PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANGGOTA JEMAAT DEWASA MUDA GKI PETRUS JAYAPURA DITINJAU DARI KEPRIBADIAN INTROVERT DAN EKSTROVERT
PERBEDAAN PERILAKU PROSOSIAL PADA ANGGOTA JEMAAT
DEWASA MUDA GKI PETRUS JAYAPURA
DITINJAU DARI KEPRIBADIAN INTROVERT
DAN EKSTROVERT
OLEH
MEIDY IVANA SUMIHE
802013005
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk
Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2017
PENDAHULUAN
Proses dari masa remaja menjadi dewasa merupakan masa transisi yang cukup signifikan yang terjadi pada usia 18 sampai 25 tahun (Arnett 2006, 2007, dalam Santrock, 2012). Hal-hal paling mendasar yang dapat dilihat saat seseorang memasuki tahap dewasa awal adalah dimana seseorang mulai hidup secara mandiri, menentukan pilihannya sendiri dan bertanggung jawab atas hidupnya. Menurut Santrock (2002) kaum muda berbeda dengan remaja karena adanya perjuangan antara membangun pribadi yang mandiri dan terlibat secara sosial. Ada dua hal yang dapat menujukkan seseorang masuk dalam permulaan dewasa awal yaitu kemandirian secara ekonomi dan kemandirian dalam membuat keputusan (Santrock, 2002). Perubahan ini juga terlihat dari perkembangan moral seseorang ketika memasuki masa dewasa awal. Dua pengalaman yang mengacu perkembangan moral pada masa dewasa awal adalah menghadapi nilai yang bertentangan dengan nilai yang sudah dianut di rumah dan pengalaman dalam bertanggung jawab terhadap kesejahteraan orang lain (Papalia, Olds, & Feldman, 2011).
Menjadi seseorang yang mulai memasuki perkembangan dewasa awal dan memiliki peran sebagai makhluk sosial menjadikan seseorang sangat melekat dan tidak dapat terlepas untuk melakukan perilaku prososial. Perilaku prososial merupakan kecenderungan disposisi yang berlangsung lama pada seseorang untuk berpikir tentang hak dan kesejahteraan orang lain, berempati dan merasa khawatir akan orang lain serta berperilaku yang medatangkan manfaat bagi orang lain (Penner, Fritzsche, Craiger & Freifeld, 1995). Hal ini juga yang dirasakan salah
2017 yang dilakukan peneliti, pemuda tersebut mengatakan bahwa ia suka untuk selalu menolong orang lain, berempati dengan teman-teman sesama pemuda yang sedang sakit dan melakukan kegiatan-kegiatan sosial di sekitar lingkungan gereja. Begitupun dengan salah satu pemudi yang peneliti wawancara pada tanggal 12 Agustus 2017, ia menganggap bahwa menolong orang lain merupakan hal yang sebisa mungkin ia akan lakukan karena baginya ketika ia menolong orang lain ia juga akan merasakan sukacita.
Ada berbagai dimensi-dimensi yang membentuk seseorang melakukan perilaku prososial menurut Penner (1995) antara lain: (1) tanggung jawab sosial, yaitu kecenderungan untuk bertanggung jawab dan menerima segala konsekuensi dari segala tindakan yang ia perbuat, (2) Empati, a.) mampu berempati, yaitu kecenderungan untuk merasakan apa yang dirasakan orang lain, merasa simpati dan memperhatikan orang-orang yang kurang beruntung, b.) pengambilan sudut pandang, yaitu secara spontan memiliki kecenderungan untuk mengambil sudut pandang dari segi psikologis orang lain, c.) kemampuan mengatasi stress, yaitu kecenderungan pada diri seseorang dalam merasakan perasaan gelisah dan khawatir, (3) pemahaman moral, yaitu kecenderungan untuk membuat keputusan- keputusan yang dilandaskan pada pertimbangan moral dan fokus pada kepentingan orang lain, (4) menolong, yaitu kecenderungan untuk menolong orang lain (dalam Farhah, 2011). Perilaku prososial juga di tentukan oleh faktor-faktor yang menjadi alasan seseorang melakukan perilaku prososial antara lain (1) pengaruh faktor situasional, seperti bystander, daya tarik, atribusi terhadap korban, adanya model, desakan waktu dan sifat kebutuhan korban, (2) pengaruh faktor dari dalam diri, seperti suasana hati (mood), sifat, jenis kelamin, tempat tinggal dan pola asuh (UI, 2014).
Salah satu hal yang menjadi faktor seseorang melakukan perilaku prososial yaitu faktor sifat. Jung (1921/1971 dalam Feist & Feist, 2014) mendefinisikan sifat sebagai suatu kecenderungan untuk beraksi atau bereaksi dalam sebuah arah karakter. Jung membedakan dua sikap atau orientasi utama kepribadian, yakni sikap ekstraversi dan sikap introversi. Menurut Jung (1921/1971 dalam Feist & Feist, 2014) introversi adalah aliran energi psikis kearah dalam yang memiliki orientasi subyektif. Introvert memiliki pemahaman yang baik terhadap dunia dalam diri mereka, dengan semua bias, fantasi, mimpi, dan persepsi yang bersifat individu. Orang-orang dengan kepribadian introvert akan menerima dunia luar dengan sangat selektif dan dengan pandangan subjektif mereka. Sedangkan, ekstraversi adalah sebuah sikap yang menjelaskan aliran psikis ke arah luar sehingga orang yang bersangkutan akan memiliki orientasi objektif dan menjauh dari subyektif. Ekstrovert akan lebih mudah untuk dipengaruhi oleh sekelilingnya dibanding oleh kondisi dirinya sendiri. Mereka cenderung bersikap objektif dan menekan sisi subjektifnya (Feist & Feist, 2014). Menurut Hedges (1993) yang mengembangkan teori tipologi Jung menyatakan bahwa terdapat perbedaan karakteristik yang lebih kompleks antara mereka yang memiliki kepribadian introvert dan ekstrovert. Karakteristik mereka dengan tipe kepribadian ekstrovert yaitu (1) perhatiannya tertuju pada dunia diluar dirinya, (2) mendapatkan energi melalui orang lain, (3) menyaring isi pikiran, perasaan dan ide dari orang lain, (4) cenderung berkomunikasi secara lisan, (5) minatnya menyebar, (6) bicara terlebih baru, (8) terbuka dan suka berteman, (9) tidak canggung dan ramah, (10) suka bekerja sama dengan orang lain. Sedangkan, karekteristik mereka dengan kepribadian introvert yaitu (1) perhatiannya tertuju pada dunia dalam dirinya, (2) mendapatkan energi dari dalam dirinya, (3) menyaring ide dan isi pikiran dari dalam diri, (4) cenderung berkomunikasi secara tulisan, (5) minatnya mendalam, (6) berpikir terlebih dahulu baru berbicara, (7) mengalami kesulitan perihal menjalani hubungan sosial dengan orang lain, (8) mempunyai sifat tertutup, (9) pemalu dan sulit beradaptasi dengan lingkungan yang baru, (10) lebih senang bekerja sendiri (dalam Sulaeman, 2011).
Melihat perbedaan yang cukup signifikan dari cara seseorang bersikap berdasarkan kepribadiannya maka secara tidak langsung hal tersebut dapat mempengaruhi bagaimana cara seseorang terlibat dalam melakukan perilaku prososial. Perbedaan kepribadian dalam melakukan perilaku prososial ini pernah diteliti oleh Kurniawan dan Stanislaus (2016) yang menyatakan bahwa perilaku prososial mahasiswa yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert lebih tinggi dari pada mahasiswa yang memiliki tipe kepribadian introvert yang artinya bahwa ada perbedaaan perilaku prososial antara mahasiswa yang memiliki tipe kepribadian
ekstrovert dengan mahasiswa yang memiliki tipe kepribadian introvert. Begitu juga
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wibawa (1992) pada anggota Bintara Sabhara Polri bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara intensi prososial antara anggota yang memiliki kepribadian ekstrovert dan introvert.
Namun, hal ini berbanding terbalik dengan penelitian yang dilakukan oleh Ruf dan Radosevich (2009) dalam penelitiannya tentang
“How Personality and Gender tidak ada perbedaan yang signifikan antara kepribadian ekstrovert dan introvert dalam aksi apa yang akan dilakukan dalam menolong.
Untuk itu berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Apakah ada perbedaan perilaku prososial yang signifikan pada anggota Jemaat Dewasa Muda GKI Petrus
Jayapura ditinjau dari kepribadian introvert dan ekstrovert ”.
Masalah Penelitian
Apakah ada perbedaan perilaku prososial yang signifikan pada anggota Jemaat Dewasa Muda GKI Petrus Jayapura ditinjau dari kepribadian introvert dan ekstrovert?
Hipotesis
Ada perbedaan perilaku prososial yang signifikan pada anggota Jemaat Dewasa Muda GKI Petrus Jayapura ditinjau dari kepribadian introvert dan ekstrovert.
METODE PENELITIAN Variabel Penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini, yaitu: 1.Variabel 1 : Perilaku Prososial.
Perilaku seseorang yang cenderung untuk melakukan sesuatu yang mendatangkan manfaat bagi orang lain, mementingkan kepentingan orang lain serta merasakan empati akan apa yang dialami orang lain.
2.Variabel 2 : Kepribadian Ekstrovert dan Introvert.
Sifat seseorang yang menjadi ciri khas dirinya yang mempengaruhi bagaimana caranya bertindak, dalam hal ini yaitu introvert dan ekstrovert.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah subyek yang dikenakan generalisasi dari hasil penelitian yang dapat berbentuk daerah, perkembangan atau karakteristik pribadi (Periantalo, 2016).
Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah anggota jemaat GKI Petrus Jayapura.
Sample merupakan bagian dari populasi yang memiliki ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti (Martono, 2012). Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik sampel insidental (incidental sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok dengan sumber data (Sugiyono, 2012).
Berdasarkan uraian tersebut maka sampel yang digunakan adalah anggota jemaat dewasa muda Gereja Kristen Injili di Tanah Papua Jemaat Petrus Jayapura yang ditemui oleh peneliti secara kebetulan dengan kriteria, yaitu : 1.
Usia 18-25 tahun.
2. Anggota persekutuan kaum pemuda yang secara aktif terlibat dalam kegiatan gereja seperti ibadah maupun kegiatan sosial yang dilakukan gereja.
3. Berstatus sebagai mahasiswa dan/atau bekerja.
Pengambilan sampel dilakukan tanggal 17-25 Oktober 2017 dengan jumlah sampel yaitu 83 orang yang terdiri dari 36 laki-laki dan 47 perempuan dengan status sebagai mahasiswa berjumlah 71 orang dan bekerja berjumlah 12 orang.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian ialah dengan metode skala psikologi atau angket yang mengukur perilaku prososial dan kepribadian introvert dan ekstrovert.
1. Skala Perilaku Prososial
Skala yang digunakan untuk mengukur perilaku prososial diadaptasi dari Farhah (2011) berdasarkan teori Penner (1995). Penilaian skala ini makin tinggi skor total yang diperoleh individu menunjukan perilaku prososialnya menunjukan perilaku prososialnya rendah. Skala perilaku prososial berjumlah 30 aitem, yang terdiri dari 16 aitem favorable dan 14 aitem
unfavorable yang mengacu pada skala Likert dengan empat pilihan jawaban yaitu sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju.
Hasil perhitungan uji seleksi aitem skala perilaku prososial pada 30 aitem diperoleh aitem yang gugur sebanyak 5 aitem dan 25 aitem yang valid dengan koefisien korelasi item totalnya bergerak antara 0,314-0,629. Dan hasil uji reliabilitas dengan menggunakan teknik perhitungan Alfa Cronbach menunjukkan hasil perhitungan sebesar 0,910 yang artinya skala perilaku prososial yang digunakan dalam penelitian ini reliabel.
2. Skala Kepribadian Ekstrovert dan Introvert
Skala yang digunakan untuk mengukur kepribadian introvert dan ekstrovert diambil dari Utomo (2013) berdasarkan
Jung’s Type Indicator Test dari Jungian Tipologi Theory. Skala ini terdiri dari 70 aitem yang terdiri dari 36
aitem ekstrovert dan 34 introvert dengan pilihan jawaban “ya” jika pernyataan sesu ai dengan diri subyek dan “tidak” jika pernyataan tidak sesuai dengan diri subyek. Teknik skoring untuk pernyataan ekstrovert akan diberikan skor 1 untuk jawaban “ya” dan skor 0 untuk jawaban “tidak” sedangkan untuk penyataan introvert akan diberikan skor 0 untuk jawaban “ya” dan skor 1 untuk jawaban “tidak” dengan ketentuan jika skor ≥36 maka dikategorikan kedalam tipe ekstrovert sedangkan jika skor ≤35 maka dikategorikan kedalam tipe introvert.
Berdasarkan hasil uji seleksi item skala kepribadian ekstrovert dan introvert diperoleh semua aitem valid yaitu 70 aitem dengan koefisien korelasi item totalnya bergerak antara 0,307-0,689. Dan hasil uji reliabilitas dengan menggunakan teknik perhitungan Alfa Cronbach menunjukkan hasil perhitungan sebesar 0,950 yang artinya skala kepribadian ekstrovert dan introvert yang digunakan dalam penelitian ini reliabel.
Teknik Analisis Data
Desain dalam penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan tipe penelitian komparatif. Penelitian komparatif adalah penelitian yang membandingkan keberadaan satu variabel atau lebih pada dua atau lebih sampel yang berbeda, atau pada waktu yang berbeda (Sugiyono, 2006). Teknik perhitungan statistik yang digunakan untuk penelitian ini adalah Uji Independent Sample T-Test dengan program SPSS 23.0 for Windows.
HASIL PENELITIAN
Uji Deskriptif StatistikaTabel 1. Dekriptif Statistika
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation Perilaku PrososialKepribadian
46
69
99 82.76 6.550 Ekstrovert Perilaku Prososial Kepribadian
37
44
74 61.08 8.493 Introvert Kepribadian Ekstrovert dan
83
15
65 39.42 16.147 Introvert Valid N (listwise)
37 Hasil uji deskripsi statistika pada tabel 1 menunjukkan bahwa skala perilaku
prososial untuk kepribadian ekstrovert memiliki skor terendah yaitu 69 dan skor tertinggi yaitu 99 dengan rata-rata 82,76 dan standar deviasinya 6,550. Pada skala perilaku prososial untuk kepribadian introvert didapatkan skor terendah yaitu 37 dan skor tertinggi yaitu 74 dengan rata-rata 61,08 dan standar deviasinya 8,493. Sedangkan, skala kepribadian introvert dan ekstrovert didapat skor tertinggi yaitu 65 dan skor terendahnya 15 dengan rata-rata 39,42 dan standar deviasinya 16,147.
Tabel 2. Kategorisasi Pengukuran Tipe Kepribadian
Presentase No Tipe Kepribadian ∑ (%)1 Ekstrovert 46 55,42%
2 Introvert 37 44,58%
Total 83 100%
Pada tabel 2 yaitu kategorisasi hasil pengukuran skala kepribadian ekstrovert dan introvert menujukkan sebanyak 46 subyek memiliki kepribadian ekstrovert dengan presentase 55,42% dan sebanyak 37 subyek memiliki kepribadian introvert dengan presentase 44,58%.
Tabel 3. Kategorisasi Pengukuran Skala Perilaku Prososial
Frekuensi Frekuensi
Kategori Interval Mean % Mean %
Introvert EkstrovertSangat Tinggi 19 41,30% - - 85 ≤ x ≤ 100 Tinggi 26 82,76 56,53% 9 24,33% 70 ≤ x ≤ 84 Sedang 1 2,17% 20 61,08 54,05% 55 ≤ x ≤ 69 Rendah - - 8 21,62% 40 ≤ x ≤ 54
- Sangat Rendah 25 ≤ x ≤ 39
Total 46 100% 37 100% Dari hasil perngukuran kategorisasi pada tabel 3 terlihat bahwa skala perilaku
56,53% yang artinya subyek berada pada kategori tinggi sedangkan kepribadian introvert memiliki skor rata-rata 61,08 dengan presentase 54,05% yang berarti subyek berada pada kategori sedang.
Uji Asumsi
Pada penelitian ini uji asumsi yang dilakukan antara lain yaitu uji normalitas, uji homogenitas dan uji T-Test. Masing-masing hasil uji yang dilakukan dapat dilihat pada tabel-tabel berikut:
Uji Normalitas
Tabel 4. Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Kepribadian Kepribadian Ekstrovert IntrovertN
46
37 Normal Parameters Mean
82.76
61.08 Std. 6.550 8.493
Deviation
Most Extreme Differences Absolute .128 .096 Positive .128 .070 Negative -.075 -.096 Kolmogorov-Smirnov Z 1.288 1.206
Asymp. Sig. (2-tailed) .073 .109
Pada tabel 4 hasil uji normalitas pada variabel kepribadian ekstrovert yaitu nilai K-S-Z sebesar 1,288 dengan nilai signifikansi 0,073 (p>0,05) dan untuk variabel kepribadian introvert nilai K-S-Z sebesar 1,206 dengan nilai signifikansi 0,109 (p>0,05). Berdasarkan hasil tersebut maka kedua variabel yaitu kepribadian ekstrovert dan kepribadian introvert berdistribusi normal.
Uji Homogenitas
Tabel 5. Hasil Uji Homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
PrososialLevene Statistic df1 df2 Sig.
1.001
17
56 .471Berdasarkan tabel 5 hasil uji homogenitas menunjukkan skor signifikansi 0,471 (p>0,05) yang artinya data bersifat homogen.
T-Test
Tabel 6. Hasil Uji T-Test
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2- tailed)Mean Difference Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper Prososial Equal variances assumed
1.663 .201 13.132 81 .000 21.680 1.651 18.395 24.965 Equal variances not assumed 12.770 66.505 .000 21.680 1.698 18.291 25.069
Uji T (T-Test) dilakukan untuk menguji ada tidaknya perbedaan yang signifikan antara kedua variabel. Berdasarkan hasil uji T menggunakan Independent Samples Test didapatkan hasil t hitung = 13,132 dengan nilai signifikansi 0,000 (p>0,05). Hal ini berarti ada perbedaan yang signifikan pada perilaku prososial anggota jemaat dewasa muda
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai perbedaan perilaku prososial anggota jemaat dewasa muda GKI Petrus Jayapura ditinjau dari kepribadian introvert dan kepribadian ekstrovert didapatkan hasil bahwa hipotesis diterima yaitu ada perbedaan perilaku prososial yang signifikan antara kepribadian introvert dan ekstrovert pada
hitung
anggota jemaat dewasa muda GKI Petrus Jayapura dengan nilai t = 13,132 dan nilai signifikansi 0,000 (p>0,05).
Dari hasil penelitian terlihat bahwa kepribadian introvert dan kepribadian ekstrovert memberikan sumbangan yang berbeda dalam melakukan perilaku prososial.
Perbedaan perilaku prososial antara kepribadian introvert dan kepribadian ekstrovert pada anggota jemaat dewasa muda GKI Petrus Jayapura cukup terlihat jelas, dimana anggota dewasa muda dengan kepribadian ekstrovert memiliki perilaku prososial yang lebih tinggi dari pada anggota dewasa muda yang memiliki kepribadian introvert. Dari aitem yang telah diisi terlihat bahwa anggota dewasa muda yang memiliki kerpibadian ekstrovert bersedia sebisa mungkin akan membantu orang lain ketika mereka membutuhkan pertolongan dan mereka melakukannya dengan inisiatif mereka sendiri tanpa harus diminta oleh orang lain. Sedangkan, bagi anggota dewasa muda yang memiliki kepribadian introvert merasa bahwa mereka sulit untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain, cenderung mengambil pertimbangan sesuka keinginan mereka dan bagi mereka ketika orang lain mengalami masalah mereka tidak merasakan perasaan apapun karena mereka merasa itu bukan urusan mereka.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wibawa (1992) pada intensi prososial antara anggota yang memiliki kepribadian ekstrovert dan introvert. Begitu pun dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan dan Stanislaus (2016) yang menyatakan bahwa ada perbedaan perilaku prososial antara kepribadian introvert dan ekstrovert dimana kepribadian ekstrovert memiliki perilaku prososial yang lebih tinggi dari pada kepribadian introvert.
Melakukan perilaku prososial berarti terlibat langsung dalam lingkungan sosial dan membuat perilaku tersebut diperhatikan oleh orang-orang disekitar yang nantinya secara tidak langsung akan membuat mereka yang melakukan perilaku prososial mendapatkan penghargaan secara sosial. Bagi mereka dengan kepribadian ekstrovert bukanlah hal yang sulit untuk melakukan perilaku prososial karena mereka terkenal memiliki orientasi secara sosial yang menjadikan mereka mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan dan segala hal yang dilakukan tidak hanya tentang dirinya namun tergantung pada lingkungan diluar dirinya. White & Gerstein (1987) mengatakan bahwa mereka yang memiliki pemantauan diri yang tinggi akan tergantung pada harapan orang lain, sehingga akan cenderung lebih penolong karena mereka berpikir bahwa perilaku menolong akan mendapatkan imbalan secara sosial.
Hal ini berbanding terbalik dengan mereka yang memiliki kepribadian introvert dimana lingkungan sosial bukanlah hal yang nyaman bagi mereka. Mereka dengan kepribadian introvert sering kali menghindari kontak sosial karena semua hal yang dilakukan hanya tertuju bagi diri mereka sendiri. Menurut Taylor, Peplau, & Sears (2009) salah satu hal yang mendasari seseorang melakukan perilaku menolong karena adanya faktor kesedihan personal yaitu reaksi emosional kita terhadap penderitaan orang lain seperti perasaan terkejut, ngeri, dan prihatin. Namun hal ini hanya mungkin menghilangkannya dengan cara membantu orang lain atau mungkin juga merasa lebih baik untuk menghindari situasi atau mengabaikan penderitaan di sekitar kita namun keinginan membantu untuk mereduksi ketidaknyamanan pribadi adalah tindakan yang egoistis (Taylor, Peplau, & Sears, 2009). Sedangkan, menurut Bierhoff, Klein & Kramp (1991) salah satu dari lima hal yang ditunjukkan mereka yang melakukan perilaku prososial adalah egosentrisme yang rendah. Untuk itu, melakukan perilaku prososial cenderung bukan menjadi hal utama yang akan dilakukan oleh mereka yang memiliki kepribadian introvert karena mereka cenderung untuk lebih memusatkan segala hal bagi dirinya sendiri sehingga membuat mereka pun cenderung menjadi pribadi yang egois.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kepribadian introvert dan kepribadian ekstrovert memiliki keputusan yang berbeda untuk bereaksi dalam lingkungan sosialnya yang akhirnya berpengaruh dan terlihat perbedaannya dalam mengambil keputusan untuk melakukan perilaku prososial.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan perilaku prososial yang signifikan pada anggota dewasa muda jemaat GKI Petrus Jayapura yang memiliki kepribadian ekstrovert dengan kepribadian introvert.
Untuk anggota dewasa muda dengan kepribadian ekstrovert cenderung memiliki perilaku prososial pada kategori tinggi sedangkan anggota dewasa muda yang memiliki kepribadian introvert cenderung berada pada kategori sedang.
SARAN
Dari hasil penelitian, pembahasan serta mengingat masih adanya keterbatasan dalam penelitian ini maka peneliti ingin mengajukan beberapa saran, yaitu :
1. Bagi anggota dewasa muda baik yang memiliki kepribadian introvert maupun ekstrovert untuk tetap terus melakukan, meningkatkan dan mempertahankan perilaku prososialnya.
2. Bagi gereja agar dapat membantu anggota jemaatnya dalam menanamkan dan mengajarkan nilai-nilai perilaku prososial agar kondisi perilaku prososial anggota jemaat yang sudah ada dapat terus dilakukan dan dipertahankan 3. Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk meneliti tentang perilaku prososial diharapkan dapat meneliti lebih luas dengan melihat variabel-variabel lain secara internal maupun eksternal karena penelitian ini hanya menguji salah satu
DAFTAR PUSTAKA
Bierhoff, H. W., Klein, R., &Kramp, P. (1991). Evidence for the altruistic personality from data on accident research. Journal of Personality, 263-280. Farhah, S. (2011). Hubungan religiusitas dengan perilaku prososial mahasiswa pengurus lembaga dakwah kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Feist, J., & Feist, G. J. (2014). Teori kepribadian (7 ed.). (Handriatno, Trans.) Jakarta: Salemba Humanika. Kurniawan, M. F., & Stanislaus, S. (2016). Perilaku pro-sosial ditinjau dari tipe kepribadian introvert dan ekstrovert studi pada mahasiswa psikologi UNNES.
Intuisi Jurnal Ilmiah Psikologi , 195-199.
Martono, N. (2012). Metode penelitian kuantitatif analisis isi dan analisis data sekunder. Jakarta: Rajawali Pers. Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2011). Psikologi perkembangan (9 ed.).
(A. K. Anwar, Trans.) Jakarta: Kencana. Penner, L. A., Fritzsche, B. A., Craiger, J. P., & Freifeld, T. S. (1995). Meansuring the prosocial personality. (J. N. Butcher, & C. D. Spielberger, Eds.) Advances in
Personality Assessment, 10 , 147-163. Hillsdale, NJ: Erlbaum
Periantalo, J. (2016). Penelitian kuantitatif untuk psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Ruf, D. L., & Radosevich, D. M. (2009). How personality and gender may relate to individual attitudes toward caring for and about others. Roeper Review, 207-216. Santrock, J. W. (2002). Perkembangan masa hidup (5 ed., Vol. II). (A. Chusairi, & J.
Damanik, Trans.) Jakarta: Erlangga. Santrock, J. W. (2012). Perkembangan masa hidup (13 ed., Vol. II). (B. Widyasinta, Trans.) Jakarta: Erlangga.
Sugiyono. (2006). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan r&d. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. (2012). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan kombinasi. Bandung: Alfabeta. Sulaeman, B. (2011). Perbedaan intensitas komunikasi melalui fitur blackberry messenger berdasarkan tipe kepribadian ekstrovert dan introvert pada mahasiswa
Taylor, S. E., Peplau, L. A., & Sears, D. O. (2009). Psikologi sosial (12 ed.). (T.
Wibowo, Trans.) Jakarta: Kencana. UI, T. P. (2014). Psikologi sosial. (S. W. Sarwono, & E. A. Meinarno, Eds.) Jakarta: Salemba Humanika.
Utomo, A. B. (2013). Perbedaan tipe kepribadian ekstrovert dan introvert di dalam frekuensi terkena bullying studi kepada siswa SMA negeri 3 Salatiga. White, M. J., & Gerstein, L. H. (1987). Helping : The influence of anticipated social sanctions and self-monitoring. Journal of Personality, 41-54. Wibawa. (1992). Perbedan intensi prososial antara tipe kepribadian ekstrovert dengan introvert pada Bintara Sabhara Kepolisian wilayah Yogyakarta.