FORMASI DISKURSUS DAN SUBJEKTIVITAS DALAM NOVEL THE WATER KNIFE KARYA PAOLO BACIGALUPI: PENDEKATAN ARKEO-GENEALOGI FOUCAULT

Atavisme, 20 (2), 2017, 138-154

FORMASI DISKURSUS DAN SUBJEKTIVITAS DALAM NOVEL
THE WATER KNIFE KARYA PAOLO BACIGALUPI:
PENDEKATAN ARKEO-GENEALOGI FOUCAULT

Discourse Formation and Subjectivity in Paolo Bacigalupi’s The Water Knife: Foucault’s
Archeo-Genealogy Approach

Budi Tri Santosa
Program Studi Ilmu Sastra, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada
Jalan Sosiohumaniora, Bulaksumur, Yogyakarta, Indonesia, Telepon (0274) 901136,
Faksimile (0274) 550451, Pos-el: [email protected]
(Naskah Diterima Tanggal 21 Oktober 2017—Direvisi Akhir Tanggal 19 November 2017—Disetujui Tanggal 20 November 2017)

Abstrak: Penelitian ini bertujuan membahas pembentukan diskursus, pembentukan dan pengawasan subjek diskursif, serta perlawanan subjek terhadap diskursus dalam novel The Water Knife
karya Paolo Bacigalupi. Data yang dikumpulkan dari The Water Knife dianalisis dengan metode
arkeo-genealogi Foucault melalui dua tahapan: pembacaan arkeologi dan pembacaan genealogi.
Hasil penelitian menunjukkan ada empat formasi yang membentuk suatu diskursus, yaitu formasi
objek diskursus, penyampaian diskursus, konsep diskursus, dan strategi diskursus. Mekanisme
pembentukan subjek diskursif dilakukan dengan empat tahapan, yaitu pemusatan individu dari

masyarakat, pelatihan kontrol aktivitas pada tubuh, pengujian tubuh individu pada tingkatan
tertentu, dan penciptaan subjek sebagai body-machine of discourse. Mekanisme pengawasan
subjek diskursif dilakukan melalui tiga cara, yaitu pengawasan hierarki, penciptaan norma, dan
examination sebagai pengawasan intensif. Dampak dari diskursus dominan adalah perlawanan
terhadap diskursus dominan. Ada dua cara perlawanan dalam novel yaitu parrhesia sebagai
sarana diskontinuitas diskursus dan the care of the self sebagai perlawanan diskursus dominan.
Kata-Kata Kunci: arkeo-genealogi; formasi diskursus; subjektivitas; parrhesia
Abstract: This research is conducted to elaborate discursive formations, formation and surveillance of discursive subject, and the subject’s struggle towards the discourse in Paolo Bacigalupi’s The
Water Knife. Data that is successfully collected are analyzed using Foucault’s archeo-genealogy
method in two steps: archeology reading and genealogy reading. The result shows that there four
formations forming a discourse, namely object, enunciative, conceptual, and strategy formation.
Then, there are also four mechanisms of discursive formation, which are centering individual from
society, training of control the activity of the body, testing individual’s body in the certain degree,
and creating subject as body-machine of discourse. The mechanism of surveillance is done through
three ways, they are hierarchial control, norm forming, and examination as intensive control. The
effect of the dominant discourse is the rebellion against the discourse. There are two rebellion ways
in the novel, namely parrhesia as the discourse discontinuity and the care of the self as means
against the discourse.
Key Words: archeo-genealogy; discursive formation; subjectivity; parrhesia
How to Cite: Santosa, B.T. (2017). Formasi Diskursus dan Subjektivitas dalam Novel The Water Knife Karya Paolo

Bacigalupi: Pendekatan Arkeo-Geneologi Foucault. Atavisme, 20 (2), 138-154 (doi: 10.24257/atavisme.v20i2.405. 138154)
Permalink/DOI: http://doi.org/10.24257/atavisme.v20i2.405.138-154

138

© 2017, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print)

Budi Tri Santosa/Atavisme, 20 (2), 2017, 138-154

PENDAHULUAN
Modernitas merupakan suatu periode
historis yang segalanya terbentuk melalui kekuatan akal pikiran atau akal rasio
dalam melihat fenomena sosial (Gilbert,
2013:2). Melalui rasionalitasnya itu, manusia dapat membentuk sesuatu yang
disebut ilmu pengetahuan dan dapat
menciptakan tatanan sosial. Dengan ilmu pengetahuan, manusia modern
mampu melihat fenomena sosial secara
kompleks sehingga menghasilkan nilainilai kebenaran, sedangkan tatanan sosial digunakan untuk melegitimasi nilai
kebenaran tersebut. Ilmu pengetahuan
dan tatanan sosial menjadi ujung tombak hadirnya suatu peradaban baru manusia. Pembangunan sebagai identitas

modernitas dan penerapan teknologi diseluruh bidang sosial dianggap sebagai
puncak dari era modernitas.
Namun, kuatnya dominasi ilmu
pengetahuan dalam mengatur manusia
di era modernitas menjadi suatu gejala
hegemonik yang sulit dipisahkan. Ilmu
pengetahuan, yang diajarkan oleh berbagai otoritas, menghasilkan kontinuitas terhadap nilai-nilai kebenaran mengenai modernitas yang identik dengan
pembangunan dan teknologi. Hal tersebut kemudian membatasi manusia untuk memaknai modernitas. Fenomena
tersebut oleh Max Horkheimer, pendiri
Mahzab Frankfurt, dikatakan bahwa
manusia modern sudah kehilangan instrumental reason or subjective reason.
Berendzen (2009) mengatakan sebagai
berikut.
“Subjective reason thus falls into
incoherence, because as the drive toward self-preservation becomes more
and more all encompassing, any real
conception of the significance of what is
to be preserved is lost. Subjectivity is so
oriented toward self-preservation that
the drive toward self-preservation is the

only end left.”

Kontinuitas nilai kebenaran ilmu
pengetahuan menjadikan manusia kehilangan konsepsinya sebagai manusia
yang bebas. Jameson (1988) mengatakan bahwa modernitas membuat manusia menjadi kehilangan cognitive mapping.
Adanya kecenderungan suatu
praktik politis untuk berkuasa di dalam
mekanisme produksi kebenaran di ilmu
pengetahuan berpotensi terjadi distorsi
terhadap esensi manusia. Praktik kuasa
ini memaksa manusia ditempatkan ke
dalam subjek yang secara tidak langsung menempatkan manusia ke dalam
suatu jaringan kuasa. Penempatan manusia yang kemudian berkonotasi dengan being subordinated. Dengan kata
lain, manusia tidak bebas dan selalu dibawah kuasa. Fenomena tersebut yang
kemudian menjadi kajian para pemikir
dari Freud hingga Lyotard. Di era postmodernisme, subjektivitas menjadi topik dinamis yang masih terus berkembang dan menjadi bahasan utama
(Mansfield, 2000). Masyarakat sudah
mulai menyadari ketidakpastian mengenai dirinya dan mulai merasa terasing atau teralienasi (Brewster, 1968)
jika meminjam isitilah Althusser. Kajian-kajian mengenai subjektivitas dilakukan untuk mencari tahu sejarah
mengenai dirinya sendiri, menentukan

kebenarannya sendiri, dan di posisi mana dirinya di dalam suatu jaringan kuasa.
Pada saat ini, gambaran mengenai
fenomena tersebut dapat dilihat pada
novel dengan genre distopia, salah satunya adalah The Water Knife karya Paolo
Bacigalupi. Para penulis novel distopia
merespon dengan pesimis sistem sosial
di era modernitas. Gerhald (2012) mengatakan bahwa ketakutan mereka mengenai mekanisme atau sistem sosial
terlihat ketika sistem sosial di modernitas jatuh atau tidak berjalan dengan
semestinya. Penggambaran mengenai

© 2017, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print)

139

Budi Tri Santosa/Atavisme, 20 (2), 2017, 138-154

kehancuran dunia, dominasi suatu kelas
sosial, dan krisis kemanusiaan menjadi
tiga contoh aspek yang sering tergambarkan pada novel distopia. Eratnya
modernitas dengan sistem kapitalis

membuat semakin terlihat bagaimana
isu mengenai subjektivitas manusia
mengalami krisis. Aturan yang membatasai manusia dan hilangnya privasi manusia menjadi suatu gejala yang diakibatkan dari modernitas.
Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah yang dibahas adalah: (1)
bagaimanakah pembentukan diskursus
dalam novel The Water Knife? (2) bagaimanakah pembentukkan dan pengawasan subjek sehingga menjadi subjek
diskursif di dalam novel The Water
Knife? dan (3) bagaimanakah perlawanan subjek terhadap diskursus dalam novel The Water Knife? Tujuannya adalah
untuk mengungkap: (1) pembentukan
diskursus dalam novel The Water Knife;
(2) pembentukan dan pengawasan subjek sehingga menjadi subjek diskursif di
dalam novel The Water Knife; dan (3)
perlawanan subjek terhadap diskursus
dalam novel The Water Knife.
Penelitian dengan objek novel The
Water Knife belum penulis temukan, namun sudah ada penelitian dengan topik
diskursus dan subjektivitas yang dilakukan peneliti lain. Penelitian Satyari yang
berjudul “Female Foeticide dan Infanticide: Kontestasi Diskursif dalam Politik
Pendisiplinan Tubuh Perempuan di India” (2016) membahas pendisiplinan
pada tubuh perempuan oleh pria. Penelitian tersebut masih berkutat pada pria

atau budaya patriarki yang dinilai menjadi sumber pendisiplinan pada tubuh
wanita. Padahal, pendisiplinan tubuh
yang lebih terlihat pada zaman sekarang adalah pendisiplinan tubuh dalam
suatu lingkungan kerja atau instansi.
Dalan tesisnya yang berjudul “Sastra Anak Balai Pustaka Tahun 1980-an
sebagai Propaganda Pembangunan

140

Orde Baru: Kajian Wacana Kuasa Michel
Foucault” (2015), Partiningsih meneliti
formasi diskursus. Akan tetapi, penelitiannya hanya terfokus pada formasi penyampaian saja.
Dengan demikian, penelitian ini
perlu dilakukan guna mengatasi kelemahan/kekurangan penelitian yang ada
tersebut. Peneliti menggunakan teori
Foucault mengenai arkeo-genealogi pengetahuan, pendisiplinan tubuh dan pengawasan subjek, serta perlawanan terhadap diskursus dominan.
Formasi diskursus terbentuk melalui empat formasi, yaitu formasi objek,
formasi penyampaian, formasi strategi,
dan formasi konsep. Foucault (1972)
mengatakan bahwa melalui pemetaan

formasi objek diskursus, dapat diketahui bagaimana objek dapat diubah dan
digunakan untuk kepentingan tertentu.
Ada tiga cara formasi objek, yaitu authorities of delimitation, surfaces of emergence, dan grid of spesification.
Formasi diskursus kedua adalah
formasi penyampaian. Tujuan formasi
penyampaian adalah untuk menyelidiki
bagaimanakah pernyataan-pernyataan
yang berbeda dapat dipersatukan dalam suatu diskursus (Foucault, 1972).
Ada tiga hal yang dikemukakan oleh
Foucault untuk menganalisis formasi
penyampaian; Place of Observation, the
Speaker, dan The Subject.
Formasi diskursus ketiga adalah
formasi konsep. Foucault (1972) mengatakan formasi konsep bertujuan untuk mengetahui struktur dan mekanisme pemaknaan suatu pernyataan dalam
membentuk suatu diskursus atau suatu
pengetahuan. Ada tiga cara bagaimana
formasi konsep pada suatu diskursus,
yaitu melihat forms of succession, form of
coexistence, dan procedure of intervention.
Formasi diskursus yang terakhir

adalah formasi strategi. Foucault (1972)
mengatakan bahwa prinsip-prinsip dan

© 2017, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print)

Budi Tri Santosa/Atavisme, 20 (2), 2017, 138-154

teori-teori merupakan suatu strategi
diskursus. Ada tiga cara untuk melihat
formasi strategi yaitu point of diffraction, point of determination, dan authority of function.
Melalui genealogi, pembentukan
dan pengawasan subjek dapat terlihat.
Menurut Foucault (1978), ada empat
tahapan pembentukan subjektivitas; the
art of distribution, the control of activity,
the organization of geneses and the composition of forces. Foucault (1978) mengatakan bahwa the art of distribution
adalah usaha untuk mendisiplinkan individu dengan cara penyebaran dan pengelompokan individu ke dalam suatu
ruang sehingga individu dapat diajari
secara efektif mengenai nilai-nilai kebenaran pada suatu diskursus. Ada dua
teknik bagaimana seni penyebaran beroperasi; enclosure dan partitioning.

Mekanisme kedua adalah The Control of Activity, yaitu suatu mekanisme
pendisiplinan dengan menekankan
pelatihan tubuh individu agar sesuai dengan
suatu
diskursus
tertentu
(Foucault, 1978). Ada empat teknik bagaimana control of activity dapat terjadi,
yaitu time-table, the temporal elaboration of the act, the correlation of the body
and gesture, dan the body-object articulation. Mekanisme ketiga adalah The
Organization of Geneses. Ada tiga teknik
di dalam organization of geneses, yaitu
Parallel Segment, Organize Thread with
Analytical Plan, dan Temporal Segments.
Mekanisme keempat adalah The Composition of Forces. Teknik pendisiplinan individu dilakukan dengan tiga cara, yaitu
multisegmentary machine, time adjustment, dan system of command.
Foucault (1978), kemudian menyimpulkan bahwa pengawasan panoptikon dilakukan melalui tiga mekanisme
agar kekuatan pendisiplinan berjalan
dengan efektif, yaitu pengawasan hierarkis, normalisasi, dan pengujian.
Pengawasan hierarki merupakan suatu


mekanisme yang tidak dapat dirasakan
ataupun diketahui oleh individu yang
sedang dipantau. Instrumen kedua adalah normalizing judgement, yaitu sebuah
hukuman atau peringatan kepada individu terhadap berbagai hal yang tidak
sesuai dengan aturan-aturan atau pendisiplinan.
Foucault, Martin, Gutman, & Hutton
(1988:287) juga berpendapat mengenai
suatu usaha yang dapat dilakukan oleh
subjek diskursif untuk melakukan perlawanan terhadap diskursus, yaitu dengan cara The care of the self dan
Parrhesia. The care of the self menghadirkan suatu keseimbangan yang dibutuhkan subjek untuk menghadapi suatu jaringan kekuasaan. The care of the
self bukan merupakan suatu proses untuk mendapatkan kebebasan, tapi suatu
praktik menuju kebebasan subjek di
dalam suatu jaringan kuasa. Tujuan dari
konsep ini adalah untuk menerobos
“repressive deadlock” sehingga setiap
subjek dapat mengenali jati diri dan
membangun keharmonisan di dalam diri subjek. The care of the self bukan merupakan suatu sikap apatis atau individualistis, tetapi konsep tersebut juga
berrelasi dengan sikap “caring of the
others”. Jika subjek dapat menguasai dirinya, maka subjek dapat mengajarkan
ilmu-ilmu kepada subjek lainnya tanpa
adanya “nonauthoritarin-manner”.

METODE
Metode yang digunakan dalam penelitian ini metode kualitatif. Penelitian ini
juga dikategorikan sebagai penelitian
arkeologi-genealogi karena data-data
yang dikumpulkan dalam penelitian ini
adalah data verbal yang berupa pernyataan-pernyataan yang diucapkan dan
tertulis serta dipraktikan oleh subjek
Foucault (1972:24) di dalam karya
Paolo Bacigalupi berjudul The Water
Knife. Data yang dikumpulkan adalah
data yang menjelaskan pembentukan

© 2017, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print)

141

Budi Tri Santosa/Atavisme, 20 (2), 2017, 138-154

diskursus, pembentukan dan pengawasan subjek, dan perlawanan subjek
terhadap diskursus.
Objek penelitian dibagi menjadi
dua, yaitu objek formal dan objek material. Objek formal penelitian ini adalah
formasi diskursif, metode pembentukan
dan pengawasan subjek, serta perlawanan subjek terhadap diskursus yang
ada di dalam The Water Knife dengan didasarkan pada pandangan Foucault. Objek material penelitian ini adalah novel
karya Paolo Bacigalupi berjudul The
Water Knife yang diterbitkan tahun
2015.
Data yang dikumpulkan dalam
bentuk kutipan kata, frasa, kalimat atau
wacana dalam objek material penelitian
yang berhubungan dengan formasi diskursif, pengawasan dan pembentukan
subjek, dan pelawanan subjek terhadap
diskursus. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
arkeo-genealogi dengan melalui beberapa langkah sebagai berikut: (1) melalui
teknik arkeologi, peneliti menelusuri
nilai-nilai kebenaran dalam suatu diskursus dengan memperhatikan formasi-formasi yang membentuknya; dan (2)
teknik genealogi digunakan untuk melihat perkembangan asal muasal seorang
individu sehingga menjadi subjek diskursif dengan cara menjabarkan tahapan-tahapan pembentukan subjek, proses pengawasan subjek diskursif, dan
respon subjek diskursif terhadap diskursus.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Formasi Diskursus
Pembangunan perumahan “Cypress Development” oleh Cathrine Case dan Perumahan “Taiyang Archology” oleh
orang China merupakan embrio pembentukan objek diskursus di dalam novel. Ada pernyataan mengenai bagaimana individu harus bekerja keras di era
distopia agar dapat bertahan hidup.

142

Pernyataan tersebut hadir bukan dari
Catherine Case atau orang China, tetapi
muncul disebabkan adanya suatu ideologi tertentu di masyarakat sebagaimana dapat dilihat pada kutipan data berikut.
There were stories in sweat.
Sweat was a body’s history, compressed into jewels, beaded on the brow,
staining shirts with salt. It told you
everything about how a person hadended up in the right place at the wrong
time, and whether they would survive
another day.
(Bacigalupi, 2015:1)
Ada banyak keringat dalam suatu
cerita.
Keringat adalah suatu sejarah tubuh, diperas menjadi permata, diikat di
alis, melekat di kaos dengan rasa asin.
Keringat menceritakan segalanya tentang bagaimana seseorang bertahan di
tempat yang tepat pada waktu yang
salah, dan apakah mereka akan bertahan pada hari lain.

Kata sweat menjadi kata kunci dalam mekanisme pembentukan diskursus. Karena adanya suatu ideologi sosial, kata sweat perlu didefinisikan atau
ditafsirkan sehingga dapat mendukung
ideologi di masyarakat. Dalam novel ini,
sweat akan menentukan dan mendefinisikan manusia di dalam suatu periode
waktu tertentu, “in the right place at the
wrong time.” Tidak hanya itu, sweat juga memiliki peran dalam menjaga eksistensi manusia, “would survive another
day.”
Keberagaman pemaknaan terhadap sweat perlu dimunculkan pada satu
konteks sosial agar dapat diartikulasikan dan dipraktikan pada suatu jaringan diskursus sehingga dapat terlihat
surface of emergence. Surface of emergence berfungsi untuk mengetahuai darimana hadirnya suatu pernyataan. Di
dalam novel, Catherine Case mencoba

© 2017, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print)

Budi Tri Santosa/Atavisme, 20 (2), 2017, 138-154

memunculkan konsep sweat agar memiliki makna di lingkungan sosial. Hal
ini terlihat ketika Case ingin meyakinkan Angel Velasques bahwa Angel memiliki kesamaan tujuan dengan Case sehingga mereka dapat mencapai tujuan
yang diinginkan.
Sweat dipertemukan dengan the
rule of bureucracy (Bacigalupi, 2015:
12). Dengan mempertemukan dua pernyataan tersebut, definisi sweat sudah
disesuaikan dengan ideologi yang secara tidak disadari dimunculkan oleh
Catherine Case. Dengan begitu, kerja keras diartikan sebagai upaya Case untuk
mengontrol Angel agar mau bekerja sama untuk menghancurkan Carver City.
Formasi objek diskursus tidak hanya menentukan surface of emergence,
tetapi juga melihat authorites of delimitation. Authorities of delimitation merupakan suatu lembaga untuk mengatur,
mengontrol, dan membatasi segala
praktik diskursif. Di dalam novel, lembaga pengadilan, pemerintah, dan ahli
meteorologi berperan signifikan untuk
mengontrol objek diskursus.
Lembaga pengadilan berperan
penting dalam menghentikan aliran air
di Carver City. Angel diberi tugas oleh
Case untuk menangkap Simon Yu, operator distribusi air. Dengan membawa
surat dari pengadilan, Angel berhak untuk menangkap Simon dan menghentikan distribusi air (Bacigalupi, 2015:18).
Kerja keras Simon Yu dinilai tidak
produktif, seperti yang tersirat pada
kutipan data berikut. “we’re supplying a
hundred thousand people! You can’t just
turn off their water.” Pernyataan tersebut menunjukan bahwa kerja keras
yang didasarkan pada solidaritas masyarakat Carver City tidak dapat diterima. Hadirnya surat pengadilan tersebut
menunjukkan bahwa sweat yang dimaksud bukan untuk tindakan bersifat
sosialis atau solidaritas, melainkan
yang menghasilkan keuntungan.

Pembentukan formasi objek diskursus terakhir adalah grid of specification. Pernyataan mengenai kerja keras
dan air dikelompokan untuk memberikan karakteristik pada suatu objek diskursus. Hal ini dapat dilihat ketika setiap institusi memiliki fungsi dan karakteristiknya.
Pernyataan mengenai kerja keras
dan air diartikulasikan oleh institusi
yang termasuk ke dalam authorities of
delimitation. Untuk memberikan karakteristik atau spesifikasi bagaimana institusi tersebut beroperasi, mereka memiliki fungsi kerjanya masing-masing.
Departemen tata kota, birokrat, operator pengairan, dan panitia khusus bagian reklamasi memiliki perannya masing-masing. Operator pengairan berperan mengatur penyimpanan dan efisiensi pembuangan air dan panitia reklamasi bertugas membuat desain reklamasi
untuk membuat Cypress 4.
Tidak hanya itu, departemen tata
kota juga berperan untuk mengatur aliran air dan mengkaji ruang kota. Segala
peran yang diemban oleh masing-masing institusi kemudian menjadi spesifikasi dan karakteristik dari lembaga tersebut.
Formasi diskursus selanjutnya adalah formasi penyampaian. Secara
umum, formasi penyampaian adalah
untuk mengintergrasikan keberagaman
gagasan yang terlalu abstrak dan menginvestigasi bagaimana diskursus dapat
diterima individu.
Ada dua cara formasi penyampaian, yaitu melalui speaker dan subject.
Peran speaker dapat dilihat pada pejabat Las Vegas. Pejabat di institusi pemerintahan di Las Vegas juga berperan aktif menyebarkan diskursus melalui undang-undang. Dalam The Water Knife,
legalitas hukum dan kebijakan dibuat
berdasarkan pada pernyataan tentang
bagaimana Las Vegas harus beradaptasi
dengan krisis air dan musim kering

© 2017, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print)

143

Budi Tri Santosa/Atavisme, 20 (2), 2017, 138-154

yang panjang. Legalitas hukum inilah
yang memberikan status pada diskursus pembangunan.
“They” (pemerintah Las Vegas) pada teks Bacigalupi (2015:174) merupakan speaker yang memiliki keberagaman gagasan di dalam institusinya sendiri. Anggota pemerintah Las Vegas berasal dari latar belakang ilmu pengetahuan yang berbeda-beda, seperti ilmu
hukum, ilmu politik, ilmu tata ruang kota, management keuangan, ilmu ekonomi, dan ilmu sosial. Keberagaman ini
yang kemudian disatukan, disahkan,
dan disampaikan oleh pemerintah Las
Vegas sehingga perundang-undangan
menjadi media untuk menyebarkan diskursus.
Tidak hanya berfokus pada peran
speaker, posisi subject juga sangat berpengaruh di formasi penyampaian. Diskursus pembangunan dalam proyek
pembangunan Cypress Development
menyebar luas karena peran Angel dan
Lucy sebagai subjek kolektif.
Angel menjelaskan perencanaan
Cypress Development kepada individuindividu. Dengan mengatakan pembangunan Cypress sebagai upaya membangun masa depan, Angel berusaha
untuk meyakinkan bahwa diskursus
pembangunan merupakan solusi untuk
krisis yang sedang dialami (Bacigalupi,
2015:71). Penjabaran tersebut juga dilakukan untuk menjalin hubungan antara objek diskursus dan individu.
Formasi diskursus ketiga adalah
formasi konsep. Dengan menganalisis
konsep diskursus, dapat dilihat bagaimana para agen penyampaian menggunakan berbagai bentuk konsepsi untuk
mengatur bagaimana Cypress Development dan Taiyang Archology terbangun.
Ada tiga mekanisme di formasi konsep;
form of succession, form of coexistence,
dan procedure of intervention. Diciptakannya julukan sebagai the water
knife yang diperankan oleh Angel

144

Velasquez dianggap sebagai solusi untuk mengkombinasikan diskursus yang
ada di Cypress Development, Taiyang
Archology, dan sumber daya air. Tugas
pertama setelah Angel ditunjuk sebagai
the water knife adalah menginvestigasi
kondisi di Phoenix dan Carver City.
Catherine Case mengadopsi diskursus investigasi yang telah dirancang
oleh para ahli hukum Las Vegas untuk
diterapkan kepada Angel, “sniffing likes
in the book of law education.” Diskursus
investigasi adalah upaya untuk mengumpulkan data agar dapat digunakan
untuk melakukan pengawasan dan pengaturan terhadap diskursus pembangunan. Sebagai agen rahasia, Angel tidak dapat keluar dari pengelompokan
dan standarisasi bagaimana seorang investigator bekerja. Penyamaran, bersembunyi, dan kejujuran pada informasi
merupakan
pernyataan-pernyataan
yang membangun diskursus investigasi
atau “An independent set of eyes”.
Case tidak ingin menghancurkan
pipa saluran air CAP (Arizona), tetapi
dia meminta Angel mencari informasi
mengenai apa yang sebenarnya terjadi
di lapangan. Hal ini menunjukan bagaimana diskursus terbentuk melalui form
of succession antara konsep investigasi
dan konsep kerja keras. Konsep investigasi dan konsep kerja keras merupakan
dua konsep berbeda. Investigasi berfokus pada pencarian informasi, sedangkan kerja keras berfokus pada sikap
produktif. Perbedaan fokus tidak berarti
dua konsep tersebut berbeda tujuan
dan tidak saling terkait, tetapi dua konsep saling terhubung sehingga membangun suatu diskursus baru mengenai ilmu inteligen.
Bersamaan dengan terbentuknya
form of succession, analisis arkeologi juga melangkah lebih jauh ke form of coexistence. Untuk mengetahui bagaimana
coexistence terjadi dalam The Water
Knife, Catherine Case merupakan figur

© 2017, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print)

Budi Tri Santosa/Atavisme, 20 (2), 2017, 138-154

yang tepat untuk dipahami dari segi ketelitian dalam menganalisis data dan informasi. Case sangat perfeksionis dalam
merancang pembangunan Cypress Development sehingga dia memiliki banyak pegawai untuk membantunya, terutama membantu mendapatkan datadata yang akan diolah olehnya. “She’d
shrugged. ‘Maybe there’s something
down in Mexico, but here you’re a ghost. I
have uses for ghosts.’“ (Bacigalupi, 2015:
98). ‘Dia mengangkat bahu. "Mungkin
ada sesuatu di Meksiko, tapi di sini kau
hantu. Saya menggunakan hantu.” '
Catherine menyebut orang-orang
yang berada di bawah pengawasannya
sebagai ghost karena tugasnya adalah
mencari informasi secara rahasia. Akan
tetapi, upaya Case dengan merekrut
Angel sebagai agen rahasia membuktikan bahwa Catherine Case lebih berfokus pada pengembangan akses informasi daripada melakukan tindakan represif melalui pemotongan saluran air.
Impian Catherine Case tidak hanya berorientasi pada pembangunan Cypress
Development, tapi juga pengembangan
akses informasi melalui agen rahasia sebagai bentuk coexistence occurance.
Formasi diskursus keempat adalah formasi strategi. Di The Archology of
Knowledge, ada tiga cara melihat formasi strategi, yaitu the point of diffraction, point of determination, dan authority of function.
Point of diffraction merupakan
suatu titik temu antara segala objek diskursus yang berbeda dan tidak sebanding, tapi memiliki pernyataan dan karakteristik yang sama. Ketika Lucy dan
Angel untuk pertama kalinya bertemu,
mereka saling curiga. Angel sedang
menjalankan tugasnya menyamar menjadi polisi. Dia ingin mencari jasad
Vosovich yang kemungkinan dibunuh
oleh orang California. Pada saat yang sama, Lucy juga sedang mencari jasad
temannya James Anderson, seorang

pengacara, yang diduga dibunuh oleh
pihak yang kasusnya sedang diselidiki
(Bacigalupi, 2015).
Lucy dan Angel merupakan dua
agen diskursus dengan latar belakang
berbeda, yang artinya mereka memiliki
aturan-aturanya sendiri tergantung objek diskursus mereka. Akan tetapi, mereka berada pada pernyataan yang sama tentang kepatuhan pada aturan dan
sikap kerja keras dalam dua objek diskursus yang berbeda. Angel berpedoman pada diskursus pembangunan Cypress, sedangkan Lucy berpedoman pada diskursus akses informasi. Point of
diffraction dapat terlihat ketika diskursus pembangunan dan diskursus akses
informasi memiliki pernyatan-pernyataan yang sangat identik sehingga membangun diskursus tersebut secara sistematis.
Diskursus pembangunan dan diskursus akses informasi yang begitu dominan dalam The Water Knife dapat menentukan suatu relasi jaringan dengan
diskursus lain. Artinya, relasi jaringan
diskursus tersebut akan dapat menentukan apakah diskursus lain merupakan
oposisi atau pelengkap dua diskursus
dominan tersebut. Hal ini dapat dilihat
ketika Lucy mencoba untuk mendapatkan surat kepemilikian air, dan ingin
memberikannya ke pemerintah sebagai
pemilik hak. Akan tetapi, hal tersebut jelas bertentangan dengan Angel yang harus mendapatkan surat tersebut untuk
diberikan kepada Catherine Case agar
dapat membangun Cypress Development.
Point of determination dapat dilihat pada bagaimana diskursus lain dipilih dan ditentukan berdasarkan suatu
arena diskursus. Angel memiliki faham
mengenai kapitalisme yang berpusat
pada Cypress Development. Dokumen
atau surat kepemilikian air menjadi
sumber atau materi yang memiliki nilai
ekonomi sangat besar untuk Cypress.

© 2017, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print)

145

Budi Tri Santosa/Atavisme, 20 (2), 2017, 138-154

Dengan memiliki dokument tersebut,
investasi ke Cypress Development semakin banyak karena investor akan terjamin dengan ketersediaan air, yang
merupakan elemen penting dalam pembangunan Cypress. Akan tetapi, di lain
sisi, kapitalisme beroposisi dengan sosialisme, yang dicerminkan oleh Lusy.
Lucy menilai bahwa dokumen tersebut
bukan untuk dimiliki atau dinikmati
oleh sebagian orang saja, tetapi seluruh
masyarakat. Konsepsi mengenai keadilan bagi masyarakat dinilai Lucy masih
mungkin dapat dicapai dalam kondisi
krisis. Dari sinilah, pertarungan diskursus dan konsepsi antara kapitalisme
dan sosialisme terjadi. Dalam The Water
Knife, paham kapitalisme memenangkan pertarungan dengan ditembaknya
Lucy oleh Maria, yang ingin hidup lebih
baik.
Authority of Function dapat disimak pada karakter Maria yang sudah
merepresentasikan keberhasilan suatu
diskursus. Maria merasa sudah tidak
mampu hidup di lingkungan yang miskin, selalu direndahkan oleh sekelompok orang, dan dibebani oleh tuntutan
sosial. Dia mempunyai mimpi kehidupan yang lebih baik di Las Vegas daripada
di Phoenix, seperti yang ayahnya katakan kepada Maria. Dengan alasan tersebut, dia membunuh Lucy (Bacigalupi,
2015).
Ketika diskursus dianggap sebagai
suatu kebenaran, maka diskursus sudah
beroperasi di luar mekanisme formasi
diskursus. Maria menilai bahwa kehidupan yang layak diukur dari kemampuannya dapat hidup di Las Vegas.
Dengan hidup di Las Vegas, dia bisa
mendapatkan semuanya, mulai dari
ekonomi, kemakmuran, dan masuk ke
dalam kelompok elit. Tidak hanya itu,
Maria
pun dapat bekerja dengan
Catherine Case yang membantu membangun Cypress Development dan juga
menguatkan diskursus pembangunan.

146

Mekanisme Pembentukan dan Pengawasan Subjek
Ada empat cara yang dilakukan untuk
pembentukan subjek diskursus dalam
novel The Water Knife. Pertama adalah
pemusatan individu dari masyarakat.
The art of distribution merupakan suatu
mekanisme penaklukan tubuh dengan
cara menempatkan individu ke suatu
golongan atau kelas tertentu. Ada dua
teknik penyebaran tubuh individu, yaitu
dengan cara enclosure dan partitioning.
Dalam The Water Knife, Cypress Archology merupakan tempat yang digunakan sebagai proses pemisahan dan
identifikasi. Tempat ini yang disebut
Foucault sebagai enclosure, tempat tubuh individu dikelompokan untuk diajari atau dipertemukan dengan diskursus
pembangunan.
Cypress tidak hanya tempat untuk
tempat tinggal, tetapi juga merupakan
bangunan untuk proses pembentukan
subjek. Pola dan tata ruang Cypress sudah menggambarkan bagaimana mekanisme pendisiplinan akan berjalan. Blok
Cypress 1,2,3, dan 4 dibentuk sama dan
saling berhadapan (Bacigalupi, 2015:
14). Pola yang berhadapan ini secara
implisit seperti cermin tempat setiap individu yang ada di dalamnya akan saling
terlihat sehingga menghasilkan suatu citra diri.
Proses pemisahan merupakan tahapan selanjutnya, yaitu individu dipisahkan dari masyarakat. Melalui pemisahan, seorang individu akan menjalani
suatu pelatihan yang akhirnya melahirkan suatu subjek yang berlandaskan pada suatu diskursus. Untuk membentuk
identitas agen rahasia, mekanisme partitioning harus dipraktikan.
Angel Velasquez hanya seorang
anggota geng yang ditangkap oleh pasukan Catherine Case dan dimasukan ke
penjara bersama dengan para pelaku
prostitusi, pengemis, pelaku kriminal,
dan para pencuri. Dari berbagai

© 2017, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print)

Budi Tri Santosa/Atavisme, 20 (2), 2017, 138-154

kelompok orang, Case akhirnya memilih
Angel untuk menjalankan tugas yang
akan diberikan kepadanya (Bacigalupi,
2015: 44).
Hal tersebut menggambarkan nilai
fundamental dari pembentukan subjek
agen rahasia. Dari sini dapat terlihat
bahwa ada suatu usaha untuk mentransformasikan tubuh masyarakat ke dalam konstruksi tubuh yang didasarkan
pada diskursus pembangunan. Proses
dimulai dengan seleksi sebagai tahap
awal dari partisipasi individu dalam diskursus pembangunan.
Mekanisme kedua adalah pelatihan kontrol aktivitas pada tubuh.
Foucault (1978) mengatakan bahwa
ada empat teknik control activity, yaitu
time-table, the temporal elaboration of
the act, the correlation of the body and
gesture, dan the body-object articulation.
Time-table merupakan pelatihan
individu dengan menggunakan waktu
sebagai acuan pendisiplinan tubuh. Ketika Angel sudah dibebaskan dari penjara oleh Case, dia dilatih untuk menjadi
seorang agen rahasia. Sebagai bentuk
latihannya, Case meminta Angel bekerja
sama dengan tentara bayaran. Dalam
kerja samanya, Angel berlatih mengenai
ketepatan waktu dalam mengerjakan
tugasnya.
Penunjukan dunia militer oleh Case
sebagai lingkungan pelatihan Angel untuk disiplin didasarkan pada satu alasan, yaitu militer dikenal dengan disiplin
tinggi terhadap waktu dan segala aktivitas yang dilakukan secara berulangulang serta lingkungan pelatihan yang
keras. Akan tetapi, untuk menjadikan
seorang individu disiplin, dunia militer
perlu membuat ukuran pada waktu.
Waktu dispesifikasi ke dalam satuan
kecil dari jam, menit, dan detik. Satuan
kecil itu membuat jelas pembagian waktu di dalam dunia militer. Pembagian
tersebut bertujuan untuk menciptakan
ritme individu. Kapten Reyes dan

Kopral Gupta memerintahkan Angel untuk menjalankan tugasnya dalam waktu
35 menit 22 detik. Penggunaan batas
waktu menekankan bahwa Angel harus
sudah selesai mengerjakan tugasnya dalam waktu yang telah diberikan. Penggunaan batas waktu juga mengindikasikan suatu tekanan pada Angel. “After
that you’re obstructing” menunjukan
bahwa ancaman kematian pada Angel
jika dia tidak menyelesaikan tepat waktu. Ketepatan waktu menjalankan tugas
merupakan sikap disiplin yang diinginkan oleh Catherine Case karena dia akan
mendapatkan suatu kepastian mengenai informasi yang didapatkan oleh
Angel.
Teknik kedua adalah the temporal
elaboration of the act. Pendisipinan kedua berfokus pada bagaimana segala
gerakan seorang individu diatur berdasarkan satuan waktu. Seorang individu
akan melakukan gerakan atau sikap tertentu dengan berdasarkan durasi yang
telah diberikan.
Dalam The Water Knife, pemberian
batasan waktu dimaksudkan untuk
memberikan tensi pada seorang individu. Sebagai seorang agen rahasia, Angel
perlu diperkenalkan dengan situasi genting dalam menjalankan pekerjannya.
Tekanan dari musuh dan segala situasi
yang mengancam keselamatannya juga
diperkenalkan oleh Kopral Gupta dan
Kapten Reyes, seperti kutipan data berikut ini.
“We’ve got to go!” Reyes shouted.
“If the Zoners get their choppers up
here, we’ll end up in a firefight, and the
feds will be all up on our asses then. We
need to clear out!”
Angel looked back at Yu as he fled.
“Just give me one minute!”
“Thirty seconds!”
Reyes was glaring at Angel. “Hurry
the fuck up!”
“I’m here! Let’s go already!”
(Bacigalupi, 2015:20)

© 2017, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print)

147

Budi Tri Santosa/Atavisme, 20 (2), 2017, 138-154

"Kita harus pergi!" Teriak Reyes.
"Jika Zoners membawa helikopter mereka ke sini, kita akan berakhir dalam
baku tembak, dan the Fed akan menyelidiki kita. Kita perlu membereskan
semuanya!"
Angel menatap Yu saat dia melarikan diri. "Beri aku waktu sebentar!"
"Tiga puluh detik!"
Reyes menatap Angel. "Cepatlah!"
"Aku di sini! Ayo pergi! "

Kutipan tersebut menunjukan bahwa waktu menentukan berakhirnya pekerjaan Angel. Waktu habis dan perintah dari Kapten Reyes menegaskan bahwa negosiasi dan pekerjaan Angel harus
dihentikan. Tensi yang hadir mengimplikasikan bahwa tidak ada waktu yang
terbuang sia-sia sehingga hasil pekerjaan Angel dapat efektif. Angel kemudian
harus kembali ke Helikopter, dan Kapten Reyes memerintahkan Angel untuk
membantu menembaki para “zoner”
dan menghancurkan sistem pengairan
Carver City. Seperti yang telah disebutkan bahwa setiap gerakan dan sikap diukur dengan waktu dan suatu perintah,
Angel patuh pada perintah dan waktu.
Teknik ketiga dalah the correlation
of body and gesture. Teknik ketiga merupakan suatu metode pendisiplinan
individu dengan lebih spesifik. Artinya,
tubuh individu tidak hanya diajari mengenai sikap dan aktivitas produktif
yang dibatasi dengan waktu, tetapi individu juga diajari bagaimana bersikap
dalam beraktivitas sehingga menghasilkan individu yang efisien.
Sebagai seorang agen rahasia,
Angel harus selalu melaporkan berbagai
peristiwa di lapangan kepada Catherine
Case. Berbagai fasilitas seperti handphone, mobil, dan ID cards diberikan
agar dia mampu bekerja secara efektif.
Namun, keadaan genting di lapangan
menyebabkan segala fasilitas tersebut
hilang. Hal itu yang menjadi kemarahan

148

Case karena Angel tidak memberikan laporan kepadanya. Angel akhirnya menemukan sebuah handphone dan menelpon Case.
Pemberian fasilitas oleh Case kepada Angel mengimplikasikan bahwa
Angel harus menggunakan fasiltias tersebut untuk melaporkan berbagai hal
kepada Case agar dia dapat tepat dan
cepat mengambil suatu kebijakan dalam
kondisi apapun. Pemberian fasilitas dan
pelatihan yang Angel sudah dapatkan
membuat Angel secara otomatis melakukan koreksi sendiri dengan cara mencari handphone untuk menghubungi
Catherine Case. Perasaan bersalah dan
bertanggung jawab Angel pada pekerjaan merupakan hasil dari proses pendisiplinan tubuh individu.
Teknik ke empat adalah the bodyobject articulation. Teknik ini menekankan pada tubuh individu yang berkorelasi dengan objek di luar individu. Di
Discipline and Punish, Foucault (1978)
mencontohkan teknik ini dengan cara
seorang tentara menggunakan rifle. Pada objek penelitian ini, Angel menggunakan mulut, kaki, dan pistol sebagai
cara untuk mengartikulasikan tubuh individu dan objek. Hal ini dapat dilihat
pada bagian ketika Lucy ingin menembak Angel karena Lucy curiga bahwa
Angel sudah membunuh temannya.
Pada data Bacigalupi (2015:116117), mulut dan kaki merupakan bagian
dari tubuh individu Angel, sedangkan
pistol merupakan objek di luar tubuh
individu yang digunakan untuk membantu Angel di pekerjannya. Angel telah
dilatih tentang cara bersikap dan menyikapi keadaan genting sebagai seorang agen rahasia. Ketika Lucy
menodongkan pistol, dia sudah mengetahui cara menghadapi situasi tersebut,
“already he was planning”. Pertama, dia
melangkah perlahan menuju Lucy.
Walaupun Angel sudah memakai rompi
antipeluru dan jaraknya cukup dekat

© 2017, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print)

Budi Tri Santosa/Atavisme, 20 (2), 2017, 138-154

dengan Lucy, dia tidak langsung mengambil pistol dari Lucy. Kedua, ketika sudah dekat dengan Lucy, Angel berbicara
bahwa dia tidak membunuh temannya,
dan Angel hanya ingin berbicara, “I just
want to talk”. Usaha tersebut merupakan suatu upaya bernegosiasi dengan
Lucy. Seperti yang telah disebutkan, negosiasi merupakan bagian dari pelatihan seorang agen rahasia. Angel pun sudah siap dengan pistol yang dia bawa
untuk bersiaga jika Lucy menembaknya.
Negosiasi dan pistol merupakan contoh
bagaimana objek dan tubuh saling padu.
Dengan begitu, tubuh Angel menjadi senjata, alat, dan mesin. Sebagai a
body-weapon, Angel menggunakan mulut dan kakinya untuk melakukan serangan balik ke Lucy sehingga Lucy tidak menembaknya. Sebagai a body-tool,
Angel merupakan alat untuk mencari
informasi mengenai keterkaitan Lucy
dan temannya yang terbunuh di Taiyang. Sebagai a body-machine complex,
aktivitas dan sikap yang sudah terinternalisasi pada tubuh Angel merupakan
produk dari diskursus pembangunan.
Mekanisme ketiga adalah pengujian tubuh individu sesuai tingkatan tertentu. Ada empat teknik untuk mendisiplinkan individu pada metode the
organization of geneses; divide duration
into successive or parallel segments,
organize these threads according to an
analytical plan, dan finalize these temporal segments (Foucault,1978:157-8).
Teknik pertama adalah divide duration into successive or parallel
segments. Antara Angel, Julio, dan Elis
memiliki tugas dan kesulitan yang berbeda-beda tergantung tingkatan yang
mereka miliki. Julio dan Elis memiliki
tugas lebih berat daripada Angel. Angel
harus menjalani dua periode pelatihan.
Periode pertama adalah ketika
Catherine Case memberi tugas Angel
untuk menghancurkan Carver City. Dengan masih dibantu Gupta dan Reyes,

dia dapat menyelesaikan tugasnya dengan menghancurkan Carver City dan
menyingkirkan Simon Yu. Di sini, kemampuan bernegosiasi Angel sedang
dipraktikan. Keberhasilannya menghancurkan Carver City dan bernegosiasi dengan Simon Yu dianggap Case sebagai
keberhasilan Angel pada tahap pertama.
Maka dari itu, Case meminta Angel untuk menugaskannya ke Phoenix guna
mencari kebenaran informasi sebagai
tahapan kedua.
Teknik kedua adalah organize these
threads according to an analytical plan.
Di Discipline and Punish, Foucault
(1979:158) mencontohkannya dengan
adanya tujuan pelatihan militer pada
abad 18 untuk melatih ketangguhan
seorang prajurit di arena pertempuran.
Teknik ini juga dapat dilihat ketika
Angel ditahan kedua pelatihnya. Angel
berada di Phoenix dan menghadapi berbagai kondisi genting, mengancam nyawa, dan kondisi tidak terduga yang tidak pernah diajarkan di tahapan pelatihan sebelumnya. Ketika Angel harus
berhadapan dengan Julio yang berkhianat kepada Cathrine Case. Angel akhirnya membunuh Julio sebagai upaya
untuk membela diri (Bacigalupi, 2015:
170).
Kemampuan Angel dalam bertahan hidup dan kemampuan menyikapi
situasi yang tidak terduga sedang diuji.
Pelatihan kekuataan diuji ketika Angel
berkelahi dengan Julio, sedangkan kemampuan teknik bertahan hidup juga
dapat dibuktikan dari kemampuannya
menembak Julio. Element terakhir adalah mengenai kepatuhannya. Kepatuhan
Angel untuk mendapatkan informasi
juga terlihat pada saat Julio tewas
(Bacigalupi, 2015:170).
Teknik ketiga adalah finalize these
temporal segments. Teknik ketiga ini
adalah suatu finalisasi terhadap praktik
pelatihan pendisiplinan dengan cara dibuat semacam pengujian akhir

© 2017, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print)

149

Budi Tri Santosa/Atavisme, 20 (2), 2017, 138-154

terhadap seorang individu. Kematian
Julio merupakan bentuk penilaian akhir
tugas Julio. Keinginan Julio untuk mendapatkan surat legalitas air dan menjualnya ke California merupakan bentuk
ujian terhadap misi yang ditugaskannya. Sikap khianat Julio tersebut dinilai
sebagai suatu kesalahan seorang agen
rahasia. Karena alasan tersebut, Angel
akhirnya menembak Julio. Dengan begitu, Julio tidak lolos dalam pengujian
tersebut.
Mekanisme keempat adalah kelahiran subjek sebagai body-machine of
discourse. Teknik pertama adalah “The
individual body becomes an element that
may be placed, moved, articulated on
others.” (Foucault, 1979:172). Angel,
Elis, Julion, Reyes, dan Gupta merupakan tubuh mesin yang tunduk pada
Catherine Case. Mereka bekerja berdasarkan aturan. Selama menaati aturan,
mereka dinilai produktif. Keseragaman
mereka yang patuh pada aturan menunjukan pola pekerja sebagai mesin. Akan
tetapi, keseragaman tersebut hanya
berlaku pada pola pikirnya saja, tidak
dengan sikap dan aktivitasnya. Hal ini
dapat dilihat ketika Angel dan Julio berbeda pendapat ketika menghadapi
orang California (Bacigalupi, 2015:9192).
Julio dan Angel memiliki aktivitas
yang sama, yaitu bersembunyi dan
menjauhi bahaya. Aktivitas melarikan
diri merupakan keseragaman aktivitas
sebagai tubuh mesin. Karena tubuh
Angel sudah terprogram sebagai mesin,
Angel melakukan hal yang sama seperti
Julio, yaitu mengamati. Ketika Angel tahu secara langsung bahwa orang tersebut berbahaya, dia juga kemudian melarikan diri. Keseragaman tersebut diartikan sebagai “articulated on others”,
yang dilakukan secara individu.
Teknik kedua adalah “the various
chronological series that discipline must
combine to form a composite time are

150

also pieces of machinery” (Foucault et al.,
1988)
Ketika Angel dikeluarkan dari penjara oleh Catherine Case, kehidupannya
tidak lagi bebas. Dia menjadi seorang individu yang dimiliki oleh Catherine
Case. Angel harus menempuh pendisiplinan dengan waktu yang diberikan.
Pendisiplinan pertama adalah pelatihan oleh Reyes, Gupta, dan Catherine
Case. Aturan pendisiplinan awal adalah
Angel tidak boleh melakukan interupsi
dan menolak perintah mereka. Proses
pelatihan tersebut merupakan pelatihan dasar mengenai kinerja seorang agen
rahasia. Mekanisme kedua adalah mempelajari mekanisme kerja mengenai
agen rahasia tentang mendapatkan informasi. Proses pelatihan tersebut kemudian dipraktikan di Phoenix sebagai
tahapan ketiga. Tiga proses tersebut
menunjukan bahwa tidak ada waktu
Angel yang terbuang selama pelatihan
tersebut. Pelatihan terjadi secara terusmenerus sehingga agen rahasia menjadi
jati dirinya dan membiaskan pemikiran
tentang tubuh individu sebagai aparatus
produksi diskursus.
Ketika subjek diskursif sudah terbentuk, langkah selanjutnya adalah mekanisme pengawasan subjek diskursif.
Ada tiga cara yang terlihat pada novel.
Pertama adalah pengawasan hierarki.
Sikap dan aktivitas Angel selalu diobservasi. Mekanisme observasi diimplementasikan tidak hanya oleh Catherine Case
ke Angel, tetapi juga dilakukan oleh setiap individu ke individu lainnya.
Observasi tubuh individu dalam
lingkungan struktur organisasi di Cypress Development merupakan suatu
fenomena signifikan untuk melihat bagaimana kepatuhan dapat terus berjalan. Suatu observasi mengimplikasikan
bahwa ada observer dan observed. Pada
kasus ini, Catherine Case, Braxton, dan
Cypress Development menyimbolkan
observer, sedangkan Julio, Angel, dan

© 2017, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print)

Budi Tri Santosa/Atavisme, 20 (2), 2017, 138-154

Elis menyimbolkan pihak yang diobservasi.
Fungsi observer adalah untuk
mengobservasi setiap pergerakan para
agen rahasia. Observer juga memiliki
data lengkap mengenai latar belakang
hingga track record kehidupan para
agen rahasianya. Dengan keunggulan
dua fungsi tersebut, observer memiliki
lebih banyak kuasa dan keuntungan untuk mengawasi setiap pergerakan agen
rahasianya. Di stuktur organisasi Cypress Development, calon agen rahasia
dibuat sebagai objek analisis sehingga
informasi mengenai setiap agen rahasia
disimpan oleh Braxton. Sikap dan aktivitas calon agen rahasia selama hidup di
kehidupan sosial masyarakat direkam,
diobservasi, dan dilaporkan sehingga
muncul laporan perkembangan individu. Pengambilan informasi para calon
agen rahasia dilakukan setelah mereka
ditangkap dan dipenjarakan di penjara
milik Cypress Development. Para calon
agen rahasia ini difoto dan diberi julukan untuk menggantikan nama aslinya.
Sebagai contoh, Angel diberi julukan
sebagai The Water Knife. Pemberian
julukan ini menunjukan suatu usaha
untuk mereduksi keseluruhan identitas
asli sehingga Angel harus merepresentasikan dirinya sebagai The Water Knife
yang memiliki tugas tertentu.
Cara pengawasan kedua adalah
dengan menciptakan norma. Angel juga
mengalami saat dianggap sebagai agen
yang tidak patuh. Hal ini dapat dilihat
ketika Angel menjalankan tugasnya bersama dengan Lucy (Bacigalupi, 2015:
195)
Melalu teknologi drone dan GPS,
Case mengetahui bahwa Angel melanggar norma, yaitu menunjukan identitasnya sebagai agen rahasia. Seperti
agen lainnya yang merupakan a body of
machine, perasaan untuk mencintai
Lucy tidak diperbolehkan atau dihapuskan dari tubuh Angel.

Norma-norma dan aturan-aturan
yang berada di Cypress Development
dianggap sebagai suatu hal yang sudah
sempurna untuk mewujudkan diskursus pembangunan. Dengan begitu, seluruh pekerja harus mematuhinya dan harus menjaga norma dan aturan tersebut
dari aktivtitas dan sikap yang menyimpang dari aturan dan norma.
Cara ketiga adalah examination
sebagai pengawasan intensif. Examination merupakan kombinasi dari konsep
hierarchial observation dan normalizing
judgment. Melalui examination, sikap
dan aktivitas semua individu akan diawasi, dinilai, diklasifikasi, dan disembuhkan. Hal itu dapat dilihat pada bagian Cathrine Case meminta Angel untuk
bercerita mengenai kejadian di lapangan (Bacigalupi, 2015:249)
Case mencoba menginterogasi
Angel supaya dia dapat memantau perkembangan pekerjaan Angel. Dia menilai sikap dan aktivitasnya selama dia
tidak melaporkan kegiataannya. Tidak
cukup hanya di situ, Case juga mengarahkan Angel untuk tetap patuh pada
aturan, yaitu fokus menjalankan tugasnya. Teknik pemberian gratifikasi dan
hukuman juga dikombinasikan agar
Case bisa mendapatkan apa yang diinginkannya.
Perlawanan Subjek terhadap Diskursus
Ada dua cara yang ditemukan di dalam
novel mengenai perlawanan subjek terhadap diskursus; parrhesia dan the care
of the self. Parrhesia sebagai sarana diskontinuitas diskursus. Seperti yang telah dijelaskan, Angel sudah menjadi bagian dari the body machine diskursus
pembangunan. Identitas Angel sebagai
anggota geng dari Mexico sudah hilang
melalui proses pendisiplinan. Dia tidak
lagi dapat beraktivitas dan bersikap
semaunya sendiri. Akan tetapi, kestabilan nilai pada sistem hierarki antara

© 2017, Atavisme, ISSN 2503-5215 (Online), ISSN 1410-900X (Print)

151

Budi Tri Santosa/Atavisme, 20 (2), 2017, 138-154

Angel dan Cathrine Case mulai diguncang dengan hadirnya tokoh Lucy sebagai truth-telling.
Lucy berperan sangat penting dalam mengguncang sistem dan nilai diskursus pembangunan. Profesinya sebagai jurnalis mengharuskannya mencari
informasi tentang kondisi di Phoenix
dan kematian temannya James. Dia menulis berbagai berita dan meng-upload
foto tentang korban kekeringan yang disebabkan oleh musim kering dan pembangunan Cypress Development dan
Taiyang Archology. Berita yang ditulis
disertai gambar tersebut dianggap oleh
para kritikus sebagai suatu berita yang
tidak patut dikonsumsi publik karena tidak sesuai dengan kode etik
(Bacigalupi, 2015:25).
Kritik yang disampaikan oleh para
kritikus tidak diperhatikan atau menjadi suatu batasan untuk Lucy. Artinya,
kode etik jurnalis tidak membatasi dirinya untu kmencari informasi sebenarbenarnya, dan Lucy yakin mengenai diskursusnya sendiri mengenai transparansi suatu sistem dan fenomena. Hal
ini menunjukan bahwa aktivitas dan
apa yang ditulis dan potret Lucy mengindikasikan keterbukaan dan kejujuran pada kondisi sos