BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Matematika dan Pembelajaran Matematika di SD 2.1.1.1 Pengertian Matematika - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Perbandingan Melalui Model

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Matematika dan Pembelajaran Matematika di SD

  2.1.1.1 Pengertian Matematika

  Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani mathein atau manthenein yang artinya mempelajari, namun di duga erat kaitannya dengan kata sangsekerta medha dan widya yang artinya kepandaian, ketahuan atau intelegensi. Jadi, berdasarkan asal katanya, maka matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperimen atau hasil observasi matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengaan idea, proses dan penalaran.

  Ruseffendi dalam Karso (2004:1.39) menyatakan bahwa matematika itu terorganisasikan dari unsure-unsur yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil, dimana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena itulah matematika sering disebut ilmu deduktif.

  Selanjutnya Karso (2004:1.39-1.40) mengungkapkan beberapa pendapat tentang matematika seperti menurut Johnson dan Rising (1972) menyatakan bahwa matematika adalah pola pikir, pola pengorganisasian pembuktian yang logik; matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai arti daripada bunyi.

  Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada didalamnya. Ini berarti bahwa matematika pada hakekatnya adalah belajar konsep, struktur konsep dan mencari hubungan antar konsep dan strukturnya.

  1.1.1.2 Pembelajaran Matematika di SD

  Matematika berasal dari bahasa latin mathein atau manthenein yang berarti belajar atau hal yan dipelajari. Pembelajaran matematika yang diajarkan di sekolah dasar merupakan matematika yang terdiri dari bagian matematika yang dipilih untuk menumbuh kembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi anak yang berpedoman pada perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Manusia memerlukan matematika untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, matematika memegang peranan penting dalam kehidupan.

  Pada dasarnya tujuan pembelajaran matematika yang sesuai dengan hakikat matematika merupakan sasaran utama. Sedangkan peran teori-teori belajar merupakan strategi terhadap pemahaman matematika. Dengan demikian matematika diharapkan dapat dipahami secara wajar sesuai dengan kemampuan anak. Tujuan akhir dari pelajaran matematika adalah pemahaman terhadap konsep-konsep matematika yang relatif abstrak.

  Objek pembelajaran dalam matematika adalah abstrak. Menurut teori Piaget bahwa siswa usia SD belum bisa berfikir formal mereka berada pada tingkat operasi konkret. Dengan demikian pembelajaran matematika di SD tak bisa lepas dari sifat-sifat matematika yang abstrak dan perkembangan intelektual siswa yang masih konkret.

  Pembelajaran matematika juga harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa. pada teori Bruner(1988) menggambarkan perkembangan anak-anak melalui tiga tahap, yaitu enactive, iconic, dan simbolic. Tahap enactive adalah tahap saat anak belajar menggunakan objek secara langsung, tahap iconic belajar dengan menggunakan gambaran dari objek-objek, dan tahap simbolic merupakan tahapan memanipulasi symbol secara langsung dan tidak ada kaitannya dengan objek-objek.

  Siswa sekolah dasar umumnya berumur 6 atau 7 tahun hingga 13 tahun. Pemikirana operasional konkret karena berpikir logiknya berdasarkan atas manipulasi fisik dari objek-objek. Karena itu, dalam pembelajaran matematika yang abstrak siswa SD membutuhkan alat bantu berupa media dan alat peraga yang bersifat konkret. Pendekatan pembelajaran juga harus sesuai dengan materi yang diajarkan.

  Pada Permendiknas tahun 2006 tentang standar isi, disebutkan bahwa pembelajaran matematika bertujuan supaya siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

  1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep matematika secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

  2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

  3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

  5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minta dalam mempelajari matematika.

1.1.1.3 Karakteristik Matematika di SD

  Objek pembelajaran matematika abstrak namun siswa SD belum bisa berfikir abstrak mereka berada pada tahap operasional kongkrit. Sehingga diperllukan pemahaman memperhatikan sifst dan karakteristik pembelajaran di SD. Berikut adalah karakteristik matematika di SD :

  1. Pembelajaran matematika berjenjang (bertahap) : Matematika dimulai dari konsep yang sederhana ke konsep yang lebih sukar. Sehingga pembelaajran matematika harus dimulai dari suatu hal yang kongkrit dan berakhir ke yang abstrak.

  2. Pembelajaran matematika mengikuti metode spiral : Spiral maksudnya adalah pembelajaran hari ini berkaitan dengan pembelajaran sebelumnya dan sesudahnya begitu seterusnya. Sehingga setiap memperkenalkan konsep atau materi yang telah dipelajari siswa sebelumnya. Materi yang baru selalu dikaitkan dengan bahan yang telah dipelajari siswa sebelumnya sekaligus mengingatkan kembali. Karena materi sebelumnya dapat menjadi prasyarat untuk memahami materi selanjutnya.

3. Pembelajaran matematika menekankan pada pola pendekatan induktif :

  Matematika merupakan ilmu deduktif namun melihat tahap perkembangan mental siswa maka dalam pembelaajran matematika digunakan pendekatan induktif.

  4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi : Kebenaran matematika merupakan kebenaran yang konsisten artinya tidak ada pertentangan antara kebenaran yang satu dengan kebenaran yang lain. Kebenaran suatu pernyataan didasarkan kepada pernyataan-pernyataan sebelumnya yang telah diterima kebenarannya.

  5. Pembelajaran matematika hendaknya bermakna : Pembelajaran matematika yang berfokus pada pengertian bukan hafalan. Dalam pembelaajran bermakna konsep matematika ditemukan sendiri oleh siswa melalui contoh-contoh secara induktif dan berdasarka pengalaman siswa secara langsung. Tidak hanya menuntut siswa untuk menghafalkan simbol-simbol dan rumus-rumus yang terdaapt dalam pembelajaran matematika.

1.1.1.4 Ruang Lingkup Pembelajaran Matematika di SD

  Secara garis besar ruang lingkup pokok atau sub pokok pembahasan matematika di SD meliputi lima point seperti yang tecantum di dalam Permendiknas No 22 Tahun 2006, yaitu:

  1. Unit aritmatika (berhitung) : Unit aritmatika dasar atau berhitung mendapat porsi dan penekanan utama sebagian besar dari bahan kajian di SD adalah berhitung yaitu bagian dari matematika.

  2. Unit pengantar aljabar : Unit pengantar aljabar adalah perluasan terbatas dari unti aritmatika dasar. Dengan dasar pemahaman tentang bilangan, dilakukan perintisan pengenalan aljabar.

  3. Unit geometri : Unit geometri mengutamakan pengenalan bangun datar dan bangun ruang.

  4. Unit pengukuran : Pengukuran diperkenalkan sejak kelas I sampai kelas

  VI dan diawali dengan pengukuran tanpa menggunakan satuan baku adapun konsep-konsep pengukuran yang dikenalkan mencakup pengukuran panjang, keliling, luas, berat, volume, sudut, dan waktu dengan satuan ukurannya.

  5. Unit kajian data : Kajian data adalah pembahasan materi statistic secara sederhana di SD. Dalam kajian ini terdapat kegiatan pengumpulan data, menyusun data, menyajikan data secara sederhana serta membaca data yang telah disajikan dalam bentuk diagram. Ruang lingkup pembelajaran Matematika dan tujuan pembelajaran

  Matematika mempunyai hubungan dan saling mempengaruhi. Ruang lingkup dalam mata pelajaran Matematika digunakan untuk tujuan pembelajaran, karena tanpa adanya ruang lingkup dan tujuan pembelajaran maka dalam proses pembelajaran tidak akan sikron. Untuk memperjelas ruang lingkup pada mata pelajaran matematika kemudian pemerintahan menetapkan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD).

  Sebagai upaya meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SD Negeri Suruh 02, maka akan dilakukan penelitian dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning pada mata pelajaran Matematika. Adapun perincian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang digunakan sebagai materi dalam pelaksanaan penelitian kelas V Semester II sebagai berikut ini :

  Tabel 2

  Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

  Kelas V Semester II

  Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator

  5.4 Menggunakan

  5.4.1 Mendeskripsikan arti

5. Mengguanakan

  Pecahan dalam Pecahan dalam Masalah Perbandingan Pemecahan Masalah Perbandingan dan Skala

  5.4.2 Mendeskripsikan Pecahan Sebagai Perbandngan dari dua hal

  Dengan adanya Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Indikator merupakan salah satu unsur dalam pembelajaran yang terjadi di sekolah dasar, dengan adanya suatu pembelajaran, maka akan dapat menentukan lulus apa tidaknya suatu mata pelajaran atau dapat tercapainya suatu pembelajaran sesuai dengan kriteria kelulusan yang sudah ditentukan.

1.1.2 Model Problem Based Learning

  Problem Based Learning (PBL) dikembangkan sekitar tahun 1970-an di

  McMaster University di Canada, kini model ini sudah merambah ke berbagai fakultas di lembaga pendidikan di dunia. Dengan keunggulan model ini, jenjang pendidikan yang lebih rendah pun sudah menggunakan model ini. Dengan perkembangannya yang pesat, rumusan yang beragam. Salah satu yang cukup mewakili, adalah rumusan yang diungkapkan Prof. Howard Barrow dalam pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ini menyajikan suatu masalah yang nyata bagi siswa sebagai awal pembelajaran kemudian diselesaikan melalui penyelidikan dan diterapkan dengan menggunakan model pemecahan masalah (Taufiq, 2010: 21).

  Menurut Dutch (1994) dalam Taufiq (2010: 21). Problem Based Learning

  (PBL)

  adalah metode instruksional yang menantang siswa untuk “belajar untuk belajar,” bekerja sama dalam kelompok untuk mencari solusi dari masalah yang nyata. Masalah ini digunakan untuk mengkaitkan rasa keingintahuan serta kemampuan analisis siswa dan inisiatif atas materi pelajaran. Problem Based

  

Learning (PBL) mempersiapkan siswa untuk dapat berpikir kritis , analitis, dan

untuk mencari serta menggunakan sumber belajar yang sesuai.

  Savery (2006: 12), Problem Based Learning (PBL) merupakan untuk melakukan penelitian, mengintegrasikan teori dan praktek, menerapkan pengetahuan dan keterampilan untuk mengembangkan solusi dalam memecahkan masalah.

  Menurut Dewey dalam Trianto (2011:67) Problem Based Learning (PBL) adalah interaksi antara stimulus dengan respom, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik.

  Dari beberapa uraian mengenai pengertian Problem Based Learning (PBL) dapat disimpulkan bahwa Problem Based Learning (PBL) merupakan pembelajaran yang menghadapkan siswa pada masalah nyata (real world) untuk memulai pembelajaran dan merupakan salah satu strategi pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada siswa sehingga siswa dapat belajar untuk berpikir kritis, analitis dalam mencari solusi pemecahannya secara berkelompok.

2.1.2.1 Ciri dan Karakteristik Model Problem Based Learning (PBL)

   Menurut Arends (2001: 349) dalam Trianto (2011:93) berpendapat

  bahwa Problem Based Learning (PBL). Memiliki karakteristik meliputi:

1. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Problem Based Learning

  (PBL)dimulai dengan pengajuan masalah, bukannya mengorganisasikan

  di sekitar prinsip-prinsip atau keterampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. mereka mengajukan situasi kehidupan nyata, autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi tersebut.

  2. Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. Meskipun pembelaajran berdasarkan masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (IPA, Matematika, dan ilmu-ilmu sosial), masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.

  3. Penyelidikan autentik. Problem Based Learning (PBL) mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.

4. Mengasilkan produk dan memamerkannya. Problem Based Learning

  (PBL) menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk

  karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesain masalah yang mereka temukan.

  5. Kolaborasi atau kerjasama. Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas- tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.

  Menurut Tan dalam Taufiq Amir (2010:22) karakteristik yang terdapat dalam proses PBL adalah:

  1. Masalah digunakan sebagai awal pembelajaran.

  2. Biasanya, masalah yang digunakan merupakan masalah dunia nyata yang disajikan secara mengembang (ill-structured).

  3. Masalah biasanya menuntut perspektif majemuk (multiple perspective).

  Solusinya menuntut pemelajar menggunakan dan mendapatkan konsep dari beberapa mata pelajaran.

  4. Masalah membuat pembelajar tertantang untuk mendapatkan pembelajaran di ranah pembelajaran yang baru.

  5. Sangat menutamakan belajar mandiri (self directed learning).

  6. Memanfaatkan sumber pengetahuan yang bervariasi, tidak terdiri dari satu sumber saaj. Pencarian, evaluasi serta penggunaan pengetahuan ini menjadi kunci penting.

7. Pembelajarannya kolaboratif, komunikatif, dan kooperatif. Pemelajar bekerja dalam kelompok, berinteraksi, saling mengajarkan (peer teaching).

  Dan melakukan presentasi.

  Menurut M. Taufiq (2010: 24). Proses PBL akan dapat dijalankan bila pengajar siap dengan segala perangkat yang diperlukan (masalah, formulir pelengkap, dan lain-lain). Pembelajar pun harus sudah memahami prosesnya, dan telah membentuk kelompok-kelompok kecil. 7 langkah proses PBL yaitu :

  1. Langkah 1 : Mengklarifikasi istilah dan konsep yang belum jelas.

  2. Langkah 2 : Merumuskan masalah.

  3. Langkah 3 : Menganalisis masalah.

  4. Langkah 4 : menata gagasan anda dan secara sistematis menganalisisnya dengan dalam.

  5. Langkah 5 : Memformulasikan tujuan pembelajaran.

  6. Langkah 6 : Mencari informasi tambahan dari sumber yang lain (di luar diskusi kelompok).

  7. Langkah 7 : Mensintesa (menggabungkan) dan menguji informasi baru, dan membuat laporan untuk kelas.

  Di tahap ini, keterampilan yang dibutuhkan adalah bagaimana meringkas, mendiskusikan, dan meninjau ulang hasil diskusi untuk nantinya disajikan dalam bentuk tulisan. Di sinilah kemampuan menulis (komunikasi tertulis) dan kemudian mempresentasikan (komunikasi oral) sangat dibutuhkan dan sekaligus di kembangkan.

  Menurut Arends dalam Trianto (2011:94-96) Problem Based Learning

  (PBL) memilik tujuan untuk membantu siswa dalam beberapa hal berikut ini :

1. Mengembangkan kemampuan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah.

  2. Pemodelan peranan orang dewasa, artinya pembelajaran berdasarkan masalah dapat mendorong terjadinya pengamatan dan dialog antara siswa siswa dengan narasumber sehingga secara bertahap siswa daapt memahami peran orang tua yang diamati atau narasumber (ilmuwan, guru, dokter, dan sebagainya).

3. Pembelajaran yang otonom dan mandiri.

  Agar Model Problem Based Learning dapat berjalan dengan baik, maka dalam pelaksanaan kegiatan Model Problem Based Learning diperlukan upaya perencanaan. Menurut Sugiyono (2010, 156-159) dalam merancang Problem

  4. Masalah harus memeiliki cakupan yang luas sehingga memberikan kesempatan bagi guru untuk memenuhi tujuan instruksionalnya.

  1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran kemudian memberikan suatu masalah kepada siswa, agar masalah tersebut dapat dipecahkan. Masalah yang dipecahkan yaitu masalah yang memiliki jawaban kompleks atau luas.

  Problem Based Learning meliputi :

  Menurut Endang (2011:221) menyatakan bahwa tahap-tahap pembelajaran

  Problem Based Learning mendorong siswa untuk bekerja dengan bahan dan alat yang sudah disediakan.

  5. Masalah yang baik harus mendapatkan manfaat dari usaha kelompok.

  3. Masalah tersebut seharusnya bermakna bagi ssiwa dan sesuai dengan perkembangan intelektual.

  Based Learning harus memperhatikan beberapa faktor, yaitu :

  2. Masalah tersebut semestinya menciptakan misteri dan teka-teki.

  1. Situasi yang autentik. Hal ini berarti masalah yang dipaaki harus dikaitkan dengan pengalaman nyata siswa.

  b. Merancang situasi bermasalah yang tepat Sebuah situasi bermasalah yang baik harus memenuhi lima kriteria penting yaitu :

  tujuan seperti meningkatkan keterampilan intelektual dan investigasi, memahami peran orang dewasa, dan membantu siswa untuk menjadi pembelaajr yang mandiri.

  Problem Based Learning dirancang untuk membantu mencapai tujuan-

  a. Memutuskan sasaran dan tujuan

c. Mengorganisasikan sumber daya dan merancang logistic

  2. Guru menjelaskan prosedur yang harus dilakukan dan memotivasi siswa agar lebih aktif.

  3. Guru membantu siswa atau membimbing siswa dalam mensun laporan hasil pemecahan secara sistematis.

  4. Guru membantu atau membimbing siswa untuk melakukan evaluasi dan refleksi proses-proses yang dilakukan untuk menyelasaikan suatu permasalahan.

  1.1.2.2 Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Based Learning

  Model pembelajaran Problem Based Learning memiliki kelebihan dan kekurangan (Trianto 2011 :97). Kelebihan Problem Based Learning adalah: (a) Realistik dengan kehidupan siswa, (b) Konsep sesuai dengan kebutuhan siswa, (c) Memupuk sifat inkuiri siswa, (d) Retensi konsep menjadi kuat, (e) Memupuk kemampuan problem solving.

  Sedangkan kelemahan Problem Based Learning adalah sebagai berikut: (a) Persiapan pembelajaran (alat, problem konsep) yang kompleks, (b) Sulitnya mencari problem yang relevan, (c) Sering terjadi miss-konsepsi dan (e) Konsumsi waktu yang cukup dalam proses penyelidikan.

  1.1.2.3 Sintaks Model Problem Based Learning

  Sintaks disebut juga langkah-langkah atau prosedur yang harus dilalui dalam pembelajaran matematika di SD dengan menggunakan model pembelajaran

  

Problem Based Learning. Menurut Ibrahim dalam Trianto (2011 :97). Sintaks

Problem Based Learning berisi langkah-langkah praktis yang harus dilakukan

  oleh guru dan siswa dalam suatu kegiatan. Pada pengajaran berdasarkan masalah terdiri dari lima (5) langkah utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima langkah tersebut dijelaskan berdasarkan langkah- langkah pada tabel 3.

  Sintaks Model Pembelajaran Problem Based Learning Tahap Tingkah Laku Guru Tingkah Laku Siswa

  Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

  3. Mengajukan pertanyaan terhadap penjelasan kelompok lain.

  2. Mendengarkan penjelasan kelompok lain.

  1. Melakukan presentasi dengan cara menjelaskan data yang diperoleh dari hasil penyelidikan.

  Membantu siswa dalam merencanakan dan mneyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan, video dan model serta membantu mereka untuk berbagai tugas dengan temannya.

  3 Melaksanakan perencanaan yang telah dibuat. Tahap 4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

  2 Mealakukan penyelidikan dengan teman kelompok.

  Tahap 3 Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

  Tahap I Orientasi siswa pada masalah

  2. Membuat perencanaan dalam melakukan penyelidikan.

  1. Berdiskusi dengan temana kelompok dalam menentukan masalah.

  Membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

  3. Mengajukan pendapat jawaban berdasarkan pengetahuan sebelumnya atau pengalaman dalam kehidupan sehari hari. Tahap II Mengorganisasi siswa untuk belajar

  2. Menyatakan ide-ide secara terbuka dan bebas.

  1. Mengajukan pertanyaan untuk ide mencari informasi.

  Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena atau memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah.

  4. Mendengarkan dan penjelasan/klarifikasi yang disampaikan guru (jika ada)

  Tahap 5 Membantu siswa untuk Mengumpulkan hasil Menganalisis dan melakukan refleksi penyelidikan berdasarkan mengevaluasi proses atau evaluasi terhadap data yang telah didapat pemecahan masalah penyelidikan mereka dan petunjuk dan proses-proses yang (penjelasan) dari guru. mereka gunakan

  Berkaitan dengan tabel diatas, menurut Ibrahim Menurut Ibrahim dalam Trianto (2011 :99) di dalam kelas Probel Based Learning (PBL) dinyatakan bahwa peran guru diantaranya adalah :

  1. Tahap 1 mengajukan masalah atau mengorientasikan siswa kedalam masalah autentik, yaitu maslaah kehidupan nyata sehari-hari, dalam hal ini siswa melakukan identifikasi masalah.

  2. Tahap 2 yaitu merumuskan masalah dan merencanakan pengumpulan data.

  3. Tahap 3 yaitu mengumpulakn data.

  4. Tahap 4 yaitu presentasi, merespon hasil presentasi, dan menyimak hasil presentasi.

  5. Tahap 5 yaitu membuat kesimpulan.

2.1.2.4 Sintaks Pembelajaran Matematika melalui Model Problem Based

  Learning

  Menurut Nur dalam Trianto (2011:96). Pembelajaran Problem Based

  

Learning tidak ditujukan untuk guru sebagai pemberi informasi kepada siswa

  namun lebih memfasilitasi siswa untuk meperoleh pengalaman sendiri. Problem

Based Learning dirancang untuk proses pembelajaran yang berpusat pada siswa.

Pembelajaran dengan model Problem Based Learning dikembangkan untuk membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi

  Tabel 4 Pemetaan Pembelajaran Matematika melalui Model Problem Based Learning (PBL) berdasarkan Permendiknas No 41 Tahun 2007 adalah sebagai berikut:

  Sintaks PBL Kegiatan Pembelajaran Pendahuluan Eksplorasi Elaborasi Konfirmasi

   Fase 1 : Orientasi siswa pada masalah

   Fase 2 : mengorganisasi siswa untuk belajar.

  Fase 3 : Membantu   investigasi kelompok Fase

  4 :   Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Fase 5 : Menganalisis   dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

  Manfaaat Problem Based Learning yang akan diperoleh siswa menurut Smith dalam Amir (2010:27) adalah :

  1. Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi ajar. Jika pengetahuan diperoleh dekat dengan konteks prakteknya, maka akan mudah diingat. Dengan konteks yang dekat, maka pembelajar akan lebih mudah memahami materi.

2. Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan. Selama ini apa yang disajikan di dalam kelas jauh dari apa yang terjadi di dunia praktik.

  3. Mendorong untuk berfikir. Pembelajaran dianjurkan agar tidak buru-buru menyimpulkan, mencoba menemukan landasan atas argumenya, dan fakta- fakta yang mendukung. Logika pembelajar dilatih dan kemampuan berfikir ditingkatkan.

  4. Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan sosial. Karena dikerjakan dalam kelompok-kelompok kecil, maka Problem Based Learning dapat mendorong terjadinya pengembangan kecakapan kerja tim dan kecakapan sosial.

  5. Membangun kecakapan belajar (Life long learning skills). Dengan struktur masalah yang disajikan, siswa merumuskan serta serta dengan tuntutan mencari sendiri pengetahuan yang relevan akan melatih mereka untuk cakap dalam belajar.

  6. Memotivasi pembelajaran. Dengan Problem Based Learning akan membangkitkan minat dari dalam diri pembelajar. Karena masalah diciptakan dengan konteks yang dekat dengan siswa. dengan masalah yang menantang mereka merasa lebih semangat untuk menyelesaikannya.

  Tabel 5 Implementasi melalui model Problem Based Learning dalam pembelajaran Matematika

  

Sintaks PBL Langkah dalam Proses Kegiatan Guru

Pembelajaran

  Orientasi siswa pada Pendahuluan Guru menjelaskan tujuan masalah pembelajaran, dan memotivasi siswa untuk terlibat dalam pemecahan masalah.

  Mengorganisasi siswa Eksplorasi Guru membentuk siswa untuk belajar kedalam kelompok, dan membimbing setiap kelompok untuk merancang pembelajaran dan membantu siswa untuk mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut

  Membantu investigasi Eksplorasi, Elaborasi Memfasilitasi dan kelompok mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai dengan pemecahan masalah dan mecari solusi dari masalah tersebut

  Mengembangkan dan Elaborasi, Konfirmasi Memfasilitasi siswa dan menyajikan hasil karya membimbing siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti membuat laporan dengan anggota kelompoknya. Menganalisis dan Elaborasi, Konfirmasi Bersama-sama dengan mengevaluasi proses siswa melakukan refleksi pemecahan masalah atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

2.1.3 Hakikat Hasil Belajar

  Hasil belajar merupakan suatu indikator untuk mengukur keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Oleh karena itu, berhasil atau tidaknya suatu proses pembelajaran dapat dilihat melalui hasil belajar setelah dilakukan evaluasi.

  Ada beberapa definisi hasil belajar menurut para ahli yaitu sebagai berikut ini: Berdasarkan teori Taksonomi Bloom (dalam Suharsimi Arikunto 2009), hasil belajar dapat dicapai melalui tiga kategori ranah, salah satunya adalah ranah kognitif. Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari aspek yaitu : pengetahuan, pemahaman, penerapam, analisis, sintesis dan penilaian.

  Menurut Dimyati dan Mudjiono (2008), hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi siswa dan dari sisi guru. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar. Dari sisi guru, adalah bagaimana guru bisa menyampaikan pembelajaran dengan baik dan siswa bisa menerimanya.

  Hasil belajar sangat penting karena siswa akan mengalami perubahan tingkah laku belajar yang lebih baik sebagai akibat dari proses belajar. Hasil belajar diukur dari tingkat keberhasilan siswa untuk mencapai suatu tujuan pembelajaran. Hasil ini diwujudkan dalam bentuk nilai yang dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan siswa dan merupakan bukti dari keberhasilan siswa dalam pencapaian belajarnya.

  Hasil belajar sering digunakan sebagai ukuran apakah proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa berhasil atau tidak. Hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh ssiwa, harus semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa (Sudjana, 2011).

  Jadi hasil belajar adalah gambaran umum tentang kemampuan pemahaman siswa terhadap suatu materi yang telah diajarkan oleh guru.

  Berdasarkan kajian tentang hasil belajar menurut peneliti, hasil belajar adalah usaha pencapaian proses belajar siswa yang merupakan bukti keberhasilan siswa dalam menempuh suatu pengajaran yang diukur dengan menggunakan tes tertentu.

  

2.1.4 Hubungan Pembelajaran Melalui Model Problem Based Learning

dengan Hasil Belajar

  Pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning, dalam pembelajaran ini siswa dituntut untuk dapat mengajukan pendapat jawaban berdasarkan pengetahuan sebelumnya atau dalam pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, dapat berpikir secara kritis dan aktif, dan mampu berkomunikasi dengan kelompok, serta dapat bekerjasama atau berkolaborasi untuk mencari dan mengolah data kemudian menyimpulkan bersama dengan teman kelompoknya, sedangkan peran guru dalam pembelajaran Problem Based Learning ini adalah sebagai fasilitator dan motivator, dalam proses belajar ini siswa dituntut agar aktif dalam proses pembelajaran karena pembelajaran dilakukan dengan adanya masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh peserta didik, dalam pembelajaran seperti ini akan lebih efektif karena siswa bekerja dengan kelompok atau berkolaborasi dengan kelompok. Dengan melalui model Problem Based Learning diharapkan hasil belajar siswa juga akan meningkat.

2.2 Kajian Penelitian Yang Relevan

  Berdasarkana telah pustaka yang telah dilakukan, berikut ini dikemukakan beberapa penelitian yang ada kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Menurut penelitian yang dilakukan Annisa Septiana Mulyasari (2011) dengan judul “Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Problem Based Learning (PBL) Materi Gaya Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Begalon 1 No 240 Surakarta Tahun Pelajaran 2011/2012. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa. Hal ini terbukti adanya peningkatan tiap siklusnya, dari kondisi awal sebelumnya dilaksanakan tindakan nilai rata-rata siswa 28,89%, siklus I nilai rata-rata kelas 67,33% dengan persentase ketuntasan sebesar 53,33%, kemudian meningkat lagi pada siklus II nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 73,33% dengan persentase ketuntasan sebesar 82,22%.

  Hasil penelitian yang relevan lainnya adalah penelitian yang dilakukan Febriana (2010), dalam penelitiannya yang berjudul ”Penerapan Problem Based Learning Pokok Bahasan Bangun Ruang Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa kelas IV SDN Lauman Lor 01 Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang” hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan problem based learning dalam pembelaajran matematika dapat meningkatkan hasil belajar siswa. dari total nilai yang didapat, siswa dengan nilai > 60 pada kondisi awal ada 15 siswa (50%), lalu pada siklus I, 28 siswa (93%). Kemudian meningkat pada siklus

  II ada 29 ssiwa (97%) dengan nilai diatas KKM yaitu 60. Keberhasilan tersebut terjadi karena adanya perubahan pada siswa yaitu (1) siswa mampu mengorientasikan masalah, (2) siswa mampu membentuk kelompok untuk berdiskusi, (3) siswa mampu menyelidiki masalah baik secara inidividu maupun kelompok, (4) siswa mampu mengembangkan dan menyajikan hasil diskusi kelompok, dan (5) siswa mampu menganalisis dan mengevaluasi proses.

2.3 Kerangka Berpikir Keberhasilan suatu pembelajaran dapat dilihat dari hasil pembelajaran.

  Untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal diperlukan faktor pendukung. Faktor-faktor pendukung bisa berupa model pembelajaran, alat peraga, serta hal lain yang mempengaruhi proses pembelajaran.

  Sebuah model pembelajaran yaitu problem based learning mampu mnegkongkritkan matematika yang abstrak, membuat pembelajaran matematika lebih bermakna. Dengan problem based learning siswa mampu berfikir lebih kritis dan berlatih untuk bekerjasama dalam kelompok serta siswa dapat memperoleh pengalaman secara langsung.

  Model Problem Based Learning memiliki tahap-tahap pembelajaran yang diantaranya meliputi : orientasi tentang masalah, mengorganisasikan siswa untuk mandiri, membantu investigasi mandiri dan kelompok, mengembangkan dan mempresentasikan hasil, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

  Proses pembelajaran sebelum diterapkan model problem based learning belum memuaskan. Siswa masih sering tidak bisa menyelesaikan masalah tanpa bantuan guru dan siswa terlihat bosan saat proses pembelajaran. Hal tersebut mengakibatkan hasil belajar matematika siswa rendah bahkan tidak mencapai KKM. Proses selanjutnya dilakukan tindakan berupa perlakuan dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning.

  Pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning, dalam pembelajaran ini siswa dituntut untuk dapat mengajukan pendapat jawaban berdasarkan pengetahuan sebelumnya atau dalam pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, dapat berpikir secara kritis dan aktif, dan mampu berkomunikasi dengan kelompok, serta dapat bekerjasama atau berkolaborasi untuk mencari dan mengolah data kemudian menyimpulkan bersama dengan teman kelompoknya, sedangkan peran guru dalam pembelajaran Problem Based Learning ini adalah sebagai fasilitator dan motivator, dalam proses belajar ini siswa dituntut agar aktif dalam proses pembelajaran karena pembelajaran dilakukan dengan adanya masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah oleh peserta didik, dalam pembelajaran seperti ini akan lebih efektif karena siswa bekerja dengan kelompok atau berkolaborasi dengan kelompok. Dengan melalui model Problem Based Learning diharapkan hasil belajar siswa akan meningkat.

2.4 Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan kerangka pikir yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut :

  1. Pembelajaran dengan menggunakan model problem based learning diduga dapat meningkatkan hasil belajar Matematika materi perbandingan siswa kelas V SD Negeri Suruh 02 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang semester II tahun ajaran 2014/2015.

  2. Melalui model problem based learning untuk dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas V SD Negeri Suruh 02 Kecamatan Suruh Kabupaten Semarang semester II tahun ajaran 2014/2015 dapat dilakukan dengan lima fase tahapan yaitu dengan melalui tahapan orientasi siswa pada masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan individual kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, dan menganalisis serta mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Discovery Learning dengan Berbantuan Alat Peraga Konkret Siswa Kelas 5 SD Negeri 3 Purwosari Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung Semester II Tahu

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Discovery Learning dengan Berbantuan Alat Peraga Konkret Siswa Kelas 5 SD Negeri 3 Purwosari Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung Semester II Tahu

0 0 28

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Discovery Learning dengan Berbantuan Alat Peraga Konkret Siswa Kelas 5 SD Negeri 3 Purwosari Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung Semester II Tahu

0 0 15

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA Melalui Model Discovery Learning dengan Berbantuan Alat Peraga Konkret Siswa Kelas 5 SD Negeri 3 Purwosari Kecamatan Kranggan Kabupaten Temanggung Semester II Tahu

0 0 77

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar Aspek Menulis dalam Pelajaran Bahasa Indonesia Melalui Model Cooperative Learning Siswa Kelas 3 SD N 2

0 0 11

Gambar 3.2 Model Spiral menurut Kemmis dan Taggart 3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Prosedur Tindakan pada Siklus I

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar Aspek Menulis dalam Pelajaran Bahasa Indonesia Melalui Model Cooperative Learning Siswa Kelas 3 SD N 2 Kalangbancar Grobogan Semester 2 Tahun A

0 0 61

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar Aspek Menulis dalam Pelajaran Bahasa Indonesia Melalui Model Cooperative Learning Siswa Kelas 3 SD N 2 Kalangbancar Grobogan Semester 2 Tahun A

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar Aspek Menulis dalam Pelajaran Bahasa Indonesia Melalui Model Cooperative Learning Siswa Kelas 3 SD N 2 Kalangbancar Grobogan Semester 2 Tahun A

0 0 74

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi Perbandingan Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning pada Siswa Kelas V SD Negeri Suruh 02 Kecamata

0 0 7