Import clearence barang melalui angkutan udara (Air Freight) pada kantor pelayanan bea dan cukai tipe B Yogyakarta 22852006
Import clearence barang melalui angkutan udara (Air Freight)
pada kantor pelayanan bea dan cukai tipe B Yogyakarta
Oleh :
Aryo Bramantyo Putro F.3103007
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam perkembangan perekonomian dunia, mobilitas perpindahan sumber daya manusia, teknologi, ilmu pengetahuan dan barang antar negara semakin meningkat. Dampak jangka pendeknya adalah terpenuhinya segala kebutuhan manusia yang sesuai dengan selera individualnya. Dampak jangka panjang yang mungkin terjadi adalah peningkatan strata baik dari negara miskin menjadi negara berkembang ataupun dari negara berkembang menjadi negara maju, tetapi mungkin juga terjadi yang sebaliknya. Dalam hal ini semua tergantung pemerintahan masing-masing negara dalam mengelola komoditasnya. Saat ini adalah masa-masa menuju era perdagangan bebas yang mungkin akan segera terealisasi pada tahun 2010 mendatang, suatu masa dimana perdagangan internasional dilakukan tanpa adanya hambatan, khususnya hambatan yang berasal dari pemerintah negara yang bersangkutan. Dengan demikian, persaingan global yang ketat dipastikan akan terjadi.
Satu hal yang perlu disadari adalah perdagangan merupakan salah satu pilar perekonomian yang cukup kuat untuk membuat suatu negara menjadi
(2)
sebuah negara maju. Bukti nyatanya dapat kita lihat secara langsung dari negara tetangga kita, Cina. Pertumbuhan ekonomi Cina yang mencapai 10,1 persen tahun lalu ternyata berimbas langsung terhadap peran negara itu di kancah global. Dengan total perdagangan internasional mencapai 1,42 triliun dollar AS, negara yang pernah mendapat julukan 'Negeri Tirai Bambu' ini menjadi terkuat ketiga dunia. Bila dilihat dari perdagangan antara Amerika dan Cina pada tahun lalu, Cina mendapatkan surplus perdagangan sebesar 200 miliar dollar AS. Menurut Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional Cina, memperkirakan bahwa ekspor Cina kemungkinan akan naik sekitar 15 persen pada tahun 2006, sedangkan impor naik 18 persen. Melemahnya nilai ekspor pada tahun ini merupakan imbas dari harga minyak yang masih tinggi dan friksi perdagangan global. Tapi harus tetap diakui bahwa negara Cina, dengan perkembangan perekonomiannya, tidak dapat dipandang dengan sebelah mata lagi seperti dahulu.
Dalam membangun perekonomian negara, terutama di sektor perdagangan dan perindustrian, pemerintah Indonesia memberi keleluasan kepada para pengusaha untuk dapat melakukan kegiatan yang mampu menunjang usaha mereka, salah satunya adalah kegiatan impor. Impor adalah kegiatan jual beli antara penjual di luar negeri dengan pembeli di Indonesia. Bila dilihat dari sudut pandang ekonomi makro, impor sangat penting halnya dalam menunjang proses produksi dari para produsen yang secara tidak langsung berpengaruh juga terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selain itu, impor juga dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat, tapi untuk hal yang satu ini pemerintah memberikan batasan-batasan agar
(3)
produsen di dalam negeri mampu berkembang. Jika suatu negara dapat mensuplai komoditi yang lebih murah daripada yang kita hasilkan, lebih baik membelinya dari mereka dan sebagian dari hasil produksi industri kita sendiri yang masih memiliki keunggulan (Gill, 1978 : 30). Batasan-batasan yang dimaksud misalnya kebijakan mengenahi tarif, quota, atau bea masuk. Satu hal yang pasti bahwa kegiatan impor sangat erat hubungannya dengan kepabeanan, yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar Daerah Pabean dan pemungutan bea masuk. Instansi pemerintah yang berhubungan erat dengan masalah kepabeanan ini adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memiliki peranan yang penting dalam pengawasan ekspor dan impor barang, karena dari kegiatan ekspor impor tersebut negara mendapatkan devisa yang cukup lumayan besar. Bentuk penerimaan negara yang didapat adalah pembayaran bea masuk dan cukai, pembayaran pajak yang dititipkan oleh Direktorat Jenderal Pajak seperti Pajak Penjualan (PPn), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak Panghasilan (PPh), Pajak Ekspor, Pajak Alkohol, dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hasil tembakau. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai merupakan instansi pemerintah yang vertikal di lingkungan Departemen Keuangan yang berada di bawah kekuasaan Menteri Keuangan Indonesia. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai ini bertugas sebagai “Pintu Gerbang” bagi para eksportir dan importir dalam maupun luar negeri yang akan melakukan kegiatan perdagangan internasional.
(4)
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), kota yang berada di sisi selatan provinsi Jawa Tengah ini terkenal sebagai kota budaya dan kota pelajar. Maka tak heran tentunya apabila kota ini sering dikunjungi oleh warga Indonesia dan warga asing baik untuk berwisata maupun untuk menuntut ilmu. Pembauran antar ras dari berbagai dunia yang bertemu di Yogyakarta menimbulkan suatu korelasi budaya dan ekonomi tentunya. Korelasi tersebut timbul karena adanya kebutuhan. Warga negara asing belajar kebudayaan Yogyakarta karena keunikannya yang tidak ada di negaranya, begitu pula sebaliknya. Mereka mungkin juga melihat suatu potensi bisnis dari Yogyakarta yang dapat diperjual belikan. Sama halnya dengan pandangan orang domestik, warga negara asing pasti memiliki potensi yang tidak ada di Yogyakarta, pada akhirnya terjalin suatu hubungan perdagangan antara keduanya.
Arus kegiatan ekspor impor, khususnya impor, di Yogyakarta dapat dibilang relatif, tapi rutin. Sebagian besar didominasi oleh impor untuk kepentingan produksi, seperti bahan baku maupun mesin-mesin produksi, ada juga sphare parts kendaraan. Tapi untuk barang konsumsi juga tidak sedikit. Impor sebenarnya adalah peluang bisnis yang sangat bagus, cuma kebanyakan masyarakat awam masih berpikir impor itu sulit apalagi pengurusan dokumennya. Tapi kenyataannya adalah kebalikan dari opini masyarakat tersebut. Ada 3 cara penerimaan barang impor, yang pertama melalui
container, kedua melalui Pos, dan ketiga melalui udara (air freight).
Kegiatan penerimaan barang impor di Yogyakarta yang berasal dari angkutan udara dilakukan di bandara Adi Sucipto. Pihak Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Yogyakarta selalu melakukan pengawasan agar tidak terjadi
(5)
pelanggaran, penyimpangan maupun penyelundupan. Untuk saat ini barang impor yang masuk dari penerbangan luar negeri adalah setiap pukul 19.00 WIB.
Berdasarkan hal-hal yang diuraikan diatas, maka penulis memandang perlu untuk mengadakan penelitian mengenahi bagaimana proses pengeluaran barang kiriman melalui udara (air freight) yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B di Yogyakarta dengan mengambil judul “IMPORT CLEARENCE BARANG MELALUI ANGKUTAN UDARA (AIR FREIGHT) PADA KANTOR PELAYANAN BEA DAN CUKAI TIPE B YOGYAKARTA”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan tersebut, maka penulis merumuskan permasalahannya sebagai berikut :
1. Bagaimana proses pengurusan import clearence barang melalui angkutan udara (air freight) di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Yogyakarta?
2. Bagaimana proses perhitungan bea masuk dan pajak untuk impor barang melalui angkutan udara (air freight)?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan agar penelitian tersebut dapat memberikan manfaat yang sesuai dengan apa yang dikehendaki. Adapun tujuan penelitian ini adalah :
(6)
1. Untuk mengetahui proses pengurusan import clearence barang melalui angkutan udara (air freight) di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Yogyakarta.
2. Untuk mengetahui proses perhitungan bea masuk dan pajak untuk impor barang melalui angkutan udara (air freight).
D. Kegunaan Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat : 1. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini sebagai tambahan pengetahuan dan wawasan mengenahi realisasi proses pengeluaran barang impor.
2. Bagi Instansi Terkait
Hasil penelitian ini diharapkan memberi masukan yang berguna bagi peningkatan kemampuan dan kesiapan pihak Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Yogyakarta dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat yang ingin mengurus import clearence.
3. Bagi Umum
Hasil penelitian ini dapat menjadi tambahan wawasan dan referensi bacaan bagi mahasiswa maupun masyarakat umum. Dan dapat juga sebagai literature pembanding penelitian untuk permasalahan yang sama.
(7)
Suatu penelitian pada dasarnya adalah kegiatan mencari, mendapatkan data untuk selanjutnya dilakukan penyusunan dalam bentuk laporan penelitian. Supaya proses tersebut dapat berjalan lancar serta hasilnya dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah, maka diperlukan metode penelitian. Adapun metode yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah : 1. Jenis Penelitian
Ditinjau dari sifatnya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Adapun definisi dari penelitian deskriptif adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian (Sevillia, 1988 : 70).
Sedangkan pengertian dari penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan untuk lebih berupaya memahami sesuatu secara lebih cermat dan dilakukan apabila data yang terkumpul hanya berwujud kata-kata dan gambar-gambar bukan angka (Moleong, 1994 : 25).
Penelitian ini menggunakan metode penelitian diskriptif kualitatif karena ingin memporoleh gambaran yang jelas dan memberikan data yang lengkap tentang proses mengurus impor clearence di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Yogyakarta.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Yogyakarta. Penelitian dilakukan selama satu bulan yaitu mulai tanggal 25 Januari sampai dengan 24 Februari 2006.
(8)
Adapun jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a Data Primer
Data primer adalah sejumlah data yang diperoleh langsung dari fakta atau keterangan melalui suatu penelitian di lapangan.
b Data Sekunder
Data sekunder adalah sejumlah data yang diperoleh secara tidak langsung, yaitu melalui studi kepustakaan yang berupa keterangan atau fakta dengan cara mempelajari buku-buku, dokumen-dokumen, peraturan perundang-undangan, laporan-laporan, dan sebagainya yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
4. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a Sumber Data Primer
Merupakan data yang diperoleh secara langsung dari lapangan yang berhubungan dengan penelitian. Dalam hal ini adalah Kepala Seksi Kepabean dan Cukai serta staf di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Yogyakarta.
b Sumber Data Sekunder
Merupakan data yang mendukung dan melengkapi data primer. Data ini penulis peroleh dari peraturan perundang-undangan, dokumen resmi, laporan-laporan, data tertulis dari Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Yogyakarta serta karya ilmiah dan penelitian terdahulu. 5. Metode Pengumpulan Data
(9)
Metode atau cara yang digunakan untuk memperoleh data guna menyelesaikan penelitian ini adalah sebagai berikut :
a Interview atau Wawancara
Interview atau wawancara adalah percakapan secara langsung dan
bertatap muka yang berupa pengajuan pertanyaan untuk memperoleh informasi yang mendetail. Interview dilakukan dengan Kasi Kepabeanan dan Cukai I, II, III, IV dan beberapa staf Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Yogyakarta.
b Studi Pustaka
Merupakan tehnik pengumpulan dengan mempelajari buku, referensi, peraturan perundang-undangan, dokumen resmi, laporan-laporan, dan data tertulis yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
c Observasi
Dalam penelitian ini, penulis melihat secara langsung aktivitas-aktivitas yang dilakukan di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Yogyakarta.
(10)
BAB II LANDASAN TEORI
A. Ketentuan Umum di Bidang Kepabeanan 1. Pengertian Kepabeanan
Secara umum pabean dapat diartikan sebagai instansi (jawatan, kantor) yang mengawasi, memungut dan mengurus bea masuk (impor) dan bea keluar (ekspor), baik melalui darat, laut maupun melalui udara. Sedangkan pengertian dari kepabeanan sendiri adalah perihal yang bertalian dengan pabean.
Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, arti kepabeanan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau keluar Daerah Pabean dan pemungutan bea masuk. Adapun yang dimaksud Daerah Pabean disini adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat , perairan dan ruang diatasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang didalamnya berlaku UU No. 10 Tahun 1995.
2. Tugas Pokok dan Fungsi Kepabeanan
Instansi yang bertanggung jawab di bidang kepabeanan adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Sebagai instansi pemerintah, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai memiliki tugas dan fungsi yang erat hubungannya dengan urusan kepabeanan.
(11)
a Tugas Pokok
Tugas pokok Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah melaksanakan sebagian tugas pokok Departemen Keuangan di bidang pemungutan pajak negara, dalam bentuk bea dan cukai dan pemungutan pajak lainnya serta mengamankan kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan pemasukan dan pengeluaran barang ke atau dari wilayah Indonesia sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri dan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. b Fungsi Kepabeanan
Berikut ini diuraikan beberapa fungsi kepabeanan :
1) Perumusan kebijaksanaan teknis, pemberian bimbingan dan pembinaan, serta pemberian kemudahan perpajakan di bidang bea dan cukai sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Menteri dan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
2) Pelaksanaan pemungutan bea dan cukai serta pungutan lainnya yang dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.
3) Pengamanan teknis atas pelaksanaan pemungutan bea dan cukai serta kelancaran arus barang yang dimasukkan dan dikeluarkan ke atau dari wilayah Indonesia sesuai dengan kebijaksanaan yang diterapkan oleh Menteri dan berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
(12)
4) Pencegahan dan penyidikan pelanggaran terhadap Peraturan Perundang-undangan Bea dan Cukai serta Peraturan Perundangan-undangan lainnya
yang pelaksanaannya dibebankan kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
B. Ketentuan Umum di Bidang Impor 1. Pengertian Impor
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, impor adalah dengan pemasukan barang dagangan dari negeri asing atau bisa juga berarti barang-barang yang didatangkan dari luar negeri.
Impor juga berarti memasukkan barang-barang dari luar negeri sesuai dengan ketentuan pemerintah ke dalam peredaran dalam masyarakat yang dibayar dengan mempergunakan valuta asing (Amir M. S, 2004 : 139).
Sedangkan menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 impor adalah kegiatan memasukan barang ke dalam Daerah Pabean. Barang yang telah dimasukan ini diperlakukan sebagai barang impor dan terkena bea masuk serta melewati pemeriksaan barang, baik pemeriksaan terhadap fisik barang maupun pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen yang menyertai barang-barang tersebut. Dari ketiga pengertian yang telah dipaparkan diatas dapat disimpulkan bahwa impor merupakan suatu kegiatan memasukkan barang dari luar negeri ke dalam wilayah territorial pabean Indonesia sesuai dengan prosedur dan peraturan yang telah
(13)
ditetapkan oleh pemerintah, dan apabila dalam pelaksanaannya menyalahi prosedur yang berlaku maka dapat digolongkan sebagai kegiatan penyelundupan dan kepada pelakunya akan dikenai sanksi pidana.
Importir adalah individu atau perusahaan yang melakukan aktivitas impor. Untuk individu atau perusahaan yang melakukan aktivitas impor secara berkala dan continue diwajibkan memiliki Angka Pengenal Importir (API). Angka Pengenal Importir atau API adalah tanda pengenal sebagai importir yang harus dimiliki setiap perusahaan yang melakukan perdagangan impor. API dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Angka Pengenal Importir Umum (API-U)
API-U diwajibkan dimiliki oleh setiap perusahaan dagang yang melakukan kegiatan impor. Perusahaan pemilik API-U dapat mengimpor semua jenis barang kecuali barang yang diatur tata niaga impornya dan barang yang dilarang impornya. API-U bewarna biru muda.
b. Angka Pengenal Importir Produsen (API-P)
API-P diwajibkan dimiliki oleh setiap perusahaan industri di luar Penanaman Modal Asing (PMA) atau Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang melakukan kegiatan impor. Perusahaan pemilik API-P hanya dapat mengimpor barang modal dan bahan baku atau penolong untuk keperluan proses produksinya sendiri, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. API-P bewarna hijau muda.
(14)
API dibutuhkan oleh para importir untuk memenuhi syarat dalam :
a. Pengimporan barang melalui pembukaan Letter of Credit pada Bank Devisa dan atau dengan cara pembayaran lain yang lazim berlaku dalam transaksi perdagangan internasioanal.
b. Penerbitan Pemberitahuan Impor Barang (PIB).
PIB adalah dokumen pabean yang digunakan untuk pemberitahuan pelaksanaan impor, yang dapat berupa tulisan di atas formulir atau melalui pesan elektronik.
Nomor API terdiri dari sembilan digit, terbagi menjadi : a. 2 (dua) digit di depan untuk nomor kode Provinsi
b. 2 (dua) digit berikutnya untuk nomor kode Kabupaten Atau Kota Madya
c. 5 (lima) digit lainnya untuk nomor urut API yang diterbitkan
Setiap perusahaan yang memegang API memiliki kewajiban yang harus dipenuhi. Perusahaan pemegang API wajib memberikan laporan kepada Kantor Wilayah mengenai :
a. kegiatan usaha setiap satu tahun
b. setiap perubahan nama, bentuk badan usaha, pengurus, dan alamat perusahaan
c. penutupan perusahaan atau kegiatan impor disertai pengembalian API asli
Kepemilikan API dapat dicabut kembali apabila :
a. Dinyatakan bersalah oleh pengadilan dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
(15)
b. Tidak melaksanakan kewajibannya yaitu melapor jika melakukan perubahan nama, bentuk badan usaha, pengurus, dan alamat perusahaan, selambat-lambatnya 30 hari terhitung setelah tanggal pembekuan.
c. Tidak melaksanakan kewajibannya yaitu melaporkan kegiatan usahanya setiap satu tahun sebanyak dua kali.
2. Penggolongan Impor
Impor dapat digolongkan menjadi tujuh macam berdasarkan tujuan pengeluarannya dari Kawasan Pabean, yaitu :
a Impor untuk Dipakai
Impor untuk dipakai maksudnya adalah memasukkan barang ke Daerah Pabean dengan tujuan untuk dipakai; atau memasukan barang ke Daerah Pabean untuk dimiliki atau dikuasai atau dipasarkan oleh orang yang berdomisili di Indonesia.
b Impor Sementara
Barang-barang yang dikategorikan masuk dalam impor sementara dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean jika secara jelas barang tersebut dimaksudkan untuk diekspor kembali. Jadi barang tersebut ada kemungkinan hanya transit, atau barang tersebut adalah bahan mentah yang akan diolah, yang mana hasil terakhirnya untuk diekspor.
(16)
c Ditimbun di Tempat Penimbunan Berikat (TPB)
TPB adalah bangunan, tempat atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun, mengolah, memamerkan, dan atau menyediakan barang untuk dijual dengan mendapatkan penangguhan bea masuk. Jadi barang impor yang masuk atau ditimbun di TPB dimaksudkan untuk keperluan industri yang hasil olahannya untuk diekspor lagi atau langsung diekspor tanpa diolah, atau barang yang hanya untuk keperluan pamerkan saja, dan atau untuk dijual. Apabila untuk dijual tentu saja harus diselesaikan segera pembayaran bea masuk serta pajak-pajak yang terkait.
d Diangkut ke Tempat Penimbunan Sementara (TPS) di Kawasan Pabean Lainnya
TPS adalah bangunan dan atau lapangan atau tempat lain yang disamakan dengan itu di Kawasan Pabean untuk menimbun barang, sementara menunggu pemuatan atau pengeluarannya. Penimbunan barang di TPS bukan merupakan keharusan sehingga penimbunan di TPS hanya dilakukan dalam hal barang tersebut tidak dapat dikeluarkan dengan segera.
e Diangkut Terus
Barang diangkut terus adalah barang yang diangkut dengan sarana pengangkut melalui Kantor Pabean tanpa dilakukan pembongkaran terlebih dahulu.
(17)
f Diangkut Lanjut
Barang diangkut lanjut adalah barang yang diangkut dengan sarana pengangkut melalui Kantor Pabean dengan dilakukan pembongkaran terlebih dahulu.
g Diekspor Kembali
Barang impor yang telah memasuki Kawasan Pabean dapat diijinkan untuk diekspor kembali apabila :
1) tidak sesuai pesanan
2) tidak boleh diimpor karena adanya perubahan peraturan 3) salah kirim
4) rusak; atau
5) tidak dapat memenuhi persyaratan impor dari instansi teknis Ketentuan diatas dapat tidak berlaku apabila barang tersebut telah diajukan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan telah dilakukan pemeriksaan fisik dengan hasil kedapatan jumlah dan atau jenis barang tidak sesuai.
3. Kedatangan Sarana Pengangkut
Pada setiap kedatangannya, sarana pengangkut baik itu kapal maupun pesawat terbang memiliki kewajiban untuk memberikan pemberitauan tentang Jadwal Kedatangan Sarana Pengangkut (JKSP) atau Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut (RKSP) kepada pejabat di Kantor Pabean yang menjadi tujuan kedatangan. RKSP atau JKSP untuk angkutan udara berisi tentang :
(18)
a. Nama sarana pengangkut b. Register sarana pengangkut c. Nomor penerbangan dan tanggal d. Nama Pengangkut atau kuasanya e. Pelabuhan asal (Port of origin)
f. Pelabuhan yang disinggahi terakhir dalam Daerah Pabean, apabila ada g. Pelabuhan tujuan (bongkar)
h. Pelabuhan tujuan berikutnya
i. Tanggal dan jam rencana kedatangan j. Tanggal dan jam rencana keberangkatan
Hal terpenting kedua yang harus diserahkan sarana pengangkut adalah
Manifest. Manifest adalah daftar muatan terperinci dari alat atau sarana
pengangkut. Dilihat dari macamnya, Manifest untuk angkutan udara ada dua yaitu :
a. Inward Manifest
Adalah daftar muatan kargo yang diangkut oleh pesawat udara dari bandar udara asal atau transit ke dalam Daerah Pabean.
b. Outward Manifest
Adalah daftar muatan kargo yang diangkut oleh pesawat udara dari Bandar udara asal atau transit ke luar Daerah Pabean.
Jadi untuk kegiatan impor menggunakan dokumen yang Inward Manifest. Isi dari Inward Manifest antara lain :
a. Nomor dan tanggal Pemberitahuan RKSP atau JKSP b. Tanggal dan jam kedatangan
(19)
c. Nama sarana pengangkut d. Nomor penerbangan dan tanggal e. Jumlah Air Waybill (AWB)
f. Jumlah kemasan atau kontainer yang diangkut g. Jumlah berat bruto atau volume barang h. Nomor urut
i. Nomor AWB dan tanggal j. Nama dan alamat pengirim k. Nama dan alamat penerima l. Nama dan alamat pemilik barang m. Jumlah dan nomor kontainer n. Ukuran dan tipe kontainer o. Jumlah dan jenis kemasan p. Uraian barang
q. Berat bruto atau volume barang
Apabila sarana pengangkut tidak mengangkut barang impor maka pengangkut tetap harus menyerahkan Manifest,yang disebut Manifest Nihil. Selain Manifest, sarana pengangkut juga harus menyerahkan pemberitauhan kepada pejabat di Kantor Pabean berupa:
a. daftar penumpang dan atau awak sarana pengangkut b. daftar bekal kapal
c. stowage plan, atau rencana penempatan barang ketika telah sampai di
Kawasan Pabean. d. daftar senjata api
(20)
e. daftar obat-obatan termasuk narkotika yang digunakan untuk kepentingan pengobatan
Untuk sarana pengangkut yang datang dari luar Daerah Pabean melalui darat memiliki kewajiban pula untuk menyerahakan Daftar Barang Impor kepada Kantor Pabean.
4. Penetapan Jalur Pengeluaran Barang Impor
Setiap barang impor yang akan dimasukkan ke dalam Wilayah Pabean Indonesia harus dilakukan pemeriksaan, baik terhadap fisik barang maupun dokumen pembawanya. Namun ada juga barang impor yang tidak terkena pemeriksaan. Untuk menetapkan apakah barang-barang impor tersebut perlu diperiksa atau tidak, maka telah ditetapkan tiga jalur pengeluaran. Tiga jalur tersebut yaitu :
a. Jalur Merah
Apabila barang impor yang masuk Wilayah Pabean Indonesia terkena jalur merah maka barang tersebut akan dikenakan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan dokumen. Pemeriksaan dilakukan oleh pihak Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, untuk mengetahui kecocokan barang dengan dokumen pembawanya.
Golongan yang ditetapkan masuk dalam jalur merah adalah : 1) importir baru
2) importir yang termasuk dalam kategori beresiko tinggi 3) barang impor sementara
(21)
4) Barang Operasional Perminyakan (BOP) golongan II atau bisa dikatakan barang-barang, peralatan, ataupun alat transportasi yang secara langsung digunakan untuk operasi pertambangan minyak dan gas bumi
5) Barang re-impor
6) Terkena pemeriksaan acak
7) Barang impor tertentu ysng ditetapkan oleh pemerintah
8) Barang impor yang termasuk dalam komoditi beresiko tinggi atau dari negara yang beresiko tinggi
b. Jalur Hijau
Apabila barang impor yang masuk Wilayah Pabean Indonesia terkena jalur hijau maka barang tersebut hanya akan mendapat pemeriksaan dokumen saja. Hal ini diberikan kepada importir yang mempunyai reputasi baik dan memenuhi persyaratan atau kriteria yang ditentukan.
c. Jalur Prioritas
Apabila barang impor yang masuk Wilayah Pabean Indonesia ditetapkan dalam jalur prioritas maka barang tersebut tidak terkena pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan dokumen. Hal ini dikarenakan importir mempunyai reputasi sangat baik dan telah memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan. Persyaratannya yaitu :
1) bidang usaha yang jelas
2) tidak pernah menyalahgunakan fasilitas di bidang kepabeanan selama satu tahun terakhir
(22)
3) tidak pernah mengelabui tentang jumlah, jenis, serta nilai pabean barang yang diimpor selama satu tahun
4) telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik dan dinyatakan perusahaan tersebut bersih
5) tidak mempunyai tunggakan hutang berupa kekurangan pembayaran Bea Masuk kepada Direktorat jenderal Bea dan Cukai
(23)
BAB III
DISKRIPSI OBYEK DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Obyek Penelitian
Sejarah Umum Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Yogyakarta
Berdasarkan keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 444/ KMK/ .01/ 2001 tanggal 23 Juli 2001 Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Yogyakarta merupakan instansi vertikal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah IV Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Semarang. Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Yogyakarta bertugas melaksanakan pelayanan dan pengawasan kepabeanan dan cukai dalam daerah wewenangnya berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Yogyakarta berada di jalan Solo Km. 9-10 Yogyakarta. Sebelumnya kantor pelayanan ini bertempat di gedung Keuangan dan Kas Negara di jalan Kusumanegara 11 Yogyakarta. Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Yogyakarta yang berada dalam wilayah kepabeanan Semarang ini dipimpin oleh seorang Kepala Kantor. Wilayah kerja dari Kantor Pelayanan Bea dan Cukai tipe B Yogyakarta meliputi tiga wilayah, yaitu :
a Bandar Udara Adi Sucipto Yogyakarta b Kantor Pos Bantu Bea Yogyakarta c Kantor Pos Bea Magelang
(24)
Selain itu, Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Yogyakarta memiliki tujuh Pos Pengawasan yang tersebar di beberapa wilayah kepabeanan dan cukai Yogyakarta, antara lain :
a Sleman b Wates c Bantul d Wonosari e Magelang f Wonosobo
g Bandar Udara Adi Sucipto
Wilayah-wilayah di atas ditetapkan sebagai wilayah kepabeanan dan cukai Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Yogyakarta dimana semua barang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Yogyakarta.
Setelah kurun waktu 12 tahun, melalui Keputusan Menteri Keuangan tahun 1991 Kantor Pos Yogyakarta yang berada di jalan Senopati no. 1 Yogyakarta ditunjuk sebagai Kantor Pos Lalu Bea. Dengan penunjukan atau penetapan tersebut maka Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Yogyakarta menempatkan beberapa pegawainya di Kantor Pos, dalam rangka pelayanan lalu bea paket pos. Karena jumlah paket yang semakin meningkat dan juga keterbatasan tempat maka Kantor Pos Lalu Bea di pindah ke Kantor Pos Sentral Pengolahan Pos (SPP) di jalan Plemburan Yogyakarta hingga sekarang.
(25)
Dalam meningkatkan kualitas pelayanannya, Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Yogyakarta kini telah mengaplikasikan sistem media disket yang difokuskan untuk pelayanan ekspor dan impor. Dengan sistem ini, pengevaluasian dokumen ekspor maupun impor dapat dilakukan dengan cepat karena komputer yang akan melakukannya. Dengan demikian aktivitas ekspor maupun impor dapat berjalan lebih lancar.
Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Yogyakarta
Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Yogyakarta memiliki tugas pokok dan fungsi yang harus dilaksanakan. Tugas pokok dan fungsi tersebut adalah :
Tugas Pokok
Tugas pokok dari Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Yogyakarta adalah melaksanakan pelayanan dan pengawasan kepabeanan dan cukai dalam daerah wewenangnya yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta, berdasarkan Peraturan Perundang-undangan kepabeanan dan cukai serta kebijaksanaan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
Fungsi
Untuk menyelenggarakan tugas pokoknya sebagai bagian dari instansi pemerintah maka Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Yogyakarta memiliki fungsi, yaitu :
(26)
1) Pelaksanaan intelijen, patroli, dan operasi pencegahan pelanggaran Peraturan Perundang-undangan kepabeanan dan cukai, serta pelayanan kepabeanan atas sarana pengangkut dan pemberitahuan pengangkutan barang.
2) Pelaksanan pemungutan bea masuk, cukai, dan pungutan negara lainnya yang dipungut oleh direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta pelaksanaan perbendaharaan penerimaan, penangguhan, penagihan, dan pengembalian bea masuk dan cukai.
3) Pelaksanaan administrasi kantor pelayanan. 4) Penyidikan di bidang kepabeanan dan cukai.
5) Pemberian pelayanan teknis dan kemudahan di bidang kepabeanan dan cukai.
6) Penetapan klasifikasi barang, tarif bea masuk, nilai pabean, dan sanksi administrasi berupa denda.
7) Pengelolaan dan pemeliharaan sarana operasi, sarana komunikasi, dan senjata api.
8) Penelitian dokumen cukai, pemeriksaan pengusaha barang kena cukai, dan urusan perusakan pita cukai.
9) Penelitian dokumen pemberitauhan impor dan ekspor barang, nilai pabean, dan fasilitas impor, pemeriksaan barang dan pemeriksaan badan.
10) Pembukuan dokumen kepabeanan dan cukai serta dokumen lainnya.
(27)
11) Pelayanan atas pemasukan, pemuatan, pembongkaran, penimbunan barang serta pengawasan pelaksanaan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Pabean.
12) Pengendalian dan pelaksanaan urusan perizinan kepabeanan dan cukai.
13) Pelaksanaan dan pengolahan data dan penyajian laporan kepabeanan dan cukai serta penerimaan dan pendistribusian dokumen kepabeanan dan cukai.
14) Pemeriksaan pabean dan pengawasan pelaksanaan penimbunan dan pengeluaran barang di tempat penimbunan pabean dan pelaksanaan penyelesaian barang yang dinyatakan tidak dikuasai.
Lambang dan Makna Lambang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Gambar Lambang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Makna Lambang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
Secara umum lambang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai terdiri dari empat gambar utama dengan maknanya masing-masing. Gambar- gambar tersebut yaitu :
1) Segi lima dengan gambar laut, gunung, dan angkasa di dalamnya.
(28)
Artinya, segi lima melambangkan Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Sedangkan laut, gunung, dan angkasa melambangkan Daerah Pabean Indonesia yang merupakan wilayah berlakunya Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai.
2) Tongkat dengan ulir berjumlah delapan di bagian bawahnya. Artinya, tongkat dengan delapan ulir melambangkan hubungan perdagangan internasional Republik Indonesia dengan manca negara ke dan dari delapan penjuru mata angin.
3) Sayap yang terdiri dari 30 sayap kecil dan 10 sayap besar.
Artinya, sayap melambangkan hari Keuangan Republik Indonesia yang jatuh pada tanggal 30 Oktober dan melambangkan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai unsure pelaksana tugas pokok Departemen Keuangan di bidang Kepabeanan dan Cukai.
4) Malai padi berjumlah 24 membentuk lingkaran.
Artinya, malai padi yang melingkar melambangkan tujuan pelaksanaan tugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yaitu kemakmuran dan kesejahteraan bangsa Indonesia.
Untuk warnanya disesuaikan dengan warna dasar dan penggunaannya.
Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Yogyakarta
Struktur organisasi Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Yogyakarta terdiri dari :
(29)
Kepala Kantor
Kepala Kantor bertugas sebagai penanggung jawab pelaksanaan tugas pokok dan fungsi kantor pelayanan.
Sub Bagian Umum
Sub Bagian Umum memiliki tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, ketatausahan dan rumah tangga Kantor Pelayanan, penyuluhan dan publikasi Peraturan Perundang-undangan kepabeanan dan cukai, pelaporan dan pemantauan tindak lanjut hasil pemeriksaan aparat pengawasan fungsional dan pengawasan masyarakat, serta penyusunan rencana strategik dan laporan akuntabilitas.
Seksi Pencegahan dan Penyidikan
Seksi Pencegahan dan Penyidikan memiliki tugas melakukan intelijen, patroli, dan operasi pencegahan pelanggaran Peraturan Perundang-undangan kepabeanan dan cukai, penindakan dan penyidikan di bidang kepabeanan dan cukai, pelayanan kepabeana atas sarana pengangkut dan pemberitahuan pengangkutan barang, pengawasan pembongkaran barang, perhitungan bea masuk, pajak dalam rangka impor dan denda administrasi terhadap kekurangan bongkar atau kelebihan bongkar, penatausahaan atas barang hasil penindakan, barang bukti dan uang ganjaran, pengumpulan data pelanggaran Peraturan Perundang-undangan kepabeanan dan cukai, penyiapan pengendalian tindak lanjut hasil penindakan dan penyidikan di bidang kepabeanan dan cukai,
(30)
serta pengelolaan sarana operasi, sarana komunikasi dan senjata api Kantor Pelayanan.
Seksi Perbendaharaan
Seksi Perbendaharaan memiliki tugas melakukan penerilaan, pengadministrasian dan penyetoran bea masuk, cukai, denda administrasi, bunga, sewa Tempat Penimbunan Pabean dan pungutan negara lainnya yang dipungut oleh Direktorat Jenderal, pelayanan fasilitas pembebasan, penangguhan bea masuk, pengadministrasian dan pemrosesan penyelesaian jaminan penangguhan bea masuk dan jaminan Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan, penagihan dan pengembalian bea masuk, cukai, bunga, denda administrasi, sewa Tempat Penimbunan Pabean, serta penagihan pajak negara lainnya yang dipungut oleh Direktorat Jenderal, pelayanan permintaan dan pengadministrasian pita cukai, pembukuan kredit cukai, penyajian laporan realisasi penerimaan bea masuk, cukai dan pungutan negara lainnya yang dipungut oleh Direktorat Jenderal.
Seksi Kepabeanan dan Cukai
Seksi Kepabeanan dan Cukai dibagi menjadi enam sub seksi, yaitu : 1) Sub Seksi Kepabeanan dan Cukai I
Memiliki tugas untuk memberikan pelayanan di bidang Impor. 2) Sub Seksi Kepabeanan dan Cukai II
Memiliki tugas untuk memberikan pelayanan di bidang Ekspor. 3) Sub Seksi Kepabeanan dan Cukai III
(31)
4) Sub Seksi Kepabeanan dan Cukai IV
Memiliki tugas untuk memberikan pelayanan di bidang Kawasan Berikat. 5) Sub Seksi Kepabeanan dan Cukai V
Memiliki tugas untuk memberikan pelayanan di bidang Cukai Tembakau. 6) Sub Seksi Kepabeanan dan Cukai VI
Memiliki tugas untuk memberikan pelayanan di bidang Cukai Etil alkohol. f Seksi Operasional Komputer dan Distribusi Dokumen
Seksi Operasional Komputer dan Distribusi Dokumen memiliki tugas melakukan pengoperasian komputer dan sarana penunjangnya, pengelolaan kepustakaan data dan file, pelayanan dukungan teknis komunikasi data, pertukaran data elektronik, pengelolaan data kepabeanan dan cukai, penerimaan, penelitian kelengkapan dan pendistribusian dokumen kepabeanan dan cukai yang telah diselesaikan, serta penyajian laporan kepabeanan dan cukai.
g Kelompok Jabatan Fungsional
Kelompok Jabatan Fungsional memiliki tugas melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan jabatan fungsionalnya berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, seperti melaksanakan pemeriksaan barang impor atau ekspor dan penelitian dokumen. Kelompok pejabat fungsional terdiri atas sejumlah pejabat, dalam jabatan fungsional terbagi dalam beberapa kelompok sesuai dengan keahliannya. Setiap kelompok dipimpin oleh pejabat fungsional senior yang ditunjuk
(32)
langsung oleh Direktur Jenderal. Jumlah pejabat fungsional ditentukan berdasarkan kebutuhan, beban kerja dan jumlah pejabat yang tersedia.
(33)
(34)
(35)
Pembahasan
Proses Pengurusan Import Clearence Barang Melalui Angkutan Udara (Air Freight)
Setiap barang impor yang berupa kargo yang masuk ke dalam wilayah pabean Yogyakarta melalui lalu lintas udara akan dilakukan dengan melalui Bandar Udara Adi Sucipto, kemudian barang akan langsung disimpan sementara di staging area. Staging area adalah lokasi penempatan barang untuk sementara di tempat tertentu di sisi bandar udara (Airside) sebelum ditimbun di TPS atau dimuat sarana pengangkut. Setiap barang impor yang masuk akan selalu diawasi langsung oleh pihak Bea Cukai Yogyakarta dan pihak Garuda Indonesia, karena pada saat ini hanya perusahaan penerbangan PT. Garuda Indonesialah yang memiliki gudang penimbunan di kawasan Bandar Udara Adi Sucipto.
Proses import clearence untuk barang impor yang telah masuk ke Bandar Udara Adi Sucipto harus melewati beberapa tahap, yaitu : a. Importir atau Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK)
membayar nilai pabean, cukai, atau pajak dari barang yang telah diimpor. Setelah menyelesaikan pembayaran maka importir akan mendapat beberapa dokumen yang berguna untuk mengeluarkan barang impornya. Beberapa dokumen tersebut yaitu Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak Dalam Rangka Impor, Packing List, Invoice,
(36)
b. Importir atau PPJK kemudian harus menyerahkan delapan dokumen pokok kepada pihak Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Yogyakarta, dokumen tersebut yaitu :
1) Packing List
Packing list adalah daftar yang berisi rincian lengkap mengenahi jenis dan
jumlah satuan dari barang yang terdapat di dalam setiap peti yang total keseluruhannya sama dengan jenis dan jumlah yang tertera di sales
contrac.
2) Invoice
Invoice adalah suatu nota yang dibuat oleh eksportir mengenahi
barang-barang yang dijual itu, baik tentang jumlah barang-barang, jumlah pengepakan, jumlah total ongkos angkut, dan harga sesuai dengan sales contrac dan
Letter of Credit yang bersangkutan.
3) Pemberitauhan Impor Barang (PIB)
PIB adalah dokumen pabean yang digunakan untuk pemberitauhan pelaksanaan impor, yang dapat berupa tulisan diatas formulir atau melalui pesan elektronik.
4) Air Waybill
Air Waybill adalah dokumen yang dibuat oleh pihak pengangkut, dalam
hal ini adalah PT. Garuda Indonesia, yang berisi jenis, jumlah, total harga dari barang impor yang diangkutnya serta merupakan bukti bahwa penerbangan tersebut mengangkut barang impor yang berkaitan.
5) Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 6) Angka Pengenal Importir (API)
(37)
7) Nomor Pengenal Impor Khusus (NPIK)
8) Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak Dalam Rangka Impor (SSPCP)
Pada saat ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Yogyakarta telah menggunakan media disket dalam pelayanan pengurusan dokumen impor, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah dan mempercepat pelayanannya. Jadi, untuk dokumen PIB, Packing List, dan Invoice diberikan dalam dua bentuk yaitu :
1) Soft Copy
Artinya dokumen diserahkan kepada pihak Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam bentuk data yang disimpan di media disket.
2) Hard Copy
Artinya dokumen diserahkan kepada pihak Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam bentuk formulir atau tertulis.
PIB yang diserahkan dalam bentuk hard copy dibuat rangkap tiga.Sedangkan untuk dokumen pelengkap pabean seperti Air Waybill, NPWP, API, dan NPIK diserahkan dalam bentuk satu set asli hard
copy.
c. Staf dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dimana dalam hal ini adalah Pejabat Pemeriksa Dokumen, kemudian akan memeriksa data dengan membandingkan antara data PIB dan dokumen pelengkap pabean yang berada di dalam disket dengan hard copy-nya. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :
(38)
2) jumlah pungutan Bea Masuk, Cukai, dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI
3) kebenaran ijin dari instansi teknis apabila importasi tersebut memerlukan ijin dari instansi teknis, dan apabila perijinan tersebut tidak sesuai dengan sebenarnya maka importir harus segera menggantinya
d. Dikarenakan PIB dan atau dokumen pelengkap pabean ada yang kurang, salah, atau tidak lengkap, atau komputer merespon menolak maka berkas-berkas tersebut dikembalikan kepada importir.
e. Importir menyerahkan kembali berkas PIB dan dokumen pelengkap pabean kepada Pejabat Penerima Dokumen setelah berkas-berkas tersebut diperbaiki atau telah dilengkapi.
f. Pejabat Penerima Dokumen memindahkan data dari disket ke komputer,lalu disket dikembalikan dan memberikan bukti penerimaan kepada importir. Berkas PIB, Packing List, Invoice, dan dokumen pelengkap pabean lainnya yang hard copy diperiksa oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen.
g. Karena dokumen-dokumen terebut sudah dianggap lengkap dan benar, maka Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengeluarkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). SPPB lembar kedua diberikan kepada importir, sedangkan lembar pertama diberikan kepada petugas Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mengawasi barang, dalam hal importasi ditetapkan melalui Jalur Hijau.
(39)
h. SPPB sudah keluar, ini menunjukan bahwa importir dapat segera mengambil barangnya di staging area dengan diawasi oleh petugas dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang membawa lembar pertama SPPB dan petugas dari PT. Garuda Indonesia tentunya sebagai penyedia sarana pengangkut.
i. Dalam hal importasi ditetapkan melalui Jalur Merah, maka : 1) Importir menerima Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM) SPJM diterima oleh importir, kemudian Pejabat Pemeriksa Dokumen mendistribusikan photo copy Invoice dan atau Packing List serta instruksi pemeriksaan kepada Pejabat Pemeriksa Barang. Pejabat Pemeriksa Barang segera melakukan pemeriksaan fisik barang tersebut di staging area, mengevaluasi kebenaran dan kecocokan kondisi barang. Tingkat pemeriksaan fisik barang bisa berkisar 10%, 30%, atau 100% tergantung resiko barang tersebut. Selesai melakukan pemeriksaan, Pejabat Pemeriksa Barang mengeluarkan Nota Hasil Intelijen (NHI) sebagai laporan dari pemeriksaan yang telah dilakukan.
2) Importir menyerahkan bukti-bukti kebenaran Nilai Pabean dalam waktu paling lama satu hari kerja setelah selesai pemeriksaan fisik. j. Apabila PIB Jalur Merah jumlah dan jenis barangnya sesuai maka :
1) Terhadap PIB yang diberitahukan oleh importir beresiko tinggi, menerbitkan SPPB setelah proses penetapan Nilai Pabean yang harus dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama tiga hari sejak tanggal penerimaan NHI.
(40)
2) Atau, menerbitkan SPPB tanpa menunggu proses penetapan Nilai Pabean, terhadap PIB yang diberitahukan oleh importir beresiko sedang atau rendah.
k. Bila setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan dokumen ternyata ada yang tidak sesuai maka importir akan diberi Nota Pembetulan (Notul). Jika kesalahan ditemukan pada kekurangan pembayaran bea masuk, maka importir juga akan diberi Surat Pemberitahuan Kekurangan Pembayaran Bea Masuk (SPKPBN). Kemudian importir diwajibkan membayar sanksi admnistrasi, pembayaran dilakukan di Bank Devisa Persepsinya. Dari pembayaran tersebut importir memperoleh SSPCP baru. Langkah berikutnya importir mengirim kembali dokumen PIB,
Packing List, Invoice, dan dokumen pelengkap pabean lainnya yang
sudah diperbarui ke Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
l. Dokumen yang telah diperbarui tadi diperiksa ulang oleh Pejabat Pemeriksa Dokumen. Jika dinyatakan sudah lengkap dan benar maka SPPB segera diterbitkan. SPPB lembar kedua untuk importir, sedangkan lembar pertama untuk petugas dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang mengawasi barang.
m. SPPB sudah keluar, ini menunjukan bahwa importir dapat segera mengambil barangnya di staging area dengan diawasi oleh petugas dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang membawa lembar pertama SPPB dan petugas dari PT. Garuda Indonesia tentunya sebagai penyedia sarana pengangkut.
(41)
2. Perhitungan Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor untuk Impor Melalui Angkutan Udara (Air freight)
Untuk menetapan tarif Bea Masuk, barang dikelompokkan dalam sistem klasifikasi barang. Dimana dalam sistem tersebut pengelompokan berdasarkan persamaan bahan ataupun jenis dari setiap barang.
Besarnya tarif Bea Masuk, PPh, PPN, atau PPnBM jika ada, sebenarnya adalah tetap, tetapi sewaktu-waktu Menteri dapat merubah besarnya tarif baik untuk ditingkatkan maupun diturunkan nilai nominalnya apabila jenis barang tertentu tersebut menyebabkan suatu ketidakstabilan perdagangan atau perekonomian dalam negeri. Ditingkatkan apabila barang impor tersebut telah membawa dampak negatif untuk barang sejenis yang diproduksi oleh lokal. Diturunkan apabila barang impor tersebut sangat dibutuhkan keberadaannya di dalam negeri.
Nilai tetap untuk tarif Bea Masuk, PPN, dan PPh secara standar yang ditulis pada Buku Pos Tarif Bea Masuk adalah sebagai berikut :
a. Bea Masuk
Besarnya tarif Bea Masuk secara standar untuk setiap barang impor adalah minimal 0 % dan maksimal 40 %.
Hal diatas dapat dikecualikan apabila untuk : 1) barang impor hasil pertanian tertentu
(42)
2) barang impor yang termasuk dalam daftar eksklusif Skedul XXI-Indonesia pada Persetujuan Umum Mengenahi Tarif dan Perdagangan
3) barang impor yang dikenakan tarif berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional
4) barang impor bawaan penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman melalui pos atau jasa titipan 5) barang impor yang berasal dari negara yang memperlakukan
barang ekspor Indonesia secara diskriminatif b. PPN
Besarnya nilai PPN adalah tetap dan tidak akan berubah, yaitu 10 %. c. PPh
Besarnya nilai PPh dibedakan menjadi dua, tegantung pada : 1) Pemegang API
Besarnya nilai PPh untuk importir pemegang API adalah 2,5 %.
2) Tidak memiliki API
Importir tidak memiliki API dikarenakan mereka hanya melakukan aktivitas impor yang hanya sesaat saja, tidak secara berkala atau continue. Besarnya nilai PPh untuk importir yang tidak memiliki API adalah 7,5 %. Cara perhitungan Bea Masuk dan pajak-pajak dalam rangka impor adalah sebagai berikut (dengan perumpaan perdagangan dengan Amerika) :
C (cost) = US$…..
(43)
F (freight) = US$….. +
a. Nilai Pabean (CIF) = US$ M b. Nilai Pabean dalam Rupiah
M x nilai kurs Rupiah = Rp N
c. Bea Masuk
Tarif %BM x N = Rp P
d. Pajak Dalam Rangka Impor
PPN = %PPN x ( N+P ) = Rp S
PPh = %PPh x ( N+P ) = Rp T
PPnBM = %PPnBM x ( N+P ) = Rp U
e. Total jumlah pungutan Pabean = P + S + T + U
Perhitungan Bea Masuk dan pajak-pajak dalam rangka impor sangat perlu diketahui atau wajib diketahui oleh para importir. Hal ini bertujuan agar para importir mampu menentukan harga per satuan produk yang diimpor dan tidak merugi ketika mereka harus membayar pungutan pabean.
(44)
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan pada bab III, maka kesimpulan yang dapat diambil dari proses import clearence untuk impor barang melalui udara (air
freight) adalah :
Pelaksanaan import clearence untuk impor barang melalui udara dari Kawasan Pabean di Yogyakarta dilakukan oleh Seksi Kepabeanan dan Cukai III yang berada di Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Yogyakarta. Dimana pelaksanaannya mengacu pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-07/ BC/ 2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor.
Dalam proses import clearence ada delapan dokumen pokok yang harus diserahkan kepada pihak Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Dokumen tersebut yaitu :
Packing List Invoice
PIB
Air Waybill
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Angka Pengenal Importir (API)
(45)
Nomor Pengenal Impor Khusus (NPIK)
Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak Dalam Rangka Impor (SSPCP) Dokumen-dokumen tersebut harus lengkap dan sesuai isinya dengan kondisi fisik barang maupun sarana pengangkutnya. Dengan begitu proses
import clearence dapat berjalan dengan lancar dan meminimalkan
terjadinya pelanggaran atau sanksi yang harus dibayar.
b. Besarnya nilai tarif Bea Masuk, PPN, dan PPh untuk setiap barang impor berbeda-beda. Semuanya telah ditetapkan dan di tulis di Buku Pos Tarif Bea Masuk. Jika ada perubahan sewaktu-waktu terhadap besarnya tarif, maka Menteri akan mengeluarkan Keputusan Menteri dan pihak Direktorat Bea dan Cukai tinggal merevisi Buku Pos Tarif Bea Masuknya saja. Jadi setiap ada perubahan tarif tidak selalu mengeluarkan Buku Tarif yang baru.
Cara menghitung Bea Masuk dan pajak yang terkait impor adalah sebagai berikut :
Bea Masuk = tarif %BM x Nilai Pabean PPN = % PPN x (CIF + BM)
PPh = % PPh x (CIF + BM)
PPnBM = % PPnBM x (CIF + BM)
Saran
Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Yogyakarta sebenarnya telah memberikan pelayanan yang cukup baik di dalam proses import clearance
(46)
barang yang diangkut melalui udara (air freight), tetapi perlu sekiranya untuk meningkatkan koordinasi yang lebih baik dengan pihak yang terkait yang lain seperti PT. Garuda Indonesia selaku pemilik gudang di Bandar Udara Adi Sucipto. Dalam hal pelaksanaannya, peningkatan kinerja dianggap perlu guna menunjang pelayanan yang lebih baik.
Perhitungan Bea Masuk dan pajak dalam rangka impor mungkin seharusnya dapat dilakukan dengan komputerisasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi adanya kekeliruan dalam perhitungan kewajiban pabean yang timbul.
Buku Pos Tarif Bea Masuk milik Direktorat Jenderal Bea dan Cukai seharusnya dapat di photo copy oleh importir yang membutuhkannya. Dengan begitu importir mampu memperkirakan besarnya total pungutan pabean yang harus mereka bayar.
(47)
DAFTAR PUSTAKA
Amir, M.S, 2003, Ekspor Impor : Teori dan Penerapannya, Penerbit PPM, Jakarta.
, 2002, Kontrak Dagang Ekspor, Penerbit PPM, Jakarta.
, 2000, Seluk Beluk dan Tehnik Perdagangan Luar Negeri, Penerbit PPM, Jakarta.
, 2004, Strategi Memasuki Pasar Ekspor, Penerbit PPM, Jakarta.
Hutabarat, Roselyne, 1992, Transaksi Ekspor Impor Edisi ke 2, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Kamus UmumBahasa Indonesia, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta, 1976.
Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-07/ BC/ 2003, Petunjuk
Umum Pelaksanaan Kepabeanan di Bidang Impor.
PPEI, BPEN & DEPPERINDAG, 2005, Kumpulan Makalah Prosedur Ekspor, Disampaikan Pada Pelatihan Prosedur Ekspor Angkatan 5, Kerjasama antara PPEI, BPEN & DEPPERINDAG dengan Lab. Ekspor-Impor, Progarm D3 Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta, 12-14 Mei 2005.
R. Krugman, Paul dan Obstfeld, Maurice, 1991, Ekonomi Internasional, Teori dan
Kebijakannya, Rajawali Pers, Jakarta.
Suyomo, R.P, 2001, Shipping : Pengangkut Intermodal Ekspor Impor Melalui
Laut, Penerbit PPM, Jakarta.
Sevilla, Consuelo G, 1988, Pengantar Metode Penelitian, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995, Kepabeanan.
Wahyu Agung Setyo dan Hari Murti, 2004, Panduan Magang Kerja dan
Penulisan Tugas Akhir D3 Bisnis Internasional, Fakultas Ekonomi
(48)
(49)
6. Sistemetika Tugas Akhir BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Kegunaan Penelitian E. Metode Penelitian BAB II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Umum Di Bidang Kepabeanan B. Tinjaun Umum Di Bidang Impor
1. Pengertian Impor 2. Macam Impor
3. Kedatangan Sarana Pengangkut
4. Penetapan Jalur Pengeluaran Barang Impor
5. Istilah-Istilah Di Bidang Impor Menurut Keputusan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai No. Kep. 07/ BC/ 2003 BAB III. DISKRIPSI OBYEK DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian
1. Sejarah Umum Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Yogyakarta
(50)
3. Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Yogyakarta
4. Logo dan Makna Logo Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 5. Struktur Organisasi
6. Denah Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Yogyakarta B. Pembahasan
1. Proses Pengurusan Import Clearence untuk Impor Barang Melalui Udara (Air Freight)
2. Perhitungan Bea Masuk dan Pajak untuk Impor Melalui Udara (Air Freight)
BAB IV. PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran
(51)
DAFTAR PUSTAKA
Agung Setyo, Wahyu dan Murti, Hari, 2004, Panduan Magang Kerja dan
Penulisan Tugas Akhir D3 Bisnis Internasional, Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Amir, MS, 2002, Kontrak Dagang Ekspor, Penerbit PPM, Jakarta.
Sevilla, Consuelo G, 1988, Pengantar Metode Penelitian, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
(1)
barang yang diangkut melalui udara (air freight), tetapi perlu sekiranya untuk meningkatkan koordinasi yang lebih baik dengan pihak yang terkait yang lain seperti PT. Garuda Indonesia selaku pemilik gudang di Bandar Udara Adi Sucipto. Dalam hal pelaksanaannya, peningkatan kinerja dianggap perlu guna menunjang pelayanan yang lebih baik.
Perhitungan Bea Masuk dan pajak dalam rangka impor mungkin seharusnya dapat dilakukan dengan komputerisasi. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi adanya kekeliruan dalam perhitungan kewajiban pabean yang timbul.
Buku Pos Tarif Bea Masuk milik Direktorat Jenderal Bea dan Cukai seharusnya dapat di photo copy oleh importir yang membutuhkannya. Dengan begitu importir mampu memperkirakan besarnya total pungutan pabean yang harus mereka bayar.
(2)
Amir, M.S, 2003, Ekspor Impor : Teori dan Penerapannya, Penerbit PPM, Jakarta.
, 2002, Kontrak Dagang Ekspor, Penerbit PPM, Jakarta.
, 2000, Seluk Beluk dan Tehnik Perdagangan Luar Negeri, Penerbit PPM, Jakarta.
, 2004, Strategi Memasuki Pasar Ekspor, Penerbit PPM, Jakarta.
Hutabarat, Roselyne, 1992, Transaksi Ekspor Impor Edisi ke 2, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Kamus UmumBahasa Indonesia, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta, 1976.
Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor KEP-07/ BC/ 2003, Petunjuk Umum Pelaksanaan Kepabeanan di Bidang Impor.
PPEI, BPEN & DEPPERINDAG, 2005, Kumpulan Makalah Prosedur Ekspor, Disampaikan Pada Pelatihan Prosedur Ekspor Angkatan 5, Kerjasama antara PPEI, BPEN & DEPPERINDAG dengan Lab. Ekspor-Impor, Progarm D3 Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta, 12-14 Mei 2005.
R. Krugman, Paul dan Obstfeld, Maurice, 1991, Ekonomi Internasional, Teori dan Kebijakannya, Rajawali Pers, Jakarta.
Suyomo, R.P, 2001, Shipping : Pengangkut Intermodal Ekspor Impor Melalui Laut, Penerbit PPM, Jakarta.
Sevilla, Consuelo G, 1988, Pengantar Metode Penelitian, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995, Kepabeanan.
Wahyu Agung Setyo dan Hari Murti, 2004, Panduan Magang Kerja dan Penulisan Tugas Akhir D3 Bisnis Internasional, Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
(3)
(4)
6. Sistemetika Tugas Akhir BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Kegunaan Penelitian E. Metode Penelitian BAB II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Umum Di Bidang Kepabeanan B. Tinjaun Umum Di Bidang Impor
1. Pengertian Impor 2. Macam Impor
3. Kedatangan Sarana Pengangkut
4. Penetapan Jalur Pengeluaran Barang Impor
5. Istilah-Istilah Di Bidang Impor Menurut Keputusan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai No. Kep. 07/ BC/ 2003 BAB III. DISKRIPSI OBYEK DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian
1. Sejarah Umum Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Yogyakarta
(5)
3. Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Yogyakarta
4. Logo dan Makna Logo Direktorat Jenderal Bea dan Cukai 5. Struktur Organisasi
6. Denah Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Tipe B Yogyakarta B. Pembahasan
1. Proses Pengurusan Import Clearence untuk Impor Barang Melalui Udara (Air Freight)
2. Perhitungan Bea Masuk dan Pajak untuk Impor Melalui Udara (Air Freight)
BAB IV. PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Agung Setyo, Wahyu dan Murti, Hari, 2004, Panduan Magang Kerja dan Penulisan Tugas Akhir D3 Bisnis Internasional, Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Amir, MS, 2002, Kontrak Dagang Ekspor, Penerbit PPM, Jakarta.
Sevilla, Consuelo G, 1988, Pengantar Metode Penelitian, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.