Uji Coba Modul Teknik Isolation Time Out pada Ibu untuk Menurunkan High Anger Temper Tantrum Anak di PAUD X Bandung (Ibu yang Memiliki Anak Berusia 5-10 Tahun).

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Uji Coba Modul Teknik Isolation Time Out pada Ibu untuk Menurunkan High Anger Temper Tantrum Anak di PAUD X Bandung (Ibu yang Memiliki Anak Usia 5-10 Tahun) Tujuan penelitian ini untuk memeroleh modul pelatihan isolation time out yang teruji dan dapat digunakan untuk menurunkan high anger temper tantrum anak berusia 5-10 tahun di PAUD 'X' Bandung. Teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling dan total sampel sebanyak 16 orang dengan kriteria memiliki anak berusia 5-10 tahun dengan perilaku high anger temper tantrum, bersedia mengikuti pelatihan, dan menerapkan isolation time out selama 3 bulan. Alat ukur yang digunakan berbentuk kuesioner untuk mengukur perilaku high anger temper tantrum berdasarkan teori dari Potegal & Davidson (2003), validitas alat ukur dengan content validity. Data diolah dengan menggunakan metode uji statistik berupa analisis uji beda statistic non parametric Wilcoxon untuk membuktikan hipotesis penelitian, bahwa modul pelatihan telah teruji melalui level reaksi bahwa sebagian besar ibu-ibu di PAUD X Bandung menunjukkan reaksi yang positif terhadap pelatihan isolation time out dan pada level learning diperoleh bahwa secara keseluruhan ibu-ibu mendapatkan wawasan mengenai teknik isolation time out. Pengetahuan mengenai teknik isolation time out tersebut dilakukan sebagian besar ibu saat anak menunjukkan high anger temper tantrum pada level behavior dan pada level hasil diperoleh bahwa high anger temper tantrum anak menurun setelah ibu melakukan teknik tersebut selama 3 bulan. Saran teoretis untuk penelitian selanjutnya adalah dapat melakukan uji efektifitas dari modul pelatihan isolation time out kepada anak ABK lainnya, dengan memerhatikan waktu pelatihan. Saran guna laksana untuk pihak PAUD Sukmawati, modul pelatihan isolation time out ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk diberikan kepada ibu-ibu agar dapat membantunya menghadapi anak yang menunjukkan high anger temper tantrum.


(2)

v

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

ABSTRACT

This studi, entitled Testing Modules of Isolation Time Out Technique For Mother in order To Decrease the Child High Anger Temper Tantrum at PAUD X Bandung (Mother Who Have 5-10 Years Old Child). The point of this study is to design and test the isolation time out training module through isolation time out training on mothers who have children aged 5-10 years old in order to decrease child high anger temper tantrum in PAUD X Bandung. The aim of this study is to obtain proven training modules and be able to reduce child high anger temper tantrum in PAUD X Bandung which measured through the evaluation of the reaction, learning, behavior, and result levels. The samples in this study were 16 mothers of PAUD X Bandung who have child with high anger temper tantrum. The main measuring instruments used were the training program evaluation done by looking at the extent to which participants' reactions to the training. Besides, the supporting data used the high anger temper tantrum measuring instrument which adapted from the theory of high anger temper tantrum by Potegal and Davidson (2003). The validity of the measuring instrument is measured by the content validity. The data obtained processed using the statistical test method non parametric Wilcoxon to prove the research hypothesis.The result showed that the training module has been tested by the level of response that mothers of PAUD X Bandung showed a positive reaction to the isolation time out training and through learning level showed that all of mothers have had insight into the isolation time out technique. The concept of isolation time out technique has been done by most of the mothers when the child shows high anger temper tantrum and the result level obtained that child high anger temper tantrum decreased after the mother doing the technique for 3 months. The theoretical suggestions for further research can test the effectiveness of the training module isolation time out to the other child, keep in mind the amount of training. Advice to PAUD Sukmawati, isolation time out training modules can be considered to be given to mothers in order to help her deal with children who showed high anger temper tantrum.


(3)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ... i

Lembar Orisinalitas Laporan Penelitian... ii

Lembar Pernyataan Publikasi Laporan Penelitian ... iii

Abstrak ... iv

Kata Pengantar ... vi

Daftar Isi... ix

Daftar Bagan ... xiv

Daftar Tabel ... xv

Daftar Lampiran ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah ... 1

1. 2 Identifikasi Masalah ... 10

1. 3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 10

1. 3. 1 Maksud Penelitian ... 10

1. 3. 2 Tujuan Penelitian ... 11

1. 4 Kegunaan Penelitian... 11

1. 4. 1 Kegunaan Teoritis ... 11


(4)

x

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Teori... ... 13

2. 1. 1 Teori Temper Tantrum ... 13

2. 1. 1.1 Definisi Temper Tantrum ... 13

2. 1. 1. 2 Perilaku Temper Tantrum ... 14

2. 1. 1. 3 Penyebab Temper Tantrum ... 16

2. 1. 1. 4 Cara Menangani Temper Tantrum ... 17

2. 1. 2 Masa Early Childhood ... 17

2. 1. 2. 1 Tahap Perkembangan Kognitif ... 17

2. 1. 2. 2 Tahap Perkembangan Emosi ... 18

2. 1. 2. 3 Keluarga ... 19

2. 1. 2. 3.1 Isu Orang Tua-Anak ... 19

2. 1. 3 Operant Conditioning ... 20

2. 1. 3. 1 Pengertian Operant Conditioning ... 21

2. 1. 3. 2 Teori Pokok Operant Conditioning (B. F Skinner) ... 21

2. 1. 4 Time Out ... 23

2. 1. 4. 1 Pengertian Time Out ... 23

2. 1. 3. 2 Tempat Efektif Time Out ... 24

2. 1. 3. 2.1 Tempat Efektif Time Out Untuk Anak 5-12 Tahun ... 24

2. 1. 3. 3 Cara Menjelaskan Time Out ... 25

2. 1. 3. 4 Time Out Anak Dengan Segera ... 26


(5)

2. 1. 3. 6 Setelah Time Out ... 27

2. 1. 3. 7 Cara Menangani Anak Usia 5-12 yang Menolak Time Out ... 27

2. 1. 3. 7.1 Menunda atau Menolak Untuk Pergi ke Ruang Time Out ... 27

2. 1. 3. 7.2 Membuat Keributan Saat Time Out Berlangsung ... 28

2. 1. 4 Program Pelatihan ... 28

2. 1. 4. 1 Pengertian Pelatihan ... 29

2. 1. 4. 2 Maksud Pelatihan ... 29

2. 1. 4. 3 Pedoman Umum Merancang Program Pelatihan ... 30

2. 1. 4. 4 Tujuan Pembelajaran (Learning) dalam Pelatihan ... 32

2. 1. 5 Experential Learning ... 32

2. 1. 5. 1 Fase-fase dalam Experential Learning... 34

2. 1. 5. 2 Tahapan dalam Experential Learning ... 36

2. 1. 5. 3 Metoda dalam Experential Learning ... 39

2. 1. 6 Evaluasi Pelatihan ... 44

2. 2 Kerangka Pikir ... 47

2. 3 Asumsi Penelitian... 60

2. 4 Hipotesis Penelitian ... 60

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3. 1 Metode Penelitian... 61


(6)

xii

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

3. 2. 1 Variabel Penelitian ... 62

3. 2. 2 Definisi Konseptual ... 62

3. 2. 2. 1 Definisi Konseptual Independent Variable ... 62

3. 2. 2. 2 Definisi Konseptual Dependent Variable ... 62

3. 2. 3 Definisi Operasional... 63

3. 2. 3. 1 Definisi Operasional Independent Variable ... 63

3. 2. 3. 2 Definisi Operasional Dependent Variable ... 63

3. 3 Pelatihan Time Out ... 64

3. 4 Alat Ukur ... 68

3. 4. 1 Alat Ukur High Anger Temper Tantrum ... 68

3. 4. 2 Prosedur Pengisian Alat Ukur ... 69

3. 4. 3 Sistem Penilaian ... 70

3. 4. 4 Evaluasi Program Pelatihan ... 71

3. 4 .5 Validitas Alat Ukur ... 74

3. 5 Populasi Sasaran dan Teknik Sampling ... 75

3. 5. 1 Populasi Penelitian ... 75

3. 5. 2 Karakteristik Sampel ... 75

3. 5. 3 Teknik Sampling ... 76

3. 6 Teknik Analisis ... 76

3. 6. 1 Teknik Analisis Data Hasil Pengukuran Reaksi, Belajar, dan Perilaku 76 3. 6. 2Teknik Analisis Alat Ukur (Pengukuran Hasil) ... 77


(7)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1 Hasil Uji Coba Modul Pelatihan ... 78

4. 1. 1 Gambaran Responden ... 78

4. 1. 2 Hasil Penelitian Berdasarkan Level Reaksi ... 82

4. 1. 3 Hasil Penelitian Berdasarkan Level Belajar ... 92

4. 1. 4 Hasil Penelitian Berdasarkan Level Perilaku ... 94

4. 1. 5 Hasil Penelitian Berdasarkan Level Hasil ... 99

4. 2 Pembahasan Hasil Uji Coba Modul Pelatihan ... 103

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5. 1 Kesimpulan Penelitian ... 111

5. 2 Saran Penelitian ... 113

5. 2. 1 Saran Teoretis... 113

5. 2. 2 Saran Guna Laksana ... 114

Daftar Pustaka ... 115

Daftar Rujukan ... 117 Lampiran


(8)

xiv

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR BAGAN

Bagan 2. 1 Kerangka Pikir Bagan 3. 1 Rancangan Penelitian


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Tabel Perilaku Temper Tantrum

Tabel 3. 1 Rancangan Pelatihan Isolation Time Out Tabel 3. 2 Variabel High Anger Temper Tantrum

Tabel 3. 3 Penilaian Alat Ukur High Anger Temper Tantrum Tabel 3. 4 Penilaian Evaluasi Reaksi

Tabel 3.5 Penilaian Evaluasi Reaksi Tabel 3.6 Penilaian Evaluasi Perilaku Tabel 3.7 Penilaian Evaluasi Hasil Tabel 4. 1 Usia Ibu

Tabel 4. 2 Pendidikan Ibu Tabel 4. 3 Jenis Kelamin Anak Tabel 4. 4 Usia Anak

Tabel 4. 5 Reaksi Peserta terhadap Pelaksanaan Pelatihan

Tabel 4. 6 Reaksi Peserta terhadap Pembicara, Materi dan Isi Pelatihan, serta Fasilitas

Tabel 4. 7 Evaluasi Belajar Peserta Setelah Pelatihan Tabel 4. 8 Evaluasi Perilaku Peserta Setelah Pelatihan


(10)

xvi

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. 1 Rundown Pelatihan Isolation Time Out Lampiran 1. 2 Evaluasi Pelatihan

Lampiran 1. 3 Alat Ukur High Anger Temper Tantrum Lampiran 1. 4 Rekapan Hasil Pre-test & Post-test Lampiran 1. 5 Pengolahan Uji Statistika (Pre-Post Test)


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Menurut hasil survey yang dilakukan oleh peneliti, di PAUD ‘X’ Bandung, terdapat beberapa ibu yang memiliki anak berusia 5 tahun yang masih mengalami temper tantrum. Hasil wawancara kepada 10 orang ibu yang memiliki anak berusia 5 tahun, terdapat 7 orang anak yang masih memperlihatkan perilaku temper tantrum. Dari 7 orang anak tersebut, 4 orang anak yang memperlihatkan perilaku high anger temper tantrum dan 3 orang anak lagi tidak memperlihatkan perilaku high anger temper tantrum. Anak yang pertama adalah anak laki laki berusia 5½ tahun, bernama F. F sering menampilkan perilaku tantrum di depan warung jika F menginginkan sesuatu misalnya permen atau mainan. Ibu seringkali tidak mengijinkan F membeli mainan atau makanan yang F inginkan karena harganya mahal. Ibu berkata dengan nada yang tinggi kepada F, sehingga menyebabkan F berteriak dengan mengatakan mama pelit, mendorong ibunya, kemudian menangis sambil berlari ke arah neneknya. Neneknya menggendong F dan akhirnya membelikan apa yang diinginkannya. Alasan nenek membelikan makanan atau mainan tersebut karena neneknya merasa kasihan melihat cucunya menangis. Ibu tidak pernah


(12)

2

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

menghukum F atas perilaku F tersebut karena menurut ibu, S akan diam saat neneknya membelikan mainan atau makanan yang F inginkan.

Anak yang kedua, adalah anak perempuan berusia 5 tahun bernama AN. AN mengalami tantrum saat AN menginginkan sesuatu dan dilarang oleh ibunya, AN berlari ke kamarnya sambil berteriak dan membanting pintu kamarnya. Ibu berusaha menjelaskan kepada AN, mengapa ibu tidak membelikan barang tersebut dengan suara yang halus, tetapi anak berteriak-teriak dengan wajah yang terlihat marah dan memukul ibunya. Menurut ibu, hal ini disebabkan karena ayahnya selalu menuruti apa yang diinginkan oleh AN Ketika ayahnya pulang dari kantor, anak akan minta dibelikan barang tersebut dan mengadukan ibunya kepada ayahnya karena ibu tidak menuruti keinginannya. Ibu tidak pernah menghukum S, ibu hanya memarahi dan ‘menyentil’ telinga AN. AN juga seringkali menangis sambil memukul kakaknya ketika berebut mainan dengan kakaknya. Tindakan ibu untuk menangani hal ini, ibu biasanya memarahi kakaknya dan memberikan mainan tersebut kepada adiknya agar adiknya tenang dan tidak menangis lagi. Ibu melakukan hal ini karena ibu beranggapan bahwa kakaknya sudah besar. Ibu tidak pernah menghukum AN karena hal tersebut, ibu hanya memarahi kakak AN karena tidak mau mengalah kepada adiknya.

Anak yang ketiga adalah anak laki-laki berusia 5 tahun bernama LA. LA memperlihatkan perilaku tantrum lebih dari tiga kali dalam sehari karena rumahnya berada di sebelah warung dan LA setiap hari bermain di depan warung tersebut. LA mengalami tantrum ketika berada di warung. LA menangis dengan


(13)

3

kencang di depan warung karena ibu tidak membelikan apa yang LA inginkan. Reaksi ibu melihat perilaku anaknya tersebut adalah membentak anaknya dengan mengatakan bahwa ibu tidak mempunyai uang untuk membeli apa yang diinginkan LA. LA tidak berhenti menangis dan ibu pun memukul tangan LA agar LA berhenti menangis. Tindakan ibu tersebut tidak membuat LA berhenti menangis melainkan membuat tangisan LA semakin kencang dan memukul ibunya. Ibu merasa malu karena banyak orang yang melihat LA menangis, dan akhirnya ibu terpaksa membelikan barang atau makanan yang diinginkan LA.

Anak yang keempat adalah anak laki-laki berusia 5 tahun bernama FS. FS berteriak, marah-marah dan memukul ibunya, apabila dia menolak saat diminta oleh ibunya untuk belajar. Ibu merasa kesal karena FS tidak menuruti perintah ibu, sehingga ibu membentak FS, yang membuat anak menangis sambil mengumpat dengan suara keras. Ibu pernah mengunci FS di kamarnya karena telah memukul ibu, namun FS malah menangis dengan keras dan menendang pintu. Ibu membiarkan FS sampai FS tenang. Setelah FS tenang, ibu tidak memberikan penjelasan mengapa FS dikunci.

Dari data-data di atas didapatkan bahwa di PAUD ‘X’ Bandung terdapat ibu-ibu yang memiliki anak dengan perilaku high anger temper tantrum. Temper tantrum adalah luapan emosi yang meledak-ledak, impulsif, dan tidak terkontrol (Giesbrecht, Miller, & Müller, 2010). Kata “temper” merujuk pada dinamika afek/emosi yang dikeluarkan dari dalam diri (intensitas dan ledakan emosi),


(14)

4

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

(perilaku tidak terarah dan aktif). Jadi, dapat dikatakan bahwa temper tantrum merupakan bentuk luapan kemarahan (Schaefer & Millman, 1982). Temper tantrum bisa terjadi pada setiap anak, biasanya diidentikkan dengan kemarahan yang dilakukan oleh anak kecil (Sanders, 1997).

Temper tantrum pada anak merupakan perilaku normal dari pertumbuhan balita karena mereka terus menerus bereksplorasi dan mempelajari batasan-batasan di sekelilingnya (Octopus, 2006). Temper tantrum merupakan perilaku yang biasa ditampilan oleh 50-91% anak-anak usia dua hingga tiga tahun, tetapi frekuensi perilaku tersebut perlahan menurun ketika berada pada masa prasekolah (Potegal & Archer, 2004; Potegal & Davidson, 2003). Frekuensi dan durasi temper tantrum anak usia 4 sampai 6 tahun berkurang dibandingkan dengan anak usia 2 sampai 4 tahun (Frey, 2003). Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Pakpahan (2008), ada 80 anak (51,3%) berusia 3 – 4 tahun yang mengalami temper tantrum, dan ada 76 anak (48,7%) berusia 5 – 6 tahun yang masih mengalami temper tantrum.

Belden, Thomson, dan Luby (2008) menyebutkan bahwa ada tiga perilaku temper tantrum pada usia 3 sampai 5 tahun yang perlu segera ditangani, yaitu adanya perilaku agresi, merusak barang atau keduanya. Temper tantrum yang berhubungan dengan self-injurious, perilaku tantrum yang terjadi sebanyak 5 kali dalam sehari di rumah atau di sekolah, dan durasi perilaku tantrum lebih dari 25 menit dapat mengindikasikan masalah yang lebih serius. Potegal dan Davidson (2003) juga menyebutkan bahwa kasus-kasus tantrum yang ekstrim ketika


(15)

5

perilaku temper tantrum menjadi sering dan berkepanjangan atau meliputi perilaku merusak barang atau perilaku agresi yang serius dapat memprediksikan perilaku antisosial di masa yang akan datang.

Survey yang dilakukan oleh Hayes (2003) menunjukkan kaitan antara temper tantrum dengan tindakan kriminal saat dewasa. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa kesulitan dalam pengendalian diri dan temper tantrum, pada anak-anak prasekolah dapat dikaitkan dengan serangan kasar saat anak tersebut sudah dewasa. Dalam beberapa studi juga mengatakan bahwa temper tantrum pada anak akan menyebabkan masalah disruptive behavior di masa yang akan datang (Hayes, 2003). Oleh karena itu, perilaku temper tantrum yang disertai dengan perilaku agresi seperti yang ditampilkan oleh keempat anak di PAUD ‘X’ perlu segera ditangani.

Perilaku temper tantrum diperlihatkan dengan mendengus dan menggeram dan ada yang menjerit dengan keras, sehingga mata anak menjadi merah, muntah, ataupun menjadi kaku seperti patung (Potegal & Davidson, 2003). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Potegal dan Davidson (2003), menyebutkan bahwa terdapat 13 perilaku tantrum, yaitu menangis (cry), berteriak tanpa kata-kata (scream), berteriak dengan kata-kata (shout), menggeletakkan atau menggulingkan badan di lantai (down), menendang (kick), memukul (hit), menarik atau mendorong (pull/push), pergi (away), kaki atau tangan menjadi kaku (stiffen), menghentakkan kaki (stamp), merengek (whine), melempar barang


(16)

6

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

kaki ibu. Potegal dkk (2003) kemudian melakukan analisis komponen untuk mengelompokkan perilaku temper tantrum berdasarkan emosi yang terlibat didalamnya, diantaranya adalah “high anger”, “intermediate anger”, “low anger”, “distress”, dan “coping”. Sebagai contoh, perilaku yang menunjukkan rasa marah yang besar (high anger) adalah menendang, memukul, dan berteriak; sedangkan perilaku yang menunjukkan distress adalah merengek, menangis, dan mencari rasa nyaman dari orangtua atau affiliate (memegang, memeluk, meminta bantuan).

Perilaku temper tantrum tidak hanya terjadi di rumah, tetapi juga terjadi di tempat umum, dan di sekolah. Temper tantrum terjadi karena anak tidak mendapatkan apa yang diinginkan ataupun karena anak tidak dapat mengkomunikasikan apa yang dirasakannya kepada orang lain (Schaefer & Millman, 1981). Selain itu, jika anak mendapatkan sesuatu yang menyenangkan ketika anak melakukan temper tantrum, akan membuat anak menjadikan temper tantrum sebagai strategi untuk mengontrol lingkungan (Schaefer & Millman, 1981). Menurut Schaefer & Millman (1981), penyebab anak berusia 2 sampai 4 tahun mengalami tantrum karena pada masa ini anak cenderung menunjukkan perilaku negativistik dan menginginkan kemandirian.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa di UPN Veteran Jakarta (2008), temper tantrum yang masih terjadi pada masa early childhood disebabkan karena anak terlalu dimanjakan, apa yang anak inginkan selalu dituruti sehingga pada saat permintaan anak ditolak, anak akan tantrum. Orang


(17)

7

tua yang tidak konsisten juga akan menyebabkan anak mengulangi perilaku tantrum pada saat menginginkan sesuatu misalnya, orang tua seringkali mengancam akan menghukum anak tapi tidak pernah menghukum. Anak akan dibingungkan oleh orang tua dan menjadi tantrum ketika orang tua benar-benar menghukum. Sikap antara ayah dan ibu yang tidak sependapat dalam menerapkan pola asuh juga dapat menyebabkan anak akan melakukan tantrum untuk mendapatkan keinginannya dari orang tua. La Forge (1996) menyebutkan, jika orang tua membiarkan tantrum berkuasa atau bereaksi dengan hukuman-hukuman yang keras dan paksaan-paksaan, maka berarti orang tua sudah menyemangati dan memberi contoh kepada anak untuk bertindak kasar dan agresif.

Dari survey yang dilakukan di PAUD ‘X’ Bandung, perilaku temper tantrum masih terjadi pada anak yang berusia 5-10 tahun. Usia 5 tahun, merupakan masa dimana orang tua harus membangun kerja sama dengan figur otoritas lain seperti guru, kakek-nenek, pengasuh serta orang tua lain untuk menangani masalah perilaku anak dengan cara yang konsisten. Orang tua sering menjadi lebih menunjukkan encouraging pada perilaku yang sesuai dan discouraging pada perilaku yang tidak sesuai (Lamb, Ketterlinus, & Fracasso, 1992). Tujuannya bagi anak adalah memunculkan kemampuan untuk sepakat dengan tuntutan dan harapan orang tua.

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu di PAUD ‘X’ Bandung, usaha-usaha ibu seperti memarahi, memukul, mengunci anak di kamar, tidak mengurangi


(18)

8

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

pengetahuan ibu mengenai temper tantrum dan kurang terampil dalam menanganinya, sehingga perilaku high anger temper tantrum tidak menurun. Lingkungan memperkuat perilaku high anger temper tantrum dengan cara memberikan apa yang diinginkan oleh anak saat anak menampilkan perilaku high anger temper tantrum. Ibu bukan memberikan hukuman pada anak saat anak menampilkan perilaku high anger temper tantrum, melainkan memberikan reward. Pemberian reward yang tidak tepat, yaitu saat ibu tidak memberikan sesuatu yang anak inginkan, tetapi akhirnya ibu membelikan apa yang diinginkan anak karena anak menampilkan perilaku high anger temper tantrum. Anak menggunakan perilaku high anger temper tantrum tersebut sebagai alat untuk mendapatkan keinginannya. Keberhasilan ini membuat anak mengulang usaha untuk mengendalikan lingkungan mereka.

Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menangani high anger temper tantrum, namun salah satu teknik yang efektif untuk menangani perilaku temper tantrum anak menurut Potegal dan Davidson (2003), yaitu time out. Hal ini disebabkan time out merupakan metode hukuman. Sebagai hukuman, time out dapat mengajarkan kepada anak bahwa setiap perilaku high anger temper tantrum berhubungan dengan konsekuensi yang tidak menyenangkan yaitu time out, sehingga perilaku tersebut dapat berkurang. Time out dapat menjadi sarana untuk membantu anak memperkuat hubungan antara perilaku dan konsekuensi, tidak menghadirkan emosi negatif dari orang tua, dan memberi waktu untuk berpikir secara rasional kepada orang tua sehingga mereka dapat mengendalikan situasi


(19)

9

dengan lebih bijak. Time out biasanya digunakan di rumah dan sekolah serta telah terbukti efektif pada berbagai bentuk perilaku di setting berbeda (Brantner & Doherty, 1983).

Teknik time out merupakan teknik yang popular dilakukan oleh orang tua di negara barat kepada anak-anaknya. Di Indonesia, orang tua masih jarang menerapkan teknik tersebut di rumah. Orang tua di Indonesia lebih memilih menggunakan kekerasan dan ancaman sebagai hukuman terhadap perilaku anak yang bermasalah, sedangkan orang tua di negara barat lebih memilih menyuruh anak diam di suatu tempat untuk merefleksikan perilakunya. Setelah anak ditempatkan di tempat tersebut, orang tua akan mengajak anaknya berbicara mengenai perilaku anak yang bermasalah tersebut dan alasan mengapa anak ditempatkan di tempat khusus yang disediakan orang tua (Agnessia Shella, 2010).

Ibu-ibu di PAUD ‘X’ pun tidak pernah menggunakan teknik isolation time out untuk menangani perilaku high anger temper tantrum anak. Mereka lebih memilih membentak anak, memukul, atau memenuhi keinginan anak ketika perilaku high anger temper tantrum muncul. Hal ini disebabkan oleh ibu-ibu belum mengetahui mengenai teknik isolation time out.

Berdasarkan data tersebut, peneliti akan menyediakan modul pelatihan isolation time out untuk memberikan pengetahuan danketerampilan ibu-ibu yang memiliki anak berusia 5-10 tahun yang menunjukkan perilaku high anger temper tantrum. Peneliti anak memberikan pengetahuan mengenai high anger temper


(20)

10

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

akan datang dan memberikan pengetahuan mengenai isolation time out sebagai solusi untuk menurunkan perilaku tersebut.

1.1. Identifikasi Masalah

• Apakah modul pelatihan isolation time out dapat dihunakan untuk memberikan pengetahuan serta keterampilan mengenai teknik isolation time out untuk menurunkan high anger temper tantrum anak.

• Apakah terdapat penurunan high anger temper tantrum pada anak berusia 5-10 tahun jika ibu melakukan isolation time out sesudah diberikan pelatihan.

1.2.Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1. Maksud Penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk merancang dan menguji cobakan modul isolation time out pelatihan isolation time out pada ibu yang memiliki anak berusia 5-10 tahun untuk menurunkan high anger temper tantrum anak di PAUD 'X' Bandung.


(21)

11

1.3.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah modul pelatihan isolation time out dapat digunakan untuk menurunkan high anger temper tantrum anak berusia 5-10 tahun di PAUD 'X' Bandung.

1.4. Kegunaan Penelitian

1.4.1. Kegunaan Teoritis

• Untuk memberikan informasi kepada bidang psikologi perkembangan mengenai teknik isolation time out yang dapat dilakukan untuk menurunkan high anger temper tantrum pada anak berusia 5-10 tahun di PAUD ‘X’ Bandung.

• Untuk memberikan masukkan bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan teknik isolation time out untuk menurunkan high anger temper tantrum anak berusia 5 tahun atau lebih di PAUD ‘X’ Bandung.

I.4.2 Kegunaan Praktis

• Modul pelatihan isolation time out dapat memberikan pengetahuan kepada ibu, sehingga ibu terampil menggunakan cara-cara yang dapat menurunkan perilaku high anger temper tantrum anak usia 5-10 tahun.


(22)

12

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha • Modul pelatihan isolation time out sebagai alat bantu ibu dalam mengevaluasi diri berkaitan terhadap penerapan isolation time out yang tepat kepada anak berusia 5-10 tahun yang mengalami high anger temper tantrum.

• Sebagai alat bantu ibu untuk mendapatkan pengarahan mengenai penerapan isolation time out yang tepat terhadap anak berusia 5-10 tahun yang mengalami high anger temper tantrum.


(23)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Penelitian

Berdasarkan hasil yang telah diperoleh melalui pengolahan data Pelatihan Isolation Time Out pada Ibu yang Memiliki Anak High Anger Temper Tantrum Berusia 5-10 Tahun di PAUD Sukmawati Bandung, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Modul Pelatihan Isolation Time Out dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan ibu mengenai teknik isolation time out, disertai dengan beberapa perbaikan yaitu ketepatan waktu, sound system, video, dan pemilihan kata-kata dalam kuesioner.

2. Teknik isolation time out dapat menurunkan perilaku high anger temper tantrum berusia 5-10 tahun di PAUD Sukmawati Bandung, jika peserta menjalankan teknik isolation time out secara konsisten dan langsung dilakukan kepada anak saat anak menunjukkan perilaku high anger temper tantrum.


(24)

112

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

3. Sebagian besar peserta memberikan pernyataan yang bagus terhadap seluruh rangkaian pelatihan baik dari sisi pelaksanaan pelatihan, pembicara, materi dan isi pelatihan, serta fasilitas yang diberikan selama pelatihan berlangsung. 4. Terdapat beberapa responden yang memberikan pemahaman yang berbeda

mengenai ketepatan waktu, dikarenakan waktu pelatihan yang dimulai terlambat.

5. Ada beberapa responden yang memberikan pemahaman berbeda mengenai sikap pembicara karena ada peserta yang berkata bahwa dirinya tidak ditanyakan identitasnya oleh pembicara dan ada juga yang mengatakan bahwa suara pembicara tidak jelas.

6. Beberapa responden juga menyatakan bahwa suasana pelatihan tidak nyaman karena adanya kegaduhan di luar ruangan yang dibuat oleh anak-anak PAUD yang sedang beristirahat.

7. Terdapat beberapa responden yang memberikan pemahaman yang berbeda mengenai video yang ditayangkan karena berbahasa inggirs sehingga mereka tidak mengerti dan kurang menggambarkan isolation time out.

8. Seluruh peserta menyatakan bahwa mereka mendapatkan wawasan serta pengetahuan berkaitan dengan teknik isolation time out dan temper tantrum setelah mengikuti pelatihan isolation time out.

9. Sebagian besar peserta menjalankan teknik isolation time out di rumah saat anak menunjukkan high anger temper tantrum sesuai dengan teknik yang telah diajarkan pada saat pelatihan.


(25)

113

10.Terdapat penurunan jumlah anak yang mengalami high anger temper tantrum setelah ibu menerapkan teknik isolation time out sesuai dengan teknik yang diajarkan pada saat pelatihan.

11.Ada juga beberapa resonden yang memberikan pernyataan yang berbeda mengenai kata-kata di kuesioner yang kurang jelas sehingga mereka menangkap arti kata-kata tersebut dengan pemahaman yang berbeda.

5.2 Saran Penelitian

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, ada beberapa saran yang dapat diajukan, antara lain :

5.2.1 Saran Teoretis

Untuk peneliti yang berminat melakukan penelitian lebih lanjut disarankan :

1. Untuk dapat melakukan uji efektifitas dari modul pelatihan isolation time out. 2. Dalam hal metodologi, dapat memperhatikan pemilihan kategori dalam

kuesioner evaluasi pelatihan dapat dipilih dengan gradasi yang lebih tepat dan dalam penyusunan kata-kata dalam kuesioner harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan peserta.


(26)

114

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

3. Dalam hal modul, perlu diperhatikan mengenai waktu pelatihan. Sebaiknya diberikan sesi untuk pendaftaran ulang peserta, snack pagi dan waktu jeda beberapa menit sebelum memulai pelatihan.

4. Perlu memperhatikan situasi yang kondusif dan jauh dari gangguan, perlu diperhatikan dalam pelaksaan pelatihan agar peserta lebih fokus dalam mengikuti pelatihan.

5. Dalam pemilihan video, disarankan untuk memilih video berbahasa Indonesia agar mudah dimengerti oleh peserta.

5.2.2 Saran Guna Laksana

1. Untuk pihak PAUD ‘X’, modul pelatihan isolation time out ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk diberikan kepada ibu-ibu agar dapat membantunya menghadapi anak yang menunjukkan high anger temper tantrum.

2. Untuk ibu-ibu di daerah lainnya diharapkan mengikuti pelatihan isolation time out dan menerapkan hal-hal yang diperoleh selama mengikuti pelatihan tersebut dalam menangani anak dengan high anger temper tantrum.

3. Bagi para ibu di PAUD ‘X’ dapat melakukan pertemuan untuk saling berbagi pengalaman antara sesama ibu-ibu berkaitan dengan teknik isolation time out yang mereka dapatkan dari program pelatihan isolation time out, untuk membantu ibu lain yang memiliki anak dengan berusia 5 tahun atau lebih yang menunjukkan high anger temper tantrum.


(27)

115

4. Bagi peneliti, perlu diperhatikan mengenai penggunaan alat bantu seperti mic saat suasana sedang gaduh di luar agar suara pembicara menjadi lebih jelas.


(28)

115

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR PUSTAKA

Clark, Lynn. 1989. The Time-Out Solution. United States of America: Contemporary Books Inc.

Gesell, Arnold, & Frances L. ILG.1946. The Child From Five to Ten. New Haven, Connecticut, U. S. A: Harper & Row Publisher.

Graciano, Anthony M., Michael L. Raulin. 2000. Research Methods, A Process of Inquiry, Fourth Edition. United States of America: Allyn & Bacon, A Pearson Education Company.

Hariris, Karen R. 1985. Definitional, Parametric, and, Procedural Considerations in Timeout Interventions and Research. Baltimore, Maryland: TAM.

Hayes, E. 2003. Tantrum: Panduan Memahami dan Mengatasi Ledakan Emosi

Anak. Jakarta: Erlangga.

Johnson, David W. & Frank P. Johnson. Joining Together: Group Theory and Group Skills, Third Edition. 1975. United States of America: Prentice-Hall International, Inc.

Kirkpatrick, D. 2006. Evaluating Training Programs, The Four Level Third Edition. San Fransisco: Berrett-Koehler Publisher, Inc.

Pakpahan, Elisda. H. 2008. Hubungan Pola Asuh Orangtua Dengan Perilaku Temper Tantrum Pada Anak Usia Todler di RW I Kelurahan Pondok Labu Jakarta Selatan. http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/s1keperawatan09/207314009/halamandepan.pdf Papalia, Diane E., Dana Gross, & Ruth Duskin. 2003. Child Development. North

America: The McGraw-Hill Companies.

Potegal, Michael, & Richard J. D. 2003. Temper Tantrum in Young Children: 1.

Behavioral Composition, Volume. 24, No. 3,

http://psyphz.psych.wisc.edu/web/pubs/2003/temper_children1.pdf. Juni 2003.

Potegal, Michael, & Michael R. K, & Richard J. D. 2003. Temper Tantrum in Young Children: 2. Tantrum Duration and Temporal Organization, Volume. 24, No. 3, http://www.investigatinghealthyminds.org/ScientificPublications/2003/PotegalTe


(29)

Potegal, Michael & Pelhua Qiu. 2010. Anger in Children’s Tantrums: A New,

Quantitative, Behaviorally Based Model. United States of America: Springer

Science+Business Media.

Schaefer, Charles E., Millman, Howard L, 1981. How To Help Children With Common Problems. United Stated of America: Van Nostrand Reinhold Company Inc.

Santrock, John W. 2007. Child Development, Eleventh Edition. United States of America: McGraw-Hill, The McGraw Company.


(30)

117

Program Magister Psikologi Universitas Kristen Maranatha

DAFTAR RUJUKAN

Gandhi, Rajiv. 2009. Temper Tantrums Among Children in Play Schools and in Home Settings. Unpublished: Dessertation. India:Bangalore. University of Health Sciences.

Gandhi, Rajiv. 2011. A Study to Assess the Effectiveness of Seminar on Management of Childhood Temper Tantrums Among Mothers of Underfives Children Residing at Selected Community in Chintamani. Unpublished: Dessertation. India:Bangalore. University of Health Sciences.

Ismaya, Yossi. 2010. Pengaruh Penggunaan Metode Time Out Terhadap Penurunan Durasi Temper Tantrum Anak Usia Balita. Program Pasca Sarjana Universitas Riau FMIPA Keperawatan.


(1)

113

10. Terdapat penurunan jumlah anak yang mengalami high anger temper tantrum

setelah ibu menerapkan teknik isolation time out sesuai dengan teknik yang diajarkan pada saat pelatihan.

11. Ada juga beberapa resonden yang memberikan pernyataan yang berbeda mengenai kata-kata di kuesioner yang kurang jelas sehingga mereka menangkap arti kata-kata tersebut dengan pemahaman yang berbeda.

5.2 Saran Penelitian

Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, ada beberapa saran yang dapat diajukan, antara lain :

5.2.1 Saran Teoretis

Untuk peneliti yang berminat melakukan penelitian lebih lanjut disarankan :

1. Untuk dapat melakukan uji efektifitas dari modul pelatihan isolation time out.

2. Dalam hal metodologi, dapat memperhatikan pemilihan kategori dalam kuesioner evaluasi pelatihan dapat dipilih dengan gradasi yang lebih tepat dan dalam penyusunan kata-kata dalam kuesioner harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan peserta.


(2)

114

3. Dalam hal modul, perlu diperhatikan mengenai waktu pelatihan. Sebaiknya diberikan sesi untuk pendaftaran ulang peserta, snack pagi dan waktu jeda beberapa menit sebelum memulai pelatihan.

4. Perlu memperhatikan situasi yang kondusif dan jauh dari gangguan, perlu diperhatikan dalam pelaksaan pelatihan agar peserta lebih fokus dalam mengikuti pelatihan.

5. Dalam pemilihan video, disarankan untuk memilih video berbahasa Indonesia agar mudah dimengerti oleh peserta.

5.2.2 Saran Guna Laksana

1. Untuk pihak PAUD ‘X’, modul pelatihan isolation time out ini dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk diberikan kepada ibu-ibu agar dapat membantunya menghadapi anak yang menunjukkan high anger temper tantrum.

2. Untuk ibu-ibu di daerah lainnya diharapkan mengikuti pelatihan isolation time out dan menerapkan hal-hal yang diperoleh selama mengikuti pelatihan tersebut dalam menangani anak dengan high anger temper tantrum.

3. Bagi para ibu di PAUD ‘X’ dapat melakukan pertemuan untuk saling berbagi pengalaman antara sesama ibu-ibu berkaitan dengan teknik isolation time out


(3)

115

4. Bagi peneliti, perlu diperhatikan mengenai penggunaan alat bantu seperti mic


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Clark, Lynn. 1989. The Time-Out Solution. United States of America: Contemporary Books Inc.

Gesell, Arnold, & Frances L. ILG.1946. The Child From Five to Ten. New Haven, Connecticut, U. S. A: Harper & Row Publisher.

Graciano, Anthony M., Michael L. Raulin. 2000. Research Methods, A Process of Inquiry, Fourth Edition. United States of America: Allyn & Bacon, A Pearson Education Company.

Hariris, Karen R. 1985. Definitional, Parametric, and, Procedural Considerations in Timeout Interventions and Research. Baltimore, Maryland: TAM.

Hayes, E. 2003. Tantrum: Panduan Memahami dan Mengatasi Ledakan Emosi Anak. Jakarta: Erlangga.

Johnson, David W. & Frank P. Johnson. Joining Together: Group Theory and Group Skills, Third Edition. 1975. United States of America: Prentice-Hall International, Inc.

Kirkpatrick, D. 2006. Evaluating Training Programs, The Four Level Third Edition. San Fransisco: Berrett-Koehler Publisher, Inc.

Pakpahan, Elisda. H. 2008. Hubungan Pola Asuh Orangtua Dengan Perilaku Temper Tantrum Pada Anak Usia Todler di RW I Kelurahan Pondok Labu Jakarta Selatan. http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/s1keperawatan09/207314009/halamandepan.pdf

Papalia, Diane E., Dana Gross, & Ruth Duskin. 2003. Child Development. North America: The McGraw-Hill Companies.

Potegal, Michael, & Richard J. D. 2003. Temper Tantrum in Young Children: 1. Behavioral Composition, Volume. 24, No. 3,

http://psyphz.psych.wisc.edu/web/pubs/2003/temper_children1.pdf. Juni 2003.

Potegal, Michael, & Michael R. K, & Richard J. D. 2003. Temper Tantrum in Young Children: 2. Tantrum Duration and Temporal Organization, Volume. 24, No. 3,


(5)

Potegal, Michael & Pelhua Qiu. 2010. Anger in Children’s Tantrums: A New,

Quantitative, Behaviorally Based Model. United States of America: Springer

Science+Business Media.

Schaefer, Charles E., Millman, Howard L, 1981. How To Help Children With Common Problems. United Stated of America: Van Nostrand Reinhold Company Inc.

Santrock, John W. 2007. Child Development, Eleventh Edition. United States of America: McGraw-Hill, The McGraw Company.


(6)

DAFTAR RUJUKAN

Gandhi, Rajiv. 2009. Temper Tantrums Among Children in Play Schools and in Home Settings. Unpublished: Dessertation. India:Bangalore. University of Health Sciences.

Gandhi, Rajiv. 2011. A Study to Assess the Effectiveness of Seminar on Management of Childhood Temper Tantrums Among Mothers of Underfives Children Residing at Selected Community in Chintamani. Unpublished: Dessertation. India:Bangalore. University of Health Sciences.

Ismaya, Yossi. 2010. Pengaruh Penggunaan Metode Time Out Terhadap Penurunan Durasi Temper Tantrum Anak Usia Balita. Program Pasca Sarjana Universitas Riau FMIPA Keperawatan.