Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk Meningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA di Kelas 5 SDN Tegalrejo 03 Salatiga Tahun Ajaran 2014/2015

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 IPA

  Ardha Arief (2013) berpendapat bahwa: Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan bagian dari ilmu pengetahuan atau sains yang berasal dari bahasa Inggris science. Kata science sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu scientia yang berarti saya tahu. Science terdiri dari dua yaitu social science (Ilmu Pengetahuan Sosial ) dan natural science (Ilmu Pengetahuan Alam).

  Pada dasarnya Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan dan memiliki sikap ilmiah. Hal ini tentu saja berimplikasi terhadap kegiatan pembelajaran IPA. Menurut Trianto dalam Ardha Arief (2013) pengertian IPA:

  Pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan yang berhubungan dengan gelaja-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan dedukasi. Berdasarkan pengertian IPA. IPA adalah pembelajaran dimana pengetahuan yang berisi tentang fakta, konsep, prinsip, proses ilmiah yang tersusun secara sistematis dan berhubungan dengan fenomena alam.

  2.1.1.1 Hakikat IPA Menurut Marsetio Donosepoetro dalam Ardha Arief (2013) berpendapat bahwa:

  IPA pada hakikatnya dibangun atas dasar produk ilmiah, proses ilmiah dan juga sikap ilmiah. Sebagai proses ilmiah diartikan semua kegiatan ilmiah untuk menyempurnakan pengetahuan tentang alam maupun untuk menemukan pengetahuan baru. Sebagai produk ilmiah diartikan sebagai hasil proses, berupa pengetahuan yang diajarkan dalam sekolah atau diluar sekolah ataupun bahan bacaan untuk dipakai untuk mengetahui sesuatu pada umumnya berupa riset yang lazim disebut metode ilmiah (scientific method). Berdasarkan pengertian hakekat IPA maka siswa dapat mempelajari dan memahami IPA berkaitan fenomena atau kejadian di alam dengan berbagai metode ilmiah. Siswa mampu menghubungkan pengetahuan yang dimiliknya dengan kehidupan sehari-hari mereka dapat memunculkan pengetahuan yang baru. Sehingga pembelajaran IPA nantinya dapat bermakna dan berkesan di ingatan siswa tidak sekedar dihafalkan.

  2.1.1.2 Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Pendidikan sains di sekolah dasar bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar. Pendidikan sains menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan sains diarahkan untuk “mencari tahu” dan berbuat, sehingga bisa membantu siswa memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.

  Menurut Permen 22 tahun 2005 dalam Rahmat Firdaus (2014) menyatakan bahwa pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, membangkitkan ide-ide siswa, membangun rasa ingin tahu tentang segala sesuatu yang ada di lingkungannya, membangun keterampilan yang diperlukan, dan menimbulkan kesadaran siswa bahwa belajar IPA menjadi sangat diperlukan untuk dipelajari.

  Berdasarkan penegertian-pengertian tersebut maka dapat pengalaman langsung kepada siswa yakni dengan mengalaminya. Pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan IPA dengan kehidupan sehari-hari dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan, membangkitkan ide-ide, dan membangun rasa ingin tahu tentang segala sesuatu yang ada di lingkungannya.

2.1.2 Contextual Teaching and Learning (CTL)

  Menurut Rusman (2012 : 187) pembelajaran kontekstual adalah usaha untuk membuat siswa aktif dalam memompa kemampuan diri tanpa merugi dari segi manfaat, sebab siswa berusaha mempelajari konsep sekaligus menerapkan dan mengaitkannya dengan dunia nyata.

  Menurut Johnson (2007: 14) Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang mereka terima, dan mereka menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah, jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya.

  Asmani (2013: 52) Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan untuk membantu siswa dalam memahami makna yang ada pada bahan ajar, dengan menghubungkan pelajaran dalam konteks kehidupan sehari-harinya dengan konteks kehidupan pribadi, sosial dan kultural.

  Peneliti berpendapat bahwa model Contextual Teaching and Learning (CTL) yang dkemukakan beberapa ahli dapat simpulkan yakni model Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah model dalam pembelajaran yang membantu guru dalam mengkaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari siswa, baik dalam lingkungan sekolah ataupun di dalam lingkungan masyarakat. Selanjutnya, jika diskusi diantara siswa digunakan semestinya pada langkah dimana siswa mencoba menjelaskan ketidaksesuaian antara prediksi dan observasi, proses Contextual Teaching and Learning (CTL) dapat menjadi model

2.1.2.1 Prinsip dan Langkah-langkah Contextual Teaching and

  Learning (CTL) Untuk mewujudkan pembelajaran dengan menggunakan Model Contextual Teaching and learning (CTL) yang ideal.

  Menurut Rusman (2010: 193) terdapat tujuh prinsip kontekstual yang harus dikembangkan oleh guru, yaitu :

  1. Kontruktivisme (Contructivism) Kontruktivisme (Construktivism) merupakan landasan berpikir filosofi model pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit), dan tidak secara tiba-tiba. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Tetapi manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemu- kan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri.

  Esensi dari teori konstruktivtas adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Berdasarkan hal ini, maka pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkontruksi bukan menerima pengetahuan.

  2. Bertanya (Questioning) Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang, selalu bermula dari bertanya, karena bertanya merupakan setrategi utama pembelajaran yang berbasis kontekstual. Dalam usaha pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk:

  1. Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis,

  2. Mengecek pemahaman siswa,

  3. Membangkitkan respon kepada siswa,

  4. Mengetahui sejauhmana keingintahuan siswa,

  5. Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa,

  6. Menfokuskan perhatian siswa pada sesuatu

  7. Untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

  8. Untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

  3. Menemukan (Inquiry) Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya. Siklus inquiry adalah Observasi (Observation), Bertanya (Questioning), Mengajukan dugaan (Hiphotesis), Pengumpulan data (Data gathering), Penyimpulan (Conclussion).

  4. Masyarakat belajar (Learning Community) Konsep masyarakat belajar menyarankan agar kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh melalui sharing antar teman, antar kelompok,dan antar yang tahu kepada yang belum tahu. Diruang ini di kelas ini, di sekitar ini, juga orang-orang yang ada di luar sana, semuanya adalah anggota masyarakat belajar.

  5. Pemodelan (Modeling) Komponen adalah pemodelan. Dalam sebuah pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang di tiru. Model itu memberi peluang besar bagi guru untuk memberi contoh cara mengerjakan sesuatu, dengan begitu guru memberi model tentang bagaimana cara belajar. Sebagian guru memberi contoh tentang cara bekerja sesuatu, sebelum siswa melaksanakn tugas, misalnya cara menemukan kata kunci bacaan.

  Dalam pembelajaran tersebut guru mendemontrasikan cara menemukan kata kunci dalam bacaan dengan cara menelusuri bacaan secara cepat, dengan memanfaatkan gerak mata. Secara sederhana kegiatan ini disebut pemodelan. Guru berperan sebagai model yang bias ditiru dan diamati siswa, sebelum mereka berlatih menemukan kata kunci.

  6. Refleksi (Reflection) Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan

  Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktifitas, atau pengetahuan yang baru diterima.

  Pada akhir pelajaran, refleksi dapat dilakukan melalui pernyataan langsung tentang apa-apa yang diperoleh hari itu, catatan atau jurnal di buku siswa, diskusi, kesan, dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu. Melalui refleksi siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang apa yang baru dipelajarinya serta berfungsi sebagai umpan balik.

  7. Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assessment) Assessment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa menberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Program pembelajaran yang dirancang oleh guru dalam bentuk tahap demi tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswa selama berlangsungnya proses pembelajaran siswa harus tercermin penerapannya dari ketujuh komponen Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan jelas. Adanya ketujuh komponen tersebut maka setiap guru memiliki persiapan yang utuh mengenai rencana yang akan dilaksanakan dalam membimbing kegiatan belajar-mengajar di kelas.

  Ketujuh prinsip Contextual Teaching and Learning (CTL) yaitu kontruktivisme, bertanya, menemukan, masyarakat belejar, pemodelan, refleksi dan penilaian yang sebenarnya memiliki pengertian yang berbeda yang masing-masing sangat penting fungsinya dalam pembelajaran. Agar pembelajaran dapat berjalan efektif, pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) memerlukan perubahan- perubahan kebiasan dalam proses belajar mengajar, mulai prencanaan, pelaksanaan, hingga sampai pada penilaian hasil belajarnya.

  Pelaksanaan prembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL), memerlukan pentahapan yang perlu dipersiapakan secara matang. Berikut dikemukakan pertahapan pelaksanaan pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam penelitian ini antara lain:

  1. Mengkaji materi pelajaran yang akan diajarkan pada siswa

  2. Mengkaji konteks kehidupan siswa sehari-hari secara cermat sebagai sesuatu upaya untuk memahami konteks kehidupan siswa sehari-hari.

  3. Memilih materi pelajaran yang akan dikaitkan dengan konteks kehidupan siswa.

  4. Menyusun persiapan proses belajar dan mengajar yang telah memasukan konteks ke dalam materi yang akan diajarkan.

  5. Melaksanakan proses belajar mengajar kontekstual yaitu mendorong siswa untuk selalu mengaitkan materi yang dipelajari dengan pengetahuan yang dimilikinya. Dalam melakukan penilaian otentik terhadap apa yang telah dipelajari oleh siswa. Hasil penilaian dimasukan sebagai bahan masukan bagi perbaikan dan pelaksanaan proses belajar.

  Secara sederhana berdasarkan ketujuh prinsip dari CTL, langkah- langkah dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model CTL menurut Rosmayasari (2011) adalah sebagai berikut:

  1. Kegiatan Awal a. Guru membuka pelajaran.

  b. Guru mengkondisikan kelas dan siswa pada situasi belajar yang kondusif c. Guru mengadakan apersepsi, sebagai penggalian pengetahuan awal siswa terhadap materi yang akan diajarkan.

  d. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran.

  e. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 orang.

  f. Guru mencontohkan/ membagikan sebuah model/ alatperaga dan LKS pada setiap kelompok.

  2. Kegiatan Inti Tabel 2.1

  a. Real word learning, mengutamaan pengalaman nyata, berpikir tingkat tinggi, berpusat pada siswa, siswa aktif, kritis, dan kreatif, pengetahuan bermakna dalam kehidupan, dekat dengan kehidupan nyata, adanya perubahan prilaku, pengetahuan diberi

  5 Pemodelan (Modelling)

  4 Masyarakat belajar (Learning Community)

  3 Bertanya (Questioning)

  2 Menemukan (Inquiry)

  1 Kontruktivisme (Constructivism)

  No. Tahap CTL

  1. Kelebihan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL):

  Tahap-Tahap Proses Pembelajaran Menggunakan Model CTL

  Menurut Mudiantari (2014: 14) kelebihan dan kekurangan dari model Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah sebagai berikut:

  Learning (CTL).

  2.1.2.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan, begitu juga pada model pembelajaran Contextual Teaching and

  c. Guru menutup pelajaran. Menurut Rosmayasari (2011) pada tahap penilaian sebenarnya, dilaksanakan waktu guru memberi nilai dari hasil tes yang siswa kerjakan di kegiatan akhir. Jadi langkah-langkah menggunakan model CTL ada tiga kegiatan yaitu kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan Akhir. Ketujuh prinsip CTL harus masuk dalam proses pembelajaran.

  b. Siswa mengerjakan tes akhir.

  a. Guru bersama siswa membahas kesimpulan pembelajaran.

  3. Kegiatan Akhir

  6 Refleksi (Reflection) b. Kesempatan yang diberikan kepada semua siswa untuk mengembangkan harapan mereka, mengembangkan bakat mereka, dan mengetahui informasi terbaru, serta menjadi anggota masyarakat demokrasi yang cakap.

  c. Kegiatan pembelajara yang berpusat pada siswa agar berpikir kritis dan kreatif supaya dapat mengembangkan harapan dan bakat mereka.

  2. Kekurangan Model Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL): a. Guru lebih intensif dalam membimbing karena dalam metode CTL. Guru tidak lagi berperan sebagai pusat informasi. Tugas guru adalah mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan pengetahuan dan ketrampilan yang baru bagi siswa. Siswa dipandang sebagai individu yang sedang berkembang. Kemampuan belajar seseorang akan dipengaruhi oleh tingkat perkembangan dan keluasan pengalaman yang dimilikinya. Dengan demikian, peran guru bukanlah sebagai instruktur atau ”penguasa” yang memaksa kehendak melainkan guru adalah pembimbing siswa agar mereka dapat belajar sesuai dengan tahap perkembangannya.

  b. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan sendiri ide-ide dan mengajak siswa agar dengan menyadari dan dengan sadar menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Namun dalam konteks ini tentunya guru memerlukan perhatian dan bimbingan yang ekstra terhadap siswa agar tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diterapkan semula.

  Dari beberapa kelebihan dan kekurangan dari model Contextual Teaching and Learning (CTL) peneliti menyimpulkan bahwa didalam melakukan pembelajaran dengan model Contextual Teaching and Learning (CTL), komponen yang menentukan berhasil atau tidaknya pembelajaran adalah guru. Guru harus benar-benar memperhatikan langkah pembelajaran secara intensif dalam membimbing siswa, agar pembelajaran dapat berjalan sesuai harapan.

2.1.3 Keaktifan Siswa

  Dalam proses belajar mengajar terjadi kegiatan guru dan siswa. Hal ini yang memotivasi siswa untuk cenderung aktif dalam belajar. Menurut Glasgow dalam Asmani (2013: 66) berpendapat bahwa siswa aktif adalah siswa yang bekerja keras untuk mengambil tanggung jawab lebih besar dalam proses belajarnya sendiri. Mereka mengambil suatu peran yang lebih dinamis dalam mengetahui, memutusan dan melakukan sesuatu.

  Bonwell dan Eison dalam Asmani (2013: 68) memberikan beberapa contoh pembelajaran aktif, misalnya pembelajaran berpasang-pasangan, berdiskusi, bermain peran, debat, studi kasus, terlibat aktif dalam kerja kelompok, atau membuat laporan singkat. Peran guru sangat penting didalam kegiatan ini, guru harus menjadi pemandu dan pemberi informasi-informasi kepada siswa.

  Keaktifan siswa akan terjadi apabila KBM itu berpusat pada siswa. Silberman dalam Asmani (2013: 65-66) menggambarkan,saat belajar aktif, para siswa melakukan banyak kegiatan. Mereka menggunakan otak untuk mempelajari ide-ide, memecahkan permasalahan, dan menerapkan apa yang mereka pelajari. Belajar akif adalah mempelajari dengan cepat,menyenangkan, penuh semangat, dan terlibat secara pribadi untuk mempelajari sesuatu dengan baik.

  Menurut Asmani (2013: 77-79) ada beberapa aspek yang terdapat dalam kegiatan belajar aktif, yaitu:

  1. Pengalaman Anak akan belajar banyak melalui berbuat dan pengalaman dengan cara mengaktifkan lebih banyak indra daripada hanya melalui melalui mendengarkan.

  2. Interaksi Belajar akan terjadi dan meningkat kualitasnya bila terjadi dalam suatu interaksi dengan orang lain, misalnya berdiskusi, saling bertanyadan mempertanyakan, dan atau saling menjelaskan.

  3. Komunikasi Pengungkapan pikiran dan perasaan, baik lisan maupun tulis, merupakan kebutuhan setiap manusia dalam rangka mengungkapkan dirinya untuk mencapai kepuasan. Pengungkapan pikiran, baik dalam rangka mengemukakan gagasan sendri maupun menilai gagasan oranglain, akan memantapkan pemahaman seseorang tentang apa yang sedang dipikirkan atau dipelajari.

  4. Refleksi Refleksi dapat terjadi sebagai akibat dari interaksi dan komunikasi. Umpan balik dari guru atau siswa lain terhadap hasil kerja seorang siswa, berupa pertanyaan yang menantang, membuat siswa berpikir dan terpacu untuk melakukan refleksi tentang apa yang sedang dipikirkan atau dipejari.

  Berdasarkan uraian dari beberapa ahli dapat dikatakan bahwa keaktifan siswa dalam belajar tidak akan muncul begitu saja. Akan tetapi persoalan penting dan mendasar yang harus dipahami, dan dikembangkan setiap guru dalam proses pembelajaran. Untuk menciptakan suasana pembelajaran yang didalamnya siswa dapat berperan aktif, maka pembelajaran harus berpusat pada siswa, dimana siswa dituntut untuk menemukan pengetahuan sendiri secara lebih luas, lebih dalam dan lebih maju.

2.1.4 Hasil Belajar

  Setiap proses belajar yang dilaksanakan oleh siswa akan menghasilkan hasil belajar. Di dalam proses pembelajaran, guru sebagai pengajar sekaligus pendidik memegang peranan dan tanggung jawab yang besar dalam rangka membantu meningkatkan keberhasilan siswa dipengaruhi oleh kualitas pengajaran dan faktor internal dari siswa itu sendiri.

  Menurut Winkel dalam Purwanto (2008: 45) hasil belajar adalah prubahan yang mengakibatkan manusia berubah dalam sikap dan tingkah lakunya. Hasil belajar merupakan perubahan perilaku yang diperoleh siswa setelah mengalami kegiatan belajar. Hasil belajar baru dapat diperoleh setelah siswa mengalami kegiatan belajar. Siswa yang mengalami kegiatan belajar mengenai sebuah konsep akan menuai penguasaan konsep sebagai hasil dari belajar siswa.

  Menurut Winkel dalam Purwanto (2011: 45 ) perubahan perilaku didalam proses belajar mengajar mengacu kepada taksonomi tujuan pengajaran yang mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Dengan demikian maka hasil belajar merupakan perolehan dari proses belajar siswa sesuai tujuan pengajaran.

  Berdasarkan uraian menurut pendapat beberapa ahli tentang hasil belajar seluruh potensi yang dimilikinya yang meliputi kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik setelah proses pembelajaran berlangsung atau pada saat evaluasi yang biasanya di tunjukkan dengan nilai yang diberikan oleh guru setiap selesainya pokok bahasan yang telah di sampaikan dalam proses kegiatan belajar mengajar. Hasil belajar disini berfungsi juga untuk alat ukur keberhasilan siswa dalam pemahamannya terhadap konsep yang telah disampaikan serta menjadi alat ukur berhasil atau tidaknya pembelajaran itu.

2.1.5 Hubungan antara Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan

  Keaktifan serta Hasil Belajar Salah satu faktor yang dapat meningkatan keaktifan serta hasil belajar adalah model yang diterapkan guru dalam proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran IPA ditekankan pada pemberian pengalaman langsung kepada siswa yakni terjadi by doing science.

  Menurut Asmani (2013: 52) Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu proses pendidikan yang bertujuan untuk membantu siswa dalam memahami makna yang ada pada bahan ajar, dengan menghubungkan pelajaran dalam konteks kehidupan sehari-harinya dengan konteks kehidupan pribadi, sosial dan kultural. Pembelajaran kontekstual sebagai model pembelajaran yang memberikan fasilitas kegiatan belajar mengajar siswa untuk mencari, mengolah dan menemukan pengalaman belajar yang lebih bersifat konkret/ kehidupan nyata melalui keterlibatan aktivitas siswa dalam mencoba, menemukan, dan mengalami sendiri (Rusman, 2012: 190).

  Berdasarkan uraian pendapat para ahli diatas di ketahui bahwa pengalaman langsung dengan cara mengaitkan pelajaran dalam konteks aktivitas didalam sehari-harinya dapat meningkatkan aktivitas didalam pembelajaran untuk mengaktifan siswa untuk mencari tahu hal – hal apa saja atau konteks apa saja yang ada di sekitar lingkungan nya dan dikaitkan terhadap pelajaran.

  Keaktifan siswa dalam belajar tidak akan muncul begitu saja. Akan tetapi persoalan penting dan mendasar yang harus dipahami, dan dikembangkan setiap didalamnya siswa dapat berperan aktif, maka pembelajaran harus berpusat pada siswa, dimana siswa dituntut untuk menemukan pengetahuan sendiri secara lebih luas, dan lebih dalam. Dengan model Contextual Teaching and learning (CTL) diharapkan terjadi peningkatan keaktifan siswa. Pada beberapa tahap penggunaan model Contextual Teaching and learning (CTL) guru mulai membangun pemahaman siswa dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal, pembelajaran harus dikemas menjadi proses “mengkonstruksi” bukan menerima pengetahuan, sehingga keaktifan siswa dapat terlihat ketika mereka mulai mampu mengembangkan kemampuan berfikir mereka untuk mengaitkan suatu masalah ke dalam lingkungan sekitar mereka.

  Hasil belajar adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik setelah siswa mengalami kegiatan belajar. Pada Model Contextual Teaching and learning (CTL) kegiatan belajar siswa sangatlah ketat, siswa mendapatkan pengetahuannya sendiri melalui kegiatan membuat dugaan, mengamati/ percobaan, dan menjelaskan. Dengan pengetahuan yang didapat sendiri maka akan membantu siswa dalam mengingat pengetahuan tersebut yang pada akhirnya berujung pada peningkatan hasil belajar siswa.

2.2 Hasil Penelitian yang Relevan

  Penelitian tentang penerapan model Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembelajaran telah banyak dikaji dan dilakukan. Namun, hal tersebut masih menarik untuk diadakan penelitian lebih lanjut lagi. Beberapa penelitian mengenai model Contextual Teaching and learning (CTL) yang telah dilakukan dan dapat dijadikan kajian dalam penelitian ini yaitu penelitian dari:

  1) Didik Setiawan (2012) dalam penelitianya yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Tentang Ciri–Ciri Khusus Makhluk Hidup Dengan Model Contextual Teaching and learning (CTL)Bagi Siswa Kelas VI SDN Teges Purworejo”. Didalam penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus. Indikator keberhasilan ditandai dengan meningkatnya hasil belajar IPA tentang ciri–ciri khusus makhluk hidup dimana siswa yang memperoleh nilai sama atau diatas 70 (Nilai KKM) minimal 70% dari keseluruhan siswa. Peningkatan hasil belajar siswa ditunjukkan dengan nilai rata-rata hasil belajar IPA tentang ciri – ciri khusus makhluk hidup pada setiap siklus. Pada pra tindakan nilai rata-rata hasil evaluasi siswa adalah 53, pada siklus I meningkat 18,04 (dari 53 menjadi 71,04), dan pada siklus II meningkat 7,00 (dari 71,04 menjadi 78,04). Penelitian ini menyimpulkan bahwa penggunaan Model Contextual Teaching and learning (CTL) dinilai berhasil dan dapat meningkatkan hasil belajar IPA tentang ciri–ciri khusus makhluk hidup.

  2) Pusnawati (2010) Penerapan Model Contextual Teaching and learning (CTL) untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SDN Plandirejo 02 Kecamatan Bakung Kabupaten Blitar dilakukan pada tahun 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Model Contextual Teaching and learning (CTL)pada pembelajaran IPA untuk meningkatkan hasil belajar IPA Siswa Kelas IV SDN Plandirejo 02 Kecamatan Bakung Kabupaten Blitar. Ternyata, penelitian ini telah berhasil meningkatkan kualitas pembelajaran IPA dengan indikasi bahwa hasil belajar IPA meningkat dibandingkan dengan pembelajaran secara konvensional. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata hasil belajar siswa pada pra tindakan (51,2), siklus I (70,46), siklus II (88, 4). Berdasarkan beberapa penelitian diatas, peneliti akan melakukuan penelitian menggunakan model Contextual Teaching and learning (CTL). Peneliti mempunyai tujuan untuk meningkatakan Keaktifan serta hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPA di kelas 5 SD Negeri Tegalrejo 03 Salatiga, melalaui penerapan model Ccontextual Teaching and Learning (CTL).

2.3 Kerangka Berpikir

  Berdasarkan observasi yang dilakukan di kelas 5 SD Negeri Tegalrejo 03 Salatiga, Permasalahan yang ada karena terdapat faktor dari siswa dan guru dalam proses kegiatan pembelajaran dikelas. Faktor dari siswa sendiri adalah siswa bermain sendiri saat proses belajar mengajar berlangsung, siswa kurang tertarik dalam menerima penjelasan materi, siswa sering bercerita sendiri. Kemudian faktor dari guru dalam kegiatan pembelajaran adalah guru menggunakan metode ceramah selama proses belajar mengajar berlangsung, guru kurang kreatif dalam membuat dan menggunakan alat peraga, guru belum menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, guru kurang mengaktifkan interaksi dan tanya jawab antara guru dan siswa dan kurangnya umpan balik antara guru dengan siswa terhadap materi yang disampaikan. Dari data yang diperoleh nilai ulangan IPA siswa kelas 5 pada semester I tahun 2014 adalah dari 24 siswa satu kelas hanya 9 dengan persentase 37,5% siswa yang memperoleh nilai tuntas ≥ 70 sedangkan 15 siswa dengan persentase 62,5% yang belum mencapai KKM 70.

  Dari beberapa faktor siswa dan guru yang menyebabkan rendahnya hasil belajar siswa. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran perlu diadakan suatu pembaharuan dengan sebuah model dalam pembelajaran yang lebih inovatif, kreatif dan lebih realistik agar pembelajaran menjadi lebih bermakna yakni melalui model Contextual Teaching and Learning (CTL).

  Pengertian Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam pembahasan ini adalah sebuah model pembelajaran IPA yang membantu guru mengkaitkan nyata siswa atau kehidupan sehari-hari. Contextual Teaching and Learning (CTL) juga mempunyai 7 prinsip yaitu Kontruktivisme, Menemukan, Bertanya, Pemodelan, Refleksi, Masyarakat Belajar, Penilaian Sebenarnya. Sehingga melalui penggunaan Model Contextual Teaching and learning (CTL)dalam proses pembelajaran dimana didalam Contextual Teaching and Learning (CTL) terdapat 7 prinsip yang memiliki keunggalan dan fungsi masing-masing dapat meningkatkan hasil belajar dan keaktifan siswa.

  Sesuai dengan karakteristik pembelajaran IPA yang menekankan pada pemberian pengalaman langsung kepada siswa yakni terjadi by doing science di mana mereka yang belajar bukan menjadi penyimak, melainkan aktif terlibat dalam pengalaman nyata, maka peneliti memilih model Contextual Teaching and learning (CTL)untuk meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa. Kerangka berpikir dengan menggunakan model Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk meningkatan keaktifan siswa dan hasil belajar dapat dilihat dalam gambar 2.1:

  Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir Menggunakan CTL

  1. Pembelajaran Keaktifan dan Hasil

  Konvensional Belajar siswa rendah

  KONDISI

  2. Kurangnya AWAL keaktifan siswa dalam pembelajaran

  Pembelajaran Model Contextual Teaching and Learning TINDAKA

  (CTL) N

  1. Kontruktivisme (Contructivism)

  2. Bertanya (Questioning)

  3. Menemukan (Inquiry)

  4. Masyarakat Belajar (Learning Community)

  5. Pemodelan (Modeling)

  6. Refleksi (Reflection)

  7. Penilaian yang sebenarnya (Authenteic Assesment)

  KONDISI Keaktifan belajar siswa

  Hasil belajar siswa AKHIR meningkat meningkat

2.4 Hipotesis Tindakan

  Berdasarkan kerangka pikir yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut:

  1. Dengan menerapkan Model Contextual Teaching and learning (CTL) pada pembelajaran IPA dapat meningkatkan keaktifan siswa kelas 5 SD Negeri Tegalrejo 03 Salatiga tahun 2014/2015.

  2. Dengan menerapkan Model Contextual Teaching and learning (CTL) pada pembelajaran IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas 5 SD Negeri Tegalrejo 03 Salatiga 2014/2015.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar Aspek Menulis dalam Pelajaran Bahasa Indonesia Melalui Model Cooperative Learning Siswa Kelas 3 SD N 2 Kalangbancar Grobogan Semester 2 Tahun A

0 0 61

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar Aspek Menulis dalam Pelajaran Bahasa Indonesia Melalui Model Cooperative Learning Siswa Kelas 3 SD N 2 Kalangbancar Grobogan Semester 2 Tahun A

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar Aspek Menulis dalam Pelajaran Bahasa Indonesia Melalui Model Cooperative Learning Siswa Kelas 3 SD N 2 Kalangbancar Grobogan Semester 2 Tahun A

0 0 74

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Perbandingan Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning pada Siswa Kelas V SD Negeri Suruh 02 Kecamata

0 0 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Matematika dan Pembelajaran Matematika di SD 2.1.1.1 Pengertian Matematika - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Perbandingan Melalui Model

0 1 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Perbandingan Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning pada Siswa Kelas V SD Negeri Suruh 02 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Semester II

0 0 26

4.1.1 Rencana Tindakan - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Perbandingan Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning pada Siswa Kelas V SD Negeri Suruh 02 Kecamatan Suruh Kabupa

0 0 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Perbandingan Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning pada Siswa Kelas V SD Negeri Suruh 02 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Semester II

0 1 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Perbandingan Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning pada Siswa Kelas V SD Negeri Suruh 02 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang Semester II

0 16 96

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penerapan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk Meningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran IPA di Kelas 5 SDN Tegalrejo 03 Salatiga Tahun Ajaran 2014/2015

0 0 6