Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Kecemasan Ibu dalam Melakukan Toilet Training pada Anak Pertamanya di Dusun Ngelo Desa Getasan Kabupaten Semarang T1 462012056 BAB IV

(1)

33 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Setting Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Dusun Ngelo

Dusun Ngelo merupakan salah satu dusun yang ada di Desa Getasan Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah dengan luas wilayah 32.000 ha/m2 dengan jumlah penduduk 551 orang yaitu 200 laki-laki dan 351 perempuan. Adapun batas-batas wilayah Dusun Ngelo yaitu sebelah utara berbatasan dengan Dusun Kali Tengah, sebelah selatan berbatasan dengan Dusun Jambelan, sebelah timur berbatasan dengan Dusun Sanggar, dan sebelah barat berbatasan dengan Dusun Gedad.

Dusun Ngelo merupakan dusun dengan karakteristik wilayah yang terdiri dari bukit, pegunungan, dan hutan pinus serta berada di sekitar lereng gunung merbabu sehingga memiliki hawa yang dingin dan sejuk. Sebagian besar masyarakat Dusun Ngelo bekerja sebagai petani dengan jenis sayuran yang ditanami berupa kol, kentang, wortel, labu siam, ketimun, cabai, dan tomat.


(2)

34 4.1.2 Gambaran Umum Partisipan

Tabel 4.1

Gambaran Umum Partisipan

No Partisipan Nama Jenis Kelamin Usia (Tahun) Pekerjaan Pendidikan Terakhir 1. Pertama Ibu S Perempuan 24 Ibu Rumah Tangga Sekolah Menengah

Pertama (SMP) 2. Kedua Ibu K Perempuan 32 Karyawan Swasta Sekolah Menengah

Atas (SMA) 3. Ketiga Ibu D Perempuan 23 Ibu Rumah Tangga Sekolah Menuju

Kejuruan (SMK) 4. Keempat Ibu I Perempuan 21 Ibu Rumah Tangga Sekolah Menengah


(3)

35 4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Kategorisasi Hasil Wawancara

Tabel 4.2

Kategorisasi Hasil Wawancara

No Aspek Indikator Kategorisasi

Partisipan 1 Partisipan 2 Partisipan 3 Partisipan 4 1. Psikologis Jengkel Merasa jengkel.

P1 (51)

Hanya perlu sabar tetapi kalau di ajarkan terus membantah pasti seorang ibu juga merasa jengkel.

Terkadang saat di ajarkan buang air besar dan buang air kecil malah main air jadi merasa jengkel tetapi masih kecil jadi harus pelan-pelan.

P2 (33-36)

Perasaannya sabar karena masih susah kalau awal-awal begitu.

P3 (97-98, 100-103)

Kalau sudah di toilet maunya main air jadi saya juga merasa jengkel. P4 (74-75, 102-103) Kadang kalau di latih sibuk main jadi buang air kecil di


(4)

36 P1 (333-336)

Merasa kesal sudah capek kerja masuk siang pulang malam masih harus

membersihkan terkadang buang air besar atau kecil sembarangan. P2 (57-60, 64-65) Ya kesal karena mau tidur harus membersihkan dulu. P2 (68-69)

Merasa jengkel karena tidak mau menuruti apa yang di katakan.

P2 (102, 116) Kalau saya

termasuk ibu yang menuruti kemauan anak tidak terlalu

lantai jadi saya merasa jengkel. P4 (89-90, 92, 138-140)

Saya suruh ayahnya yang kongkong kalau di latih buang air besar dan buang air kecil biar anaknya mau. P4 (215-217, 119-120)


(5)

37 jahat mungkin

karena terlalu pelan jadi anak tidak mau nurut, terkadang kalau pelan-pelan tidak mau nurut saya jengkel juga. P2 (212-215) Emosi Merasa emosi.

(51)

Hanya perlu sabar tetapi kalau di ajarkan terus membantah pasti seorang ibu juga merasa emosi. P1 (333-336)

Merasa emosi karena tidak mau menuruti apa yang di katakan.

P2 (102) Merasa emosi sudah capek kerja masuk siang pulang malam masih harus membersihkan terkadang buang air besar atau kecil sembarangan. P2 (57-60, 64-65) Marah Iya pernah merasa Mengajarkan buang


(6)

38 marah tetapi tidak

pernah melakukan kekerasan.

P1 (48-49) Merasa marah. P1 (51)

Merasa sedikit marah tetapi di maklumi karena anak masih kecil jadi harus sabar. P1 (132-133) Tidak ada hanya perlu sabar tetapi kalau di ajarkan terus membantah pasti seorang ibu juga merasa marah. P1 (333-336)

air besar dan buang air kecil itu melatih kesabaran.

P1 (39)

Merasa marah karena kalau anak tidak mau menuruti apa yang di

katakan. P2 (116)

Marah tetapi tidak sampai pakai kekerasan. P2 (236-237)

Sedih Merasa sedih ketika

marah nanti

anaknya tidak mau dengan ibunya.


(7)

39 P2 (79-81)

Takut Takut sampai besar tidak bisa buang air besar dan kecil secara mandiri apalagi anak perempuan harus bersih beda dengan anak laki-laki. P1 (235-236)

Merasa takut ketika marah nanti

anaknya tidak mau dengan ibunya. P2 (79-81) Takut kalau di kamar mandi kepleset karena tulangnya masih rawan. P2 (97-98) Takut teman-temannya sudah bisa tetapi anak saya belum. P2 (127, 129) Takut tidak bisa buang air besar dan kecil secara mandiri dan ketinggalan dengan teman-temannya.

Takut tidak terbiasa buang air besar dan kecil di toilet.

P3 (117, 142-143)

Harus bisa soalnya sudah mau

menganjak besar takutnya kalau tidak bisa buang air besar dan kecil secara mandiri. Saya sebagai ibu harus bisa mengajarkan karena sudah berumur 2 tahun jadi harus bisa. P4 (55-56)

Merasa takut saat melatih anaknya terjatuh.


(8)

40 P2 (132, 154)

Takut anak jatuh di toilet jadi di pegang. P2 (188)

Takut jatuh dan belum bisa. P2 (197) Khawatir

dan cemas

Khawatir kalau tidak di latih nanti besar tidak bisa buang air besar dan buang air kecil secara

mandiri. P1 (54-57) Kalau tidak bisa melakukan tugas perkembangan toilet training terutama buang air besar khawatir nanti besar masih

mengandalkan orang tua.

Merasa khawatir ketika marah anaknya tidak mau dengan ibunya. P2 (79-81)

khawatir tidak bisa buang air besar dan kecil secara mandiri dan ketinggalan dengan teman-temannya. P2 (132) Biasanya saya sharing dengan ibu-ibu yang

Penting untuk mengajari buang air besar dan kecil di toilet kalau tidak nanti jadi kebiasaan seperti keponakan saya sudah taman kanak-kanak tetapi masih buang air besar di celana karena orang tuanya tidak bisa mengajarkan ke toilet kalau di ajarin kan pasti mengerti. P3 (70-76) Merasa khawatir saat melatih anaknya terjatuh. P4 (71) Belum bisa membersihkan kalau habis buang air besar atau buang air kecil langsung pakai celana saja tidak bilang.

P4 (132-133) Saya pernah cerita ke orang yang lebih


(9)

41 P1 (88-90) Merasa sedikit cemas. P1 (138) Merasa cemas karena pada saat di latih tidak mau menuruti perintah dan cemas jika besar nanti belum bisa buang air besar dan buang air kecil secara mandiri nanti membebani orang tua.

P1 (140-143) Merasa cemas karena kondisi kamar mandi yang licin.

P1 (168)

Merasa cemas jika

mempunyai anak seumuran dengan anak saya tanya-tanya saran. P2 (204-207) Khawatir ketinggalan sama teman-teman sebayanya. P2 (223)

Khawatir kalau anak tidak terbiasa buang air besar dan buang air kecil di toilet nanti buat susah orang tua dan jadi bahan pembicaraan orang.

P3 (111-115) Khawatir tidak terbiasa buang air besar dan kecil di toilet.

P3 (117, 142-143)

tua tetapi di suruh buat lubang di tanah tetapi saya tidak mau harus di toilet. P4 (205-207)


(10)

42 tidak di ajarkan

nanti menjadi kebiasaan. P1 (170) Saya bertanya kepada ibu-ibu yang mempunyai anak yang seumuran dengan anak saya tentang

mengajarkan buang air besar dan buang air kecil yang saya ajarkan sudah benar atau tidak. P1 (176-177) Saya sering

membicarakan soal tugas

perkembangan anak dengan ibu-ibu.


(11)

43 Sering bertukar

pikiran dengan ibu-ibu lain karena anak umur 1 – 3 tahun sulit di ajarkan. P1 (183-184) Meminta saran kepada suami, membicara kendala yang di hadapi saat mengajarkan tugas perkembangan anak dan di sarankan untuk pelan-pelan dalam mengajarkan, tidak marah, dan

mengikuti kemauan anak.

P1 (201-204) Suami saya

menyarankan untuk mengikuti kemauan anak saat di ajarkan


(12)

44 nanti kalau salah

baru di beri nasihat dengan pelan-pelan.

P1 (206-207) Sulit atau

susah

Anak saya kalau di ajarkan tidak mau menuruti.

P1 (130)

Harapan saya kalau di latih mau

mengikuti perintah yang di berikan. P1 (145-146) Saya melihat anak saya takut jatuh saat di ajarkan buang air besar dan buang air kecil karena kakinya belum sampai (toilet terlalu lebar) dan tidak bisa pegangan

Terkadang tidak mau menuruti apa yang di katakan karena sibuk main air.

P2 (42-43)

Terkadang waktu di ajarkan gampang dan terkadang sulit. P2 (104-105) Saat di ajarkan terkadang di suruh berdiri tidak mau malah melamun. P2 (109-110) Terkadang anak tidak mau menuruti

Kendalanya tidak mau buang air kecil di kamar mandi. P3 (23, 26-27, 29, 31-34)

Terkadang anak di ajarkan buang air besar dan kecil di kamar mandi tidak mau, maunya di luar karena gelap. P3 (100-103)

Biasanya

mengajarkan anak-anak itu sedikit sulit karena di tanya mau buang air besar tidak mau buang air kecil tidak nurut jadi sedikit sulit.

P4 (35-36) Ya ada kendala dalam mengajarkan anak-buang air besar dan buang air kecil tetapi saya anggap tidak ada maklumi.

P4 (40-41) Masih kecil jadi


(13)

45 jadi anak saya tidak

mau di ajarkan. P1 (158-160) Umur 3 tahun di ajarkan sulit menuruti apa yang di katakan.

P1 (243-244, 246, 248)

Anak saya pada saat di ajarkan tidak mau nuruti dan banyak alasannya seperti tidak mau karena takut jatuh. P1 (250-252) Kalau menurut saya R itu manja kalau menuruti apa yang di katakan pasti ada perubahan karena anak manja apa-apa minta di temani.

apa yang di katakan. P2 (184) Kesulitannya bagaimana biar anak bisa ke kamar mandi sendiri dan bisa buang air besar sendiri.

P2 (194-195)

kadang tidak nurut mau buang air kecil di luar.

P4 (83-84, 87) Kalau buang air besar masih takut sendiri karena jarak toilet yang terlalu lebar anaknya takut jatuh jadi tidak mau di toilet harus ibunya atau ayanya yang kongkong tetapi malah sulit buang airnya kalau di kongkong. P4 (160-164, 179-181, 194-196)


(14)

46 P1 (257-259)

Saya merasa kesulitan saat mengajarkan karena tidak ada yang R takuti tetapi kalau ada orang lain seperti neneknya pasti mau dan anak seusia ini masih sulit di ajarkan. P1 (285-287) R di manja sama ayahnya jadi saya marah juga masih belum mau menuruti. P1 (289-291)

Anak yang manja itu hanya mau yang gampang saja tidak mau berusaha jadi di ajarkan masih


(15)

47 sulit.

P1 (297-300) Sulit saat di beri arahan pokoknya tidak mau menuruti apa yang di katakan kalau di ajarkan dan masih

mengandalkan orang tua. P1 (341-343) Mengajarkan anak seusia ini bertahap jadi harus di maklumi. P1 (348-350) Memikirkan Merasa memikirkan

tentang tugas perkembangan anak tetapi tidak terlalu di jadikan beban karena anak-anak umur 1 – 3

Memikirkan karena takut ketinggalan dengan teman-teman sebayanya. P2 (127)

Ya terkadang di

Saya memikirkan kenapa anaknya takut terkadang di tatur suruh

menghadap ke tembok biar tidak takut tetapi tidak


(16)

48 tahun harus di

ajarkan secara bertahap tidak bisa di paksakan. P1 (213-216) Suami saya kalau anak salah di bela jadi tidak bisa membedakan mana yang benar dan yang salah. P1 (224-226) Saya memikirkan tugas

perkembangan karena belum bisa melakukan sendiri dan sulit saat di ajarkan.

P1 (140-143) Saya tuangkan air ke dalam ember sebagai tempat

pikirkan kenapa tidak mau menuruti apa yang di katakan terkadang juga sampai berdoa. P2 (134-136, 138) Memikirkan bagaimana cara agar anak menuruti apa yang di

katakan.

P2 (163, 165-166) Yang membuat terpikirkan bagaimana biar anak bisa buang air besar dan buang air kecil secara mandiri. P2 (220) Terkadang terpikirkan gimana cara mengajarkan

mau takut terjatuh. P4 (198-199, 201) Harapan saya agar anak itu bisa hidup bersih kalau mau buang air besar dan buang air kecil di kamar mandi tidak di sembarang tempat. P4 (223-224)

Saya cerita di suami terus di bilang jangan di pikirkan sendiri di ajarkan saja terus nanti juga bisa.


(17)

49 pegangan anak

saya saat di ajarkan buang air besar dan buang air kecil. P1 (166)

Hanya memikirkan kenapa sulit saat di ajarkan.

P1 (354)

biar mau nurut sambil berdoa karena anak saya belum bisa, cara didik saya yang salah harus pelan-pelan atau

bagaimana tetapi kalau pelan-pelan malah tidak ada rasa takut jadi marah.

P2 (228-234) 2 Fisiologis Sulit tidur Terkadang di

pikirkan sampai sulit tidur.

P2 (143-145) Ya sulit tidur karena memikirkan tugas perkembangan anak.

P2 (151, 161) Sakit kepala Terkadang saya


(18)

50 atau pusing memikirkan sampai

sedikit pusing karena tidak mau menuruti apa yang di katakan.

P1 (220-222) Ya merasa pusing karena memikirkan anak saya belum bisa dan sulit di ajarkan.


(19)

51 4.2.2.1 Data Pendukung Observasi

a) Observasi partisipan 1 saat melakukan toilet training

Partisipan pertama (P1) melakukan toilet

training dengan mendampingi anaknya ke

toilet pada saat ingin buang air besar (BAB) atau buang air kecil (BAK), P1 juga membiasakan anaknya pergi ke toilet pada saat anak bangun tidur di pagi hari. Pada saat di toilet P1 memberikan instruksi untuk membuka celana dan berjongkok di atas kloset, setelah habis BAB atau BAK P1 membersihkan sisa kotoran yang ada di kloset. Kemudian membersihkan sisa kotoran yang menempel di tubuh, memakaikan celana, dan mencuci tangan anaknya. Instruksi yang P1 berikan terkadang tidak dipatuhi seperti tidak mau berjongkok di atas kloset, berdiri pada saat membersihkan sisa kotoran yang menempel, dan tidak mau mencuci tangan hal tersebut yang membuat P1 marah.


(20)

52 Partisipan ketiga (P3) pada saat melakukan toilet training P3 hanya membiasakan anaknya ke toilet saat ingin buang air besar (BAB) tetapi saat ingin buang air kecil (BAK) P3 membiarkan anaknya BAK di teras depan rumah. Pada saat di toilet P3 memberikan instruksi untuk membuka celana dan berjongkok di atas kloset, setelah habis BAB P3 membersihkan sisa kotoran yang menempel di tubuh dan mencuci tangan anaknya. Setelah itu membersihkan sisa kotoran yang ada di kloset kemudian memakaikan celana. Terkadang anak P3 tidak mau BAB di toilet karena takut gelap dan bermain air saat BAB hal tersebut yang membuat P3 marah.

Observasi partisipan saat melakukan toilet

training hanya dapat dilakukan kepada


(21)

53 4.2.3 Analisa Hasil Penelitian

4.2.3.1 Aspek psikologis kecemasan melakukan toilet training

Aspek psikologis kecemasan yang dialami partisipan pertama (P1) seperti perasaan jengkel, emosi, dan marah tetapi tidak menggunakan tindakan kekerasan saat melakukan toilet training. Hal ini disebabkan karena anak tersebut tidak mau menuruti serta menolak untuk diajarkan mengenai toilet training

(P1, 48-49, 51, 132-133, 333-336). P1 merasa takut akan keberhasilan dan kegagalan toilet

training yang dilakukan, perasaan takut di

sebabkan karena anak P1 adalah anak perempuan jadi harus bisa hidup bersih berbeda dengan anak laki-laki (P1, 235-236).

P1 merasa cemas dan khawatir akan keberhasilan dan kegagalan toilet training yang dilakukan karena nanti jika tidak dapat buang air besar atau kecil secara mandiri akan


(22)

54 204). Perasaan khawatir dan cemas yang di alami P1 juga karena kondisi toilet yang licin dan berukuran besar sehingga membuat P1 merasa khawatir dan cemas akan keamanan anaknya saat melakukan toilet training (P1, 138).

P1 merasa kesulitan dalam melakukan toilet

training kepada anaknya karena anak tersebut

tidak mau menuruti setiap arahan serta pemahaman yang disampaikan oleh P1 (P1, 130, 145-146, 158-160, 243-244, 246, 248, 250-252, 257-259, 341-343, 348-350). Konflik-konflik yang timbul dalam diri P1 perasaan tersebut membuat P1 merasa memikirkan akan keberhasilan serta kegagalan toilet training yang dilakukan, karena partisipan mengalami kesulitan dalam memberikan pengarahan dan pemahaman kepada anaknya (P1, 140-243, 213-216, 354).

Partisipan kedua (P2) merasa jengkel karena anak P2 tidak mau menuruti apa yang ia


(23)

55 33-36, 102, 116, 212-215). P2 merasa kesal karena anak P2 didapati buang air besar atau kecil sembarangan (P2, 57-60, 64-65, 68-69), P2 merasa emosi dan marah karena anaknya tidak mau menuruti apa yang P2 katakan, akan tetapi P2 tidak menggunakan tindakan kekerasan (P2, 39, 57-60, 64-65, 102, 116, 236-237).

P2 merasa sedih dan menyesal setelah memarahi anaknya karena takut anaknya tidak mau lagi menuruti perkataan P2 (P2, 79-81). P2 merasa takut jika anak P2 belum bisa buang air besar atau buang air kecil secara mandiri sehingga bisa tertinggal dengan teman-teman sebayanya, serta merasa takut dengan keamanan saat melakukan toilet training karena kondisi toilet yang licin serta berukuran besar (P2, 79-81, 97-98, 127-129, 132-154, 188, 197).

P2 merasa khawatir dan cemas karena anaknya belum dapat buang air besar dan kecil


(24)

56 kesulitan dalam melakukan toilet training karena kesulitan memberikan pengarahan dan pemahaman kepada anak P2 (P2, 42-43, 104-105, 109-110, 184, 194-195).

P2 sangat memikirkan akan keberhasilan dan kegagalan toilet training yang dilakukan karena takut anaknya ketinggalan dengan teman-teman sebaya, serta memikirkan cara-cara yang efektif dalam memberikan pengarahan dan pemahaman kepada anaknya, agar anak tersebut bisa buang air besar atau kecil secara mandiri (P2, 127, 134-136, 138, 163, 165-166, 220, 228-234).

Partisipan ketiga (P3) merasa harus sabar saat melakukan toilet training karena anaknya tidak mau menuruti apa yang dikatakan olehnya (P3, 97-98, 100-103). P3 merasa takut jika anaknya tidak terbiasa buang air besar atau kecil di toilet sejak usia dini sehingga di masa yang akan datang menyusahkan orang tua serta


(25)

57 teman sebayanya (P3, 117, 142-143). P3 merasa khawatir dan cemas akan keberhasilan dan kegagalan toilet training yang dilakukan serta anaknya tidak dapat buang air besar dan kecil secara mandiri (P3, 70-76, 111-115, 117, 142-143). P3 mengalami kesulitan terkadang anak P3 tidak mau buang air besar atau kecil di toilet(P3, 23, 26-27, 29, 31-34, 100-103).

Partisipan keempat (P4) merasa jengkel karena saat dilakukan toilet training anak P4 sibuk bermain air sehingga tidak fokus saat diajarkan (P4, 74-75, 102-103, 89-90, 92, 138-140, 215-217, 119-220). P4 merasa takut akan keamanan anaknya karena kondisi toilet yang licin (P4, 71), P4 merasa takut akan keberhasilan dan kegagalan toilet training yang dilakukan karena sudah beumur 2 tahun belum bisa buang air besar dan kecil dengan mandiri (P4, 55-56), dan P4 merasa bertanggungjawab dalam mengajarkan anak P4 agar bisa buang air besar dan kecil secara mandiri (P4, 55-56). P4


(26)

58

toilet training yang dilakukan (P4, 71, 132-133,

205-207).

4.2.3.2 Aspek fisiologis kecemasan melakukan toilet training

Aspek fisiologis kecemasan hanya dialami oleh partisipan pertama (P1) dan partisipan kedua (P2). P1 saat melakukan toilet training yaitu merasa pusing atau sakit kepala dikarenakan kesulitan dalam memberikan pengarahan serta pemahaman, selain itu juga anak P1 belum dapat buang air besar dan buang kecil secara mandiri (P1, 220-222, 346).

Partisipan kedua (P2) saat melakukan toilet

training, sulit tidur karena terlalu memikirkan tugas

perkembangan serta memberikan pengarahan dan pemahaman kepada anak P2 (P2, 143-145, 151-161).


(27)

59 4.3.1 Member Check Partisipan 1

Member check dilaksanakan pada tanggal 7 April

2016 pukul 14.00 wib di rumah partisipan. Peneliti membawa hasil rekaman suara dan verbatim yang telah dibuat dan didengarkan serta diperlihatkan kepada partisipan supaya dikoreksi oleh partisipan apabila ada data-data yang tidak sesuai. Partisipan setuju dengan hasil rekaman suara dan verbatim yang didengarkan dan diperlihatkan

4.3.2 Member Check Partisipan 2

Member check dilaksanakan pada tanggal 7 April

2016 pukul 11.20 WIB di rumah partisipan. Peneliti membawa hasil rekaman suara dan verbatim yang telah dibuat dan didengarkan serta diperlihatkan kepada partisipan supaya dikoreksi oleh partisipan apabila ada data-data yang tidak sesuai. Partisipan setuju dengan hasil rekaman suara dan verbatim yang didengarkan dan diperlihatkan tetapi meminta untuk mengganti kata-kata seperti “Kecek-kecek”.


(28)

60

Member check dilaksanakan pada tanggal 7 April

2016 pukul 09.00 WIB di rumah partisipan. Peneliti membawa hasil rekaman suara dan verbatim yang telah dibuat dan didengarkan serta diperlihatkan kepada partisipan supaya dikoreksi oleh partisipan apabila ada data-data yang tidak sesuai. Partisipan setuju dengan hasil rekaman suara dan verbatim yang didengarkan dan diperlihatkan. Partisipan juga memberikan informasi tambahan yaitu bahwa saat melakukan toilet training

kepada anak pada tahun pertama dan kedua itu sulit diberi pemahaman dan pengarahan untuk itu seringkali membuat partisipan merasa khawatir akan keberhasilan dan kegagalan dalam melakukan toilet training.

4.3.4 Member Check Partisipan 4

Member check dilaksanakan pada tanggal 7 April

2016 pukul 10.00 WIB di rumah partisipan. Peneliti membawa hasil rekaman suara dan verbatim yang telah dibuat dan didengarkan serta diperlihatkan kepada partisipan supaya dikoreksi oleh partisipan apabila ada data-data yang tidak sesuai. Partisipan setuju dengan


(29)

(30)

62 Berdasarkan analisa hasil penelitian diketahui bahwa aspek psikologis kecemasan yang muncul seperti yang dikatakan partisipan pertama (P1) saat mengajarkan anaknya buang air besar (BAB) atau buang air kecil (BAK) terkadang anaknya tidak mematuhi apa yang dikatakan P1, hal tersebut yang membuat P1 merasa jengkel dan emosi. Selain itu mengajarkan BAB atau BAK dibutuhkan kesabaran karena tidak mudah, hal ini yang membuat P1 marah jika anaknya terus membantah tetapi tidak sampai melakukan tindakan kekerasan.

Kemudian partisipan kedua (P2) mengatakan saat mengajarkan BAB atau BAK, anaknya tidak mematuhi apa yang dikatakan P2 walaupun P2 sudah memberitahukan dengan pelan-pelan sehingga membuat P2 merasa jengkel. P2 terkadang merasa kesal dan emosi saat mendapati anaknya BAB atau BAK sembarangan. P2 mengatakan mengajarkan BAB atau BAK dibutuhkan kesabaran karena seringkali anaknya tidak patuh sehingga membuat marah.

Selanjutnya partisipan ketiga (P3) mengatakan saat mengajarkan BAB atau BAK dibutuhkan kesabaran supaya anak terbiasa BAB atau BAK di toilet, seringkali hal tersebut


(31)

63 anaknya sibuk bermain air sehingga tidak fokus dengan apa yang P4 katakan dan terkadang tidak memberitahukan kepada P4 kalau telah BAK di lantai toilet sehingga membuat P4 merasa jengkel.

Sebagaimana dikemukakan oleh Daradjat (1985), kecemasan dapat dilihat dari aspek psikologis kecemasan yang muncul seperti merasa tertekan, merasa takut, mudah marah, gelisah, ingin menghindar atau lari dari kenyataan, selalu khawatir, gugup, rendah diri, hilang kepercayaan diri, tidak berani mengambil keputusan, dan sulit berkonsentrasi. Penelitian ini menemukan adanya dampak psikologis kecemasan pada ibu dalam melakukan toilet training pada anak pertamanya sebagaimana yang dijelaskan di atas.

Selain itu P1 mengatakan bahwa anak perempuan itu harus bersih terutama setelah BAB atau BAK berbeda dengan anak laki-laki, hal ini yang membuat P1 merasa takut jika anaknya belum dapat BAB atau BAK dengan mandiri. Kemudian P2 mengatakan kondisi toilet yang licin membuat P2 merasa takut anaknya terjatuh pada saat mengajarkan BAB atau BAK dan merasa takut anaknya tertinggal dengan


(32)

teman-64 anaknya tidak diajarkan BAB atau BAK di toilet akan menjadi kebiasaan sehingga berpengaruh pada perkembanganya. Sedangkan P4 mengatakan hal mengajarkan BAB atau BAK merupakan tugas P4 apalagi anaknya sudah berumur 2 tahun untuk itu P4 merasa bertanggungjawab sehingga menimbulkan ketakutan tersendiri. Kecemasan yang timbul karena ada ketakutan yang dirasakan oleh keempat partisipan pernyataan ini berkaitan dengan pendapat Sulaeman (1995), kecemasan adalah rasa khawatir terus menerus yang ditimbulkan oleh adanya inner conflict dan merupakan perasaan samar-samar atau tidak jelas yang bersumber dari ketakutan terhadap sesuatu yang akan terjadi.

Tidak jauh berbeda dengan pernyataan di atas P1 mengatakan ketika mengalami kesulitan dalam mengajarkan BAB atau BAK, P1 bertanya kepada suami dan ibu-ibu yang memiliki anak yang seumuran dengan anaknya karena P1 cemas dan khawatir anaknya besar kelak masih belum bisa BAB atau BAK dengan mandiri dan harus di dampingi ke toilet. Kemudian P2 mengatakan ketika mengalami kesulitan dalam mengajarkan BAB atau BAK, P2 meminta saran kepada ibu-ibu yang mempunyai anak seumuran dengan anaknya karena


(33)

65 Selanjutnya P3 mengatakan ketika mengalami kesulitan saat mengajarkan BAB atau BAK, P3 harus membiasakan anaknya BAB atau BAK di toilet karena cemas dan khawatir ketika masuk taman kanak-kanak masih BAB di celana sama seperti keponakannya sehingga menyusahkan orang tua dan menjadi bahan pembicaraan orang lain. Sedangkankan P4 mengatakan ketika mengalami kesulitan dengan bercerita kepada suami dan orang yang lebih tua karena merasa cemas dan khawatir tidak bisa BAB atau BAK dengan mandiri. Hal ini merupakan bentuk kecemasan pada sesuatu hal yang belum terjadi tetapi timbul karena dinilai mengancam sehingga berkaitan dengan pernyataan Kaplan dkk (1997), kecemasan adalah sinyal yang menyadarkan, memperingatkan adanya bahaya yang mengancam, dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Kecemasan adalah respon terhadap sesuatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar, atau konfliktual.

Pernyataan di atas berkaitan dengan pendapat Nevid dkk (2005), kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan khawatir yang mengeluh bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Duran & Barlow (2006), kecemasan


(34)

66 mengantisipasi kemungkinan datangnya bahaya atau kemalangan di masa yang akan datang dengan perasaan khawatir.

Penelitian ini menunjukan partisipan pertama (P1) dan partisipan kedua (P2) yang memiliki anak perempuan sangat memikirkan keberhasilan dan kegagalan toilet training

dibandingkan partisipan ketiga (P3) dan partisipan keempat (P4) dilihat dari aspek fisiologis kecemasan yang muncul seperti yang dikatakan partisipan pertama (P1) merasa sakit kepala dan partisipan kedua (P2) merasa sulit tidur saat kesulitan melakukan toilet training. Sebagaimana dikemukakan oleh Daradjat (1985), kecemasan dapat dilihat dari aspek fisiologis kecemasan yang muncul seperti detak jantung cepat, istirahat tidak teratur, nafsu makan hilang, ganguan pencernaan, tidur tidak nyenyak, mudah mengeluarkan keringat, ujung jari dingin, gemetar, nafas sesak, dan kepala pusing. Mendukung pernyataan di atas Freud (2009), menyatakan kecemasan adalah suatu keadaan perasaan afektif yang tidak menyenangkan yang disertai dengan sensasi fisik yang memperingati orang terhadap bahaya yang akan datang.


(35)

67 tugas perkembangan dalam hal ini toilet training dari tenaga kesehatan setempat. Pengetahuan yang diperoleh keempat partisipan berdasarkan pengalaman secara turun-temurun, sehingga dalam melakukan toilet training keempat partisipan mengatakan mengalami kesulitan. Hal ini berkaitan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2015) bahwa ibu yang memiliki pengetahuan baik maka akan melakukan praktik

toilet training dengan baik pula.

Kecemasan yang di alami keempat partisipan juga dipengaruhi oleh pengalaman baru karena semua partisipan baru memilki anak pertama. hal ini berkaitan dengan pernyataan Kalpan (dalam Fausiah & Widury., 2005) kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup.


(1)

62 4.4 Pembahasan

Berdasarkan analisa hasil penelitian diketahui bahwa aspek psikologis kecemasan yang muncul seperti yang dikatakan partisipan pertama (P1) saat mengajarkan anaknya buang air besar (BAB) atau buang air kecil (BAK) terkadang anaknya tidak mematuhi apa yang dikatakan P1, hal tersebut yang membuat P1 merasa jengkel dan emosi. Selain itu mengajarkan BAB atau BAK dibutuhkan kesabaran karena tidak mudah, hal ini yang membuat P1 marah jika anaknya terus membantah tetapi tidak sampai melakukan tindakan kekerasan.

Kemudian partisipan kedua (P2) mengatakan saat mengajarkan BAB atau BAK, anaknya tidak mematuhi apa yang dikatakan P2 walaupun P2 sudah memberitahukan dengan pelan-pelan sehingga membuat P2 merasa jengkel. P2 terkadang merasa kesal dan emosi saat mendapati anaknya BAB atau BAK sembarangan. P2 mengatakan mengajarkan BAB atau BAK dibutuhkan kesabaran karena seringkali anaknya tidak patuh sehingga membuat marah.

Selanjutnya partisipan ketiga (P3) mengatakan saat mengajarkan BAB atau BAK dibutuhkan kesabaran supaya anak terbiasa BAB atau BAK di toilet, seringkali hal tersebut


(2)

63 yang membuat jengkel. Sedangkan Partisipan keempat (P4) mengatakan saat mengajarkan anaknya BAB atau BAK, anaknya sibuk bermain air sehingga tidak fokus dengan apa yang P4 katakan dan terkadang tidak memberitahukan kepada P4 kalau telah BAK di lantai toilet sehingga membuat P4 merasa jengkel.

Sebagaimana dikemukakan oleh Daradjat (1985),

kecemasan dapat dilihat dari aspek psikologis kecemasan yang muncul seperti merasa tertekan, merasa takut, mudah marah, gelisah, ingin menghindar atau lari dari kenyataan, selalu khawatir, gugup, rendah diri, hilang kepercayaan diri, tidak berani mengambil keputusan, dan sulit berkonsentrasi. Penelitian ini menemukan adanya dampak psikologis kecemasan pada ibu dalam melakukan toilet training pada anak pertamanya sebagaimana yang dijelaskan di atas.

Selain itu P1 mengatakan bahwa anak perempuan itu harus bersih terutama setelah BAB atau BAK berbeda dengan anak laki-laki, hal ini yang membuat P1 merasa takut jika anaknya belum dapat BAB atau BAK dengan mandiri. Kemudian P2 mengatakan kondisi toilet yang licin membuat P2 merasa takut anaknya terjatuh pada saat mengajarkan BAB atau BAK dan merasa takut anaknya tertinggal dengan


(3)

teman-64 teman sebayanya jika belum dapat BAB atau BAK dengan mandiri. Selanjutnya P3 mengatakan merasa takut jika anaknya tidak diajarkan BAB atau BAK di toilet akan menjadi kebiasaan sehingga berpengaruh pada perkembanganya. Sedangkan P4 mengatakan hal mengajarkan BAB atau BAK merupakan tugas P4 apalagi anaknya sudah berumur 2 tahun untuk itu P4 merasa bertanggungjawab sehingga menimbulkan ketakutan tersendiri. Kecemasan yang timbul karena ada ketakutan yang dirasakan oleh keempat partisipan pernyataan ini berkaitan dengan pendapat Sulaeman (1995), kecemasan adalah rasa khawatir terus menerus yang ditimbulkan oleh adanya inner conflict dan merupakan perasaan samar-samar atau tidak jelas yang bersumber dari ketakutan terhadap sesuatu yang akan terjadi.

Tidak jauh berbeda dengan pernyataan di atas P1 mengatakan ketika mengalami kesulitan dalam mengajarkan BAB atau BAK, P1 bertanya kepada suami dan ibu-ibu yang memiliki anak yang seumuran dengan anaknya karena P1 cemas dan khawatir anaknya besar kelak masih belum bisa BAB atau BAK dengan mandiri dan harus di dampingi ke toilet. Kemudian P2 mengatakan ketika mengalami kesulitan dalam mengajarkan BAB atau BAK, P2 meminta saran kepada ibu-ibu yang mempunyai anak seumuran dengan anaknya karena


(4)

65 cemas dan khawatir teman-teman sebaya anaknya sudah bisa BAB atau BAK dengan mandiri sedangkan anaknya belum. Selanjutnya P3 mengatakan ketika mengalami kesulitan saat mengajarkan BAB atau BAK, P3 harus membiasakan anaknya BAB atau BAK di toilet karena cemas dan khawatir ketika masuk taman kanak-kanak masih BAB di celana sama seperti keponakannya sehingga menyusahkan orang tua dan menjadi bahan pembicaraan orang lain. Sedangkankan P4 mengatakan ketika mengalami kesulitan dengan bercerita kepada suami dan orang yang lebih tua karena merasa cemas dan khawatir tidak bisa BAB atau BAK dengan mandiri. Hal ini merupakan bentuk kecemasan pada sesuatu hal yang belum terjadi tetapi timbul karena dinilai mengancam sehingga berkaitan dengan pernyataan Kaplan dkk (1997), kecemasan adalah sinyal yang

menyadarkan, memperingatkan adanya bahaya yang

mengancam, dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Kecemasan adalah respon terhadap sesuatu ancaman yang sumbernya tidak diketahui, internal, samar-samar, atau konfliktual.

Pernyataan di atas berkaitan dengan pendapat Nevid dkk (2005), kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan khawatir yang mengeluh bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi. Duran & Barlow (2006), kecemasan


(5)

66 adalah keadaan suasana hati yang ditandai oleh afek negatif dan gejala-gejala ketengan jasmaniah di mana seseorang

mengantisipasi kemungkinan datangnya bahaya atau

kemalangan di masa yang akan datang dengan perasaan khawatir.

Penelitian ini menunjukan partisipan pertama (P1) dan partisipan kedua (P2) yang memiliki anak perempuan sangat memikirkan keberhasilan dan kegagalan toilet training dibandingkan partisipan ketiga (P3) dan partisipan keempat (P4) dilihat dari aspek fisiologis kecemasan yang muncul seperti yang dikatakan partisipan pertama (P1) merasa sakit kepala dan partisipan kedua (P2) merasa sulit tidur saat kesulitan melakukan toilet training. Sebagaimana dikemukakan oleh Daradjat (1985), kecemasan dapat dilihat dari aspek fisiologis kecemasan yang muncul seperti detak jantung cepat, istirahat tidak teratur, nafsu makan hilang, ganguan pencernaan, tidur tidak nyenyak, mudah mengeluarkan keringat, ujung jari dingin, gemetar, nafas sesak, dan kepala pusing. Mendukung pernyataan di atas Freud (2009), menyatakan kecemasan adalah suatu keadaan perasaan afektif yang tidak menyenangkan yang disertai dengan sensasi fisik yang memperingati orang terhadap bahaya yang akan datang.


(6)

67 Hasil penelitian juga menunjukan keempat partisipan dalam penelitian ini tidak memperoleh informasi mengenai tugas perkembangan dalam hal ini toilet training dari tenaga kesehatan setempat. Pengetahuan yang diperoleh keempat partisipan berdasarkan pengalaman secara turun-temurun, sehingga dalam melakukan toilet training keempat partisipan mengatakan mengalami kesulitan. Hal ini berkaitan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2015) bahwa ibu yang memiliki pengetahuan baik maka akan melakukan praktik toilet training dengan baik pula.

Kecemasan yang di alami keempat partisipan juga dipengaruhi oleh pengalaman baru karena semua partisipan baru memilki anak pertama. hal ini berkaitan dengan pernyataan Kalpan (dalam Fausiah & Widury., 2005) kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau belum pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Kecemasan Ibu dalam Melakukan Toilet Training pada Anak Pertamanya di Dusun Ngelo Desa Getasan Kabupaten Semarang T1 462012056 BAB I

0 0 7

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Kecemasan Ibu dalam Melakukan Toilet Training pada Anak Pertamanya di Dusun Ngelo Desa Getasan Kabupaten Semarang T1 462012056 BAB II

0 0 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Kecemasan Ibu dalam Melakukan Toilet Training pada Anak Pertamanya di Dusun Ngelo Desa Getasan Kabupaten Semarang T1 462012056 BAB V

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Kecemasan Ibu dalam Melakukan Toilet Training pada Anak Pertamanya di Dusun Ngelo Desa Getasan Kabupaten Semarang

0 0 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Gambaran Kecemasan Ibu dalam Melakukan Toilet Training pada Anak Pertamanya di Dusun Ngelo Desa Getasan Kabupaten Semarang

0 2 58

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Saat Anak Sakit di Dusun Pulihan Desa Tajuk Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang T1 462009086 BAB IV

0 0 26

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perilaku Ibu Menyusui Dalam Pemberian Asi di Dusun Polobogo dan Sodong, Desa Polobogo, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang T1 462008024 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perilaku Ibu Menyusui Dalam Pemberian Asi di Dusun Polobogo dan Sodong, Desa Polobogo, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang T1 462008024 BAB II

0 0 16

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perilaku Ibu Menyusui Dalam Pemberian Asi di Dusun Polobogo dan Sodong, Desa Polobogo, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang T1 462008024 BAB IV

0 0 139

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Fungsi Pertapaan Bunda Pemersatu Gedono Dusun Weru Desa Jetak Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang T1 152010018 BAB IV

0 4 67