RONGGENG KALERAN DALAM UPACARA NYUGUH DI KAMPUNG ADAT KUTA CIAMIS.

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhui Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Departemen Pendidikan Seni Tari

Oleh Gilang Gartika

NIM 1105881

Departemen Pendidikan Seni Tari

Fakultas Pendidikan Seni dan Desain

Universitas Pendidikan Indonesia

Bandung


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “RONGGENG

KALERAN DALAM UPACARA NYUGUH DI KAMPUNG ADAT KUTA

CIAMIS” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, September 2015 Yang membuat pernyataan,


(3)

SKRIPSI

MAKNA RONGGENG KALERAN DALAM UPACARA

NYUGUH DI KAMPUNG ADAT KUTA CIAMIS

Oleh :

GILANG GARTIKA

11O5881

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING: Pembimbing I

Prof.Dr.Hj. Tati Narawati, M.Hum NIP. 195212051986112001

Pembimbing II

Ace Iwan Suryawan,S.Pd., M.Hum NIP.197203042001121002

Mengetahui,

Ketua Departemen Pendidikan Seni Tari

Dr.Frahma Sekarningsih, S.Sen, M.Si. NIP. 19571018198503 2 001


(4)

Gilang Gartika, 2015

RONGGENG KALERAN DALAM UPACARA NYUGUH DI KAMPUNG ADAT KUTA CIAMIS Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

merupakan perkembangan dari kesenian Ronggeng Gunung. Ronggeng

Kaleran pernah dipertunjukan pada upacara adat Nyuguh. Upacara tersebut

merupakan ritual wajib yang selalu diselenggarakan pada tanggal 25 shafar setiap tahunnya, karena dari itu peneliti membatasi permasalahan pada penelitian ini melalui beberapa rumusan masalah yakni meliputi: (1) bagaimana bentuk Ronggeng Kaleran dalam upacara nyuguh di Kampung Adat Kuta, (2) apa fungsi Ronggeng Kaleran dalam upacara nyuguh di Kampung Adat Kuta, (3) apa simbol Ronggeng Kaleran dalam upacara nyuguh di Kampung Adat Kuta.Tujuan penelitian ini adalah (1) Mendeskripsikan bentuk

Ronggeng Kaleran dalam upacara nyuguh, (2) Mendeskripsikan fungsi Ronggeng Kaleran dalam upacara nyuguh, (3) Mendeskripsikan simbol Ronggeng Kaleran dalam upacara nyuguh. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah teknik observasi, wawancara, dokumentasi dan studi pustaka. Berdasarkan hasil penelitian ini,

Ronggeng Kaleran merupakan simbol dari Pseudo-Ritual karena dalam

pelaksanaannya merupakan proses ritual yang semu. Ronggeng berfungsi sebagai hiburan bagi masyarakat Kampung Adat Kuta dan dipertunjukan di awal sebelum ritual dilakukan.


(5)

Gilang Gartika, 2015

RONGGENG KALERAN DALAM UPACARA NYUGUH DI KAMPUNG ADAT KUTA CIAMIS Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

which is the development of the arts Ronggeng Gunung. Ronggeng Kaleran been performed in traditional ceremonies nyuguh. The ceremony is a ritual required that is always held on the 25th Shafar every year, because of the researchers limited the problem in this research through several problem formulation which includes: (1) how the shape Ronggeng Kaleran in ceremony

nyuguh in the village of Indigenous Kuta, (2) what is Ronggeng Kaleran

function in nyuguh ceremony in the village of Indigenous Kuta (3) what is the symbol Ronggeng Kaleran in nyuguh ceremony in the village of Indigenous Kuta.Tujuan this study were (1) Describe the shape Ronggeng Kaleran in

nyuguh ceremony, (2) Describe the function Ronggeng Kaleran in ceremony nyuguh, (3) Describe the symbol Ronggeng Kaleran in ceremony nyuguh. The

method used in this research is descriptive method of analysis with a qualitative approach. The technique used in data collection are observation, interview, documentation and literature. Based on these results, Ronggeng

Kaleran a symbol of Pseudo-Ritual because in practice a ritual process that is

false. Ronggeng serves as entertainment for the people in the village of Indigenous Kuta and performed at the beginning before the ritual performed.


(6)

Gilang Gartika, 2015

DAFTAR ISI

hal

LEMBAR PENGESAHAN ……….. i

PERNYATAAN ……… ii

ABSTRAK ……….... iii

KATA PENGANTAR ………. iv

UCAPAN TERIMAKASI ……….. v

DAFTAR ISI ……….. viii

DAFTAR TABEL ……….. xi

DAFTAR GAMBAR ……….. xii

DAFTAR BAGAN ………. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ……….... xiiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………... 1

B. Rumusan Masalah ……… 6

C. Tujuan Penelitian ………. 7

D. Manfaat Penelitian ……… 7

E. Metode Penelitian ………... 9

F. Lokasi dan Sampel Penelitian ………. 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu ……… 11


(7)

Gilang Gartika, 2015

B. Teori-Teori yang Digunakan ………13

C. Seni Pertunjukan dan Masyarakat ………21

BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Subjek Penelitian ……….25

B. Metode Penelitian ………...26

C. Definisi Operasional ………27

D. Instrumen Penelitian ………....28

E. Teknik Pengumpulan Data ………..30

F. Prosedur Penelitian ………..35

G. Skema/Alur Penelitian ………...39

H. Analisis Data ………41

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Lokasi Penelitian ………...43

B. Upacara Nyuguh Kampung Adat Kuta ………...46

a. Bentuk Upacara Nyuguh ………46

b. Fungsi Upacara Nyuguh ………57

c. Simbol Upacara Nyuguh ………...58

C. Pertunjukan Ronggeng Kaleran ………...61

a. Simbol-Simbol Ronggeng Kaleran ………67

D. Pembahasan Mengenai Bentuk, Fungsi, dan Simbol Ronggeng Kaleran Dalam Upacara Nyuguh di Kampung Adat Kuta ………73

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan………....85


(8)

Gilang Gartika, 2015

DAFTAR PUSTAKA………...90

LAMPIRAN-LAMPIRAN ………..93


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Manusia telah menciptakan beragam budaya dan mengungkapkan nilai-nilai hasil karyanya melalui simbol yang memiliki makna yang terkandung didalamnya. Fungsi kebudayaan pada dasarnya adalah sebagai alat komunikasi, pemersatu, dan jatidiri sebuah masyarakat. Oleh karena itu, kebudayaan menjadi pedoman bagi sikap dan tingkah laku dalam pergaulan antar warganya sehingga akan berpengaruh pada pengetahuan, pembentukan sikap, kepercayaan, dan perilaku anggota masyarakat yang bersangkutan.

Ketika kontak budaya semakin meningkat dan intensif, akan terjadi pergeseran dan perubahan dalam kehidupan masyarakat, terutama akan sangat terlihat pada sikap dan perilaku dikalangan generasi muda. Perubahan pandangan, pengetahuan, sikap, dan tingkah laku pada diri mereka akan berdampak besar pada corak dan nuansa kebudayaan di masa depan. Sebagai upaya agar memiliki keinginan, rasa memiliki, dan bisa memahami perbedaan budaya, maka harus diperkenalkan aspek-aspek kebudayaan dari luar lingkup kebudayaanya sendiri. Hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan pemahaman bahwa budaya yang ditumbuh kembangkan masing-masing etnik merupakan jatidiri etnik yang bersangkutan.

Seni merupakan bagian dari pranata kebudayaan, yang perwujudannya sebagai sarana untuk mengekspresikan rasa keindahan dalam diri manusia. Seni merupakan pancaran rasa keindahan, pemikiran, kesenangan, dan perasaan dari seorang seniman. Terlahir dari berbagai ide pemikiran para seniman yang


(10)

berlandaskan imajinasi, pengetahuan, pengalaman, pendidikan, inspirasi, kreativitas, dan inovasi dari seniman itu sendiri. Dengan demikian, jika berbicara tentang seni atau kesenian, maka kita juga berbicara tentang budaya.

Indonesia memiliki budaya dan kesenian yang tersebar di berbagai wilayah. Berkaitan dengan itu, masyarakat Sunda sebagai salah satu etnis di Indonesia terkenal memiliki 10 unsur Budaya, diantaranya pranata (hubungan antar manusia), lembaga (adat istiadat), winaya (pendidikan), wiyasa (seni), undagi (tata arsitektur), marga (transportasi), tani (bersawah), santika (bela diri), husada (obat

obatan), dan tata praja (sistem pemerintahan). Tersedia: http://www.google.com Keseluruhan unsur budaya itu, terinternalisasi dalam tatanan kehidupan masyarakat Sunda, terlebih pada masyarakat yang masih kuat memegang aturan adat atau tradisi di wilayah-wilayah tertentu. Menurut Masunah (2003: hal.35)

“situasi tari di Indonesia sangat terkait dengan perkembangan kehidupan

masyarakatnya, baik ditinjau dari struktur etnik maupun dalam lingkup negara kesatuan, maka perkembangan tersebut tidak terlepas dari latar belakang keadaan

masyarakat Indonesia pada masa lalu.” Seni pertunjukannya pun sangat beragam,

mulai dari seni tari, seni musik, seni rupa, seni teater dan masih banyak lagi, namun situasi seni pertunjukan tidak selalu stabil karena beberapa faktor. Soedarsono (1999: hlm. 1) menyatakan bahwa:

“Ada beberapa faktor penyebab dari hidup matinya sebuah seni pertunjukan, ada yang disebabkan oleh karena perubahan yang terjadi dibidang politik, ada yang disebabkan oleh masalah ekonomi, ada yang karena perubahan selera masyarakat penikmat, dan adapula yang karena tidak mampu bersaing dengan bentuk –bentuk pertunjukan yang lain.”

Tari merupakan salah satu seni pertunjukan yang cukup diminati. Tari-tarian tradisional yang tumbuh dan berkembang disuatu daerah merupakan aset dan kebanggaan dari masyarakat pendukungnya serta menjadi ciri khas daerah tempat tumbuh dan berkembangnya kesenian tersebut. Kesenian salah satunya adalah seni tari tradisional merupakan salah satu budaya masyarakat yang dalam


(11)

pelaksanaanya tidak pernah berdiri sendiri, bentuk dan fungsi erat kaitannya dengan masyarakat dimana kesenian itu tumbuh dan berkembang. Menurut Sedyawati (1981: hlm. 61) “kesenian sebagai salah satu aktivitas budaya masyarakat dalam hidupnya tidak pernah berdiri sendiri. Bentuk dan fungsinya berkaitan erat dimana kesenian itu hidup dan berkembang, peranan yang dimiliki kesenian dalam hidupnya ditentukan oleh masyarakat pendukungnya”.

Seperti yang telah diungkapkan oleh Sedyawati bahwa peran kesenian ditentukan oleh masyarakat pendukungnya. Jika kesenian itu lahir dalam masyarakat modern maka kesenian itu akan cenderung kebarat-baratan dan fungsi kesenian tersebut hanyalah sebagai hiburan semata. Lain halnya jika kesenian itu tumbuh dan berkembang dalam masyarakat yang masih kental akan adat-istiadat leluhurnya. Disalah satu desa di kabupaten Ciamis, terdapat Kampung Adat yang biasa disebut masyarakat sekitar dengan sebutan Kampung Adat Kuta. Secara administratif Kuta berada di pemerintahan Desa Karangpaningal Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis. Kampung Adat Kuta ini memiliki aset wisata budaya di Kabupaten Ciamis yang perlu untuk dilestarikan dan dikembangkan. Kedekatan masyarakat Kampung Adat Kuta dengan alam diekspresikan dengan mengadakan upacara Nyuguh setiap tahunnya pada tanggal 25 shafar (bulan kedua dalam kalender islam atau kamariah). Upacara ini bertujuan sebagai bentuk rasa syukur masyarakat Kampung Adat Kuta terhadap alam yang telah memberikan pangan bagi masyarakat Kampung Adat Kuta.

Masyarakat pada umumnya memiliki tatanan kehidupan yang tersusun dengan rapi dan mereka pun semakin menyadari akan pentingnya sebuah hiburan. Jika menilik lebih jauh, Kampung Kuta merupakan kampung adat yang tidak lain merupakan warisan budaya Sunda yang masih dijaga kealamiannya. Itu artinya, sejak jaman dahulu seni sudah menjadi salah satu komponen penting dalam sebuah kehidupan. Entah itu berfungsi sebagai hiburan semata, atau bahkan bisa menjadi salah satu bentuk rasa syukur kepada sang pencipta melalui berbagai


(12)

ritual dengan mitos yang mereka percayai. Menurut Sumardjo, dkk (2001: hlm 1)

“seni adalah bagian dari kehidupan manusia dan masyarakat”. Oleh karena itu, seni merupakan suatu ungkapan perasaan yang dituangkan melalui aspek kehidupan manusia dan masyarakat. Maka dapat dikatakan bahwa kesenian dapat tergantung pada kebudayaan dari masyarakat yang memiliki kebudayaan tersebut.

Kampung Adat Kuta dihuni masyarakat yang hidup dilandasi kearifan lokal. Kampung Adat Kuta memiliki seni pertunjukan tari yakni Ronggeng Kaleran. Tarian ini tergolong kedalam tarian yang lebih baru dari Ronggeng Gunung yang lebih dikenal terlebih dahulu dan berada di wilayah Ciamis, yaitu di daerah Ciamis Selatan yang sekarang telah menjadi Kabupaten Pangandaran. Alat musik yang digunakannya pun menggunakan seperangkat gamelan utuh bentuknya hampir sama seperti gamelan kliningan. Penyanyi dalam Ronggeng Kaleran juga tidak merangkap sebagai penari. Meski demikian, keberadaan tarian ini juga mulai tergeser oleh kesenian populer saat ini seperti dangdut dan elektone. Biasanya

Ronggeng Kaleran dipertunjukan pada saat upacara adat Nyuguh, hajatan,

pernikahan, perayaan, dan memperingati sesuatu karena ungkapan rasa bahagia. Terkait mengenai sejarah Kampung Adat Kuta, erat kaitannya dengan budaya leluhurnya. Adat dan budaya yang mereka anut pun tentu memiliki asal usul pembentukannya. Seperti adanya Ronggeng Kaleran yang pernah dipertunjukan dalam upacara Nyuguh.

Istilah „ronggeng‟ sudah tidak asing lagi dalam wacana budaya masyarakat

Sunda. Ronggeng merupakan profesi yang menuntut banyak keterampilan atau kemampuan, selain menari dan menyanyi, ronggeng juga harus mampu melayani para laki-laki yang mencari hiburan atau kesenangan. Menurut Boomgaard dalam Caturwati (2007: hlm. 15) dalam tulisannya hasil riset dari berbagai referensi di masa kolonialis menuturkan, bahwa :

“perempuan-perempuan yang tergabung dalam „kelompok ronggeng‟,

diantaranya, para pelacur, gadis-gadis desa, serta buruh perempuan yang ingin mencari penghasilan tambahan dengan menari dan menyanyi di tempat


(13)

Mencermati pernyataan Boomgaard tersebut di atas, istilah ronggeng berkonotasi negatif, karena ronggeng dikatakan sebagai profesi yang didalamnya terdapat perempuan-perempuan pelacur. Oleh sebab itu, menjadi penari ronggeng di masa lampau terkadang mendapat stigma negatif di masyarakat. Walaupun tentu saja tidak semua ronggeng seperti itu, banyak pula ronggeng yang tetap memegang kaidah-kaidah, norma dan etika yang berlaku pada masyarakat, bahkan menjadi idola atau primadona suatu pertunjukan.

Berbagai fenomena menarik yang terdapat dalam Ronggeng Kaleran sudah tentu memberi ruang untuk dapat dikaji lebih lanjut dalam suatu penelitian yang mendalam, sistematik dan holistik. Hal yang menarik adalah istilah penyebutan Ronggeng Kaleran. Berbicara istilah „kaler‟ menunjukkan arah atau tempat dalam

bahasa Indonesia disebut „Utara‟, yang lawannya adalah arah Selatan. Fenomena penyebutan istilah tersebut dapat dipersepsikan memiliki alasan atau penyebab yang melatarbelakanginya.

Setiap seni pertunjukan dapat dipastikan memiliki latar belakang proses penciptaannya. Bahkan kehadiran seni pertunjukan dalam suatu masyarakat dapat diungkap secara menyeluruh dari berbagai aspek yang melingkupinya. Demikian pula dengan seni pertunjukan Ronggeng Kaleran yang ada pada upacara ritual

Nyuguh di Kampung Adat Kuta Ciamis yang sarat akan makna. Makna Ronggeng Kaleran dapat dijelaskan dan dapat diketahui dengan cara melakukan pendalaman

dan telaah melalui penelitian.

Makna biasanya tidak bersifat tunggal tapi akan beranekaragam sesuai dengan pemaknaan dan tafsir yang dimunculkan. Seperti yang dikatakan oleh Charles

Sanders Pierce (Teori Trikonomi Semiotika Arsitektural) dalam Puspitasari (2011:

hlm. 20-21) mengemukakan bahwa Simbol adalah suatu tanda atau gambar yang mengingatkan kita kepada penyerupaan benda yang kompleks yang diartikan sebagai sesuatu yang dipelajari dalam konteks budaya yang lebih spesifik atau lebih khusus, sedangkan makna adalan bagian yang tidak terpisahkan dari semantik dan selalu melekat dari apa saja yang kita tuturkan. Bloomfied


(14)

berpendapat bahwa makna adalah suatu bentuk kebahasaan yang harus dianalisis dalam batas unsur -unsur penting dimana penutur mengujarnya.

Ronggeng Kaleran yang ada pada masyarakat adat kampung Kuta di Ciamis,

dipandang perlu untuk dicermati dan dikaji lebih mendalam. Hal ini, dikarenakan

Ronggeng Kaleran hadir dalam upacara adat Nyuguh Kampung Kuta sebagai seni

pertunjukan. Berbicara mengenai Ronggeng Kaleran akan lebih menarik untuk dilakukan kajian lebih mendalam melalui sebuah penelitian ilmiah yang memfokuskan pada bentuk, fungsi, dan simbol-simbol yang berkaitan dengan makna Ronggeng Kaleran. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk menjawab persoalan-persoalan yang dipaparkan tadi.

Maka tujuan penelitian ini ialah untuk mengetahui bagaimana makna yang didalamnya meliputi bentuk, fungsi dan simbol dari Ronggeng Kaleran yang ada di Kampung Adat Kuta. Serta sebagai sarana publikasi dan informasi mengenai kesenian Ronggeng Kaleran dalam masyarakat Kampung Adat Kuta. Salah satu cara agar eksistensi suatu budaya tetap lestari ialah dengan menumbuhkan rasa cinta terhadap seni budaya dan nilai-nilai historis dari kebudayaan itu sendiri terhadap generasi penerus. Antisipasi apabila kesenian ini suatu hari sudah tidak berlangsung maka penelitian ini bisa menjadi salah satu literatur agar dikemudian hari kesenian tersebut masih bisa dipelajari. Pola pikir manusia boleh saja berkembang, namun budaya tetaplah harus lestari.

B. Rumusan Masalah Penelitian

Sesuai dengan judul yang telah dikemukakan yakni mengenai Ronggeng Kaleran Dalam Upacara Nyuguh di Kampung Adat Kuta Ciamis, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana bentuk Ronggeng Kaleran dalam upacara Nyuguh di Kampung Adat Kuta Ciamis ?

2. Apa fungsi Ronggeng Kaleran dalam upacara Nyuguh di Kampung Adat Kuta Ciamis ?


(15)

3. Apa simbol yang terdapat dalam Ronggeng Kaleran dalam upacara

Nyuguh di Kampung Adat Kuta Ciamis ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari permasalahan ini: 1. Tujuan Umum Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah yang ada di lapangan kemudian mencari fakta dari sumber-sumber yang peneliti terima dari berbagai sumber sehingga mendapatkan jawaban berupa deskripsi dari masalah yang peneliti rangkum dalam rumusan masalah.

2. Tujuan Khusus Penelitian

1. Untuk mendeskripsikan bentuk Ronggeng Kaleran dalam upacara

Nyuguh di Kampung Adat Kuta Ciamis.

2. Untuk mendeskripsikan fungsi Ronggeng Kaleran dalam upacara

Nyuguh di Kampung Adat Kuta Ciamis.

3. Untuk mendeskripsikan simbol Ronggeng Kaleran dalam upacara

Nyuguh di Kampung Adat Ciamis.

D. Manfaat Penelitian

Di dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan berbagai manfaat diantaranya:

1. Manfaat bagi peneliti

Bagi peneliti, hasil penelitian berfungsi sebagai bahan latihan penulisan karya ilmiah peneliti serta dapat menambah pengetahuan dan wawasan seni dan budaya yang salah satunya terdapat pada masyarakat Kampung Adat Kuta dengan melihat secara langsung proses upacara Nyuguh dan diskusi langsung dengan para sesepuh Kampung Adat sehingga peneliti mendapatkan banyak


(16)

sekali manfaat khususnya mengenai makna Ronggeng Kaleran dalam upacara

Nyuguh di Kampung Adat Kuta Ciamis.

2. Manfaat bagi pembaca

Bagi pembaca, hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran terhadap pembaca dalam rangka melestarikan kesenian Ronggeng

Kaleran dan sebagia dokumen untuk penelitian lebih lanjut.

3. Bagi Para Pelaku Seni

Bagi pelaku seni, hasil dari penelitian ini bisa menjadi acuan untuk terus menjaga dan melestarikan kesenian daerah satempat dengan tetap mempertahankan kesenian tersebut tanpa terkontaminasi oleh kesenian modern.

4. Manfaat dari segi teori

Dalam segi teori penelitian ini dapat dijadikan salah satu sumber literatur tambahan bagi Universitas Pendidikan Indonesia, khususnya Departemen Pendidikan Seni Tari. Sebagai sumber informasi tambahan mengenai kesenian ronggeng dari Jawa Barat yakni Ronggeng Kaleran dari Kampung Adat Kuta Ciamis.

5. Manfaat dari segi kebijakan

Melalui penelitian ini dapat menjadi semangat baru baik bagi masyarakat penyelenggara, pemerintah dalam bidangnya yakni DISPARBUD, para seniman setempat, untuk dapat membangun kembali kepercayaan dirinya terhadap kesenian yang mereka miliki sehingga ada kemauan untuk memperhatikan, melestarikan, hingga menyelenggarakan kembali sebuah kesenian sebagai salah satu daya tarik daerah penyelenggara kesenian.


(17)

6. Manfaat dari isu dan aksi sosial

Seperti yang kita ketahui bahwa kesenian Ronggeng Kaleran ini sudah sepi peminat bahkan hampir punah, maka peneliti berusaha memperkenalkan

Ronggeng Kaleran dari Kampung Adat Kuta kepada masyarakat luas,

sehingga menarik minat dan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kebudayaan lokal sehingga dapat menjadi salah satu daya tarik dari suatu daerah.

E. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yang didasarkan pada subjektivitas

dan berupa deskripsi atau uraian. Uhar Suharsaputra (2012: hlm. 19) “Metode

penelitian merupakan cara ilmiah untuk memperoleh, mengembangkan, dan memverifikasi pengetahuan/teori. Perkembangan disiplin ilmu yang makin ketat telah mendorong lahirnya paradigma ilmiah dan paradigma penelitian yang variatif tergantung pada landasan filosofis ilmu-ilmu, sehingga berakibat pada prosedur bagaimana penelitian itu dilakukan serta apa yang harus menjadi concern

dalam suatu penelitian”. Kriteria data dalam penelitian kualitatif adalah data pasti,

data yang sebenarnya, bukan data yang sekedar terlihat dan terucap, melainkan data yang memiliki makna dibalik fenomena yang terjadi di lapangan.

Kegiatan analisis dilakukan dalam rangka memahami masalah yang diteliti untuk mengungkapkan suatu kebenaran pada permasalahan yang ada dilapangan. Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan model interaktif. Analisis data dengan model ini diawali dengan mengumpulkan data yang diperlukan peneliti, kemudian setelah data terkumpul peneliti melakukan reduksi data yakni proses mengolah data dari lapangan, memilih dan menyederhanakan data dengan merangkum keseluruhan data sesuai dengan fokus masalah. Tahap selanjutnya yakni menyajikan data ( data display ),


(18)

setelah data di redusi kemudian dilihat kembali gambaran secara keseluruhan sehingga dapat dilakukan penggalian data kembali apabila dirasa perlu untuk mendalami masalah. Hasil penelitian kualitatif lebih menekankan pada makna dari pada generalisasi.

F. Lokasi dan Sampel Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kampung Adat Kuta, Desa Karangpaningal Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis. Kampung Kuta termasuk kedalam kampung adat karena memiliki kriteria struktur dan gaya bangunan yang sama, budaya dan tata cara bermasyarakat mereka yang masih memegang erat pada kebudayaan leluhur, serta terdapat ketua adat dan kuncen sebagai sesepuh kampung. Di kampung adat tersebut terdapat sebuah kesenian tari yakni

Ronggeng Kaleran yang pernah dipertunjukan pada upacara Nyuguh yang biasa

mereka selenggarakan setiap tahunnya. Lokasi ini dipilih peneliti diharapkan dapat diperoleh data yang dibutuhkan mengenai makna Ronggeng Kaleran dalam upacara Nyuguh di Kampung Adat Kuta Ciamis.

Sampel yang dipilih peneliti adalah Ronggeng Kaleran yang merupakan

Ronggeng Ibing buhun yang berasal dari Kampung Adat Kuta. Pencarian

informasi dalam penelitian ini menggunakan teknik snowball sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit dan lama-lama menjadi besar. (Sugiono, 2009: hlm. 54). Hal ini dilakukan karena dari jumlah sumber data yang sedikit belum mampu untuk memberikan data yang memuaskan maka mencari narasumber lain yang dapat dijadikan sumber data tambahan. Sampel yang diambil peneliti bertujuan untuk mengkaji bagaimana makna Ronggeng Kaleran dalam upacara Nyuguh di Kampung Adat Kuta Ciamis.


(19)

Gilang Gartika, 2015

RONGGENG KALERAN DALAM UPACARA NYUGUH DI KAMPUNG ADAT KUTA CIAMIS Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subjek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Kampung Adat Kuta Desa Karangpaningal Kabupaten Ciamis Jawa Barat merupakan lokasi dimana kesenian Ronggeng Kaleran berasal. Pada penelitian lapangan ini, peneliti langsung datang ke lokasi penelitian pada saat masyarakat Kampung Adat Kuta akan menyelenggarakan upacara Nyuguh. Upacara tersebut biasa masyarakat kampung adat selenggarakan setiap tahunnya. Peneliti memilih lokasi dan situasi upacara tersebut karena Ronggeng Kaleran tumbuh dan berkembang di Kampung Adat Kuta, serta pernah dipertunjukan saat upacara Nyuguh.

2. Subjek Penelitian

Dengan beberapa pertimbangan atas kelayakan dalam memberikan pemahaman tentang masalah yang akan di teliti, sesuai dengan kebutuhan dan tujuan penelitian, subjek dalam penelitian ini adalah Ronggeng Kaleran yang berada di Kampung Adat Kuta. Mengingat Kampung Adat Kuta merupakan tempat dimana kesenian ronggeng tersebut berasal. Penelitian ini melibatkan beberapa tokoh masyarakat adat sebagai bagian dari sumber informasi bagi peneliti menyangkut Ronggeng

Kaleran yang pernah disajikan dalam upacara Nyuguh. Peneliti memilih Ronggeng Kaleran karena kesenian tersebut lahir dan berkembang di


(20)

Gilang Gartika, 2015

adat Nyuguh yang merupakan tradisi penting masyarakat Kampung Adat Kuta. Kesenian tersebut juga kini kesulitan dalam tahap pewarisan karena sulitnya peminat dengan alasan berbagai faktor, sehingga peneliti merasa perlu untuk mengkaji lebih dalam mengenai kesenian tersebut.

B. Metode Penelitian

Sebuah penelitian memiliki beberapa kegunaan tergantung pada tujuan mengapa sebuah penelitian dilaksanakan, serta bagaimana cara peneliti dalam proses pengumpulan data dan analisis informasi data logis. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif analisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini juga biasa disebut dengan penelitian naturalistik sehingga dalam penelitian peneliti tidak memanipulasi setting penelitian, kondisi dan objek sesuai dengan kejadian, komunitas, dan interaksi yang terjadi secara alamiah. peneliti merupakan instrumen utama dalam penelitian karena peneliti tidak hanya meneliti tapi juga terlibat langsung dalam penelitian, mengobservasi serta mnganalisis sebuah fenomena yang terjadi kemudian menyimpulkan sebuah penelitian. Moleong (2010, hlm. 6) menyatakan bahwa:

“Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami

fenomena tentang apa yang di alami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.”

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan keadaan


(21)

Gilang Gartika, 2015

sementara pada saat penelitian berlangsung untuk kemudian dianalisis. Analisis yaitu menafsirkan berbagai gejala yang terjadi pada saat penelitian atau menyusun fakta untuk kemudian dapat menarik kesimpulan. Dengan menggunakan metode deskriptif analisis, peneliti terjun langsung ke lapangan dengan maksud untuk mendeskripsikan berbagai masalah yang ditemui di lapangan menggunakan data-data yang diperoleh dan sedang terjadi pada masa sekarang, untuk kemudian menyusun hasil penelitian dan mengambil kesimpulannya.

C. Definisi Operasional

Untuk menyamakan persepsi mengenai judul yang dipergunakan dalam penelitian, maka peneliti akan menjelaskan istilah yang ada dalam judul penelitian yakni Ronggeng Kaleran Dalam Upacara Nyuguh di Kampung Adat Kuta. Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk mempublikasikan salah satu kesenian tari tradisional dari Kampung Adat Kuta Ciamis. Dimana akan membahas mengenai fungsi, bentuk, dan simbol pada Ronggeng Kaleran dalam upacara Nyuguh.

Ronggeng secara umum ialah wanita yang tugasnya menari dan bernyanyi di arena seni rakyat. Kaleran menunjukan gaya pada sebuah tarian. Kaleran dalam masyarakat Sunda menunjukan arah kaler (Utara). Istilah kaleran biasa digunakan pada gaya tari-tarian tradisional Sunda. Upacara Nyuguh merupakan suatu upacara ritual tradisional Adat Kampung Kuta yang biasa diselenggarakan pada tanggal 25 shapar setiap tahunnya. Maksud dari upacara Nyuguh ini ialah bentuk rasa syukur dan rasa hormat masyarakat Kuta terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan leluhur Kampung Adat Kuta yang mereka percayai telah menjaga dan memberi rejeki kepada masyarakat kampung adat tersebut.


(22)

Gilang Gartika, 2015

Menarik jika mengingat bahwa kesenian tersebut pernah disajikan dalam upacara Nyuguh yakni ritual wajib masyarakat adat Kuta, maka terdapat beberapa kemungkinan mengenai fungsi dari tarian tersebut. Melalui bentuk yang memiliki simbol-simbol pemberi makna maka kesenian Ronggeng Kaleran memberi ruang untuk peneliti mengkaji lebih mendalam mengenai hal tersebut.

D. Instrumen Penelitian

Pada dasarnya meneliti adalah melakukan pengukuran terhadap fenomena alam atau sosial. Sebagaimana diketahui bahwa instrumen merupakan alat ukur yang digunakan mendapatkan informasi tentang variasi karakteristik variabel secara objektif (suharsaputra,uhar. 2012: 98). Maka peneliti sebagai instrumen utama dalam penelitian harus pandai membaca situasi dan kondisi saat penelitian berlangsung. Serta tetap konsisten pada bahan penelitian yang sudah dirancang. Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data-data dalam sebuah penelitian, peneliti memerlukan adanya sebuah alat bantu yang dimana alat tersebut akan membantu peneliti dalam melakukan penelitian dalam hal pengumpulan data.

a. Pedoman Observasi

Observasi adalah metode pengumpulan data melalui pengamatan langsung atau peninjauan secara cermat dan langsung dilapangan atau lokasi penelitian. Dalam hal ini peneliti perlu mengunjungi lokasi penelitiannya untuk mengamati berbagai hal atau kondisi yang ada dilapangan. Dengan observasi kita dapat memperoleh gambaran tentang kehidupan sosial yang sukar untuk diketahui dengan metode lainnya. Observasi ini dilakukan di Desa Karangpaningal tepatnya di Kampung Adat Kuta Ciamis Jawa Barat. Observasi dilakukan sebagai tambahan referensi mengenai bagaimana fungsi,


(23)

Gilang Gartika, 2015

bentuk, serta simbol yang terdapat pada Ronggeng Kaleran dengan menemui beberapa tokoh terutama penari ronggeng tersebut.

b. Pedoman Wawancara

Wawancara merupakan proses menggali informasi dengan bertanya langsung terhadap responden. Wawancara merupakan bagian terpenting dalam setiap survey. Tanpa wawancara peneliti akan kehilangan informasi yang hanya dapat diperoleh dengan bertanya langsung terhadap responden. Pada penelitian, wawancara dapat berfungsi sebagai metode primer, pelengkap, atau sebagai kriterium. Instrumen wawancara yang terstruktur digunakan peneliti untuk mengetahui berbagai informasi yang akurat melalui beberapa narasumber terpercaya. Wawancara ini menanyakan seputar fungsi, bentuk, serta simbol pada Ronggeng Kaleran dalam upacara Nyuguh. Adapun narasumber yang digunakan dalam penelitian ini yakni: Bapak Warsim Setiaman selaku Ketua Adat Kampung Kuta, Bapak Maryono selaku Juru Kunci Kampung Adat Kuta, Ibu Idar Tarsih sebagai penari Ronggeng Kaleran, Bapak Surya selaku ketua RT sekaligus ketua lingkung seni di Kampung Adat Kuta, serta beberapa sesepuh dan masyarakat Kampung Adat Kuta.

c. Pedoman Dokumentasi

Pedoman dokumentasi dimaksudkan untuk mendokumentasikan kegiatan pada saat peneliti melakukan observasi, agar hasil observasi dan wawancara bisa disesuaikan. Aspek yang di dokumentasikan yaitu kegiatan upacara

Nyuguh dari awal hingga akhir, apa saja yang ditampilkan pada upacara

tersebut, bagaimana prosesnya. Hasil dari dokumentasi tersebut dapat memperkuat penelitian.


(24)

Gilang Gartika, 2015

d. Pedoman Pustaka

Pedoman pustaka yang digunakan memberikan konsep atau teori dalam penelitian sehingga penelitian ini terarah dengan benar. Pedoman pustaka ini bertujuan untuk memperkuat data peneliti yang telah di dapatkan melalui hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi mengenai Ronggeng Kaleran dalam upacara Nyuguh. Penelitipun dapat membandingkan dengan hasil-hasil penelitian yang terdahulu seputar mengenai ronggeng, Kampung Adat Kuta, dan upacara Nyuguh itu sendiri. Dengan mengkaji dan menelaah buku yang relevan dengan permasalahan yang akan dibahas sehingga akan diperoleh keterkaitan antara teori dan tujuan penelitian tersebut.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan hal yang paling utama pada proses penelitian. Sejalan dengan yang di ungkapkan oleh Sugiyono (2014, hlm. 308)

bahwa “Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitina dalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan”. Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini di peroleh dengan beberapa teknik sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi yaitu penelitian dengan cara pengamatan langsung ke lapangan dengan tujuan untuk memperoleh data dan informasi. Observasi dilakukan di Kampung Adat Kuta di Desa Karangpaningal Kabupaten Ciamis. Observasi dilakukan pada tanggal 14 Desember 2014 pada saat upacara Nyuguh diselenggarakan. Pada observasi ini peneliti bertemu dengan beberapa tokoh


(25)

Gilang Gartika, 2015

masyarakat di Kampung Adat Kuta, diantaranya Ketua Adat, Juru Kunci, dan beberapa sesepuh lainnya. Observasi ini seputar upacara Nyuguh, kesenian, dan sejarah Kampung Adat Kuta. Observasi dilakukan sebagai tambahan referensi mengenai bagaimana fungsi, bentuk, dan simbol-simbol yang terdapat pada kesenian Ronggeng Kaleran dalam upacara Nyuguh di Kampung Adat Kuta.

b. Wawancara

Wawancara merupakan langkah awal peneliti dalam memecahkan permasalahan yang ada dalam penelitian. Wawancara dilakukan kepada narasumber atau orang-orang yang dianggap dapat menunjang sebagai sumber informasi data yang diperlukan oleh peneliti. Wawancara dilakukan dengan melontarkan beberapa pertanyaan baik dalam bentuk wawancara terstruktur maupun semi terstruktur. Wawancara terstruktur adalah wawancara yang dilakukan dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya, sesuai dengan lingkup permasalahan penelitian yang akan digali informasinya. Adapun peneliti menggunakan wawancara tidak terstruktur, yakni merupakan wawancara dengan pertanyaan umum dengan cakupan topik yang luas. Dalam pelaksanaanya tidak menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan, namun dalam pelaksanaanya lebih bersifat fleksibel.

Wawancara pertama dilakukan pada tanggal 14 Desember 2014 dalam ritual upacara Nyuguh. Wawancara dilakukan kepada beberapa narasumber, antara lain:


(26)

Gilang Gartika, 2015

Selaku Ketua Adat dari Kampung Kuta. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Warsim Setiaman diperoleh data mengenai seluk beluk Kampung Adat Kuta, mulai dari aturan adat, kearifan lokal, mayoritas pekerjaan masyarakat adat Kuta, sejarah dan sistem pemerintahan dalam masyarakat adat.

b. Maryono

Sebagai Juru Kunci dari Kampung Adat Kuta yang memiliki garis keturunan dari Aki Bumi yakni Juru Kunci pertama di Kampung Adat Kuta yang memiliki kewenangan atas Hutan Larangan (Leuweung

Gede). Berdasarkan hasil wawancara dengan Juru Kunci akan

diperoleh data mengenai hukum adat, proses ritual Nyuguh, seluk beluk Leuweung Gede, norma dan adat istiadat yang harus dipatuhi oleh masyarakat Kuta.

c. Jajaran Sesepuh Kampung Adat Kuta

Dalam kegiatan upacara Nyuguh yang dibuka untuk umum ini cukup mendatangkan minat dari masyarakat luar Kampung Adat Kuta untuk datang dan mengikuti prosesi Nyuguh dari awal hingga akhir acara. para pengunjung yang datang di sambut dengan sangat baik di aula kampung. Dipimpin oleh Ketua Adat Kampung Kuta dan para sesepuh kampung lainnya dengan arif mereka menyambut para tamu yang datang dan memberikan keleluasaan dari para tamu untuk berdiskusi santai dengan para sesepuh. Dari diskusi singkat ini peneliti mendapatkan data keseluruhan mengenai apapun yang terdapat dalam masyarakat Kampung Adat Kuta, mulai dari ritual


(27)

Gilang Gartika, 2015

Nyuguh, sejarah, kepercayaan yang dianut, pekerjaan, dan semua hal

yang menyangkut Kampung Adat Kuta.

Dalam kegiatan Nyuguh ini juga peneliti melakukan wawancara ke beberapa anggota masyarakat Kampung Adat Kuta, seputar upacara

Nyuguh dan kesenian Ronggeng Kaleran-nya, yang ternyata

mengalami penurunan minat dari penerusnya. Dikarenakan tokoh atau pelaku Ronggeng senior sedang berada di luar kota, maka peneliti tidak dapat melakukan studi wawancara dengan tokoh Ronggeng

Kaleran pada saat upacara Nyuguh.

Peneliti kemudian melakukan survey pada wawancara kedua, yakni pada tanggal 21 Maret 2015 wawancara dilakukan terhadap beberapa narasumber baru, diantaranya:

a. Idar Tarsih

Tokoh asli Ronggeng Kaleran di Kampung Adat Kuta yang hingga kini masih aktif me-ronggeng meskipun kini usianya sudah menginjak 50 tahun. Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Idar peneliti mendapatkan data mengenai berbagai hal yang menyangkut Ronggeng

Kaleran.

b. Pemangku Agama/Ustadz

Masyarakat adat Kuta merupakan mayoritas pemeluk agama Islam. selain mereka mempercayakan seluruh tatanan kehidupan tradisi masyarakat Kuta terhadap Juru Kunci mereka juga mempercayai kehadiran ustadz sebagai bagian dari penasihat agama. Melalui hasil wawancara dengan pemangku agama didapat data mengenai


(28)

Gilang Gartika, 2015

kepercayaan masyarakat Kampung Adat Kuta dan keterkaitan antara agama dan tradisi yang mereka anut terutama dalam hal pandangan mengenai kesenian Ronggeng Kaleran.

Wawancara selanjutnya dilakukan pada tanggal 15 September 2015. Pada tahap ini peneliti mencari data tambahan dengan kembali mewawancarai beberapa narasumber, yakni:

a. Ibu Idar Tarsih selaku penari Ronggeng Kaleran

Dalam wawancara kedua peneliti menanyakan beberapa pertanyaan yang belum sempat terjawab oleh narasumber. Data yang didapat mengenai busana dan tata cara dalam menari Ronggeng

Kaleran

b. Surya

Sebagai ketua RT sekaligus ketua lingkung seni di Kampung Adat Kuta. Melalui wawancara dengan narasumber didapat data mengenai struktur pertunjukan ronggeng, lingkup seni yang dipimpinnya, serta bagaimana perkembangannya hingga saat ini.

Wawancara dilakukan secara langsung terhadap narasumber, yang bertempat di Kampung Adat Kuta Desa Karangpaningan Kecamatan Tambaksari. Peneliti melakukan wawancara pada beberapa narasumber karena peneliti membutuhkan banyak informasi dari berbagai sudut pandang. Hasil wawancara ini bertujuan untuk melengkapi dari hasil observasi guna memperkuat hasil penelitian untuk dipublikasikan kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga kebudayaan setempat dalam hal ini Ronggeng


(29)

Gilang Gartika, 2015

c. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data dengan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis maupun dokumen dalam bentuk lain. Studi dokumentasi ini dilakukan untuk melengkapi data yang telah didapatkan dari hasil observasi dan wawancara mengenai Ronggeng Kaleran beserta Kampung Adat dan upacara Nyuguh-nya. Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang bisa berbentuk tulisan, gambar, rekaman suara atau video. Studi dokumentasi ini bertujuan untuk memperkuat informasi pada masyarakat.

d. Studi Pustaka

Studi pustaka yang dilakukan dalam penelitian ini guna untuk mencari data-data atau sumber lain dari buku-buku, artikel, majalah, jurnal, karya ilmiah maupun penelitian terdahulu mengenai Ronggeng Kaleran, baik yang diperoleh dari perpustakaan atau referensi. Studi ini perlu dilakukan guna untuk memperkuat hasil penelitian dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi, agar dari hasil pengumpulan data tersebut dapat dikuatkan dan dikaitkan dengan teori-teori yang ada. Tujuan dari penelitian ini untuk memperoleh data atau informasi tentang penelitian. Untuk menghindari duplikasi penelitian, maka peneliti akan memaparkan tulisannya.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan beberapa sumber buku yang sangat menunjang pada penelitian, diantaranya buku “Seni Pertunjukan Di Era

Globalisasi” karya Soedarsono (1998). Buku ini menjelaskan berbagai

kesenian yang ada di Indonesia. Dimulai dari pertunjukan di masa sejarah yang ditandai dengan adanya fase-fase pertunjukan yang dijelaskan sangat variatif menggambarkan kekayaan khasanah budaya nusantara. Pada bagian


(30)

Gilang Gartika, 2015

buku ini yang paling menarik adalah adanya pembahasan mengenai fungsi seni pertunjukan dalam masyarakat. Sudah barang tentu buku ini banyak memberi gambaran tentang seni pertunjukan di Indonesia dilihat dari masalah ruang dan waktu.

Selain itu peneliti juga menggunakan buku”Tari Sunda Dulu, Kini, Esok”

karya Tati Narawati (2005). Dalam buku ini menjelaskan mengenai berbagai macam fungsi dan bentuk kesenian tari Sunda dalam perkembangannya dari dulu, kini, dan esok.

Dalam buku karya Endang Caturwati yang berjudul “Perempuan dan Ronggeng” (2006). Buku ini menjelaskan mengenai bagaimana ronggeng

dalam upacara ritual, ronggeng sebagai bagian dari hiburan atau tontonan masyarakat, dan bagaimana citra dari seorang ronggeng. Buku ini sangat menunjang bagi penelitian karena sesuai dengan tema yang diangkat peneliti yakni mengenai ronggeng. Buku karya Endang Caturwati ini terpapar jelas bagaimana ronggeng dalam masyarakat di Indonesia.

F. Prosedur Penelitian a. Pra Penelitian

1) Survei

Survey merupakan kegiatan awal penelitian. Kegiatan survey ini dilakukan untuk mencari dan melihat beberapa objek dengan berbagai permasalahannya, untuk kemudian menentukan obajek mana yang akan diteliti. Setelah itu, melalui permasalahan-permasalahan yang ditemukan oleh peneliti, peneliti merumuskan masalah yang akan diteliti dan menentukan judul untuk diajukan pada Dewan Skripsi Departemen Pendidikan Seni Tari.


(31)

Gilang Gartika, 2015

2) Pengajuan Judul

Dengan melihat berbagai objek di lapangan, peneliti menemukan permasalahan yang akan dijadikan sebagai bahan penelitian. Permasalahan yang ada di lapangan di rumuskan dalam beberapa rumusan masalah penelitian dan judul. Setelah itu peneliti mengajukan judul pada Dewan Skripsi Departemen Pendidikan Seni Tari. Judul yang diangkat untuk dilakukan penelitian lebih lanjut yakni Ronggeng Kaleran Dalam Upacara Nyuguh Di Kampung Adat

Kuta Ciamis.

3) Pembuatan Proposal Penelitian

Langkah selanjutnya yang dilakukan yaitu pembuatan proposal penelitian. Proposal merupakan salah satu syarat untuk melangkah ke proses pembuatan skripsi, dimana peneliti sudah melakukan observasi lapangan untuk mengumpulkan bahan pembuatan proposal penelitian.

4) Sidang Proposal

Sidang proposal merupakan tahap awal pengujian terhadap judul yang diangkat dalam penelitian. Tidak hanya diuji, namun pada sidang proposal peneliti juga mendapat saran dari para penguji untuk melakukan perbaikan pada fokus permasalahan penelitian.

5) Revisi Proposal

Kegiatan selanjutnya setelah sidang proposal, yaitu merevisi proposal. Peneliti akan melakukan proses bimbingan terlebih dahulu kepada Ibu Prof. Dr. Hj. Tati Narawati, M.Hum sebagai pembimbing I, dan Bapak Ace Iwan Suryawan, S.Pd, M.Hum sebagai pembimbing II.


(32)

Gilang Gartika, 2015

b. Pengajuan Ijin Penelitian

Setelah proposal penelitian disetujui dan disahkan oleh pembimbing I dan pembimbing II serta diketahui oleh Ketua Jurusan Pendidikan Seni Tari, peneliti dapat melakukan penelitian lebih lanjut dengan mengajukan surat ijin penelitian yang diajukan kepada Ketua Jurusan Pendidikan Seni Tari dan untuk selanjutnya diajukan kembali kepada Dekan Fakultas Pendidikan Seni dan Desine UPI Bandung.

c. Pelaksanaan Penelitian

Proses pelaksanaan penelitian, terdapat ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1) Pengumpulan Data

Kegiatan pengumpulan data yang diperoleh secara langsung merupakan proses awal yang dilakukan peneliti sebagai bahan acuan penelitian selanjutnya.

2) Pengolahan Data

Setelah kegiatan pengumpulan data selesai, kemudian peneliti melakukan pengolahan data dengan cara menyusun data yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi di lapangan.

3) Meringkas Data

Kegiatan selanjutnya merupakan penyeleksian, pengklasifikasian, dan mentransformasikan data yang telah diperoleh di lapangan ke dalam bentuk tulisan. Data tersebut kemudian diseleksi dan diklasifikasikan berdasarkan permasalahan yang telah diungkapkan oleh peneliti.

4) Menyusun Data

Kegiatan akhir yang dilakukan oleh peneliti yaitu menyusun data yang telah diperoleh ke dalam bentuk laporan. Untuk kesempurnaan laporan, peneliti akan


(33)

Gilang Gartika, 2015

melakukan bimbingan kepada dosen pembimbing I dan pembimbing II. Pembimbing akan merevisi dan mengkoreksi hasil laporan yang telah disusun oleh peneliti guna kesempurnaan laporan.


(34)

Gilang Gartika, 2015

G. Skema/ Alur Penelitian Bagan 3.1

Tahapan Penelitian

Memilih Situasi Sosial (Place, Actor, Activity)

Observasi Partisipan

Ansalisis Domain

Observasi Deskriptif Mencatat Hasil

Observasi dan Wawancara

Observasi Terfokus

Observasi Terseleksi Analisis Taksonomi

Analisis Komponensial

Menulis Laporan Penelitian Kualitatif Analisis Tema


(35)

Gilang Gartika, 2015

Sumber: Sugiyono, 2014, 346

Keterangan :

a. Place merupakan tempat interaksi sosial sedang berlangsung, actor merupakan

orang yang ada dalam interaksi sosial tersebut, bisa tokoh masyarakat atau pelaku kesenian tersebut, dan activity merupakan kegiatan yang dilakukan oleh

actor dalam situasi yang sedang berlangsung.

b. Observasi Partisipan merupakan kegiatan peneliti yang ikut terlibat dalam kegiatan masyarakat yang sedang dijadikan sumber dalam penelitian.

c. Mencatat hasil Observasi dan Wawancara di lapangan. Kegiatan ini merupakan salah satu cara yang ditempuh oleh peneliti guna menghimpun data sebanyak-banyaknya dalam penelitian.

d. Observasi Deskriptif, kegiatan pengumpulan data dari awal observasi melalui pengalaman peneliti di lapangan.

e. Analisis Domain ialah kegiatan peneliti dalam memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh mengenai objek atau situasi sosial yang diperoleh melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada narasumber ( actor ).

f. Observasi Terfokus merupakan tahap peneliti merumuskan beberapa masalah yang ada di lapangan agar lebih terarah atau memiliki fokus penelitian.

g. Analisis Taksonomi terfokus pada domain-domain tertentu, kemudian dipilih menjadi sub-sub domain yang lebih terperinci yang merupakan rumpun yang memiliki kesamaan. Pada teknik analisis ini menghasilkan analisis yang terbatas pada satu domain atau fokus tertentu.

h. Observasi Terseleksi merupakan kegiatan dimana peneliti telah menguraikan fokus masalah sehingga lebih terperinci.

i. Analisis Komponensial merupakan kegiatan pencarian spesifik data melalui hasil pengamatan langsung dari observasi dan wawancara.


(36)

Gilang Gartika, 2015

j. Analisis Tema merupakan kegiatan peneliti menghubungkan domain-domain tersebut dan bagaimana hubungan antar aspek yang diteliti untuk selanjutnya dinyatakan dalam judul penelitian.

k. Temuan Budaya pada tahap ini peneliti akan menemukan fakta-fakta mengenai budaya yang telah didapatkan dari hasil penelitian, sehingga menghasilkan judul yang telah ditentukan.

l. Tahap Akhir yaitu menulis laporan, kegiatan tersebut merupakan proses dari hasil mengumpulkan keseluruhan data melalui observasi dan wawancara di lapangan.

H. Analisis Data

Analisis data merupakan prosess tindak lanjut dari pengolahan data. Saat data sudah diolah kemudian dianalisis dan diklasifikasikan menjadi kelompok khusus sesuai dengan jenis datanya sehingga menghasilkan data yang tersusun secara sistematis. Dalam penelitian kualitatif terdapat beberapa cara dalam meningkatkan kredibilitas antara lain perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, serta member check. Pada penelitian ini peneliti menggunakan cara triangulasi, karena yang dicari adalah kata-kata, maka tidak mustahil terdapat kata-kata yang keliru yang tidak sesuai antara yang dibicarakan dengan kenyataan sesungguhnya. Hal ini bisa dipengaruhi oleh kredibilitas informannya, waktu pengungkapan, kondisi yang dialami dan sebagainya. Maka peneliti perlu menggunakan triangulasi yaitu pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan waktu. Sehingga ada triangulasi dari sumbber/informan, triangulasi dari teknik pengumpulan data, dan triangulasi waktu.


(37)

Gilang Gartika, 2015

Cara untuk meningkatkan kepercayaan penelitian adalah dengan mencari data dari sumber yang beragam yang masih terkait satu sama lain. Dalam hal ini peneliti perlu mengeksplor guna mengecek kebenaran data dari berbagai sumber. Triangulasi dengan sumber data, contoh jika meneliti kredibilitas Ketua Adat dalam memimpin Kampung Adat Kuta. Peneliti harus mewawancarai wakil ketua adat dan para sesepuh lainnya, melebar kepada masyarakatnya.

2. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik merupakan berbagai teknik ungkapan data yang dilakukan kepada sumber data. Mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda merupakan cara menguji kredibilitas data dengan triangulasi teknik. Misalnya, mengungkapkan data tentang eksistensi

Ronggeng Kaleran dengan teknik wawancara, lalu dicek dengan observasi

dilapangan apakah kesenian tersebut masih baik eksistensinya atau sebaliknya, kemudian lakukan dokumentasi. Jika ternyata diperoleh situasi yang berbeda maka peneliti perlu untuk melakukan diskusi lebih lanjut dengan sumber data atau yang lain untuk memastikan data yang dianggap benar.

3. Triangulasi Waktu

Menguji kredibilitas data dengan triangulasi waktu dilakukan dengan cara mengumpulkan data pada waktu yang berbeda. Peneliti yang melakukan wawancara di sore hari dapat mengulanginya di pagi hari dan kembali mengeceknya lagi disiang hari. Peneliti melakukan triangulasi waktu agar peneliti dapat mengecek konsistensi, kedalaman dan ketepatan/kebenaran suatu data.


(38)

Gilang Gartika, 2015

Berdasarkan teori diatas maka penelitian kualitatif bersifat deskriptif analisis bisa menghasilkan suatu temuan baru. Begitupula pada penelitian ini, hasil penelitiannya berupa skripsi yang berjudul Ronggeng Kaleran Dalam


(39)

Gilang Gartika, 2015

RONGGENG KALERAN DALAM UPACARA NYUGUH DI KAMPUNG ADAT KUTA CIAMIS BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Ronggeng

Kaleran Dalam Upacara Adat Nyuguh di Kampung Adat Kuta Ciamis

dapat disimpulkan sebagai berikut. Tradisi upacara Nyuguh merupakan tradisi yang memang rutin dilakukan oleh masyarakat adat Kuta setiap tahunnya antara tanggal 17-25 Shafar. Hal ini dilandasi dengan kepercayaan warga masyarakatnya yang apabila tidak dilaksanakan maka akan terjadi bencana yang akan menimpa masyarakat Kampung Adat Kuta. Selain itu, kegiatan upacara Nyuguh ini merupakan bentuk rasa syukur warga terhadap Tuhan Yang Maha Esa karena telah diberikan panen yang berlimpah. Kegiatan inti dari upacara Nyuguh biasa diselenggarakan masyarakat Kuta di pinggir Sungai Cijolang dengan dipimpin oleh Aki Kuncen Bapak Maryono.

Terdapat berbagai tahap upacara Nyuguh mulai dari tahap persiapan, penyelenggaraan, dan penutup acara. Pada tahap persiapan, masyarakat terlebih dahulu akan melakukan musyawarah bersama menentukan hari yang akan digunakan untuk upacara Nyuguh. Kemudian dari jauh-jauh hari warga menyiapkan ijuk, kiray dan berbagai macam hasil kebun dan ladangnya. Tak lupa panggung hiburan yang dibuat didepan Balai Sawala untuk tempat berkumpulnya warga sebelum berangkat menuju Sungai Cijolang Untuk mengarak Dongdang. Panggung tersebut juga dipersiapkan untuk hiburan kesenian warga Kuta. Ronggeng Kaleran bersama kesenian lainnya diantaranya Gondang Buhun dan Gembyung dipertunjukan di awal ritual

Nyuguh sembari mengumpulkan warga di depan Balai Sawala.

Setelah segala bentuk hiburan selesai barulah sesepuh kampung akan memulai doa awal ritual sebelum berangkat mengarak Dongdang ke Sungai


(40)

Cijolang. Di tepi Sungai Cijolang telah tersedia tiang yang terbuat dari bambu untuk kemudian para perwakilan keluarga menggantungkan ketupat disana. Setelah ketupat tergantung barulah sang Kuncen Bapak Maryono memulai ritualnya. Dalam ritual ini akan diakhiri dengan makan bersama dengan warga lainnya. Sebelum warga kembali ke tempat/rumahnya masing-masing, ketupat tersebut akan digantungkan di depan Balai Sawala hingga pukul sembilan malam.

Adapun fungsi dari ritual Nyuguh ini ialah sebagai bentuk tradisi yang memang sudah turun temurun dilaksanakan, kemudian dalam rangka penolak bala karena di percaya bulan shafar adalah bulan dimana 70.000 penyakit diturunkan. Serta sebagai bentuk syukur dan pengharapan agar di tahun mendatang panen mereka akan kembali melimpah. Karena dalam pelaksanaanya terdapat penggabungan antara unsur hiburan dan unsur ritual maka fungsi dari kesenian ini adalah Psudo-Ritual. Yang artinya ritual yang semu.

Kesenian dan masyarakat tidak dapat dipisahkan, begitu pula dengan masyarakat Kampung Adat Kuta. Meskipun terkenal dengan komunitas adat yang terikat dengan adat dan budaya leluhurnya, akan tetapi masyarakat Kuta telah mengetahui dan menggemari beberapa kesenian diantaranya Ronggeng

Kaleran atau bisa juga disebut Ronggeng Buhun. Bentuk atau struktur

penyajian dari Ronggeng Kaleran ini berbentuk seni hiburan yang dimana masyarakat atau penonton memberikan saweran sebagai upah hiburan yang telah diberikan oleh sang ronggeng tersebut. Dalam istilah ronggeng terdapat susunan mulai dari sembah, kawitan, dan soderan. Ritual memberikan sesaji pada saat akan memulai pertunjukan ini merupakan simbol penghormatan bagi para leluhur, juga mengundang dan meminta ijin atas kelancaran acara pertunjukan tersebut.

Kesenian Ronggeng Kaleran memiliki fungsi hiburan dalam masyarakat Kampung Kuta, namun menurut pengamatan peneliti fungsi ronggeng tidak


(41)

hanya semata sebagai hiburang saja, akan tetapi sebagai salah satu ajang silaturahmi warga, bahkan menjadi aset atau identitas warga Kampung Adat Kuta dan dapat mendatangkan wisatawan untuk berkunjung ke Kampung Adat Kuta.

Simbol-simbol yang terdapat pada pola garis yang berupa garis lurus/horizontal dan garis melingkar. Kedua pola tersebut merupakan pola-pola yang selalu ada dalam penyajiannya yang menimbolkan kebersamaan, gotongroyong, dalam rangka suka cita masyarakat Kampung Adat Kuta. Adapun melalui gerak sembah yang merupakan simbol penghormatan baik bagi penonton yang hadir, Tuhan Yang Maha Esa, juga bagi dirinya sendiri. Busana yang dikenakan menyimbolkan wanita Sunda yang terhormat, dilihat dari kebaya yang dikenakannya dan tatanan rambut yang menggunakan sanggul besar. Soderpun memiliki arti penghormatan bagi pengibing yang telah diberikan soder.

Pertunjukan tidak akan lengkap apabila tidak dilengkapi dengan sajian musik. Sajian musik diawal pertunjukan yakni tatalu merupakan lambang pemberitahuan atau undangan bagi masyarakat agar segera hadir ke area pentas. Simbol-simbol ini kemudian dapat kita simpulka bahwa makna dari

Ronggeng Kaleran dalam upacara adat Nyuguh ini merupakan makna

penghibur bagi masyarakat adat Kuta.

B. Rekomendasi

Setelah melakukan penelitian, peneliti merasa ada beberapa hal yang dapat dibenahi dalam mengelola kesenian di Kampung Adat Kuta, khususnya

Ronggeng Kaleran. Peneliti memiliki rekomendasi atau saran kepada beberapa

pihak, diantaranya:


(42)

Kampung Adat Kuta terkenal dengan masyarakatnya yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai dan tradisi yang diturunkan secara turun-temurun oleh nenek moyangnya. Tradisi merupakan identitas bagi masyarakat adat dan pedoman bagi kehidupan bermasyarakatnya. Seni juga merupakan salah satu identitas bagi warga masyarakat penyelenggaranya. Tradisi merupakan suatu hal yang perlu dijaga, sama halnya dengan kesenian Ronggeng Kaleran yang perlu dijaga sehingga pada akhirnya dapat menjadi salah satu identitas bagi masyarakat Kampung Adat Kuta.

2. Grup Kesenian di Kampung Adat Kuta

Ronggeng Kaleran merupakan kesenian yang tumbuh dan berkembang

di dalam masyarakat Kampung Adat Kuta. Mengingat bahwa kesenian tersebut kini minim akan generasi penerus dikarenakan tampilan pada

Ronggeng Kaleran kurang menarik di mata para pemuda-pemudi saat ini.

Busana yang dikenakan oleh penari ronggeng sangatlah sederhana, alangkah lebih baiknya jika rias dan busana penari ronggeng dikemas dengan semenarik mungkin sehingga mampu mengimbangi perubahan jaman. Agar menarik lebih banyak peminat kesenian tersebut.

3. Bagi masyarakat luas

Budaya dan adat-istiadat merupakan sesuatu hal yang baik untuk dijaga hingga kini. Dengan cara mengharagai budaya milik sendiri merupakan salah satu cara kita mencintai dan menjaga budaya yang sudah diturunkan secara turun temurun oleh leluhur kita. Suatu kebudayaan dapat menjadi salah satu pedoman kita hidup dalam bermasyarakat apabila kebudayaan tersebut kita bina dengan baik.


(43)

Mempertahankan Kampung Adat pada jaman serba maju ini bukanlah hal yang mudah. Butuh dorongan dari berbagai pihak agar kebudayaan tersebut tidak tergerus oleh jaman. Maka peranan dari DISPARBUD sangatlah berperan penting dalam keberlangsungan sebuah kesenian atau kebudayaan yang dimiliki. Dengan rajin mempublikasikan dan mampu menghargai kesenian tradisional dengan seringnya kesenian tersebut dipertunjukan, maka kesenian tersebut tidak akan hilang begitu saja malah akan mendambah satu aset dan pemasukan baru bagi dinas pariwisata jika kesenian itu dapat kelola dengan baik.


(44)

DAFTAR PUSTAKA

Caturwati, Endang. (2006). Perempuan dan Ronggeng di Tatar Sunda Telaah Buku

Sejarah Budaya. Bandung: Pusat Kajian Lintas Budaya

Caturwati, Endang. (2007). Tari di Tatar Sunda. Bandung: Sunan Ambu Press-STSI Bandung

Diah Puspitasari, E. (2010). Simbol dan Makna Busana Asean Gede dalam Tari

Gending Sriwijaya. Skripsi S1 Pendidikan Seni Tari UPI. Bandung: Tidak

diterbitkan

Hermawan, Heru. (2012). Sistem Mata Pencaharian dan Peralatan Hidup Kampung

Adat Kuta-Ciamis. Skripsi S1 Pendidikan Sosiologi UNY. Yogyakarta:

Tidak diterbitkan

Moleong, Lexy J. (2011). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Murgiyanto. (1983). Koreografi. Jakarta: DEPDIKBUD

Masunah, J. dan Tati Narawati. (2003). Seni dan Pendidikan Seni. Bandung: P4ST UPI

Nalan, Artur S. (1999). Aspek Manusia Dalam Seni Pertunjukan. Bandung: STSI PRESS

Nalan, Artur S. (2014). Kapita Selekta Tari. Bandung: STSI PRESS

Narawati, Tati. (2005). Tari Sunda Dulu, Kini, Esok. Bandung: Pusat Penelitian Pengembangan Pendidikan Seni Tradisional (P4ST) Universitas Pendidikan Indonesia

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. (2011). Universitas Pendidikan Indonesia Bandung Purwanti, Suci. (2012). Simbol dan Makna Tari Persembahan di Provinsi Riau.

Skripsi S1 Pendidikan Seni Tari UPI. Bandung: Tidak diterbitkan

Pusat Bahasa. (1998). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Rohendi Rohidi, T, dkk. (2012). Makalah Seminar Nasional Dalam Seni Tradisi.


(45)

Rupa) Daerah Setempat dan Nusantara. Jurusan Pendidikan Seni Tari. Bandung

Sachari, Agus. (2012). Estetika Makna Simbol dan Daya. Bandung: Penerbit ITB Sedyawati, Edi. (1981). Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan Sedyawati, Edi. (1985). Tari. Bandung: Fa Ekonomi

Soedarsono, R. M. (1998). Seni Pertunjukan di Era Globalisasi. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Soedarsono, R. M. (1999). Seni Pertunjukan di Era Globalisasi. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Sonia, Reni. (2012). Simbol dan Makna Seni Badawang Dalam Upacara Khitanan Di

Desa Rancaekek Kulon Kabupaten Bandung. Skripsi S1 Pendidikan Seni

Tari UPI. Bandung: Tidak diterbitkan

Sugiono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alvabeta cv

Suharsaputra, Uhar. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan. Bandung: PT Refika Aditama

Sumardjo, Jackob. (2001). Seni Pertunjukan Indonesia. Bandung: STSI PRESS Sumiati, Lilis, dkk. (2014). Kapita Selekta Tari. Bandung: STSI PRESS

Tudjiana, Ihmawan Ramadhan. (2015). Tradisi Nyuguh Masyarakat Kampung Adat

Kuta Sebagai Upaya Filterisasi Pengaruh Modern. Skripsi S1

UIN-Sunan Kalijaga Yogyakarta. Yogyakarta: Tidak diterbitkan

Triguna, I.B. Gede Ydha. (2000). Teori Tentang Simbol. Denpasar: Widya Darma Ulya, Wilda. (2014). Kajian Etnokoreologi Tari Lage Pangalasan Di Sanggar

Pamanah Rasa Pandeglang Banten. Skripsi S1 Pendidikan Seni Tari

Universitas Pendidikan Indoonesia. Bandung: Tidak diterbitkan Widaryanto, F. X. (2005). Kritik Tari. Bandung: Sunan Ambu

Widaryanto, F. X. dkk. (2006). Tari Komunal. Lembaga Pendidikan Seni Nusantara Widaryanto, F. X. (2007). Antropologi Tari. Bandung: Sunan Ambu Press


(46)

Wulandari, Yuni. (2013). Dualisme Kepemimpinan Dalam Pengelolaan Hutan di

Desa Karangpaningal Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis.

Skripsi S1 UNNES. Semarang: Tidak diterbitkan

Yuniarti, Yuyu. (2009). Perjalanan Ronggeng Gunung Bi Raspi di Kabupaten

Ciamis. Skripsi S1 Pendidikan Seni Tari Universitas Pendidikan


(1)

87

hanya semata sebagai hiburang saja, akan tetapi sebagai salah satu ajang silaturahmi warga, bahkan menjadi aset atau identitas warga Kampung Adat Kuta dan dapat mendatangkan wisatawan untuk berkunjung ke Kampung Adat Kuta.

Simbol-simbol yang terdapat pada pola garis yang berupa garis lurus/horizontal dan garis melingkar. Kedua pola tersebut merupakan pola-pola yang selalu ada dalam penyajiannya yang menimbolkan kebersamaan, gotongroyong, dalam rangka suka cita masyarakat Kampung Adat Kuta. Adapun melalui gerak sembah yang merupakan simbol penghormatan baik bagi penonton yang hadir, Tuhan Yang Maha Esa, juga bagi dirinya sendiri. Busana yang dikenakan menyimbolkan wanita Sunda yang terhormat, dilihat dari kebaya yang dikenakannya dan tatanan rambut yang menggunakan sanggul besar. Soderpun memiliki arti penghormatan bagi pengibing yang telah diberikan soder.

Pertunjukan tidak akan lengkap apabila tidak dilengkapi dengan sajian musik. Sajian musik diawal pertunjukan yakni tatalu merupakan lambang pemberitahuan atau undangan bagi masyarakat agar segera hadir ke area pentas. Simbol-simbol ini kemudian dapat kita simpulka bahwa makna dari Ronggeng Kaleran dalam upacara adat Nyuguh ini merupakan makna penghibur bagi masyarakat adat Kuta.

B. Rekomendasi

Setelah melakukan penelitian, peneliti merasa ada beberapa hal yang dapat dibenahi dalam mengelola kesenian di Kampung Adat Kuta, khususnya Ronggeng Kaleran. Peneliti memiliki rekomendasi atau saran kepada beberapa pihak, diantaranya:


(2)

Gilang Gartika, 2015

RONGGENG KALERAN DALAM UPACARA NYUGUH DI KAMPUNG ADAT KUTA CIAMIS Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kampung Adat Kuta terkenal dengan masyarakatnya yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai dan tradisi yang diturunkan secara turun-temurun oleh nenek moyangnya. Tradisi merupakan identitas bagi masyarakat adat dan pedoman bagi kehidupan bermasyarakatnya. Seni juga merupakan salah satu identitas bagi warga masyarakat penyelenggaranya. Tradisi merupakan suatu hal yang perlu dijaga, sama halnya dengan kesenian Ronggeng Kaleran yang perlu dijaga sehingga pada akhirnya dapat menjadi salah satu identitas bagi masyarakat Kampung Adat Kuta.

2. Grup Kesenian di Kampung Adat Kuta

Ronggeng Kaleran merupakan kesenian yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat Kampung Adat Kuta. Mengingat bahwa kesenian tersebut kini minim akan generasi penerus dikarenakan tampilan pada Ronggeng Kaleran kurang menarik di mata para pemuda-pemudi saat ini. Busana yang dikenakan oleh penari ronggeng sangatlah sederhana, alangkah lebih baiknya jika rias dan busana penari ronggeng dikemas dengan semenarik mungkin sehingga mampu mengimbangi perubahan jaman. Agar menarik lebih banyak peminat kesenian tersebut.

3. Bagi masyarakat luas

Budaya dan adat-istiadat merupakan sesuatu hal yang baik untuk dijaga hingga kini. Dengan cara mengharagai budaya milik sendiri merupakan salah satu cara kita mencintai dan menjaga budaya yang sudah diturunkan secara turun temurun oleh leluhur kita. Suatu kebudayaan dapat menjadi salah satu pedoman kita hidup dalam bermasyarakat apabila kebudayaan tersebut kita bina dengan baik.


(3)

89

Mempertahankan Kampung Adat pada jaman serba maju ini bukanlah hal yang mudah. Butuh dorongan dari berbagai pihak agar kebudayaan tersebut tidak tergerus oleh jaman. Maka peranan dari DISPARBUD sangatlah berperan penting dalam keberlangsungan sebuah kesenian atau kebudayaan yang dimiliki. Dengan rajin mempublikasikan dan mampu menghargai kesenian tradisional dengan seringnya kesenian tersebut dipertunjukan, maka kesenian tersebut tidak akan hilang begitu saja malah akan mendambah satu aset dan pemasukan baru bagi dinas pariwisata jika kesenian itu dapat kelola dengan baik.


(4)

Gilang Gartika, 2015

RONGGENG KALERAN DALAM UPACARA NYUGUH DI KAMPUNG ADAT KUTA CIAMIS Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Caturwati, Endang. (2006). Perempuan dan Ronggeng di Tatar Sunda Telaah Buku Sejarah Budaya. Bandung: Pusat Kajian Lintas Budaya

Caturwati, Endang. (2007). Tari di Tatar Sunda. Bandung: Sunan Ambu Press-STSI Bandung

Diah Puspitasari, E. (2010). Simbol dan Makna Busana Asean Gede dalam Tari Gending Sriwijaya. Skripsi S1 Pendidikan Seni Tari UPI. Bandung: Tidak diterbitkan

Hermawan, Heru. (2012). Sistem Mata Pencaharian dan Peralatan Hidup Kampung Adat Kuta-Ciamis. Skripsi S1 Pendidikan Sosiologi UNY. Yogyakarta: Tidak diterbitkan

Moleong, Lexy J. (2011). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Murgiyanto. (1983). Koreografi. Jakarta: DEPDIKBUD

Masunah, J. dan Tati Narawati. (2003). Seni dan Pendidikan Seni. Bandung: P4ST UPI

Nalan, Artur S. (1999). Aspek Manusia Dalam Seni Pertunjukan. Bandung: STSI PRESS

Nalan, Artur S. (2014). Kapita Selekta Tari. Bandung: STSI PRESS

Narawati, Tati. (2005). Tari Sunda Dulu, Kini, Esok. Bandung: Pusat Penelitian Pengembangan Pendidikan Seni Tradisional (P4ST) Universitas Pendidikan Indonesia

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. (2011). Universitas Pendidikan Indonesia Bandung Purwanti, Suci. (2012). Simbol dan Makna Tari Persembahan di Provinsi Riau.

Skripsi S1 Pendidikan Seni Tari UPI. Bandung: Tidak diterbitkan

Pusat Bahasa. (1998). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

Rohendi Rohidi, T, dkk. (2012). Makalah Seminar Nasional Dalam Seni Tradisi. “Membangun Sikap Apresiatif Terhadap Seni Budaya (Tari, Musik,


(5)

91

Rupa) Daerah Setempat dan Nusantara. Jurusan Pendidikan Seni Tari. Bandung

Sachari, Agus. (2012). Estetika Makna Simbol dan Daya. Bandung: Penerbit ITB Sedyawati, Edi. (1981). Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan Sedyawati, Edi. (1985). Tari. Bandung: Fa Ekonomi

Soedarsono, R. M. (1998). Seni Pertunjukan di Era Globalisasi. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Soedarsono, R. M. (1999). Seni Pertunjukan di Era Globalisasi. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Sonia, Reni. (2012). Simbol dan Makna Seni Badawang Dalam Upacara Khitanan Di Desa Rancaekek Kulon Kabupaten Bandung. Skripsi S1 Pendidikan Seni Tari UPI. Bandung: Tidak diterbitkan

Sugiono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alvabeta cv

Suharsaputra, Uhar. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Tindakan. Bandung: PT Refika Aditama

Sumardjo, Jackob. (2001). Seni Pertunjukan Indonesia. Bandung: STSI PRESS Sumiati, Lilis, dkk. (2014). Kapita Selekta Tari. Bandung: STSI PRESS

Tudjiana, Ihmawan Ramadhan. (2015). Tradisi Nyuguh Masyarakat Kampung Adat Kuta Sebagai Upaya Filterisasi Pengaruh Modern. Skripsi S1 UIN-Sunan Kalijaga Yogyakarta. Yogyakarta: Tidak diterbitkan

Triguna, I.B. Gede Ydha. (2000). Teori Tentang Simbol. Denpasar: Widya Darma Ulya, Wilda. (2014). Kajian Etnokoreologi Tari Lage Pangalasan Di Sanggar

Pamanah Rasa Pandeglang Banten. Skripsi S1 Pendidikan Seni Tari Universitas Pendidikan Indoonesia. Bandung: Tidak diterbitkan

Widaryanto, F. X. (2005). Kritik Tari. Bandung: Sunan Ambu

Widaryanto, F. X. dkk. (2006). Tari Komunal. Lembaga Pendidikan Seni Nusantara Widaryanto, F. X. (2007). Antropologi Tari. Bandung: Sunan Ambu Press


(6)

Gilang Gartika, 2015

RONGGENG KALERAN DALAM UPACARA NYUGUH DI KAMPUNG ADAT KUTA CIAMIS Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Wulandari, Yuni. (2013). Dualisme Kepemimpinan Dalam Pengelolaan Hutan di Desa Karangpaningal Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis. Skripsi S1 UNNES. Semarang: Tidak diterbitkan

Yuniarti, Yuyu. (2009). Perjalanan Ronggeng Gunung Bi Raspi di Kabupaten Ciamis. Skripsi S1 Pendidikan Seni Tari Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung: Tidak diterbitkan