DAMPAK INTERVENSI MODEL PENURUNAN Unmet Need KB dan PENINGKATAN KB PRIA TERHADAP PENCAPAIAN SASARAN PROGRAM DHS-I PADA PROGRAM KB DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA

DAMPAK INTERVENSI MODEL PENURUNAN Unmet Need KB dan PENINGKATAN
KB PRIA TERHADAP PENCAPAIAN SASARAN PROGRAM DHS-I PADA PROGRAM
KB DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA1
Oleh :
Kadir Tiya2
Abstrak : Studi dalam penelitian ini adalah Cross Sectional dengan pendekatan kualitatif dan
kuantitatif. Pendekatan kuantitatif untuk memperoleh data PUS dan kesertaan KB pria yang
diperoleh dari data sekunder laporan pencapaian PA. Sedang pendekatan kualitatif untuk menggali
informasi tentang mekanisme operasional intervensi. Kesimpulan yang dapat dikemukakan, antara
lain : PUS Unmet Need memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap user/penggunanya,
terlihat dari tingginya kesadaran bagi pengelola program dalam memberikan pelayanan maupun
peserta KB, sehingga berdampak pada menurunnya angka PUS Unmet Need secara bertahap.
Disamping itu, dukungan yang diberikan oleh stakeholder, cukup memberikan andil dalam
mengadvokasi program PUS Unmet Need terhadap publik. Alat kontrasepsi pria memberikan
dampak yang cukup signifikan terhadap user, inipun terlihat dari tingginya kesadaran bagi
pengelola program dalam memberikan layanan terhadap user. Dengan kondisi ini tentunya
memberikan kontribusi yang cukup signifikan pada tingginya angka penggunaan alat kontrasepsi
pria, khususnya vasektomi dan kondom. Juga dukungan yang diberikan oleh stakeholder dan media
massa secara bertahap cukup antusias dalam mengadvokasi program KB pria. Berdasarkan
kesimpulan yang diperoleh dari kedua program pada tahap evaluasi program, memberikan
kontribusi yang cukup besar dalam menurunkan angka PUS Unmet Need maupun peningkatan

penggunaan KB Pria. Dengan demikian maka, program tersebut diharapkan dapat dilaksanakan
secara berkesinambungan melalui proyek DHS. Rekomendasi yang dapat dikemukakan
berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, yaitu : Frekuensi penyuluhan kepada publik akan PUS
Unmet Need dan penggunaan alat kontrasepsi pria masih perlu ditingkatkan. Alat kontrasepsi
seyogyanya diberikan secara gratis kepada masyarakat luas, pengelola program diberikan
bimbingan/pelatihan secara kontinu, agar pemberian pelayanan kepada masyarakat lebih optimal,
Kata Kunci : Model penurunan Unmet Need, KB Pria dan program DHS-1

sebesar 67.125 atau 22,21 %, angka ini berada
jauh di atas rata-rata nasional sebesar 14,06 %.
Peserta Program Keluarga Berencana
Nasional di Indonesia selama ini lebih
didominasi oleh kaum perempuan (istri).
Kesertaan ber-KB bagi kaum pria masih sangat
rendah, ini terlihat dari hasil temuan Lembaga
Demografi Indonesia dimana peserta vasektomi
hanya 4,4 %, kondom 0,4 %. Sedangkan data
peserta KB pria Provinsi Sulawesi Tenggara
sampai dengan tahun 2002 berada di bawah skala
nasional, yaitu 0,56 % (BKKBN Prov. Sultra,

2004).
Pada tahun 2002 hingga tahun 2006
BKKBN
Provinsi
Sulawesi
Tenggara
bekerjasama dengan Universitas Haluoleo telah

PENDAHULUAN
Pelaksanaan program KB secara
nasional membuahkan hasil yang sangat
menggembirakan, karena bangsa Indonesia telah
mampu mengendalikan jumlah penduduk secara
signifikan. Keberhasilan ini tidak terlepas dari
peran serta BKKBN baik ditingkat pusat maupun
daerah, serta antusiasme masyarakat dalam berKB. Namun dalam perjalanannya ternyata tidak
seperti yang diharapkan, karena banyak peserta
KB yang selama ini setia menggunakan alat
kontrasepsi terpaksa harus drop out (DO) karena
berbagai hal. Angka DO di Sultra tercatat

sebanyak 45.594 atau 18,04 %. Angka Pasangan
Usia Subur (PUS) Unmet Need pun sangat tinggi

1
2

Ringkasan hasil Penelitian
Dosen Tetap Pendidikan Matematika FKIP Universitas Halu Oleo
12

melaksanakan penelitian Operasional Research
(OR) pada tahap identifikasi hingga tahap
intervensi, baik penelitian PUS Unmet Need
maupun penggunaan alkon pria dalam ber-KB.
Beberapa
kesimpulan
yang
diperoleh,
diantaranya
kualitas

pelayanan
perlu
ditingkatkan,
mekanisme
operasional
pendistribusian alkon masih perlu diperbaiki dan
pemenuhan alkon secara gratis bagi PUS unmet
need miskin perlu ditingkatkan. Sedangkan untuk
OR penggunaan alkon pria disimpulkan bahwa,
terdapat 34 % pria tidak memahami alat
kontrasepsi, pengetahuan pria tentang alat
kontrasepsi kondom 67 %, sedangkan vasektomi
dan senggama terputus relatif masih rendah
(masing-masing 5 % dan 3 %), secara umum
suami/pria masih menghendaki istrinya ber-KB,
alat kontrasepsi pria dianggap kurang nyaman
dan merepotkan serta mengganggu hubungan
seksual.

dalam peningkatan Current Users (CU)/peserta

KB aktif di Provinsi Sulawesi Tenggara dengan
adanya dukungan proyek ADB DHS-I.
TINJAUAN PUSTAKA
Unmet Need KB
Pengertian unmet need meliputi
keinginan wanita untuk ber KB yang tidak
terpenuhi. Dalam perhitungan PUS unmet need
melibatkan wanita yang sedang ber KB maupun
yang berkeinginan untuk ber KB yang dirinci
menurut tujuannya, yaitu untuk menjarangkan
ataupun membatasi kelahiran. Keinginan ber KB
yang tidak terpenuhi termasuk kehamilan yang
waktunya tidak diinginkan, wanita yang belum
haid sejak melahirkan anak terakhir dan tidak
memakai alat kontrasepsi tetapi ingin menunngu
2 tahun atau lebih sebelum kelahiran anak
berikutnya, wanita tidak dapat hamil lagi atau
tidak dapat haid, dan wanita yang tidak
menggunakan kontrasepsi tetapi ingin menunggu
2 atau 3 tahun lagi untuk kelahiran anak

berikutnya. Tujuan membatasi kelahiran
termasuk kehamilan yang tidak diinginkan,
wanita yang tidak dapat hamil atau tidak dapat
haid dan wanita yang tidak menggunakan alat
kontrasepsi dan yang tidak ingin anak lagi.
Kategori keinginan ber KB yang tidak terpenuhi
tidak termasuk wanita hamil dan wanita tidak
haid, tetapi menjadi hamil ketika memakai suatu
alat/cara KB (wanita tersebut ingin memilih alat
kontrasepsi yang lebih baik), juga tidak termasuk
wanita yang menopause atau mati haid dan
wanita yang tidak subur.
Unmet Need KB terbagi dua menurut
Rohadi Haryanto, Djarot Santoso dan James
Palmore (1992), yaitu : Manifest Unmet Need
KB dan Latent Unmet Need KB terdiri dari :
a. Manifest Unmet Need KB dikategorikan,
sebagai berikut :
1. Wanita kawin usia subur, tidak hamil,
menyatakan tidak ingin punya anak lagi dan

tidak memakai kontrasepsi modern seperti
IUD, PIL, suntik, implant, obat vaginal dan
kontrasepsi mantap untuk suami atau dirinya
sendiri.
2. Mereka yang ingin menunda kehamilan
berikutnya tetapi tidak memakai alat
kontrasepsi seperti tersebut di atas.

Dari hasil temuan di Kabupaten Buton
dan Kolaka, diperoleh angka sebanyak 1.766
PUS yang merupakan perwujudan kegiatan
intervensi hasil OR peningkatan pelayanan PUS
Unmet Need tahun 2002. Sehingga total di
Provinsi Sulawesi Tenggara yang berhasil
diturunkan/dikurangi sebanyak 9.965 PUS (15
%) dari jumlah PUS Unmet Need tahun 2002
dari total 67.125. Dari kedua hasil penelitian
tersebut baik pada tahap identifikasi maupun
pada tahap intervensi, ternyata belum dapat
menekan angka PUS unmet need maupun

meningkatkan penggunaan alkon KB pria. Oleh
karena itu, dengan berakhirnya program DHS-I,
diharapkan akan dapat memberikan kontribusi
positif bagi lembaga dalam perencanaan program
pada DHS-II dan seterusnya, maupun
kepentingan masyarakat dalam arti luas baik
melalui sosialisasi maupun advokasi.
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka penelitian ini akan melihat sejauhmana
dampak
Penurunan
Unmet
Need
dan
Peningkatan Peserta KB Pria sebagai variabel
yang berkontribusi terhadap peningkatan Current
Users (CU). Program KB yang dikelola oleh
berbagai sektor terkait, ikut memberikan peranan
terhadap pencapaian CU. Oleh karena itu, perlu
digali informasi sejauhmana peran pengelola

program pelaksana mass media dan stakeholder
13

3. Mereka yang sedang hamil tetapi kehamilan
tersebut tidak dikehendaki lagi pada saat itu
dan pada waktu sebelum hamil tidak memakai
alat kontrasepsi.
4. Mereka yang sedang hamil tetapi saat
terjadinya kehamilan itu belum sesuai dengan
waktu yang dikehendaki dan sebelumnya
tidak memakai alat kontrasepsi.
b. Latent Unmet Need, yaitu mereka yang tidak
memakai alat kontrasepsi di luar kelompok
manifest Unmet Need KB tersebut, yaitu :
1. Mereka yang ingin masih tambah anak lagi,
tetapi jumlah anak yang diinginkan lebih dari
dua orang.
2. Mereka yang menunda untuk anak berikutnya
(anak kedua), tetapi lama waktu penundaan
kurang dari tiga tahun.

3. Mereka yang sedang hamil atau menopause
setelah kelahiran anak kedua, tetapi jarak
antara kehamilan kedua dengan kelahiran
anak pertama kurang dari dua tahun.
Disamping pengertian di atas, terdapat
pembagian unmet need, yaitu : ” unmet need for
spacing ” (untuk menjarangkan) dan ” unmet
need for limiting ” (untuk membatasi atau
mengakhiri kesuburan). Unmet need for spacing,
yaitu mereka yang tidak memakai alat
kontrasepsi,
tetapi
masih
menginginkan
tambahan anak pada masa yang akan datang
(bukan saat ini).

pelayanan, meningkatkan partisipasi dan
tanggung jawab pria dalam ber KB dan
meningkatkan pemberian ASI untuk penjarangan

kehamilan ( ICPD dalam Petunjuk Teknis
BKKBN Prov. Sultra Tahun 2002 ).
Rendahnya penggunaan alat kontrasepsi
oleh pria terutama, karena keterbatasan macam
dan jenis alat kontrasepsi serta rendahnya
pengetahuan dan pemahaman tentang hak-hak
dan kesehatan reproduksi. Faktor-faktor lain
yang turut mempengaruhi rendahnya penggunaan
alat kontrasepsi bagi pria, yaitu : (a) Kondisi
lingkungan sosial, budaya masyarakat dan
keluarga yang masih menganggap kesertaan pria
ber-KB belum atau tidak perlu dilakukan, (b)
Pengetahuan dan kesadaran pria dan keluarganya
dalam ber-KB masih rendah dan (c)
Keterbatasan penerimaan aksesibilitas pelayanan
kontrasepsi.
Bentuk partisipasi pria/suami dalam KB
dapat dilakukan secara langsung maupun tidak
langsung, antara lain :
a. Partisipasi pria/suami secara langsung
dengan menggunakan salah satu cara atau
metode pencegahan kehamilan, yaitu :
1. Kontrasepsi kondom
2. Vasektomi ( kontap pria )
3. Metode Senggama Terputus/ azal
4. Metode Pantang Berkala/ sistem kalender
b. Partisipasi pria/suami secara tidak
langsung, yaitu :
Mendukung dalam Ber – KB
Jika istri ber KB, maka peran suami
adalah mendukung dan memberikan kebebasan
kepada istri untuk menggunakan salah satu
cara/metode kontrasepsi. Dukungan yang
dimaksudkan meliputi :
1. Memilih kontrasepsi yang cocok, yaitu
kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan
dan kondisi istrinya.
2. Membantu istrinya dalam menggunakan
kontrasepsi
secara
benar,
seperti
mengingatkan saat minum pil KB dan
mengingatkan istri untuk.
3. Mengantar istri ke fasilitas pelayanan
kesehatan untuk kontrol atau rujukan.
4. Mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang
digunakan
saat
ini
terbukti
tidak
memuaskan.

Partisipasi Pria dalam Kesertaan Ber - KB
Dalam rangka mewujudkan keluarga
berkualitas pada tahun 2015, maka salah satu
upaya untuk mewujudkan paradigma tersebut,
adalah melaksanakan program peningkatan
partisipasi pria dalam program KB dan
Kesehatan Reproduksi yang merupakan program
baru dan strategis pada pelayanan keluarga
berencana dimasa yang akan datang. Program
keluarga berencana adalah
program yang
dimaksudkan untuk membantu para pasangan dan
perorangan dalam mencapai tujuan reproduksi
mereka, mencegah kehamilan yang tidak
diinginkan dan mengurangi insiden kehamilan
beresiko tinggi, kesakitan dan kematian,
membuat pelayanan yang bermutu, terjangkau,
diterima dan mudah diperoleh bagi semua orang
yang membutuhkan, meningkatkan mutu nasehat,
komunikasi, informasi, edukasi, konseling dan
14

dengan cara menarik penis dari liang senggama
sebelum ejakulasi, sehingga sperma dikeluarkan
diluar liang senggama. Metode ini akan sangat
efektif, jika dilaksanakan dengan baik dan benar.

5. Membantu menghitung waktu subur, bila
menggunakan metode pantang berkala
6. Menggantikan pemakaian kontrasepsi bila
keadaan
kesehatan
istri
tidak
Memungkinkan. (Anonim, 2004 : 10-11).

METODE PENELITIAN
Pelayanan
Keluarga
Kesehatan Reproduksi

Berencana

dan

Desain Studi
Studi dalam penelitian ini adalah
cross-sectional dengan pendekatan kualitatif
dan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah
untuk memperoleh data PUS dan kesertaan
KB pria yang diperoleh dari data sekunder
laporan pencapaian PA. Sedang pendekatan
kualitatif untuk menggali informasi tentang
mekanisme operasional intervensi. Data
kualitatif diperoleh dari wawancara mendalam
kepada pengelola dan pelaksana program KB
(Widodo JP, 1993 : 14).

Pelayanan kontrasepsi dan kesehatan
reproduksi khusus pria dimaksudkan agar
kesertaan pria dalam ber KB dapat ditingkatkan,
serta upaya peningkatan mutu pelayanan KB dan
kesehatan reproduksi. Pelayanan KB dan
Kesehatan Reproduksi mencakup pelayanan
medis dan non medis. Adapun metode/alat yang
dapat
dipilih
oleh
pria/suami
dalam
meningkatkan kesertaan dalam program KB dan
Kesehatan Reproduksi, antara lain :
a. Vasektomi

Sasaran Penelitian

Vasektomi merupakan cara ber KB yang
mantap melalui operasi kecil pada saluran sel
mani dengan mempergunakan pisau operasi atau
tanpa pisau operasi. Pada pelaksanaan vasektomi,
saluran
kelamin
mani
yang
berfungsi
menyalurkan sperma ( sel mani ) keluar, diikat
atau dipotong sehingga spermatozoa tidak
dikeluarkan dan tidak dapat bertemu dengan sel
telur, sehingga tidak akan terjadi kehamilan yang
disebabkan karena tidak terjadi pertemuan antara
sperma suami dengan sel telur pada istri.

Adapun yang menjadi sasaran dalam
penelitian ini adalah, responden dilokasi tempat
pelaksanaan penelitian pada tahap identifikasi
dan tahap intervensi program, dengan harapan
untuk mendapatkan informasi menyangkut
dampak dari realisasi pelaksanaan program DHSI selama 5 (lima) tahun terakhir.
Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian
Lokasi yang dijadikan sebagai area
penelitian tersebar di empat kabupaten, yaitu :
Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Kolaka
dan Kabupaten Muna di Prov. Sulawesi
Tenggara. Sedang waktu pelaksanaan penelitian
dimulai pada bulan Februari s/d Juni 2008.
Distribusi responden menurut wilayah penelitian
Operational Research di 4 (empat) Kabupaten
berjumlah 400 responden.

b. Kondom
Kondom merupakan salah satu alat
kontrasepsi yang paling mudah dipakai dan
diperoleh. Kondom terbuat dari karet/ lateks,
berbentuk tabung dan tidak tembus cairan,
dimana salah satu ujungnya tertutup rapat dan
dilengkapi kantong untuk menampung sperma.
Kondom mempunyai tiga fungsi, yaitu selain
sebagai alat KB juga dapat digunakan untuk
mencegah penyakit menular seksual termasuk
HIV/ AIDS serta dapat membantu pria/ suami
yang mengalami ejakulasi dini.

Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam pelaksanaan
Operasional Studi pada tahap evaluasi dilakukan
dengan menggunakan wawancara mendalam dan
data sekunder pencapaian PA Tahun 2007
(Irawan Soehartono, 1995 : 65-71).

c. Senggama Terputus
Senggama terputus merupakan metode
pencegahan terjadinya kehamilan yang dilakukan

15

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
1. Karakteristik Responden ( PUS Unmet Need )
Tabel-1. Umur Responden dan Jumlah Anak
Umur
( Tahun )
21 – 30
31 – 40
41 – 50
> 50
Jumlah
Sumber :

Persentase
Frekuensi
(%)
(F)
53
31,93
78
46,99
33
19,88
2
1,20
166
100
Data Lapangan Tahun 2008.

Jumlah Anak
( Orang )
1
2–3
4–5
>5
Jumlah

Frekuensi
(F)
15
96
50
5
166

Persentase
(%)
9,04
57,83
30,12
3,01
100

% dan di Posyandu sebesar 13,25 %. Persentase
responden menyatakan rencana ber KB,
bilamana diberikan pelayanan secara gratis
dengan 88 ( 53,01 % ), setelah mendapatkan
anak sebesar 31,33 % dan baru ikut ber KB
sebesar 0,06 %. Selanjutnya alasan responden
tidak/belum ber KB, karena masih menginginkan
anak lagi dengan persentase sebesar 28,92 %,
tidak ada alat kontrasepsi sebesar 1,81 % serta
tidak mempunyai uang untuk membeli alat
kontrasepsi dengan persentase sebesar 6,63 %.
Alat
kontrasepsi
yang
banyak
dipergunakan oleh responden adalah PIL dengan
persentase 32,91 %, suntik sebesar 29,75 %,
implant/susuk sebesar 26,58 % sedang
MOW/Tubektomi hanya sebesar 0,63 %.
Responden PUS Unmet Need menyatakan mau
ber KB sebesar 62,5 % dan sebahagian
menyatakan tidak ber KB karena sedang hamil,
ingin menambah anak, suami tidak setuju dan
anak sudah cukup. Stock alat kontrasepsi selalu
tersedia di klinik dengan jumlah yang cukup
tersedia dan pernah mendroping ke PPKBD.

Dari data tersebut diperoleh bahwa
usia termuda responden yang mengikuti program
KB berumur 21-30 tahun sebanyak 31,93% ,
sedaangkan yang tertua berumur > 50 tahun
sebanyak 1,20%. Dari hasil penelitian juga
diperoleh bahwa sebahagian besar responden
menyatakan bahwa, istri ber KB 119 (71,7 %)
dan rata-rata lamanya ber KB berada pada
interval 1-2 tahun (25,9 %) dan di atas 5 tahun
terdapat 17 (10,24 %).
2. Kesertaan PUS Unmet Need
Terdapat 164 responden (98,8 %)
menyatakan ada petugas PLKB di wilayah yang
menjadi sasaran dalam penelitian serta petugas
KB tersebut aktif melakukan penyuluhan di
daerah dimana mereka berdomisili. Hal ini juga
terlihat dari besarnya persentase yang mengikuti
penyuluhan, diantaranya 96,39 % mendapatkan
informasi dari petugas KB maupun dari
dokter/bidan/perawat kesehatan dan selebihnya
dari sumber yang lain. Tempat pelaksanaan
penyuluhan masing-masing dilakukan di Balai
Desa dengan 65,66 %, Puskesmas/Klinik 26,51
3. Karakteristik Responden ( KB Pria )

Tabel-2. Deskripsi Rentang Umur Responden dan Jumlah Anak
Umur
Persentase
Jumlah Anak
Frek
Frek
( Tahun )
(%)
( Orang )
21 – 30
19
11,18
1
6
31 – 40
74
43,53
2–3
80
41 – 50
4–5
75
70
41,18
> 50
>5
9
7
4,12
Jumlah
170
100
Jumlah
170
Sumber : Data Lapangan Tahun 2008

16

Persentase
(%)
3,53
47,06
44,12
5,29
100

Responden yang berada pada umur 3140 tahun dengan %tase sebesar 43,53 %, umur
21-30 tahun sebesar 11,18 %, 41-50 tahun
sebesar 41,18 % dan persentase terkecil berada
pada usia di atas 50 tahun, yaitu sebesar 4,12 %.
Kemudian responden yang memiliki jumlah 1
orang anak sebesar 3,53 %, 2-3 orang anak
sebesar 47,06 %, 4-5 orang anak sebesar 44,12 %
dan di atas 5 orang anak sebesar 5,29 %.
Responden memiliki jenjang pendidikan tamat
SLTA/Sederajat dengan 50,60 %, tamat SD
25,30 %, tamat SLTP/Sederajat 22,89 % dan
terendah adalah S1 sebesar 1,81 %.
Sebahagian besar responden menyatakan
bahwa, istri ber KB 165 ( 97,06 % ) dan lamanya
ber KB pada interval 1-2 tahun ( 45,40 % ), 3-5

tahun ( 38,65 % ) dan di atas 5 tahun 9,82 %
dan selebihnya tidak memberikan komentar.
4. Kesertaan KB Pria
Sebahagian besar responden sangat
setuju bila pria yang ber KB, hal ini terlihat dari
besarnya persentase yang menyatakan setuju
sebesar 64,50 %. Responden sangat setuju
bilamana menggunakan vasektomi/kondom
dengan persentase sebesar 94,19 % dan tidak
setuju memiliki persentase sebesar 3,49 %. Istri
sangat memberikan dukungan bila suami
menggunakan
vasektomi/kondom,
dengan
dukungan sebesar 94,12 %. Kemudian alasan
tidak memberikan dukungan, karena istri sudah
ber KB, suami sudah menggunakan kondom dan
takut karena efek samping.

Tabel-3. Alasan Pria Ber KB dan Alat Kontrasepsi yang lebih Cocok/Aman
No.
1.
2.
3.
4.
5.

Alasan ber KB

Jumlah

Sayang istri
78
Anak sdh cukup
26
Pria lebih cocok
5
Bany. anak repot
8
Istri tdk ada yg cocok
36
Jumlah
153
Sumber : Data Lapangan Tahun 2008

Persen
(%)
50,98
16,99
3,27
5,23
23,53
100

Alasan pria ber KB karena menyayangi
istri dengan persentase sebesar 50,98 %, istri
tidak ada yang cocok dengan salah satu alkon
yang tersedia. Secara umum KB pria yang lebih
aman adalah vasektomi dengan persentase 68,45
%, kondom sebesar 22,46 %, sistem kalender
sebesar 5,35 % dan senggama terputus sebesar
3,74 %. Umumnya responden menyatakan
vasektomi/kondom lebih aman bila dibandingkan
dengan KB pria yang lain serta tidak
mengganggu hubungan seksual suami/istri.
Kalaupun ada keluhan yang terkait disaat
berhubungan, maka keluhan itu disampaikan
kepada petugas ( melalui : dokter, mantri dan
konselor ). Bagi pria yang menggunakan
vasektomi/kondom sering diberikan konseling
oleh petugas KB, dengan pemberian konseling
yang sangat signifikan, yaitu sebesar 98,64 %.
Responden yang menyatakan perlu dilakukan
sosialisasi terdapat 166 atau sebesar 98,81 % dan

Alkon

Jumlah

Kondom
Vasektomi
Sengg. Terputus
Sistem Kalender
Jumlah

42
128
7
10
187

Persen
(%)
22,46
68,45
3,74
5,35
100

penyuluhan sebaiknya dilaksanakan semaksimal
mungkin.
Secara umum responden menyatakan
bahwa,
penggunaan
alat
kontrasepsi
kondom/vasektomi tidak mempunyai kelemahan,
hal ini ditunjukkan dari besarnya persentase,
yaitu sebesar 61,58 % dan selebihnya
menyatakan bahwa, kondom mudah bocor,
kurang nyaman dan repot. Sedang kelebihan dari
kondom/vasektomi
masing-masing
adalah
aman/praktis, tidak repot, tidak ada perasaan
khawatir, frekuensi senggama meningkat dan
dapat mencegah kehamilan. Disamping itu ada
beberapa kesan responden tentang penggunaan
KB
Pria,
diantaranya
:
frekuensi
penyuluhan/sosialisasi ditingkatkan, tidak ada
efek samping, praktis/tidak repot, pelayanan
sebaiknya diberikan secara gratis. Responden
yang menyatakan bahwa, vasektomi/kondom
adalah KB Pria dengan 82,35 %. Memotivasi
17

umur 31-40 tahun adalah 43,53 %, direntang
umur ini merupakan usia produktif. Responden
yang memiliki jumlah 1 orang anak hanya 3,53
% dan pada rentang 2-3 orang anak dengan
persentase sebesar 47,06 %. Sebahagian besar
responden menyatakan bahwa, istri ber KB
sebesar 97,06 % dan lamanya ber KB pada
interval 1-2 tahun adalah 45,40 % dan selebihnya
tidak
memberikan
komentar.
Sehingga
kesimpulan
yang
dapat
dikemukakan
berdasarkan hasil analisis di atas, bahwa
kesertaan ber KB bagi peserta KB sangat
signifikan.

suami untuk ber KB dengan persentase sebesar
92,16 %. Suami tidak ber KB karena ingin cari
anak dan istri sedang hamil sedang kondom
selalu tersedia dalam jumlah yang cukup di
klinik
KB/PPKBD/Sub
PPKBD
dengan
persentase sebesar 87,04 %, tidak dipungut
bayaran dari petugas KB/PPKBD serta KB Pria
yang sudah terlayani di wilayah masing-masing
adalah sejumlah 50 responden.
PEMBAHASAN
1. PUS Unmet Need
Pada umumnya umur responden
berada pada usia produktif, yaitu 31-40 tahun
dengan persentase sebesar 46,99 % dan pada usia
tidak produktif sebesar 1,20 %, lebih dari
separuhnya atau 57,83 % jumlah anak responden
antara 2-3 orang anak.Sebahagian besar
responden menyatakan bahwa, istri ber KB
dengan 71,7 % dan rata-rata lamanya ber KB
pada interval 1-2 tahun sebesar 25,9 % dan di
atas 5 tahun sebesar 10,24 %. Terdapat 98,8 %
menyatakan ada petugas PLKB di wilayah yang
menjadi sasaran dalam penelitian dan petugas
KB tersebut aktif melakukan penyuluhan di
daerah dimana mereka berdomisili. Hal ini
terlihat dari besarnya persentase responden yang
mengikuti penyuluhan, diantaranya 96,39 %
mendapatkan informasi dari petugas KB maupun
dari dokter/bidan/perawat kesehatan. Sedang
pelaksanaan
penyuluhan
masing-masing
dilakukan di Balai Desa, Puskesmas/Klinik dan
di Posyandu. Responden yang menyatakan
rencana ber KB, bilamana diberikan pelayanan
secara gratis dengan persentase 53,01 % dan
setelah mendapatkan anak. Kemudian responden
tidak/belum ber KB, karena masih menginginkan
anak dan tidak mempunyai uang untuk membeli
alat kontrasepsi.
Alat
kontrasepsi
yang
banyak
dipergunakan adalah PIL dengan 32,91 %, suntik
29,75 %, implant/susuk sebesar 26,58 % sedang
MOW/Tubektomi sebesar 0,63 %. Besarnya
biaya yang dikeluarkan oleh peserta KB sangat
beragam, tergantung alat kontrasepsi yang
dipergunakan. Pendistribusian alkon yang
diberikan secara gratis kepada masyarakat cukup
besar, dengan 81,33 % dan selebihnya 16,87 %
membayar. Responden yang mempunyai rentang

2. Alat Kontrasepsi Pria
Separuhnya responden yang memiliki
jenjang pendidikan tamat SLTA/Sederajat
dengan 50,60 % dan pekerjaan responden masih
dominan petani, yaitu 51,81 %. Responden
sangat setuju bila pria yang ber KB, hal ini
terlihat dari besarnya persentase yang
menyatakan setuju sebesar 64,50 %. Responden
yang menyatakan setuju, bilamana menggunakan
vasektomi/kondom dengan persentase cukup
signifikan, yaitu 94,19 % dan istri sangat
memberikan dukungan bila suami menggunakan
vasektomi/kondom, dengan %tase dukungan
sebesar 94,12 %. Kemudian alasan tidak
memberikan dukungan, karena istri sudah ber
KB, suami sudah menggunakan kondom dan
takut karena efek samping.
Umumnya responden menyatakan
vasektomi/kondom
lebih
aman,
bila
dibandingkan dengan KB pria yang lain serta
tidak mengganggu hubungan seksual suami/istri.
Kalaupun ada keluhan yang terkait disaat
berhubungan, maka keluhan itu disampaikan
kepada petugas ( diantaranya : dokter, mantri dan
konselor ). Bagi pria yang menggunakan
vasektomi/kondom sering diberikan konseling
oleh petugas KB, dengan pemberian konseling
yang sangat signifikan, yaitu 98,64 %.
Responden yang menyatakan perlu dilakukan
sosialisasi terdapat 98,81 % dan penyuluhan
sebaiknya dilaksanakan sesering mungkin.
Petugas yang dominan memberikan konseling
adalah PLKB dengan 66,25 % sedang dokter
hanya sebesar 23,13 %. Sedang institusi yang
banyak memberikan penyuluhan adalah BKKBN
18

dengan 76,70 %, Dinas Kesehatan sebesar 18,45
% dan selebihnya Departemen Agama, LSM dan
Penyuluhan Terpadu masih relatif rendah.
Secara umum responden menyatakan
bahwa,
penggunaan
alat
kontrasepsi
kondom/vasektomi tidak mempunyai kelemahan,
hal ini ditunjukkan dari besarnya persentase,
yaitu 61,58 % dan selebihnya menyatakan
bahwa, kondom mudah bocor, kurang nyaman
dan repot, sedangkan vasektomi tidak akan
mempunyai anak lagi. Adapun kelebihan dari
kondom/vasektomi
masing-masing
adalah
aman/praktis, tidak repot, tidak ada perasaan
khawatir, frekuensi senggama meningkat dan
dapat mencegah kehamilan. Disamping itu ada
beberapa kesan responden tentang penggunaan
KB
Pria,
diantaranya
:
frekuensi
penyuluhan/sosialisasi masih perlu ditingkatkan,
tidak adanya efek samping, praktis/tidak repot,
pelayanan sebaiknya diberikan secara gratis dan
frekuensi senggama menjadi lebih meningkat.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
KESIMPULAN
1. PUS Unmet Need memberikan dampak yang
cukup signifikan terhadap user/penggunanya,
hal ini terlihat dari tingginya kesadaran bagi
pengelola program dalam memberikan
pelayanan, sehingga berdampak pada
menurunnya angka PUS Unmet Need secara
bertahap di 4 (empat) kabupaten di Prov.
Sultra. Disamping itu dukungan yang
diberikan
oleh
stakeholder
cukup
memberikan
peran
dalam
mengadvokasi/mensosialisasikan
program
PUS Unmet Need terhadap publik.
2. Alat kontrasepsi pria memberikan dampak
yang
cukup
signifikan
terhadap
user/penggunanya, inipun terlihat dari
tingginya kesadaran bagi pengelola program
dalam memberikan layanan terhadap
user/penggunanya. Dengan kondisi ini
tentunya memberikan kontribusi yang cukup
signifikan pada tingginya angka penggunaan
alat kontrasepsi pria, khususnya vasektomi
dan kondom di 4 (empat) kabupaten.
Dukungan yang diberikan oleh stakeholder
secara bertahap, cukup positif dalam
mengadvokasi/mensosialisasikan
program
KB pria terhadap publik..
Program PUS Unmet Need maupun
KB Pria pada tahap evaluasi program,
memberikan kontribusi yang cukup besar dalam
menurunkan angka PUS Unmet Need maupun
peningkatan penggunaan KB Pria. Dengan
demikian maka, program tersebut diharapkan
dapat dilaksanakan secara berkesinambungan
melalui proyek DHS. Hal ini terlihat dari MOP
tertinggi di Konsel dengan persentase sebesar
48,52 % dan terendah di Kolut dan Wakatobi
masing-masing 0,25 % Penggunaan kondom
tertinggi di Kab. Buton dengan persentanse
52,93 % dan terendah di Kab. Konut dengan
persentase 0,10 %. Keempat kabupaten yang
menjadi sasaran program
DHS 1, maka hasil
kegiatan program sebelum dan sesudah program
DHS-I, rata-rata mengalami peningkatan yang
sangat signifikan.

3. PUS Unmet Need dan KB Pria
Persentase petugas yang berdomosili
di
daerah
masing-masing
diantaranya,
dokter/bidan 21,05 %, Lurah/Desa 21,05 % dan
Camat 21,05 %. Lamanya bertugas bagi petugas
KB dan stakeholder untuk waktu 5-6 tahun
sebesar 42,11 %, di atas 6 tahun sebesar 31,58
%, sedang 1-2 tahun dan 3-4 tahun mempunyai
persentase masih rendah. Responden yang
menyatakan bahwa, PUS Unmet Need adalah
tidak ber KB dengan 43,75 %, ingin dilayani dan
selebihnya menyatakan tidak tahu. Responden
PUS Unmet Need menyatakan mau ber KB
cukup besar dan sebahagian menyatakan tidak
ber KB karena sedang hamil, ingin menambah
anak, suami tidak setuju dan anak sudah cukup.
Responden yang menyatakan bahwa,
vasektomi/kondom adalah KB Pria cukup
signifikan. Memotivasi suami untuk ber KB
sangat tinggi dengan persentase 92,16 %. Suami
tidak ber KB karena, alasan ingin cari anak dan
istri sedang hamil sedang kondom selalu tersedia
dalam jumlah yang cukup di klinik
KB/PPKBD/Sub PPKBD dengan 87,04 %, tidak
dipungut bayaran dari petugas KB/PPKBD serta
KB Pria yang sudah terlayani di wilayah masingmasing adalah sejumlah 50 responden.
19

Anonim, (2006), Buku Pedoman Operasional
Research,
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan Keluarga Berencana dan
Kesehatan Reproduksi BKKBN.

REKOMENDASI
Beberapa rekomendasi yang dapat
dikemukakan berdasarkan hasil evaluasi
program, yaitu :
1. Frekuensi penyuluhan/sosialisasi kepada
publik akan PUS Unmet Need dan
penggunaan alat kontrasepsi pria
perlu
ditingkatkan,
2. Alat kontrasepsi telah diberikan secara gratis
kepada masyarakat luas, hanya saja beberapa
oknum dari petugas lapangan perlu dihimbau
agar tidak memungut bayaran dari peserta
KB.
3. Pengelola
program
diberikan
bimbingan/pelatihan secara kontinu, agar
pemberian pelayanan kepada masyarakat
lebih optimal,
4. Proyek DHS-II, DHS-III dst. masih sangat
diharapkan, agar kedua program baik PUS
Unmet Need dan Alkon Pria dapat lebih
ditingkatkan di daerah ini.

Biro Pusat Statistik Indonesia, (1997), Badan
Koordinasi
Keluarga
Berencana
Nasional, Departemen Kesehatan, dan
Marco Internasional Inc. ( MI ), Survey
Demografi dan Kesehatan Indonesia,
1997.
Columbia Maryland, BPS dan MI.
Hariyanto, Rohadi, et. al, (1992). Manifest dan
Latent
Unmet
Need
Keluarga
Berencana di Indonesia, 1991. BKKBN,
East-West
Population
Institute, East-West Centre, Honolulu.
( 2004 ), Peningkatan Partisipasi Pria
dalam Keluarga
Berencana
dan
Kesehatan Reproduksi, BKKBN Jakarta.
( 2004 ), Panduan Pelayanan KB dan
Kesehatan Reproduksi Berwawasan
Gender di Tempat Kerja ( Klinik KIAS ),
BKKBN Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, ( 1993 ), Kontrasepsi Bagi Pasangan
Yang
Baru
Menikah,
Badan
Koordinasi
Keluarga
Berencana
Nasional ( BKBN ), Jakarta

Soehartono Irawan ( 1995 ), Metode Penelitian
Sosial
(
Suatu
Teknik
Penelitian Bidang Kesejahteraan Sosial
dan Ilmu Sosial lainnya ), penerbit PT.
Remaja Rosdakarya, Bandung.

Anonim,
(2001), Laporan Pelaksanaan
Program
KB
Nasional
Provinsi
Sulawesi Tenggara, BKKBN Sulawesi
Tenggara.

Widodo JP ( 1993 ), Metode Penelitian dan
Statistika
Terapan,
Airlangga
University Press, Surabaya.

20