VIRGIN COCONUT OIL TOPIKAL MENINGKATKAN JUMLAH NEOVASKULARISASI, FIBROBLAS, DAN EPITELISASI PADA LUKA TIKUS JANTAN WISTAR DIABETES MELITUS.

(1)

TESIS

VIRGIN COCONUT OIL

TOPIKAL MENINGKATKAN JUMLAH

NEOVASKULARISASI, FIBROBLAS, DAN EPITELISASI PADA

LUKA TIKUS JANTAN WISTAR DIABETES MELITUS

MONITA NANGOY NIM 0990761020

PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(2)

VIRGIN COCONUT OIL

TOPIKAL MENINGKATKAN JUMLAH

NEOVASKULARISASI, FIBROBLAS, DAN EPITELISASI PADA

LUKA TIKUS JANTAN WISTAR DIABETES MELITUS

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik

Program Pascasarjana Universitas Udayana

MONITA NANGOY NIM 0990761020

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR


(3)

Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 14 Juni 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana No.

Panitia Penguji Tesis adalah :

Ketua : Prof.Dr.dr.Wimpie I. Pangkahila, Sp.And., FAACS Anggota :

1. Prof. dr. IGM. Aman, Sp.FK

2. Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK.,M.Kes

3. Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, Sp.PA (K) 4. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc.,Sp.And


(4)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, karunia serta petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Virgin Coconut Oli topical meningkatkan jumlah neovaskularisasi, fibroblas dan epitelisasi pada luka tikus jantan wistar diabetes mellitus” dalam rangka memperoleh gelar Magister pada Program Studi Ilmu Biomedik, kekhususan Anti Aging Medicine, di Program Pascasarjana Universitas Udayana, Denpasar Bali.

Selama penelitian ini, penulis mendapat banyak pengalaman berharga yang memperkaya wawasan, serta sebagai proses pembelajaran hidup penulis baik dari segi ilmiah maupun dari segi sosial. Semua ini tidak lepas dari peran serta orang-orang disekeliling penulis yang senantiasa mendukung dengan tulus dan ikhlas.

Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan rasa hormat, penghargaan, dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

Prof.Dr.dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD, selaku Rektor Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Ilmu Biomedik, Universitas Udayana, Bali.

Prof.Dr.dr.A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K), selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjadi mahasiswi pada Program Magister Ilmu Biomedik, Universitas Udayana, Bali.

Dr.dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, SpGK, selaku Ketua Program Studi Ilmu Biomedik yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu di Program Magister Ilmu Biomedik, Universitas Udayana, Bali.

Prof.Dr.dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS, selaku Pembimbing I, yang dengan penuh perhatian memberikan semangat, bimbingan, waktu dan saran yang sangat berharga selama penulis mengikuti program magister, khususnya dalam menyelesaikan tesis ini.

Prof.dr. IGM Aman, SpFK, selaku Pembimbing II, yang dengan penuh perhatian dan kesabaran memberikan bimbingan, waktu dan saran yang sangat berharga kepada penulis selama penulis mengikuti program magister khususnya dalam menyelesaikan tesis ini.

Dr. dr. Ida Sri Iswari, Sp.MK.,M.Kes, selaku penguji yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan dan koreksi yang sangat berharga dalam penyusunan tesis ini dan selama penulis mengikuti program magister.

Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, Sp.PA (K), selaku penguji yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan dan koreksi yang sangat berharga dalam penyusunan tesis ini dan selama penulis mengikuti program magister.

Prof. Dr.dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc, Sp.And, selaku penguji yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan dan koreksi yang sangat berharga dalam penyusunan tesis ini dan selama penulis mengikuti program magister.


(5)

I Gede Wiranatha, S.Si, yang telah membantu dan memberikan bimbingan dalam pelaksanaan penelitian di laboratory animal unit bagian Farmakologi FK Udayana.

Drh. Ida Bagus Oka Winaya, M.Kes, dan yang telah banyak membantu memberikan bimbingan dan masukan dalam pengamatan histopatologi jaringan.

Drs. Ketut Tunas, selaku staf dosen statistik universitas Udayana yang dengan penuh kesabaran membantu, meluangkan waktu, memberikan ilmu serta saran dalam penyelesaian tesis ini.

dr. Joy A.M. Rattu, MS, PhD, Ir. Maria Yolanda M.A Sumakud MSc, bapak Patris Adam dan bapak Roy Nangoy atas bantuan dalam mencari bahan acuan tentang VCO,analisis VCO, dan pembuatan VCO sehingga penulis boleh menyelesaikan tesis ini.

Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan, Kepala Dinas Kesehatan kabupaten Minahasa Selatan, Dokter dan Staf Puskesmas Suluun atas ijin, dukungan dan semangat yang sudah di berikan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Ayahanda tercinta (alm Louis Nangoy, SH) dan Ibunda tercinta (Margaretha Sondakh), atas iringan doa, semangat, perhatian, dorongan dan kasih sayang yang tulus dan tidak terhingga kepada penulis, terutama menjaga cucu-cucu sehingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini.

Suami tercinta (David, ST) dan anak-anak tersayang (Darren Chistopher Nangoy dan Michaela Theresa Nangoy), atas doa, dukungan, perhatian, cinta, dan pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis selama penyelesaian tesis ini.

Seluruh dosen Ilmu Biomedik Universitas Udayana Bali, yang telah memberikan ilmu yang sangat berharga dan bermanfaat.

Para staf Ilmu Biomedik Universitas Udayana Bali, Pak Edi, Geg Wah, Mbok Ami, Mbak Eni, dan Yeti yang telah mendukung, memberikan informasi dan bantuan kepada penulis mulai dari awal sampai akhir menuntut ilmu di bagian Biomedik.

Teman-teman aam dr Indah, dr Fitri, dr Elisabeth, dr Sansan, dr Aming, dr Sista, dr Ineke, dr Mega, dr Asri atas bantuan dan dorongan sehingga penulis boleh menyelesaikan tesis ini.

Semoga Tuhan yang Maha Esa senantiasa memberikan rahmat-Nya kepada semua pihat yang telah membantu penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini jauh dari sempurna, karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kara penulis ucapkan, semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Denpasar, Juni 2016 Penulis,


(6)

ABSTRAK

VIRGIN COCONUT OIL TOPIKAL MENINGKATKAN JUMLAH

NEOVASKULARISASI, FIBROBLAS, DAN EPITELISASI PADA LUKA

TIKUS JANTAN WISTAR DIABETES MELITUS

Penyembuhan luka pada penderita Diabetes Melitus berlangsung lebih lama. Hal ini di sebabkan oleh hiperglikemi pada penyandang diabetes melitus menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Virgin coconut oil (VCO) yang dihasilkan dari buah kelapa (cocos nucifera L) memberikan pengaruh dalam proses penyembuhan luka. Peningkatan jaringan fibroblas dan neovaskularisasi diduga berhubungan dengan komponen minor VCO dan antimikrobakteri dari asam lemak juga pengaruh polifenol, vitamin E dan provitamin A yang berperan sebagai antioksidan dan antiinflamasi dalam proses penyembuhan luka. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan pemberian virgin coconut oil topikal dapat meningkatkan jumlah neovaskularisasi, fibroblas dan epitelisasi pada luka tikus jantan Wistar diabetes melitus.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan Post-test only Control Group Design. Penelitian terdiri dari 2 kelompok tikus jantan wistar yang diabetes mellitus dengan jumlah 18 ekor tiap kelompok. Kelompok kontrol (P0) diberikan Amoksisilin per oral (sonde) 3x/hari selama 3 hari dan ditetesi gliserin 1 tetes (50 microliter) 1x/hari selama 7 hari. Kelompok perlakuan (P1) diberikan Amoksisilin per oral (sonde) 3x/hari dan selama 3 hari dan ditetesi virgin coconut oil 0,4ml 1x/hr selama 7 hari.

Hasil penelitian menunjukkan rerata neovaskular kelompok kontrol adalah 19,674,24 dan rerata kelompok perlakuan adalah 27,225,57. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa rerata neovaskular pada kedua kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05). Rerata fibroblas kelompok kontrol adalah 114,2224,28 dan rerata kelompok perlakuan adalah 154,5028,07. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan ini bahwa rerata fibroblas pada kedua kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermkna (p<0,05). Rerata epitelisasi (celah luka) kelompok kontrol adalah 420,89326,37 dan rerata kelompok perlakuan adalah 200,57195,29. Analisis kemaknaan dengan uji t-independent menunjukkan bahwa rerata epitelisasi (celah luka) pada kedua kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermkna (p<0,05).

Simpulan penelitian ini adalah pemberian Virgin Coconut Oil topikal dapat meningkatkan jumlah neovaskularisasi, fibroblas dan epitelisasi pada luka tikus jantan wistar diabetes melitus. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dilakukan uji klinis sebelum aplikasi kepada manusia. Kata kunci : virgin coconut oil topikal, luka, tikus jantan wistar, diabetes melitus


(7)

ABSTRACT

TOPICAL VIRGIN COCONUT OIL INCREASED

NEOVASCULARIZATION, FIBROBLAST, AND EPITHELIZATION OF

WOUND IN DIABETIC MALE WISTAR RATS

Wound healing in patients with diabetes mellitus lasts longer. This is caused by hyperglycemia that cause neuropathy disorders and abnormalities in blood vessels. Virgin coconut oil (VCO) which is produced from coconut (Cocos nucifera L) influence in the process of wound healing. VCO improved fibroblasts and neovascularization associated with VCO and anti micro bacteria minor component of the fatty acids also influence polyphenols, vitamin E and provitamin A, which acts as an antioxidant and anti-inflammatory in the process of wound healing. The purpose of this study was to prove the topical virgin coconut oil can increase the amount of neovascularization, fibroblast and wound epithelialization in Wistar male rats with diabetes mellitus.

This study was an experimental research by using Post-test only control group design. The study consisted of two groups of male Wistar rats were diabetes mellitus with 18 rats of each group. The control group (P0) was given Amoxicillin oral 3x / day for 3 days and glycerin 1 drop (50 microliter) 1x / day for 7 days. The treatment group (P1) was given Amoxicillin oral 3x / day for 3 days and virgin coconut oil 0,4ml 1x / day for 7 days.

The results showed the average neovaskular control group was 4,2419,67 and mean treatment group was 5,5727,22. Analysis of significance with independent t-test showed that the average neovaskular in both groups after the treatment was given significantly different (p <0.05). Average fibroblasts was 24,28114,22 control group and treatment group mean is 28,07154,50. Analysis of significance with independent t-test showed that the mean of fibroblasts in both groups after the treatment was given significantly different (p <0.05). Mean gap was 326,37420,89 wound control group and treatment group mean was 195,29200,57. Analysis of significance with independent t-test showed that the average gap wounds in both groups after the treatment was significantly different (p <0.05).

This study concluded topical Virgin Coconut Oil increased the amount of neovascularization, fibroblast, and epithelialization in Wistar male rats wound with diabetes mellitus. The results of this study are expected to do clinical trials before its application to humans.


(8)

DAFTAR ISI

Sampul Dalam ………...……….i

Prasyarat Gelar ………..……….ii

Lembar persetujuan ………..………iii

Penetapan Panitia Penguji ……….….iv

Surat Pernyataan Bebas Plagiat ………...…v

Ucapan Terima Kasih ………...……...…vi Abstrak ……….…….ix

Abstract ……….…..x

Daftar Isi ...xi

Daftar Tabel ...xiv

Daftar Gambar ...xv

Daftar Lampiran ………...……….……....xvi

Daftar Singkatan ...xvii

Bab I Pendahuluan ...1

1.1Latar Belakang ...1

1.2Rumusan Masalah ... ...5

1.3Tujuan Penelitian ...6

1.3.1 Tujuan Umum ...6

1.3.2 Tujuan Khusus ...6

1.4Manfaat Penelitian ...7

1.4.1 Manfaat Ilmiah ...7

1.4.2 Manfaat Praktis ...7

Bab II Kajian Pustaka ...8

2.1. Teori Penuaan ...8

2.2. Kulit ...8

2.3. Luka ...10


(9)

2.3.2. Fase – fase Penyembuhan luka ...11

2.3.2.1. Fase Inflamasi ...12

2.3.2.2. Fase Proliferasi ...12

2.3.2.3. Fase Remodeling ...13

2.4. Diabetes Melitus...15

2.4.1. Pengertian...15

2.4.2. Klasifikasi ...16

2.4.3. Diagnosis ...17

2.4.4. Patofisiologi Kaki Diabetes ...19

2.5. Virgin Coconut Oil ...20

2.5.1. Pengertian virgin coconut oil ...20

2.5.2. Komposisi virgin coconut oil ...22

2.5.3. Teknik Pembuatan virgin coconut oil ...28

Bab III Kerangka Berpikir, Konsep dan Hipotesis Penelitian ...29

3.1. Kerangka Berpikir ...29

3.2. Konsep Penelitian ...31

3.3. Hipotesis Penelitian ...31

Bab IV Metode Penelitian ...32

4.1. Rancangan Penelitian ...32

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ...33

4.3. Populasi dan Besar Sampel ...33

4.4. Variabel Penelitian ...35

4.4.1. Definisi Operasional Variabel ...35

4.5. Bahan dan Alat Penelitian ...37

4.5.1. Bahan Penelitian ...37

4.5.2. Alat Penelitian ...38

4.6. Prosedur Penelitian ... 39

4.6.1. Pengamatan Histologi ...42


(10)

4.7. Pengamatan Hasil ...45

4.8. Analisis Data ...45

Bab V Hasil Dan Pembahasan ...46

5.1. Uji Deskriptif Data ………...…………..47

5.2. Uji Normalitas Data ...47

5.3. Uji Homogenitas Data ...48

5.4. Neovaskuler ...48

5.5. Fibroblas ...50

5.6. Epitelisasi ...52

5.7. Pengaruh Pemberian Virgin Coconut Oil ...55

Bab VI Simpulan dan Saran ...59

6.1. Simpulan ...59

6.2. Saran ...59

Daftar Pustaka ...60

DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Klasifikasi etiologis Diabetes Melitus ...16

Tabel 2.2. Standar Mutu Virgin Coconut Oil menurut SNI ...22

Tabel 5.1. Hasil Uji Deskriptif Data antar Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan………...47

Tabel 5.2. Hasil Uji Normalitas Data antar Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan ...48

Tabel 5.3. Homogenitas Data antar Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan………...………...48

Tabel 5.4. Perbedaan Rerata Neovaskularisasi antar Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan ...49


(11)

Tabel 5.5. Perbedaan Rerata Fibroblas antar Kelompok Kontrol dan

Kelompok Perlakuan ...51 Tabel 5.5. Perbedaan Rerata Epitelisasi antar Kelompok Kontrol dan

Kelompok Perlakuan ...53

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Fase Penyembuhan Luka ...11 Gambar 3.1. Konsep Penelitian ………...31 Gambar 4.1. Rancangan Penelitian ...32 Gambar 4.2. Alur Penelitian ... Gamber 5.1. Perbandingan Neovaskularisasi antar Kelompok Kontrol dengan

Kelompok Perlakuan ...49 Gambar 5.2. Neovaskularisasi Kelompok Perlakuan (VCO) ……….50 Gambar 5.3. Neovaskularisasi Kelompok Kontrol ……….………50 Gambar 5.4. Perbandingan Fibroblas antar Kelompok Kontrol dengan

Kelompok Perlakuan ...51 Gambar 5.5. Fibroblas Kelompok Perlakuan (VCO)………...………..52 Gambar 5.6. Fibroblas Kelompok Kontrol ……….………52 Gambar 5.7. Perbandingan Epitelisasi antar Kelompok Kontrol dengan


(12)

Gambar 5.8. Epitelisasi Kelompok Perlakuan (VCO) ……….54

Gambar 5.9. Epitelisasi Kelompok Kontrol ………...……..54

DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Ethical Clearance ...64

Lampiran 2 Hasil Analisis Virgin Coconut Oil ...65

Lampiran 3 Uji Deskriptif Data ...66

Lampiran 4 Uji Normalitas Data ...67


(13)

DAFTAR SINGKATAN

DM : Diabetes Melitus ECM : extra cellular matri FFA : Free Fatty Acid GAG : glicosaminoglycan MCFA : Medium chain fatty acid MDA : Malondialdehid

VCO : Virgin Coconut Oil

SNI : Standar Nasional Indonesia TGF : Transforming Growth Factor


(14)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah hal terpenting dalam kehidupan manusia. Setiap orang menginginkan untuk hidup sehat, panjang umur, dan tetap produktif. Sehat menunjang manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Bertambahnya usia seringkali diikuti dengan penurunan derajat kesehatan dan kualitas hidup.

Jumlah penduduk usia lanjut di dunia termasuk Indonesia dari hari ke hari mengalami peningkatan. Namun sangat disayangkan peningkatan jumlah ini tidak diikuti dengan peningkatan derajat kesehatan dan kualitas hidup, sehingga sangat diperlukan kesadaran dan pengertian masyarakat mengenai penyebab proses penuaan, upaya pencegahan, memperlambat maupun menghambat proses penuaan ini (Bagiada, 2001).

Ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini terus berkembang. Di antara banyak cabang ilmu pengetahuan, ilmu kedokteran tergolong maju sangat pesat. Di dalamnya, tercatat Anti Aging Medicine yang luar biasa cepat mengalami perkembangan.

Penuaan (aging) adalah suatu proses bertambah tua atau adanya tanda-tanda penuaan yang terjadi secara berkelanjutan. Secara alamiah seluruh komponen tubuh pada suatu tahap tidak dapat berkembang lagi, tapi justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena proses penuaan (aging).

Anti Aging Medicine adalah bagian ilmu kedokteran yang didasarkan pada penggunaan ilmu gabungan pengetahuan dan teknologi kedokteran terkini. Ilmu


(15)

2

tersebut dapat digunakan untuk melakukan deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan perbaikan ke keadaan semula berbagai disfungsi, kelainan dan penyakit yang berkaitan dengan penuaan. Tujuannya adalah untuk memperpanjang hidup dalam keadaan sehat. Dari definisi di atas, ada tiga hal yang harus dijadikan pegangan dalam penerapan Anti Aging Medicine. Pertama, berdasarkan ilmu pengetahuan dan kedokteran terkini. Kedua, melalui cara deteksi dini, pencegahan, pengobatan, dan bahkan perbaikan disfungsi, kelainan dan penyakit yang berkaitan dengan proses penuaan ke keadaan sebelumnya. Ketiga, bertujuan memperpanjang hidup dalam keadaan sehat, yang berarti juga dengan kualitas hidup yang baik (Pangkahila, 2007).

Upaya lain berkaitan dengan anti aging ialah upaya dalam bidang estetika yang menyangkut penampilan wajah dan tubuh. Penggunaan berbagai jenis kosmetik sebenarnya merupakan upaya sederhana untuk memberikan kesan lebih menarik dan lebih muda. Dengan kosmetik pula, kekurangan yang ada pada wajah dapat disamarkan sehingga terkesan lebih menarik (Pangkahila, 2007).

Upaya dalam sisi estetika ini perlu dilakukan mengingat penampilan mempunyai peranan penting dalam banyak aspek kehidupan. Dengan penampilan yang lebih baik, rasa percaya diri meningkat, kemampuan sosialisasi menjadi lebih baik, dan penerimaan orang lain mungkin menjadi lebih baik pula (Pangkahila, 2007).

Luka pada bagian tubuh dapat menyebabkan tubuh kehilangan fungsinya seperti luka pada bagian sendi akan menghambat pergerakan. Selain itu luka yang tidak terawat menyebabkan kuman mudah masuk sehingga terjadi infeksi.


(16)

3

Penyembuhan luka merupakan proses yang kompleks dan dinamis untuk mengembalikan struktur sel dan lapisan jaringan. Penyembuhan luka pada manusia dewasa dapat dibagi menjadi 3 fase : yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodeling. Ketika terjadi luka maka tubuh akan bereaksi dengan cara melakukan konstriksi pembuluh darah pada daerah sekitar luka, diikuti agregasi platelet dan pembentukan fibrin. Setelah itu terjadi infiltrasi netrofil, infiltrasi monosit yang kemudian berdiferensiasi menjadi makrofag, dan infiltrasi limfosit. Ini disebut fase inflamasi. Fase proliferasi ditandai dengan terjadinya reepitelisasi, pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis), sintesis kolagen dan pembentukan extra cellular matrix (ECM) yaitu glicosaminoglycan (GAGs). Setelah itu perubahan luka berada dalam keadaan konstan yang disebut fase remodeling yang dapat berlangsung hingga bertahun-tahun, pada fase ini terjadi remodeling dari kolagen serta maturasi dan regresi dari pembuluh darah. Pada fase penyembuhan luka tersebut beragam growth hormone dilepaskan dan memiliki peran yang penting dan bervariasi seperti sebagai modulator, kemotaktik dan agen motogen (Mercandetti, 2011).

Penyembuhan luka yang baik membutuhkan darah dan nutrisi yang memadai, yang akan disalurkan ke daerah luka. Penyembuhan luka juga harus terjadi dalam sebuah keadaan fisiologis yang kondusif untuk memperbaiki jaringan dan regenerasi lingkungan. Selain itu, peningkatan kebutuhan metabolik daerah luka ditimbulkan karena terjadinya reaksi inflamasi dan aktivitas seluler pada penyembuhan luka, yang mungkin menimbulkan terjadinya peningkatan


(17)

4

akan kebutuhan terhadap protein atau asam amino, vitamin, dan mineral (Mackay and Miller, 2003).

Proses penyembuhan luka juga seringkali diperburuk dengan adanya penyakit metabolik seperti diabetes melitus. Hiperglikemi pada penyandang diabetes melitus menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Perawatan luka sejak pasien pertama kali datang merupakan hal yang harus dikerjakan dengan baik dan teliti (Aru et al., 2009).

Virgin coconut oil (VCO) memberikan pengaruh dalam proses penyembuhan luka. Virgin coconut oil yang dihasilkan dari buah kelapa (cocos nucifera L) yang matang dan segar dibuat dengan cara alamiah, tanpa penambahan zat kimia anorganis, tanpa pemanasan, mempunyai rasa yang lembut dan berbau khas kelapa, berbentuk cair serta tidak berwarna (Kabara, 2010).

VCO mengandung asam lemak jenuh ± 92%. Asam lemak tak jenuh di dalam VCO merupakan asam lemak golongan rantai sedang yaitu asam lemak dengan jumlah rantai atom karbon C1-C12 (Kabara, 2010).

Nevin dan Rajamohan (2010) dalam penelitiannya menemukan proses penyembuhan luka pada tikus muda normal menjadi lebih cepat dengan VCO. Sebagai indikator adalah waktu pembentukan epitel menjadi lebih singkat dan jumlah kolagen yang besar jumlahnya. Studi histopatologi memperlihatkan jaringan fibroblas dan neovaskularisasi meningkat dengan pemberian VCO. Dosis VCO yang digunakan dalam penelitian Nevin dan Rajamohan adalah 0,5 ml dan 1 ml dengan besar luka 2x2 cm.


(18)

5

Penyembuhan luka berhubungan dengan komponen minor VCO dan antimikrobakteri dari asam lemak. VCO kaya akan asam lemak rantai pendek (6-12C) dimana asam laurik merupakan asam lemak terbesar ((6-12C). Asam lemak adalah molekul bioaktif yang telah dibuktikan bisa mengatur proliferasi seluler, cell signaling, dan aktivitas growth factor. Dalam penelitian didapatkan bahwa VCO mengandung polifenol, vitamin E dan provitamin A (Nevin dan Rajamohan, 2010).

Polifenol, vitamin E, dan provitamin A dalam VCO berperan sebagai antioksidan dan antiinflamasi dalam proses penyembuhan luka. Kombinasi polifenol dan transforming Growth Factor (TGF)-β1 dapat menstimulasi proliferasi fibroblas dan meningkatkan sintesis kolagen dalam proses penyembuhan luka. Efek antioksidan juga memperlihatkan penurunan lipid peroxides (MDA) dan meningkatkan peran neutrofil dan makrofag dalam penyembuhan luka (Nevin dan Rajamohan, 2010).

Untuk membuktikan pemberian virgin coconut oil dapat meningkatkan pembentukan neovaskularisasi, fibroblas, dan epitelisasi maka dilakukan penelitian pada tikus jantan wistar diabetes melitus yang dilukai lalu diberikan virgin coconut oil untuk melihat proses regenerasi jaringan dengan melihat peningkatan neovaskularisasi, fibroblas, dan epitelisasi dalam jaringan luka.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang diatas, dibuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut:


(19)

6

1. Apakah pemberian virgin coconut oil topikal dapat meningkatkan jumlah neovaskularisasi pada luka tikus jantan wistar diabetes melitus?

2. Apakah pemberian virgin coconut oil topikal dapat meningkatkan jumlah fibroblas pada luka tikus jantan wistar diabetes melitus?

3. Apakah pemberian virgin coconut oil topikal dapat meningkatkan jumlah epitelisasi pada luka tikus jantan wistar diabetes melitus?

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum :

Untuk mengetahui peran virgin coconut oil topikal pada penyembuhan luka tikus jantan wistar diabetes melitus.

1.3.2 Tujuan khusus :

1. Untuk membuktikan pemberian virgin coconut oil topikal dapat meningkatkan jumlah neovaskularisasi pada luka tikus jantan Wistar diabetes melitus.

2. Untuk membuktikan pemberian virgin coconut oil topikal dapat meningkatkan jumlah fibroblas pada luka tikus jantan Wistar diabetes melitus.

3. Untuk membuktikan pemberian virgin coconut oil topikal dapat meningkatkan jumlah epitelisasi pada luka tikus jantan Wistar diabetes melitus.


(20)

7 1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1.4.1 Manfaat ilmiah : Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya mengenai virgin coconut oil topikal dalam dunia kedokteran.

1.4.2 Manfaat praktis:

a) Memberikan informasi kepada masyarakat umum bahwa pemberian virgin coconut oil topikal dapat meningkatkan proses regenerasi jaringan pada luka.

b) Hasil yang diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi praktisi kesehatan dalam memilih bahan pengobatan yang efektif dan murah untuk penanganan kasus-kasus luka dengan pemakaian virgin coconut oil topikal setelah ada uji klinik yang menyatakan dapat diberikan pada manusia diabetes melitus dan menderita luka.


(21)

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Penuaan

Teori aging terprogram didasari pemikiran bahwa sejak kita dalam kandungan, dilahirkan sampai akhirnya meninggal, sudah diatur oleh jam biologis. Jam biologis ini mengatur bermacam kejadian dalam tubuh kita sesuai dengan waktunya. Teori aging sebagai kebetulan atau bukan terprogram adalah bahwa manusia menjadi tua akibat banyak hal yang terjadi secara acak, misalnya kerusakan DNA dan radikal bebas atau hanya akibat rusaknya organ tubuh kita dengan bertambahnya waktu (Klatz and Goldman, 2003). Ilmu Anti Aging Medicine menciptakan paradigma baru tentang perawatan kesehatan serta pendekatan baru terhadap proses penuaan serta penanganannya. Masa depan Ilmu Anti Aging Medicine memberikan janji untuk melakukan eliminasi terhadap ketidakmampuan, deformitas, nyeri, penyakit, penderitaan serta kesedihan di masa tua (Klatz and Goldman, 2003).

2.2 Kulit

Fungsi terpenting dari kulit adalah membentuk barier yang efektif antara bagian dalam dan bagian luar dari suatu organisme. Hidup pada kondisi yang kering memerlukan adanya suatu barier untuk mengatur kehilangan cairan dan mencegah


(22)

9

kekeringan, yang dikenal sebagai barier bagian dalam – bagian luar (inside- outside barier). Kulit juga berfungsi sebagai barier antara bagian luar dan dalam untuk melindungi dari agen – agen mekanik, kimia, dan serangan mikroba di lingkungan sekitar (Elias et al., 2007).

Untuk melaksanakan fungsi ini, epidermis akan mengalami keratinisasi, yaitu suatu proses sel-sel epidermis secara progresif menjadi matang dimulai dari sel basal, sampai menjadi skuama datar dan mati pada stratum korneum. Stratum korneum dan lapisan kulit yang dalam berfungsi melindungi kulit dari radiasi ultra violet, trauma mekanik, dan temperatur dingin dan panas. Untuk melaksanakan beraneka ragam fungsi ini, kulit mempunyai berbagai jenis barier. Barier fisik terutama pada stratum korneum, tapi pada bagian epidermis dengan sel berinti dengan ikatan yang kuat, juga merupakan barier yang penting. Suatu barier kimia-biokimia (antimikrobial) terdiri dari lemak, asam, lisosim, dan peptida antimikroba. Sistem imun humoral dan selular memberikan fungsi barier terhadap penyakit infeksi, tetapi hiperaktivitas imun dapat mengarah kepada suatu alergi (Elias et al., 2007)

Selain stratum Korneum, seluruh kulit, secara keseluruhan memberi fungsi sebagai pelindung. Daerah paling dalam kulit manusia, yaitu lapisan lemak sub kutan, melindungi tubuh dari goncangan mekanik, mengisolasi tubuh melawan panas dan dingin dari luar, dan juga secara keseluruhan aktif dalam metabolisme dan penyimpanan energi. Dermis terdiri dari serabut–serabut kolagen dan serat serat elastis dan sangat penting untuk regangan mekanik pada kulit. Serabut- serabut saraf


(23)

10

bersifat kemosensitif dan bertindak sebagai peringatan melawan adanya trauma eksternal (Elias et al., 2007).

2.3 Luka

2.3.1 Definisi luka

Luka adalah kerusakan atau penyimpangan dari struktur anatomis dan fungsional yang normal (Robson et al., 2001).

Luka dapat disebabkan oleh karena pemotongan, pukulan, tikaman, atau cara fisik yang lain. Rosenblat et al (2011) juga menyebutkan berbagai penyebab luka, diantaranya luka karena terpotong benda tajam, tertusuk, luka karena kail pancing, luka karena garukan, luka karena terkena serpihan benda yang tajam.

Menurut Myers (2007), berdasarkan kedalaman dan luasnya, luka dibagi menjadi:

1. Stadium I : Luka superficialis yang mengenai lapisan epidermis kulit.

2. Stadium II : Luka partial thickness yang mengenai lapisan epidermis dan bagian atas dermis, tanda klinis seperti abrasi, blister, atau lubang yang dangkal.

3. Stadium III : Luka full thickness adalah hilangnya kulit keseluruhan sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.

4. Stadium IV : Luka full thickness mengenai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/ kerusakan yang luas.


(24)

11

2.3.2 Fase – fase penyembuhan luka

Terdapat empat fase dalam proses penyembuhan luka, yaitu : fase koagulasi, fase inflamasi, fase proliferasi – migrasi dan fase remodeling. Fase koagulasi dan inflamasi sering dikelompokkan menjadi satu, sehingga menyebabkan mediator yang dikeluarkan dari fase tersebut sering overlaping. Ini menunjukan seluruh fase secara berurutan dan juga menerangkan hubungan secara linear mengenai penyembuhan luka mulai dari terjadinya luka sampai dengan terjadinya perbaikan, dimana hal ini tidak terdapat pada luka yang kronis, serta proses terjadinya melalui jalur yang pendek atau secara berulang.

Gambar 2.1 Fase penyembuhan luka (Sylvia and Wilson, 2005)

Yang menjadi perhatian adalah penjabaran mengenai seluruh proses perbaikan luka sulit dijelaskan atau digolongkan dalam fase-fase yang tepat atau pasti dan hal


(25)

12

ini harus menjadi pertimbangan karena fase–fase tersebut sering overlaping (Falanga, 2007).

2.3.2.1 Fase inflamasi

Fase penyembuhan luka dimulai dari segera setelah cedera dan dapat berlangsung sampai 4-6 hari (Broughton et al., 2006). Dalam literatur lain, fase penyembuhan diklasifikasikan menjadi empat tahap dengan membedakan hemostasis sebagai fase pertama (Chin et al., 2005). Pada tahap awal untuk mengangkat jaringan debris dan mencegah infeksi yang invasif, penyembuhan luka ditandai dengan peningkatan permeabilitas vaskular oleh hemostasis trombin dan sekresi sitokin yang memfasilitasi migrasi sel (Myers et al., 2007). Singkatnya, proses penyembuhan dimulai dengan hemostasis, deposisi trombosit, dan interaksi antara faktor pertumbuhan dengan matrik ekstraselular (Chin et al., 2005).

2.3.2.2 Fase proliferasi

Fase ini ditandai dengan pembentukan jaringan granulasi dalam dasar luka, terdiri dari jaringan kapiler baru, fibroblas, dan makrofag dalam pengaturan struktur pendukung (Myers et al., 2007). Selain pembentukan jaringan granulasi dengan kolagen dan jaringan ikat protein deposisi dan angiogenesis, epitelisasi juga fase utama (Broughton et al., 2006; Ueno et al., 2006) proses ini bagian dari penyembuhan luka. Fase kedua akan mulai pada hari 7-45 bersamaan dengan memudarnya fase inflamasi dan terus sampai 146-215 hari setelah luka.


(26)

13

Angiogenesis berlangsung proporsional untuk perfusi darah dan tekanan parsial oksigen arteri (Ueno et al., 2006). Pembuluh darah baru tumbuh ke dalam matriks kolagen dibentuk oleh fibroblas. Tipe lain dari fibroblas "luka fibroblas" yang sudah ada di luka. Jenis fibroblas akan berubah menjadi myofibroblas yang memainkan peranan pada kontraksi luka (Broughton et al., 2006). Myofibroblas ada yang lain dari fibroblas dengan intraseluler actin mikrofilamen yang mampu meregenerasi matrik dan kontraksi (Gurtner, 2007). Klinis, kontraksi luka adalah respon alami dari tubuh melokalisasi dan membuat daerah lebih kecil melindungi dirinya dari semua dampak negatif luka. Luka yang sembuh dengan sendirinya tanpa perawatan khusus menunjukkan ini kekuatan dari tindakan kontraksi luka.

Sebenarnya epitelisasi mulai terjadi segera setelah luka dan dirangsang oleh cytokins inflammatory. Terakhir, epitelisasi ditandai dengan replikasi dan migrasi.

2.3.2.3 Fase remodelling

Merupakan fase terpanjang penyembuhan luka yaitu pematangan proses, yang meliputi perbaikan yang sedang berlangsung pada jaringan granulasi yang membentuk lapisan epitel yang baru dan meningkatkan tegangan pada luka (Ueno,et al., 2006). Fibrosit, suatu sel yang merupakan progenitor mesenkim derivat sumsum tulang belakang yang mengkoekspresikan antigen sel hematopoietic dan produksi fibroblas, dapat ditemukan pada hari keempat sampai ketujuh setelah terjadinya luka. Fibrosit ini tidak dapat ditemukan pada spesimen luka yang berumur kurang dari 4 hari (Ishida et al., 2009). Fase remodeling ini diakui akan mulai tumpang tindih


(27)

14

dengan fase proliferatif 8 hari (Broughton et al., 2006) sampai 21 hari (Gurtner, 2007) setelah cedera sampai satu tahun setelah itu. Karakteristik utama fase ini penting adalah deposisi kolagen pada tempatnya (Broughton et al., 2006) yang menyiratkan untuk memperbaiki kolagen dan kontraksi scar (Gurtner, 2007). Gerakan fibroblas menarik jaringan kolagen bersama merangsang kontraksi jaringan scar (Ueno et al., 2006). Tipe III kolagen yang diproduksi dan disimpan oleh firoblas selama fase proliferatif akan diganti oleh kolagen tipe I selama beberapa bulan berikutnya melalui proses yang lambat dari kolagen tipe III (Gurtner, 2007). Kekuatan regangan dari penyembuhan bekas luka meningkat lambat. Pada 3 minggu awalnya fase pematangan, luka hanya memiliki sekitar 20% (Gutrner, 2007) sampai 30% (Broughton et al., 2006) dari kekuatan kulit normal, dan pada akhirnya hanya dimiliki 70% (Chin et al., 2005) sampai 80% (Broughton et al., 2006) dari normal kekuatan pada akhir fase remodelling. Fase akhir juga ditandai dengan keseimbangan antara deposisi kolagen dan degradasi. Ketika deposisi kolagen atau sintesis gagal maka akan terjadi kekakuan jaringan parut. Luka atropik mungkin hasil akhir setelah selesai dari fase maturasi. Sebaliknya, ketika degradasi kolagen terganggu atau sintesis berlebihan, jaringan parut dapat menjadi hyperthrophic atau bahkan keloid. Kondisi ideal terjadi keseimbangan antara degradasi dan sintesis atau deposisi kolagen untuk menghasilkan jaringan parut yang normal (Prasetyo et al., 2010).


(28)

15

2.4 Diabetes Melitus 2.4.1 Pengertian

Menurut American Diabetic Association (ADA) tahun 2010, diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya (Aru et al., 2009).

Dari berbagai penelitian epidemiologis, seiring dengan perubahan pola hidup didapatkan bahwa prevalensi DM meningkat terutama di kota besar. Jika tidak ditangani dengan baik tentu saja angka kejadian komplikasi kronik DM juga akan meningkat, termasuk komplikasi kaki diabetes (Anonim, 2011).

Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel dan semua tingkatan anatomik. Manifestasi komplikasi kronik dapat terjadi pada tingkat pembuluh darah kecil (mikrovaskular) berupa kelainan pada retina mata, glomerulus ginjal, saraf dan pada otot jantung (kardiomiopati). Pada pembuluh darah besar, manifestasi komplikasi kronik DM dapat terjadi pada pembuluh darah serebral , jantung (penyakit jantung koroner) dan pembuluh darah perifer (tungkai bawah). Komplikasi lain DM dapat berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi dengan akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih, tuberkulosis paru dan infeksi kaki yang kemudian dapat berkembang menjadi ulkus/gangren diabetes (Aru et al., 2009).

Berbagai teori dikemukanan untuk menjelaskan patogenesis terjadinya komplikasi DM. Diantaranya yang terkenal adalah teori jalur poliol, teori glikosilasi dan terakhir adalah teori stress oksidarif, yang dikatakan dapat menjelaskan secara


(29)

16

keseluruhan berbagai teori sebelumnya. Apapun teori yang dianut, semuanya masih berpangkal pada kejadian hiperglikemia, sehingga usaha untuk menurunkan terjadinya komplikasi DM harus dilakukan dengan memperbaiki, mengendalikan dan menormalkan konsentrasi glukosa darah. Manfaat usaha menormalkan konsentrasi glukosa darah untuk mencegah terjadinya berbagai komplikasi DM tipe 2 sudah terbukti pada berbagai penelitian epidemiologis skala besar dan lama seperti misalnya pada UKPDS (Aru et al., 2009).

Pilar pengelolaan diabetes terdiri dari penyuluhan, perencanaan makan yang baik, kegiatan jasmani yang memadai dan penggunaan obat berkasiat menurunkan konsentrasi glukosa darah seperti golongan sekretagog insulin (sulfonilurea, repaglinid dan nateglinid), golongan metformin, golongan inhibitor alfa glukodisase, golonhan tiazolidindion dan insulin. Dengan mengkombinasikan berbagai macam obat berkasiat menurunkan konsentrasi glukosa darah akan dapat dicapai sasaran pengendalian konsentrasi glukosa darah yang optimal untuk mencegah terjadinya komplikasi kronik DM (Aru et al., 2009).

2.4.2 Klasifikasi

Tabel 2.1 Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus (Anonim, 2011) Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi

insulin absolut - Autoimun - idiopatik

Tipe 2 - Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai


(30)

17

yang dominan defek sekresi insulin disertai resistensi insulin

Tipe lain - Defek genetik fungsi sel beta - Defek genetik kerja insulin - Penyakit eksokrin pankreas - Endokrinopati

- Karena obat atau zat kimia - Infeksi

- Sebab imunologi yang jarang

- Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM Diabetes melitus

gestasional

2.4.3 Diagnosis

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer (Aru et al., 2009).

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti:

1. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

2. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.


(31)

18

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara (Anonim, 2011):

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200mg/dL sudah cukup untuk menegakan diagnosis DM.

2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥1β6 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.

3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan sendiri.TTGO sulit dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.

Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti. Hasil pengelolaan kaki diabetes sering mengecewakan baik bagi dokter pengelola maupun penyandang DM dan keluarganya. Sering kaki diabetes berakhir dengan kecacatan dan kematian. Sampai saat ini, di indonesia kaki diabetes masih merupakan masalah yang rumit dan tidak terkelola dengan maksimal, karena sedikit sekali orang berminat menggeluti kaki diabetes. Di samping itu, ketidaktahuan masyarakat mengenai kaki diabetes masih sangat mencolok, permasalahan biaya pengelolaan yang besar yang tidak terjangkau oleh masyarakat pada umumnya, semua menambah peliknya masalah kaki diabetes (Aru et al., 2009).

Di RSUPN dr Ciptomangunkusumo, masalah kaki diabetes masih merupakan masalah besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu menyangkut kaki diabetes. Angka kematian dan angka amputasi masih tinggi, masing – masing sebesar


(32)

19

16% dan 25%. Nasib para penyandang DM pasca amputsi pun masih sangat buruk. Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun pasca amputasi dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca amputasi (Aru et al., 2009).

2.4.4 Patofisiologi kaki diabetes

Terjadinya masalah kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetes (Aru et al., 2009).

2.5 Virgin Coconut oil

2.5.1 Pengertian virgin coconut oil

Virgin coconut oil adalah minyak kelapa yang dihasilkan dari daging buah kelapa ( cocos nucifera L) segar dan matang dengan cara mekanis atau alamiah dengan atau tanpa pemanasan, yang tidak mengakibatkan perubahan pada minyak. Virgin coconut oil baik untuk dikonsumsi manusia pada keadaan alamiahnya (Alamsyah, 2005)


(33)

20

Virgin coconut oil (VCO) adalah minyak yang dibuat dari buah kelapa segar yang diproses secara mekanik atau alamiah dengan atau tanpa pemanasan dan tanpa penambahan bahan kimia dan zat aditif lainnya (Kabara, 2010).

VCO dalam bentuk minyak kelapa murni, berwarna putih/jernih seperti air, dan mengandung vitamin E alamiah dan tidak mengalami proses hidrolisa atau oksidasi sebagaimana dibuktikan dengan nilai FFA dan bilangan peroksida yang rendah. VCO adalah minyak yang dapat dikonsumsi langsung tanpa mengalami proses selanjutnya. Umumnya mutu VCO yang baik diproduksi dengan temperatur yang rendah (600C) dan tergantung pada cara atau metode yang digunakan. Metode apapun yang dipakai kadar air dari minyak yang dihasilkan adalah 0,1% atau lebih kecil, sebaliknya lebih dari itu minyak akan menjadi tengik. Salah satu indikator perbedaan antara minyak kelapa dengan VCO adalah bau dan rasa. Dalam VCO aroma dan bau khas kelapa tidak berubah, sedangkan minyak kelapa dari kopra yang sudah mengalami pemurnian tidak seperti itu atau akan mengalami perubahan (Kabara, 2010).

VCO mengandung asam lemak jenuh ± 92%. Asam lemak tak jenuh di dalam VCO merupakan asam lemak golongan rantai sedang (MCFA) yaitu asam lemak dengan jumlah rantai atom karbon C1-C12, golongan asam lemak ini memiliki keunggulan dibanding dengan asam lemak lain diantaranya tidak dapat disintesis menjadi kolesterol, tidak ditimbun dalam tubuh, mudah dicerna dan dibakar dalam proses metabolisme serta lebih mudah dilarutkan.


(34)

21

Virgin coconut oil mengandung medium chain fatty acid (MCFA), mudah diserap langsung ke hati dan sebagian besar dioksidasi seperti halnya karbohidrat. Jadi VCO menyediakan energi instan dan terutama sangat cocok pada aktivitas endurance (Kabara,2010).

VCO memiliki kandungan triasilgliserol rantai sedang ( medium chain triacyglyserol/MCT0) khususnya yang mempunyai koefisien digestibility maksimum sehingga komponen ini lebih cepat dicerna daripada lemak jenis lain. Sifat ini disebabkan MCT mempunyai ukuran lebih kecil daripada long chain triaciglyserol (LCT) yang dapat memfasilitasi aksi lipase pankreas sehingga akan terhidrolisis lebih cepat dan lebih sempurna dari lemak-lemak lainnya (Fatimah dan Rindengan, 2011).

Menurut Berger dan Moller (2002) asam lemak jenuh rantai sedang yang terdapat pada VCO akan mengaktifkan peroxisome proliferator-activated reseptor (PPAR) α dan yang memiliki sifat hypolipidemic yaitu sifat untuk menurunkan kadar LDL dan trigliserida, sebaliknya meningkatkan HDL.

Nevin dan Rajamohan (2004) menyatakan bahwa kandungan polifenol yang tinggi dari VCO mampu memelihara kadar kolesterol dan lipid dijaringan dan serum dimana mekanisme aksi polifenol ini menangkap spesies oksigen reaktif dalam komponen cairan plasma dan intestial dinding arteri sehingga oksidasi LDL dihambat.


(35)

22

2.5.2 Komposisi virgin coconut oil

Kandungan VCO sebagian besar terdiri dari adam lemak jenuh 92% rantai sedang yang terdiri dari 8 sampai 12 ikatan karbon dan 6% lemak tidak jenuh ( mono unsaturated) dan 2% polyunsaturated. Minyak kelapa murni mengandung asam lemak jenuh rantai sedang (medium chain saturated fatty acid) sekitar 64% dengan perincian lebih dari 50% asam laurat (C12), 6-7% asam kaprat (C10) dan 8% asam kaprilat (C8). Sedikitnya asam lemak tidak jenuh menyebabkan VCO sangat stabil dan tahan oksidasi sehingga sulit menjadi tengik (Susilo, 2006).

Standar mutu VCO menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 2008 dapat dilihat pada pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Standar Mutu Virgin Coconut Oil Menurut SNI, 2008

No Jenis uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan :

1.1. Bau 1.2.Rasa

1.3.Warna

Khas kelapa segar,tidak tengik Normal, khas minyak kepala Tidak berwarna hingga kuning pucat

2 Air dan senyawa yang menguap % Maks 0,2

3 Bilangan iod G iod/100g 4,1 – 11,0

4 Asam lemak bebas (dihitung

sebagai asam laurat)

% Maks 0,2

5 Bilangan peroksida Mg ek/kg Maks 2,0

6 Asam lemak :

6.1. Asam kaproat (C6 : 0) 6.2. Asam kaprilat (C8 : 0) 6.3. Asam kaprat (C10 : 0)

% % % % ND-0,7 4,6-10,0 5,0-8,0 45,1-53,2


(36)

23

6.4.Asam laurat (C12 : 0) 6.5.Asam miristat (C14 : 0) 6.6.Asam palmitat (C16 : 0) 6.7.Asam stearat (C18) 6.8.Asam oleat (C18 : 1) 6.9.Asam linoleat (C18 : 2) 6.10Asam linolenat (C18 : 3)

% % % % % % Koloni/ml 16,8-21,0 7,5-10,2 2,0-4,0 5,0-10,0 1,0-2,5 ND-0,2 Maks 10

7 Cemaran mikroba

7.1 Angka lempeng total

mg/kg mg/kg

Maks 0,1 Maks 0,4

8 Cemaran logam

8.1. Timbal (Pb) 8.2. Tembaga (Cu) 8.3. Besi (Fe) 8.4. Cadmium (Cd)

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Maks 5,0 Maks 0,1 Maks 0,1

9 Cemaran Arsen (As)

Cat: ND = No detection (tidak terdeteksi) Sumber: SNI 7381:2008

VCO merupakan jenis minyak sehingga memiliki komponen penyusun dasar yang sama dengan jenis minyak yang lain. Secara kimia minyak terbentuk dari rantai karbon, hidrogen, dan oksigen dan mengandung gugus karboksilat yang disebut asam lemak, komponen asam lemak tersebut akan membentuk gliserida saat bergabung dengan gliserol. Gliserida yang umumnya terdapat pada lemak dan minyak yaitu trigliserida yang akan terbentuk bila tiga asam lemak beresterifikasi dengan satu molekul gliserol. Trigliserida terdiri dari 96% asam lemak sehingga sifat minyak dan lemak dipengaruhi oleh sifat fisiko kimia asam lemaknya (Susilo, 2006).


(37)

24

VCO mengandung berbagai asam lemak yang merupakan bagian terbesar dari komposisi kimia pada semua jenis lemak dan minyak. Selain asam lemak yang merupakan komponen mayor minyak juga mengandung komponen minor seperti (Alamsyah, 2005):

1. Monogliserida dan digliserida

Monogliserida dan digliserida merupakan mono-diester dari asam lemak dan gliserol. Mono dan digliserida dapat dibentuk dari trigliserida di usus pada suatu sistem pencernaan. Mono dan digliserida juga terdapat secara alami dan merupakan komponen minor pada semua jenis lemak hewan dan minyak nabati. Mono dan digliserida sering digunakan sebagai emulsifier pada makanan.

2. Asam lemak bebas

Asam lemak bebas biasanya tidak diinginkan keberadaanya dalam suatu lemak atau minyak. Kandungan asam lemak pada minyak dapat dikurangi dan dihilangkan melalui proses pemurnian (refiling). Minyak yang melalui proses refiling kandungan asam lemak bebasnya <1%.

3. Pospatida

Pospatida dikenal sebagai pospolipid. Pospatide dapat hilang pada minyak dengan proses pemurnian. Pospatida sangat penting sebagai sumber emulsifier alami.


(38)

25

4. Sterol

Sterol dapat ditemukan pada semua jenis lemak hewan dan minyak nabati. Sterol pada lemak hewan dalam bentuk kolesterol sedangkan pada minyak tumbuhan dikenal sebagai fitosterol yang terdiri dari stigmasterol dan sitosterol. Sitosterol dapat bermanfaat menurunkan LDL kolesterol. Jumlah sterol pada lemak dan minyak berbeda-beda tergantung dari jenis dan sumbernya.

5. Lemak alkohol

Lemak alkohol merupakan jenis alkohol rantai panjang. Lemak alkohol dapat dibentuk dari proses esterifikasi dari asam lemak. Pada beberapa minyak nabati lemak alkohol biasanya ditemukan dalam bentuk lilin (waxes).

6. Pigmen

a. Karotenoid adalah jenis pigmen warna orange yang terdapat secara alami pada suatu minyak dan lemak. Karotenoid terdiri atas likopen dan xanthopil. Beta karoten adalah salah satu jenis pigmen yang terdapat dalam minyak nabati yang dapat dikonversi oleh tubuh menjadi vitamin A. Beta-karoten berfungsi sebagai antioksidan yang merupakan penangkal kuat untuk oksigen reaktif. Penelitian epidemologis telah menunjukkan adanya hubungan terbalik antara asupan beta-karoten dengan penyakit kanker.


(39)

26

Beta-karoten dapat membantu mencegah kerusakan jaringan dan DNA serta sebagai stimulator enzim penghancur karsinogen, meningkatkan efek sel darah putih dan menstimulasi kemampuan tubuh mengubah subtansi toksik menjadi senyawa tak berbahaya. Fungsi lain dari beta-karoten adalah meningkatkan sistem kekebalan, mencegah kebutaan, memperbaiki fungsi paru serta mencegah komplikasi penyakit diabetes (alamsyah, 2005)

b. Klorofil adalah pigmen hijau pada tanaman berfungsi dalam reaksi fotosintesis

c. Antosianin dan antoxantin adalah pigmen yang tergolong dalam senyawa flavonoid yang umumnya larut dalam air.

7. Tokoferol dan tokotrienol

Tokoferol dan tokotrienol adalah komponen minor yang terdapat pada hampir semua minyak nabati. Tokoferol dan tokotrienol dapat berfungsi sebagai antioksidan dalam menghambat proses ketengikan dan sebagai sumber nutrisi esensial dalam bentuk vitamin E. Semua jenis tokoferol dan tokotrienol memiliki aktivitas antioksidan dan aktivitas vitamin E. Tokoferal tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak atau minyak. Terdapat 8 bentuk vitamin E yaitu 4 jenis tokoferol : α-tokoferol, β-tokoferol, σ-tokoferol, δ -tokoferol serta 4 tokotrienol. Dari 8 bentuk tersebut yang bermanfaat bagi aktivitas biologis dalam tubuh adalah α-tokoferol yang ditemukan dalam darah dan jaringan tubuh yang berfungsi sebagai antioksidan primer yang


(40)

27

dapat mengakhiri rentetan reaksi radikal bebas. Sebagai antioksidan intraseluler tokoferol dapat melindungi limfosit dan monosit dari gangguan radikal bebas pada DNA. Tokoferol juga dikenal sebagai antioksidan dengan efek protektif terhadap penyakit jantung dan berfungsi untuk perawatan kulit (Alamsyah, 2005).

Tokoferol juga dapat meningkatkan reaksi hipersensitifitas lambat dari sistem imun, yaitu suatu respon imunologis untuk melawan kanker, parasit (cacing) dan infeksi kronis. Selain itu tokoferol juga memberikan efek perlindungan terhadap vitamin A dari oksidasi di dalam saluran pencernaan. Tokoferol banyak terdapat dalam minyak tumbuhan seperti bunga matahari, minyak zaitun, kacang-kacangan, biji gandum, minyak kelapa dan sayuran berwarna hijau, sedangkan dalam VCO kandungan tokoferol sebesar 1mg/100g dan tokotrienol sebesar 3mg/100g (Alamsyah, 2005).

8. Polifenol

Senyawa fenol dapat didefinisikan secara kimiawi oleh adanya satu cincin aromatik yang membawa satu (fenol) atau lebih (polifenol) substitusi hydroksil, termasuk derifat fungsionalnya. Polifenol adalah kelompok zat kimia yang ditemukan pada tumbuhan. Zat ini memiliki tanda khas yakni memiliki banyak gugus fenol dalam molekulnya. Polifenol memiliki spektrum luas dengan sifat kelarutan pada suatu pelarut yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh gugus hidroksil pada senyawa tersebut yang dimiliki berbeda jumlah dan posisinya. Turunan polifenol sebagai antioksidan dapat


(41)

28

menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas (Hattenschwiler dan Vitousek, 2000).

2.5.3 Teknik pembuatan VCO

Virgin coconut oil diproduksi lewat dua metode : proses pemanasan (hot method) dan pendinginan (cold method). Daging buah kelapa diperas santannya, santan ini diproses lebih lanjut melalui proses fermentasi, pendinginan, tekanan mekanis atau sentrifugasi. Penambahan zat kimia anorganik dan pelarut kimia tidak dipakai juga tidak menggunanan suhu yang tinggi. Hasilnya VCO berupa minyak kelapa murni rasanya lembut berbau khas kelapa, apabila beku warnanya putih dan dalam keadaan cair tidak berwarna atau bening (Setiadji dan Prayugo, 2005).


(1)

6.4.Asam laurat (C12 : 0) 6.5.Asam miristat (C14 : 0) 6.6.Asam palmitat (C16 : 0) 6.7.Asam stearat (C18) 6.8.Asam oleat (C18 : 1) 6.9.Asam linoleat (C18 : 2) 6.10Asam linolenat (C18 : 3)

% % % % % % Koloni/ml 16,8-21,0 7,5-10,2 2,0-4,0 5,0-10,0 1,0-2,5 ND-0,2 Maks 10 7 Cemaran mikroba

7.1 Angka lempeng total

mg/kg mg/kg

Maks 0,1 Maks 0,4 8 Cemaran logam

8.1. Timbal (Pb) 8.2. Tembaga (Cu) 8.3. Besi (Fe) 8.4. Cadmium (Cd)

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Maks 5,0 Maks 0,1 Maks 0,1

9 Cemaran Arsen (As)

Cat: ND = No detection (tidak terdeteksi) Sumber: SNI 7381:2008

VCO merupakan jenis minyak sehingga memiliki komponen penyusun dasar yang sama dengan jenis minyak yang lain. Secara kimia minyak terbentuk dari rantai karbon, hidrogen, dan oksigen dan mengandung gugus karboksilat yang disebut asam lemak, komponen asam lemak tersebut akan membentuk gliserida saat bergabung dengan gliserol. Gliserida yang umumnya terdapat pada lemak dan minyak yaitu trigliserida yang akan terbentuk bila tiga asam lemak beresterifikasi dengan satu molekul gliserol. Trigliserida terdiri dari 96% asam lemak sehingga sifat minyak dan lemak dipengaruhi oleh sifat fisiko kimia asam lemaknya (Susilo, 2006).


(2)

VCO mengandung berbagai asam lemak yang merupakan bagian terbesar dari komposisi kimia pada semua jenis lemak dan minyak. Selain asam lemak yang merupakan komponen mayor minyak juga mengandung komponen minor seperti (Alamsyah, 2005):

1. Monogliserida dan digliserida

Monogliserida dan digliserida merupakan mono-diester dari asam lemak dan gliserol. Mono dan digliserida dapat dibentuk dari trigliserida di usus pada suatu sistem pencernaan. Mono dan digliserida juga terdapat secara alami dan merupakan komponen minor pada semua jenis lemak hewan dan minyak nabati. Mono dan digliserida sering digunakan sebagai emulsifier pada makanan.

2. Asam lemak bebas

Asam lemak bebas biasanya tidak diinginkan keberadaanya dalam suatu lemak atau minyak. Kandungan asam lemak pada minyak dapat dikurangi dan dihilangkan melalui proses pemurnian (refiling). Minyak yang melalui proses refiling kandungan asam lemak bebasnya <1%.

3. Pospatida

Pospatida dikenal sebagai pospolipid. Pospatide dapat hilang pada minyak dengan proses pemurnian. Pospatida sangat penting sebagai sumber emulsifier alami.


(3)

4. Sterol

Sterol dapat ditemukan pada semua jenis lemak hewan dan minyak nabati. Sterol pada lemak hewan dalam bentuk kolesterol sedangkan pada minyak tumbuhan dikenal sebagai fitosterol yang terdiri dari stigmasterol dan sitosterol. Sitosterol dapat bermanfaat menurunkan LDL kolesterol. Jumlah sterol pada lemak dan minyak berbeda-beda tergantung dari jenis dan sumbernya.

5. Lemak alkohol

Lemak alkohol merupakan jenis alkohol rantai panjang. Lemak alkohol dapat dibentuk dari proses esterifikasi dari asam lemak. Pada beberapa minyak nabati lemak alkohol biasanya ditemukan dalam bentuk lilin (waxes).

6. Pigmen

a. Karotenoid adalah jenis pigmen warna orange yang terdapat secara alami pada suatu minyak dan lemak. Karotenoid terdiri atas likopen dan xanthopil. Beta karoten adalah salah satu jenis pigmen yang terdapat dalam minyak nabati yang dapat dikonversi oleh tubuh menjadi vitamin A. Beta-karoten berfungsi sebagai antioksidan yang merupakan penangkal kuat untuk oksigen reaktif. Penelitian epidemologis telah menunjukkan adanya hubungan terbalik antara asupan beta-karoten dengan penyakit kanker.


(4)

Beta-karoten dapat membantu mencegah kerusakan jaringan dan DNA serta sebagai stimulator enzim penghancur karsinogen, meningkatkan efek sel darah putih dan menstimulasi kemampuan tubuh mengubah subtansi toksik menjadi senyawa tak berbahaya. Fungsi lain dari beta-karoten adalah meningkatkan sistem kekebalan, mencegah kebutaan, memperbaiki fungsi paru serta mencegah komplikasi penyakit diabetes (alamsyah, 2005)

b. Klorofil adalah pigmen hijau pada tanaman berfungsi dalam reaksi fotosintesis

c. Antosianin dan antoxantin adalah pigmen yang tergolong dalam senyawa flavonoid yang umumnya larut dalam air.

7. Tokoferol dan tokotrienol

Tokoferol dan tokotrienol adalah komponen minor yang terdapat pada hampir semua minyak nabati. Tokoferol dan tokotrienol dapat berfungsi sebagai antioksidan dalam menghambat proses ketengikan dan sebagai sumber nutrisi esensial dalam bentuk vitamin E. Semua jenis tokoferol dan tokotrienol memiliki aktivitas antioksidan dan aktivitas vitamin E. Tokoferal tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak atau minyak. Terdapat 8 bentuk vitamin E yaitu 4 jenis tokoferol : α-tokoferol, β-tokoferol, σ-tokoferol, δ -tokoferol serta 4 tokotrienol. Dari 8 bentuk tersebut yang bermanfaat bagi aktivitas biologis dalam tubuh adalah α-tokoferol yang ditemukan dalam darah dan jaringan tubuh yang berfungsi sebagai antioksidan primer yang


(5)

dapat mengakhiri rentetan reaksi radikal bebas. Sebagai antioksidan intraseluler tokoferol dapat melindungi limfosit dan monosit dari gangguan radikal bebas pada DNA. Tokoferol juga dikenal sebagai antioksidan dengan efek protektif terhadap penyakit jantung dan berfungsi untuk perawatan kulit (Alamsyah, 2005).

Tokoferol juga dapat meningkatkan reaksi hipersensitifitas lambat dari sistem imun, yaitu suatu respon imunologis untuk melawan kanker, parasit (cacing) dan infeksi kronis. Selain itu tokoferol juga memberikan efek perlindungan terhadap vitamin A dari oksidasi di dalam saluran pencernaan. Tokoferol banyak terdapat dalam minyak tumbuhan seperti bunga matahari, minyak zaitun, kacang-kacangan, biji gandum, minyak kelapa dan sayuran berwarna hijau, sedangkan dalam VCO kandungan tokoferol sebesar 1mg/100g dan tokotrienol sebesar 3mg/100g (Alamsyah, 2005).

8. Polifenol

Senyawa fenol dapat didefinisikan secara kimiawi oleh adanya satu cincin aromatik yang membawa satu (fenol) atau lebih (polifenol) substitusi hydroksil, termasuk derifat fungsionalnya. Polifenol adalah kelompok zat kimia yang ditemukan pada tumbuhan. Zat ini memiliki tanda khas yakni memiliki banyak gugus fenol dalam molekulnya. Polifenol memiliki spektrum luas dengan sifat kelarutan pada suatu pelarut yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh gugus hidroksil pada senyawa tersebut yang dimiliki berbeda jumlah dan posisinya. Turunan polifenol sebagai antioksidan dapat


(6)

menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas, dan menghambat terjadinya reaksi berantai dari pembentukan radikal bebas (Hattenschwiler dan Vitousek, 2000).

2.5.3 Teknik pembuatan VCO

Virgin coconut oil diproduksi lewat dua metode : proses pemanasan (hot method) dan pendinginan (cold method). Daging buah kelapa diperas santannya, santan ini diproses lebih lanjut melalui proses fermentasi, pendinginan, tekanan mekanis atau sentrifugasi. Penambahan zat kimia anorganik dan pelarut kimia tidak dipakai juga tidak menggunanan suhu yang tinggi. Hasilnya VCO berupa minyak kelapa murni rasanya lembut berbau khas kelapa, apabila beku warnanya putih dan dalam keadaan cair tidak berwarna atau bening (Setiadji dan Prayugo, 2005).