Hubungan Antara Pola Tidur Dengan Kejadian Akne Vulgaris Pada Mahasiswa Universitas Sebelas Maret

AKNE VULGARIS PADA MAHASISWA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Trisna Adhy Wijaya G0008177 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta

2011

commit to user

Skripsi dengan judul : Hubungan antara Pola Tidur dengan Kejadian Akne Vulgaris pada Mahasiswa Universitas Sebelas Maret

Trisna Adhy Wijaya, NIM : G0008177, Tahun : 2011

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Pada Hari Rabu, Tanggal 2 Nopember 2011

Pembimbing Utama

Nama : Muhammad Eko Irawanto, dr., Sp.KK

................................

NIP : 19751225 200812 1 003

Pembimbing Pendamping

Nama : Sutarmiadji Djumarga P, Drs., M.Kes

.................................

NIP : 19511211 198602 1 001

Penguji Utama

Nama : Nugrohoaji Dharmawan, dr., Sp.KK., M.Kes ............................ ...... NIP

: 19751030 200812 1 001

Anggota Penguji

Nama : Arie Kusumawardani, dr., Sp.KK

Ketua Tim Skripsi

Muthmainah, dr., M.Kes

NIP.19660702 199802 2 001

Dekan FK UNS

Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM

NIP. 19510601 197903 1 002

commit to user

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 2 Nopember 2011

Nama Trisna Adhy Wijaya. NIM. G0008177

commit to user

Trisna Adhy Wijaya, G0008177, 2011, Hubungan antara Pola Tidur dengan Kejadian Akne Vulgaris pada Mahasiswa Universitas Sebelas Maret.

Tujuan Penelitian : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola tidur dengan kejadian akne vulgaris pada Mahasiswa Universitas Sebelas Maret dengan mengontrol faktor perancu frekuensi cuci muka/hari.

Metode Penelitian : Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel dipilih dengan teknik fixed exposure sampling. Ukuran sampel adalah 30 mahasiswa dengan pola tidur baik dan 30 mahasiswa dengan pola tidur buruk. Lokasi penelitian dilaksanakan di lingkungan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Waktu penelitian pada bulan Mei-Juli 2011. Masing-masing sampel mengisi kuisoner dan di foto wajahnya menggunakan kamera digital. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis bivariat chi square yang diolah dengan menggunakan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17.00 for Windows.

Hasil Penelitian : Pada penelitian ini menunjukkan terdapat hubungan yang secara statistik signifikan antara pola tidur dengan kejadian akne vulgaris. Mahasiswa dengan pola tidur buruk berisiko untuk menderita akne vulgaris tiga kali lebih besar daripada mahasiswa dengan pola tidur baik (OR = 3.4; CI95% 1.2 s.d 10).

Simpulan Penelitian : Penelitian ini menyimpulkan pola tidur yang baik dapat mengurangi kejadian akne vulgaris. Disarankan untuk menjaga durasi tidur yang cukup dan tanpa cahaya lampu agar dapat mengurangi kejadian akne vulgaris.

Kata Kunci : akne vulgaris, pola tidur

commit to user

Trisna Adhy Wijaya, G0008177, 2011, The Relationship Between Sleep Pattern With Acne Vulgaris Incidences Among Student of Sebelas Maret University.

Objective : This research aimed to know the relationship between sleep pattern with acne vulgaris incidences at student of Sebelas Maret University with controlling for confounding factors frequency of facial washing/day.

Methods : This study was observational analytic by using cross-sectional design. The sample was selected by fixed exposure sampling. Samples size were 30 well

sleep pattern student and 30 bad sleep pattern student. Research location was in Sebelas Maret University enviroment.This research held on Mei until July 2011. Each sample filled out the questionaire and face of each sample photographed with digital camera. The data was analyzed by using bivariat analyzed chi square run on Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17.00 for Windows.

Result : The result of this study showed there is significance relationship between sleep pattern with acne vulgaris incidences. Student who with bad sleep pattern had three times higher risk of ance vulgaris incidences than those who well sleep pattern (OR = 3.4; CI95% 1.2 s.d 10). This conclusion waas made after controlling for the effect of frequency of facial washing/day.

Conclusion : This research concludes well sleep pattern can reduce acne vulgaris incidences. It is suggested to keep enough sleep duration and always sleep without light of lamp to reduce acne vulgaris incidences.

Key word : sleep pattern, acne vulgaris

commit to user

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata’ala karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan antara Pola Tidur dengan Kejadian Akne Vulgaris pada Mahasiswa Universitas Sebelas Maret”.

Atas bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga dapat terselesaikan penulisan skripsi ini, penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada :

1. Prof. Dr. Zainal Arifin Abidin, dr., SpPD-KR-FINASIM, sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas yang telah mengijinkan pelaksanaan penelitian ini dalam rangka penyusunan skripsi.

2. Muhammad Eko Irawanto, dr., Sp.KK sebagai Pembimbing Utama yang telah memberikan waktu, pengarahan, bimbingan, dan motivasi kepada penulis.

3. Sutarmiadji Djumarga P. Drs, M.Kes sebagai Pembimbing Pendamping yang telah memberikan waktu, pengarahan, bimbingan, dan motivasi kepada penulis.

4. Nugrohoaji Dharmawan, dr., Sp.KK., M.Kes sebagai Penguji Utama yang telah memberikan waktu, masukan, dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Arie Kusumawardani, dr., Sp.KK, sebagai Anggota Penguji yang telah memberikan waktu, masukan, dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Muthmainah, dr., M.Kes, sebagai Ketua Tim Skripsi yang telah memberikan motivasi dan segala kemudahan dalam penulisan skripsi.

7. Seluruh Staf Bagian Skripsi. Ibu Eny dan Pak Nardi atas segala bantuan yang telah diberikan.

8. Seluruh Staf Bagian Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Moewardi Surakarta atas segala bantuannya.

9. Seluruh anggota keluarga peneliti untuk doa dan bantuan yang luar biasa.

10. Semua teman yang mendukung dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Surakarta, 2 Nopember 2011

Trisna Adhy Wijaya

commit to user

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 34 LAMPIRAN

commit to user

Halaman

Tabel 4.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur ............................................... 24 Tabel 4.2. Analisis Bivariat Chi Square Pola Tidur dengan Kejadian

Akne Vulgaris ..................................................................................... 26 Tabel 4.3. Karakteristik Data Umur ................................................................... 27 Tabel 4.4. Analisis Bivariat Chi Square Hubungan Umur dengan Kejadian

Akne Vulgaris ..................................................................................... 27

commit to user

Halaman

Gambar 1. Fisiologi Sekresi Melatonin ............................................................. 7 Gambar 2. Pembentukkan Komedo ................................................................... 12 Gambar 4.1. Diagram Persentase Sampel Menurut Kelompok Umur .............. 25 Gambar 4.3. Diagram Persentase antara Pola Tidur dengan Kejadian

Akne Vulgaris ................................................................................ 26

Gambar 4.4. Diagram Persentase Kejadian Akne Vulgaris Menurut Umur ..... 28

commit to user

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian Lampiran 2. Data subjek Penelitian Lampiran 3. Foto Subjek Penelitian dengan Akne Vulgaris Negatif Lampiran 4. Foto Subjek Penelitian dengan Akne Vulgaris Positif Lampiran 5. Pengolahan Data dengan SPSS 17

commit to user

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Akne vulgaris merupakan penyakit kulit karena inflamasi kronik pada unit pilosebasea, terutama pada remaja dan dewasa muda (Lavers dan Courtenay, 2011). Hampir setiap orang pasti pernah menderita akne vulgaris. Umumnya kejadian akne vulgaris pada wanita sekitar umur 14 - 17 tahun dan pada pria 16 - 19 tahun (Wasitaatmadja, 2007). Gambaran klinis akne vulgaris sering polimorf; terdiri dari beberapa kelainan kulit berupa komedo, papul, pustul, nodul, dan jaringan parut (Wasitaatmadja, 2007).

Akne vulgaris merupakan penyakit kulit yang multifaktorial dimana penyebab dan patogenesisnya belum sepenuhnya jelas. Salah satu faktor yang berperan terhadap terjadinya akne vulgaris pada remaja adalah meningkatnya sekresi sebum akibat tingginya sekresi hormon androgen (Fabbrocini et al., 2009). Peran androgen pada kejadian akne vulgaris memerlukan perantara Reseptor Androgen (RA) yang terletak di membran basal dan akar luar kelenjar sebasea (Liang et al., 1993 dan Choudry et al., 1992 cite of Zouboulis et al., 2008).

Akne vulgaris adalah masalah yang dapat mempengaruhi kepercayaan diri seseorang, terutama pada remaja. Berbagai macam pengobatan akne vulgaris telah dilakukan, tetapi disamping harganya mahal ternyata

commit to user

saja tidak cukup, diperlukan beberapa tindakan pencegahan. Salah satu bentuk pencegahan yang dapat mengurangi timbulnya akne vulgaris adalah memperbaiki pola tidur.

Tidur adalah suatu keadaan di bawah sadar yang dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya. Hormon yang paling berperan dalam mekanisme tidur adalah melatonin (Guyton et al., 2007).

Produksi melatonin sangat sensitif terhadap pengaruh cahaya. Paparan cahaya pada saat malam hari, walaupun dalam waktu yang singkat dengan intensitas cahaya rendah, dapat menyebabkan produksi melatonin berkurang bahkan sepenuhnya tertekan (Brainard et al.,1997). Bukti terbaru menunjukkan melatonin dapat menghambat produksi androgen dengan cara menurunkan ekspresi Steroidogenic Acute Regulatory (StAR), P450 side chain cleavage (P450 scc), 3β-Hydroxysteroid Dehydrogenase (3β-HSD), dan 17β-Hydroxisteroid Dehydrogenase (17β-HSD) yang merupakan protein dan enzim steroidogenik yang penting dalam produksi cAMP dan androgen yang merupakan hormon utama penyebab akne vulgaris (Monica, et al., 2005).

Penelitian-penelitian di atas menunjukkan bahwa menjaga pola tidur yang baik dimana sekresi melatonin yang cukup, dapat berpotensi menekan produksi hormon androgen yang merupakan hormon penting timbulnya akne vulgaris. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti seberapa jauh peran

commit to user

vulgaris.

B. Perumusan Masalah

Bagaimana hubungan antara pola tidur dengan kejadian akne vulgaris pada Mahasiswa Universitas Sebelas Maret?

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan antara pola tidur dengan kejadian akne vulgaris pada Mahasiswa Universitas Sebelas Maret.

D. Manfaat Penelitian

1. Aspek Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah mengenai hubungan pola tidur sebagai salah satu faktor risiko terjadinya akne vulgaris.

2. Aspek Aplikatif Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat untuk lebih menjaga pola tidur yang sehat sehingga dapat mengurangi akne vulgaris.

commit to user

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Fisiologi Tidur

a. Definisi Tidur Tidur merupakan keadaan di bawah sadar yang bisa dibangunkan dengan memberikan rangsang sensorik atau dengan rangsang lainnya. Berbeda dengan tidur, koma adalah keadaan di bawah sadar tanpa dapat dibangunkan (Guyton et al., 2007). Para ahli membagi tidur menjadi 2 tipe, yaitu tidur gelombang lambat (Non Rapid Eye Movement/NREM) dan tidur dengan gerakan cepat mata (Rapid Eye Movement/REM) (Colten et al., 2006). Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari empat stadium, lalu diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian antara 4-7 kali siklus semalam (Iskandar, 2002). Pada waktu tidur malam, setiap orang mengalami dua tipe ini secara bergantian. Walaupun fungsinya belum diketahui, ketidakteraturan pergantian ini berhubungan dengan gangguan tidur (Colten et al., 2006).

Bayi baru lahir total tidur 16-20 jam/hari, anak-anak 10 - 12 jam/hari, kemudian menurun 9 - 10 jam/hari pada umur diatas 10 tahun dan kira-kira 7 - 7,5 jam/hari pada orang dewasa (Iskandar, 2002).

commit to user

kualitas tidur yang baik atau buruk. Beberapa hal yang tercakup dalam kualitas tidur antara lain, masa laten tidur, durasi tidur, kebiasaan efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat-obat tidur, dan disfungsi di siang hari (Buysse, 1989).

b. Fungsi Tidur Nilai utama dari tidur adalah untuk memulihkan keseimbangan alami di antara pusat-pusat neuron. Walaupun demikian, keadaan siaga maupun keadaan tidur tidak begitu perlu untuk fungsi somatik tubuh, siklus penguatan dan penekanan eksitabilitas saraf yang menyertai siklus siaga dan tidur mempunyai efek fisiologi yang sedang pada bagian perifer tubuh (Guyton et al., 2007).

2. Tinjauan Hormonal Saat Tidur di Malam Hari

Hormon adalah zat perantara kimiawi jarak jauh yang secara spesifik disekresikan ke dalam darah oleh kelenjar endokrin sebagai respons terhadap sinyal yang sesuai. Hormon bekerja pada sel-sel sasaran untuk mengatur konsentrasi molekul nutrien, air, garam, dan elektrolit. Seluruh pengaturan tersebut ditujukan untuk mempertahankan homeostasis tubuh yang penting bagi kelangsungan hidup sel (Sherwood, 2001).

Tidur merupakan mekanisme tubuh untuk mempertahankan homeostasis. Tidur berfungsi untuk mengembalikan keseimbangan pada pusat-pusat neuron. Oleh karena itu, mekanisme tidur pun tidak terlepas

commit to user

dalam mekanisme tidur adalah melatonin (Guyton et al., 2007).

1. Sekresi Hormon Melatonin Melatonin adalah sebuah hormon lipofilik indolamin yang diproduksi selama hari gelap di kelenjar pineal (Krenbek, 2008). Tingkatan puncak melatonin pada darah bervariasi antarindividu dan bergantung pada umur. Kadar melatonin dalam tubuh mencapai maksimal antara pukul 01.00 - 02.00 am (Davis et al., 2001). Orang dewasa muda pada plasmanya mengandung melatonin antara 54 - 75 pg/ml, namun pada orang tua kadar ini lebih rendah yaitu sekitar 18 -

40 pg/ml (Jung et al., 2006).

2. Mekanisme Kerja Hormon Melatonin Konsentrasi melatonin rendah pada siang hari dan meningkat pada malam hari (Jockers et al., 2008). Pada siang hari, sel fotoreseptor retina mengalami hiperpolarisasi yang menghambat pelepasan norepinefrin. Sistem pineal-retinohipotalamus diam dan akibatnya melatonin sedikit dikeluarkan. Pada suasana gelap, fotoreseptor melepaskan norepinefrin, dengan cara demikian

mengaktifkan sistem, dan sejum lah α 1 dan β 1 reseptor adrenergik pada glandula pineal meningkat (Brezezinski, 1997). Sekresi ini diatur oleh irama sirkardian dan perubahan suhu. Irama sirkardian dari sintesis melatonin dan penyebarannya diatur oleh “jam” sirkardian yang

commit to user

jalur multi-sinaps (Reppert et al., 2002).

Gambar 1. Fisiologi Sekresi Melatonin (Brezezinski, 1997) Melatonin berperan melalui reseptor spesifik. Berdasarkan

farmakologi dan perbedaan kinetiknya, reseptor melatonin dibagi menjadi dua subtipe, yaitu ML1 dan ML2 (Dubocovich et al., 1997). Hasil penelitian terbaru didapatkan tiga subtipe reseptor ML1, yaitu melatonin subtype (mel)1a yang terekspresikan di nukleus suprakiasmatik hipotalamus dan pars tuberali hipofisis (Reppen et al., 1994; Kokkola dan Laitinel, 1998 cite of Monica et al., 2005), mel1b yang terekspresikan di retina dan otak (Dubocovich et al., 1997; Reppen et al., 1995 cite of Monica et al., 2005), dan mel1c tidak didapatkan pada mamalia (Weichmann et al., 1999 cite of Monica et al ., 1999).

commit to user

a. Definisi akne vulgaris

Akne vulgaris merupakan penyakit kulit karena inflamasi kronik pada unit pilosebasea, terutama pada remaja dan dewasa muda (Fabbrocini et al., 2009). Di Amerika Serikat kejadian akne vulgaris sekitar 40 - 50 juta individu (White, 1998 cite of Cordaen et al., 2002). Meskipun akne vulgaris terutama terjadi pada remaja, akne vulgaris juga terjadi pada anak-anak dan dewasa tua. Akne vulgaris terjadi pada usia 10 - 12 tahun sebesar 28 – 61 % dan sekitar 79 - 95 % terjadi pada usia 16 - 18 tahun (Cordaen et al., 2002).

Telah dilakukan penelitian prevalensi akne vulgaris di kota Palembang pada penduduk dengan umur 14 - 21 tahun dan didapatkan prevalensi umum akne vulgaris 68,2 %. Prevalensi berdasarkan kelompok jenis kelamin lelaki lebih tinggi dari wanita, kelompok lelaki (37,3 %) lebih tinggi dari wanita (30,9 %). Prevalensi spesifik berdasarkan tipe akne komedonal 30,1 %, papulopustular 35,8 %, nodulokistik 2,2 %, dan untuk keseluruhan tipe prevalensi spesifik lelaki lebih tinggi dari wanita (Tjekyan, 2008).

b. Etiologi Akne Vulgaris

Banyak faktor yang berperan dalam etiologi dan patogenesis akne vulgaris, antara lain:

commit to user

Peningkatan jumlah flora folikel sebasea (Propionibacterium acnes) dapat meningkatkan jumlah pembentukkan akne vulgaris (Wasitaatmadja, 2007). Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan responden yang menderita akne vulgaris dengan frekuensi membersihkan wajah berhubungan linier dimana makin sering wajah dibersihkan makin rendah angka kejadian akne vulgaris, yang membersihkan wajah lebih dari 3 kali per hari angka kejadian akne hanya 2 % (Tjekyan, 2008).

2) Familial

Faktor familial atau keluarga berpengaruh pada aktivitas folikel sebasea di kulit sehingga berpengaruh terhadap timbulnya akne vulgaris (Widjaja, 2000). Orang yang mempunyai riwayat keluarga dengan akne vulgaris ternyata terkena akne vulgaris sebesar 80,035 % dan proporsi kelompok tanpa riwayat keluarga akne vulgaris tetapi menderita akne vulgaris sebesar 64,82 % dan secara statistik bermakna atau dengan kata lain riwayat keluarga berpengaruh terhadap kejadian akne vulgaris. Anggota keluarga kelompok yang terkena akne vulgaris adalah ibu dan ayah (Tjekyan, 2008).

3) Stres psikis

Stres dapat menimbulkan peningkatan produksi sebum dan asam lemak bebas. Peningkatan sebum dalam keadaan anaerob

commit to user

Propionibacterium acnes (P. Acnes) yang dapat menimbulkan inflamasi, folikel pilosebasea dan berperan dalam pembentukkan komedo (Kery, 2007).

4) Makanan

Peran makanan terhadap timbulnya akne vulgaris masih kontroverisal (Widjaja, 2000).

5) Kosmetik

Pemakaian kosmetik yang mengandung lanolin, petrolatum, minyak tumbuh-tumbuhan dan bahan kimia murni, secara terus- menerus dan dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan suatu bentuk akne ringan yang terutama terdiri dari komedo tertutup. Selain itu kosmetik yang mengandung minyak seperti krim dan lotion dapat mengeksaserbasi lesi kulit. Kosmetik yang mengandung air merupakan zat komedogenik terhadap kulit (Lavers et al., 2011).

6) Obat-obatan kortikosteroid

Pada penggunaan dosis tinggi obat-obat kortikosteroid, seperti prednisolon dan betamethason dapat memacu timbulnya akne vulgaris (British National Formulary, 2010).

7) Iklim / Cuaca

Termasuk faktor sinar ultraviolet, kelembapan udara, temperatur mungkin berpengaruh pada aktivitas kelenjar sebasea

commit to user

musim panas atau kemarau didapatkan 60 % perbaikan akne, 20 % tidak ada perubahan, dan 20 % bertambah hebat kejadian akne vulgaris yang disebabkan oleh keringat pada keadaan yang sangat lembab dan panas (Widjaja, 2000)

c. Patogenesis Akne Vulgaris

Peran kelanjar sebasea pada patogenesis akne vulgaris sudah lama teridentifikasi sehingga akne vulgaris dapat diklasifikasikan sebagai penyakit karena kerusakan kelenjar sebasea (Pochi, 1990 cite of Tahir, 2010). Sebocyte merupakan sel kelenjar sebasea yang berfungsi dalam sintesis dan akumulasi lipid. Aktivitas biologi sebocyte diregulasi oleh ekspresi beberapa receptor di sebocyte, seperti androgen dan estrogen reseptor, peroxisome proliferator- activated receptor (PPAR) dan liver-X receptor (LXR) (Hong et al., 2008; Russel et al., 2007), neuropeptide receptors, retinoid dan vitamin D (Schmud et al., 2007; Zouboulis, 2000; Zouboulis, 2004). Meningkatnya produksi sebum merupakan salah satu faktor penting terhadap perkembangan terjadinya akne vulgaris. Keadaan ini bergantung pada ukuran dan kecepatan pertumbuhan kelenjar sebasea yang dipengaruhi oleh kadar hormon androgen.

Produksi sebum yang meningkat juga dipercaya berkaitan dengan komedogenesis. Komedo terbentuk karena terlokalisasinya asam linoleat. Asam linoleat melalui plasma dapat mencairkan sebum

commit to user

Kerusakan lumen folikel akibat abnormalitas deskuamasi sel folikel menyebabkan sebum terjebak di belakang sumbatan yang hiperkeratotik. Hasil akhir dari hiperkeratinisasi ini berkembang menjadi komedo. Komedo yang terbuka disebut blackhead sedangkan komedo yang tertutup disebut whitehead (Tahir, 2010). Komedo

terbuka atau disebut makrokomedo berukuran > 0,042 mm 2 dan tampak sebagai lesi kecil dengan inti yang gelap karena adanya lipid dan keratin. Sebaliknya, komedo tertutup atau disebut mikrokomedo

sulit untuk diidentifikasi karena hanya berukuran 0.016 mm 2 (Fabbrocini et al., 2009).

Gambar 2. Pembentukkan Komedo (Lavers dan Courtenay, 2011)

d. Gejala Klinik

Tempat predileksi akne vulgaris adalah di muka, dada bagian atas, dan punggung bagian atas. Erupsi kulit polimorf dengan gejala predominan salah satunya: komedo, papul yang tidak beradang dan pustul, nodul dan kista yang beradang. Dapat disertai rasa gatal,

commit to user

(Wasitaatmadja, 2007).

e. Diagnosis Akne vulgaris

Diagnosis akne vulgaris biasanya berdasarkan pada riwayat pasien dan pemeriksaan fisik. Didapatkannya komedo pada pasien merupakan petunjuk penting dalam diagnosis akne vulgaris. Wajah, leher, dada dan punggung atas merupakan tempat yang sering didapatkan akne vulgaris (Bershad, 2008). Beberapa diferensial diagnosis akne vulgaris adalah folikulitis, peri-oral dermatitis, dan dermatitis seborrhoeik dimana tidak tampak komedo padanya (Roebuck, 2006). Menurut Clinical Knowledge Summarize 2010 akne vulgaris digolongkan menjadi tiga berdasarkan tingkat keparahan lesi, yaitu:

1) Akne ringan, dengan karakteristik komedo terbuka dan tertutup, tidak ada lesi inflamasi dan tidak ada scarring.

2) Akne sedang, dengan karakteristik campuran antara komedo inflamsi dan non-inflamasi dengan papul dan pustul.

3) Akne berat, dengan karakteristik meningkatnya papul, pustul, dan nodul dan ditemukannya scarring. Scarring merupakan indikasi bahwa sebelumnya telah terjadi akne vulgaris yang berat.

Menurut Tutakne MA et al. (2003) akne vulgaris dibagi menjadi beberapa derajat, yaitu:

commit to user

Derajat 2 : didapatkan papul dan sedikit pustul. Derajat 3 : didapatkan pustul yang dominan, nodul dan

abses.

Derajat 4 : didapatkan kistik yang dominan, abses, dan

scarring.

f. Penatalaksanaan Akne Vulgaris

Penatalaksanaan akne vulgaris meliputi usaha untuk mencegah terjadinya erupsi (preventif) dan usaha untuk menghilangkan akne yang terjadi (kuratif). Kedua usaha tersebut harus dilakukan bersamaan mengingat kelainan akne vulgaris terjadi akibat pengaruh berbagai faktor, baik faktor interna dari dalam tubuh (familial, ras, dan hormonal), maupun faktor eksternal (makanan, musim, stres) yang kadang tidak dapat dihindari oleh penderita. Pengobatan akne dapat dilakukan dengan cara memberikan obat-obat topikal, obat sistemik, bedah kulit, atau kombinasi cara-cara tersebut (Wasitaatmadja, 2007).

4. Pola Tidur dengan Akne vulgaris

Pola tidur secara kuantitatif dan kualitataif dipengaruhi oleh variasi budaya, sosial, psikologi, perilaku, patofisiologi, dan pengaruh lingkungan. Kurang tidur dapat mengganggu beberapa sistem organ tubuh, seperti sistem metabolik, endokrin, dan imunitas (Spiegel et al., 2009; Knutson et al., 2007; Miller et al., 2007 cite of Fransisco et al., 2010). Apabila aktifitas tidurnya tidak teratur, pola kerja otak yang sudah

commit to user

terjadi kehilangan energi yang cukup besar (Postawski, 2009). Kualitas tidur dapat menentukan kualitas fisik, mental, dan emosional seseorang (Bajry, 2008). Hormon yang paling berpengaruh pada mekanisme terjadinya tidur adalah melatonin (Guyton et al., 2007).

Sekresi melatonin mempunyai efek terhadap kecenderungan mengantuk, mempengaruhi kualitas dan kuantitas tidur, dan mempunyai efek hipnotis (Lieberman et al., 1984). Dahlitz et al. (1994) menyebutkan bahwa pada anak muda, 5 mg per oral melatonin menyebabkan peningkatan yang signifikan pada kecenderungan untuk tidur dan durasi tidur Rapid Eye Movement (REM). Melalui nukleus suprakiasmatik di hipotalamus dan pars tuberalis, melatonin dapat mempengaruhi sintesis dan pelepasan GnRH hipotalamus dan hormon adenohypophyseal gonadotropin. Telah diketahui sebelumnya bahwa melatonin di sintesis di kelenjar pineal, terutama pada malam hari. Kadar yang tinggi pada malam hari dialirkan melalui darah untuk dibawa ke jaringan perifer termasuk ke testis (Relter, 1991; Relter, 1993 cite of Monica et al., 2005).

Bukti terbaru menunjukkan melatonin juga dapat disintesis secara lokal di testis pada mamalia yang diperlakukan tidak mendapatkan cahaya (Tijmes et al., 1996; Kato et al., 1999; Fu et al., 2001; Stefulj et al ., 2001 cite of Monica et al., 2005). Hal ini penting hubungannya dengan peran melatonin pada pertumbuhan testis, produksi cAMP, dan

commit to user

Monica et al., 2005). Percobaaan telah dilakukan dengan menggunakan hamster Syirian (Mesocricetus auratus) yang diberi perlakuan khusus terhadap cahaya, untuk mengetahui peran melatonin terhadap produksi cAMP dan biosintesis androgen (Monica, et al., 2005). Hasil pecobaan tersebut

menunjukkan bahwa melatonin dapat menghambat ekspresi mRNA 5α- R1 yang merupakan enzim krusial pada konversi testoteron menjadi

bentuk aktifnya, yaitu dihidrotestoteron (DHT) (Pratis et al., 2003). Selain itu, melatonin melalui reseptor mel1a yang terdapat di sel Leydig dapat menghambat produksi androgen dengan cara menurunkan ekspresi StAR, P450 scc, 3β-HSD, dan 17β-HSD yang merupakan protein dan enzim steroidogenik penting dalam produksi cAMP dan androgen (Monica et al., 2005).

Hormon androgen merupakan hormon krusial pada patogenesis terjadinya akne vulgaris, terutama pada remaja. Istilah androgen berarti hormon steroid apapun yang memiliki efek maskulinisasi, termasuk testoteron, dihidrotestoteron (DHT), dan androstenedion (Guyton et al., 2007). Andogen terutama disintesis di sel leydig testis pada laki-laki. Secara in vivo androgen mempengaruhi beberapa fungsi kelenjar sebasea manusia, diantaranya proliferasi, diferensiasi, dan sintesis lipid (Zouboulis et al., 2007). Pada kultur sel, androgen juga meningkatkan proliferasi sebocyte (Fritsch et al., 2001) dan juga lipogenesis (Sato et al.,

commit to user

efek androgen terhadap lipid sebasea dipengaruhi oleh ligand PPAR. Chen et al. dan Alestas et al. menunjukkan bahwa semua subtipe PPAR ditemukan di kelenjar sebasea dan duktus pilosebasea orang sehat, termasuk pada orang yang menderita akne vulgaris. PPAR yang utama

terdapat di kelenjar sebasea manusia adalah PPARα dan γ.

PPARα berperan pada aktivasi β-oksidasi asam lemak, regulasi inflamasi, dan berhubungan dengan diferensiasi sebocyte (Trivedi et al.,

2006) . PPARγ diperkirakan berperan dalam aktivasi proliferasi sebocyte dan lipogenesis (Trivedi et al., 2006). PPAR ligand dapat menginduksi lipogenesis sebocyte (Alestas et al., 2006; Chen et al., 1998; Makranionaki et al., 2007; Trivedi N et al., 2006; Wrobel et al., 2003) dimana ekspresi PPAR akan menurun pada saat diferensiasi cepat sebasea pada orang normal, tetapi hal ini tidak terjadi pada orang yang menderita akne vulgaris (Alestas et al., 2006).

commit to user

C. Hipotesis

Mahasiswa dengan pola tidur baik dapat mengurangi kejadian akne vulgaris.

Pola Tidur Baik

Gelap/Tidak Ada Cahaya Durasi Cukup

Hormon Melatonin Cukup

Sintesis Androgen

Ekspresi Androgen di

Kelenjar Sebasea

Familial, Makanan, dan cuaca/musim

Propionibacterium acnes Proliferasi dan Stres Psikis

Lipogenesis

Akne vulgaris

Keterangan

= Variabel yang diteliti

= Variabel perancu yang tidak diteliti

commit to user

METODELOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional, yaitu variabel bebas (faktor risiko) dan variabel tergantung (efek) diobservasi hanya sekali pada saat yang sama. (Taufiqurrahman, 2004).

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Universitas Sebelas Maret.

C. Subjek Penelitian

Sebagai populasi penelitian adalah Mahasiswa Universitas Sebelas Maret. Sebagai subjek penelitian adalah Mahasiswa Universitas Sebelas Maret dengan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:

1) Kriteria Inklusi

a. Laki-laki

b. Usia 18-22 tahun.

c. Kebiasaan tidur larut malam.

d. Kebiasaan tidur tanpa cahaya lampu.

commit to user

a. Riwayat keluarga akne vulgaris.

b. Dalam pengobatan akne vulgaris.

c. Menggunakan obat-obatan kortikosteroid.

d. Kebiasaan tidur siang.

D. Teknik Sampling

Pengambilan sampel dilakukan secara non probability sampling yakni purposive sampling dimana setiap yang memenuhi kriteria di atas dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu yang ditetapkan (Murti, 2006).

Jenis purposive sampling yang digunakan adalah fixed-exposure sampling. Fixed exposure sampling merupakan skema pencuplikan yang dimulai dengan memilih sampel berdasarkan status paparan subjek yang sudah fixed (Murti, 2006).

Penelitian ini mengambil 60 sampel yang terdiri dari 30 sampel kelompok kasus dan 30 sampel kelompok pembanding. Hal ini telah sesuai dengan “Rule of Thumb” atau patokan dasar umum, setiap penelitian yang datanya akan dianalisis secara statistik dengan analisis bivariat membutuhkan sampel minimal 30 subjek penelitian (Murti, 2006).

commit to user

E. Rancangan Penelitian

F. Identifikasi Variabel Penelitian

1) Variabel bebas Pola tidur.

2) Variabel terikat Akne vulgaris

Mahasiswa Universitas Sebelas Maret

Pola tidur baik Pola tidur tidak baik

Durasi tidur < 7-7.5 jam/hari

dan terang

Durasi tidur 7-

7.5 jam/hari dan

gelap

Akne (+)/(-) Akne (+)/(-)

Uji Statistik

Chi square

commit to user

1) Usia

2) Familial

3) Emosi/psikis

4) Obat kortikosteroid

5) Pengobatan akne vulgaris

6) Pola makan

7) Bakteri P. Acnes

8) Cuaca / musim

G. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1) Variabel bebas Pola tidur merupakan salah satu bentuk gaya hidup. Pola tidur dikatakan baik jika memenuhi dua persyaratan yaitu, durasi tidur sekitar 7-7.5 jam/hari dan kebiasaan tidur tanpa paparan cahaya lampu (dalam keadaan gelap). Jika subjek penelitian tidur dengan durasi 7-7.5 jam/hari dan dalam keadaan gelap selama sebulan terakhir disimbolkan dengan tanda (+), sebaliknya jika subjek penelitian tidur dengan durasi < 7-7.5 jam/hari dan dalam keadaan terang disimbolkan tanda (-). Variabel ini menggunakan skala kategorikal nominal.

2) Variabel terikat Akne vulgaris merupakan penyakit kulit karena inflamasi kronik pada unit pilosebasea (Fabbrocini et al., 2009). Diagnosis akne vulgaris ditegakkan atas dasar klinik, yaitu ditemukannya komedo pada daerah

commit to user

dikonsultasikan kepada dokter spesialis kulit dan kelamin. Jika didapatkan dan atau bertambahnya jumlah komedo pada daerah wajah disimbolkan dengan tanda (+), sebaliknya jika tidak didapatkan gambaran komedo disimbolkan dengan tanda (-). Variabel ini menggunakan skala kategorikal nominal.

H. Alat dan Bahan Penelitian

1) Kuesioner untuk menyingkirkan variabel pengganggu.

2) Kamera digital dengan merk Sony 7.2 megapixel.

I. Analisis Data

Data penelitian dianalisis dengan program Statistical Package for Social Sciences (SPSS) 17.0 for Windows. Analisis data statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah diawali dengan analisis bivariat uji chi square selanjutnya dianalisis lebih lanjut guna mencari Odds Ratio dan nilai p.

Variabel bebas dan perancu akan dianalisis masing-masing secara bivariat terhadap variabel tergantung dengan menggunakan uji chi square untuk mengetahui apakah hubungan yang teramati antara kedua variabel secara statistik bermakna ataukah peran peluang terlalu besar hingga keterkaitan yang teramati tidak bermakna. Data diolah dengan menggunakan

metode statistik uji Chi Square (X 2 ) deng an taraf signifikansi (α) 0,05. Hubungan antara kedua variabel bermakna bila faktor peluang atau nilai p kurang dari 5 % (p < 0,05). Penghitungan Odds Ratio dilakukan untuk mengetahui seberapa kuat hubungan pola tidur dengan kejadian akne vulgaris.

commit to user

HASIL PENELITIAN

Penelitian mengenai hubungan antara pola tidur dengan kejadian akne vulgaris pada Mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) telah dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2011 di beberapa Fakultas di UNS. Sampel penelitian berjumlah 60 orang terdiri dari 30 sampel mahasiswa dengan pola tidur baik dan

30 sampel mahasiswa dengan pola tidur buruk. Berikut ini disampaikan hasil penelitian yang disajikan dalam bentuk tabel dan diagram.

A. Karakteristik Sampel Penelitian Selama penelitian didapatkan data yang menunjukkan bahwa subjek

penelitian paling banyak adalah mahasiswa UNS yang berumur 21 tahun (45%), sedangkan yang paling sedikit adalah mahasiswa UNS yang berumur

19 tahun (11 %). (Tabel 4.1 dan Gambar 4.1)

Tabel 4.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur No.

Kelompok Umur

22 tahun Jumlah

19

27

60

11

32

45

12 100

commit to user

Ganbar 4.1. Diagram Persentase Sampel Menurut Kelompok Umur

B. Analisis Bivariat Uji Tabulasi silang atau Chi Square

Data dalam penelitian ini dianalisis dengan uji Chi Square, dengan uji tersebut dapat diketahui apakah hubungan yang teramati antara kedua variabel secara statistik bermakna. Penelitian ini mengamati hubungan antara variabel bebas pola tidur dengan variabel terikat akne vulgaris. Setelah hasil Chi Square didapat, maka dapat dilihat nilai signifikasinya. Hubungan signifikan jika p < 0.05.

Setelah dilakukan analisis data menggunakan program SPSS 17, hasil penelitian menunjukkan kelompok sampel pola tidur baik dengan kejadian akne vulgaris negatif sebanyak 19 orang (63.3 %) dan kejadian akne vulgaris positif sebanyak 11 orang (36.7%). Pada kelompok sampel pola tidur buruk dengan kejadian akne vulgaris negatif sebanyak 10 orang (33.3%) dan kejadian akne vulgaris positif sebanyak 20 orang (66.7 %). Analisis bivariat chi square terhadap hubungan antara pola tidur dengan kejadian akne vulgaris, menunjukkan hubungan yang signifikan (p = 0.020). Kelompok sampel dengan pola tidur buruk memiliki risiko untuk

19 tahun 20 tahun 21 tahun 22 tahun

commit to user

pola tidur baik (OR = 3.4; CI95% 1.2 s.d 10). (Tabel 4.3 dan Gambar 4.3).

Tabel 4.2. Analisis Bivariat Chi Square tentang Pola Tidur dengan Kejadian Akne Vulgaris

Variabel

Kejadian akne vulgaris

Total

OR p

negatif n (%) positif n (%)

Pola tidur baik

Pola tidur buruk

Gambar 4.2. Diagram Persentase antara Pola Tidur dengan Kejadian Akne Vulgaris

Pengolahan data selanjutnya adalah menentukan mean dan median dari kategori umur subjek penelitian. Mean dari data umur subjek penelitian sebesar 20.53 dan dapat dibulatkan menjadi 21. Median dari data umur subjek penelitian juga sebesar 21, sehingga dalam pengkategorian umur selanjutnya dikatagorikan menjadi dua, yaitu ≤ 21 tahun dan > 21 tahun. (Tabel 4.4)

Pola tidur baik

Pola tidur buruk

Pola tidur

Kejadian akne vulgaris positif

Kejadian akne vulgaris negatif

commit to user

SD Umur

60 20.53 21 0.87

Setelah dilakukan analisis bivariat Chi Square, menunjukkan bahwa pada kelompok umur ≤ 21 tahun dengan kejadian akne vulgaris negatif sebanyak 24 orang (45.3 %) dan kelompok umur ≤ 21 tahun dengan kejadian akne vulgaris positif sebanyak 29 orang (54.7 %). Sedangkan kelompok umur > 21 tahun dengan kejadian akne vulgaris negatif sebanyak 5 orang (71.4 %), dan kelompok umur > 21 tahun dengan kejadian akne vulgaris positif sebanyak 2 orang (28.6 %). Analisis bivariat Chi Square terhadap hubungan antara umur dengan kejadian akne vulgaris menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p = 0.19). (Tabel 4.5 dan Gambar 4.4)

Tabel 4.4. Analisis Bivariat Chi Square Hubungan Umur dengan Kejadian Akne Vulgaris

Variabel

Kejadian akne vulgaris

Total

OR P

negatif n (%)

positif n (%)

≤ 21 tahun

> 21 tahun

24 (45.3)

5 (71.4)

29 (54.7)

2 (28.6)

53 (100)

7 (100)

0.33

0.19

commit to user

Gambar 4.3. Diagram Persentase Kejadian Akne Vulgaris Menurut

Kejadian akne vulgaris positif Kejadian akne vulgaris negatif

commit to user

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan sejak bulan Mei sampai dengan Juli 2011 di lingkungan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dan didapatkan subjek penelitian sebanyak 60 mahasiswa laki-laki yang berasal dari beberapa fakultas di UNS. Dipilihnya mahasiswa laki-laki karena kejadian akne vulgaris umumnya lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan wanita pada rentang usia 15 - 44 tahun, yaitu 34 % pada laki-laki dan 27 % pada wanita (Klaus W et al., 2005; Odom Rb et al., 2000; Buxton PK, 2005).

Distribusi sampel penelitian berdasarkan tabel 4.1 didapatkan bahwa sampel penelitian paling banyak berusia 21 tahun (45 %) diikuti usia 20 tahun (32 %), 22 tahun (12 %), dan 19 tahun (11 %). Hasil ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa puncak kejadian akne vulgaris pada seorang laki-laki terutama pada usia 17 - 18 tahun (Klaus W et al., 2005).

Akne vulgaris merupakan penyakit yang penyebabnya bersifat multifaktorial, diantaranya keturunan keluarga, gangguan hormonal, stress psikis, bakteri, cuaca, dan kulit terpapar oleh bahan kimia tertentu (Abu bakar, 2000). Kejadian akne vulgaris pada remaja umumnya disebabkan oleh gangguan hormonal, dimana sekresi hormon androgen yang berlebihan. Androgen merupakan salah satu hormon yang bertanggungjawab terhadap regulasi dan pertumbuhan kelenjar sebasea. Jika androgen yang disekresikan dalam jumlah

commit to user

akibatnya akan timbul akne vulgaris (Tahir, 2010). Sekresi androgen erat kaitannya dengan pola tidur seseorang. Pola tidur secara kuantitatif dan kualitataif dipengaruhi oleh psikologi, variasi budaya, patofisiologi, sosial, perilaku, dan pengaruh lingkungan. Kurang tidur dapat mengganggu beberapa sistem organ tubuh, seperti endokrin, sistem metabolik, dan imunitas (Spiegel et al., 2009; Knutson et al., 2007; Miller et al., 2007 cite of Fransisco et al., 2010). Mekanisme tidur juga tidak lepas dari pengaruh aktivitas dan regulasi hormon. Hormon yang paling penting dalam mekanisme tidur adalah melatonin (Guyton et al., 2007). Telah diketahui sebelumnya bahwa melatonin di sintesis di kelenjar pineal, terutama pada malam hari. Tetapi, bukti terbaru menunjukkan melatonin juga dapat disintesis secara lokal di testis pada mamalia yang diperlakukan tidak mendapatkan cahaya (Tijmes et al., 1996; Kato et al., 1999; Fu et al., 2001; Stefulj et al., 2001 cite of Monica et al., 2005). Hal ini penting hubungannya dengan peran melatonin pada pertumbuhan testis, produksi cAMP, dan produksi testoteron (Niedzlela et al., 1993; Valenti et al., 1995 cite of Monica et al., 2005).

Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola tidur dengan kejadian akne vulgaris. Tabel 4.2 menggambarkan distribusi subjek penelitian berdasarkan pola tidur. Pada kelompok pola tidur baik dengan akne vulgaris negatif berjumlah 19 orang (63.3 %) dan akne vulgaris positif berjumlah

11 orang (36.7 %). Pada kelompok pola tidur buruk, sampel dengan akne vulgaris negatif berjumlah 10 orang (33.3 %) dan akne vulgaris positif berjumlah 20 orang

commit to user

dengan kejadian akne vulgaris, menunjukkan hubungan yang signifikan (p < 0.05) dan memenuhi syarat untuk dilakukan uji regresi logistik ganda sehingga variabel pola tidur dapat dianalisis regresi logistik ganda. Kelompok sampel dengan pola tidur buruk memiliki risiko untuk menderita akne tiga kali lebih besar daripada kelompok sampel dengan pola tidur baik (OR = 3.4; CI95 % 1.2 s.d 10).

Hasil ini mendukung hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa melato nin hewan coba dapat menghambat ekspresi mRNA 5α-R1 yang merupakan enzim penting pada konversi testoteron menjadi bentuk aktifnya, yaitu dihidrotestoteron (DHT) (Pratis et al., 2003). Selain itu, melatonin melalui reseptor mel1a yang terdapat di sel leydig dapat menghambat produksi androgen dengan cara menurunkan ekspresi StAR, P450 scc, 3β - HSD, dan 17β - HSD yang merupakan protein dan enzim steroidogenik penting dalam produksi cAMP dan androgen (Monica et al., 2005). Oleh karena itu, dengan menjaga pola tidur yang baik diharapkan sekresi melatonin dalam tubuh adequate. Sehingga dapat menghambat produksi androgen, akibatnya kejadian akne vulgaris dapat ikut dihambat.

Umur adalah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kejadian akne vulgaris. Pada laki-laki umur 17 - 18 tahun merupakan umur yang paling sering terjadi akne vulgaris (Klaus W et al., 2005). Pada tabel 4.5 menunjukkan kelompok umur ≤ 21 tahun yang positif akne vulgaris sebanyak 29 orang (54.7 %) dan kejadian akne vulgaris negatif sebanyak 24 orang (45.3 %). Kelompok umur > 21 tahun dengan kejadian akne vulgaris positif sebanyak dua orang (28.6 %)

commit to user

analisis, variabel umur pada penelitian ini tidak signifikan (p = 0.19). Hal ini disebabkan karena penelitian ini dilakukan di lingkungan UNS dimana subjek penelitiannya terbatas pada mahasiswa laki-laki dengan rentang umur 18 - 22 tahun saja sehingga distribusi subjek penelitian kurang bervariasi dan tidak mencakup semua umur.

Dalam penelitian ini, peneliti mengalami beberapa kendala, diantaranya sulit untuk mengendalikan variabel perancu stres psikis, cuaca, dan faktor makanan. Keterbatasan yang sifatnya self administrated diantaranya sulit untuk menilai kejujuran dan subjektivitas para subjek penelitian dalam mengisi kuesioner penelitian.

commit to user

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pola tidur dengan kejadian akne vulgaris. Mahasiswa dengan pola tidur buruk berisiko untuk menderita akne vulgaris tiga kali lebih besar daripada mahasiswa dengan pola tidur baik.

B. Saran

1. Mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan pola tidur dengan kejadian akne vulgaris dengan jumlah sampel yang representatif, populasi yang lebih luas, dan menggunakan derajat akne vulgaris.

2. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut dengan cara pengambilan gambar subjek penelitian yang lebih baik serta ditunjang penegakkan diagnosis akne vulgaris yang lebih akurat dengan menggunakan eksfoliasi sebum.

3. Edukasi kepada mahasiswa yang memiliki risiko tinggi menderita akne vulgaris untuk tidur dengan durasi yang cukup dan mematikan lampu ketika hendak tidur.