agar siswa aktif dalam mengkonstruksi gagasan-gagasannya menuju konsep yang bersifat ilmiah, diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan generik sains siswa SMK. Ada beberapa tipe model pembelajaran konstruktivisme, diantanya model pembelajaran Novick (1982), model pembelajaran generatif (1985), model pembelajaran learning cyle (1993) dan lain sebagainya.

Dalam penelitian ini akan digunakan model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick, karena dianggap lebih cocok dengan permasalahan dan karakteristik siswa SMK. Dengan model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick diharapkan pemahaman konsep dan keterampilan generik sains siswa yang tadinya rendah, dapat lebih ditingkatkan lagi. Dalam setiap fasenya, model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick memfasilitasi guru dan siswa untuk melakukan pembelajaran dengan sistem perubahan konseptual. Sehingga, pemahaman konsep siswa yang tadinya kurang ilmiah menjadi lebih ilmiah. Selain itu, memorasi pengetahuan yang diperoleh siswa akan berlangsung lebih lama karena pengetahuan diperoleh dengan cara pengkonstruksian pengetahuan. Model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick juga dapat melatih keterampilan generik sains siswa, karena di dalam sintaks pembelajarannya terdapat kegiatan praktikum yang melatihkan beberapa indikator keterampilan generik, sehingga diharapkan dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam dunia kerja nantinya.


(14)

Telah banyak penelitian terdahulu yang menerapkan model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick. Tetapi, masih belum banyak yang menerapkan model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick di SMK. Padahal, model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick cocok dengan permasalahan dan karakteristik siswa SMK.

Salah satu konsep yang ada dalam materi ajar fisika di SMK sesuai dengan KTSP pada kelas XI semester 2 adalah pembiasan cahaya. Konsep pembiasan cahaya merupakan salah satu konsep yang sangat berkaitan dengan fenomena alam dalam kehidupan sehari-hari sehingga banyak pengalaman konkrit yang telah dialami siswa sebelum pembelajaran dilaksanakan. Dengan demikian penting untuk memahami dan menyadari manfaat dari mempelajari konsep tersebut. Pada kenyataannya siswa masih kesulitan dalam memahami konsep pembiasan cahaya dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, sebagaimana hasil studi pendahuluan peneliti yang dikarenakan kurang bervariasinya model pembelajaran dan kurang dilatih keterampilan generik sains siswa.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Model Pembelajaran Konstruktivisme Tipe Novick untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Generik Sains Siswa SMKN”.


(15)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimanakah implementasi model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick untuk meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan generik siswa pada konsep pembiasan cahaya?”

Rumusan masalah dapat dijelaskan lagi melalui pertanyaan penelitian, sebagai berikut:

1. Bagaimana perbandingan peningkatan pemahaman konsep pembiasan cahaya antara siswa yang mendapatkan model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional?

2. Bagaimana perbandingan peningkatan kemampuan generik sains terkait dengan konsep pembiasan cahaya antara siswa yang mendapatkan model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional?

3. Bagaimana tanggapan siswa terhadap penggunaan model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick pada pembelajaran konsep pembiasan cahaya?


(16)

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui perbandingan peningkatan pemahaman konsep pembiasan cahaya antara siswa yang mendapatkan model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

2. Mengetahui perbandingan peningkatan kemampuan generik sains terkait dengan konsep pembiasan cahaya antara siswa yang mendapatkan model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

3. Mengetahui tanggapan siswa terhadap penggunaan model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick pada pembelajaran konsep pembiasan cahaya.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bukti empiris tentang potensi model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick dalam meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan generik sains siswa dan memperkaya hasil-hasil penelitian dalam bidang kajian sejenis, yang nantinya dapat digunakan oleh berbagai pihak yang terkait atau yang berkepentingan dengan hasil-hasil penelitian ini, seperti guru, praktisi pendidikan, lembaga-lembaga pendidikan, peneliti, dan lain-lain.


(17)

E. Asumsi dan Hipotesis 1. Asumsi

Model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick (1982) merupakan model pembelajaran yang menekankan agar siswa aktif dalam mengkonstruksi gagasan-gagasannya menuju konsep yang bersifat ilmiah. Dalam setiap fasenya, model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick memfasilitasi guru dan siswa untuk melakukan pembelajaran dengan sistem perubahan konseptual. Sehingga, pemahaman konsep siswa yang tadinya kurang ilmiah menjadi lebih ilmiah. Selain itu, memorasi pengetahuan yang diperoleh siswa akan berlangsung lebih lama karena pengetahuan diperoleh dengan cara pengkonstruksian pengetahuan. Sintaks model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick juga melatih keterampilan generik sains siswa, yang diharapkan dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam dunia kerja nantinya.

2. Hipotesis penelitian

Berdasarkan asumsi yang dikemukakan di atas, maka hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Penerapan model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick secara signifikan dapat lebih meningkatkan pemahaman konsep dibandingkan penerapan model pembelajaran konvensional.

( Ha1) ; Ha1 ( µx1> µy1 ; α = 0,05 )

µx1 = rata-rata N-gain pemahaman konsep siswa yang menggunakan model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick.


(18)

µy1 = rata-rata N-gain pemahaman konsep siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional.

b. Penerapan Model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick secara signifikan dapat lebih meningkatkan keterampilan generik sains dibandingkan penerapan model pembelajaran konvensional.

( Ha2) ; Ha2 ( µx2> µy2 ; α = 0,05 )

µx2 = rata-rata N-gain keterampilan generik sains siswa yang menggunakan model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick. µy2 = rata-rata N-gain keterampilan generik sains siswa yang

menggunakan model pembelajaran konvensional.

F. Definisi Operasional

1. Model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick merupakan model pembelajaran yang berawal dari konsep belajar sebagai perubahan konseptual yang dikembangkan dari pendekatan konstruktivisme, yang terdiri dari tiga fase yaitu fase pertama, exposing alternative framework (mengungkap konsepsi awal siswa), fase kedua, creating conceptual conflict (menciptakan konflik konseptual), dan fase ketiga, encouraging cognitive accommodation (mengupayakan terjadinya akomodasi kognitif). 2. Pembelajaran konvensional didefinisikan sebagai model pembelajaran

yang biasa digunakan di sekolah tempat penelitian, yang biasanya didominasi oleh metode ceramah dan tanya jawab dimana guru cenderung lebih aktif sebagai sumber informasi bagi siswa (teacher centered) dan siswa cenderung pasif dalam menerima pelajaran. Guru lebih banyak


(19)

berperan dalam hal menerangkan materi pelajaran, memberi contoh-contoh penyelesaian soal, serta menjawab semua permasalahan yang diajukan siswa.

3. Pemahaman konsep adalah pemahaman menurut Bloom yang mencakup aspek pemahaman translasi, interpretasi, dan ekstrapolasi. Pemahaman konsep ini diukur dengan menggunakan instrument tes pemahaman konsep fisika pada saat pretest dan postest.

3.1 Pemahaman Translasi: kemampuan pemahaman dalam kategori kemampuan menerjemahkan yang bukan saja pengalihan (translation) arti dari bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain, tetapi dapat juga dari konsepsi abstrak menjadi suatu model atau pengalihan konsep yang dirumuskan ke dalam kata-kata ke dalam grafik.

3.2 Pemahaman Interpretasi: kemampuan untuk mengenal dan memahami ide utama suatu komunikasi. Misalnya: diberikan suatu diagram, tabel, grafik, atau gambar-gambar lainnya dalam pelajaran fisika dan minta ditafsirkan.

3.3 Pemahaman Ekstrapolasi: kemampuan untuk menarik kesimpulan atau meramalkan kecenderungan suatu data dari data suatu bentuk data yang lain namun serupa.

4. Keterampilan generik sains adalah keterampilan berpikir dan bertindak berdasarkan pengetahuan sains yang merupakan keterampilan dasar (generik) ilmiah yang dapat ditumbuhkan ketika peserta didik menjalani


(20)

proses belajar ilmu fisika. Dalam penelitian ini, dari sembilan indikator keterampilan generik (Brotosiswoyo,2000), hanya ditinjau 4 indikator sains yang dikembangkan yaitu: pengamatan langsung, pengamatan tak langsung, bahasa simbolik, dan pemodelan matematika. Dalam penelitian ini keterampilan generik sains diukur dengan menggunakan tes keterampilan generik sains dalam bentuk pilihan ganda.

5. Tanggapan siswa adalah pendapat atau penilaian siswa terhadap pelaksanaan model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick. Respon siswa ini diukur dengan cara mengisi angket setelah KBM dengan instrumen angket tanggapan siswa.


(21)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu. Metode eksperimen semu dengan desain “randomized control group pretest-posttest design” untuk mengetahui perbandingan peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan generik sains antara siswa yang mendapatkan model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Metode deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran tentang tanggapan siswa terhadap model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick yang diterapkan. Pada desain ini menggunakan dua kelompok yaitu satu kelompok eksperimen dan satu kelompok kontrol. Kelompok eksperimen mendapatkan pembelajaran dengan model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick dan kelompok kontrol mendapatkan pembelajaran dengan model konvensional. Terhadap dua kelompok dilakukan pretest dan posttest untuk melihat peningkatan pemahaman konsep siswa sebelum dan setelah pembelajaran. Pretest dan posttest juga diberikan pada kedua kelompok untuk melihat keterampilan generik sains siswa setelah mendapatkan pembelajaran. Desain penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1.


(22)

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelas Pretest Perlakuan Posttest Eksperimen O1, O2 X1 O1, O2

Kontrol O1, O2 X O1,O2

Keterangan:

X1 = penerapan model pembelajaran kontruktivisme tipe Novick X = penerapan model pembelajaran konvensional

O1 = tes pemahaman konsep O2 = tes keterampilan generik sains

B. Prosedur Penelitian

Secara garis besar tahapan-tahapan yang akan peniliti lakukan adalah sebagai berikut:

1. Tahap Perencanaan

Pada tahap ini peneliti melakukan studi literatur untuk menemukan permasalahan-permasalahan yang sering terjadi di pada pembelajaran fisika, khususnya pada topik pembiasan cahaya. Kemudian, peneliti akan merencanakan langkah-langkah yang akan diambil, diantaranya penyiapan instrument, serta alat ukur yang akan digunakan untuk menentukan keberhasilan dalam penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan adalah tahap dimana proses pembelajaran berlangsung. Pada tahap pelaksanaan, peneliti akan memilih secara acak kelas yang akan digunakan sebagai kelas kontrol dan kelas eksperimen.


(23)

Langkah selanjutnya, peneliti akan memberikan pretest kepada kedua kelas, kemudian melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran untuk masing-masing kelas dan terkahir adalah pemberian posttest kepada kedua kelas.

3. Tahap Akhir

Pada tahap akhir ini dilakukan pengambilan data untuk kemudian dianalisis. Analisis data ini dilaksanakan untuk mengetahui pemahaman konsep dan keterampilan generik siswa, baik sebelum diberikan perlakuan ataupun sesudah diberikan perlakuan. Setelah hasil analisis diperoleh kemudian dilakukan penarikan kesimpulan berdasarkan tujuan dan hipotesis penelitian yang diajukan.

Langkah-langkah dalam mewujudkan pelaksanaan penelitian ditunjukkan oleh alur penelitian:


(24)

Studi Pendahuluan

Merumuskan Masalah

Studi Literatur: Model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick dan konsep tentang

pembiasan cahaya

Penyusunan instrument penelitian

Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Uji Coba Instrumen

Pretest

Pembelajaran konvensional Pembelajaran dengan model konstruktivisme tipe Novick

Posttest

Angket respon siswa

Analisis Data

Penyusunan Laporan Penelitian


(25)

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI semester 2 di salah satu SMAK Negeri 1 Sumedang, sedangkan sampel dalam penelitian ini diambil dua kelas yang dipilih secara cluster random sampling (acak kelas) dari keseluruhan populasi sebagai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2011/2012.

D. Instrumen Penelitian

Untuk mendapatkan data yang mendukung penelitian, peneliti menyusun dan menyiapkan beberapa instrumen untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu:

1. Tes pemahaman konsep

Tes ini digunakan untuk mengukur pemahaman konsep siswa terhadap konsep yang diajarkan dalam bentuk pilihan ganda dengan lima pilihan jawaban. Untuk mengukur pemahaman konsep siswa sebelum mendapatkan pembelajaran dengan model kontruktivisme tipe Novick dan pembelajaran konvensional dilakukan pretest sedangkan untuk mengukur pemahaman konsep siswa setelah mendapatkan perlakuan dilakukan posttest. Butir soal tes pemahaman konsep dikonsultasikan dengan dosen pembimbing, dinilai oleh pakar, dan diujicobakan.

2. Tes keterampilan generik sains

Tes ini digunakan untuk mengukur keterampilan generik sains siswa terhadap konsep yang diajarkan dalam bentuk pilihan ganda dengan


(26)

lima pilihan jawaban. Untuk mengukur keterampilan generik sains siswa sebelum mendapatkan pembelajaran dengan model kontruktivisme tipe Novick dan pembelajaran konvensional dilakukan pretest sedangkan untuk mengukur keterampilan generik sains siswa setelah mendapatkan perlakuan dilakukan posttest. Butir soal tes keterampilan generik sains dikonsultasikan dengan dosen pembimbing, dinilai oleh pakar, dan diujicobakan.

3. Lembar observasi

Lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran digunakan untuk mengamati sejauh mana tahapan model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick yang telah direncanakan terlaksana dalam proses belajar mengajar Fisika. Observasi yang dilakukan adalah observasi terstruktur dengan menggunakan lembaran daftar cek. Bertindak sebagai pengamat yaitu peneliti dan dibantu oleh satu orang observer.

4. Angket Tanggapan Siswa

Angket digunakan untuk memperoleh informasi tentang tanggapan siswa terhadap penggunaan model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick dalam pembelajaran konsep pembiasan cahaya. Angket yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala Likert, setiap siswa dan guru diminta untuk menjawab suatu pernyataan dengan empat kategori tanggapan yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Untuk pertanyaan positif maka dikaitkan dengan nilai SS = 4, S= 3, TS = 2 dan STS = 1, dan sebaliknya.


(27)

Dalam penelitian ini, penulis hanya ingin mengetahui persentase sikap siswa (positif dan negatif) terhadap penerapan model pembelajaran konstruktivisme tipe Novick pada konsep pembiasan cahaya.

E. Teknik Analisa Data

Pengolahan data menyangkut validitas butir soal, reliabilitas tes, tingkat kesukaran dan daya pembeda soal yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program AnatesV4. Ketentuan-ketentuan yang digunakan bagi keperluan pengujian kesahihan tes di atas adalah:

1. Validitas instrumen

Sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan keriterium. Teknik yang digunakan untuk mengetahui kesejajaran adalah teknik korelasi product moment dengan angka kasar yang dikemukakan oleh Pearson (Arikunto, 2009: 69), yaitu:

= � − ( )( )

{� 2−( )2}{� 2−( )2}

(3.1)

(Arikunto, 2009: 72)

Keterangan:

rxy : validitas butir soal N : jumlah peserta tes X : nilai butir soal Y : nilai soal


(28)

Interpretasi mengenai besarnya koefisien korelasi menurut Arikunto (2009: 75) adalah seperti Tabel 3.2

Tabel 3.2 Interpretasi koefisien korelasi validitas Koefisien Korelasi Interpretasi

0,8 <rxy≤ 1,00 sangat tinggi

0,6 <rxy≤ 0,80 tinggi

0,4 <rxy≤ 0,60 cukup

0,2 < rxy≤ 0,40 rendah

0,0 ≤ rxy≤ 0,20 sangat rendah

2. Reliabilitas Instrumen

Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama. Hasil penelitian yang reliabel terjadi jika terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda (Sugiyono, 2008: 121). Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap (Arikunto, 2009: 86).

Teknik yang digunakan untuk menentukan reliabilitas tes dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode belah dua (split-half method) atas-bawah karena instrumen yang digunakan berupa soal pilihan ganda. Rumus pembelahan atas-bawah tersebut adalah sebagai berikut.

) 1 ( 2 2 1 2 1 2 1 2 1 11 r r r  

(Suharsimi Arikunto, 2008 : 93) Keterangan:

11

r : Reliabilitas instrumen


(29)

r 2 1 2

1 : Korelasi antara skor-skor setiap belahan tes

Jika jumlah soal dalam tes adalah ganjil, maka rumus yang digunakan untuk menghitung reliabilitas tes adalah rumus yang ditemukan oleh Kuder dan Richardson yaitu rumus K-R. 20 sebagai berikut.

               

2

2 11 1 S pq S n n r Keterangan: 11

r = reliabilitas tes secara keseluruhan

p = proporsi subjek yang menjawab item dengan benar q = proporsi subjek yang menjawab item dengan salah

q1p

n = banyaknya item

S = standar deviasi dari item

Untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas instrumen yang diperoleh adalah dengan melihat tabel 3.3.

Tabel 3.3 Interpretasi Reliabilitas

Koefisien Korelasi Kriteria reliabilitas 0,81  r  1,00 sangat tinggi 0,61  r  0,80 Tinggi 0,41  r  0,60 Cukup 0,21  r  0,40 Rendah 0,00  r  0,20 sangat rendah

(Suharsimi Arikunto, 2008: 75) (3.3)


(30)

3. Tingkat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya (Arikunto, 2009: 207). Rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat kesukaran soal adalah (Arikunto, 2009: 208):

� =�� (3.4)

Keterangan :

P : indeks kesukaran

B :banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul JS : jumlah seluruh siswa peserta tes

Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan seperti yang terlihat pada Tabel 3.4

Tabel 3.4 Indeks tingkat kesukaran Indeks Tingkat

Kesukaran Interpretasi

0,00 ≤ P ≤ 0,30 sangat tinggi 0,31 ≤ P≤ 0,70 tinggi 0,71 ≤ P≤ 1,00 sangat rendah (Sumber: Arikunto, 2009 : 210)


(31)

3. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk membedakan siswa yang pandai (bekemampuan tinggi) dengan siswa yang tidak pandai (berkemampuan rendah) (Arikunto, 2009: 211). Seluruh peserta kelompok tes dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pandai (upper group) dan kelompok bawah (lower group). Jika seluruh kelompok atas dapat menjawab soal tersebut dengan benar, sedangkan seluruh kelompok bawah menjawab salah, maka soal tersebut mempunyai D paling besar, yaitu 1,00. Sebaliknya, jika semua kelompok atas menjawab salah, tetapi semua kelompok bawah menjawab betul, maka nilai D-nya adalah -1,00. Tetapi, jika siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah sama-sama menjawab benar atau sama-sama menjawab salah, amak soal tersebut mempunyai nilai D 0,00 karena tidak mempunyai daya pembeda sama sekali. Rumus yang digunakan untuk mengukur daya pembeda adalah (Arikunto, 2009: 213-214)

� = (3.5)

Keterangan :

BA : banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar BB : banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar JA : banyaknya peserta kelompok atas

JB : banyaknya peserta kelompok bawah


(32)

� : proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

D : daya pembeda

Butir-butir soal yang baik adalah butir-butir soal yang mempunyai indeks diskriminasi 0,4 sampai 0,7. Tabel 3.5 memperlihatkan klasifikasi daya pembeda.

Tabel 3.5 Klasifikasi daya pembeda

Daya Pembeda Interpretasi 0,00 ≤ D ≤ 0,20 jelek 0,20 < D ≤ 0,40 cukup 0,40 < D ≤ 0,70 baik 0,70 < D ≤ 1,00 baik sekali

D < 0 (negatif) tidak baik (Sumber: Arikunto, 2009: 218)

F. Pengolahan Data Hasil Tes

Data dari hasil pretest dan posttest serta data berupa lembar observasi dan angket tanggapan siswa dianalisis dengan langkah-langkah:

1. Pemberian Skor

2. Perhitungan skor Gain ternormalisasi

Untuk melihat peningkatan pemahaman konsep dan keterampilan generik sains sebelum dan sesudah pembelajaran digunakan rumus yang dikembangkan oleh Hake sebagai berikut:

<� > = � −�

� � −�

Keterangan:

Spos = skor posttest


(33)

Spre = skor pretest

Smaks = skor maksimum ideal

Gain ternormalisasi ini diinterpretasikan untuk menyatakan peningkatan pemahaman konsep pembiasan cahaya dan keterampilan generik sains dengan kriteria seperti pada Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Kategori Tingkat Gain Ternormalisasi

Batasan Kategori

<�> > 0,7 Tinggi

0,3 <�> 0,7 Sedang

<�> < 0,3 Rendah

Sedangkan efektivitas penggunaan model pembelajaran kontruktivisme tipe Novick dapat dilihat dari perbandingan nilai < �>

kelas eksperimen yang menggunakan model kontruktivisme tipe Novick dan kelas kontrol yang menggunakan model konvensional. Suatu pembelajaran dikatakan lebih efektif jika menghasilkan < �> lebih tinggi dibanding pembelajaran lainnya (Margendoller, 2006).

3. Pengujian Terhadap Hipotesis

Pada umumnya pengujian terhadap hipotesis dapat dilakukan dengan uji parametrik dan non-parametrik. Uji parametrik dapat dilakukan jika asumsi-asumsi penelitian parametrik dipenuhi, antara lain jika data dalam pengujian hipotesis ini, data yang dimaksud ialah peningkatan skor (gain ternormalisasi) yang dicapai kedua kelas bersifat normal dan memiliki varians yang homogen. Jika asumsi-asumsi


(34)

penelitian parametrik tersebut tidak terpenuhi, maka pengujian terhadap hipotesis harus dilakukan dengan uji non-parametrik. Oleh karena itu, untuk mengetahui pengujian statistik mana yang tepat, sebelumnya perlu diketahui normalitas dan homogenitas dari gain kedua kelas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas gain ternormalisasi dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui distribusi atau sebaran skor gain ternormalisasi. Uji normalitas menggunakan One Sample Shapiro-Wilk Test dengan bantuan piranti lunak pengolah data SPSS Statistics 17,0. Apabila nilai sig > α maka Hi diterima, atau Ho ditolak dengan kata lain bahwa data tersebut berdistribusi normal, dengan taraf signifikansi (α) = 0,05. b. Uji Homogenitas Varians

Uji Homogenitas Varians gain ternormalisasi dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan untuk melihat apakah data-data nilai yang didapat dari kedua kelompok ini memiliki kesamaan varians atau tidak. Uji homogenitas varians dilakukan dengan menggunakan uji Levene Test dengan bantuan piranti lunak pengolah data SPSS Statistics 17,0. Apabila nilai dari sig > α maka Hi diterima, atau Ho ditolak dengan kata lain bahwa varians untuk kedua data tersebut adalah homogen.

Uji statistik parametrik akan dilakukan jika gain ternormalisasi kedua kelompok terdistribusi normal dan memiliki varians yang


(35)

homogen. Untuk menguji hipotesis dengan menggunakan uji kesamaan dua rata-rata (uji-t) dipakai untuk membandingkan antara dua keadaan, yaitu uji kesamaan rata-rata untuk nilai gain yang ternormalisasi siswa pada kelas eksperimen dengan siswa pada kelas kontrol. Uji kesamaan dua rata-rata dilakukan dengan dengan bantuan piranti lunak pengolah data SPSS Statistics 17 yaitu uji-t dua sampel independen (Independent-Samples T Test). Rumus untuk uji-t dua sampel independen yang digunakan dengan asumsi kedua variance sama besar (equal variances assumed) ialah:

              2 1 2 1 2 2 2 2 1 1 2 1 1 1 2 ) 1 ( ) 1 ( N N N N S N S N M M t

dengan M1 adalah rata-rata skor gain kelompok eksperimen , M2

adalah rata-rata skor gain kelompok kontrol, N1 sama dengan N2

adalah jumlah siswa, s21 adalah varians skor kelompok eksperimen,

dan s22 adalah varians skor kelompok kontrol. Hipotesis yang diajukan

diterima jika thitung > ttabel.

Uji statistik non-parametrik yang akan digunakan jika asumsi parametrik tidak terpenuhi adalah uji Mann-Whitney U. Pengambilan keputusannya yaitu apabila nilai dari sig < ½ α, dengan α = 0,05, maka Hi diterima (Walpole, 1995).


(36)

4. Menghitung persentase hasil angket tanggapan siswa dan guru terhadap penggunaan model pembelajaran dilakukan dengan melihat jawaban setiap siswa terhadap pernyataan-pernyataan kuesioner yang diberikan menggunakan rumus:

% � = �ℎ � � ℎ � � �

�ℎ � ℎ 100%

Kemudian menganalisis tanggapan yang diberikan siswa dan guru tersebut dengan menentukan kategori persentase tanggapan sesuai dengan Tabel 3.7 ( Khabibah dalam Yamasari, 2010)

Tabel 3.7 Kategori Persentase Tanggapan

Batasan Kategori

Tanggapan 85% Sangat setuju

70% Tanggapan < 85% Setuju

50% Tanggapan < 70% Kurang setuju

Tanggapan < 50% Tidak setuju

5. Menghitung persentase keterlaksanaan model pembelajatan yang diimplementasikan dilakukan dengan melihat skor yang diberikan observer terhadap keterlaksanaan model pembelajaran oleh guru yang diberikan menggunakan rumus:

% � � �� = �ℎ � � ℎ � � � �


(37)

G. Hasil Uji Coba Instrumen

Uji coba tes instrumen dilakukan pada siswa kelas XII di salah satu SMK Negeri di Sumedang. Analisis instrumen dilakukan dengan menggunakan program AnatesV4 untuk menguji validitas, reliabilitas, tingkat kemudahan, dan daya pembeda soal.

Hasil uji coba soal pemahaman konsep pembiasan cahaya dan keterampilan generik sains dapat dilihat pada Tabel 3.8. Hasil uji coba tes pemahaman konsep dan tes keterampilan generik sains secara terperinci tertera pada lampiran C.

Tabel 3.8 Hasil Ujicoba Tes Pemahaman Konsep Pembiasan Cahaya Dan Keterampilan Generik Sains

Ujicoba Soal Tes

Daya Pembeda

Tingkat

Kesukaran Validitas Reliabilitas Kategori Jumlah Kategori Jumlah Kategori Jumlah Nilai Kriteria Pemahaman

Konsep

Jelek 3 Sangat Mudah

1 Sangat rendah

4 0,86 Tinggi

Cukup - Mudah 3 Rendah -

Baik 13 Sedang 11 Cukup 10 Baik

Sekali

3 Sukar 4 Tinggi 6 Dibuang 1 Sangat

Sukar

1 Sangat tinggi

- Uji coba

Soal Tes

Daya Pembeda Tingkat Kesukaran

Validitas Reliabilitas

Kategori Jumlah Kategori Jumlah Kategori Jumlah Nilai Kriteria Keterampilan

Generik Sains

Jelek 4 Sangat Mudah

1 Sangat rendah

2 0,87 Sangat Tinggi

Cukup 1 Mudah 3 Rendah 3

Baik 10 Sedang 10 Cukup 7

Baik Sekali

5 Sukar 5 Tinggi 7 Dibuang - Sangat

Sukar

1 Sangat tinggi


(38)

Uji coba tes pemahaman konsep pembiasan cahaya terdiri dari 20 soal berbentuk pilihan ganda. Berdasarkan hasil uji coba, terdapat 16 soal valid dan 4 soal yang tidak valid. Jumlah soal tes pemahaman konsep yang digunakan untuk pretest dan posttest berjumlah 15 soal dan seluruh indikator pemahaman konsep telah terwakili dalam soal-soal tersebut dengan rincian aspek translasi sebanyak 3 soal, aspek interpretasi sebanyak 9 soal, dan aspek ekstrapolasi sebanyak 3 soal.

Uji coba tes keterampilan generik sains siswa, soal terdiri dari 20 soal berbentuk pilihan ganda. Berdasarkan hasil uji coba diperoleh, terdapat 15 soal valid dan 5 soal tidak valid, selanjutnya soal yang tidak valid tidak dipakai karena memiliki nilai koefisien korelasi lebih kecil dari batas signifikansi (p = 0,05) yaitu 0,35. Jumlah soal tes keterampilan generik sains yang digunakan untuk pretest dan posttest berjumlah 15 soal dan seluruh indikator keterampilan generik sains siswa telah terwakili dalam soal-soal tersebut dengan rincian pengamatan langsung sebanyak 4 soal, pengamatan tak langsung sebanyak 4 soal, dan bahasa simbolik sebanyak 4 soal, dan pemodelan matematika sebanyak 3 soal.


(39)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Model pembelajaran kontruktivisme tipe Novick secara signifikan dapat lebih meningkatkan pemahaman konsep pembiasan cahaya dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan oleh nilai N-gain kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran kontruktivisme tipe Novick sebesar 0,61 dan untuk kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional sebesar 0,31.

2. Model pembelajaran kontruktivisme tipe Novick secara signifikan dapat lebih meningkatkan keterampilan generik sains siswa pada konsep pembiasan cahaya dibandingkan model pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan oleh nilai N-gain kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran kontruktivisme tipe Novick sebesar 0,49 dan kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional sebesar 0,28.

3. Secara umum siswa memberikan tanggapan positif (setuju) terhadap kontruktivisme tipe Novick pada konsep pembiasan cahaya. Model kontruktivisme tipe Novick menarik bagi siswa, memfasilitasi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan sendiri dalam memperkuat pemahaman konsep, memfasilitasi pengembangan keterampilan generik sains siswa, memotivasi


(40)

siswa untuk berkomunikasi dan memberi gagasan, serta aktif dalam pembelajaran.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang penerapan model kontruktivisme tipe Novick pada konsep pembiasan cahaya, peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Perlunya komitmen terhadap pengalokasian waktu, agar semua tahap pembelajaran dapat terlaksana, guna pencapaian tujuan pembelajaran.

2. Model pembelajaran Novick hendaknya dijadikan sebagai salah satu model pembelajaran alternatif yang dapat diterapkan oleh guru untuk memfasilitasi siswa dalam memahami konsep fisika. Adanya konflik konseptual pada salah satu fase pembelajaran, menyebabkan rasa ingin tahu siswa meningkat sehingga keinginan siswa untuk memahami konsep fisika meningkat dan hal ini akan bermuara pada peningkatan pemahaman konsep siswa.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2008). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Baharuddin dan Wahyuni, E. N. (2007). Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-ruzz Media.

Bloom, Benjamin.S, Ed. (1980). Taxonomy of Educational Objectives: HandBook 1. Cognitive Domain. New York: Longman Inc.

BNSP. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMK/MAK. Jakarta: Depdiknas.

Brotosiswoyo, B. S. (2000). Hakikat Pembelajaran Fisika di Perguruan Tinggi. Jakarta: Proyek Pengembangan Universitas Terbuka Direktorat Jendral Perguruan Tinggi, Depdiknas.

Dahar, R. W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Djamarah, S. B. (2008). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Gulo, W. (2008). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo.

Hadjar, Ibnu. (2008). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif Dalam Upaya Meningkatkan Pemahaman Siswa Tentang Konsep Zat dan Wujudnya. Jakarta: PT. Indeks.

Hake, R. R. (1998). Interactive-Engagement Versus Traditional Methods: A Six-Thousand-Student Survey of Mechanics Test data for Introductary Physics Courses. American Journal of Physics, 66 (1), pp. 64 – 74.

Herlanti, Yanti. (2008). Tanya Jawab Seputar Penelitian Pendidikan Sains. Jakarta: Jurusan Pendidikan IPA UIN Syarif Hidayatullah.

Komala, Ratih. (2008). Implementasi Model Pembelajaran Novick Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Siswa SMKN. Skripsi Pendidikan Fisika UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Maknun, Johar. (2009). Pengembangan Program Pembelajaran Fisika SMK Bidang Keahlian Teknik Bangunan. Disertasi Doktor Program Pascasarjana UPI: tidak diterbitkan.

Mursell, J. dan Nasution, S. (2008). Mengajar dengan Sukses ( Successful Teaching) Jakarta: Bumi Aksara.


(42)

Nasution, S. (1982). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Edisi Pertama. Jakarta: Bina Aksara.

Natsir, Muhammad. (1997). Strategi Pengggunaan Model Pembelajaran Novick Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Pemahaman Siswa Tentang Listrik Dalam Pembelajaran IPA di SD. Tesis Pendidikan IPA Sekolah Dasar UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Nuh, Usep. (2007). Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dalam Upaya Meningkatkan Keterampilan Proses sains Siswa. Skripsi Pendidikan Fisika UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Nussbaum dan Novick. (1982). Alternative frameworks, conceptual conflict and acccommodation: toward a principled teaching strategy. Jurnal Instructional Science 11: 183-200.

Ruseffendi, H.E.T.(1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung. CV Andira.

---,(2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Saestu, T. W. (2008). Penerapan Model Konstruktivisme Dengan Pendekatan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa. Skripsi Pendidikan Fisika UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Sandy, Ahmad. (2008). Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa pada Pokok Materi Momentum, Impuls, dan Tumbukan Dengan Pemanfaatan Multimedia pembelajaran. Skripsi Pendidikan Fisika UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Sanjaya, W. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.Jakarta: Prenada Media.

Seniati, Liche at. al. Psikologi Eksperimen. Jakarta: PT. Indeks.

Somantri, Ating dan Muhidin, S. A. (2006). Aplikasi Statistik Dalam Penelitian. Jakarta: Pustaka Setia.

Subana at. al. (2005). Statistik Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia. Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suma, K. (2003). Pembekalan Kemampuan-Kemampuan Fisika Bagi Calon Guru Melalui Mata Kuliah Fisika Dasar. Disertasi, PPS UPI.


(43)

Tomo et. al. (1997). Peranan Strategi Mengajar Perubahan Konseptual Model CLIS Yang Didasari Konstruktivisme Dalam Pengajaran Fisika di SMU. Laporan Penelitian: Depdikbud.

Wahyuni. Arie. (2005). Penggunaan Model Pembelajaran Dengan Pendekatan Konstruktivisme Dalam Upaya Meningkatkan Pemahaman Siswa Tentang Konsep Zat dan Wujudnya. Skripsi Pendidikan Fisika UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Wartono. (1996). “ Model Pembelajaran Inquiry dalam Pendidikan Sains di SD”

dalam Khazanah Pengajaran IPA. Majalah Pendidikan IPA. Vol I/No.2/1996. Bandung: IMAPIPA PPS & PPS IKIP Bandung.

Widodo, Arie. (2007). “Konstruktivisme dan Pembelajaran Sains”. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. No. 064, 91-105.

Winkel, W. S. (1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.

Yamasari, Yuni. (2010). Pengembangan Media Pembelajaran Matematika Berbasis ICT yang Berkualitas. Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010 ISBN No. 979-545-0270-1

Zaelani, Ahmad. (2006). 1700 Bank Soal BImbingan Pemantapan Fisika. Bandung: Yrama Widya.


(1)

65

Uji coba tes pemahaman konsep pembiasan cahaya terdiri dari 20 soal berbentuk pilihan ganda. Berdasarkan hasil uji coba, terdapat 16 soal valid dan 4 soal yang tidak valid. Jumlah soal tes pemahaman konsep yang digunakan untuk pretest dan posttest berjumlah 15 soal dan seluruh indikator pemahaman konsep telah terwakili dalam soal-soal tersebut dengan rincian aspek translasi sebanyak 3 soal, aspek interpretasi sebanyak 9 soal, dan aspek ekstrapolasi sebanyak 3 soal.

Uji coba tes keterampilan generik sains siswa, soal terdiri dari 20 soal berbentuk pilihan ganda. Berdasarkan hasil uji coba diperoleh, terdapat 15 soal valid dan 5 soal tidak valid, selanjutnya soal yang tidak valid tidak dipakai karena memiliki nilai koefisien korelasi lebih kecil dari batas signifikansi (p = 0,05) yaitu 0,35. Jumlah soal tes keterampilan generik sains yang digunakan untuk pretest dan posttest berjumlah 15 soal dan seluruh indikator keterampilan generik sains siswa telah terwakili dalam soal-soal tersebut dengan rincian pengamatan langsung sebanyak 4 soal, pengamatan tak langsung sebanyak 4 soal, dan bahasa simbolik sebanyak 4 soal, dan pemodelan matematika sebanyak 3 soal.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Model pembelajaran kontruktivisme tipe Novick secara signifikan dapat lebih meningkatkan pemahaman konsep pembiasan cahaya dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan oleh nilai N-gain kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran kontruktivisme tipe Novick sebesar 0,61 dan untuk kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional sebesar 0,31.

2. Model pembelajaran kontruktivisme tipe Novick secara signifikan dapat lebih meningkatkan keterampilan generik sains siswa pada konsep pembiasan cahaya dibandingkan model pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan oleh nilai N-gain kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran kontruktivisme tipe Novick sebesar 0,49 dan kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional sebesar 0,28.

3. Secara umum siswa memberikan tanggapan positif (setuju) terhadap kontruktivisme tipe Novick pada konsep pembiasan cahaya. Model kontruktivisme tipe Novick menarik bagi siswa, memfasilitasi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan sendiri dalam memperkuat pemahaman konsep, memfasilitasi pengembangan keterampilan generik sains siswa, memotivasi


(3)

siswa untuk berkomunikasi dan memberi gagasan, serta aktif dalam pembelajaran.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang penerapan model kontruktivisme tipe Novick pada konsep pembiasan cahaya, peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. Perlunya komitmen terhadap pengalokasian waktu, agar semua tahap pembelajaran dapat terlaksana, guna pencapaian tujuan pembelajaran.

2. Model pembelajaran Novick hendaknya dijadikan sebagai salah satu model pembelajaran alternatif yang dapat diterapkan oleh guru untuk memfasilitasi siswa dalam memahami konsep fisika. Adanya konflik konseptual pada salah satu fase pembelajaran, menyebabkan rasa ingin tahu siswa meningkat sehingga keinginan siswa untuk memahami konsep fisika meningkat dan hal ini akan bermuara pada peningkatan pemahaman konsep siswa.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. (2008). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Baharuddin dan Wahyuni, E. N. (2007). Teori-Teori Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-ruzz Media.

Bloom, Benjamin.S, Ed. (1980). Taxonomy of Educational Objectives: HandBook 1. Cognitive Domain. New York: Longman Inc.

BNSP. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMK/MAK. Jakarta: Depdiknas.

Brotosiswoyo, B. S. (2000). Hakikat Pembelajaran Fisika di Perguruan Tinggi. Jakarta: Proyek Pengembangan Universitas Terbuka Direktorat Jendral Perguruan Tinggi, Depdiknas.

Dahar, R. W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Departemen Pendidikan Nasional. (2005). Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Djamarah, S. B. (2008). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Gulo, W. (2008). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo.

Hadjar, Ibnu. (2008). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif Dalam Upaya Meningkatkan Pemahaman Siswa Tentang Konsep Zat dan Wujudnya. Jakarta: PT. Indeks.

Hake, R. R. (1998). Interactive-Engagement Versus Traditional Methods: A Six-Thousand-Student Survey of Mechanics Test data for Introductary Physics Courses. American Journal of Physics, 66 (1), pp. 64 – 74.

Herlanti, Yanti. (2008). Tanya Jawab Seputar Penelitian Pendidikan Sains. Jakarta: Jurusan Pendidikan IPA UIN Syarif Hidayatullah.

Komala, Ratih. (2008). Implementasi Model Pembelajaran Novick Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Fisika Siswa SMKN. Skripsi Pendidikan Fisika UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Maknun, Johar. (2009). Pengembangan Program Pembelajaran Fisika SMK Bidang Keahlian Teknik Bangunan. Disertasi Doktor Program Pascasarjana UPI: tidak diterbitkan.


(5)

Nasution, S. (1982). Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Edisi Pertama. Jakarta: Bina Aksara.

Natsir, Muhammad. (1997). Strategi Pengggunaan Model Pembelajaran Novick Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Pemahaman Siswa Tentang Listrik Dalam Pembelajaran IPA di SD. Tesis Pendidikan IPA Sekolah Dasar UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Nuh, Usep. (2007). Implementasi Model Pembelajaran Berbasis Masalah Dalam Upaya Meningkatkan Keterampilan Proses sains Siswa. Skripsi Pendidikan Fisika UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Nussbaum dan Novick. (1982). Alternative frameworks, conceptual conflict and acccommodation: toward a principled teaching strategy. Jurnal Instructional Science 11: 183-200.

Ruseffendi, H.E.T.(1998). Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung. CV Andira.

---,(2006). Pengantar kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Saestu, T. W. (2008). Penerapan Model Konstruktivisme Dengan Pendekatan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika Siswa. Skripsi Pendidikan Fisika UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Sandy, Ahmad. (2008). Meningkatkan Pemahaman Konsep Siswa pada Pokok Materi Momentum, Impuls, dan Tumbukan Dengan Pemanfaatan Multimedia pembelajaran. Skripsi Pendidikan Fisika UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Sanjaya, W. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.Jakarta: Prenada Media.

Seniati, Liche at. al. Psikologi Eksperimen. Jakarta: PT. Indeks.

Somantri, Ating dan Muhidin, S. A. (2006). Aplikasi Statistik Dalam Penelitian. Jakarta: Pustaka Setia.

Subana at. al. (2005). Statistik Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia. Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Suma, K. (2003). Pembekalan Kemampuan-Kemampuan Fisika Bagi Calon Guru Melalui Mata Kuliah Fisika Dasar. Disertasi, PPS UPI.


(6)

Tomo et. al. (1997). Peranan Strategi Mengajar Perubahan Konseptual Model CLIS Yang Didasari Konstruktivisme Dalam Pengajaran Fisika di SMU. Laporan Penelitian: Depdikbud.

Wahyuni. Arie. (2005). Penggunaan Model Pembelajaran Dengan Pendekatan Konstruktivisme Dalam Upaya Meningkatkan Pemahaman Siswa Tentang Konsep Zat dan Wujudnya. Skripsi Pendidikan Fisika UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Wartono. (1996). “ Model Pembelajaran Inquiry dalam Pendidikan Sains di SD” dalam Khazanah Pengajaran IPA. Majalah Pendidikan IPA. Vol I/No.2/1996. Bandung: IMAPIPA PPS & PPS IKIP Bandung.

Widodo, Arie. (2007). “Konstruktivisme dan Pembelajaran Sains”. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. No. 064, 91-105.

Winkel, W. S. (1996). Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo.

Yamasari, Yuni. (2010). Pengembangan Media Pembelajaran Matematika Berbasis ICT yang Berkualitas. Seminar Nasional Pascasarjana X – ITS, Surabaya 4 Agustus 2010 ISBN No. 979-545-0270-1

Zaelani, Ahmad. (2006). 1700 Bank Soal BImbingan Pemantapan Fisika. Bandung: Yrama Widya.