HALAQAH SEBAGAI MODEL BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENGEMBANGKAN KEPRIBADIAN MUSLIM: Studi Etnografis pada Komunitas Jama’ah Tarbiyah di Kota Purwokerto.

(1)

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edui

HALAQAH SEBAGAI MODEL BIMBINGAN KELOMPOK

UNTUK MENGEMBANGKAN KEPRIBADIAN MUSLIM

(Studi Etnografis pada Komunitas Jama’ah Tarbiyah di Kota Purwokerto)

DISERTASI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Pendidikan

Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh: Muskinul Fuad

0800823

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH PASCASARJANA


(2)

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.eduii


(3)

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.eduiii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “Halaqah sebagai Model Bimbingan Kelompok untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim: Studi Etnografis pada Komunitas Jamaah Tarbiyah di Kota Purwokerto” ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya, apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, 31 Mei 2013 Yang Membuat Pernyataan,

Muskinul Fuad 0800823


(4)

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.eduiv

KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah Rabbul „Izzati atas segala limpahan nikmat dan kasih sayang-Nya. Shalawat Salam semoga senantiasa tercurah kepada Sang Murabbi Agung di muka bumi ini, Nabi Muhammad Saw., yang telah melakukan tarbiyah ruhiyah dan nafsiah kepada para sahabat beliau, yang kemudian diteruskan oleh generasi tabi’in, para ulama, dan para da‟i penerusnya yang senantiasa berjuang tak kenal lelah, sehingga nilai-nilai Islam masih tegak di muka bumi sampai saat ini.

Disertasi ini merupakan bentuk upaya pencarian penulis atas berbagai model bimbingan dan konseling Islam yang selama ini menjadi konsen akademik penulis. Ketika diberi kesempatan untuk melakukan studi lanjut di Universitas Pendidikan Indonesia, penulis merasakan adanya kekosongan spiritual pada teori-teori bimbingan dan konseling yang dibangun oleh para ahli Bimbingan dan Konseling di dunia Barat. Saat membaca beberapa kajian tentang Konseling Islami, Konseling Lintas Budaya, dan Konseling Pribumi (indigenous counseling) dari beberapa ahli Konseling, penulis semakin terdorong untuk mengkaji masalah ini secara lebih intensif.

Akhir kata, penelitian ini tentu saja masih memiliki banyak kekurangan, sehingga penulis berdo‟a semoga ada orang lain yang akan memperbaikinya. Semoga karya ilmiah yang sederhana ini menjadi amal ibadah bagi penulis dan bagi semua


(5)

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.eduv

orang yang telah ikut terlibat di dalamnya, baik langsung maupun tidak langsung.

Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam kesempatan yang berbahagia ini penulis mengucapkan banyak terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Direktur Perguruan Tinggi Islam Kementerian Agama RI, Rektor Universitas Pendidikan Indonesia, Ketua STAIN Purwokerto, Segenap pimpinan Sekolah Pascasarjana UPI, dan Ketua Program Studi BK SPs UPI, atas segala kebijakan dan dukungannya kepada penulis selama belajar di UPI.

Secara khusus, penulis ucapkan terimakasih pula kepada para promotor, penguji, dan validator, yaitu Prof. Dr. H. Syamsu Yusuf LN., M.Pd., Prof. Dr. H. A. Juntika Nurihsan, M. Pd., Dr. Nandang Rusmana, M.Pd., Prof. Dr. H. Rochman Natawidjaja, Prof. Dr. H. Asep Muhidin, M. Ag., Dr. H. Anwar Sutoyo, M. Pd., Dr. H. Moh. Roqib, M.Ag., dan Dr. H. Isep Zainal Arifin, M. Ag., yang telah banyak memberi catatan, masukan, dan kritik konstruktif terhadap disertasi ini.

Penulis ucapkan terima kasih pula kepada segenap pimpinan dan civitas akademika STAIN, keluarga, teman-teman halaqah di Jama’ah Tarbiyah, dan seluruh pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan disertasi ini, atas segala dukungan dan do‟anya selama ini.


(6)

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.eduvi


(7)

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

ABSTRAK

Halaqah sebagai Model Bimbingan Kelompok untuk Mengembangkan Kepribadian

Muslim: Studi Etnografis pada Komunitas Jama’ah Tarbiyah di Kota Purwokerto .

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perlunya pengembangan model bimbingan dan konseling yang dibangun berdasarkan atas nilai dan tradisi keislaman, yaitu melalui apa yang dipahami dan dipraktekkan oleh umat Islam. Salah satu di antaranya adalah halaqah yang merupakan sebuah model bimbingan kelompok yang selama ini telah dipraktekkan secara intensif oleh berbagai komunitas masyarakat Muslim, khususnya Jama’ah Tarbiyah. Penelitian ini bertujuan untuk menggali pandangan hidup yang mendasari praktek halaqah, menggambarkan pelaksanaannya di lapangan, dan mengkonseptualisasikannya sebagai sebuah model bimbingan kelompok yang diorientasikan untuk mengembangkan kepribadian muslim. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dalam bentuk etnografi. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam, observasi partisipan, dan dokumentasi. Data yang dihasilkan kemudian dianalisis secara induktif, deskriptif, dan kualitatif. Prosesnya dilakukan baik sebelum di lapangan, selama di lapangan, ataupun setelah di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa halaqah yang dipraktekkan oleh komunitas Jama’ah Tarbiyah didasarkan pada beberapa pandangan hidup mereka yang lazim disebut dengan istilah Manhaj Tarbiyah. Pandangan ini terutama berkaitan dengan konsep-konsep kunci seperti dakwah, tarbiyah, halaqah, murabbi, mutarabbi, ukhuwah, ta’aruf, tafahum,dan takaful. Dilihat dari teori bimbingan dan konseling kelompok, halaqah memiliki aspek-aspek seperti: tujuan, tahapan, metode, konten, manajemen, dinamika, dan nilai-nilai kelompok. Interaksi di antara para peserta halaqah dapat dikatakan lebih mendalam dan sarat akan penanaman nilai ukhuwah (persaudaraan) melalui tahapan ta’aruf (upaya saling mengenal), tafahum (upaya saling memahami), dan takaful (upaya saling menolong dan menanggung beban). Oleh karena itu, halaqah,dengan segala aspek yang ada di dalamnya, dapat disebut sebagai TheBrotherhood Group (kelompok persaudaraan). Artinya, halaqah adalah model kelompok dengan nuansa persaudaraan yang berorientasi pada pengembangan kepribadian muslim. Secara hipotetik, halaqah adalah model bimbingan kelompok yang dapat dijadikan sarana ideal bagi pengembangan kepribadian muslim, karena dikembangkan dari pemahaman masyarakat muslim terhadap nilai-nilai ajaran Islam, khususnya prinsip ukhuwah (persaudaraan), berjamaah, dan tarbiyah madal hayah (pendidikan sepanjang hidup).. Sebagai model bimbingan kelompok yang memiliki pijakan normatif dan historis, perumusan halaqah sebagai sebuah model bimbingan kelompok sangat berarti bagi upaya pengembangan bimbingan dan konseling Islami ke depan. Secara praktis, halaqah dapat dijadikan sebagai metode bimbingan kelompok untuk seluruh komunitas muslim, karena ia merupakan tradisi bimbingan kelompok yang menjadi milik umat Islam secara universal.

Kata kunci: Jama’ah Tarbiyah, halaqah, ukhuwah, model bimbingan kelompok, dan kepribadian muslim


(8)

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

ABSTRACT

Title: Halaqah as Group Guidance Model for Muslim Personality Development: an Ethnographic Study on Jamaah Tarbiyah Community in Purwokerto This research is motivated by the need for the development of guidance and counseling models are built based on Islamic values and traditions, through what is understood and practiced by Muslims. One of them is halaqah which is a model of group guidance that has been practiced intensively by various Muslim communities, especially Jama'ah Tarbiyah. This study aims to explore the underlying worldview halaqah practice, describe its implementation in the field, and conceptualize as a model of group-oriented guidance to develop the Muslim personality. The research method used was a qualitative method in the form of ethnography. Data were collected through in-depth interviews, participant observation, and documentation. The resulting data is then analyzed inductively, descriptive, and qualitative. The process is done well before in the field, while in the field, or after in the field. The results showed that halaqah practiced by the Jama’ah Tarbiyah community based on some of their worldview commonly known by the term Manhaj Tarbiyah. This view is mainly concerned with key concepts like dakwah, tarbiyah, halaqah, murabbi, mutarabbi, ukhuwah, ta'aruf, tafahum, and takaful. Judging from the theory of group guidance and counseling, halaqah has aspects such as: goals, stages, methods, content, management, dynamics, and the values of the group. Interaction among the halaqah participants arguably more profound and full of brotherhood planting through the stages ta'aruf (attempt to know each other), tafahum (attempt to understand each other), and takaful (mutual help efforts and bear the burden). Therefore, halaqah, with all aspects in it, can be referred to as The Brotherhood Group (fraternity). That is, halaqah is the model with the feel of a group-oriented fraternal Muslim personality development. Hypothetically, halaqah is a model of group guidance that can be used as a means for the development of an ideal Muslim personality, because it was developed from an understanding of Muslim society to the values of Islam, in particular the principle of ukhuwah (brotherhood), congregation, and tarbiyah madal hayah (life-long education). As a model of group guidance that has normative and historical footing, halaqah formulation as a model of group guidance is very significant for the development of Islamic guidance and counseling efforts forward. Practically, halaqah can be used as a method of group guidance for the Muslim community. It is the guidance tradition that has belonged to the group of Muslims universally.


(9)

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

i

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN………. ii

HALAMAN PERNYATAAN ……….... iii

ABSTRAK……… iv

KATA PENGANTAR……….. vi

UCAPAN TERIMAKASIH………. vii

DAFTAR ISI……… viii

DAFTAR TABEL……….... x

DAFTAR GAMBAR……….. xi

DAFTAR LAMPIRAN……….. xii

BAB I. PENDAHULUAN……….. 1

A.Latar Belakang Penelitian...……….…………... 1

B.Fokus Masalah dan Pertanyaan Penelitian……….. 14

C.Tujuan Penelitian………. 16

D.Urgensi Penelitian………... 17

BAB II. TEORI BIMBINGAN KELOMPOK…...………. 19

A.Pengertian ………….………. 19

B.Jenis-jenis Kelompok………. 22

C. Orientasi dan Tujuan Kelompok……… 27

D.Kepemimpinan Kelompok………. 32

E. Proses dan Dinamika Kelompok……….... 40

F. Penggunaan Teknik dalam Kelompok………... 47

G.Bimbingan Kelompok dalam Konteks Multikutural……… 52

H.Halaqah sebagai Model Bimbingan Kelompok dalam Masyarakat Muslim... 61

I. Pengembangan Kepribadian dalam Halaqah ... 68

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN……….. 85

A.Pendekatan……….. 85

B. Subyek……….… 87

C.Proses dan Teknik Pengumpulan Data…………...………... 88

D.Analisis Data... 92

E. Keabsahan Data dan Hasil Penelitian…..……… 94

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 97

A.Pandangan Hidup Jama’ah Tarbiyah yang Mendasari Praktek Halaqah ... 97

B.Praktek Bimbingan Kelompok dalam Halaqah Jama’ah Tarbiyah………. 169


(10)

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

ii

D.Rumusan Model Hipotetik: Halaqah sebagai Model Bimbingan Kelompok

untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim……….. 247

BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI….……… 289

A.Kesimpulan……….. 289

B. Rekomendasi……… 291

DAFTAR PUSTAKA……… 292

LAMPIRAN……….. 296 RIWAYAT HIDUP


(11)

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

iii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Perbandingan Tujuan Kelompok………... 29 Tabel 4.1. Perbandingan Halaqah dan Teori Bimbingan dan Konseling


(12)

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Peran Murabbi dalam Kelompok Halaqah………141

Gambar 4.2 Kerangka Umum Manajemen Tarbiyah………161

Gambar 4.3 Inter-relasi antara murabbi dan para mutarabbi………213

Gambar 4.4 Halaqah sebagai Model Bimbingan Kelompok untuk……….250 Mengembangkan Kepribadian Muslim


(13)

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

v

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pedoman wawancara kepada mutarabbi………..295

2. Pedoman wawancara kepada murabbi……….297

3. Pedoman observasi partisipan dalam mengikuti kegiatan halaqah……..299

4. Surat permohonan umpan balik (debriefing) kepada Narasumber……..300

(informan) 5. Surat permohonan validasi kepada pakar………301

6. Hasil validasi dari pakar………..304

7. Catatan lapangan hasil observasi……….312

8. Field notehasi wawancara………..446

9. Contoh pesan-pesan melalui sms atau e-mail di antara anggota……….502

halaqah 10.Catatan Lapangan Hasil Testimoni………..505

11.Wirid al-Ma’tsurat………...506

12. Pokok-pokok bai’at ikhwan………507

13.Peer Debriefing……… 524

14.Foto-foto aktivitas Halaqah ……… 527

15. Rancangan model hipotetik………. 535


(14)

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu


(15)

1

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

Sebagai pijakan untuk memahami masalah, arah, dan konteks penelitian, dalam bab ini dibahas beberapa aspek penting yaitu latar belakang penelitian, fokus masalah dan pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, dan urgensi penelitian.

A. Latar Belakang Penelitian

Meski telah mencapai usia 67 tahun kemerdekaan dan 14 tahun reformasi, bangsa Indonesia belum juga beranjak jauh dari berbagai problem berat yang harus dilalui, misalnya soal pengangguran dan kemiskinan. Problem ini pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari kualitas moral bangsa yang saat ini dicirikan oleh maraknya praktek mafia hukum, korupsi, konflik, disintegrasi, kriminalitas, terorisme, narkoba, menurunnya etos kerja, dan sebagainya (Megawangi, 2007: 3). Sebuah berita hangat yang datang dari dunia pendidikan, berkaitan dengan kasus contek masal saat Ujian Nasional tahun 2011, sebagaimana ditulis oleh vivanews.com (15 Juni 2011), cukup menambah daftar panjang problem bangsa ini. Al, seorang siswa sebuah Sekolah Dasar di kota Surabaya, yang mencoba ingin menegakkan kejujuran bersama sang Ibu sesaat setelah ujian nasional berakhir, ternyata mendapat tantangan keras dari sekolah dan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya. Mereka berdua sempat harus terusir dari kampung halamannya untuk menghindari reaksi massa yang tidak setuju dengan langkah mereka. Akan tetapi, langkah ibu dan anak ini kemudian mendapatkan dukungan yang besar dari berbagai kalangan masyarakat, terutama


(16)

2

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

melalui jaringan media sosial. Mereka pun kemudian dianggap layak untuk dijuluki sebagai “pahlawan kejujuran”.

Kondisi domestik tersebut pada dasarnya tidak terlepas dari krisis dunia saat ini. Berita media masa hampir setiap hari diwarnai dengan laporan soal krisis keuangan global, ancaman terorisme, kekerasan, kelaparan, kemiskinan, HIV/AIDS, peredaran narkoba, peperangan yang tak berujung, dan sebagainya. Menurut Lubis (Bastaman, 2007: vii), krisis multidimensi; ekonomi, sosial, politik, hukum, budaya, dan moral, baik yang melanda negeri tercinta ini khususnya atau dunia pada umumnya, sesungguhnya berakar dari krisis identitas yang bersumber dari tidak jelasnya jatidiri bangsa. Krisis identitas dan hilangnya jati diri ini, dalam dimensi psikologis, berkaitan erat dengan tidak jelasnya nilai-nilai penting dan berharga yang dapat dijadikan sebagai pedoman hidup.

Itulah ironi atau tragedi yang sedang dialami umat manusia di jaman modern ini. Mereka sesungguhnya sedang mencari-cari apa yang menjadi jati diri atau fitrah hidupnya kembali. Shandel, sebagaimana dikutip oleh Shari’ati (Agustian, 2004: xliii), menyatakan bahwa bahaya paling besar yang dihadapi umat manusia saat ini bukanlah ledakan bom atom, tetapi perubahan fitrah. Unsur kemanusiaan yang ada dalam diri manusia sedang mengalami kehancuran sedemikian hebat, sehingga yang ada sekarang ini adalah sebuah ras yang non manusiawi, yaitu berupa mesin berbentuk manusia yang tidak sesuai lagi dengan kehendak Tuhan dan alam yang fitrah. Inilah gambaran untuk orang-orang yang telah buta hati dan nuraninya.


(17)

3

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Kepribadiannya tidak lagi mencerminkan fitrah kemanusiannya yang hakiki. Ia telah tertutupi oleh indahnya kehidupan dunia yang serba gemerlap dan selalu menggoda.

Kondisi tersebut mengisyaratkan bahwa ada yang perlu dibenahi dari cara berpikir dan pandangan hidup manusia yang hidup di abad ini. Ada yang perlu dievaluasi serta diperbaiki dari kepribadian mereka, agar terbebas dari krisis kemanusiaan global. Karena ilmu pengetahuan modern an sich telah terbukti gagal membenahi kepribadian manusia, terutama sisi moral dan ruhaninya, maka satu-satunya harapan yang tersisa adalah pada ajaran-ajaran agama, termasuk Islam di dalamnya. Bunyamin E. Mays pernah menegaskan bahwa:

Dunia modern saat ini memiliki orang-orang terdidik yang jauh lebih banyak sepanjang sejarah. Kita juga memiliki lulusan-lulusan perguruan tinggi yang lebih banyak, tetapi kemanusiaan kita adalah kemanusiaan yang berpenyakit. Bukan pengetahuan yang kita butuhkan, karena kita sudah punya banyak pengetahuan. Manusia modern sedang membutuhkan sesuatu yang spiritual (Rakhmat dalam Dahlan, 2005: 16).

Sesungguhnya, apabila umat Islam mau berkaca pada sejarah, terutama dengan mengikuti fase-fase awal dakwah Islamiyah dan melihat terjadinya perubahan kepribadian pada individu-individu (para sahabat) yang mempelajari Islam di madrasah Rasulullah, maka mereka akan mampu memahami secara gamblang bagaimana pengaruh besar yang diberikan Al-Qur’an (Islam) terhadap jiwa manusia. Bagi seorang muslim, Al-Qur’an adalah sebuah kitab yang menjadi sumber pokok ajaran Islam dan merupakan hidayah yang diturunkan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw. untuk segenap manusia. Di dalamnya Allah banyak menyapa akal dan perasaan manusia, mengajarkan tauhid, menyucikan mereka dengan berbagai


(18)

4

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

ibadah, menunjukkan mereka pada hal-hal yang dapat membawa kebaikan dan kemaslahatan dalam kehidupan individu dan sosial, dan membimbing mereka kepada agama yang luhur, agar mereka dapat melakukan aktualisasi diri, mengembangkan pribadi, dan meningkatkan diri mereka ke taraf kesempurnaan insani. Dengan jalan tersebut, manusia dapat mencapai kebahagiaan mereka baik di dunia maupun di akhirat (Najati, 2008: 421).

Idealnya, sebagaimana telah banyak digambarkan dalam Al-Qur’an, seorang muslim adalah pribadi yang beriman kepada Allah secara benar, beribadah kepada-Nya secara benar, senantiasa berpegang teguh pada nilai-nilai kemanusiaan yang luhur dan akhlak mulia dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat, menghindari perbuatan yang terlarang, dan bersikap secara ikhlas, amanah, dan sempurna dalam beramal. Inilah gambaran kepribadian paripurna yang hendaknya dapat dimiliki, dicapai, atau diwujudkan oleh semua manusia. Karakteristik kepribadian seperti inilah yang hendak dicapai Rasulullah dalam membina umatnya. Sejarah mencatat bahwa Rasulullah telah berhasil mengubah kepribadian para sahabatnya secara total dan membentuk mereka sebagai muslim sejati yang kemudian mampu mengubah wajah sejarah dengan kekuatan kepribadian, kemuliaan akhlak, keluhuran cita-cita, dan keteladanan agung yang mereka pelajari dari Al-Qur’an dan Sunnah (Najati, 2008: 384).

Salah satu gambaran pribadi muslim yang dicontohkan oleh al-Qur’an adalah terdapat pada Surat al-Furqan ayat 63-76: “Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu adalah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah


(19)

5

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

hati…..”(Depag RI, 2006). Dari ayat-ayat ini, Mahmud (2004: 182) menjelaskan bahwa ciri kepribadian seorang muslim adalah: berinteraksi dengan orang lain dengan penuh kerendahan hati dan kesabaran, menjawab sapaan orang bodoh dengan kata-kata yang membawa keselamatan, selalu mendekatkan diri kepada Allah di malam hari, selalu berdo’a kepada Allah agar terhindar dari api neraka, tidak berlebihan dalam menginfakkan harta dan tidak bakhil dengannya, tidak menyekutukan Allah, tidak membuat kesaksian palsu, dan sebagainya.

Oleh karena itu, umat muslim di seluruh dunia saat ini ditantang untuk dapat mengejawantahkan kembali misi suci Islam tersebut dalam praktek-praktek pendidikan mereka. Mereka harus mampu menjadi pionir dalam gerakan moral membangun karakter bangsa, yang diawali dari upaya pengembangan pribadi generasi muda. Untuk itu, mereka harus merujuk kepada khazanah dan tradisi Islam yang kaya dengan prinsip-prinsip dan pola pengembangan akhlak mulia. Mereka dapat menengok kembali pemikiran dan praktek pengembangan karakter yang telah dikembangkan oleh tokoh-tokoh seperti Al-Ghazali, Ibnu Maskawaih, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Hasan Al-Banna, dan lainnya. Namun demikian, mereka juga perlu memanfaatkan hasil kajian ilmu pengetahuan modern tentang pengembangan pribadi, misalnya Psikologi dan Konseling.

Menurut Bastaman (2007: 151), dewasa ini telah dikembangkan berbagai pendekatan, metode, dan pelatihan yang bercorak psikologis untuk pengembangan pribadi, baik berupa model pelatihan sendirian (solo training) maupun pelatihan dalam kelompok (group training). Solo training awalnya berasal dari praktek


(20)

6

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

keagamaan yang telah lama ada seperti meditasi, retreat, dan tafakur, tetapi kemudian dikembangkan dan dimodifikasi secara psikologis dengan memanfaatkan metode perenungan atau introspeksi diri. Model ini tidak banyak melibatkan orang lain dalam pelaksanaannya, karena lebih berorientasi pada proses pemahaman, penyadaran, dan pengenalan diri secara mandiri. Sebaliknya, pelatihan dalam kelompok dilakukan bersama orang lain melalui komunikasi antarpribadi dan proses dinamika kelompok. Dalam kegiatan ini, suasana atau iklim kelompok diupayakan sedemikian rupa agar pengungkapan diri dan umpan balik dapat berkembang secara bebas dan nyaman. Dengan langkah ini, para peserta pelatihan (konseli) diharapkan dapat memperolah gambaran yang lebih luas dan mendalam tentang dirinya serta dapat meningkatkan hubungan yang lebih akrab dengan orang lain. Dalam model ini dikenal beberapa contoh pelatihan pengembangan pribadi seperti t-group, encounter group, sensitivity training, dan logoanalysis. Dalam perkembangannya kemudian, aktivitas bimbingan dan konseling kelompok tidak lagi ditujukan untuk kepentingan penyelesaian masalah (kuratif) saja, melainkan lebih luas dari itu. Ia adalah sebuah sarana penting bagi pencegahan masalah, pemahaman, pemeliharaan, dan pengembangan pribadi.

Pendekatan kelompok adalah sebuah metode intervensi yang telah lazim digunakan dalam profesi bimbingan dan konseling. Dalam beberapa dekade terakhir pendekatan ini menjadi sangat populer, karena cakupan dan dimensinya yang semakin luas dan beragam. Para akademisi dan praktisi dalam bidang ini pun telah banyak memberikan informasi teoritis dan empiris seputar jenis, tujuan, konsep,


(21)

7

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

prosedur, dan teknik dalam proses kelompok. Kelompok dengan berbagai tujuan dan penggunaannya telah diperkenalkan, didefinisikan, dan diklasifikasikan oleh para ahli (Chen, 1995: 1).

Menurut Corey (2008: 4-5), pendekatan kelompok adalah sebuah intervensi yang semakin banyak digunakan dalam berbagai seting dan sasaran yang berbeda-beda. Pendekatan ini dapat didesain untuk menghadapi kebutuhan-kebutuhan kelompok populasi yang spesifik seperti anak, remaja, mahasiswa, orang dewasa, dan orang yang lebih lanjut usianya. Demikian pula untuk kelompok-kelompok yang memiliki masalah khusus seperti penderita HIV/AIDS, penyandang masalah narkoba, korban kekerasan, dan sebagainya.

Pendekatan kelompok membantu para anggotanya untuk dapat bertemu hampir setiap saat, sesuai kebutuhan. Salah satu alasan yang membuat pendekatan ini menjadi semakin populer adalah karena pendekatan ini dipandang lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan pendekatan individual. Hal ini terjadi karena dalam sebuah kelompok setiap anggota tidak hanya memperoleh insight (pencerahan), tetapi dapat mempraktekkan keterampilan-keterampilan baru baik selama dalam kelompok maupun dalam interaksi kehidupan mereka sehari-hari di luar kelompok. Selain itu, setiap anggota dalam sebuah kelompok akan mendapatkan manfaat dan umpan balik dari sesama anggota lainnya, sebagaimana mereka dapatkan pula dari konselor (pemimpin) kelompok tersebut. Sebuah kelompok memungkinkan terjadinya proses modeling (belajar dengan saling mencontoh), karena seorang anggota dalam


(22)

8

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

kelompok dapat belajar bagaimana cara-cara menyelesaikan masalah dengan mengamati anggota lain yang memiliki konsen yang sama.

Dalam prakteknya, seorang konselor (orang yang membantu) dan konseli (individu atau kelompok yang dibantu) akan bertemu dalam sebuah interaksi yang akrab untuk mencapai tujuan atau perubahan tertentu pada pribadi konseli. Hanya saja, dalam menjalankan proses bantuannya, seorang konselor akan sangat dipengaruhi oleh cara pandang atau teori yang ada. Secara umum, teori atau pendekatan bimbingan dan konseling yang berkembang dewasa ini terlalu didominasi oleh paradigma konseling konvensional yang berorientasi Psikoanalitik, Behavioristik, dan Humanistik. Akan tetapi, kurang lebih dalam satu dekade terakhir, berbagai studi tentang konseling multikultural menunjukkan bahwa faktor-faktor seperti budaya, gender, agama, dan identitas lain adalah aspek-aspek penting dalam diri individu yang akan sangat mempengaruhi tujuan dan pola hubungan dalam bimbingan dan konseling (Abdullah, 2007: 42).

Alladin, sebagaimana dikutip oleh Abdullah (2007: 42), menegaskan bahwa jika seorang konselor menginginkan agar konseli yang dibantunya dapat mendapatkan manfaat secara maksimal dari proses konseling, maka ia harus dapat meninggalkan pendekatan konseling konvensional, khususnya ketika ia bekerja dalam konteks budaya dan agama yang beragam. Kebutuhan akan pendekatan bimbingan dan konseling yang sesuai dengan konteks budaya dan agama ini kemudian memunculkan wacana perlunya pengembangan bimbingan dan konseling yang disebut dengan indigenous counseling, yaitu sebuah pola bimbingan dan


(23)

9

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

konseling yang berakar atau digali dari nilai-nilai atau tradisi yang ada dalam sebuah komunitas (kelompok masyarakat). Wacana ini tidak dapat dilepaskan pula dari berkembangnya wacana indigenous psychology, yaitu upaya membangun psikologi yang mempertimbangkan faktor sosial-politik, sejarah, agama, ekologi, dan lainnya yang membuat setiap kelompok budaya, serta setiap orang sebagai agen bagi tindakan mereka sendiri (Kim, et al., 2010: 811).

Hwang (2009: 5) menyatakan bahwa terjadinya krisis epistemologis yang disebabkan oleh adopsi secara mutlak terhadap paradigma penelitian Barat, telah memunculkan gerakan pribumisasi psikologi dan konseling dari sejumlah psikolog Non- Barat. Para psikolog ini merasa tidak puas, karena temuan-temuan hasil penelitian yang diturunkan dari replikasi paradigma Barat ternyata tidak relevan atau tidak adekuat lagi untuk memahami psikologi masyarakat di negeri-negeri Non-Barat. Gerakan ini muncul sejak awal tahun 1980-an di kalangan komunitas ilmuwan di negeri-negeri Non-Barat seperti Pilipina, Jepang, India, Taiwan, Korea, dan Hongkong. Sejumlah psikolog pribumi menganjurkan studi ilmiah terhadap perilaku dan proses psikologis manusia dalam sebuah konteks yang bermakna secara budaya. Sebagai contoh, para psikolog konseling di China telah melakukan pengembangan model konseling yang dibangun berdasarkan nilai-nilai yang ada dalam tiga budaya besar yang dipandang sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat China, yaitu Confusianisme, Taoisme, dan Budhisme (Hwang, 2009: 5-6; Hwang & Chang: 20-21).


(24)

10

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Dalam konteks Indonesia, Joyoatmojo (2010: 1-2) menilai bahwa pada umumnya para praktisi konseling di Indonesia dalam melaksanakan layanan konseling menggunakan ancangan dari Barat yang telah mapan. Meskipun ancangan ini dipandang efektif dalam membantu konseli di negara Barat, para praktisi bimbingan dan konseling di Indonesia semestinya dapat melakukan penyesuaian atau pengembangan untuk dapat membantu konseli yang berasal dari lingkungan budaya Indonesia. Hal ini disebabkan oleh karena setiap pendekatan konseling banyak memiliki muatan budaya, sementara antara budaya Indonesia dengan budaya Barat kerap dijumpai adanya perbedaan dan pertentangan.

Dalam konteks masyarakat muslim, seiring dengan pesatnya perkembangan umat muslim di berbagai negara, termasuk di negara Barat, semakin besar pula kesadaran para ahli Psikologi dan Konseling terhadap pengembangan model bimbingan dan konseling yang dibangun berdasarkan atas pemahaman yang mendalam terhadap nilai-nilai atau ajaran Islam, baik yang tercantum dalam sumber tertulis yaitu Al-Qur’an dan Hadits maupun yang diyakini dan dipraktekkan oleh umat muslim (Hamdan, 2007: 1; Ali, et al., 2005: 1).

Tumbuhnya kesadaran akan pentingnya pengembangan bimbingan dan konseling yang berwawasan Islam ini tentu memerlukan beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan oleh para ilmuwan Muslim. Menurut Subandi (2000: 212), paling tidak terdapat lima strategi yang dapat ditempuh untuk dapat mengembangkan kajian Konseling dan Psikoterapi yang berwawasan Islam, yaitu : pemantapan dasar pijak teoritik, penggalian aspek-apek terapetik ajaran Islam, islamisasi praktek dan


(25)

11

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

teori Konseling dan Psikoterapi Barat, penggalian praktek Konseling dan Psikoterapi yang telah dilaksanakan dalam kehidupan masyarakat Muslim, dan menyusun pola pendidikan dan latihan untuk membentuk konselor Muslim.

Penelitian ini dilakukan dalam konteks salah satu strategi di atas, yaitu menggali praktek dan pola bimbingan kelompok yang ada dalam sebuah komunitas masyarakat muslim di Indonesia yang oleh para ahli biasa disebut dengan gerakan tarbiyah atau Jama’ahTarbiyah (Fealy dan Bubalo, 2007: 108; Machmudi, 2010: 1). Salah satu kegiatan utama yang biasa dipraktekkan dalam komunitas ini adalah halaqah (pertemuan kelompok). Beberapa kalangan menyebutnya dengan istilah usrah, mentoring, ta’lim, liqa’, atau pengajian kelompok (Lubis, 2010: 16). Kegiatan ini tersebar di berbagai komunitas, baik itu kampus, sekolah, kantor, pabrik, masjid, maupun di rumah-rumah. Fenomena ini tidak saja berlangsung di Indonesia, tetapi terjadi pula di negara-negara lain di berbagai belahan dunia. Halaqah diyakini oleh mereka yang mengikutinya sebagai sarana yang efektif untuk memahami dan mengamalkan Islam secara rutin dan konsisten, serta membentuk kepribadian muslim para anggotanya.

Dalam konteks pendidikan, halaqah dipandang telah berkembang sebagai alternatif model pendidikan Islam yang berhasil dalam membentuk kepribadian Islami (syakhshiyah Islamiyah) pada diri anggotanya. Hal ini dapat dilihat pada perannya dalam membentuk generasi muda muslim yang memiliki ghirah (semangat) dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam. Jumlah mereka semakin meningkat bersamaan dengan bertambahnya jumlah halaqah yang terbentuk di


(26)

12

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

berbagai kalangan. Halaqah dipandang pula sebagai sebuah aktivitas pendidikan dan dakwah Islam yang masif dan merakyat, karena dapat menerima anggota dari berbagai kalangan, tanpa melihat status pendidikan, ekonomi, sosial, dan latar belakang budaya. Satu-satunya pengikat di antara mereka adalah adanya kesamaan keyakinan yaitu Islam. Saat ini halaqah telah menjadi sebuah wadah pendidikan Islam (tarbiyah Islamiyah) yang semakin inklusif (Lubis, 2010: 17).

Jika dirujuk pada sejarah Islam, maka halaqah sesungguhnya adalah salah satu model dakwah kelompok yang pertama kali dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. secara sembunyi-sembunyi, yaitu melalui kelompok pertemuan secara rutin di rumah sahabat Arqam bin Abil Arqam (Mahmud, 2008: 129). Di sinilah Nabi aktif melakukan bimbingan secara intensif kepada para sahabat yang menjadi generasi awal pemeluk Islam pada periode Mekkah. Model ini kemudian dilestarikan, dilakukan baik secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, dan dikembangkan oleh generasi Islam pasca Nabi melalui berbagai kelompok pertemuan yang dilakukan oleh para sahabat, tabi’in, dan seterusnya. Tradisi ini selanjutnya dilaksanakan oleh para ulama, organisasi, kelompok tarikat, atau gerakan dakwah yang ada di berbagai penjuru dunia.

Salah satu dari mereka adalah sebuah gerakan dakwah kontemporer bernama Jama’ah Ikhwanul Muslimin, yang didirikan oleh Hasan Al-Banna di Mesir. Organisasi ini kemudian banyak memberikan warna dan orientasi dakwah kepada berbagai negara muslim lainnya, termasuk Indonesia. Di Indonesia, kelompok keagamaan yang dipandang banyak mendapatkan inspirasi dari gerakan Ikhwanul


(27)

13

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Muslimin adalah komunitas Jama’ah Tarbiyyah. Jama’ah Ikhwanul Muslimin sendiri oleh para pengamat dianggap sebagai kelompok atau komunitas yang paling fenomenal di antara gerakan-gerakan keagamaan Islam yang lain, karena kemampuannya dalam menyebarkan ide-ide dan pengaruhnya ke berbagai penjuru dunia. Meskipun di negara asalnya, Mesir, komunitas ini mengalami tekanan politik yang luar biasa, yang membatasi perkembangan mereka sebagai kekuatan politik, tetapi ide-ide mereka disambut dengan baik dan berkembang begitu cepat di berbagai negara, terutama di dunia Islam. Indonesia, sebagai negeri muslim terbesar di dunia, pun tidak imun dari fenomena ini (Machmudi, 2010: 1; Fealy dan Bubalo, 2007: 108).

Halaqah, yang lazim pula disebut dengan istilah halaqah tarbawiyyah, adalah kegiatan paling intensif yang dilakukan oleh para anggota Jama’ah Tarbiyah, yaitu satu kali dalam sepekan dengan lama pertemuan kira-kira dua sampai tiga jam. Halaqah merupakan pertemuan dalam dinamika kelompok dengan jumlah rata-rata anggota antara 5-10 orang. Unsur utama halaqah adalah pembimbing (murabbi) yang menjadi penanggung jawab dan peserta tarbiyah (mutarabbi). Halaqah dijalankaan atas beberapa prinsip yaitu: keseriusan, memiliki rasa tanggung jawab atas kesuksesan halaqah, kepercayaan, dan ketaatan kepada murabbi selama yang bersangkutan tidak bermaksiat kepada Allah, dan konsultasi dan komunikasi yang intens antara mutarabbi dan murabbi (Hidayat, 2009: 1).

Dalam konteks bimbingan dan konseling, halaqah dapat diasumsikan sebagai model kelompok pertemuan yang muncul dan berkembang dalam sejarah masyarakat


(28)

14

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

muslim dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari dakwah Islam itu sendiri. Halaqah dapat dijadikan pijakan dasar dalam mengembangkan model bimbingan dan konseling kelompok. Sebagai sebuah kelompok bimbingan, halaqah diduga memiliki manhaj atau model tersendiri yang mencakup prinsip dan tujuan, nilai, prinsip, dinamika, proses, dan pola bimbingan yang unik, jika dibandingkan dengan model pertemuan kelompok lain dengan budaya yang berbeda.

Dalam rangka itulah penelitian ini dilakukan. Dengan mengambil kelompok-kelompok halaqah yang ada di kalangan jama’ah Tarbiyah kota Purwokerto sebagai subyek penelitian, penulis berusaha untuk menggali, menemukan, dan menggambarkan secara mendalam aspek-aspek yang ada dalam halaqah, seperti tujuan, prinsip, nilai, proses, dinamika, dan teknik bimbingan kelompok. Dari aspek-aspek ini kemudian akan tergambar sebuah model bimbingan halaqah yang selama ini telah dipraktekkan oleh komunitas Jama’ah Tarbiyah.

B. Fokus Masalah dan Pertanyaan Penelitian

Penelitian ini akan difokuskan pada pembahasan tentang halaqah sebagai model bimbingan kelompok yang dikembangkan berdasarkan pengamatan yang mendalam terhadap model bimbingan yang dipraktekkan oleh komunitas Jama’ah Tarbiyah di Purwokerto dalam rangka mengembangkan kepribadian muslim para anggotanya. Pengertian halaqah dalam konteks penelitian merujuk pada pertemuan dinamika kelompok yang diikuti sejumlah anggota antara 5-10 orang yang di dalamnya terdapat satu orang yang berperan sebagai murabbi (pendidik, pembimbing atau pemimpin kelompok) dan lainnya berperan sebagai mutarabbi (terdidik, yang


(29)

15

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

dibimbing atau anggota kelompok). Dalam pengetian ini, halaqah lebih mengarah kepada sebuah pertemuan (kegiatan) yang di dalamnya terdapat unsur tujuan, materi, waktu, tempat, dan teknik bimbingan. Akan tetapi, sesuai dengan penggunaannya di lapangan, halaqah dapat pula merujuk pada entitas sebuah kelompok yang merupakan sebuah ikatan inter-relasi antara murabbi dan mutarabbi. Dalam arti yang kedua ini, halaqah lebih mengarah kepada dinamika psikologis yang terjadi dalam sebuah kelompok. Dalam dua batasan pengertian inilah halaqah dapat dipotret sebagai sebuah model kelompok atau model bimbingan kelompok.

Model, sebagaimana dijelaskan oleh Rakhmat (2001:59-60), dapat diartikan sebagai gambaran yang dirancang untuk mewakili kenyataan. Model dapat pula didefinisikan sebagai tiruan gejala yang akan diteliti, yang menggambarkan hubungan di antara variabel, sifat, atau komponen dari gejala tersebut. Model membantu peneliti untuk berpikir sistematis, logis, dapat mengambil proses atau gejala yang kompleks, yang terlalu besar untuk untuk dianalisis atau dimanipulasi, dan menyederhanakannya menjadi serangkaian variabel yang berarti.

Berdasarkan karakteristik dan fungsinya, model yang dimaksud dalam konteks penelitian dengan paradigma kualitatif ini adalah model yang bersifat grounded, yaitu disusun berdasarkan dari data atau gejala yang ada di lapangan (existing model), dan bersifat hipotetik; yaitu dimaksudkan sebagai sebuah proposisi yang berfungsi untuk membuat peneliti peka terhadap fenomena yang diteliti, untuk dicari kemungkinannya, dan tidak dimaksudkan untuk dites secara eksplanatif, sebagaimana biasa terjadi dalam paradigma kuantitatif (Alwasilah, 2009:133).


(30)

16

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Artinya, model yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah model yang bersifat deskriptif, karena hanya memerikan atau menggambarkan situasi, bukan untuk meramal atau menyarankan sesuatu (Rakhmat, 2001:61). Dengan kata lain, penelitian ini tidak akan bermuara pada pengujian efektivitas model, melainkan hanya berhenti pada perumusan terhadap halaqah sebagai sebuah model bimbingan kelompok secara hipotetik. Model ini lebih bersifat konseptual daripada teknis-operasional.

Untuk mempermudah peneliti dalam melakukan identifikasi, deskripsi, dan kategorisasi terhadap model bimbingan halaqah yang dipraktekkan oleh komunitas Jamaah Tarbiyah ke dalam konteks bimbingan dan konseling kelompok, peneliti menyajikan tiga permasalahan utama yang akan dijawab dalam penelitian ini, yaitu :

1. Pandangan hidup apa yang mendasari praktek bimbingan kelompok model halaqah oleh komunitas Jama’ah tarbiyah?.

2. Bagaimana proses bimbingan kelompok model halaqah yang selama ini telah dipraktekkan oleh komunitas Jama’ah Tarbiyah dalam rangka mengembangkan kepribadian para anggotanya?.

3. Bagaimana rumusan model bimbingan halaqah yang secara hipotetik dapat digunakan untuk mengembangkan pribadi muslim?.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan di atas, maka penelitian ini sesungguhnya bertujuan untuk menemukan rumusan model hipotetik terkait halaqah sebagai model bimbingan kelompok untuk mengembangkan kepribadian muslim. Namun demikian, untuk memahami posisi dan arti penting halaqah dalam konteks manhaj (kerangka


(31)

17

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

berpikir) dan nilai-nilai yang selama ini yakini oleh Jama’ah Tarbiyah, penulis terlebih dahulu akan mengungkapkan pandangan hidup yang melandasi praktek halaqah dan menggambarkan pelaksanaannya di lapangan, dan kemudian menganalisisnya dalam konteks bimbingan dan konseling dengan memanfaatkan pandangan para pakar bimbingan dan konseling.

D. Urgensi Penelitian

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi dalam upaya pengembangan bimbingan dan konseling Islami yang digali dan dikembangkan dari praktek bimbingan kelompok model halaqah. Sebagaimana telah dijelaskan, menurut apa yang diungkap oleh Subandi (2000:212), salah satu strategi yang dapat ditempuh untuk mengembangkan kajian bimbingan dan konseling Islami adalah dengan mempelajari model bimbingan dan konseling yang telah ada atau dipraktekkan oleh masyarakat muslim, baik secara individual maupun kelompok.

Hal ini berkaitan pula dengan rekomendasi akademik yang dikemukakan oleh Hwang (2009:5), tentang perlunya membangun indigenous counseling (model bimbingan dan konseling pribumi). Oleh karena itu, penulis berkeyakinan bahwa penelitian ini memiliki relevansi dengan perkembangan berbagai wacana baik itu indigenous counseling maupun wacana-wacana lain misalnya indigenous psychology, cross-culture psychology, dan cross-culture counseling. Hal ini tampaknya merupakan jawaban atas keterbatasan paradigma keilmuan barat yang selama ini dipandang sebagai sesuatu yang universal. Penelitian ini juga memiliki urgensi dalam


(32)

18

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

mengungkap sisi-sisi emic dari fenomena perilaku sebuah kelompok yang memiliki budaya tertentu.

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi para pembimbing dan konselor yang tertarik dalam mempraktekkan halaqah sebagai model bimbingan kelompok untuk mengembangkan kepribadian Islami, baik dalam lingkungan pendidikan formal maupun non formal. Senada dengan apa yang telah dikemukakan oleh Joyoatmojo (2010:1-2), penulis memandang penting untuk memberikan alternatif model bimbingan kelompok yang dibangun dari cara pandang dan tradisi keagamaan (baca: Islam), di luar model-model bimbingan dan konseling yang telah mapan saat ini, sehingga para konselor muslim dapat melakukan layanan bimbingan dan konseling yang sesuai dengan pandangan hidupnya. Sebagaimana direkomendasikan oleh Corey (2008:175), salah seorang pakar konseling terkemuka yang tulisannya banyak dirujuk oleh para praktisi bimbingan dan konseling, setiap teori (pendekatan) bimbingan dan konseling kelompok yang selama ini ada perlu diuji tingkat relevansinya dengan berbagai sasaran yang memiliki keragaman kultural. Setiap pendekatan, dengan segenap asumsi, pandangan dan teknik yang dikembangkan oleh berbagai teori dan pendekatan bimbingan dan konseling, dengan segala keterbatasannya, pada dasarnya harus memiliki kontribusi yang konstruktif bagi upaya pengembangan bimbingan dan konseling secara multikultural.


(33)

85

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini akan membahas apek-aspek metodologis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu meliputi pendekatan, subyek penelitian, proses dan teknik pengumpulan data, analisis data, dan keabsahan data dan hasil penelitian.

A. Pendekatan

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dalam bentuk studi etnografi, yaitu sebuah pendekatan untuk mengembangkan pemahaman terhadap aktivitas atau perilaku sehari-hari dari sekelompok orang dalam seting tertentu. Paradigma yang digunakan adalah post-positivistik, yaitu cara pandang penelitian yang bersifat interpretif, konstruktif, dan berlangsung dalam seting alamiah (natural setting). Dengan cara pandang ini peneliti berkeyakinan bahwa teori tidak memiliki fungsi eksplanasi atau prediksi, melainkan memberi tafsir atau membuat pemahaman langsung secara teralami (lived experience), bukan melalui generalisasi yang abstrak (Alwasilah, 2009: 45).

Penelitian ini didasarkan pada sebuah asumsi bahwa bimbingan kelompok adalah sebuah budaya yang telah dimiliki dan dipraktekkan oleh komunitas Jama’ah Tarbiyah dalam bentuk halaqah. Sebagai sebuah budaya, ia tidak saja berkaitan dengan pengetahuan yang dapat dibahasakan (propositional knowledge), tetapi juga menyangkut pengetahuan yang tidak dapat dibahasakan (tacit knowledge), yang tidak


(34)

86

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

dapat diperoleh dengan pendekatan rasionalistik-ilmiah, karena pendekatan ini hanya menjelaskan pengetahuan proposisional saja (Guba & Lincon dalam Alwasilah, 2009: 103). Pemahaman terhadap aspek-aspek bimbingan kelompok dalam konteks halaqah dan tarbiyah tidak akan lengkap tanpa mengetahui konstruksi emik dan pengalaman para responden yang tergabung di dalam jama’ah ini, yaitu dengan pendekatan kualitatif-naturalistik yang mensyaratkan peneliti dapat berinteraksi langsung dengan kehidupan mereka tanpa jarak.

Metode etnografi dipilih karena dipandang tepat untuk dapat digunakan dalam melakukan deskripsi dan interpretasi terhadap sebuah kelompok (sistem) sosial atau budaya. Dalam konteks penelitian ini peneliti berasumsi bahwa halaqah-halaqah yang ada dalam jama’ah Tarbiyah adalah kelompok yang memiliki sistem sosial dan budaya. Metode etnografi memungkinkan penulis untuk dapat mendeskripsikan representasi diri yang diasumsikan oleh sebuah komunitas (Parker, 2005: 54), yang dalam konteks penelitian ini adalah kelompok halaqah sebagai lokusnya. Sebagai peneliti, penulis berupaya untuk mempelajari pola-pola perilaku, tradisi, dan pandangan hidup yang dapat diamati dari kelompok ini (Harris dalam Creswell, 1998:58). Pola-pola ini berkaitan dengan model bimbingan kelompok yang dipraktekkan dalam komunitas ini beserta cara pandang yang mendasarinya. Dilihat dari jenisnya, etnografi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cenderung mengarah pada field ethnography (etnografi lapangan), karena peneliti mempelajari dan menyelami sebuah kelompok dalam kehidupan sehari-hari mereka secara


(35)

87

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

langsung dalam seting alamiah. Dengan meminjam apa yang telah diteorikan oleh Spradley (1997: 34), langkah yang penulis lakukan adalah dengan cara memperhatikan makna tindakan dari kejadian yang ada dalam kelompok halaqah yang ingin penulis pahami melalui nilai-nilai (budaya) yang mereka miliki. Dalam melakukan kerja lapangan, penulis membuat kesimpulan budaya halaqah dari tiga sumber, yaitu dari apa yang mereka katakan, dari cara mereka bertindak, dan dari dokumen yang mereka gunakan.

B. Subyek

Subyek penelitian yang diambil adalah para anggota kelompok halaqah dalam komunitas Jama’ah Tarbiyah yang ada di Kota Purwokerto sebagai informan. Di antara para informan terdapat beberapa orang yang berperan sebagai murabbi (pembimbing) yang telah lama bergabung dalam komunitas ini dan dipandang cukup berpengalaman dalam aktivitas pembinaan terhadap para mutarabbi (anggota yang dibimbing) dalam beberapa kelompok selama bertahun-tahun. Di antara mereka ada pula yang berperan sebagai murabbi sekaligus mutarabbi dan ada pula yang hanya menjadi mutarabbi, yang datang dari kelompok dan latar belakang yang berbeda-beda. Di antara mereka ada yang memiliki latar belakang sebagai dosen, mahasiswa, siswa, ibu rumah tangga, wiraswastawan, buruh, karyawan, anggota legislatif, guru, satpam, dan sebagainya. Untuk dapat masuk dalam komunitas ini secara mudah, peneliti menempuh strategi snowball (bola salju). Pertama kali, penulis mendatangi seorang informan kunci yang merupakan seorang murabbi terkemuka dalam


(36)

88

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

komunitas ini dan melakukan wawancara mendalam dengannya. Dari informan kunci inilah, penulis kemudian memperoleh referensi tentang informan-informan lain yang dipandang layak dan dapat memberikan data yang penulis butuhkan. Dari informan ini pula, penulis kemudian mendapatkan informasi penting berkenaan dengan berbagai referensi atau buku yang selama ini dijadikan bahan rujukan oleh komunitas ini dalam menjalankan aktivitas tarbiyah (pembinaan).

C. Proses dan Teknik Pengumpulan Data

Pada awal tahun 2010, sebelum sampai pada tahap pengumpulan data dan terlibat secara lebih mendalam dalam komunitas halaqah, penulis telah mengawali penelitian ini, dengan melakukan komunikasi secara personal dengan salah seorang teman penulis, yaitu seorang aktivis di Jamaah Tarbiyah di kota Bandung, tempat penulis menempuh studi lanjut saat ini. Kepada informan ini, penulis mengutarakan maksud penulis untuk dapat melakukan penelitian pada komunitas Jamaah Tarbiyah di kota ini. Akan tetapi, setelah mendapatkan lampu hijau dari para pemimpin komunitas ini dan sempat melakukan studi pendahuluan dan wawancara awal, karena berbagai kendala kesibukan dan perbedaan bahasa dan budaya yang dapat menghalangi penulis untuk dapat berinteraksi secara lebih dekat dengan mereka, penulis kemudian memutuskan untuk mengubah tempat penelitian, yaitu dari kota Bandung ke kota Purwokerto, tempat penulis berdomisili saat ini.

Sejak bulan Juni tahun 2010, akhirnya penulis mendapatkan respon positif dari para aktivis yang menjadi tokoh-tokoh terkemuka Jamaah Tarbiyah di


(37)

89

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Purwokerto untuk mengadakan penelitian dalam komunitas mereka. Selama kurang lebih dua tahun penulis telah terlibat di dalam kehidupan komunitas ini dan banyak mendapatkan data-data penting dan menarik tentang pandangan hidup dan pola bimbingan kelompok yang ada dalam komunitas ini. Secara garis besar data-data itu dikumpulkan melalui tiga teknik di bawah ini :

1. Observasi-partisipatif, yaitu pengamatan sistematis dan terencana yang dimaksudkan untuk memperoleh data yang dibutuhkan secara valid dengan cara terlibat langsung dalam kehidupan subyek yang diteliti. Alwasilah (2009: 210) meringkas proses ini dengan tiga kata yaitu saksikan, catat, dan maknai. Teknik ini dilakukan peneliti dengan mengikuti setiap aktivitas kelompok yang dilakukan dalam komunitas Jama’ah Tarbiyah, yaitu kegiatan pekanan dalam kelompok kecil (liqa’), tatsqif (pertemuan pekanan dalam kelompok besar), mabit (pertemuan dua bulanan dalam kelompok kecil dan besar), riyadhah (olahraga), kegiatan daurah (seminar dan workshop), rihlah (perjalanan ke luar kota), dan kegiatan lain yang senantiasa di lakukan secara rutin dan insidental di kalangan mereka. Data yang berhasil digali dengan teknik ini adalah meliputi materi halaqah, metode bimbingan, proses dan dinamika kelompok, dan manajemen kelompok, pengalaman merasakan suasana ukhuwah dan kebersamaan yang terjadi di antara anggota halaqah, dan nilai-nilai lain yang melekat pada jama’ah ini. Hal ini penulis lakukan agar


(38)

90

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

dapat diketahui gambaran yang lengkap tentang perikehidupan jama’ah dalam setiap seting (kegiatan) yang ada. Kegiatan observasi partisipan yang penulis lakukan pada dasarnya terpusat pada satu kelompok halaqah utama, tetapi dengan seijin murabbi, penulis memiliki kesempatan untuk mengikuti kelompok-kelompok halaqah lainnya. Di samping itu, dalam setiap sesi (acara) pertemuan di luar forum halaqah, penulis biasanya berkesempatan untuk berinteraksi dengan para murabbi dan mutarabbi dari kelompok halaqah lain. Sebagai contoh, saat mengikuti kegiatan riyadhah (olahraga) futsal, yang melibatkan kelompok halaqah lain sebagai mitra bertanding, penulis banyak mengamati bagaimana dinamika interaksi yang terjadi pada masing-masing kelompok. Contoh lainnya, pada beberapa sesi acara ta’lim atau tatsqif (kajian) rutin yang diselenggarakan oleh kelompok penulis dan dihadiri para jamaa’ah dari kelompok halaqah lainnya, penulis diberi kepercayaan untuk menjadi narasumber. Dalam kesempatan ini penulis dapat mengamati dan memperhatikan interaksi di kalangan para jama’ah, baik dalam intra halaqah maupun antar halaqah.

2. Wawancara mendalam. Hal dilakukan terhadap murabbi dan para mutarabbi, untuk menggali informasi seputar nilai-nilai, prinsip, konsep atau pandangan hidup yang diyakini dan senantiasa dijalankan dalam jama’ah Tarbiyah. Wawancara mendalam juga dimaksudkan untuk


(39)

91

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

menggali motivasi, aspirasi, dan pemaknaan para responden terhadap pengalaman-pengalaman mereka selama mengikuti halaqah dan kegiatan atau perangkat-perangkat tarbiyah lain, yang meliputi: mukhayyam, daurah, tatsqif, rihlah, mabit, dan sebagainya. Untuk kepentingan penelitian ini, penulis telah melakukan beberapa kali sesi wawancara. Subyek pertama yang penulis wawancarai adalah seorang murabbi, bernama Dm, yang saat itu memiliki keudukan sebagai Ketua Bidang Pembinaan Kader. Dari informan kunci ini, penulis kemudian diberi informasi tentang beberapa orang informan lain (murabbi) yang bisa diwawancarai secara snowball. Dari kalangan mutarabbi, penulis juga mendapatkan beberapa informan penting, baik dari internal kelompok penulis sendiri maupun dari kelompok lain.

3. Studi dokumentasi, yaitu dengan mempelajari dokumen-dokumen yang berisi tentang poko-pokok pikiran Manhaj Tarbiyah, terutama berkaitan dengan aspek-aspek penting berkaitan dengan konsep pembinaan dan kedudukan halaqah dalam konteks tarbiyah. Studi ini dilakukan penulis mengingat bahwa dalam melakukan aktivitas dakwah dan pendidikannya, Jama’ah Tarbiyah menggunakan beberapa buku rujukan, baik yang ditulis oleh tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin seperti Hasan Al-Banna, Said Hawwa, Ali Abdul Halim Mahmud, dan Yusuf Al-Qardhawy, sebagai insipirator gerakannya, maupun yang ditulis oleh para aktivis Jama’ah


(40)

92

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Tarbiyah di Indonesia. Semua rujukan tersebut biasanya selalu dikutip atau disebut oleh informan kunci saat diwawancarai oleh penulis. Di luar buku, penulis memanfaatkan pula foto-foto dokumentasi seputar aktivitas halaqah dan acaran lainnya, yang berhasil penulis dapatkan di lapangan. Penggunaan berbagai rujukan di atas untuk kepentingan pengumpulan data semata-mata didasarkan pada asumsi bahwa sebagai sebuah jamaah atau organisasi yang sedang berjuang untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah digariskannya, komunitas halaqah yang penulis teliti ini tentu saja memiliki berbagai kelemahan. Oleh karena itu, paradigma yang digunakan dalam penelitian ini bukan semata-mata bersifat das-sein (senyatanya), artinya hanya menggunakan data yang benar-benar terjadi atau dapat dilihat dan dibuktikan di lapangan, tetapi juga bersifat das-sollen (seharusnya), yaitu mencakup hal-hal yang mungkin belum terjadi atau dilihat dan dibuktikan sepenuhnya di lapangan. Sepanjang hal-hal yang bersifat ideal (seharusnya) ini mendapatkan afirmasi dari subyek dan dijadikan sebagai kerangka berfikir dan tujuan jama’ah, maka hal itu dapat dianggap valid sebagai data lapangan.

D. Analisis Data

Analisis yang dilakukan bersifat induktif, deskriptif, dan kualitatif. Prosesnya dilakukan baik sebelum di lapangan, selama di lapangan, ataupun setelah di lapangan. Sebelum terjun ke lapangan secara langsung, peneliti melakukan analisis terhadap


(41)

93

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

data hasil studi pendahuluan yang penulis dapatkan melalui wawancara awal terhadap beberapa orang teman yang dipandang mengetahui secara global tentang pandangan-pandangan dan tradisi halaqah yang ada dalam Jama’ah Tarbiyah. Data dari hasil studi pendahuluan ini dan ditambah dengan data sekunder yang penulis dapatkan dari penelitian sejenis, kemudian digunakan untuk menentukan fokus penelitian sementara. Awalnya, berdasarkan analisis sebelum di lapangan, penulis bermaksud memfokuskan penelitian ini pada persoalan pengembangan kepribadian muslim yang menjadi ciri khas dari kelompok halaqah, tetapi fokus ini kemudian berubah lebih luas, yaitu menjadi model bimbingan kelompok yang dipraktekkan dalam komunitas ini, dengan tetap menyertakan aspek pengembangan kepribadian yang ada di dalamnya.

Selama di lapangan, penulis melakukan model analisis yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (Sugiono, 2008: 337), yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Reduksi data dilakukan mengingat bahwa jumlah data yang diperoleh di lapangan ternyata cukup berlimpah, sehingga perlu dicatat secara teliti dan rinci. Melakukan reduksi data berarti merangkum, memilih dan memfokuskan hal-hal yang pokok dan penting, mencari tema dan polanya, serta membuang hal-hal yang tidak diperlukan. Setelah dilakukan reduksi, data kemudian disajikan dalam bentuk tabel, peta pikiran, atau peta konsep. Langkah selanjutnya yang penulis lakukan adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi. Akan tetapi, penarikan sebuah kesimpulan dalam penelitian ini sesungguhnya dibangun secara bertahap, yaitu dari kesimpulan


(42)

94

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

awal, pertengahan, dan baru kemudian sampai pada kesimpulan akhir. Kesimpulan awal adalah kesimpulan yang dibangun pada proses pengumpulan data pada tahapa awal, yang bersifat sementara, dan akan berubah jika tidak didukung dengan bukti-bukti yang kuat pada tahap pengumpulan data berikutnya. Kesimpulan pertengahan dan akhir adalah kesimpulan yang ditarik pada tahap berikutnya atau tahap akhir dari proses pengumpulan data, yang dipandang lebih kredibel karena telah mendapatkan bukti-bukti yang kuat di lapangan. Kesimpulan akhir dapat memiliki kesamaan, berubah, atau berbeda sama sekali dengan kesimpulan awal, tergantung dari tingkat keterdukungan data yang ada selama di lapangan.

E. Keabsahan Data dan Hasil Penelitian

Secara internal, pengujian keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara triangulasi, perpanjangan pengamatan, meningkatkan ketekunan, member check, analisis kasus negatif, menggunakan data pendukung, dan ditambah dengan hasil diskusi dengan teman sejawat (Sugiyono, 2008: 368). Dengan triangulasi, penulis berusaha selalu membandingkan dan melakukan pengecekan antara data yang diperoleh melalui wawancara, observasi, dan kajian terhadap beberapa dokumen (buku) yang dirujuk oleh para informan kunci atau responden. Dengan teknik ini pula, penulis berupaya menggali data dari beberapa sumber data, baik itu dari seorang murabbi, mutarabbi, maupun subyek yang berperan sebagai murabbi sakaligus mutarabbi. Untuk melakukan perpanjangan pengamatan, penulis


(43)

95

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

selalu bolak-balik ke lapangan, untuk melakukan observasi dan wawancara berkali-kali, baik dengan satu narasumber atau seting yang sama maupun yang berbeda.

Selanjutnya, peneliti berupaya meningkatkan ketekunan dengan cara melakukan pengamatan secara lebih cermat, terus-menerus, dan berkesinambungan. Dengan cara ini, peneliti dapat memperoleh data yang relatif pasti dan dapat merekam berbagai peristiwa di lapangan secara sistematis. Sebagai contoh, saat melakukan pengamatan awal terhadap acara pertemuan pekanan dalam halaqah, peneliti memiliki kesan bahwa kegiatan ini adalah kegiatan pengajian biasa sebagaimana majlis-majlis ta’lim pada umumnya, tetapi setelah mencermati secara lebih mendalam, peneliti kemudian sampai pada sebuah kesimpulan bahwa halaqah bukanlah model pengajian kelompok biasa, melainkan sebuah model bimbingan kelompok yang di dalamnya terdapat aspek-apsek yang berkaitan dengan pola kepemimpinan, interaksi, dan dinamika kelompok yang menarik untuk dicari pola-polanya. Termasuk dalam upaya meningkatkan ketekunan adalah dengan cara membaca berbagai referensi atau penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan halaqah, tarbiyah atau pola-pola bimbingan dan konseling kelompok dalam berbagai komunitas.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh penulis dalam rangka memperoleh data yang valid dan absah adalah dengan melakukan member check, yaitu pengecekan data yang diperoleh kepada informan atau sumber data. Dengan langkah ini, penulis dapat


(44)

96

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang telah diberikan atau disepakati oleh informan. Sebagai contoh, dalam sebuah kesempatan, setelah sekian bulan penulis terlibat dalam wawancara dan observasi dalam sebuah kelompok halaqah dan menuliskan dalam catatan lapangan, maka penulis kemudian mendatangi murabbi dari kelompok itu untuk melakukan klarifikasi dan masukan atas data dan kesimpulan sementara yang berhasil penulis susun.

Selain langkah-langkah di atas, dalam rangka mendapatkan data penelitian yang valid, penulis selalu memperhatikan kasus (temuan data) yang tidak sesuai, bertentangan, atau berbeda dengan data yang telah ditemukan sebelumnya. Di samping itu, peneliti juga selalu melengkapi data-data peneilitian dengan bukti rekaman, trankrip, catatan lapangan, dan foto-foto yang diperoleh di lapangan. Sebagai upaya terakhir, penulis kemudian melakukan diskusi dengan beberapa orang teman sejawat penulis baik secara langsung maupun secara tidak langsung untuk mendiskusikan berbagai temuan, analisis, dan kesimpulan yang ada dalam penelitian ini.

Secara eksternal, agar hasil penelitian ini memiliki keabsahan untuk dapat diterapkan atau digunakan dalam konteks dan situasi sosial lain (transferability), di luar komunitas Jam’ah Tarbiyah, maka peneliti melakukan diskusi dan meminta masukan terhadap tiga orang akademisi, yaitu dua orang pakar bimbingan dan konseling Islami dan satu orang pakar pendidikan Islam. Hasil diskusi dan masukan


(45)

97

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

dari ketiga orang akademisi ini kemudian peneliti gunakan untuk memperbaiki dan melengkapi hasil penelitian, terutama terhadap rancangan halaqah sebagai model bimbingan kelompok untuk mengembangan kepribadian muslim yang bersifat hipotetik.


(46)

289

287

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disajikan dalam bab IV dapat disimpulkan bahwa halaqah, sebagai model bimbingan kelompok yang dipraktekkan oleh komunitas Jama’ah Tarbiyah, dilandasi oleh beberapa prinsip (pandangan hidup) yang lazim disebut dengan istilah Manhaj Tarbiyah. Pandangan ini terutama berkaitan dengan konsep-konsep kunci seperti dakwah, tarbiyah, halaqah, murabbi, mutarabbi, ukhuwah, ta’aruf, tafahum,dan takaful. Dilihat dari pelaksanaannya di lapangan, halaqah memiliki tujuan, tahapan, konten, metode, kepemimpinan, dinamika, dan nilai-nilai kelompok. Berdasarkan pandangan hidup dan pelaksanaan halaqah sebagaimana diyakini dan dipraktekkan oleh Jama’ah Tarbiyah, maka halaqah dapat dikonseptualisasikan sebagai sebuah model bimbingan kelompok yang secara hipotetik dapat digunakan untuk mengembangkan kepribadian muslim. Namun demikian, dilihat dari berbagai teori atau kriteria yang dikemukakan oleh para pakar bimbingan dan konseling kelompok, penulis harus mengakui secara jujur bahwa halaqah sesungguhnya tidak sepenuhnya dapat dihipotesiskan sebagai sebagai sebuah model bimbingan kelompok. Halaqah tampaknya lebih tepat apabila dihipotesiskan sebagai sebuah model kelompok pertemuan (encounter) atau kelompok pertumbuhan (growth group).


(47)

290

287

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Dilihat dari adanya nilai ukhuwah (persaudaraan) dan kekeluargaan yang sangat dijunjung tinggi di dalamnya, halaqah dapat disebut sebagai The Brotherhood Group (Kelompok Persaudaraan). Istilah ini didasarkan atas filosofi yang dikemukakan oleh Hasan al-Banna, seorang inspirator Jamaah Tarbiyah, yang menyebut halaqah sebagai kelompok yang bernuansa kekeluargaan. Model kelompok ini memiliki tiga tahapan atau metode yaitu ta’aruf, tafahum, dan takaful.

Dilihat dari sudut pandang pengembangan kepribadian, halaqah adalah sarana yang ideal bagi pengembangan kepribadian muslim dan merupakan salah satu implementasi dari prinsip tarbiyah islamiyah madal hayah (pendidikan islam sepanjang hidup). Secara konseptual, dilihat dari teori pendekatan kelompok, halaqah memiliki potensi untuk dapat dijadikan sebagai salah satu varian dari model kelompok pertumbuhan yang dikembangkan dari nilai-nilai Islam dan pemahaman masyarakat muslim terhadapnya. Dalam konteks penelitian ini, halaqah dengan segala aspek yang ada di dalamnya dapat disebut sebagai model kelompok pertumbuhan untuk pengembangan kepribadian muslim.

Sebagai model bimbingan kelompok untuk mengembangkan kepribadian muslim, halaqah memiliki beberapa karakteristik, yaitu bernuansa ukhuwah, berdimensi dunia-akhirat, bersifat komprehensif, berbasis otoritas, serta memiliki fungsi-fungsi pemahaman, pencegahan, penyelesaian masalah, dan


(48)

291

287

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

pengembangan. Halaqah dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif model kelompok bimbingan yang memiliki multi-tujuan, multi-fungsi, multi-konten, multi-proses, multi- metode, dan multi-media.

B. Rekomendasi

Untuk sampai pada temuan yang lebih valid, konseptual, dan operasional, hasil penelitian ini sesungguhnya masih memerlukan berbagai penelitian lanjutan yang bersifat eksperimental dan developmental untuk menguji efektivitas model pendekatan kelompok (halaqah), terutama jika akan diterapkan dalam komunitas atau kelompok keagamaan yang lebih luas dan beragam, di luar Jama’ah Tarbiyah. Kepada para pemangku Jama’ah Tarbiyah pada umumnya, penulis menyarankan agar sistem halaqah ini dapat dikembangkan lagi secara lebih inklusif. Hal ini pula yang menjadi pekerjaan rumah bagi penulis sendiri. Jika ini dapat dilakukan, maka halaqah atau usrah tidak perlu lagi dicurigai, dikonotasikan, distereotipkan, atau disalahpahami sebagai gerakan bawah tanah yang bersifat subversif. Sistem halaqah diharapkan dapat menjadi miliki semua umat Islam, baik di Indonesia pada khususnya maupun dunia Islam pada umumnya. Bagi para peminat kajian bimbingan dan konseling Islam, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu pijakan bagi pengembangan model bimbingan konseling kelompok yang Islami, karena digali dari pandangan hidup, tradisi, dan praktek sebagian masyarakat muslim.


(49)

292

287

Muskinul Fuad, 2013

Halaqah Sebagai Model Bimbingan Kelompok Untuk Mengembangkan Kepribadian Muslim Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Model yang telah dirumuskan dalam penelitian masih bersifat garis besar dan konseptual. Untuk itu, jika akan diterapkan dalam praktek bimbingan kelompok secara lebih praktis, sebagaimana layaknya sebuah model bimbingan kelompok, maka model ini harus diturunkan ke dalam bentuk yang lebih teknis dan operasional.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Abdul Lateef (2009). Toward a Concept of Islamic Personality. [Online]. Tersedia:

http://www.crescentlife.com/articles/islamic%20psych/conceptofislamicpersonality.h tm [2 Januari 2009].

Abdullah, Somaya (2007). Islam and Counseling: Model Of Practice in Muslim Communal Life.[Online].Tersedia:

http://www.iona.edu/academic/artsscience/orgs/pastoral/issues/2007v42/somayaabdu llah.pdf [3 Februari 2009].

Abdul Aziz, Jum‟ah Amin (2003). Fiqih Dakwah. Surakarta: Era Intermedia. Abdul Mujib (2005). Kepribiadian Psikologi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Abu Harits (2007). Halaqah. [Online]. Tersedia: abulihya.multiply.com/journal/item/30, [10 Februari 2009].

Abu „Izuddin, Solikhin (2009). New Quantum Tarbiyah: membentuk kader dahsyat full manfaat. Yogyakarta: Pro-U Media.

Agustian, Ary Ginanjar (2004). ESQ: Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual. Jakarta: Arga.

Al-Banna, Hasan (2005). Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin 1. Surakarta: Era Intermedia.

--- (2008). Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin 2. Surakarta: Era Intermedia. --- (t.t.). Al-Ma’tsurat Kubro. Depok: Pustaka Harum.

Al-Hijazy, Hasan bin Ali (2001). Manhaj Tarbiyah Ibnu Qayyim. Jakarta: Putaka Al-Kautsar.

Ali, Osman M., Milstein G. and Marzuk, P.M. (2005). The Imam’s Role in Meeting: The Counseling Needs of Muslim Communities in The United States. [Online]. Tersedia: http://www.apa.edu/americanpsyciatricassociation/v7n8/html. [7 Januari 2009]. Al-Qardhawy, Yusuf (1980). Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan Al-Banna. Jakarta:

Bulan Bintang.

Alwasilah, A. Chaedar (2009). Pokoknya Kualitatif v: Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Jakarta: Pustaka Jaya.

Bastaman, H.D. (1995). Integrasi Psikologi dengan Islam, Menuju Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


(2)

---(2007). Logoterapi: Psikologi untuk Menenmukan Makna Hidup dan Meraih Hidup Bermakna. Jakarta: Rajawali Pers.

Bin Ali Jabir, Hussain bin Muhammad (2010). Menuju Jama’atul Muslimin: Telaah Sistem Jama’ah dalam Gerakan Islam. Jakarta: Robbani Press.

Bozart, J. D. (1986). “The Basic Encounter Group: An alternative view”, The Journal for Specialists in Group Work. 28, (2), 91-15.

Campus Life: Berkeley (1990). Counseling on Religious Groups Encompasses Some Former Members. [Online]. Tersedia: http://www.nytimes.com/1990/03/11/style/campus-life-berkeley-counseling-religious-groups-encompasses-some-former-members.html [3 Maret 2009].

Carroll, Marguerite (2003). Developmental Groups in School Counseling. [Online]. Tersedia;

http://proquest.umi.com/pqdweb?index=22&sid=24&srchmode=1&vinst=PROD&f mt=4&startpag [6/9/2009].

Chen, Charles P. (1995). Group Counseling in Different Culture Context: Several Primary Issues in Dealing with Chinese Clients. [Online]. Tersedia: http://www.highbeam.com/Search?searchTerm=group+counseling+in+islam [3 Februari 2010].

Choliq, Abdul (t.t). Tinjauan tentang Halaqah. [Online].Tersedia: http://lib.uinmalang.ac.id/thesis/chapter _ii/07110155-abdul-choliq.ps [29 Mei 2013]. Corey, Gerald (2008). Theory and Practice of Group counseling. Belmont: Thomson

Brooks/Cole.

Corey, Marianne S. and Corey, Gerald (2006). Group: Process and Practice. Belmont: Thomson Brooks/Cole.

Creswell, John W. (1998) Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing Among Five Traditions, California: Sage Publication, Inc.

Danesh, Esmat (t.t). The Efficacy of Islamic Counseling on Improving Marital Adjustment Levels of Incompatible Couples. Teheran: Shahid Behesti University.

Depag RI (2006). Al Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Maghfirah Pustaka.

Dep. Kaderisasi (2004). Profil Kader Partai Keadilan Sejahtera. Bandung: DPP PKS dan Syaamil Cipta Media.

Fall, Abdul Aziz (2009). Islamic Approach to Personality Assesment. Kualalumpur: IIUM. 292


(3)

Fealy, Greg & Anthony Bubalo (2007). Jejak Kafilah : Pengaruh Radikalisme Timur Tengah di Indonesia. Bandung: Mizan.

Hall, C. S. and Lindzey, G. ( 1985 ). Introduction to Theories of Personality. Singapore: John Wiley & Sons.

Hamdan, Aisha ( 2007). A Case Study of a Muslim Client: Incorporating Religious Beliefs and Practices. [Online]. Tersedia:http://proquest.umi.com/pqdweb?did= 1256045431&sid=2&Fmt=3&clientId=83698&RQT=309&VName=PQD [1 April 2009].

--- (2007). Group Counseling in Different Culture. [Online]. Tersedia: http://www.highbeam.com/Search?searchTerm=group+counseling+in+islam [2 April 2009].

Hawwa, Sa‟id (2005). Membina Angkatan Mujahid: Studi Analitis atas Konsep Dakwah Hasan Al-Banna dalam Risalah Ta’alim. Surakarta: Intermedia.

Hidayat (2008). Tarbiyah Murabbi dan Loyalitas Partai. Hasil Penelitian pada Universitas Indonesia [On Line]. Tersedia: wordpress.com [19 April 2009].

Hwang, Kwang-Kuo (2009). The Development of Indigenous Counseling in Contemporary Confusion Communities. [Online]. Tersedia: http://tcp.sagepub.com [5 Maret 2010].

Jacobs, E. E., L. Harvill and Robert L. M. (1994). Group Counseling: Strategies & Skills. California: Brooks/Cole.

Joyoatmojo, Soetarno (2010). Praktik Pemberian Bantuan Tradisional di Kalangan Warga Masyarakat Jawa Kejawen: Studi kasus pada warga masyarakat priyayi Surakarta. [Online]. Tersedia: http://us.mc598.mail.yahoo.com/mc/welcome?.[5 Agustus 2010].

Kim, Uichol, et al. (2010). Indigenous and Cultural Psychology: Memahami Orang dalam Konteksnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Lambart, Louise (2008). A Counseling Model for Young Women in the United Arab

Emirates: Cultural Considerations. [Online]. Tersedia:

http://proquest.umi.com/pqdweb?did=

1501683231&sid=2&Fmt=3&clientId=83698&RQT=309&VName=PQD [3 April 2010].

Lubis, S. Hadi (2010). Menggairahkan Perjalanan Halaqah: Kiat agar Halaqah Lebih Dahsyat Full Manfaat. Yogyakarta: Pro-U Media.

Mahmud, Ali A. H. (2008). Perangkat-perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin. Surakarta: Era Intermedia.


(4)

Machmudi, Yon (2010). Islamism and Political Participation: A case Study of Jemaah Tarbiyah In Indonesia. [Online]. Tersedia: http://epress.anu.edu.au/islamic/islam-indo/mobile-devices/ch05.html. [7 Maret 2010].

Mappiare, A.T. Andi (2006). Kamus Istilah Konseling dan Terapi. Jakarta: Rajawali Pers. Matta, Anis (2010). Delapan Mata Air Kecemerlangan. Jakarta: Tarbawi Press.

Megawangi, Ratna (2007). Pendidikan Karakter. Bogor: Indonesia Heritage Foundation. Mitchell, Richard Paul (2005). Masyarakat Ikhwan Muslimun: Gerakan Dakwah

Al-Ikhwan di Mata Cendekiawan Barat. Surakarta: Era Intermedia.

Munawwir, Ahmad W. (2002). Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progresif.

Nahlawy, Abdurrahman (1989). Prinsip dan Metode Pendidikan Islam. Bandung: Diponegoro.

Najati, M. Utsman (2008). The Ultimate Psychology: Psikologi Sempurna Ala Nabi SAW. Bandung: Pustaka Hidayah.

Natawidjaja, Rochman (2009). Konseling Kelompok: Konsep Dasar dan Pendekatan, Bandung: Rizqi.

Parker, Ian (2005). Psikologi Kualitatif. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Qadiri, Abdullah (1993). Adab Halaqah. Bandung: PT. Al-Ma‟arif.

Rogacion, M. R. R. E. (2000). Tumbuh Bersama Sahabat 1: Konseling Sebaya Sebuah Gaya Hidup. Yogyakarta: Kanisius.

Rusmana, Nandang (2009). Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah: Metode, Teknik, dan Aplikasi. Bandung: Rizqi.

Shahih Bukhari (t.t.). Maktabah Syamilah (CD-ROM). Shahih Muslim (t.t.). Maktabah Syamilah (CD-ROM).

Shechtman et al. (2003). “The impact of culture on group behavior: A comparison of three ethnic groups”.Journal of Counseling and Development. 81, (2), 208-220.

Siddik et al., (2004). Manajemen Tarbiyah Anggota Pemula. Bandung: Syaamil Cipta Media.

Sink, Christopher A. (2004). Spirituality and Comprehensive School Counseling Programs.

[Online]. Tersedia:


(5)

Spradley, J. P. (1997). Metode Etnografi. Yogyakarta: PT Tiara Wacana.

Subandi (2000). “Strategi Pengembangan Psikoterapi Berwawasan Islam”, dalam Metodologi Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugiono (2008). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sunan Abu Dawud (t.t.). Maktabah Syamilah (CD-ROM). Sunan at-Tirmidzi (t.t.). Maktabah Syamilah (CD-ROM).

Thahan, Musthfa M. (2007). Pemikiran Moderat Hasan Al Banna. Bandung: Harakatuna Publishing.

Wan Daud, Wan Mohd Nor (2003). Filsafat dan Praktek Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-Attas. Bandung: Mizan.

Yaaqob, S. (2000). Towards Islamic psychology. [Online]. Tersedia:

http://www.crescentlife.com/articles/toward_islamic_psychology.htm [7 Agustus 2009].

Yasmin, Ummu (2007). Materi Tarbiyah: Panduan Kurikulum bagi Da’i dan Murabbi. Solo: Media Insani Press.


(6)