Pengaruh Pelatihan Kecerdasan Adversitas terhadap Motivasi Berprestasi pada Siswa Kelas X di SMA Negeri 8 Surakarta

PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa apa yang ada dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, sepanjang pengamatan dan pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dipergunakan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya bersedia untuk dicabut derajat kesarjanaan saya.

Surakarta, Desember 2011

Redydian Adhitya Nugraha

MOTTO

“Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia” (Q. S. Al-Ikhlas : 4)

“Ilmu pengetahuan tanpa agama adalah buta”

(Munawir Yusuf)

“Winner never quit and quitter never Win”

(Anonim)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Sebuah karya ini kupersembahkan untuk orang-orang yang selalu ada di hati. Berkat doa, dorongan, dukungan, dan arahan merekalah Karya ini terselesaikan sebagai bentuk karya terindah dari tetesan limpahan Rahmat Illahi.

Persembahan untuk :

1. Papa Mama tercinta untuk seluruh doa dan kasih sayang Yang tak pernah padam di setiap hela nafasnya.

2. Kakak-kakak dan adeku tersayang yang memberikan motivasi besar Dalam hidupku.

3. Mahardika Supratiwi yang telah memberikan suatu bait yang bermakna.

4. Almamaterku tercinta.

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, dan

hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai syarat guna memperoleh gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata I Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan judul

“Pengaruh Pelatihan Kecerdasan Adversitas Terhadap Motivasi Berprestasi pada Siswa Kelas X di SMA Negeri 8 Surakarta”.

Peneliti menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, arahan, bantuan, dorongan, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr.,Sp.PD-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedoteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Drs. Hardjono, M.Si., selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Dra. Suci Murti Karini, M.Si., dan Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si., selaku dosen Pembimbing I dan Pembimbing II yang telah meluangkan waktu disela- sela kesibukannya untuk memberikan arahan, bimbingan, dan masukan yang sangat bermanfaat bagi penyelesaian skripsi ini.

4. Dra. Salmah Lilik, M.Si., dan Nugraha Arif Karyanta, S.Psi., sebagai Penguji I dan Penguji II yang telah bersedia memberikan kritik, saran, serta masukan yang membangun dalam menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

5. Seluruh staf pengajar, staff tata usaha (Mas Dhimas, Mas Ryan), dan staff perpustakaan (Mbak Ana) Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan banyak bekal ilmu, pengalaman berharga, dan bantuan demi kemajuan pendidikan peneliti.

6. Dra. AD. Gayatri, M.Pd., MM., dan Hindarso, S.Pd., M.Pd., selaku Kepala Sekolah dan Wakasek Kurikulum SMA Negeri 8 Surakarta beserta seluruh staff yang terkait di dalamnya yang telah memberikan ijin dalam melakukan penelitian di SMA Negeri 8 Surakarta.

7. Kedua orang tuaku, Drs. Munawir Yusuf, M.Psi. dan Dra. Mugiarti Chaeri yang telah memberikan cinta, kasih sayang, dan doa tanpa henti di setiap nafas yang indah dalam mengarungi kehidupan peneliti.

8. Kakak-kakakku dan adiku tersayang, Iryadefrid A’rof Nugroho, SE., dan Anggun Setya GS, S.Sos., beserta istri Lucinda Darmani, S.Si., dan Nadhifia Iryadini RA yang telah memberikan semangat, dukungan, arahan, dan doa dalam setiap langkah penyelesaian penyusunan skripsi ini.

9. Keluarga besar Drs. Mardiyono, M.Si dan Dra. Nur Hidayati, M.Pd., yang tak lelah memotivasi peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Mahardika Supratiwi, S.Psi., terima kasih atas waktu yang sangat bermanfaat dan bernilai dalam kehidupan peneliti.

11. Teman-teman team pelatihan (Prehaten, Burhan, Gendig, Farah, dan Dika) yang bersedia meluangkan waktunya untuk membantu dalam pelatihan.

12. Sahabat “Perguruan Singa Laut” (Chandra, Nandes, Eli, Sobri, dan Mahar) atas pergolakan yang hebat selama ini.

13. Keluarga besar Psikologi seluruh angkatan yang telah memberikan kebersamaan, persahabatan, dan silaturrahmi yang sangat luar biasa.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini.

Mudah-mudahan segala bantuan dan doa yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT dengan pahala yang berlimpah. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca. Amien.

Surakarta, Desember 2011 Penulis

Redydian Adhitya Nugraha

PENGARUH PELATIHAN KECERDASAN ADVERSITAS TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI PADA SISWA KELAS X DI SMA NEGERI 8 SURAKARTA

Redydian Adhitya Nugraha G0106081 ABSTRAK

Setiap pelajar memiliki tujuan yang sama yaitu sukses di dalam belajarnya. Dalam meraih kesuksesan terdapat hambatan-hambatan yang harus dilalui, diantaranya adalah rasa malas, suasana belajar tidak kondusif, tidak menyukai mata pelajaran tertentu, dan lain sebagainya. Siswa dituntut untuk berusaha menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi berkaitan dengan hambatan-hambatan tersebut. Usaha-usaha yang dilakukan siswa inilah merupakan usaha konkret untuk meraih keberhasilan. Seseorang yang mampu mengubah hambatan menjadi peluang keberhasilan memiliki kecerdasan adversitas yang tinggi. Individu yang memiliki kecerdasan adversitas yang tinggi adalah individu yang optimis, berpikir dan bertindak secara tepat, mampu memotivasi diri sendiri, berani mengambil resiko, dan berorientasi pada masa depan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan kecerdasan adversitas terhadap motivasi berprestasi pada siswa kelas X di SMA Negeri 8 Surakarta.

Penelitian ini menggunakan teknik matching dengan membandingkan skor motivasi berprestasi subyek antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Kelompok eksperimen dalam penelitian ini diberikan perlakuan berupa pelatihan kecerdasan adversitas selama dua kali pertemuan dengan waktu 240 menit. Pelatihan diberikan oleh dua fasilitator dan tiga ko-fasilitator dengan metode presentasi dan tayangan video serta materi pelatihan yang telah disusun oleh peneliti dalam modul. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan Skala Motivasi Berprestasi dengan nilai validitas 0,391 sampai 0,844 dan nilai reliabilitas 0,952.

Berdasarkan uji hipotesis dengan uji Independent Sample T Test didapatkan nilai t hitung lebih besar daripada t tabel (3,447 > 2,035) dan P value kurang dari 0,05 (0,002 < 0,05) dan uji hipotesis dengan uji Paired Sample T Test didapatkan nilai t hitung lebih besar daripada t tabel (3,241 > 2,120) dan P value kurang dari 0,05 (0,005 < 0,05) sehingga pelatihan kecerdasan adversitas memiliki pengaruh dalam meningkatkan motivasi berprestasi pada siswa kelas X di SMA Negeri 8 Surakarta.

Kata kunci : Pelatihan kecerdasan adversitas, Motivasi berprestasi

EFFECT OF ADVERSITY INTELLIGENCE TRAINING ON ACHIEVEMENT MOTIVATION TO STUDENT IN CLASS X SMA NEGERI 8 SURAKARTA

Redydian Adhitya Nugraha G0106081 ABSTRACT

Each student has the same goal which is successful in his studies. In reaching for success there are barriers that must be traversed, among them is a lazy, not conducive learning ambience, not like a particular subject, and so on. Students are required to attempt to resolve the problems encountered with regard to the barriers. The efforts undertaken this is concrete student's efforts to achieve success. Someone who is able to transform obstacles into success opportunities have a higher intelligence adversitas. Individuals who have the intelligence of a high adversity is the individual who is optimistic, think and act in a timely, unable to motivate themselves, dare to take risks, and future-oriented. This research aims to determine the influence of adversity intelligence training against an accomplished student motivation in class X in SMA Negeri 8 Surakarta.

This research uses the technique of matching by comparing scores between the subjects group motivation accomplished control and experimental groups. Group experiment in this study were given preferential treatment in the form of training of intelligence adversity during a meeting with twice the time 240 minutes. Training provided by the two facilitators and three cofacilitator with method presentation and video footage as well as training materials have been compiled by researchers in the module. Data retrieval is performed using the Achievement Motivation Scale with the value of the validity 0,391 to 0,844 and reliability value 0,952.

Based on the hypothesis test by Independent Sample T Test obtained value t count bigger than t table (3.447> 2.035) and P values less than 0.05 (0.002 <0.05) and hypotheses test by Paired Sample T Test obtained value of t count bigger than t table (3.241> 2.120) and P values less than 0.05 (0.005 <0.05) so that adversity intelligence training has an influence in improving student achievement motivation in class X in SMA Negeri 8 Surakarta.

Key words: Training adversity intelligence, achievement motivation

Gambar 24 Skor Motivasi Berprestasi pada Subyek KE17 Sebelum dan Sebelum dan Sesudah Pelatihan ................................................ 124 Gambar 25 Grafik Perbedaan Rata-rata Skor Motivasi Berprestasi

Pretest dan Postest Pelatihan Pada Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol .............................................................. 127

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Detail Rancangan Pelatihan ... ............................................... 141 Lampiran B

Skala untuk Try Out dan Penelitian ... ................................... 144 Lampiran C

Penjelasan Pelatihan ............................................................... 158 Lampiran D

Evaluasi Proses dan Hasil Pelatihan ..................................... 162 Lampiran E

Modul Pelatihan Kecerdasan Adversitas ............................... 166 Lampiran F

Tabulasi Try Out, Pretest, Postest, dan Pengkategorian Tingkat Motivasi Berprestasi ................................................. 179

Lampiran G Uji Validitas, Reliabilitas, dan Hipotesis .............................. 192 Lampiran H

Dokumentasi Penelitian ........................................................ 201 Lampiran I

Surat Ijin Penelitian dan Surat Keterangan Penelitian .......... 205

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bersamaan dengan lajunya arus reformasi dalam dunia pendidikan, berbagai upaya pembenahan sistem pendidikan dan perangkatnya di Indonesia terus dilakukan, akibatnya muncul beberapa peraturan pendidikan untuk saling melengkapi dan penyempurnaan peraturan-peraturan dengan kebutuhan saat ini. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Amanat tersebut diselenggarakan melalui suatu sistem pendidikan nasional secara menyeluruh dalam segenap jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.

Upaya meningkatkan kualitas pendidikan tersebut terus menerus dilakukan tetapi berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukan peningkatan yang berarti. Sebagai contoh, Pemerintah telah menaikkan standar nilai kelulusan SMA dari tahun ke tahun dengan maksud untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Namun tetap saja pada kenyataannya setiap tahun angka ketidaklulusan siswa Upaya meningkatkan kualitas pendidikan tersebut terus menerus dilakukan tetapi berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukan peningkatan yang berarti. Sebagai contoh, Pemerintah telah menaikkan standar nilai kelulusan SMA dari tahun ke tahun dengan maksud untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Namun tetap saja pada kenyataannya setiap tahun angka ketidaklulusan siswa

Motivasi berprestasi merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam proses pendidikan maupun dalam proses melaksanakan tugas dalam kehidupan sehari-hari. Motivasi berprestasi dapat dilihat sebagai kondisi internal atau eksternal yang mempengaruhi bangkitnya, arahnya, serta tetap berlangsungnya suatu kegiatan atau tingkah laku (Martin dan Briggs, 1986). Motivasi berprestasi seseorang dapat dilihat atau disimpulkan dari adanya usaha yang ajeg, adanya kecenderungan untuk bekerja terus meskipun sudah tidak berada di bawah pengawasan, atau adanya kesediaan mempertahankan kegiatan secara sukarela kearah penyelesaian suatu tugas. Motivasi acapkali dikaitkan dengan prestasi, yaitu sebagai faktor yang menjadi penyebab keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam melaksanakan tugas.

Weiner (1985) seorang ahli psikologi dari Amerika Serikat mengemukakan bahwa hal-hal yang menyebabkan kegagalan atau kesuksesan adalah : (1) usaha, (2) kemampuan, (3) orang lain, (4) emosi, (5) tingkat kesulitan tugas, dan (6) keberuntungan. Berkaitan dengan usaha dan kemampuan, Bandura (1982) mengemukakan bahwa bila seseorang memiliki rasa yang kuat tentang

kemampuan dirinya (self efficacy) , maka akan mendesak usaha yang lebih besar untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menantang daripada orang yang memiliki keraguan diri akan kemampuannya. Adanya perasaan mampu (untuk berprestasi) yang dimiliki oleh seseorang, akan memberikan kontribusi yang sangat besar pada kemampuan dirinya (self efficacy) , maka akan mendesak usaha yang lebih besar untuk menyelesaikan tugas-tugas yang menantang daripada orang yang memiliki keraguan diri akan kemampuannya. Adanya perasaan mampu (untuk berprestasi) yang dimiliki oleh seseorang, akan memberikan kontribusi yang sangat besar pada

Studi mengenai motivasi mencakup daerah yang sangat luas. Namun demikian, menurut Martin dan Briggs (1986) cara penglihatannya dapat dilakukan dari dua segi, yaitu melihat motivasi sebagai faktor internal atau sebagai faktor eksternal. Tinjauan internal melihat motivasi terutama dari segi perspektif individu. Pusat perhatiaannya terletak pada usaha untuk memahami bagaimana motivasi dipengaruhi oleh cara individu memberikan arti kepada sebab-sebab keberhasilan maupun kegagalannya, atau bagaimana motivasi dipengaruhi oleh pengharapan (expectancy) terhadap hasil yang akan diperolehnya. Studi mengenai motivasi sebagai faktor internal muncul dalam bentuk topik-topik yang bervariasi, seperti minat (interest), hasrat ingin tahu (curiousity), harga diri (self-esteem), kecemasan (anxiety), motivasi untuk berprestasi (achievement motivation), atribusi (attribution), tingkat aspirasi (levels of aspirations), teori penguatan (reinforcement theory), letak pengendalian (locus of control), motif berkuasa (power motives), ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helpessness), penilaian terhadap kefeektifan diri sendiri (self efficacy), dan pengharapan (expectancy).

Tinjauan kedua melihat motivasi sebagai suatu yang dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar. Misalnya struktur sosial sekolah, iklim sekolah, dan besar kecilnya sekolah dapat mempengaruhi motivasi. Sekolah yang kecil diperkirakan dapat membangkitkan partisipasi aktif siswa serta mendorong Tinjauan kedua melihat motivasi sebagai suatu yang dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar. Misalnya struktur sosial sekolah, iklim sekolah, dan besar kecilnya sekolah dapat mempengaruhi motivasi. Sekolah yang kecil diperkirakan dapat membangkitkan partisipasi aktif siswa serta mendorong

Eccles dan Wagfield (2002) menyatakan bahwa motivasi berprestasi memiliki hubungan dengan nilai dan ekspektansi kesuksesan. Menurut Rokeach (1980) nilai merujuk pada kriteria untuk menentukan tingkat kebaikan, keburukan, dan keindahan. Nilai (value) merupakan pikiran-pikiran yang dimuat secara afektif tentang objek, ide-ide, tingkah laku, dan lainnya, yang menentukan tingkah laku, tetapi tidak wajib untuk melakukannya. Nilai-nilai kemandirian, keunggulan, dan semangat berprestasi perlu ditanamkan sedini mungkin sehingga pada saat usia seseorang memasuki usia produktif mereka dapat menghasilkan keluaran yang baik disertai sikap dan ketahanan mental yang matang.

Eccles (dalam Eccles dan Wigfield, 2002; Wigfield, dkk, 2004) memberikan definisi ekspektansi kesuksesan (expectancy for success) sebagai keyakinan individu tentang bagaimana mereka dapat melakukan sesuatu di masa depan dimana keyakinan tersebut didasari oleh kemampuannya yang dimiliki. Keyakinan seperti ini sangat penting untuk memotivasi seseorang meraih keberhasilan. Dukungan terhadap pernyataan ini sampai sekarang dapat dilihat dengan banyaknya buku tentang kesuksesan yang mengemukakan bahwa kunci kesuksesan ditentukan oleh keyakinan, harapan, keinginan, motivasi, dan impian (Elfiki, 2003; Schwartz, 1996).

Menurut Mahmud (1989) masa remaja merupakan masa yang penting bagi perkembangan prestasi. Dimana pada masa ini, remaja dituntut untuk terus berkembang dan meraih prestasi setinggi mungkin karena selama masa remaja Menurut Mahmud (1989) masa remaja merupakan masa yang penting bagi perkembangan prestasi. Dimana pada masa ini, remaja dituntut untuk terus berkembang dan meraih prestasi setinggi mungkin karena selama masa remaja

Selain mementingkan prestasi, Piaget (dalam Santrock, 2001) menambahkan bahwa salah satu ciri pemikiran operasional formal remaja adalah bahwa pada tahap perkembangannya, remaja memiliki pemikiran idealis. Dalam pemikiran yang idealis ini, remaja mulai berpikir tentang ciri-ciri ideal mereka dan orang lain dengan menggunakan standar-standar. Sementara pada masa anak- anak lebih berpikir tentang apa yang nyata dan apa yang terbatas. Selama masa remaja, pemikiran-pemikiran sering berupa fantasi yang mengarah ke masa depan. Salah satu ciri remaja adalah menginginkan sistem nilai dan kaidah yang serasi dengan kebutuhan atau keinginannya tidak selalu sama dengan sistem nilai dan kaidah yang dianut oleh orang dewasa.

Haldane (dalam Sia, 2001) mengatakan bahwa prestasi adalah sebuah pengalaman yang memberi seseorang suatu gabungan perasaan seperti perasaan bahwa dia telah melakukan sesuatu secara baik, perasaan senang dalam melakukan hal tersebut, perasaan bangga terhadap apa yang telah dilakukannya. Namun, penurunan prestasi di dalam kelas dapat membuat siswa merasa rendah diri. Spencer dan Wlodkowski (dalam Zenzen, 2002) menyatakan bahwa prestasi yang tinggi membawa kebanggaan bagi siswa, dan sebaliknya kegagalan mencapai prestasi yang diinginkan terkadang membawa rasa malu bagi yang bersangkutan. Hal tersebut terlihat ketika peneliti berkesempatan mengadakan konseling di SMA Negeri 8 Surakarta dimana pada kesempatan tersebut peneliti melakukan konseling dengan beberapa siswa. Menurut para siswa tersebut Haldane (dalam Sia, 2001) mengatakan bahwa prestasi adalah sebuah pengalaman yang memberi seseorang suatu gabungan perasaan seperti perasaan bahwa dia telah melakukan sesuatu secara baik, perasaan senang dalam melakukan hal tersebut, perasaan bangga terhadap apa yang telah dilakukannya. Namun, penurunan prestasi di dalam kelas dapat membuat siswa merasa rendah diri. Spencer dan Wlodkowski (dalam Zenzen, 2002) menyatakan bahwa prestasi yang tinggi membawa kebanggaan bagi siswa, dan sebaliknya kegagalan mencapai prestasi yang diinginkan terkadang membawa rasa malu bagi yang bersangkutan. Hal tersebut terlihat ketika peneliti berkesempatan mengadakan konseling di SMA Negeri 8 Surakarta dimana pada kesempatan tersebut peneliti melakukan konseling dengan beberapa siswa. Menurut para siswa tersebut

Monte dan Lifrieri (dalam Zenzen, 2002) menyatakan bahwa setiap siswa memiliki keinginan kuat untuk berprestasi dan memiliki kemampuan untuk meraih prestasi tersebut. Akan tetapi saat prestasi yang diperoleh tidak sebanding dengan usaha yang dikerahkan, para siswa cenderung merasa sia-sia dan membuang waktu. Beberapa siswa cenderung merasa bahwa mereka tidak mampu untuk menyelesaikan tugas yang diberikan, sehingga prestasi yang diperoleh kurang memuaskan. Hal itu membuat siswa cenderung memilih untuk mendapatkan prestasi yang rendah daripada membuktikan bahwa mereka tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan tugas yang diberikan.

Siswa dengan tingkat inteligensi yang tinggi belum tentu menghasilkan prestasi yang tinggi, demikian juga siswa dengan tingkat inteligensi yang rendah, belum tentu menghasilkan prestasi yang rendah juga. Ada faktor lain yang berpengaruh dalam menentukan keberhasilan siswa, salah satunya yaitu adanya dorongan dari siswa itu sendiri untuk berprestasi. Dorongan untuk berpestasi dalam diri siswa sangat dibutuhkan untuk bisa menimbulkan semangat pada diri siswa dalam mencapai target prestasi atau standar yang diinginkan. Dorongan berprestasi ini disebut juga dengan motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi Siswa dengan tingkat inteligensi yang tinggi belum tentu menghasilkan prestasi yang tinggi, demikian juga siswa dengan tingkat inteligensi yang rendah, belum tentu menghasilkan prestasi yang rendah juga. Ada faktor lain yang berpengaruh dalam menentukan keberhasilan siswa, salah satunya yaitu adanya dorongan dari siswa itu sendiri untuk berprestasi. Dorongan untuk berpestasi dalam diri siswa sangat dibutuhkan untuk bisa menimbulkan semangat pada diri siswa dalam mencapai target prestasi atau standar yang diinginkan. Dorongan berprestasi ini disebut juga dengan motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi

Penelitian yang dilakukan Widyaningrum dan Rachmawati (2007) menyebutkan bahwa 150 siswa di SMAN 1 Kasihan Bantul yang memiliki kecerdasan adversitas menunjukkan prestasi belajar yang tinggi, begitu pula sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa prestasi tidak semata-mata bergantung pada IQ dan EQ seseorang, tetapi juga terkait dengan daya juang seseorang

(kecerdasan adversitas). Hellen Keller dengan ketahanannya mengatasi kesulitan, keingintahuannya serta kecerdasannya mampu membuatnya berprestasi dalam berbagai bidang (Crow, 2000).

Hasil penelitian Mulyani (2006), menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan prestasi belajar matematika, dengan koefisien korelasi sebesar 0,88548 pada taraf signifikansi 1%. Penelitian dari Averoes (2011) mengungkap bahwa motivasi berprestasi dapat meningkatkan prestasi belajar, yang ditunjukkan dengan nilai korelasi 0,931 pada taraf signifikansi 1%.

Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Namun demikian, pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya ranah rasa siswa, sangat sulit. Hal ini disebabkan perubahan hasil belajar itu ada yang bersifat intangible (tidak dapat diraba). Oleh karena itu, yang Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa. Namun demikian, pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya ranah rasa siswa, sangat sulit. Hal ini disebabkan perubahan hasil belajar itu ada yang bersifat intangible (tidak dapat diraba). Oleh karena itu, yang

Subjek penelitian yang diambil adalah siswa-siswi SMA Negeri 8 Surakarta. Penulis memilih lokasi ini karena peneliti ingin mengetahui seberapa besar motivasi berprestasi yang dimiliki oleh siswa-siswi kelas X di SMA Negeri

8 Surakarta. Berkaitan dengan subjek penelitian adalah siswa-siswi sekolah menengah atas, peneliti berupaya mencari informasi tentang data siswa yang mengikuti Ujian Akhir Nasional di Kantor Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Surakarta.

Data yang diperoleh dari Kantor Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kota Surakarta menyebutkan dari seluruh SMA negeri dan swasta di Kota Surakarta sebanyak 37 sekolah, hanya 16 SMA yang siswanya berhasil lulus 100%. Dalam harian Solopos tanggal 15 Mei 2011, hasil wawancara pihak Solopos dengan Budi Setiono, Sekretaris II Panitia UN 2011 Kota Surakarta, mengungkapkan 21 sekolah dari 37 SMA negeri dan swasta tidak berhasil lulus 100%. Sedangkan untuk kelompok SMK, dari 45 sekolah yang ada di Kota Solo,

33 sekolah lulus 100%. Untuk kategori MA, dua sekolah lulus 100% dan dua lainnya tidak. Dibandingkan tahun 2010, angka ketidaklulusan siswa dalam UN 2011 di Kota Surakarta memang mengalami penurunan yang signifikan. Di kelompok SMA/MA, tingkat kelulusan di UN 2010 tercatat hanya 91,7% dengan jumlah siswa tidak lulus sebanyak 209 siswa. Jumlah itu merosot drastis karena di UN tahun 2011 jumlah siswa tidak lulus 113 siswa. Namun melihat persentase

2011 ini, menjadikan peneliti tertarik untuk meneliti kaitannya dengan motivasi berprestasi siswa di sekolah tersebut.

Setiap siswa memiliki motivasi yang berbeda-beda untuk berprestasi. Menurut Nolker dan Scoenfeldt (1988), pengukuhan (reinforcement) memiliki peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi proses belajar. Pengukuhan terjadi apabila pihak yang belajar dapat melihat bahwa upayanya membawa hasil baik. Jika proses saling memperkukuh antar kegiatan belajar serta berlangsungnya cukup lama secara lancar, siswa bersangkutan akan memperoleh motivasi belajar dan prestasi yang kukuh. Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa mekanisme ini juga bekerja ke arah negatif. Jika siswa selama jangka waktu panjang sering mengalami kegagalan dalam kegiatan belajarnya, maka pada dirinya timbul perkiraan akan gagal lagi. Harapan negatif ini akan menghalangi timbulnya motivasi belajar. Hal ini dapat dilihat dari gambar berikut ini:

Keinginan berprestasi, kepercayaan

pada diri sendiri

Motivasi belajar Harapan berhasil

Pengukuhan positif

Keberhasilan

Pelajar

Pengukuhan negatif

Perkiraan gagal Hambatan belajar

Ketakutan berprestasi, keengganan berprestasi

Gambar 1 Keberhasilan dan Kegagalan dalam Pengalaman Belajar

(Nolker dan Scoenfeldt, 1988)

Motivasi sangat penting karena siswa yang mempunyai motivasi akan lebih berhasil ketimbang siswa yang tidak memiliki motivasi (Hamalik, 1992). Hal ini dipertegas oleh Imron (1996) yang menyatakan bahwa motivasi belajar memegang peranan penting dalam memberikan gairah, semangat, dan rasa senang dalam belajar sehingga yang mempunyai motivasi tinggi memiliki energi yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar. Dengan kata lain siswa yang mempunyai motivasi tinggi sangat sedikit yang tertinggal belajarnya dan sangat sedikit pula kesalahan dalam belajarnya.

Manusia pada hakikatnya mempunyai kemampuan untuk berprestasi di atas kemampuan lain, seperti yang diungkapkan oleh David C. McClelland (Thoha, 2008). McClelland menyebutkan adanya need for Achievement disingkat n-Ach dan motif berprestasi pada diri individu. Motif berprestasi ialah keinginan untuk berbuat sebaik mungkin tanpa banyak dipengaruhi oleh kebanggan dan pengaruh sosial, melainkan demi kepuasan pribadinya. Sementara n-Ach adalah dorongan untuk meraih sukses gemilang hasil yang sebaik-baiknya menurut standar terbaik.

Kemampuan mengatasi kesulitan / tantangan diperlukan dalam perjalanan individu guna meraih kesuksesan. Stoltz (2000) menyatakan individu dengan kemampuan mengatasi kesulitan rendah memiliki sikap pesimis dan mudah putus asa, mereka cenderung berpikir bahwa setiap persoalan hidup yang dihadapi selalu bersumber dari diri sendiri. Berbeda dengan individu yang memiliki kemampuan mengatasi kesulitan tinggi, Stoltz (2000) menyatakan bahwa individu dengan kemampuan mengatasi kesulitan tinggi cenderung memiliki sikap optimis dan

memandang kesulitan yang dihadapinya tidak bersifat permanen sehingga sangat mungkin untuk ditemukan penyelesaiannya. Pada individu yang memiliki sikap optimis masalah dipahami sebagai suatu yang dapat dibatasi sehingga tidak meluas ke seluruh sisi kehidupan. Individu dengan kemampuan tinggi dalam mengatasi kesulitan akan mengubah kemalangan yang dihadapinya menjadi kesuksesan dan individu akan belajar dari kegagalan yang dialami. Hal ini juga berlaku dalam dunia pendidikan. Dengan memiliki kemampuan mengatasi kesulitan yang tinggi maka siswa tidak akan mudah putus asa dan merasa rendah diri saat mengetahui bahwa prestasinya menurun atau tidak sesuai target yang ditetapkan, bahkan kegagalan tersebut akan membuat siswa bersemangat belajar untuk memperoleh hasil yang lebih baik lagi.

Mortel (2000) mengemukakan kegagalan ialah suatu proses yang perlu dihargai. Lebih lanjut Mortel (2000) juga berpendapat bahwa kegagalan hanyalah suatu pengalaman yang akan menghantar untuk mencoba berusaha lagi dengan pendekatan yang berbeda. Seiring dengan itu Maxwell (2004), mengungkapkan bahwa perbedaan antara individu yang berprestasi biasa dengan individu yang prestasinya luar biasa adalah persepsinya tentang kegagalan serta bagaimana responnya terhadap kegagalan.

Wetner (dalam Stoltz, 2000) mengatakan bahwa individu yang mengubah kegagalannya menjadi batu loncatan mampu memandang kekeliruan atau pengalaman negatifnya sebagai bagian dari hidupnya, belajar darinya dan kemudian maju terus. Mereka mendekati segala sesuatu dengan melihat bagaimana menghadapinya, bukan mencemaskan apa jadinya nanti bila keliru.

Menurut Maxwell (2004), ada tujuh kemampuan yang dibutuhkan untuk mengubah kegagalan menjadi batu loncatan yaitu: (l) para peraih prestasi pantang menyerah dan tidak jemu-jemunya mencoba karena tidak mendasarkan harga dirinya pada prestasi, (2) para peraih prestasi memandang kegagalan sebagai sementara sifatnya, (3) para peraih prestasi memandang kegagalan sebagai insiden-insiden tersendiri, (4) para peraih prestasi memiliki ekspektasi yang realistik, (5) para peraih prestasi memfokuskan perhatian pada kekuatan- kekuatannya, (6) para peraih prestasi menggunakan berbagai pendekatan dalam meraih prestasinya, dan (7) para peraih prestasi mudah bangkit kembali.

Berdasarkan uraian di atas peneliti melihat bahwa setiap individu membutuhkan kemampuan yang dapat digunakan untuk menghadapi kesulitan dalam kehidupan sehari-hari terutama bagi para peserta didik. Oleh karena itu peneliti merasa bahwa para siswa membutuhkan pelatihan yang sesuai untuk meningkatkan kemampuan dalam menghadapi tantangan atau kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi, salah satunya dengan memberikan pelatihan kecerdasan adversitas. Diharapkan, setelah dilakukan pelatihan kecerdasan adversitas tersebut siswa akan lebih memiliki kemampuan untuk menghadapi kesulitan dengan lebih baik, lebih mampu meningkatkan motivasi berprestasi, dan dapat memperoleh keberhasilan sesuai yang diharapkan selama ini. Oleh sebab itu, peneliti berinisiatif mengambil judul “Pengaruh Pelatihan Kecerdasan Adversitas terhadap Motivasi Berprestasi pada Siswa Kelas X di SMA Negeri 8 Surakarta ”.

B. Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah di atas maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah : “Apakah ada pengaruh pelatihan kecerdasan adversitas terhadap motivasi berprestasi pada siswa kelas X di SMA Negeri 8 Surakarta? ”

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan kecerdasan adversitas terhadap motivasi berprestasi pada siswa kelas X di SMA Negeri 8 Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmiah bagi wahana perkembangan ilmu psikologi khususnya psikologi pendidikan yang berkaitan dengan motivasi berprestasi.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Sekolah Penelitian ini diharapkan dapat membangun jiwa semangat di dalam meningkatkan kualitas individu yang berada di SMA Negeri 8 Surakarta.

b. Bagi Guru

1) Apabila penelitian ini terbukti maka guru dapat menambahkan metode atau cara pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar.

2) Sebagai bahan tambahan masukan untuk guru dalam meningkatkan motivasi berprestasi siswa.

c. Bagi Siswa

1) Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan motivasi berprestasi para siswa di SMA Negeri 8 Surakarta.

2) Membantu, mendorong siswa mencapai pengembangan diri, menumbuhkan rasa percaya diri, menghilangkan rasa takut dalam melaksanakan tugas dan mengerjakan ujian bagi siswa SMA Negeri 8 Surakarta.

d. Bagi Peneliti Lain

1) Sebagai masukan bagi peneliti lain yang akan mengadakan penelitian di masa yang akan datang.

2) Memberikan informasi terkait tentang pelatihan kecerdasan adversitas dan motivasi berprestasi pada siswa.

BAB II LANDASAN TEORI

A. Motivasi Berprestasi

1. Pengertian Motivasi Berprestasi

Konsep motivasi berprestasi adalah bentuk yang lebih spesifik dari motif. Motif menurut Suryabrata (2004) adalah keadaan dalam pribadi orang yang mendorong individu untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai sesuatu tujuan. Nashar (2004) mengemukakan motif ialah sesuatu yang mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu. Freud (dalam Nashar, 2004) mengungkapkan bahwa motif merupakan energi dasar yang terdapat dalam diri seseorang.

Motivasi berasal dari kata Latin “movere” yang berarti dorongan atau menggerakkan. Dorongan atau tenaga tersebut merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat. Chaplin (2002) istilah motivasi secara umum diartikan sebagai variabel yang ikut campur tangan yang menimbulkan faktor-faktor tertentu untuk membangkitkan, mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan tingkah laku menuju satu sasaran.

Atkinson (1996) mendefinisikan motivasi sebagai faktor-faktor yang menguatkan perilaku dan memberikan arahannya. Woolfolk (2004) berpendapat, motivasi merupakan suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, memberi arah, dan ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut.

McClelland (1987), menggunakan istilah n-Ach (need for achievement) atau motivasi berprestasi yaitu kebutuhan untuk meraih hasil atau prestasi. Motivasi berprestasi ditemukan pada pikiran yang berhubungan dengan melakukan sesuatu yang baik, lebih baik dari sebelumnya dan lebih efisien.

Motivasi berprestasi dalam perilaku individu ada dua kecenderungan yaitu: (a) Individu yang cenderung mengejar atau mendekati kesuksesan (tendency to approach success) , dan (b) Individu yang berusaha untuk menghindari kegagalan (tendency to avoid failure) . Dalam perilaku tampak individu yang tinggi motivasi berprestasinya akan memperlihatkan perilaku individu yang cenderung mengejar atau mendekati kesuksesan dan individu dengan motivasi berprestasi rendah akan menonjolkan usaha untuk menghindari kegagalan atau ketakutan akan kegagalan (Atkinson, 1996).

Motivasi berprestasi adalah motif yang mendorong individu dalam mencapai sukses dan tujuan untuk berhasil dalam kompetisi dengan beberapa ukuran keberhasilan, yaitu dengan membandingkan pre stasi. Selanjutnya, As’ad (1991) menyatakan bahwa motivasi berprestasi adalah kebutuhan untuk berbuat lebih baik dari orang lain, yang mendorong individu untuk menyelesaikan tugas lebih sukses, untuk mencapai prestasi yang tinggi.

Gage dan Berliner (1992) berpendapat bahwa motivasi berprestasi adalah motivasi untuk sukses, untuk menjadi yang terbaik dalam sesuatu hal. Hollyforde dan Whiddet (2003) menyatakan basis dari motivasi berprestasi adalah kekuatan untuk mencapai kesuksesan. Tentunya setiap individu memiliki definisi tentang kesuksesan pada diri mereka masing-masing. Semakin sukses seseorang mencapai Gage dan Berliner (1992) berpendapat bahwa motivasi berprestasi adalah motivasi untuk sukses, untuk menjadi yang terbaik dalam sesuatu hal. Hollyforde dan Whiddet (2003) menyatakan basis dari motivasi berprestasi adalah kekuatan untuk mencapai kesuksesan. Tentunya setiap individu memiliki definisi tentang kesuksesan pada diri mereka masing-masing. Semakin sukses seseorang mencapai

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat diketahui bahwa motivasi berprestasi adalah dorongan dari dalam diri individu untuk mencapai suatu kesuksesan dengan selalu berusaha mengatasi segala rintangan yang menghambat pencapaian tujuannya.

2. Aspek-aspek Motivasi Berprestasi

Setiap individu mempunyai aspek-aspek dalam motivasi berprestasi yang berbeda antara individu yang satu dengan yang lainnya, ada individu yang memiliki motivasi untuk berprestasi tinggi ada pula individu yang memiliki motivasi untuk berprestasi rendah. Seperti yang dikemukakan oleh Murray (1990), aspek-aspek motivasi berprestasi adalah:

a. Mempunyai perasaan yang kuat untuk mencapai tujuan dengan hasil yang sebaik-baiknya.

b. Memiliki tanggung jawab pribadi yang besar, mampu bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan menentukan masa depannya, sehingga apa yang dicita-citakan berhasil.

c. Mempergunakan umpan balik untuk mentukan tindakan yang lebih efektif guna mencapai prestasi, kegagalan-kegagalan yang dialami tidak membuatnya putus asa, melainkan sebagai pelajaran untuk berhasil.

d. Cenderung mengambil resiko “sedang” dalam arti tindakan-tindakannya sesuai dengan batas kemampuan yang dimilikinya.

e. Cenderung bertindak secara kreatif dan inovatif.

f. Menyukai hal-hal baru yang penuh tantangan. Lebih lanjut, McClelland (1987) menerangkan enam aspek motivasi berprestasi yaitu sebagai berikut:

a. Mempunyai tanggung jawab pribadi atas segala perbuatannya Individu yang mempunyai motif berprestasi tinggi cenderung untuk melakukan sendiri apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Mereka akan berusaha untuk menyelesaikannya dan tidak akan meninggalkan tugas tersebut walaupun semakin sulit sebelum menyelesaikannya. Individu ini juga mempunyai pandangan bahwa apapun hasil yang didapatkan adalah karena usahanya sendiri sehingga ia tidak akan menyalahkan orang lain apabila terjadi kegagalan.

b. Memperhatikan umpan balik atas perbuatan atau tugas yang dilakukannya

Individu akan memaknakan umpan balik sebagai suatu masukan yang penting, dimana ia dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan dirinya dalam melakukan suatu hal tertentu sehingga informasi tersebut dapat menjadi pedoman bagi perbuatannya di kemudian hari. Hal ini membuat individu dengan motivasi berprestasi tinggi mempunyai keterbukaan tentang umpan balik, aktif mencari umpan balik, dan senang mencari umpan balik.

c. Resiko pemilihan tugas Individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan menetapkan tujuan prestasi yang realistis, sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Mereka lebih suka bekerja dengan tantangan moderat yang menjanjikan kesuksesan, tidak suka melakukan pekerjaan yang mudah dimana tidak ada tantangan sehingga ada kepuasan untuk kebutuhan berprestasinya. Apabila menemui tugas yang sukar dapat dikerjakan dengan membagi tugas menjadi beberapa bagian yang tiap bagian tersebut akan lebih mudah untuk diselesaikan.

d. Tekun dan ulet dalam bekerja Individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan lebih bertahan atau tekun dalam mengerjakan tugas walaupun tugas tersebut menjadi semakin sulit. Mereka akan menetapkan tujuan yang realistis yang sesuai dengan kemampuan, berusaha dengan keras mencapai tujuan dan akan mengatur dirinya agar dapat mencapai tujuan tersebut secara efektif. Sekalipun menemui kesulitan, ia akan memandang kesulitan tersebut sebagai suatu tantangan dan merasa yakin dapat mengatasinya dengan kerja keras dan pantang mundur.

e. Dalam melakukan tugas penuh dengan pertimbangan dan perhitungan Sebelum melakukan suatu hal, individu cenderung membuat perencanaan secara matang dan mempersiapkan terlebih dahulu hal-hal yang diperlukan agar apa yang akan dilakukannya berhasil dengan baik sesuai rencana. Disamping itu individu juga mampu mengadakan antisipasi bencana untuk keberhasilan pelaksanaan tugasnya.

f. Berusaha melakukan sesuatu dengan cara yang kreatif Individu dengan motivasi berprestasi tinggi senang bekerja dalam situasi dimana ia dapat mengontrol hasilnya. Individu berusaha mencari cara untuk mengerjakan suatu hal dengan lebih baik, suka melakukan pekerjaan yang tidak biasa atau unik sifatnya serta senang bertindak kreatif dengan mencari cara untuk menyelesaikan tugas seefisien dan seefektif mungkin.

Menurut pandangan Syah (2001), individu yang memiliki motivasi berprestasi terdapat aspek-aspek:

a. Ingin menyaingi atau mengungguli orang lain.

b. Berupaya untuk meningkatkan harga diri melalui penyaluran bakat/kemampuan secara sukses.

c. Ingin mengusai.

d. Memanipulasi dan mengatur lingkungannya agar dapat menunjang pencapain prestasi.

e. Ada kebutuhan yang besar untuk bisa mandiri dan mencapai standar tinggi.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti sependapat dengan McClelland (1987) tentang aspek-aspeknya, antara lain menyenangi tugas atas tanggung jawab pribadi, menyenangi umpan balik atas perbuatan yang dilakukan, menyenangi tugas yang penuh tantangan, tekun dan ulet dalam bekerja, melaksanakan tugas penuh dengan pertimbangan dan perhitungan, keberhasilan tugas merupakan faktor yang penting bagi dirinya. Peneliti sependapat dikarenakan aspek-aspek tersebut cocok untuk diterapkan untuk kalangan pelajar terutama pada siswa SMA.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi

Perbuatan manusia selalu didorong oleh faktor-faktor yang mendorong dirinya untuk melakukan perbuatan atau tingkah laku tertentu untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Tidak ada manusia yang mengerjakan suatu aktifitas atau pekerjaan tertentu kalau tidak ada tujuan yang ingin dicapainya. Faktor pendorong itu disebut motif sehingga masing-masing akvifitas atau pekerjaan yang dilakukan oleh manusia akan selalu didasari oleh suatu motif tertentu.

Motivasi berprestasi sebagai pendorong individu untuk mengatasi tantangan, rintangan dalam mencapai tujuan-tujuannya dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang dapat mempengaruhi motivasi berprestasi menurut Mc.Clelland (1987) diantaranya yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor internal

1) Keadaan jasmani. Keadaan jasmani baik yang bersifat bawaan atau bukan bersifat bawaan, antara lain bentuk wajah, tinggi badan, warna kulit dan sebagainya. Cacat fisik yang dimiliki individu akan dapat menghambat dirinya untuk mempunyai motif berprestasi yang tinggi.

2) Usia. Kesadaran akan usia yang semakin bertambah menjadi suatu pendorong seseorang untuk mencapai prestasi yang lebih tinggi. Dalam hal ini bahwa orang yang berusia lebih tua akan semakin banyak berpengalaman dalam kehidupan dan mempunyai suatu kiat-kiat tertentu untuk menghindari kegagalan dan tidak akan melakukan kegagalan yang sama.

3) Inteligensi. Inteligensi akan mempengaruhi motif berprestasi seseorang, semakin tinggi tingkat inteligensi akan semakin tinggi pula motif berprestasinya.

4) Kepribadian. Tiap-tiap individu mempunyai sifat-sifat kepribadian yang berbeda antara individu yang satu dengan yang lain..

5) Minat. Individu yang mempunyai minat untuk belajar, berkompetisi dan tidak mengharapkan kegagalan akan mempunyai motif berprestasi yang tinggi.

6) Citra Diri yaitu gambaran seseorang mengenai dirinya. Seseorang yang mempunyai citra diri positif akan tampak percaya diri, aktif dan berani dalam menghadapi sesuatu. Sebaliknya seseorang yang memiliki citra diri negatif akan tampak ragu-ragu, kurang percaya diri dan kurang berani dalam menghadapi sesuatu meskipun sebenarnya memiliki kemampuan. Dilihat dari ciri-ciri yang ada maka individu yang mempunyai citra diri positif akan memiliki motivasi berprestasi lebih tinggi daripada individu yang memiliki citra diri negatif.

7) Keberhasilan yang pernah dicapai. Keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan memiliki arti bahwa individu mampu mengatasi kesulitan dan tantangan yang dihadapi keberhasilan ini akan menumbuhkan kepercayaan pada diri serta penghargaan atas usaha yang dilakukannya, dalam pandangan yang positif pada dirinya akan menimbulkan suatu harapan baru untuk mencapai prestasi yang lebih baik.

8) Tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh pada kebutuhan-kebutuhannya. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan menuntut timbal balik yang nyata, misalnya: mempunyai aspirasi yang realistik pada dirinya. Individu yang berpendidikan tinggi akan lebih banyak menuntut peranan bagi dirinya dibandingkan dengan individu yang berpendidikan rendah.

b. Faktor Eksternal

1) Lingkungan Keluarga. Terbentuknya motivasi berprestasi bersumber dari cara-cara orang tua mendidik dan mengasuh anak. Orang tua yang mendidik anaknya untuk berusaha menentukan sendiri apa yang sebaiknya dilakukan dan mampu mengerjakan tugas-tugasnya tanpa bantuan orang lain, disertai dengan sikap orang tua yang selalu menghargai setiap prestasi yang telah dicapai anak, akan menumbuhkan motivasi berprestasi yang tinggi pada anak. Latihan yang diberikan oleh orang tua untuk percaya pada diri sendiri dapat membantu timbulnya motivasi berprestasi, sesuai dengan perkembangannya.

2) Lingkungan Masyarakat. Yaitu tempat individu hidup dan bergaul, kegiatan masyarakat, budaya, tradisi, nilai hidup dan pola hidup yang dianut masyarakat lingkungannya. Semua itu dapat mempengaruhi motivasi berprestasi individu. Motivasi berprestasi berkembang karena pengaruh kebudayaan dan lingkungan yang mementingkan kebebasan pada anggota. Motivasi berprestasi berkembang karena pengaruh kebudayaan dan lingkungan yang mementingkan perkembangan 2) Lingkungan Masyarakat. Yaitu tempat individu hidup dan bergaul, kegiatan masyarakat, budaya, tradisi, nilai hidup dan pola hidup yang dianut masyarakat lingkungannya. Semua itu dapat mempengaruhi motivasi berprestasi individu. Motivasi berprestasi berkembang karena pengaruh kebudayaan dan lingkungan yang mementingkan kebebasan pada anggota. Motivasi berprestasi berkembang karena pengaruh kebudayaan dan lingkungan yang mementingkan perkembangan

aspek genetik sehingga pembentukan sangat ditentukan oleh berbagai faktor dari luar yang terus berkembang sebagai suatu pengalaman yang mempengaruhi individu, faktor dari luar yang dimaksud dapat berasal dari keluarga, sekolah, dan lain-lain. Individu yang dibesarkan pada keluarga yang sangat mengahargai prestasi sehingga dalam kehidupannya kelak pencapaian sebuah prestasi dalam berbagai hal adalah sesuatu yang memang harus dia capai. Sebaliknya apabila dalam keluaga tidak ada penghargaan yang diberikan jika ia menunjukkan suatu prestasi, maka motivasi berprestasi yang bersangkutanpun tidak akan optimal.