TINGKAT KECEMASAN SKALA HARS IBU POSTPAR

“TINGKAT KECEMASAN (SKALA HARS)”
Ny. D P2 AO Usia 32 Tahun Post Partum Hari Ke Dua Dengan Bendungan ASI Dan
Tingkat Kecemasan Sedang

Oleh :
Irma Hamdayani Pasaribu

(156070400111014)

Dosen Pengampu :
Dini Latifatun Nafi’ati, M.Psi, Psikolog

PROGRAM STUDI MAGISTER KEBIDANAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah

yang berjudul ‘Tingkat Kecemasan (Skala Hars) Ny. D P2 AO Usia 32 Tahun Post
Partum Hari Ke Dua Dengan Bendungan ASI, Dan Tingkat Kecemasan Sedang.”
Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas dari Mata Kuliah Psikologi Persalinan
pada Pascasarjana Program Studi Kebidanan Universitas Brawijaya Malang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dini Latifatun Nafi’ati,
M.Psi, Psikolog selaku Dosen mata kuliah Psikologi Persalinan yang telah banyak
memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.
Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah ini di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Malang, April 2016
Penulis

Irma Hamdayani Pasaribu

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................ii


BAB I PENDAHULUAN................................................................................1
1.1..........................................................................................Latar Belakang
........................................................................................................1
1.2.....................................................................................Rumusan Masalah
........................................................................................................3
1.3...................................................................................................Tujuan
........................................................................................................4
BAB II TINJUAN PUSTAKA.........................................................................5
2.1. Kecemasan....................................................................................5
2.1.1. Defenisi Kecemasan...........................................................5
2.1.2. Komponen-Komponen Kecemasan....................................6
2.1.3. Faktor Predisposisi Kecemasan..........................................6
2.1.4. Faktor Presipitasi Kecemasan.............................................8
2.1.5. Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan............................8
2.1.6. Tingkat Kecemasan.............................................................9
2.1.7. Macam-Macam Kecemasan...............................................11
2.1.8. Instrumen Yang Digunakan Untuk Mengukur Tingkat
Kecemasan..........................................................................11
2.2. Masa Nifas...................................................................................14

2.2.1. Definisi Masa Nifas...........................................................14
2.2.2. Perubahan Psikologsi Masa Nifas......................................15
2.2.3. Gangguan Psikologi Masa Nifas........................................17
2.3. Psikologi Transpersonal...............................................................22
2.3.1. Definisi Psikologi Transpersonal.......................................22
2.3.2. Cabang-Cabang Psikologi Transpersonal..........................23
2.3.3. Psikoterapi Psikologi Transpersonal..................................24
2.4. Menangani Masalah Kecemasan Pada Masa Nifas dengan
Psikoterapi Psikologi Transpersonal...........................................25
BAB III ANALISA KASUS...........................................................................28
BAB IV KESIMPULAN................................................................................40
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Masa nifas (purperium) dimulai sejak lahirnya plasenta sampai dengan 6


minggu (42 hari) setelah persalinan. Pelayanan pasca persalinan harus
terselenggara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi, yang
meliputi upaya pencegahan, deteksi dini dan pengobatan komplikasi dan penyakit
yang mungkin terjadi, serta penyediaan pelayanan pemberian ASI, cara mengatur
jarak kehamilan, imunisasi, dan nutrisi bagi ibu. Secara psikologi, pada ibu
pascapersalinan akan merasakan gejala-gejala psikiatrik. Meskipun demikian,
adapula ibu yang tidak mengalami hal ini. Agar perubahan psikologi yag dialami
tidak berlebihan, ibu perlu mengetahui tentang hal yang lebih lanjut. Wanita
banyak mengalami perubahan emosi selama masa nifas sementara ia
menyesuaikan diri menjadi seorang ibu. Penting sekali sebagian bidan untuk
mengetahui tentang penyesuaian psikologis yang normal sehingga ia dapat
menilai apakah seorang ibu memerlukan asuhan khusus dalam masa nifa ini,
untuk suatu variasi atau penyimpangan dari penyesuaian yang normal yang
umum terjadi.
Beberapa penulis berpendapat dalam minggu pertama setelah melahirkan,
banyak wanita yang menunjukan gejala-gejala psikiatrik, terutama gejala depresi
diri ringan sampai berat serta gejala-gejala neonatus traumatic, antara lain rasa
takut yang berlebihan dalam masa hamil, riwayat psikiatrik abnormal, riwayat
perkawinan abnormal, riwayat obstetrik (kandungan) abnormal, riwayat kelahiran

mati atau kelahiran cacat, dan riwayat penyakit lainya. Biasanya penderita akan
sembuh kembali tanpa ada atau dengan pengobatan. Meskipun demikian, kadang
diperlukan terapi oleh ahli penyakit jiwa. Sering pula kelainan-kelainan psikiatrik
ini berulang setelah persalinan berikutnya. Hal yang perlu diperhatikan yaitu

adaptasi psikososial pada masa pasca persalinan. Bagi keluarga muda, pasca
persalinan adalah “awal keluarga baru” sehingga keluarga perlu beradaptasi
dengan peran barunya. Tanggung jawab keluarga bertambah dengan hadirnya bayi
yang baru lahir. Dorongan serta perhatian anggota keluarga lainya merupakan
dukungan positif bagi ibu.
Kecemasan (ansietas) adalah suatu keadaan emosional yang tidak
menyenangkan, yang ditandai oleh rasa ketakutan serta gejala fisik yang
menegangkan serta tidak diinginkan. Kecemasan ditandai dengan gejala fisik,
seperti : kegelisahan, anggota tubuh bergetar, banyak berkeringat, sulit bernafas,
jantung berdetak kencang, merasa lemas, panas dingin, mudah

marah atau

tersinggung. Gejala behavior seperti berperilaku menghindar dan terguncang,
serta gejala kognitif seperti : khawatir tentang sesuatu, perasaan terganggu akan

ketakutan terhadap sesuatu yang terjadi dimasa depan, keyakinan bahwa sesuatu
yang menakutkan akan segera terjadi, ketakutan akan ketidakmampuan untuk
mengatasi masalah, pikiran terasa bercampur

aduk atau kebingungan, sulit

berkonsentrasi. Berdasarkan gejala- gejala tersebut, kecemasan dikelompokkan
menjadi kecemasan ringan, sedang, berat dan panik.
Tidak semua ibu menyadari bahwa aspek fisik dan psikis adalah dua hal
yang terkait saling mempengaruhi. Jika kondisi fisiknya kurang baik, maka
proses berfikir, suasana hati, tindakan yang bersangkutan dalam kehidupan
sehari- hari akan terkena imbas negatifnya. Suasana hati yang tidak menentu dan
emosi yang meledak- ledak dapat mempengaruhi detak jantung, tekanan darah,
produksi adrenalin, aktifitas kelenjar keringat, reaksi asam lambung,
seperti marah, gelisah dan merasa malas.
Masa nifas merupakan masa yang paling kritis dalam kehidupan ibu
maupun bayi, diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi
setelah persalinan, dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama.
Dalam memberikan pelayanan pada masa nifas, bidan menggunakan asuhan yang
berupa memantau keadaan fisik, psikologis, spiritual, kesejahteraan sosial

ibu/keluarga, memberikan pendidikan dan penyuluhan secara terus menerus.
Dengan pemantauan dan asuhan yang dilakukan pada ibu dan bayi pada masa

nifas diharapkan dapat mencegah atau bahkan menurunkan Angka Kematian Ibu
dan Angka Kematian Bayi.
Perubahan psikologis mempunyai peranan yang sangat penting. Pada
masa ini, ibu nifas menjadi sangat sensitif, sehingga diperlukan pengertian dari
keluarga terdekat. Peran bidan sangat penting dalam hal memberi pegarahan pada
keluarga tentang kondisi ibu serta pendekatan psikologis yang dilakukan bidan
pada ibu nifas agar tidak terjadi perubahan psikologis yang patologis. Setelah
proses kelahiran tanggung jawab keluarga bertambah dengan hadirnya bayi yang
baru lahir, dorongan serta perhatian anggota keluarga lainnya merupakan
dukungan positif bagi ibu.
Salah satu pendekatan psikologis yang dapat digunakan bidan dalam
menangani masalah psokologi pada ibu nifas adalah dengan pendekatan psikologi
transpersonal. Psikologi transpersonal mengkaji tentang potensi tertinggi yang
dimiliki manusia, dan melakukan pemahaman, perwujudan dari kesatuan,
spiritualitas, serta kesadaran transendensi. Rumusan di atas menunjukkan dua
unsur penting yang menjadi telaah psikologi transpersonal yaitu potensi-potensi
yang luhur (potensi tertinggi) dan fenomena kesadaran manusia. Psikologi

transpersonal berupaya meneliti dan memupuk pengalaman spiritual kedalam
konteks psikologis, sama seperti psikologi kesehatan adalah jembatan psikologi
dan kedokteran atau psikologi industry sebagai jembatan psikologi dan bisnis,
psikologi transpersonal adalah jembatan antara psikologi dan aspek spiritual
pengalaman keagamaan (bukan aspek sosial atau politik agama). Bidang ini
mengintegrasikan konsep-konsep, teori-teori dan metode-metode psikologis
dengan bahan kajian dan praktek berbagai disiplin spiritual, misalnya
transendensi, spiritualitas, tingkat kesadaran dan ritual shamanik.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Pengertian Kecemasan
1.2.2. Komponen Kecemasan
1.2.3. Faktor-Faktor Penyebab Kecemasan
1.2.4. Tingkat Kecemasan
1.2.5. Definisi Masa Nifas

1.2.6. Perubahan dan Gangguan Psikologis Masa Nifas
1.2.7. Psikologi Transpersonal
1.2.8. Psikoterapi Psikologi Transpersonal
1.2.9. Menangani Masalah Kecemasan Pada Ibu Nifas Dengan Psikoterapi
Psikologi Transpersonal

1.3. Tujuan
Untuk mengetahui tingkat kecemasan pada ibu nifas dan cara penangannya
dengan psikoterapi pdikologi transpersonal

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kecemasan
2.1.1. Definisi Kecemasan
Kecemasan

merupakan

unsur

kejiwaan

yang

menggambarkan


perasaan, keadaan emosional yang dimiliki oleh seseorang pada saat
menghadapi kenyataan atau kejadian dalam hidupnya.
Lefrancois dalam kartikasari 1995, menyatakan bahwa kecemasan
merupakan reaksi emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan
ketakutan, adanya hambatan terhadap keinginan pribadi dan perasaan-perasaan
yang tertekan yang muncul dalam kesadaran.
Kecemasan adalah reaksi terhadap bahaya yang memperingatkan orang
“dari dalam” secara naluri, bahwa ada bahaya dan orang yang bersangkutan
mungkin kehilangan kendali dalam sistem tersebut.
Cemas atau anxietas merupakan reaksi emosional yang timbul oleh
penyebab yang spesifik yang dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan
merasa terancam (Stuart dan Sundden, 1998).
Kecemasan adalah suatu sinyal yang menyadarkan, memperingatkan
adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil
tindakan untuk mengatasi ancaman (Suliswati, 2006).
Kecemasan adalah respon terhadap suatu ancaman yang spesifik yang
secara subyektif dialami oleh dan dikomunikasikan secara interpersonal.
Para ahli membagi bentuk kecemasan dalam dua tingkat, yaitu :
1. Tingkat Psikologis

Kecemasan yang berwujud sebagai gejala-gejala kejiwaan, seperti tegang,
bingung, khawatir, sukar konsentrasi, perasaan tidak menentu dan sebagainya.

2. Tingkat Fisiologis
Kecemasan yang sudah mempengaruhi atau terwujud pada gejala-gejala
fisik, terutama pada sistem syaraf, misalnya tidak dapat tidur, jantung
berdebar-debar, gemetar, perut mual, dan sebagainya.

2.1.2. Komponen-Komponen Kecemasan
Komponen kecemasan menurut Sue dkk (dalam Kartikasari, 1995)
dapat dimanifestasi dalam empat hal yaitu :
1. Secara Kognitif
Dapat bervariasi, dari rasa khawatir yang ringan sampai panik. Individu terus
mengkhawatirkan segala mascam masalah yang mungkin terjadi dan sulit
sekali untuk berkonsentrasi atau mengambil keputusan, akan menimbulkan
kekhawatiran lebih lanjut, dan juga akan membawa dampak kesulitan tidur
(insomnia).
2. Secara Afektif (Perasaan)
Individu tidak dapat tenang dan mudah tersinggung, sehingga memungkinkan
untuk mengalami depresi.
3. Secara Motorik (Gerak Tubuh)
Kecemasan seseorang terwujud dalam gerakan tidak menentu seperti
gemetar sampai dengan goncangan tubuh yang berat. Seringkali gugup dan
mengalami kesulitan dalam berbicara
4. Secara Somatik (Dalam reaksi fisik atau biologis)
Dapat berupa gangguan anggota tubuh, seperti keadaan mulut kering, tangan
dan kaki kaku, diare, sering kencing, ketegangan otot.

2.1.3. Faktor Predisposisi Kecemasan
Menurut Struart dan Sundden (1998), mengemukakan bahwa faktor
presdisposisi (pendukung ) terjadinya kecemasan antara lain :
1. Teori Psikoanalitik
Kecemasan merupakan knflik emosional yang terjadi antara dua elemen
kepribadian yaitu id dan super ego. Id melambangkan dorongan insting dan
impuls primitif, super ego mencerminkan hati nurani seseorang dikendalikan
oleh norma-norma budaya seseorang. Sedangkan ego digambarkan sebagai
mediator antara tuntutan dari id dan super ego. Kecemasan berfungsi untuk
memperingatkan ego tentang sesuatu bahaya yang perlu diatasi.
2. Teori Interpersonal

Kecemasan dan ketakutan atau penolakan interpersonal dihubungkan dengan
trauma pada masa pertumbuhan, seperti kehilangan, perpisahan yang
menyebabkan seseorang menjadi tidak berdaya. Individu yang mempunyai
harga diri rendah biasanya sangat mudah untuk mengalami kecemasan yang
sangat berat.
3. Teori Perilaku
Kecemasan merupakan hasil frustasi segala sesuatu yang mengganggu
kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kecemasan
merupakan sesuatu dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan untuk
menghindar rasa sakit. Pada individu yang pada awal kehidupan dihadapkan
pada rasa takut yang berlebihan akan menunjukkan kemungkinan kecemasan
yang berat pada kehidupan masa dewasanya. Sementara para ahli konflik
mengatakan bahwa kecemasan sebagai benturan-benturan keinginan yang
bertentangan dan berhubungan timbal balik antara konflik dan daya kecemasan
yang kemudian menimbulkan kecemasan.
4. Teori Keluarga
Menyatakan bahwa gangguan kecemasan dapat terjadi dan timbul secara nyata
dalam keluarga dan biasanya tumpang tindih antara gangguan cemas dan
gangguan depresi.
5. Teori Biologi
Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor spesifik untuk bernodiasepin.
Reseptor ini mungkin mempengaruhi kecemasan

2.1.4. Faktor Presipitasi Kecemasan
Faktor presipitasi pada gangguan ansietas berasal dari sumber eksternal
dan internal yaitu :
1. Mengancam terhadap integritas fisik meliputi ketidakmampuan fisiologis atau
menurunyaa kemampuan untuk melaksanakan kehidupan sehari-hari.

2. Mengancam sistim dua pribadi yang dapat membahayakan identitas harga diri
dan integritas fungsi sosial.
2.1.5. Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan
Menurut Stuart dan Sudden (1998) menyatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi tingkat kecemasan yaitu:
1. Jenis kelamin
Stres sering dialami oleh wanita lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki.
Menurut Kaplan dan Sadock (1997) menyatakan bahwa kurang lebih 5% dari
populasi, kecemasan pada wanita yang dialami oledua kali lebih banyak
daripada pria, lebih tinggi kecemasan yang dialami oleh wanita kemungkinan
disebabkan wanita lebih mempunyai kepribadian lebih labil, juga adanya peran
hormon yang mempengaruhi kondisi emosi sehingga mudah meledak, mudah
cemas dan curiga.
2. Umur
Seseorang dengan umur lebih muda lebih mudah mengalami gangguan akibat
steres dari pada seseorang yang lebih tua.
3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan yang rendah pada seseorang dapat mengakibatkan
seseorang mengalami stres. Status pendidikan yang kurang pada seseorang
akan menyebabkan orang tersebut lebih mudah mengalami stres dibanding
dengan mereka yang status pendidikan yang lebih tinggi atau baik.
4. Lingkungan/Sanitasi
Seseorang yang berada dilingkungan asing akan lebih mudah mengalami stres

5. Sosial Budaya
Seseorang yang mempunyai falsafah hidup yang jelas dan keyakinan agama
yang kuat umumnya lebih sukar mengalami stres.
6. Keadaan Fisik

Seseorang yang mengalami gangguan fisik seperti cedera, penyakit badan,
operasi, aborsi lebih muda mengalami kelelahan fisik sehingga lebih mudah
mengalami stres.
7. Potensi Stressor
Stresor

psikososial

merupakan

setiap

keadaan

atau

peristiwa

yang

menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang tersebut
melakukan adaptasi.
8. Maturasi (Kematangan)
Individu yang mengalami kematangan kepribadian lebih sukar mengalami
gangguan terhadap stres, karena individu yang matang mempunyai daya
adaptasi yang lebih besar terhadap stresor yang timbul, sebaliknya individu
yang berkepribadian tidak matang yaitu yang tergantung pada peka terhadap
rangsangan sehingga sangat mudah mengalami stres.
9. Teori Psikologis
Dua faktor pikiran utama tentang faktor psikologis yang menyebabkan
perkembangan gangguan kecemasan umum adalah bidang psikoanalitik dan
bidang kognitif perilaku. Teori psikoanalitik kecemasan adalah konflik
emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian id dan super ego. Id
mewakili dorongan insting sedangkan teori kognitif perilaku yaitu pandangan
perilaku kecemasan yang merupakan prodk frustasi yaitu segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang utnuk mencapai tujuan yang diinginkan.
2.1.6. Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart dan Sundden (1998) tingkat kecemasan yaitu :
1. Kecemasan Ringan
Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari
dan meyebabkan seseorang menjadi waspada serta meningkatkan lahan
persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan
pertumbuhan serta kreativitas. Kecemasan ini normal dalam kehidupan karena
meningkatkan motivasi dan membuat individu siap bertindak. Stimulus dari
luar siap di internalisasi dan pada tingkat individu mampu memecahkan

masalah secara efektif, misalnya seseorang yang menghadapi ujian akhir,
individu yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, pasangan
dewasa yang akan masuk ke jenjang pernikahan.
2. Kecemasan sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal
yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang yang
mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih
terarah. Cemas sedang ditandai dengan lapang persepsi mulai menyempit. Pada
kondisi ini, individu masih bisa belajar dari arahan orang lain. Stimulus dari
luar tidak mapu diinternalisasikan dengan baik, tetapi individu sangat
memperhatikan hal-hal yang menjadi pusat perhatian.
3. Kecemasan Berat
Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi orang yang cenderung
untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik serta tidak dapat
berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi
ketegangan.

Seseorang

memerlukan

banyak

pengarahan

untuk dpaat

memusatkan pada suatu area lain. Lapang persepsi individu sangat sempit.
Pusat perhatiannya pada detailyang kecil (spesifik) dan tidak berfikir tentang
hal-hal lain. Seluruh perilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan
perlu banyak perintah atau arahan untuk berfokus pada area ini, misalnya
individu yang mengalami kehilanga harta benda dan orang yang dicintai karena
bencana alam, individu dalam penyanderaan.
4. Panik
Pada tingkat panik dari kecemasan berhubungan denga terperangah, ketakutan
dan teror. Karena mengalami kehilangan kendali, orang yang mengalami panik
tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik
menyebabkan peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemmapuan untuk
berhubungan dengan orang lain., persepsi yang menyimpang, dan kehilangan
pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan
kehidupan dan jika berlangsung dala waktu yang lama dapat terjadi kelelahan
yang sangat bahkan kematian. Individu kehilangan kendalu diri dan detail

perhatian hilang karena hilangnnya kontrol, amka tidak mampu melakukan
apapun meski dengan perintah, terjadi peningkatan aktivitas motorik,
berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain, penyiompanan
persepsi dan hilangnnya pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif.
2.1.7. Macam-Macam Kecemasan
Menurut Freud, cemas ada tigas jenis yaitu :
a. Cemas Obyektif (Obyektive Anxiety)
Apabila orang mengetahui sumber cemasnya adalah diluar dirinya
dikatakan bahwa ia menderita cemas obyektif. Cemas obyektif adalah
reaksi terhadap pengenalan akan adanya bahaya luar, atau adanya
kemungkinan bahaya yang disangkanya akan terjadi.
b. Cemas Penyakit (Neurotic Anxiety)
Freud berpendapat bahwa cemas penyalit tampak dalam tiga bentuk
pokok yaitu cemas umum, cemas dalam bentuk takut penyakit terhadap
hal-hal atau situasi tertentu, cemas dalam bentuk ancaman. Cemas
umum adalah cemas yang paling dsederhana karena tidak berhubungan
dengan sesuatu hal tertentu, yang terjadi hanyalah individu merasa takut
yang samar dan umum serta tidak menentu. Cemas penyakit adalah
cemas yang mencakup pengenalan terhadap objek atau situasi tertentu,
sebagai penyebab dari gangguan cemas. Cemas dalam bentuk ancaman
yaitu cemas yang menyertai gangguan kejiwaan.
c. Cemas Moral (Moral Anxiety)
Cemas moral timbul akibat tekanan dari dorongan yang tinggi seperti
perasaan dosa.

2.1.8. Instrumen Yang Digunakan Untuk Mengukur Tingkat Kecemasan

Instrumen lain yang dapat digunakan untuk mengukur skala kecemasan
adalah Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). Yaitu mengukur aspek kognitif
dan efektif yang meliputi (Hawari, 2001):
Skor
0

No

Symptom

1

Perasaan Cemas : cemas, firasat
buruk,

takut

akan

pikiran

sendiri, mudah tensinggung
2
Ketegangan : merasa tegang,
lesu, tidak bisa istirahat tenang,
mudah
3

terkejut,

mudah

menangis, gelisah, gemetar
Ketakutan : takut terhadap gelap,
terhadap orang asing, bila di
tinggal sendiri dan takut pada
binatang besar, pada keramaian,

4

pada kerumunan orang banyak
Gangguan tidur : sukar memulai
tidur, terbangun pada malam
hari,

tidur

tidak

nyenyak,

bangun dengan lesu, banyak
bermimpi, mimpi buruk, mimpi
5

menakutkan
Gangguan kecerdasan : sulit
konsentrasi,

6

penurunan

daya

ingat, daya ingat buruk
Perasaan depresi : hilangnya
minat, berkurangnya kesenangan
pada hoby, sedih, bangun dini
hari,

7

perasaan

tidak

menyenangkan sepanjang hari
Gejala somatik (otot) : sakit dan
nyeri

pada

otot-otot,

kaku,

1

2

3

4

kedutan otot, gigi gemerutuk,
8

suara tidak stabil
Gejala sensorik

:

ditusuk-tusuk,

perasaan
penglihatan

kabur, muka merah dan pucat,
merasa lemah, tinnitus (telinga
9

berdenging)
Gejala
kardiovaskuler

:

takikardi, berdebar-debar, nyeri
di dada, denyut nadi mengeras,
rasa

lesu/lemas

seperti

mau

pingsan dan detak jantung hilang
10

sekejap
Gejala pemapasan : rasa tertekan
di

dada,

perasaan

tercekik,

sering menarik napas panjang
11

dan merasa napas pendek
Gejala gastrointestinal:

sulit

menelan, perut melilit, gangguan
pencernaan, nyeri perut sebelum
dan

sesudah

terbakar

di

penuh/kembung,

makan,

rasa

perut,

rasa

berat

badan

menurun, mual dan muntah,
12

BAB lembek, konstipasi
Gejala urogenital : sering buang
air kencing, tidak dapat menahan
kencing, amenorhea, darah haid
berlebihan, darah haid amat
sedikit,

masa

haid

berkepajangan, ejakulasi dini,
13

ereksi hilang, impotensi
Gejala vegetatif : mulut kering,

mudah berkeringat, muka merah,
, pusing atau sakit kepala, kepala
14

terasa berat, bulu-bulu berdiri
Perilaku sewaktu wawancara :
gelisah, tidak tenang, jari-jari
gemetar,

mengkerutkan

dahi

atau kening, muka tegang, tonus
otot meningkat, napas pendek
dan cepat, muka merah
Cara Penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan
kategori:
0 = tidak ada gejala sama sekali
1 = Satu dari gejala yang ada
2 = Sedang/ separuh dari gejala yang ada
3 = berat/lebih dari ½ gejala yang ada
4 = sangat berat semua gejala ada
Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item
1-14 dengan hasil:
1. Skor kurang dari 14

= tidak ada kecemasan.

2. Skor 14 - 20

= kecemasan ringan.

3. Skor 21 – 27

= kecemasan sedang.

4. Skor 28 - 41

= kecemasan berat.

5. Skor 42 – 56

= kecemasan sangat berat

2.2. Masa Nifas
2.2.1. Definisi Masa Nifas
Masa nifas (purperium) dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta
sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah persalinan.
Masa nifas adalah masalah setelah keluarnya plasenta sampai alat-alat
reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal berlangsung selama 6
minggu atau 40 hari setelah persalinan.

Masa nifas adalah masa sesudah persalinan, masa perubahan, pemulihan,
penyembuhan dan pengembalian alat-alat kandungan, berlangsung selama 6
minggu atau 40 hari setelah persalinan.
Masa nifas dibagi menjadi tiga bagian :
a. Pasca nifas, merupakan masa setelah persalinan sampai 24 jam setelah
persalinan (0-24 jam sesudah melahirkan).
b. Nifas dini, adalah 1-7 hari setelah masa persalinan (1 minggu pertama
persalinan.
c. Nifas lanjut, terjadi pada 1 minggu sampai dengan 6 mingggu setelah ibu
melahirkan bayinya
Pelayanan pasca persalinan harus terselenggara pada masa nifas untuk
memenuhi kebutuhan ibu dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dini
dan pengobatan komplikasi dan penyakit yang mungkin terjadi, serta penyediaan
pelayanan pemberian ASI, cara menjarangkan kehamilan, imunisasi, dan nutrisi
bagi ibu. Secara psikologi, ibu pascapersalinan akan merasakan gejala-gejala
psikiatrik. Meskipun demikian, adapula ibu yang tidak mengalami hal ini. Agar
perubahan psikologi yag dialami tidak berlebihan, ibu perlu mengetahui tentang
hal tentang hal yang lebih lanjut. Wanita banyak mengalami perubahan emosi
selama masa nifas sementara ia menyesuaikan diri menjadi seorang ibu.
2.2.2. Perubahan Psikologis Masa Nifas
Perubahan psikologi masa nifas adalah proses secara psikologi atau jiwa
seorang ibu setelah melahirkan. Proses adaptasi psikologi sudah terjadi selama
kehamilan, menjelang proses kelahiran, maupun setelah persalinan. Pada peroide
tersebut,

kecemasan

seorang

wanita

dapat

bertambah.

Perubahan

psikologis mempunyai peranan yang sangat penting. Pada masa ini, ibu nifas
menjadi sangat sensitif, sehingga diperlukan pengertian dari keluarga-keluarga
terdekat. Peran bidan sangat penting dalam hal memberi pegarahan pada keluarga
tentang kondisi ibu serta pendekatan psikologis yang dilakukan bidan pada ibu
nifas agar tidak terjadi perubahan psikologis yang patologis.

Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan melalui fase-fase
sebagai berikut :
1.

Fase Taking In
Fase ini merupakan fase ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama
sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat ini fokus perhatian ibu
terutama pada bayinya sendiri. Pengalaman selama proses persalinan sering
berulang diceritakannya. Kelelahannya membuat ibu perlu cukup istirahat
untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti mudah tersinggung. Hal ini
membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya.
Oleh karena itu kondisi ini perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang
baik. Pada fase ini, perlu diperhatikan pemberian ekstra makanan untuk
proses pemulihannya, disamping nafsu makan ibu yang memang sedang
meningkat.

2.

Fase Taking hold
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase taking
hold, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya
dalam merawat bayi. Selain itu perasaan yang sangat sensitif sehingga mudah
tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Oleh karena itu ibu
memerlukan dukungan karena sat ini merupakan kesempatan yang baik untuk
menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga
tumbuh rasa percaya diri.

3.

Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang
berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri
dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya
meningkat pada fase ini.
Banyak ketakutan dan kekhawatiran pada ibu yang baru melahirkan terjadi

akibat persoalan yang sederhana dan dapat diatasi dengan mudah atau sebenarnya
dapat dicegah oleh staf keperawatan, pengunjung dan suami, bidan dapat
mengantisipasi hal-hal yang bias menimbulkan stress psikologis. Dengan bertemu

dan mengenal suami serta keluarga ibu, bidan akan memiliki pandangan yang
lebih mendalam terhadap setiap permasalahan yang mendasarinya.
Fase-fase adaptasi ibu nifas yaitu taking in, taking hold dan letting go yang
merupakan perubahan perasaan sebagai respon alami terhadap rasa lelah yang
dirasakan dan akan kembali secara perlahan setelah ibu dapat menyesuaikan diri
dengan peran barunya dan tumbuh kembali pada keadaan normal.
Walaupun perubahan-perubahan terjadi sedemikian rupa, ibu sebaiknya
tetap menjalani ikatan batin dengan bayinya sejak awal. Sejak dalam kandungan
bayi hanya mengenal ibu yang memberinya rasa aman dan nyaman sehingga
stress yang dialaminya tidak bertambah berat.
2.2.3. Gangguan Psikologis Pada Masa Nifas
1.

Post Partum Blues
Post partum blues sering juga disebut sebagai maternity blues atau baby
blues, sebagai suatu sindroma gangguan efek ringan yang sering tampak
dalam minggu pertama pasca persalinan atau merupakan kesedihan atau
kemurungan pascapersalinan, yang biasanya hanya muncul sementara waktu
yakni sekitar 2 hari - 2 minggu sejak kelahiran bayi. Biasanya disebabkan
oleh perubahan perasaan yang dialami ibu saat hamil sehingga sulit menerima
kehadiran bayinya. Perubahan perasaan ini merupakan respon alami terhadap
rasa lelah yang dirasakan. Selain itu, juga karena semua perubahan fisik dan
emosional selama beberapa bulan kehamilan.Gejala-gejalanya sebagai
berikut :
- Cemas tanpa sebab
- Reaksi depresi/sedih/ disforia.
-

Menangis tanpa sebab.
Tidak sabar
Tidak percaya diri.
Sensitif, cepat marah dan mudah tersinggung (iriabilitas).
Merasa kurang menyayangi bayinya.
Mood mudah berubah, cepat menjadi sedih dan cepat pula gembira.
Perasaan terjebak, marah kepada pasangan dan bayinya.
Cenderung menyalahkan diri sendiri.
Gangguan tidur dan gangguan nafsu makan.

- Kelelahan
-

Sangat pelupa.
Faktor-faktor penyebab timbulnya post partum blues adalah sebagai

berikut:
a. Faktor hormonal berupa perubahan kadar estrogen progesterone, prolaktin,
serta estriol yang terlalu rendah. Kadar estrogen turun secara tajam setelah
melahirkan dan ternyata estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim
non-adrenalin maupun serotin yang berperan dalam suasana hati dan
kejadian depresi.
b. Ketidaknyaman fisik yang dialami sehingga menimbulkan perasaan emosi
pada wanita pasca melahirkan misalnya, rasa sakit akibat luka jahit atau
bengkak pada payudara.
c. Ketidakmampuan beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi,
seperti perubahan fisik dan emosional yang kompleks.
d. Faktor umur dan paritas (jumlah anak).
Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinannya.
e. Latar belakang psikososial wanita tersebut misalnya, tingkat pendidikan,
kehamilan yang tidak diinginkan, status perkawinan, atau riwayat
gangguan jiwa pada wanita tersebut.
f. Dukungan yang diberikan dari lingkungan, misalnya dari suami, orang tua
dan keluarga.
g. Stres dalam keluarga misalnya, faktor ekonomi memburuk, persoalan
dengan suami, problem dengan mertua atau orang tua. Stres yang dialami
oleh wanita itu sendiri misalnya, karena belum bisa menyusui bayinya atau
ASI tidak keluar, frustasi karena bayi tidak mau tidur, rasa bosan terhadap
rutinitas barunya.
h. Kelelahan pasca melahirkan.
Ketidaksiapan terhadap perubahan peran yang dialami ibu dan adanya rasa
cemas terhadap kemampuan merawat bayi

i. Rasa memiliki bayinya yang terlalu dalam, sehingga timbul rasa takut
yang berlebihan akan kehilangan bayinya.
j. Problem anak setelah kelahiran bayi, kemungkinan timbul rasa cemburu
dari anak sebelumnya, sehingga hal tersebut cukup mengganggu
emosional ibu.
2.

Post Partum Depression/Neurosa Post Partum
Depresi post partum merupakan tekanan jiwa sesudah melahirkan

mungkin seorang ibu baru akan merasa benar-benar tidak berdaya dan merasa
serba kurang mampu, tertindih oleh beban terhadap tangung jawab terhadap bayi
dan keluarganya,tidak bisa melakukan apapuan untuk menghilangakan perasaan
itu. Depresi post partum dapat berlangsung selama 3 bulan atau lebih dan
berkembang menjadi depresi lain lebih berat atau lebih ringan. Gejalanya sama
saja tetapi di samping itu, ibu mungkin terlalu memikirkan kesehatan bayinya dan
kemampuanya sebagai seorang ibu.
Walaupun banyak wanita yang mengalami depresi post partum segera
setelah melahirkan, namun beberapa wanita tidak merasakan tanda depresi sampai
beberapa minggu atau beberapa bulan kemudian. Depresi dapat saja terjadi dalam
kurun waktu enam bulan berikutnya. Depresi post partum mungkin saja
berkembang menjadi post partum psikosis, walaupun jarang terjadi.
Keluhan dan gejala depresi postpartum tidak berbeda dengan yang terdapat
pada kelainan depresi lainnya. Gejala-gejala yang mungkin diperlihatkan pada
penderita depresi post partum adalah sebagai berikut :
-

Perasaan sedih dan kecewa.
Sering menangis.
Merasa gelisah dan cemas.
Kehilangan ketertarikan terhadap hal-hal yang menyenangkan dan sukar

konsentrasi.
- Nafsu makan menurun.
- Kehilangan energi dan motivasi untuk melakukan sesuatu.
- Phobia, rasa takut yang irasional terhadap suatu benda atau keadaan yang tidak
dapat dihilangakan (paranoid).
- Tidak bisa tidur (insomnia) dan terkadang mimpi buruk.

- Perasaan bersalah dan putus harapan (hopeless), hingga pikiran mau bunuh
diri.
- Penurunan atau peningkatan berat badan yang tidak dapat dijelaskan.
- Memperlihatkan penurunan keinginan untuk mengurus bayinya dan terkadang
ingin menyakiti bayinya atau dirinya sendiri.
Faktor terjadinya depresi post partum diantaranya adalah, kurangnya
dukungan sosial dan dukungan keluarga serta teman, kekhawatiran akan bayi yang
sebetulnya

sehat, kesulitan

selama

persalinan

dan

melahirkan, merasa

terasing, masalah/perselisihan perkawinan atau keuangan, kehamilan yang tidak
diinginkan. Adapun faktor lain yang dapat mempengaruhi terjadinya neurosa post
partum, antara lain :
a.

Faktor biologis dijelaskan bahwa depresi post partum sebagai akibat kadar
hormon seperti estrogen, progesteron dan prolaktin yang terlalu tinggi atau
terlalu rendah dalam masa nifas atau mungkin perubahan hormon tersebut
terlalu cepat atau terlalu lambat.

b.

Faktor umur. Sebagian besar masyarakat percaya bahwa saat yang tepat bagi
seorang perempuan untuk melahirkan pada usia antara 20-30 tahun, dan hal
ini mendukung masalah periode yang optimal bagi perawatan bayi oleh
seorang ibu. Faktor usia perempuan yang bersangkutan saat kehamilan dan
persalinan seringkali dikaitkan dengan kesiapan mental perempuan tersebut

c.

untuk menjadi seorang ibu.
Faktor pengalaman. Depresi pasca persalinan ini lebih banyak ditemukan
pada primipara, mengingat bahwa peran seorang ibu dan segala yang
berkaitan dengan bayinya merupakan situasi yang sama sekali baru bagi

d.

dirinya dan dapat menimbulkan stres.
Faktor pendidikan. Perempuan yang berpendidikan tinggi, menghadapi
tekanan sosial dan konflik peran, antara tuntutan sebagai perempuan yang
memiliki dorongan untuk bekerja atau melakukan aktifitasnya diluar rumah
dengan peran mereka sebagai ibu rumah tangga dan orang tua dari anak-anak

e.

mereka.
Faktor selama proses persalinan. Hal ini mencakup lamanya persalinan, serta
intervensi medis yang digunakan selama proses pesalinan. Diduga semakin

besar trauma fisik yang ditimbulkan pada saat persalinan maka akan semakin
besar pula trauma psikis yang muncul dan kemungkinan perempuan yang
f.

bersangkutan akan menghadapi depresi pasca persalinan.
Faktor dukungan sosial. Banyaknya kerabat yang membantu pada saat
kehamilan, persalinan, dan pasca persalinan, beban seorang ibu karena
kehamilannya sedikit banyak berkurang.

3.

Psikosis Post Partum (Post Partum Psychosis)
Insiden terjadinya psikosis port partum adalah 1-2 per 1000 kelahiran.

Pada kasus tersebut sebaiknya ibu dirawat karena dapat menampakkan gejala
yang membahayakan seperti, menyakiti diri sendiri atau bayinya. Hal tersebut
merupakan penyakit yang sangat serius dan merupakan depresi yang paling berat,
bahkan bisa sampai membunuh anak-anaknya. Gejala psikosis port partum,
diantaranya :
-

Gangguan tidur.

-

Gaya bicara yang keras dan cepat marah.

-

Inkoheren (berbicaranya kacau).

-

Menarik diri dari pergaulan.

-

Pikiran obsesif (pikiran yang menyimpang dan berulang-ulang).

-

Impulsif (bertindak diluar kesadaran).

-

Curiga berlebihan.

-

Delusi dan halusinasi.

-

Kebingungan

-

Sulit konsentrasi.
Faktor pemicu psikosis post partum, antara lain :

-

Faktor keturunan atau adanya riwayat keluarga menderita kelainan psikiatri.
Riwayat penyakit dahulu menderita penyakit psikiatri.
Adanya masalah keluarga dan perkawinan
Faktor sosial kultural (dukungan suami dan keluarga, kepercayaan atau etnik)
Faktor obstetrik dan ginekologik (kondisi fisik ibu dan kondisi fisik bayi)
Faktor psikososial (adanya stresor psikososial, faktor kepribadian, riwayat
mengalami depresi, penyakit mental, problem emosional, dll)

-

Karakter personal seperti harga diri yang rendah.
Perubahan hormonal yang cepat.
Masalah medis dalam kehamilan (pre eklampsia, DM).
Marital disfungsion atau ketidak mampuan membina hubungan dengan orang

-

lain yang mengakibatkan kurangnya dukungan.
Unwanted pregnancy atau kehamilan tidak di inginkan
Merasa terisolasi dan adanya ketakutan akan melahirkan anak cacat atau tidak
sempurna.

2.3. Psikologi Transpersonal
2.3.1. Definisi Psikologi Transpersonal
Psikologi transpersonal mengkaji tentang potensi tertinggi yang dimiliki
manusia, dan melakukan pemahaman, perwujudan dari kesatuan, spiritualitas,
serta kesadaran transendensi. Dua unsur penting yang menjadi telaah psikologi
transpersonal yaitu potensi-potensi yang luhur (potensi tertinggi) dan fenomena
kesadaran manusia. The altered states of consciousness adalah pengalaman
seseorang dalam melewati kesadaran pada umunya misalnya pengalaman
memasuki dimensi kebatinan, mistik, komunikasi batiniah, pengalaman meditasi.
Demikian pula dengan potensi luhur manusia menghasilkan telaah seperti extra
sensory perception, transendensi diri, ectasy, dimensi di atas keadaran,
pengalalman puncak, daya batin.
Psikologi transpersonal berpendapat bahwa potensi tertinggi dari individu
terdapat dalam dunia spiritual yang bersifat non-fisik, hal ini ditunjukkan dengan
berbagai pengalaman seperti kemampuan melihat masa depan, extrasensory
perception (ESP), pengalaman mistik, pengembangan spiritualitas, pengalaman
puncak, meditasi dan berbagai macam kajian yang bersifat parapsikologi atau
metafisik. Dengan menyadari betul tentang keadaan manusia yang bukan hanya
terletak pada dunia fisik semata dan meyakini bahwa inti terpenting dari individu
terletak pada dunia spiritual yang bersifat kasat mata dan abstrak. Dengan kata
lain psikologi transpersonal memandang kita sebagai makhluk spiritual yang
memiliki pengalaman manusia dan bukanlah manusia yang memiliki pengalaman
spriritual.

2.3.2. Cabang-Cabang Psikologi Transpersonal
1.

Kelompok Mistis Magis
Menurut kelompok ini kesadaran transpersonal bersesuaian dengan kesadaran
para dukun dan shaman masa lalu. Pandangan ini dianut oleh para aktivis
New Age, dan salah satunya gerakan teosofi yang dipimpin oleh Helena
Blavatsky. Seringkali romantisme dari kelompok ini menyulitkannya untuk
berinteraksi dengan arus utama psikologi.

2.

Kelompok Psiko-Fisiologis
Kedua adalah kelompok tingkat kesadaran alternatif yang biasanya menolak
konsep-konsep

perkembangan,

tahap-tahap

dan

praktik

peningkatan

kesadaran. Mereka lebih tertarik meneliti keadaan kesadaran, sementara
secara psiko-fisiologis dengan mempelajari keadaan-keadaan fisik seseorang
yang berada dalam keadaan transpersonal.
3.

Kelompok Transpersonalis Postmodern
Kelompok inime nganggap keasadaran transpersonal, sebenarnya merupakan
keadaan yang biasa. Manusia modern menganggapnya seolah luar biasa,
karena membuang kondisi kesadaran seperti ini. Kelompok ini menerima
kisah-kisah para dukun shamanisme dan mistikus dalam semangat relativisme
pluralistik. Mereka justru mengecam filsafat perennial yang mengungkapkan
pengalaman mistik sebagai totaliter dan fasistik karena mengagungkan
hierarki.

4.

Kelompok Integral
Kelompok ini menerima hampir semua fenomena kesadaran yang diteliti oleh
ketiga kelompok tadi. Yang berbeda, kelompok ini juga menerima konsepkonsep psikologi transpersonal dari aliran pramodern dan posmodern.

2.3.3. Psikoterapi Psikologi Transpersonal
Terapi yang dikembangkan berhubungan dengan ritual-ritual yang
dijalankan dalam tradisi-tradisi keagamaan Cara pandang yang holistik, terutama
dari mistik Timur, pada akhirnya membawa siginifikansi akan adanya pengaruh
yang sangat kuat antara tubuh, pikiran dan jiwa. Apa yang memanifetasi dalam

tubuh fisik, merupakan gambaran keadaan tubuh mentalnya. gangguan fisik yang
terjadi seringkali mempengaruhi kondisi mental seseorang.
Terapi lebih lanjut dalam psikologi transpersonal adalah bagaimana agar si
pasien dapat menyadari kondisi dirinya sendiri, kondisi pikiran dan tubuhnya.
Langkah penyadaran diri ini dilakukan pasien dengan cara mengidentifikasi
proses dan mekanisme di dalam tubunya secara sadar.
1. Psikoterapi Transpersonal Modern
a. Biofeedback
- Pemasangan sensor elektronik, misalnya pada otot-otot tubuh.
- Sinyal elektronik ini diamplikasi menjadi bunyi atau nyala lampu,
sehingga klien bisa melihat dan mendengar perubahan-perubahan yang
terjadi, baik dalam kondisi normal ataupun abnormal dirinya
- sangat efektif untuk tujuan relaksasi tubuh, menurunkan tingkat stress, dan
gangguan-ganguan psikosomatis

b. Meditasi
beberapa tingkatan meditasi, mulai dari hanya mengatur irama napas,
sampai kepada meditasi tingkat tinggi yang membuka kesadaran-kesadaran
di luar kondisi normal
c. Medan Energi
Seperti chikung, chkara, aura, yang merupakan badan energi yang juga
sekaligus menggambarkan kondisi kesehatan mental seseorang.
d. Terapi Musik
Terutama

musik-musik

religius,

wangi-wangian

(aromaterapi)

dan

visualisasi.
e. Terapi mental
zikir, bacaan Kitab Suci, mantra, doa dll
2. Psikoterapi Dengan Konseling Transpersonal
Konseling transpersonal dianggap sebagai terapi holistic yang mencakup
semua pengalaman manusia. Pada umumnya hanya menjelaskan keadaan-

keadaan transedensi diri yang sempit. Transedensi diri (self transedence) dalam
psikologi transpersonal mengacu pada keadaan kesadaran (states of
consciousness)

dimana

self

berkembang

melewati

batas-batas

wajar,

identifikasi-identifikasi, dan citra diri dari kepribadian individu serta
merefleksikan suatu koneksi fundamental, harmoni, atau kesatuan dengan
orang lain dan dunia
2.4. Menangani Masalah Kecemasan Pada Ibu Nifas Dengan Psikoterapi
Psikologi Transpersonal
1. Terapi Relaksasi Menggunakan Aromaterapi Lavender
Relaksasi merupakan salah satu startegi koping yang digunakan untuk
mengahdapi stres dan kecemasan. Strategi koping adalah suatu proses atau
upaya yang dilakukan individu untuk mengahadapi dan mengantisipasi
situasi dan kondisi yang menekan yang mengancam fisik maupun psikis
yang dapat membebani atau melampaui kemampuan dan ketahanan
individu.
Benson (dalam Price S & Price L, 1997) mengatakan bahwa respon
relaksasi dapat dipicu lewat banyak cara, termasuk membaca, mendengarkan
musik yang disenangi dan dengan aromaterapi. Mackinnon (2004) memperkuat
pernyataan Benson bahwa manfaat aromaterapi adalah untuk meningkatkan
keadaan fisik dan psikologis sehingga menjadi lebih baik dengan menggunakan
minyak esensial. Selain itu, manfaat aromaterapi dipercaya dapat memberikan
efek relaksasi bagi saraf dan otot-otot yang tegang setelah lelah beraktivitas.
Dalam penggunaanya, aromaterapi dapat diberikan melalui beberapa
cara, antara lain : inhalasi, berendam, pijat dan kompres. Dari keempat cara
tersebut yang merupakan cara tertua, termudah dan tercepat untuk
diaplikasikan adalah aromaterapi inhalasi. Bau-bauan dari aromaterapi yang
dilakukan dengan cara inhalasi akan masuk ke hidung dan berhubungan dengan
silia (bulu hidung). Reseptor di silia mengubah bau tersebut menjadi impuls
listrik yang dipancarkan ke otak dan mempengaruhi bagian otak yang berkaitan
dengan (mood suasana hati), emodi, ingatan dan pembelajaran.
Aromaterapi merupakan salah satu terapi alternatif

dengan

memanfaatkan uap minyak atsiri (essential oil) yang melibatkan organ

penciuman manusia. Bau yang segar dan harum dapat merangsang sensori,
reseptor dan akhrinya mempengaruhi organ yang lain. Aromaterapi tidak
dianggap benda asing oleh tubuh, sehingga tidak memperberat kerja organorgan tubuh. Minyak esensial akan masuk ke sirkulasi tubuh organ sasaran
untuk memberikan reaksi.
Menurut Appleton (2012) dalam Pande,dkk (2013), lavender adalah
aromaterapi yang menggunakan minyak esensial dari bunga lavender, dimana
memiliki komponen utama berupa Linalool dan Linali Asetat yang dapat
memberikan efek relaksasi. Kandungan Linalool dan Linali Asetat yang
merupakan bahan aktif utama pada minyak lavender. Yarnel and Abascal
(2004) dalam Pande (2013) mengatakan bahwa penggunaan lavender dapat
membantu memberikan ketenangan, mengurangi sakit kepala, anti mikroba,
anti serangga, penyembuh luka ringan, antidepresan dan antiseptik.

2. Terapi Relaksasi Dengan Pijat Oxytosin Menggunakan Minyak Zaitun
Pijat

oksitosin

merupakan

salah

satu

solusi

untuk

mengatasi

ketidaklancaran produksi ASI. Pijat oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang
tulang belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima- keenam dan merupakan
usaha untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan.
Pijatan ini berfungsi untuk meningkatkan hormone oksitosin yang dapat
menenangkan ibu, sehingga ASI otomatis keluar (Biancuzzo, 2003; Indiyani,
2006; Yohmi & Roesli, 2009). Penelitian yang dilakukan Eko (2011)
menunjukkan bahwa kombinasi teknik marmet dan pijat oksitosin dapat
meningkatkan produksi ASI.
Melalui pijatan atau rangsangan pada tulang belakang, neurotransmiter
akan merangsang medulla oblongata langsung mengririm pesan ke hypothalamus
di hypofise posterior untuk mengeluarkan oksitosin, sehingga menyebabkan
payudara mengeluarkan ASI. Pijatan di daerah tulang belakang akan merileksasi
dan menghilangkan stres, dengan demikian hormon oksitosin akan keluar dan
membantu pengeluaran ASI.

Pijat oksitosin ini dilakukan untuk merangsang refleks oksitosin atau
reflex let down. Selain untuk merangsang refleks let down manfaat pijat oksitosin
adalah memberikan kenyamanan pada ibu, mengurangi bengkak (engorgement),
mengurangi

sumbatan

ASI,

merangsang

pelepasan

hormon

oksitosin,

mempertahankan produksi ASI ketika ibu dan bayi sakit (Depkes RI, 2007).
Langkah pijat oxytosin :
a. Ibu duduk, bersandar kedepam, lipat lengan diatas meja di depannya dan
letakkan kepala di atas lengannya.
b. Payudaratergantung lepas tanpai pakaian
c. Memijat sepanjang kedua isis tulang belakang dengan menggunakan dua
kepalan tangan, dengan ibu jari menunjuk ke depan.
d. Menekan kuat-kuat kedua sisi tulang belakang membentuk gerakan-gerakan
melingkar kecil-kecil dengan kedua ibu jari.
e. Pada saat bersamaan, pijat ke arah bawah pada kedua sisi tulang belakang, dari
leher ke arah tulang belikat, selama dua atau tiga menit.
BAB III
ANALISA KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS DENGAN BENDUNGAN ASI
DAN KECEMASAN SEDANG
NY. D UMUR 32th P2 A0 2 HARI POST PARTUM

A.
1.

PENGKAJIAN
Hari/Tgl : Minggu, 24 April 2016

Jam : 09.20 WIB

Data Subjektif
a. Biodata
Nama Klien
Umur
Suku/bangsa
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat

: Ny. D
Nama Suami : Tn. A
: 32 tahun
Umur
: 31 tahun
: Jawa/Indonesia Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
: Islam
Agama
: Islam
: SMA
Pendidikan
: SMA
: IRT
Pekerjaan
: Swasta
: Jl. Terusan Piranha Atas, No. 12, Malang

b. Keluhan Utama
Ibu mengatakan telah melahirkan bayinya dengan normal tanggal 20 April
2016 pukul 05.00 WIB. Ibu merasakan nyeri pada payudara, ASI yg keluar
sedikit, Ibu merasa kelelahan karena bayi selalu rewel di malam hari
c. Data Kebidanan
 Riwayat kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu
- Para: 2, A: 0, Hidup : 2
- Usia Kehamilan : 38 minggu
- Kelainan selama hamil: tidak ada
- Tanggal persalinan : 22 April 2016, pukul : 09.20 WIB
- Jenis persalinan : normal
- Penyulit dalam persalinan : tidak ada
- Penolong

: Bidan

- Kelainan bawaan
- Anak

: tidak ada
: hidup. Tunggal

- BB

: 3,4 Kg

- PB
- Jenis Kelamin

: 51 cm
: Laki – laki

- Keadaan tali pusat

: Baik, basah, dan tidak ada tanda infeksi

- Kelainan Kongenital : Tidak ada
- Minum ASI

: segera setelah bayi lahir

 Riwayat Kesehatan Dalam Keluarga
Ibu mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit
menular, menahun maupun menurun seperti Hepatitis, TBC, Hipertensi,
Ashma, DM dan Jantung.
 Riwayat Kesehatan Yang Lalu
Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular, menahun maupun
menurun seperti penyakit Hepatitis, TBC, Hipertensi, Asma, DM, dan
Jantung.
 Riwayat Kesehatan Sekarang
ASI tidak keluar, ibu mersakan payudara terasa penuh, nyeri dan bengkak.

d.

Data Psikologi
 Tanggapan ibu terhadap kelahiran bayinya.
Ibu mengatakan cukup senang dengan kelahiran anak keduanya.
 Tanggapan suami / keluarga atas kelahiran bayinya
Suami dan keluarganya mengatakan cukup senang dengan kelahiran bayi
tersebut.
 Dukungan yang diberikan suami / keluarga.
Suami dan keluarga cukup memberi perhatian pada ibu karena sebelumnya
kelu