PENGEMBANGAN MODEL PELATIHAN KETERAMPILANBERBASIS KEWIRAUSAHAAN: Studi Di Masyarakat Adat Kuta Kabupaten Ciamis.

(1)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

UCAPAN TERIMA KASIH ... viii

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masala ... 1

B . Identifikasi Masalah ... 12

C. Perumusan Masalah ... 13

D. Definisi Operasional ... 14

E. Tujuan Penelitian ... . 16

F. Manfaat Penelitian ... 17

G. Kerangka Berfikir ... 17

BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Dasar Pelatihan ... 21

B. Teori Kewirausahaan ... 28

C. Pelatihan Keterampilan Kewirausahaan ... 32

D. Hakekat Potensi Lokal Masyarakat Adat ... 64

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian ... 86

B. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data ... 90

C. Subyek Penelitian ... 94

D. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data ... 95


(2)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Studi Pendahuluan ………..…………. 101

B. Rancangan Model Konseptual ... 115

C. Validasi dan Revisi Model Konseptual ... ... 136

D. Implementasi dan Uji Efektifitas Model... 140

E. Pembahasan ... 204

F. Desain Model Akhir Pelatihan Keterampilan Berbasis ……... Kewirausahaan ……… 223

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI... A. Kesimpulan ... 251

B. Rekomendasi ... 255

DAFTAR PUSTAKA ... 258

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 263


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Profil Wirausahawan .... ... 30

2.2. Perbedaan Pelatihan Berbasis Kompetensi Dengan Pelatihan Kovensional ... 38

2.3. Perbedaan Pelatihan Partisipatif Dengan Pelatihan Konvensional ... 43

4.1. Luas Tanah Kampung Kuta Menurut Pemanfaatannya ... 105

4.2. Penduduk Kampung Kuta Menurut Umur dan Jenis Kelamin... 107

4.3. Jumlah Kepala Keluarga Kampung Kuta Menurut Mata Pencaharian ... 110

4.4. Arah Pengembangan Model Pelatihan Keterampilan Berbasis Kewira- usahaan ... 117

4.5. Hambatan dan Alternatif Penanggulangannya Dalam Pengembangan Model ... 127

4.6. Rambu-rambu Merancang Bangun Model Pelatihan Keterampilan Kewirausahaan Berdasarkan Pendekatan Pembelajaran Yang Dikembangkan ……….. 128

4.7. Nama-Nama Peserta Pelatihan Kelompok I (Uji Cpba I) ... 142

4.8. Skor Pretest dan Posttest Aspek Pengetahuan Warga Belajar Pelatihan Keterampilan Berbasis Kewirausahaan ... 150

4.9. Perbandingan Skor Pretest dan Posttest Aspek Pengetahuan Warga Belajar Pelatihan Keterampilan Berbasis Kewirusahaan ... 151

4.10. Skor Pretest dan Posttest Aspek Sikap Warga Belajar Pelatihan Keterampilan Berbasis Kewirausahaan ... 151

4.11. Perbandingan Skor Pretest dan Posttest Aspek Sikap Warga Belajar Pelatihan Keterampilan Berbasis Kewirusahaan ... 153

4.12 Skor Pretest dan Posttest Aspek Keterampilan Warga Belajar Pelatihan Keterampilan Berbasis Kewirausahaan ... 153


(4)

4.13 Perbandingan Skor Pretest dan Posttest Aspek Keterampilan Warga Belajar

Pelatihan Keterampilan Berbasis Kewirusahaan ... 154

4.14.Uji Wilcoxon Aspek Pengetahuan ... 155

4.15.Uji Wilcoxon Aspek Sikap... 156

4.16.Uji Wilcoxon Aspek Keterampilan ... 158

4.17. Rangkuman Hasil Uji Beda Rata-Rata Skor Pretest dan Posttest Aspek Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan ... 159

4.18. Nama-Nama Peserta Pelatihan Kelompok II (Uji Coba II) ... 169

4.19. Skor Pretest dan Posttest Aspek Pengetahuan Warga Belajar Pelatihan Keterampilan Berbasis Kewirausahaan ... 176

4.20. Perbandingan Skor Pretest dan Posttest Aspek Pengetahuan Warga Belajar Pelatihan Keterampilan Berbasis Kewirusahaan ... 178

4.21. Skor Pretest dan Posttest Aspek Sikap Warga Belajar Pelatihan Keterampilan Berbasis Kewirausahaan ... 178

4.22. Perbandingan Skor Pretest dan Posttest Aspek Sikap Warga Belajar Pelatihan Berbasis Kewirusahaan ... 179

4.23 Skor Pretest dan Posttest Aspek Keterampilan Warga Belajar Pelatihan Keterampilan Berbasis Kewirausahaan ... 180

4.24 Perbandingan Skor Pretest dan Posttest Keterampilan Warga Belajar Pelatihan Keterampilan Berbasis Kewirusahaan ... 181

4.25.Uji Wilcoxon Aspek Pengetahuan ... 182

4.26..Uji Wilcoxon Aspek Sikap... 183

4.27. Uji Wilcoxon Aspek Keterampilan ... 185

4.28. Rangkuman Hasil Uji Beda Rata-Rata Skor Pretest dan Posttest Aspek Pengetahuan, Sikap, dan Keterampilan ... 187

4.29. Produksi dan Pemasaran Gula Semut KUBE I …………..……... 200

4.30. Produksi dan Pemasaran Gula Semut KUBE II ……… 201


(5)

4.32. Arah Pengembangan Model Pelatihan Ketrampilan Berbasis


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1. Kerangka Berpikir Penelitian ... 20

2.1. Model Sistem Pelatihan .... ... 34

2.2. Model Critical Event .... ... 37

2.3. Model Pelatihan Partisipatif .... ... 44

3.1. Prosedur Pelatihan .... ... 89

4.1. Struktur Organisasi Komunitas Adat Kuta ... ... 113

4.2. Model Konseptual Pelatihan Keterampilan Berbasis Kewirausaahaan... 135


(7)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Surat Keputusan Penetapan Pembimbing... 263

2. Surat Ijin Penelitian... 266

3. Jadwal Kegiatan Penelitian... 268

4. Peserta Pelatihan Kelompok I... 270

5. Peserta Pelatihan Kelompok II... 272

6. Yang Menjadi Peserta Pelatihan Sebelumnya... 274

7. Jadwal Pelatihan Uji Coba I... 276

8. Jadwal Pelatihan Uji Coba II... 278

9.Tata Tertib Peserta Belajar... 280

10. Pedoman Wawancara... 283

11.Instrumen Test... 290

12. Angket... 299

13. Kegiatan Usaha Gula Semut KUBE I dan II... 304

14. Tabel Z... 319


(8)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam pembukaan UUD 1945 hasil amandemen terkandung tujuan bangsa Indonesia yaitu; “memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa”. Di dalam pernyataan di atas, terkandung dua pengertian yang penting yaitu kesejahteraan dan kecerdasan. Kesejahteraan dimungkinkan dapat diraih manakala seseorang memiliki kecerdasan, kecerdasan itu sendiri akan dimiliki apabila dilatih melalui proses pendidikan dan pembelajaran, oleh karena itu secara sengaja pemerintah menempatkan dua pernyataan tersebut dalam mukadimah UUD 1945. Mencerdaskan kehidupan bangsa terkait dengan pendidikan, yang dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (3) dinyatakan, bahwa “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang”.

Mencerdaskan kehidupan bangsa itu mengandung makna mencerdaskan kehidupan setiap warga negara Indonesia, sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 31 ayat (1) bahwa “setiap warga negara berhak mendapat pendidikan; dan Pasal 31 ayat (2) bahwa “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.

Dalam merealisasikan Pasal 31 ayat (3) UUD 1945, sejak Indonesia merdeka sampai sekarang telah diundangkan tiga Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu Undang-Undang Nomor 4 tahun 1950, kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989, dan terakhir diganti dengan


(9)

Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas. Penggantian Undang-Undang Sisdikans tersebut didasari oleh pertimbangan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tuntutan peningkatan mutu sumber daya manusia (SDM). Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 13 ayat (1) dinyatakan, bahwa jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.

Pendidikan sebagai suatu proses pertumbuhan dan perkembangan mengandung makna adanya interaksi antara seseorang/individu dengan lingkungan fisik dan sosialnya, mulai sejak lahir sampai akhir hayatnya.

Kemampuan manusia untuk bisa bertahan hidup dan meningkatkan kehidupannya, pada hakekatnya diperjuangkan melalui pendidikan, yang fokus utamanya adalah kegiatan belajar, yaitu belajar mempertahankan dan meningkatkan mutu kehidupan serta penghidupannya. Dalam kaitannya dengan hakekat tersebut maka pendidikan berlangsung sepanjang hayat, yang diwujudkan dalam pendidikan formal, nonformal, dan informal.

Pendidikan formal dan pendidikan nonformal harus berjalan seiring dan saling mengisi. Tidak akan ditemukan dalam kehidupan nyata seseorang dapat mengembangkan mutu kehidupannya semata-mata hanya mengandalkan pendidikan formal saja, tanpa memanfaatkan akses pendidikan nonformal, dan bahkan pendidikan informal.

Pendidikan diselenggarakan secara demokratis; setiap warga negara berhak memperoleh pelayanan pendidikan, oleh karena itu perluasan akses pendidikan mutlak diperlukan, baik melalui jalur formal maupun nonformal. Hal ini mengandung makna bahwa anggota masyarakat harus memperoleh layanan


(10)

pendidikan formal dan/atau pendidikan nonformal sesuai dengan minat dan kebutuhannya.

Anggota masyarakat yang berada di kota, desa, daerah terpencil, masyarakat adat, bahkan masyarakat dari berbagai segmen (anak-anak usia sekolah, remaja, dewasa) yang kurang beruntung dalam memperoleh kesempatan menempuh pendidikan formal, yang disebabkan karena berbagai faktor, perlu memperoleh layanan pendidikan melalui jalur pendidikan nonformal.

Berkaitan dengan itu, pemerintah telah menetapkan kebijakan, strategi, dan program-program jangka menengah, untuk menuju pencapaian insan Indonesia yang cerdas dan kompetetif. Kebijakan yang digariskan adalah:

1. Perluasan dan pemerataan akses pendidikan; 2. Peningkatan mutu, relevansi dan daya saing;

3. Penguatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik. (Depdiknas, 2005: 47).

Perluasan dan pemerataan akses pendidikan itu mencakup perluasan dan pemerataan akses pendidikan di jalur pendidikan nonformal. Menurut Undang-Undang Sisdiknas nomor 20 tahun 2003, pasal 26 ayat (3), program-program pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

Program-program pendidikan nonformal tersebut di atas, tidak hanya dilaksanakan oleh instansi pendidikan saja, akan tetapi dilaksanakan juga oleh


(11)

dinas-dinas lain, seperti dinas kesehatan, dinas pertanian, dan dinas perindustrian dan perdagangan dalam bentuk pelatihan kerja. Warga masyarakat yang memperoleh layanan melalui program-program pendidikan nonformal tersebut, khususnya program pelatihan kerja, juga tidak hanya warga masyarakat kota, akan tetapi termasuk warga masyarakat desa, daerah terpencil, bahkan masyarakat adat. Pelatihan kerja yang diberikan kepada masyarakat di pedesaan khususnya masyarakat adat Kuta akan berdampak pada meningkatnya ketrampilan mereka khususnya ketramilan kerja, dengan meningkatnya ketrampilan maka kemampuan melaksanakan pekerjanyapun akan meningkat, peningkatan ketrampilan dalam melaksanakan pekerjaan tersebut diharapkan berdampak pada kemampuan untuk mengoftimalkan pengelolaan potensi lokal sebagai sumber matapencaharian. Masyarakat adat Kuta pada umunya mempunyai matapencaharian yang bergantung pada alam dan lingkunganya dimana mereka tingal, oleh karena itu upaya-upaya untuk meningkatkan kemampuan pengelolaan potensi lokal melalui pelatihan ketrampilan kerja merupakan cara yang tepat dalam meningkatan pendapatan mereka.

Dalam sekala nasional, apabila masyarakat di pedesaan tidak dikembangkan pengetahuan, sikap, dan ketrampilannya, dikhawatirkan berdampak pada lemahnya ekonomi di pedesaan yang mengakibatkan terpuruknya ekonomi masyarakat yang bukan hanya terjadi di pedesaan, melainkan juga di perkotaan bahkan masyarakat bangsa Indonesia, sehingga sangat rentan terhadap kemiskinan (Siagian, 1989:2).

Philip H. Coombs & Manzoor Ahmed (1974:10) menegaskan bahwa: ”Rural people comprise the vast majority of the populations in the develoving


(12)

world and virtually all of them are potential clients for nonformal edukation whether they live on forms, in village, or in rural market towm”. Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa dalam upaya memperbaiki kehidupan dan penghidupan masyarakat di pedesaan, pembinaan melalui jalur pendidikan non formal merupakan alternatif terbaik dan paling tepat. Hal tersebut senada dengan yang dikemukakan oleh Sujana (1996:203-204) bahwa dalam mengembangkan masyarakat, pendidikan nonformal dapat berperan dalam tiga hal. Pertama, menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya upaya mereka untuk membebaskan diri dari kebodohan, imbalan atau upah kerja rendah, dan ketidak adilan dalam masyarakat. Kedua, membantu masyarakat untuk bisa hidup berorganisasi sehingga secara bersama dapat mempelajari keadaan kehidupannya serta menjajagi kesempatan yang berkaitan dengan pekerjaan, lapangan usaha, dan kemudahan yang dapat diperolh seperti permodalan, bahan, alat yang dibutuhkan, dan pemasaran, serta informasi yang diperlukan. Ketiga, para pendidik dan tutor bekerja bersama dengan organisasi masyarakat dalam upaya mengidentifikasi kebutuhan dan mendayagunakan prasarana sosial, politik, dan lingkungan masyarakat untuk membantu masyarakat agar mereka mampu memecahkan masalah sosial ekonomi yang dihadapinya.

Pendidikan nonformal dengan berbagai program pembelajarannya mempunyai peluang yang lebih besar dalam memecahkan persoalan kehidupan masyarakat pedesaan secara terkonsentrasi, fleksibel, serta bervariasi. Selain itu pendidikan nonformal memberi peluang kepada penyelenggara pendidikan baik pemerintah, badan, kelompok, maupun perorangan, untuk memilih, dan menetapkan, serta melaksanakan program-program yang relevan dengan


(13)

persoalan dan kebutuhan yang berkembang dimasyarakat, sehingga peningkatkan mutu kehidupan keluarga dan masyarakat mudah dicapai. Efendi (1993:201-202) dan Sujana (2000:259) mengemukakan bahwa: Pada dasarnya kemiskinan disebabkan oleh tiga hal yang saling berkaitan. Pertama; keterbatasan modal dan sumber daya untuk kesejahteraan, misalnya tidak memiliki lahan yang memadai atau tidak memiliki pekerjaan tetap sebagai sumber ekonomi. Kedua; Hambatan struktural yang berasal dari diri sendiri dan lingkungan seperti pendidikan terbatas, derajat kesehatan rendah, tidak memiliki ketrampilan, kebijakan pemerintah dan lain-lain. Ketiga; Hambatan-hambatan sosial budaya yang menyebabkan seseorang tidak bisa memanfaatkan kesempatan dan peluang yang tersedia, seperti tradisi, diskriminasi, marjinalisasi dan lain-lain. Artinya untuk memutus lingkaran dan kompleksitas kemiskinan diperlukan pendidikan yang berkualitas, relevan, menyeluruh, berkelanjutan, dan terpadu.

Pendidikan kewirausahan merupakan salah satu jenis pendidikan yang tepat untuk membantu memecahkan kesulitan ekonomi masyarakat di pedesaan, dan dapat dilaksanakan melalui kegiatan pelatihan. Di Indonesia kewirausahaan telah menjadi mata pelajaran di beberapa sekolah dan atau lembaga pendidikan formal lainnya. Dalam Pendidikan Luar Sekolah (PLS), pendidikan kewirausahaan dapat terjadi melalui dua cara. Pertama; Pendidikan kewirausahaan merupakan program tersendiri seperti pelatihan, kelompok belajar usaha, magang, kelompok pemuda produktif, kursus, dan satuan belajar sejenis lainnya. Kedua; Mengintegrasikan pembelajaran kewirausahaan kedalam kurikulum atau rencana belajar yang bertujuan; (1) agar warga belajar mampu


(14)

hidup mandiri dan memiliki ketrampilan yang dapat dipergunakan sebagai sumber mata pencaharian, (2) memiliki bekal ketrampilan untuk hidup lebih produktif, dan (3) mampu membuka usaha sendiri sebagai upaya untuk meningkatkan pendapatan keluarga (D. Sujana, 2000:130).

Pelatihan kerja yang mengintegrasikan kewirausahaan dalam kurikulum pembelajarannya, dapat dilaksanakan melalui pendidikan berkelanjutan yang dikhususkan bagi orang-orang dewasa. Program tersebut merupakan kesempatan bagi orang dewasa untuk mempelajari kewirausahaan secara khusus terutama bagi mereka yang sudah memiliki kemampuan baca tulis hitung (Calistung) dan merasa memerlukannya.

Ketrampilanan berwirausaha akan menjadi alat untuk meningkatkan pendapatan dan menciptakan lapangan kerja, oleh karena itu ketrampilan tersebut baik apabila diberikan (diajarkan) kepada masyarakat di pedesaan khususnya masyarakat adat Kuta dalam upaya pemberdayaan.

Hasil penelitian Bunyamin (2000) tentang perintisan wirausaha atau wirausaha baru, menyimpulkan bahwa kewirausahaan dapat dipelajari antara lain melalui kegiatan pelatihan, akan tetapi keberhasilannya dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain; (a) latar belakang pendidikan peserta, (b) pengalaman kerja pesrta, (c) kurikulum dan manajemen (pengelolaan) pelatihan.

Tingkat pendidikan dan pengalaman kerja peserta pelatihan memiliki berpengaruh yang signifikan terhadap kemampuannya dalam menyerap materi pembelajaran dan ketika mengnerapkannya dalam ketrampilan nyata. Semakin baik tingkat pendidikan dan pengalaman kerjanya, maka semakin baik pula penguasaan hasil belajarnya. Aspek ini harus menjadi perhatian bagi perancang pelatihan,


(15)

penyusun kurikulum pelatihan, pelatih, dan pihak lain yang berkepentingan dalam penyelenggaraan pelatihan.

Sedangkan hasil penelitian Asep Meulyana (2004) dalam penelitiannya mengenai penerapan pembelajaran partisipatif dalam usaha budidaya stroberi pada kelompok tani Giri Saluyu Desa langensari Kecamatan Lembang menyimpulkan bahwa percaya diri, aktif mengemukakan pendapat, tanggungjawab, dan disisplin dalam belajar, berpengaruh signifikan terhadap peningkatan ketrampilan dan sikap kemitraan peserta belajar.

Hasil penelitian Arifah (2006) tentang kewirausahaan bagi perempuan pengrajin keripik pisang, pengrajin bordir, dan pengrajin tas mendong di kabupaten Ciamis menyimpulkan bahwa kelompok pengrajin perempuan memiliki potensi untuk menjadi kreatif dan produktif apabila mendapat pelatihan ketrampilan kewirausahaan yang efektif, serta pengarahan dan bimbingan secara periodik.

Pembelajaran ketrampilan kewirausahaan yang efektif dan berhasil guna, harus ditunjang oleh sikap awarenes, motivation, regulation, self-reneward, dan self-actualization yang tinggi. dari pesrta belajar.

Ketiga hasil penelitian di atas menggambarkan bahwa; (1) kewirausahaan itu dapat diajarkan melalui kegiatan pelatihan, (2) latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja peserta belajar dapat mempengaruhi hasil belajar, (3) percaya diri, aktif mengemukakan pendapat, tanggungjawab, dan disiplin, dapat meningkatkan ketrampilan dan sikap kemitraan, (4) pelatihan ketrampilan yang efektif dapat menumbuhkan kreatifitas dan produktifitas berwirausaha.

Masyarakat kampung adat Kuta pada umumnya memiliki kekurangan dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan ketrampilan, khususnya pengetahuan


(16)

dan ketrampilan kerwirausahaan. Data pendidikan masyarakat masih tergolong rendah yaitu dari jumlah penduduk 320 orang hanya 1 orang yang lulusan PT, 8 orang lulusan SMA dan sederajat, 40 orang lulusan SMP dan sederajat, 224 orang lulusan SD dan sederajat. Kondisi tersebut berdampak pada tidak terbentuknya jiwa wirausahawan sehingga masyarakat khususnya pengrajin ngula tidak berani mengambil keputusan untuk menjalankan usahanya dalam bidang gula aren, walaupun mereka mengetahui dan menyadari bahwa berwirausaha itu adalah cara untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga, serta menciptakan lapangan kerja.

Pelatihan ketrampilan berbasis kewirausahaan yang akan diberikan kepada pengrajin gula di kampung adat Kuta, memiliki peluang untuk dapat dilaksanakan dengan baik dan berhasil karena selain ketrampilan kewirausahaan itu sendiri dapat diajarkan dan dipelajari (sebagaimana tiga contoh hasil penelitian kewirausahaan), potensi lokal yang dimiliki masyarakat pun sangat menunjang. Potensi lokal tersebut antara lain pertama; potensi lingkungan alam yang subur serta pohon aren yang tumbuh dimana-mana dan terpelihara. Kedua; potensi sosial seperti gotong royong, semangat kerja, toleransi, saling menghormati, percaya diri, hubungan antar warga (internal dan external) sangant baik dan mudah dilakukan. Ketiga; potensi budaya seperti kearifan lokal, kepatuhan terhadap pimpinan dalam masyarakat, disiplin dalam menjalankan kehidupan. Keempat; potensi ekonomi seperti mata pencaharian penduduk sebagian besar sebagai petani dan pengrajin gula sehingga produksi gula sangat banyak, pemasaran mudah dilakukan karena banyak pasar tradisional yang mudah dijangkau, gula merupakan kebutuhan sehari-hari dalam rumahtangga, gula semut


(17)

memiliki nilai jual yang tinggi jika dibandingkan dengan nilai jual gula aren yaitu untuk gula semut mencapai harga Rp.20.000 s.d Rp.29.000 setiap kilogramnya dan untuk gula aren hanya Rp12.000 setiap kilogramnya. Kelima; potensi sumber daya manusia dari 119 orang penduduk laki-laki yang berusia produktif ada 93 orang yang matapencahariannya sebagai pengrajin gula, dari 93 orang pengrajin gula 20 orang sudah pernah mengikuti pelatihan memproduksi gula semut.

Upaya untuk meningkatkan pendapatan masyarakat kampung adat Kuta, desa Karangpaningal, kecamatan Tambaksari, kabupaten Ciamis sudah diupayakan melalui pelatihan ketrampilan pembuatan gula semut oleh dinas Perindustrian dan Perdangan bersama-sama dengan dinas Sosial kabupaten Ciamis dengan tema ”Pelatihan Teknologi Produksi dan Bantuan Peralatan Industri Kecil Gula Aren”, yang pelaksanaannya pada tahun 2003.

Hasil evaluasi pasca pelatihan diperoleh gambaran bahwa pelatihan yang dilaksanakan tidak berdampak pada pertumbuhan usaha baru yaitu usaha gula semut, kondisi ini dibuktikan dengan tidak ada satu pun dari 20 orang peserta pelatihan yang menindaklanjutinya dengan menjalankan usaha gula semut, sehingga aspek peningkatan pendapatan dan kesejahteraan keluarga pun tidak tercapai.

Paktor penyebab tidak berhasilnya pelatihan terletak pada (1) perencanaan; dalam menyusun perencanaan pelatihan penyelenggara tidak melibatkan peserta belajar dalam kegiatan identifikasi kebutuhan belajar, pemanfaatan potensi lokal, penyusunan rancangan jadwal, dan penentuan biaya pelatihan, (2) pelaksanaan; dalam pelaksanaannya pembelajaran berpusat pada sumber belajar, lebih banyak teori, kegiatan praktek hanya dilaksanakan satu kali,


(18)

(3) evaluasi; evaluasi pembelajaran tidak melibatkan peserta belajar sehingga peserta tidak mengetahui apa kegagalan dan keberhasilan yang dimilikinya, serta sejauhmana perolehan hasil belajarnya.

Berdasar pada uraian di atas pada dasarnya pelatihan ketrampilan berbasis kewirausahaan sangat baik dan tepat jika diberikan kepada masyarakat adat Kuta sebagai salah satu alternatif pemberdayaan, akan tetapi untuk mencapai keberhasilannya masih ada beberapa hal yang harus disempurnakan terutama dalam menyusun program pelatihannya antara lain program pelatihan harus mengoftimalkan potensi lingkungan alam, potensi sosial, potensi budaya, potenasi ekonomi, dan potensi sumber daya manusia, serta memaksimalkan keterlibatan peserta belajar dalam keseluruhan kegiatan pelatihan.

Oleh karena itu untuk terlaksananya pelatihan sebagaimana diharapkan, perlu dirancang model pelatihan yang baru sebagai model pengembangan dari model pelatihan yang sudah ada, pengembangan model pelatihan tersebut dibuat sesuai dengan kebutuhan peserta belajar serta potensi yang tersedia sehingga melalui pelatihan dapat ditingkatkan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan sebagai keluarannya, serta berdampak pada pertumbuhan usaha baru dan pendapatan serta kesejahteraan keluarga sebagai dampaknya.

Pengembangan model pelatihan yang akan dibuat yaitu ”Model Pelatihan Ketrampilan Berbasis Kewirausahaan”. Model tersebut diasumsikan dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan peserta belajar sebagai Output, serta peningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarga sebagai Outcome pelatihannya.


(19)

B. Identifikasi Masalah.

Di dalam Undang-Undang Sisdiknas nomor 20 tahun 2003, pasal 26 ayat (3), dinyatakan bahwa program-program pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Penyelenggaraan program pendidikan tersebut tidak hanya dapat dilaksanakan oleh intansi pendidikan saja melainkan dapat dilaksanakan juga oleh dinas intansi bahkan oleh lembaga-lembega masyarakat.

Pelatihan yang diberikan kepada pengrajin gula di kampung adat kuta, diselenggarakan dengan tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan, sebagai salah satu kemampuan dasar yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan sebagai mata pencaharian dalam mempertahankan kelangsungan hidup dan kehidupannya. Pelatihan keterampilan membuat gula semut tersebut diselenggarakan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan bersama Dinas Sosial kabupaten Ciamis. Berdasarkan hasil observasi pada studi pendahuluan diketahui bahwa kondisi objektif di lapangan terutama setelah pelatihan selesai dilaksanakan terbukti bahwa pelatihan tersebut benlum memperoleh hasil sesuai dengan tujuan, beberapa permasalahan yang menyebabkan pelatihan belum memperoleh hasil sesuai dengan tujuan adalah: 1. Pelatihan yang diberikan belum sesuai dengan kebutuhan peserta belajar

sehingga pelatihan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan pengetahuan, sikap, dan keterampilan, peserta belajar.


(20)

2. Potensi lokal seperti lingkungan alam, sosial, budaya, ekonomi, dan sumber daya manusia, tidak menjadi pertimbangan dalam menyusun rancangan pembelajaran, sehingga partisipasi peserta dalam kegiatan belajar sangat rendah, kondisi tersebut berdampak pada rendahnya kemampuan peserta belajar dalam menyerap materi pembelajaran.

3. Dalam pengelolaan pelatihan (merencanakan, melaksanaan, dan mengevaluasi pelatihan) tidak seutuhnya melibatkan peserta belajar. Sehingga partisipasi peserta belajar sangat rendah.

4. Terbatasnya waktu dan biaya pelatihan yang berakibat pada sulitnya mengembangkan pembelajaran sehingga proses belajar mengajar menjadi terbatas.

5. Kurangnya sosialisasi, pengawasan, evaluasi program, dan pembinaan setelah pelatihan selesai dilaksanakan.

C. Perumusan Masalah.

Masalah yang diuraikan di atas cukup kompleks dan luas untuk diteliti, oleh karena itu peneliti akan membatasi dan memfokuskan penelitian pada penyusunan Model Pelatihan Ketrampilan Berbasis Kewirausahaan, dengan memaksimalkan keterlibatan peserta dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelatihan, serta memanfaatkan potensi lokal sebagai salah satu dasar pengembangan program pembelajaran dalam pelatihan tersebut. Dengan proses itu diharapkan pengembangan Model Pelatihan Ketrampilan Berbasis Kewirausahaan dapat menjadi model pelatihan yang dapat meningkatkan ketrampilan dan kemampuan berwirausaha peserta belajar.


(21)

Sejalan dengan fokus penelitian yang dikemukakan, maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: ”Bagaimana Model Pelatihan Keterampilan Berbasis Kewirausahaan dengan mengoftimalkan keterlibatan peserta dalam merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi kegiatan, dan memaksimalkan pemanfaatkan potensi lokal dalam mengembangkan program pembelajaran, serta pembinaan praktek usaha gula semut berdampak pada pengetahuan, sikap, keterampilan peserta belajar setelah pelatihan berakhir”.

Secara khusus rumusan masalah penelitian diuraikan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pelatihan ketrampilan berbasis kewirausahaan yang pernah dilaksanakan di masyarakat Adat Kuta;

a. Bagaimana sosialisasinya?

b. Bagaimana program pengajarannya? c. Bagaimana pembelajarannya?

d. Bagaimana kesesuaian antara teori dan praktek dengan waktu?

2. Bagaimana model konseptual pelatihan ketrampilan berbasis kewirausahaan? 3. Bagaimana implementasi model tersebut?

4. Bagaimana efektifitas model ketrampilan berbasis kewirausahaan? D. Definisi Operasional.

Beberapa istilah yang digunakan dalam judul penelitian ini dimungkinkan ditafsirkan dan dimaknai secara berbeda-beda, olehkarena itu perlu diberikan penjelasan makna dari setiap istilah yang terdapat pada judul tersebut melalui defi-nisi oprasional.


(22)

1. Model,

Model adalah pertama, sebagai sesuatu pola atau aturan tentang sesuatu yang akan dihasilkan. Kedua, suatu contoh sebagai tiruan dari pada aslinya. Ketiga, merupakan unsur yang menggambarkan suatu kesamaan sistem, (Marzuki, 1992:63). Abdulhak (1996:11) mengemukakan bahwa model adalah representasi sederhana mengenai aspek yang terpilih dari kondisi masalah yang disusun untuk tujuan tertentu.

Mengacu kepada penjelasan di atas yang dimaksud model dalam penelitian ini adalah ketentuan yang menjadi dasar dalam melaksanakan pelatihan sehingga terjadi peningkatan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan, serta dapat menjalankan usaha baru sebagai output dan peningkatan pendapatan sebagai outcome. Ketentuan tersebut dikembangkan dengan memanfaatkan potensi lokal yang terdiri atas lingkungan alam, sosial, budaya, ekonomi, dan suber daya manusia yang disusun kedalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelatihan.

2. Pelatihan,

Pelatihan adalah praktek pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang difokuskan pada hasil identifikasi dan melalui proses pembelajaran yang terencana. Inti pelatihan adalah belajar yang berorientasi pada penguasaan keterampilan tertentu berdasarkan kebutuhan yang dirasakan, (Bird, 1992:3-4, Laird, 1985:14-19).

Pelatihan juga didefinisikan sebagai suatu proses membantu orang lain dalam memperoleh keahlian dan ketrampilan (Marzuki, 2003:5).

Mengacu kepada penjelasan di atas yang dimaksud pelatihan dalam penelitian ini adalah pemberian layanan atau bantuan keterampilan kewirausahaan melalui pembelajaran dan pembinaan mengelola usaha gula semut.


(23)

3. Keterampilan,

Sujana (2000:102) menjelaskan bahwa ketrampilan mencakup enam

kelompok, yaitu ketrampilan produktif, teknis, fisik, sosial, pengelolaan, dan intelektual. Ketrampilan merupakan dasar bagi sebagian besar tingkah laku peserta didik. Yang dimaksud keterampilan dalam penelitian ini adalah pemerolehan keterampilan produktif, teknis, fisik, sosial, pengelolaan, dan intelektual yang didapat melalui pelatihan yang diberikan.

4. Kewirausahaan,

Kewirausahaan berasal dari akar kata wirausaha yang mendapatkan konfiks ke-an sebagai pembentuk kata benda. Wirausaha dan kewirausahaan memiliki arti yang berbeda yaitu, wirausaha berarti kepribadian atau sikap mental yang menggambarkan keunggulan, sedangkan kewirausahaan berarti tahapan atau proses yang dilalui seseorang sehingga mereka berhasil menjadi wirausaha, yaitu dalam kemandiriannya pada suatu rentang waktu tertentu. Proses untuk menjadi wira- usaha tersebut dapat terjadi melalui pendidikan, pelatihan, bimbingan, atau belajar sendiri dari pengalaman, (Sujana, 2000:130, Riyanti, 2003:15).

Kewirausahaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tahapan atau proses yang dilalui seseorang sehingga memiliki keunggulan atau menjadi wirausaha.

E. Tujuan Penelitian.

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pelatihan ketrampilan berbasis kewirausahaan yang pernah dilaksanakan di masyarakat Adat Kuta


(24)

kewirausahaah

3. Untuk mengetahui implementasi model pelatihan ketrampilan berbasis kewirausahaan

4. Untuk mengetahui efektifitas model pelatihan ketrampilan berbasis kewirausahaan

F. Manfaat Penelitian.

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan prinsip-prinsip atau kaidah-kaidah baru dalam bidang pelatihan keterampilan kewirausahaan. Prinsip-prinsip atau kaidah-kaidah baru tersebut akan memperkaya teori pelatihan, khususnya teori pelatihan ketrampilan kewirausahaan yang dikembangkan berdasarkan potensi lingkungan alam, sosial, ekonomi, dan pendidikan

Penelitian ini juga diharapkan dapat menghasilkan model baru khususnya model ketrampilan kewirausahaan, sehinga model ini dapat digunakan oleh dinas intansi terkait atau organisasi tertentu yang hendak menyelenggarakan pelatihan bagi masyarakat di pedesaan dalam upaya pemberdayaan.

Penelitian ini akan membantu masyarakat adat Kuta khususnya peserta belajar untuk menjalankan mata pencaharian baru yaitu usaha gula semut, yang berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan keluarga.

G. Kerangka Berfikir Penelitian.

Pelatihan ketrampilan berbasis kewirausahaan yang diselenggarakan bagi masyarakat di Kampung Adat Kuta bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan peserta belajar sehingga dapat melakukan kegiatan usaha baru khususnya usaha gula semut sebagai mata pencaharian baru yang berdampak pada peningkatkan pendapatan dan kesejahteraan. Oleh karena itu


(25)

pelatihan tersebut diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan keterampilan dan keahlian guna meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan.

Keberhasilan suatu program pelatihan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dominan antara lain (1) Raw input, (2) instrumental input, (3) Proses, (4) lingkungan, (5) output, dan (6) outcome. Faktor-faktor tersebut selanjutnya menjadi bahan dalam pengelolaan pelatihan yaitu bagaimana membuat perencanaannya, bagaimana pelaksanaannya, dan bagaimana mengevaluasinya. Inti dari pelatihan adalah pembelajaran, ada beberapa komponen yang diperlukan untuk terselenggaranya pembelajaran antara lain peserta belajar, tutor/ pamong belajar, sarana belajar, materi dan metode pembelajaran, serta waktu dan biaya. Dengan demikian maka keberhasilan pembelajaran akan dipengaruhi oleh komponen-komponen tersebut.

Upaya pemerintah Kabupaten Ciamis dalam memberdayaan masyarakat di Kampung Adat Kuta khususnya pengrajin gula sudah dilaksanakan pada tahun 2003 melalui pelatihan yang bertema ”Pelatihan Teknologi Produksi dan Bantuan Peralatan Industri Kecil Gula Aren”. Akan tetapi pelatihan tersebut belum meningkatan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan peserta belajar serta belum berdampak pada pengelolaan usaha baru yang dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan.

Berdasar pada keadaan setelah pelatihan dilaksanakan sebagaimana dikemukakan di atas, maka diperlukan pelatihan baru yang dikembangkan dari pelatihan yang diberikan sebelumnya sehingga pelatihan tersebut dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan peserta belajar. Peningkatan


(26)

itu diharapkan dapat memotivasi peserta belajar untuk menekuni usaha baru sebagai mata pencaharian baru yang berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Model pelatihan yang dikembangkan tercermin dalam judul penelitian ”Pengembangan Model Pelatihan Keterampilan Berbasis Kewirausahaan”. Perbedaan model pelatihan yang dikembangan dari model pelatihan sebelumnya adala:

1. Mengoftimalkan keterlibatan peserta belajar dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi kegiatan,

2. Memberikan pendampingan usaha gula semut selama lima bulan, setelah pelatihan selesai dilaksanakan,

3. Memanfaatkan potensi lingkungan alam lokal, potensi pendidikan, potensi

ekonomi, potensi sosial lokal, potensi budaya lokal, yang akan diadopsi ketika menyusun perencanaan, melaksanakan, dan mengevaluasi pelatihan, serta dalam pendampingan usaha gula semut.

Model pelatihan ketrampilan berbasis kewirausahaan ini digambarkan


(27)

Gambar 1.1

Kerangka Berfikir Penelitian

KAJIAN TEORITIS

KONDISI AWAL PENGRAJIN

GULA

KAJIAN EMPIRIK

POTENSI LOKAL ALAM, SOSIAL, BUDAYA,

EKONOMI, PENDIDIKAN

SASARAN 1.PENGRAJIN GULA 2.PESERTA PELATIHAN YANG

LALU 3.PEMUDA

PENINGKATAN: 1.PENGETAHUAN

2.SIKAP 3.KETRAMPILAN

1.PENGELOLAAN USAHA 2.PENINGKATAN

PENDAPATAN 3.PENINGKATAN KESEJAHTERAAN

MODEL PELATIHAN KETERAMPILAN

BERBASIS KEWIRAUSAHAAN

EVALUASI


(28)

BAB III

PROSEDUR PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, pendekatan tersebut dipilih karena data-data yang dikumpulkan melalui penelitian sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, berupa pakta-pakta sosial masyarakat adat. Data-data tersebut dikaji melalui tahapan proses sebagai berikut; (1) mengungkapkan atau mengumpulkan data, (2) merekontruksi atau mengelompokkan data, (3) menafsirkan atau menjelaskan data, sehingga diketahui kondisi empirik di lapangan terutama hal-hal apa yang ada, apa yang terjadi, hambatan-hambatan apa yang dialami, serta kebutuhan apa yang dirasakan. Data-data yang sudah diproses sebagaimana dijelaskan di atas, selanjutnya digunakan untuk merumuskan dan menyusun model konseptual pelatihan keterampilan bernasis kewirausahan.

Nana Syaodih (2006:60) mengemukakan bahwa: Penelitian kualitatif mempunyai dua tujuan utama yaitu pertama, menggambarkan dan mengungkap (to describe and explore) dan kedua menggambarkan dan menjelaskan (to describe and explain).

Bogdan dan Biklen (1982:27-30) menegaskan bahwa penelitian kualitatif memiliki karakteristik sebagai berikut :

1. Qualitative research has the natural setting as the direct source of data and the researchers is the key instrument ...

2. Qualitative research is descriptive ... 86


(29)

3.Qualitative research are cruicerned with process rather than simply with outcomes or products ...

4. Qualitative researchers trend to analyze their data inductively ... 5. “Meaning” is of essential to the qualitative approach.

Karakteristik penelitian kualitatif adalah natural setting, oleh karena itu peneliti harus terampil mengembangkan instrumen sesuai karakteristik yang diamati serta kondisi yang terjadi di lapangan. Penelitian dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut; (1) Penelitian pendahuluan untuk mengumpulkan dan mendeskripsikan data-data mengenai potensi lingkungan alam seperti matapencaharian, lahan pertanian, tanaman pohon enau. Potensi sosial seperti gotong royong, toleransi, semangat kerja. Potensi budaya seperti ketaatan, kepatuhan. Potensi ekonomi seperti perbedaan harga gula biasa dengan harga gula semut yang jauh lebih mahal, pasar-pasar lokal dan regional yang mudah dijangkau. Potensi pendidikan seperti latar belakang pendidikan, ketrampilan yang dimiliki. Perencanaan, pelaksanaan dan, evaluasi pelatihan yang lalu, serta dampak dari pelatihan tersebut, (2) Setelah data-data terkumpul, kemudian dilakukan pengkajian data dan analisis kebutuhan peserta pelatihan (pengrajin gula), (3) Merumuskan model baru yang didasarkan pada temuan penelitian pendahuluan dan analisis kebutuhan pelatihan, (4) Validasi dan diuji coba model, (5) Revisi model dengan mengamati reality respon, partisipasi peserta dalam proses pembelajaran, hasil yang dicapai, serta dampaknya berupa pengelolaan usaha gula semut oleh pengrajin. Selanjutnya dibuatkan laporan hasil penelitiannya.

Dalam kaitan dengan Research and Development (R & D) Gall and Borg (1989 : 782) mengemukakan bahwa penelitian dan pengembangan (R&D) adalah


(30)

“a process is used to develop and validate educational product”. R&D sering digunakan sebagai strategi untuk meningkatkan kualitas pendidikan, memvalidasi hasil-hasil pendidikan, menemukan pengetahuan-pengetahuan baru melalui ‘basic research’, atau untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan khusus tentang masalah-masalah yang bersifat praktis melalui ‘applied research’.

R&D sering pula digunakan untuk tujuan melakukan perubahan, peningkatkan dampak, serta memperbaiki praktik-praktik pendidikan. Atas dasar pemahaman tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan model baru pelatihan ketrampilan berbasis kewirausahaan yang dapat menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan berwirausaha para pengrajin khususnya pengrajin gula semut dikampung adat kuta.

Secara keseluruhan penelitian ini terdiri atas enam tahap yang saling berkaitan; yaitu : (1) studi pendahuluan yang bersifat evaluatif dan eksploratif terhadap model pelatihan yang telah diberikan sebelumnya, (2) penyusunan moden konseptual, (3) validasi model konseptual, (4) ujicoba model konseptual, (5) revisi hasil uji coba untuk mendapatkan model akhir, (6) penyusunan laporan penelitian.


(31)

Gambar 3.1 Prosedur Penelitian PENYUSUNAN MODEL

KONSEPTUAL PELATIHAN KETERANPILAN

BERBASIS KEWIRAUSAHAAN

LAPORAN PENELITIAN

PRAKTIS VALIDASI MODEL KONSEPTUAL

AHLI

UJI COBA MODEL KONSEPTUAL

REVISI DAN PENYUSUNAN MODEL AKHIR

STUDI PENDAHULUAN

KAJIAN TEORITIS

S

KAJIAN EMPIRIK


(32)

B. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Sejalan dengan metode penelitian yang digunakan, maka teknik pengumpulan datanya dilakukan dengan cara: (1) observasi (partisipatif dan nonpartisipatif), (2) wawancara, (3) studi dokumentasi, dan (4) diskusi kelompok, dan teknik test.

Karakteristik yang khusus dari penelitian kualitatif adalah kedudukan peneliti yang menjadi instrumen dalam penelitian (key instrument) atau alat penelitian. Dengan demikian maka peneliti berkedudukan sebagai perencana, pengumpul, penganalisis, dan penafsir data, dengan pernyataan lain peneliti menjadi segalanya dalam keseluruhan proses penelitian.

Untuk memperoleh gambaran yang menyeluruh dari kegiatan penelitian diperlukankan beberapa teknik pengumpulan data yang relevan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Teknik observasi

Teknik observasi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tiga tahapan, yaitu “(1) discriptive observation, (2) focus observation,dann (3) selected observation” (Spradley, 1980 : 73). Pada tahap kegiatan awal observasi masih bersifat umum, obsevasi pada tahap ini dimaksudkan agar peneliti memahami apa yang tejadi serta bagaimana keterkaitanya dengan masalahan yang diteliti. Pada tahap kedua observasi sudah mengarah pada aspek-aspek yang memiliki hubungan dengan masalah penelitian. Pada tahap ketiga observasi terfokus pada aspek-aspek masalah yang akan diteliti, oleh karene itu melalui tahap ini diharapkan terjadi pemahaman yang mendalam teradap masalah-masalah


(33)

pembelajaran yang lalu dan akan dikembangkan pada model pembelajaran yang baru.

Nasution menjelaskan bahwa tingkat partisipasi yang dapat dilakukan oleh observer yaitu; murni observasi (non participation), partisipasi pasif (passive participation), partisipasi sedang (moderate participation), partisipasi akfif (active participation), dan partisipasi penuh (complete participation), (1996:6162).

Berdasar pada masalah dan sifat penelitiannya, maka kedudukan penliti menjadi sebagai observer yang moderat (moderat participation), karena dalam pelaksanaan penelitian terdapat aspek-aspek masalah yang hanya cukup diamati saja, dan ada pula aspek-aspek masalah yang harus diikuti (berpartisipasi) secara langsung oleh observer (observasi partisipatif).

Observasi non partisipatif dilaksanakan untuk melihat secara langsung data-data dari sumber data antara lain peserta, narasumber, dunia usaha, dan organisasi formal lainnya yang terkait, data ini digunakan untuk melihat relevansinya dengan permasalahan penelitian.

Sedangkan observasi partisipatif dilakukan pada saat memberi bimbingan untuk meningkatkan keterampilan produktif, teknis, administrasi, sosial dan intelektual peserta pelatihan, melalui kegiatan pembelajaran.

2. Teknik Wawancara

Wawancara dilaksanakan dengan menggunakan pedoman wawancara, ini dilakukan agar porses wawancara tidak menyimpang dari masalah yang akan


(34)

digali, dapat berkembang sesuai dengan kondisi di lapangan, tidak terjadi pengulangan, serta tidak menyimpang dari fokus penelitian.

Melalui teknik wawancara diharapkan didapat data yang berhubungan dengan kebiasaan, norma-norma yang berlaku, kebutuhan, potensi, serta kendala dan upaya mengatasipasinya. Selain itu juga diharapkan dapat diketahui secara mendalam hal-hal yang sudah mereka lakukan, rasakan, hasil yang telah didapat, serta pengalaman yang mereka inginkan.

Lincoln dan Guba (1985:268) menjelaskan bahwa wawancara dapat digunakan untuk maksud :

a)obtaining here – and – now construction of person, even, activities, organization, feelings, motivations, daims, concern, and other entities; b) reconstructions of such entities as they are expected to be experiened in the future; c) projections of such entities as they are expected to be experienced in the future; d) verification, emendation, and extention of information (construction, reconstruction, or projections) obtained from other sources, human and non-human (triangulation); and e) verification emendation, and extension of construction developed by the inquirer (memberchecking).

3. Teknik studi dokumentasi

Teknik studi dokumentasi digunakan untuk menghimpun data tertulis yang berhubungan dengan masalah-masalah lingkungan alam, sosial, ekonomi dan pendidikan masyarakat, serta setiap tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelatihan yang telah dilaksanakan. Data yang diperoleh dari studi dokumentasi dijadikan alat untuk mengecek kesesuaian data yang diperolah dari kegiatan observasi dan wawancara.


(35)

4, Teknik diskusi kelompok

Diskusi kelompok dilakukan pada saat menggali dan mengkaji data yang didapat dari aparat pemerintah atau instansi terkait, ketua adat, serta pengrajin itu sendiri, baik secara terpisah maupun bersama-sama.

Teknik ini digunakan untuk mendalami dan memahami data yang akan dijadikan acuan dalam menemukan model pembelajaran yang komprihensip dan fisibel sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lapangan.

Topik yang dikembangkan dalam diskusi antara lain kondisi faktual di lapangan yang berkaitan dengan keterampilan pengrajin, kendala dalam menjalankan usahanya, upaya penanggulangan dari setiap kendala yang dialami, potensi yang dimiliki, serta kebutuhan yang harus dipenuhi.

5. Teknik Test.

Tekinik test digunakan pada saat menlakukan evaluasi pembelajaran untuk mengetahui pencapaian keberhasilan warga belajar selama mengikuti pelatihan, aspek yang diukur meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan, instrumen yang digunakan adalah instrument test.

Pada tahap awal pembelajaran diupayakan untuk diketahui penguasaan materi sebelum pembelajaran diberikan, untuk kepentingan tersebut dilakukan pretest. Sedangkan pada tahap akhir diupayakan untuk diketahui pemerolehan hasil belajar warga belajar, untuk kepentingan tersebut dilakukan posttest.

Uji statistik yang digunakan adalah Wilcoxon Match Pairs Test, untuk menguji perbedaan atara dua data yang berpasangan, yaitu skor pretest dan posttes, dengan statistik uji Z


(36)

z =

− 1

4 ( + 1)

1

24 ( + 1 ) ( 2 + 1)

Hipotesis nol, H :μ = μ (Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pretes dan posttes)

Hipotesis alternaltif, H : μ = μ (Terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pretes dan posttes)

6. Teknik Angket.

Teknik ini digunakan pada saat melakukan evaluasi keseluruhan program (evaluasi program). Angket disebarkan kepada seluruh warga belajar untuk menyerap informasi mengenai kesesuaian model pelatihan yang diberikan dengan kebutuhan belajar.

C. Subyek Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitiannya adalah semua peserta belajar sebanyak tiga puluh lima orang yang di kelompokan menjadi dua kelompok uji coba, anggota masing-masing kelompok terdiri atas; pertama, kelompok satu sebanyak limabelas orang yang berasal dari peserta pelatihan terdahulu sepuluh orang, pengrajin gula satu orang, dan pemuda empat orang, kedua, kelompok dua sebanyak dua puluh orang yang berasal dari peserta pelatihan terdahulu sepuluh orang, pengrajin gula enam orang, dan pemuda empat orang.

Data-data atau informasi yang dikumpulkan dari subyek penelitian itulah yang akan dianalisis untuk menentukan apakah penelitian mengenai Pengembangan Model Pelatihan Keterampilan Berbasis Kewirausahaan berhasil


(37)

atau tidak. Keberhasilan implementasi model pelatihan tersebut dilihat dari adanya perubahan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan peserta beljar, serta dampaknya terhdap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

D. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Teknik pemeriksaan data dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh valid atau tidak. Data yang terkumpul selanjutnya diperiksa dan analisis berdasarkan substansinya, sumber datanya, dan cara pengambilan datanya. Dalam penelitian ini pemeriksaan data dilakukan melalui tiga cara yaitu diskusi, triangulasi, dan audit.

1. Diskusi rekan sejawat

Setiap data yang diperoleh diupayakan selalu didiskusikan dengan teman seprofesi yang dianggap tahu dan menguasai permasalahan yang diteliti sehingga data-data ditetapkan berdasarkan kesepakatan. Selanjutnya data tersebut dikonsultasikan kepada pembimbing untuk diminta penilaiannya apakah data yang telah ditetapkan dapat dibenarkan atau tidak sehingga keabsahan data penelitian dapat terjamin.

2 Triangulasi

Teknik ini digunakan untuk mengecek data secara silang, apakah data-data yang didiskusikan dan dikonsultasikan dengan pembimbing saling bersinggungan atau tidak, dan apakah data-data tersebut juga bersinggungan dengan data yang diperoleh dengan teknik lainnya atau tidak, apabila data-data tersebut saling bersinggungan (saling mendukung) maka data yang diperoleh memiliki keabsahan data yang signifikan.


(38)

Dalam penelitian ini data-data didapat melalui enam cara yaitu; (1) observasi (partisipatif dan nonpartisipatif), (2) wawancara, (3) studi dokumentasi, (4) diskusi kelompok, (5) Test, dan (6) angket.

Data-data yang didapat melalui observasi, wawancara, studi dokumentasi, dan diskusi kelompok, apabila bersinggungan dengan data hasil observas maka data tersebut diasumsikan meliki tingkat keabsahan yang signifikan, sebaliknya apabila tidak bersinggungan data tersebut diabaikan.

Data-data yang diperoleh dengan teknik di atas digunakan sebagai bahan untuk merancang program pelatihan yang baru.

Kemudian data yang diperoleh melalui kegiatan tes (pretest dan postest), digunakan untuk mengetahui kesiapan belajar dan pencapaian pembelajaran oleh peserta belajar selama mengikuti pelatihan, aspek yang diukur meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan, sedangkan instrumen yang digunakan adalah instrument test.

Uji statistik yang digunakan adalah uji Wilcoxon Match Pairs Test, dan untuk menguji perbedaan rata-rata dua data yang berpasangan yaitu skor pretest dan posttest digunakan uji Z.

Sedangkan teknik angket digunakan pada saat melakukan evaluasi keseluruhan program (evaluasi program). Angket disebarkan kepada seluruh peserta belajar untuk menyerap informasi mengenai kesesuaian model pelatihan yang diberikan dengan kebutuhan belajar.


(39)

3. Auditing

Teknik auditing yang digunakan dalam penelitian ini meliputi proses inklusi dan eksklusi data, yang dilaksanakan bersamaan dengan teknik pertama (diskusi teman sejawat) dan teknik kedua (triangulasi). Teknik auditing ini digunakan untuk memeriksa apakah data yang diperoleh itu relevan dengan masalah penelitian atau tidak, apabila tidak relevan maka data tersebut dikeluarkan atau diganti dengan data baru yang dianggap lebih relevan.

Dengan menggunakan ketiga teknik pemeriksaan keabsahan data di atas, diharapkan dapat menambah keyakinan peneliti bahwa data yang akan diolah dan dianalisis merupakan data yang sahih, sehingga kesimpulan yang diambil juga merupakan kesimpulan yang benar. Dengan demikian faktor-faktor tertentu yang dapat mencemari validitas internal maupun eksternal dapat diantisipasi sedini mungkin

E. Teknik Analisis Data

Data yang dihimpun dari sumber data yang telah ditetapkan, selanjutnya dianalisis. Prosudur menganalisis data ditempuh dengan dua tahapan pertama; yaitu tahap pencatatan data dan kedua; tahap analisis data. Pada tahapan analisis data dilakukan proses pamaknaan dan penafsiran data serta proses pengujian data dengan menggunakan statitik yang telah ditentukan. Data-data yang dianalisis akan digunakan untuk menjawab masalah-masalah dalam penelitian ini.

1. Tahap Pencatatan Data

Untuk kepentingan persiapan pelaksanakan analisis data, terlebih dahulu dilakukan pencatatan data, data dicatat/diidentifikasi berdasarkan sumbernya dan


(40)

kepentingannya atau kesesuaiannya dengan masalah-masalah dalam penelitian secara seksama dan sistematis melalui langkah-langkah sebagai berikut :

a) Pengorganisasian Data

Dalam pelaksanaan pencatatan data terlebih dahulu dilakukan seleksi data-data yang diperlukan sesuai dengan fokus dan tujuan penelitiannya. Data-data-data tersebut selanjutnya diorganisasikan kedalam tiga kelompok data yaitu:

1) Berdasarkan kondisi objektif di lapangan. Data-data ini adalah pertama; yang berkaitan dengan pemanfaatan potensi alam, sosial, budaya, ekonomi, dan sumber daya manusia, yang dijadikan masukan/sumber dalam pengembangan program pelatihan, kedua; yang berkaitan dengan pelaksanaan pembinaan usaha gula semut sebagai tindak lanjut dari pelatihan, ketiga; yang berkaitan dengan hasil test yaitu pretest dan posttest, keempat; yang berkaitan dengan hasil angket yang diberikan kepada peserta belajar.

2) Berdasarkan hasil uji validasi Model Konseptual Pelatihan Keterampilan Berbasis Kewirausahaan. Data-data ini digunakan untuk mengetahui apakah aspek-aspek yang dikembangkan dalam pembelajaran sudah sesuai dengan kebutuhan peserta belajar.

3) Berdasarkan hasil implementasi Model Pelatihan Ketrerampilan Berbasis Kewirausahaan. Data-data hasil implementasi model ini digunakan untuk mengetahui apakah masalah-masalah yang dimunculkan dalam penelitian terjawab atau tidak.


(41)

b) Merangkum data

Data yang telah diorganisasikan kemudian dirangkum kedalam bentuk yang lebih sederhana dan sistematis untuk memudahkan analisis dan interpretasi data. Setelah data dirangkum selanjutnya dilakukan analisis dan interpretasi data. 2. Tahap Analisis Data

Ada dua tahapan yang ditempuh dalam menganalisis data, yaitu analisis data secara kualitatif dan analisis data secara kuantitatif. Data-data yang dianalisis secara kualitatif adalah data-data diperoleh melalui observasi, wawancara, studi dokumentasi, diskusi kelompok, dan angket, sedangkan data-data yang dianalisis secara kuantitatif adalah data-data yang diperoleh melalui test (pretest dan postest).

Analisis kualitatif dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: c) Mendeskripsikan Data

Deskripsi data dilakukan dengan cara menguraikan data secara lengkap dan terinci sesuai dengan urutan masalah penelitian yang dirumuskan. Data-data kualitatif yang umumnya berbentuk kata-kata, kalimat, perilaku, foto, dan dokumen, diberi kode tertentu untuk memudahkan dalam mengenali substansi masalahnya.

d) Memaknai Data

Pemaknaan data dilakukan dengan cara menginterpretasikan data yang sudah dideskripsikan, interpretasi data dimaksudkan untuk mengetahui makna yang jelas dari setiap deskripsi, makna hasil interpretasi selanjutnya dijadikan dasar dalam pembuatan kesimpulan.


(42)

e) Menginterpretasi Data

Interpretasi data artinya pemberian makna terhadap data/objek secara lengkap dan jelas. Data-data yang hendak diinterpretasi meliputi:

(a). Kondisi empirik pengembangan program pelatihan dengan memanfaatkan potensi alam, sosial, budaya, ekonomi, dan pendidikan berdasarkan pemenuhan kebutuhan peserta belajar.

(b). Keikutsertaan/keterlibatan peserta belajar dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi kegiatan.

(c). Partisipasi peserta belajar dalam mengikuti proses belajar.

(d). Kondisi empirik program pembinaan usaha gula semut dan pendampingan. Analisis kuantatif dilakukan dengan melakukan perhitungan secara statistik terhadap data-data yang diperoleh melalui pretest dan postest baik pada ujicoba pertama ataupun pada ujicoba kedua.

Uji statistik yang digunakan adalah Wilcoxon Match Pairs Test, untuk menguji perbedaan atara dua data yang berpasangan, yaitu skor pretest dan posttes, dengan statistik uji Z

z =

− 1

4 ( + 1)

1

24 ( + 1 ) ( 2 + 1)

Hipotesis nol, H :μ = μ (Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pretes dan posttes)

Hipotesis alternaltif, H : μ = μ (Terdapat perbedaan yang signifikan antara skor pretes dan posttes)


(43)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Dalam bab terakhir ini diuraikan beberapa kesimpulan, mengacu pada rumusan masalah yang dikemukakan di Bab I, dan rekomendasi ditujukan kepada pihak-pihak yang terkait

A. Kesimpulan

1. Sosialisasi program pelatihan di kampung adat Kuta melalui pemanfaatan sistem kemasyarakatan sangat efektif. Sistem kemasyarakatan yang dianut meliputi dua sistem. Pertama sistem formal yang dipimpin oleh kepala dusun, sistem tersebut berfungsi untuk mengkoordinasikan kepentingan masyarakat adat Kuta dengan kepentingan pemerintahan secara formal. Kedua sistem kemasyarakatan tidak formal yang dipimpin oleh juru kunci (Kuncen) dengan dibantu oleh ketua adat, sistem tersebut berfungsi mengatur tatacara kehidupan sehari-hari masyarakat adat Kuta baik yang berhubungan dengan masalah sosial, ekonomi, maupun budaya masyarakat.

Ketaatan dan kepatuhan masyarakat terhadap pemimpin sangat kuat terutama kepada pimpinan, oleh karena itu pimpinan lokal dalam pelatihan ini dijadikan agen pembaharu untuk bersama peneliti mensosialisasikan program pelatihan kepada masyarakat. Dengan menggerakan kepemimpinan lokal dan tokoh lokal dalm mensosialisasikan program terbukti sangat efektif, kefektipanya dibuktikan dengan kesungguhan peserta belajar dalam mengikuti pelatihan sehingga pengetahuan, sikap, dan keterampilan peserta belajar menjadi meningkat (output). Tumbuhnya kesadaran


(44)

peserta belajar untuk mengelola usaha gula semut khususnya selama lima bulan dalam pendampingan (outcome).

2. Pengelolaan program pelatihan disusun dengan memperhatikan lingkungan sosial, ekonomi dan potensi lokal masyarakat yang ada Kuta, karena lingkungan sosial, ekonomi, dan potensi lokal merupakan kekuatan masyarakat dalam mempertahankan kehidupannya. Potensi tersebut antara lain hutan lindung (leuweung gede) yang dilestarikan warga masyarakat merupakan daya alam dan sumber air yang alami, yang dipelihara dengan baik oleh warga masyarakat. Pohon-pohon aren sebagai sumber penghasil air nira banyak tumbuh di lahan warga masyarakat atau di sekitar hutan. Keguyuban dan toleransi, serta sifat tolong menolong dan kerja sama yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat merupakan modal sosial yang bermanfaat bagi kehidupan bermasyarakat.

3. Dinas terkait di kabupaten Ciamis, seperti dinas sosial, kesehatan, perindustrian dan perdagangan memiliki program dalam menyejahterakan warga masyarakat Kuta, walaupun masih terbatas. Penyuluhan kesehatan diberikan oleh Dinas Kesehatan, terutama pada saat terjadi endemi penyakit. Posyandu bagi ibu-ibu anak balita di bangun dan pelayanan bagi ibu dan anak balita diberikan oleh para kader (KB dan PKK), walaupun masih pada tingkat desa, di mana warga masyarakat adat Kuta bisa memanfaatkannya.

Khusus yang menyangkut pelatihan, dinas perindustrian dan perdagangan pada tahun 2003 pernah memberikan pelatihan pembuatan gula aren (semut), walaupun hanya lima hari saja. Pelatihan tersebut tidak mencapai sasaran, antara lain karena: (1) Materi pelatihan yang diberikan belum sepenuhnya memenuhi


(45)

kebutuhan pengrajin; (2) Pelaksanaan pelatihan mengalami kesulitan terutama dalam mengembangkan pembelajaran karena terbatasnya waktu dan biaya yang disediakan, sehingga penyampaian materi pelatihan baik teori maupun praktek terbatas; (3) Kurangnya sosialisasi, pengawasan, dan evaluasi program pelatihan serta kurangnya pembinaan dari pemerintah kepada para pengrajin, baik sebelum maupun setelah pelatihan; (4) Perencanaan pembelajaran dibuat tidak mengikutsertakan peserta sehingga peserta tidak berperan dalam mengidentifikasi kebutuhan, sumber, potensi, hambatan, merumuskan dan menetapkan tujuan, menilai proses, hasil dan pengaruh; (5) Program pelatihan belum secara optimal memanfaatkan potensi lokal.

Berdasar pada beberapa kelemahan di atas maka dalam pelatihan sekarang dilakukan penyempurnaan penyempurnaan khususnya dalam pndekatan dan teknik pembelajaran. Pendekata yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan andragogi dan partisipatif serta teknik pemecahan masalah, Pendekatan dan teknik yang digunakan terbukti epektif, keepektifannya terlihat dari output dan outcome pelatihannya.

4. Model konseptual pelatihan keterampian berbasis kewirausahaan disusun dengan memperhatikan arah pengembangan sesuai dengan konsep pelatihan sebagai berikut: (1) Komponen sistem pelatihan, sasarannya adalah perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dengan memperhatikan dukungan dinas terkait, dan arah pengembangannya adalah keterpaduan perencanaan dari bawah dan dari atas; (2) Komponen proses, sasarannya adalah pembelajaran keterampilan dan kewirausahaan, dan arah pengembangannya adalah tahapan pembelajaran keterampilan memproduksi


(46)

gula semut serta kegiatan kewirausahaan di bidang tersebut; (3) Komponen pendekataan, sasarannya adalah lingkungan kelompok masyarakat, dan arah pengembangannya adalah berbasis potensi lokal (SDM,SDA, budaya dan dukungan infrastruktur, serta potensi ekonomi daerah setempat; (4) Komponen materi, sasarannya adalah penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan aspirasi, meliputi: (a) pasar dan pemasaran, (b) permodalan, (c) kewirausahaan, (d) pembukuan dan analisis usaha, (e) produksi (pengolahan, pengemasan, dan pelabelan. Arah pengembangannya meliputi: penumbuhan jiwa kewirausahaan, dan pemilikan keterampilan/kecakapan vokasional untuk memperbaiki atau meningkatkan perolehan pendapatan (income generating) di luar bidang pertanian. (5) Komponen metode, sasarannya adalah kemampuan menyerap, mengolah, dan mengaktualisasikan informasi yang diperoleh, dan arah pengembangannya adalah terampil melakukan proses produksi dan mengelola usaha.

Rambu-rambu penyusunan model konseptual pelatihan keterampilan berbasis kewirausahaan, berdasarkan pendekatan pembelajaran yang dikembangkan meliputi: (1) Komponen langkah-langkah penyusunan perencanaan program pelatihan, meliputi sub-sub komponan analisis kebutuhan; (2) Komponen pembelajaran keterampilan, meliputi sub-sub komponen perencanaan, pelaksanaa, dan valuasi program pembelajaran; (3) Komponen pendekatan pembelajaran, meliputi sub-sub komponen berpusat pada masalah, dan pengembangan aktualisasi diri; (4) Komponen pemberdayaan individu dan kelompok, dan masyarakat meliputi sub-sub komponen prinsip keberpihakan, prinsip penguatan,


(47)

prinsip sebagai fasilitator, prinsip saling belajar dan menghargai pebedaan-perbedaan, prinsip informasi bersifat luwes, primsip pemanfaatan informasi, prinsip orientasi praktis, prinsip keberlanjutan, prinsip belajar dari kesalahan dan kekurangan, dan prinsip keterbukaan; (5) Komponen keberhasilan pemberdayaan, meliputi sub komponen perubahan kondisi sosial ekonomi rumah tangga.

5. Implementasi model pelatihan keterampilan berbasis kewirausahaan dilakukan melalui dua kali uji coba (Uji Coba I dan II). Baik pada uji coba I maupun uji coba II, hasil pembelajaran peserta pelatihan menunjukkan peningkatan yang signifikan antara sebelum dan setelah pelatihan dilaksanakan. Peningkatan hasil pembelajaran itu meliputi aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dengan demikian pembelajaran melalui model pelatihan ini secara signifikan efektif. Ditinjau dari perilaku kewirausahaan peserta pasca pelatihan, ternyata mereka berhasil mengembangkan usaha bersama dengan membentuk kelompok usaha bersama (KUBE), pendapatan mereka meningkat, sehingga bisa meningkatkan kesejahteraan keluarganya.

B. Rekomendasi

Beberapa rekomendasi yang diajukan berlandaskan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Dinas Perindustrian dan Perdagangan kabupaten Ciamis. Pendampingan kepada para perajin gula semut sebagai pengusaha pemula yang tergabung dalam kelompok usaha bersama, disarankan tetap dilakukan sebelum mereka benar-benar mandiri. Pendampingan tersebut bisa melibatkan LSM yang bergerak dibidang pemberdayaan masyarakat, dan PSM yang beropersi di tingkat


(48)

kecamatan dan desa. Pendampingan itu dimaksudkan untuk menjaga keberlanjutan usaha mereka, serta meningkatkan ke arah yang lebih produktif . Selain itu juga dalam memfasilitasi mereka melakukan kemitraan dengan pengusaha yang besar, serta dengan pihak konsumen.

2. Bagi para perajin gula semut sebagai pengusaha pemula disarankan agar berupaya memanfaatkan jasa bank, dalam penambahan modal maupun menyimpan hasil usaha untuk investasi lebih lanjut. Disarankan pula agar mereka lebih banyak mlibatkan kelompok muda, baik dalam kegiatan produksi maupun pemasaran.

3. Bagi Dinas Pendidikan kabupaten Ciamis, khususnya bidang pendidikan nonformal, disarankan agar keberlanjutan pembinaan bidang pendidikan bagi masyarakat adat Kuta tetap dijga. Disarankan agar dilakukan pembinaan aspek pendidikan kecakapan hidup (life skills) bagi anggota rumah tangga yang lain di luar perajin gula semut, dengan memanfaatkan potensi lokal yang ada di daerah tersebut. Kelompok usia muda yang ada di komunitas adat tersebut perlu memperoleh sentuhan pendidikan nonformal yang terarah, miasalnya dengan mengembangakn kelompok belajar usaha, pendidikan kesetaraan, bahkan pendidikan keaksaraan, yang berbasis kecakapan hidup (life skills).

4. Bagi pemerintah desa (pamong desa), disarankan untuk terus memberikan dukungan kepada para perajin gula semut sebagai pengusaha pemula, dengan memfasilitasi mereka melakukan kemitraan dengan pihak-pihak terkait, seperti pengusa yang sudah mapan.

5. Bagi peneliti lain. Penelitian ini terbatas pada pengembangan model pelatihan keterampilan berbasis kewirausahaan bagi masyarakat adat Kuta. Belum


(49)

menjangkau ke wilayah yang lebih luas. Oleh karena itu disarankan agar dilakukan penelitian yang sejenis di luar wilayah masyarakat adat Kuta. Demikian juga disarakan penelitian sejenenis dilakukan di masyarakat adat lain, seperti di kampung naga, masyarakat baduy luar, dengan memperhatikan potensi alam, sosial, dan ekonomi setempat.


(50)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, I., (2000a). Metodologi Pembelajaran Orang Dewasa, Bandung: Andira.

---, (2000b). Strategi Membangun Motivasi dalam Pembelajaran Orang Dewasa, Bandung: Andira.

Adinul, Yakin. (1997). Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan: Teori dan Kebijakasanaan Pembangunan Berkelanjutan, Jakarta: Akademika Presindo.

Ahmed, M. (1975). The Economics of Nonformal Education: Resources, Cost, and Benefits, New York: Prager Publishers.

Ahmed, M dan Coombs, P.H. (1977). Education for Rural Development: Case Studies for Planners, New York: Prager Publishers.

Alma, B. (2002). Kewirausahaan, Bandung: Alfabeta.

Anwar, (2004), Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education, Konsep dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta

APPEAL. (1996). Pendidikan Berkelanjutan: Arah dan Kebijakan Baru, Bangkok: Ditjen Dikluspora dan UNESCO.

---. (1996). Pendidikan Dasar untttk Pemberdayaan Orang Miskin (Laporan Studi Kawasan tentang Keaksaraan sebagai Alat Pemberda- yaan Orang Misktn), Bangkok: UNESCO.

Arif, Z. (1997). Pendidikan L uar Sekolah Menyongsong Awal Aabad Ke-21 : Prospek dan 7antangan, Jakarta: Ditjen Diklusepora

Arikunto, S. (1983). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Bina Aksara.

Armsey, J.W. & Dahl, N.C. (1983). The Inquiry into the Uses of Instructional Technology, New York: The Ford Foundation.

Astamoen, M.P. (2005), Entrepreneurship. Dalam Perspektif Kondisi Bangsa Indonesia. Bandung: Alfabeta.

Becker, Gary S. (1993). Human Capital. Chicago dan London: The University of Chicago.


(51)

Bogdan, R.C dan Taylor, S. (1975). Introduction to Qualitative Research Methods, New York: John Wiley and Sons, Inc.

Bogdan, R.C dan Biklen, S.K. (1982). Qualitative Research for Education: An

Introduction to Theory and Methods, Boston: Allyn dan Bacon, Inc.

Borg, W.R and Gall, M.D. (1983). Educational Research: An Introduction. New York: Longman.

Brannen, J., ed. (1993). Mixing Methods: Qualitative and Quantitative Research, Brookfield-USA: Avebury.

.

Collins, D. (1999). Paulo Freire: Kehidupan, Karya dan Pemikirannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Conyers, D. (1991). Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga: Suatu Pengantar, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Coomb, P dan Manzoor A. (1984). Memerangi Kemiskinsn di Pedesaan Melalui

Pendidikan Non Formal, Jakarta: Rajawali.

Craig, D.L. (1976). Training and Development Hanbook. A Guide to Human Resource

Development, New York: McGraw-Hill Book Company.

Dananjaja, J. (1989). Kebudayaan Petani Desa Truyan di Bali, Jakarta: UI-Press.

Depdikbud. (1999). Konfrensi Pendidikan Indonesia Mengalasi Krisis Menuju

Pembaruan, Jakarta: Depdikbud-Bappenas-Bank Dunia-Bank Pemba-ngunan

Asia.

Dietz, T. (1996). Pengakuan Hak Atas Sumberdaya Alam (Terjemahan) dari buku:

Entitlements to Natural Resources Countours of Political Enviromental Geography, Yogyakarta: Kerjasama Pustaka Pelajar, INSIST Press dan

REMDEC.

Delors, J., et.al. (1996). Learning: The Treasure Within, Paris: UNESCO.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ( 1997). Keterampilan Menjelang 2020 untuk

Era Global (Laporan Satuan Tugas tentang Pengembangan Pendidikan dan

Pelatihan Kejuruan di Indonesia), Jakarta: Depdikbud.

---. (2001). Pokok-Pokok Pikiran Keterampilan Menjelang 2020 dan

Perkembangannya

(Hasil Kajian terhadap Laporan Satgas Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan

Kejuruan di Indonesia Oktober 1997), Jakarta: Ditjen Dikdasmen-Dit PMK- PPSSP SMK.

Dharma, A. (2003). Management of Trainers: Modul Diklat, Sawangan: Pusdiklat Pegawai Depdiknas.


(52)

Hikmat, H. (2001). Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Bandung: Humaniora Utama Press.

Havelock, R.G. & Zlotolow, S. (1995), The Change Agent Guide. New Jersey: Educational Technology Publications.

Iskandar, J. (2001). Manusia Budaya dan Lingkungan: Kajian Ekologi Manusta, Bandung: Humaniora Utama Press.

Kindervatter, S. (1979). Nonformal Education as An Empoworing Process, Massachusetts: Center for International Education University of Massachusetts.

Knowles, S.M and Associates (1984). Andragogy in Action; Applying Modern Principles of Adult Learning, California, Jossey-Bass Inca, Publishers. Knowles, S.M. (1977). Y 'he Modem Practice of Adult Education. Andragogy Versus

Pedagogy, New York: association Press.

Korten, D.C. (1984). Pembangunan Yang Memihak Rakyat. Jakarta : Lembaga Studi Pembangunan.

Korten, D.C dan Syahrir. (1988). Pembangunan Berdimensi Kerakyatan, Jakarta; Obor Indonesia.

Laird, D. (1985). Approaches to "Training and Development (2"`Edition), New York: Addison-Wesley Publishing Company.

Lincoln, Y. S and Guba, E.G. (1985). Naturalistiklnquiry, Baverly Hills: Sage.

Mappa, S dan Baseman, A. (1994). Teori Belajar Orang Dewasa, Jakarta: Ditjen Dikti Depdikbud.

Nadler, L. (1982). Designing Training Program: The Critical Events Model, Philippines: Addison-Wasley Company, Inc.

Naisbitt, J. (1997). Megatren Asia: Delapan Megatren Asia yang Mengubah Dunia, Jakarta: Gramedia.

Patton, M.Q. (1990). Ozralitatif Evaluation and Research Methode, Newbury : Sage Publications CA

Reardon, T. (1999). Rural Non-Farm Income in Developing Countries, Paper Preparedfor the FAO, Tersedia: (http: econ.fao.org/ programs rural dev)_ Riyanti, B.P.D. (2003). Kewirausahaan: Dari Sudut Pandang Psikologi

Kepribadian, Jakarta: Grasindo.

Rogers, E.M dan Shoemaker, F.F. (1971). Communication of Innovations, New York: Tdhe Free Press.


(1)

257

menjangkau ke wilayah yang lebih luas. Oleh karena itu disarankan agar dilakukan penelitian yang sejenis di luar wilayah masyarakat adat Kuta. Demikian juga disarakan penelitian sejenenis dilakukan di masyarakat adat lain, seperti di kampung naga, masyarakat baduy luar, dengan memperhatikan potensi alam, sosial, dan ekonomi setempat.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, I., (2000a). Metodologi Pembelajaran Orang Dewasa, Bandung: Andira.

---, (2000b). Strategi Membangun Motivasi dalam Pembelajaran Orang Dewasa, Bandung: Andira.

Adinul, Yakin. (1997). Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan: Teori dan Kebijakasanaan Pembangunan Berkelanjutan, Jakarta: Akademika Presindo.

Ahmed, M. (1975). The Economics of Nonformal Education: Resources, Cost, and Benefits, New York: Prager Publishers.

Ahmed, M dan Coombs, P.H. (1977). Education for Rural Development: Case Studies for Planners, New York: Prager Publishers.

Alma, B. (2002). Kewirausahaan, Bandung: Alfabeta.

Anwar, (2004), Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skill Education, Konsep dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta

APPEAL. (1996). Pendidikan Berkelanjutan: Arah dan Kebijakan Baru, Bangkok: Ditjen Dikluspora dan UNESCO.

---. (1996). Pendidikan Dasar untttk Pemberdayaan Orang Miskin (Laporan Studi Kawasan tentang Keaksaraan sebagai Alat Pemberda- yaan Orang Misktn), Bangkok: UNESCO.

Arif, Z. (1997). Pendidikan L uar Sekolah Menyongsong Awal Aabad Ke-21 : Prospek dan 7antangan, Jakarta: Ditjen Diklusepora

Arikunto, S. (1983). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Bina Aksara.

Armsey, J.W. & Dahl, N.C. (1983). The Inquiry into the Uses of Instructional Technology, New York: The Ford Foundation.

Astamoen, M.P. (2005), Entrepreneurship. Dalam Perspektif Kondisi Bangsa Indonesia. Bandung: Alfabeta.

Becker, Gary S. (1993). Human Capital. Chicago dan London: The University of Chicago.


(3)

Bogdan, R.C dan Taylor, S. (1975). Introduction to Qualitative Research Methods, New York: John Wiley and Sons, Inc.

Bogdan, R.C dan Biklen, S.K. (1982). Qualitative Research for Education: An

Introduction to Theory and Methods, Boston: Allyn dan Bacon, Inc.

Borg, W.R and Gall, M.D. (1983). Educational Research: An Introduction. New York: Longman.

Brannen, J., ed. (1993). Mixing Methods: Qualitative and Quantitative Research, Brookfield-USA: Avebury.

.

Collins, D. (1999). Paulo Freire: Kehidupan, Karya dan Pemikirannya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Conyers, D. (1991). Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga: Suatu Pengantar, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Coomb, P dan Manzoor A. (1984). Memerangi Kemiskinsn di Pedesaan Melalui

Pendidikan Non Formal, Jakarta: Rajawali.

Craig, D.L. (1976). Training and Development Hanbook. A Guide to Human Resource

Development, New York: McGraw-Hill Book Company.

Dananjaja, J. (1989). Kebudayaan Petani Desa Truyan di Bali, Jakarta: UI-Press.

Depdikbud. (1999). Konfrensi Pendidikan Indonesia Mengalasi Krisis Menuju

Pembaruan, Jakarta: Depdikbud-Bappenas-Bank Dunia-Bank Pemba-ngunan

Asia.

Dietz, T. (1996). Pengakuan Hak Atas Sumberdaya Alam (Terjemahan) dari buku:

Entitlements to Natural Resources Countours of Political Enviromental Geography, Yogyakarta: Kerjasama Pustaka Pelajar, INSIST Press dan

REMDEC.

Delors, J., et.al. (1996). Learning: The Treasure Within, Paris: UNESCO.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ( 1997). Keterampilan Menjelang 2020 untuk

Era Global (Laporan Satuan Tugas tentang Pengembangan Pendidikan dan

Pelatihan Kejuruan di Indonesia), Jakarta: Depdikbud.

---. (2001). Pokok-Pokok Pikiran Keterampilan Menjelang 2020 dan

Perkembangannya

(Hasil Kajian terhadap Laporan Satgas Pengembangan Pendidikan dan Pelatihan

Kejuruan di Indonesia Oktober 1997), Jakarta: Ditjen Dikdasmen-Dit PMK- PPSSP SMK.

Dharma, A. (2003). Management of Trainers: Modul Diklat, Sawangan: Pusdiklat Pegawai Depdiknas.


(4)

Hikmat, H. (2001). Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Bandung: Humaniora Utama Press.

Havelock, R.G. & Zlotolow, S. (1995), The Change Agent Guide. New Jersey: Educational Technology Publications.

Iskandar, J. (2001). Manusia Budaya dan Lingkungan: Kajian Ekologi Manusta, Bandung: Humaniora Utama Press.

Kindervatter, S. (1979). Nonformal Education as An Empoworing Process, Massachusetts: Center for International Education University of Massachusetts.

Knowles, S.M and Associates (1984). Andragogy in Action; Applying Modern Principles of Adult Learning, California, Jossey-Bass Inca, Publishers. Knowles, S.M. (1977). Y 'he Modem Practice of Adult Education. Andragogy Versus

Pedagogy, New York: association Press.

Korten, D.C. (1984). Pembangunan Yang Memihak Rakyat. Jakarta : Lembaga Studi Pembangunan.

Korten, D.C dan Syahrir. (1988). Pembangunan Berdimensi Kerakyatan, Jakarta; Obor Indonesia.

Laird, D. (1985). Approaches to "Training and Development (2"`Edition), New York: Addison-Wesley Publishing Company.

Lincoln, Y. S and Guba, E.G. (1985). Naturalistiklnquiry, Baverly Hills: Sage.

Mappa, S dan Baseman, A. (1994). Teori Belajar Orang Dewasa, Jakarta: Ditjen Dikti Depdikbud.

Nadler, L. (1982). Designing Training Program: The Critical Events Model, Philippines: Addison-Wasley Company, Inc.

Naisbitt, J. (1997). Megatren Asia: Delapan Megatren Asia yang Mengubah Dunia, Jakarta: Gramedia.

Patton, M.Q. (1990). Ozralitatif Evaluation and Research Methode, Newbury : Sage Publications CA

Reardon, T. (1999). Rural Non-Farm Income in Developing Countries, Paper Preparedfor the FAO, Tersedia: (http: econ.fao.org/ programs rural dev)_ Riyanti, B.P.D. (2003). Kewirausahaan: Dari Sudut Pandang Psikologi

Kepribadian, Jakarta: Grasindo.

Rogers, E.M dan Shoemaker, F.F. (1971). Communication of Innovations, New York: Tdhe Free Press.


(5)

Rogers, C. (1998). Speeder: Short Planning Programs. Singapore: Reinehart Publisher.

Rogers, E.M. (1983). Diffusion of Innovation, New York: The Free Press. Rogers, A. (1994). Teaching Adult, Philadelphia: Open University Press. Rogers, J.(1994). Adult Learning, Philadelphia:Open University Press Rothwell, W.J. (1996). Beyond Training and Development, State-of-the Art

Strategies for Enhancing Human Performance, New York:Amacom Sajogjo. (1982). Ekologi Pedesaan, Jakarta: Rajawali.

Sanafiah dan Abdillah H. (1980). Pendidikan Non Formal. Surabaya: Usaha Nasional.

Sanusi, A. ( 1998). Pendidikan Alternatif, Bandung: Kerjasama Program Pasca Sarjana IKIP Bandung dan PT. Grafindo Media Pratama.

Saraka. (2002). "Model Pembelajaran Swaarah dalam Pengembangan Sikap Mental Wiraswasta". Diseriasi Doktor pada PPS UPI Bandung, (Tidak diterbitkan).

Sihombing, U. (1999). Pendidikan Luar Sekolah : Kini dan Masa Depan..Iakarata: Mahkota.

---. (2000). Pendidikan Luar Sekolah Manajemen Strategi, Jakarta: Mahlcota.

Smith, M.R. (1982). Learning How To Learn: Applied Theory for Adults, Chicago, Illinois: Follett Publishing Company.

Soedijarto. (1998). Fungsi dan Kedudukan Pendidikan Luar Sekolah. Ditjen Diklusepora : Jakarta.

.

Spradley, J.P. (1980). Participant Observation, New York: Hilt, Reneihart and Wiston

---, (1979). The Ethnographic Interview, New York: Holt, Renehart and Winston.

Sudjana, D. (2000). Manajemen Program Pendidikan untuk Pendidikan Luar Sekolah dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Bandung.: Faith Production

--- ---.(2001). Pendidikan Luar Sekolah: Wawasan, Sejarah

Perkembangan, Falsafah, Teori Pendukung Azas, Bandung: Falah Production.


(6)

Sumaatmadja, N. (2000). Manusia Dalam Konteks Sosial Budaya dan Lingkungan Htdup, Bandung: Alfabeta.

Suryana, A. (2003). Kapita Selekta Evolusi Pemikiran Kebijakan Ketahanan Pangan (Edisi 2003;2004), Yagyakarta: BPFE-Yogyakarta..

UNESCO. (1991). Training Materials for Literacy Personnel. APPEAL UNESCO Bangkok.

---. (1996). Pendidikan Berkelanjutan Arah dan Kebijakan Bar, Ditjen Diklusepora dan UNESCO PROAP : Bangkok.

---. (1996). Program Berorieniasi Masa Depan, Ditjen Diklusepora dan UNESCO PROAP : Bangkok.

World Bank. (2000). The Rural Non-Farm Economiy: Repot on Presentation and Discussions at the World Bank, Tersedia: (http:-: econ. Worldbank.org /programs rural dev)

Yin, K..R (1981). The Case Study as a Serious Research Strategy, Knowledge: Creation, Diffusion, Utilization.

---- --- ----, (2000). Study Kasus: Desain dan Metode (Terjemahan: M. Djauzi Mudzakir dari buku: Case Study Research Design and Methods, Jakarta: Raja Grafindo Persada.