ANALISIS KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN BAWAH DI HUTAN LINDUNG JOMPI

Ecogreen Vol. 3 No. 1, April 2017
Halaman 49 – 58
ISSN 2407 - 9049

ANALISIS KEANEKARAGAMAN JENIS TUMBUHAN BAWAH
DI HUTAN LINDUNG JOMPI
(KELURAHAN WALI KECAMATAN WATOPUTE KABUPATEN MUNA SULAWESI TENGGARA)

Analysis of Biodiversity of Understorey Plants in Jompi Protected Forest
Lies Indriyani*1, Alamsyah Flamin2, Erna2
1)

Jurusan Ilmu Lingkungan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan, Universitas Halu Oleo
2) Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan, Universitas Halu Oleo
*Email : [email protected]

ABSTRAK
Analysis of Biodiversity of Understorey Plants in Jompi Protected Forest was held in Wali Village,
Watopute district in Muna Regency, Southeast Sulawesi Province. This study was conducted in AugustNovember 2015. The objective of this study is to determine the types of understorey plants and how the level of
species biodiversity in Jompi Protected Forest. This study was by using a purposive sampling method. Analysis of
the vegetation was by using line method terraced. Sampling unit measuring 2m x 2m plot, the number of sample

plots altogether are 30 plots, with a distance of 200 meters each path were arranged systematically.
The results found that the species of understorey plants in Jompi Protected Forest are 31 species in 18
families. The kind that has a density, frequency and the index value of the highest importance are the type of
signal grass (Brachiaria decumben). Total value of species diversity index (H ') of understorey plants in the
Jompi Protected Forest is 2,99 (very high abundance).
Keywords: Jompi protected forest, understorey plants, biodiversity

PENDAHULUAN
Hutan Lindung adalah kawasan hutan
yang mempunyai fungsi pokok sebagai
perlindungan sistem penyangga kehidupan
untuk mengatur tata air, mencegah banjir,
mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut
dan memelihara kesuburan tanah (UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan). Kabupaten Muna merupakan salah
satu wilayah administratif kabupaten yang
berada di Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki
luas hutan sebesar 107.227,82 Ha. Yang terdiri
atas hutan Lindung seluas 36.899,28 Ha, hutan
produksi seluas 33.163,97 Ha, hutan produksi

terbatas seluas 1157 Ha dan hutan suaka alam
seluas 6.488,44 Ha (Dinas Kehutanan
Kabupaten Muna, 2012).
Salah satu kawasan Hutan Lindung yang
ada di Kabupaten Muna adalah Hutan Lindung
Jompi yang terletak di Kelurahan Wali
Kecamatan Watopute dengan luas sebesar 383
Ha. Hutan Lindung Jompi merupakan kawasan
yang memiliki potensi vegetasi, salah satunya
tumbuhan bawah. Tumbuhan bawah adalah
suatu tipe vegetasi dasar yang terdapat di
bawah tegakan hutan kecuali permudaan pohon

hutan, yang meliputi rerumputan, herba dan
semak belukar.
Tumbuhan bawah memiliki fungsi pokok
dalam mengkonservasi tanah dan air. Hal ini
dikarenakan tumbuhan bawah memiliki sistem
perakaran yang banyak sehingga menghasilkan
rumpun yang rapat dan mampu mencegah erosi

tanah, sebagai pelindung tanah dari butiran
hujan dan aliran permukaan, juga berperan
dalam meningkatkan bahan organik dalam
tanah (sebagai pupuk hijau maupun mulsa).
Berdasarkan uraian diatas, maka
penelitian ini mencoba untuk mengkaji
bagaimana komposisi jenis dan
tingkat
keanekaragaman jenis tumbuhan bawah di
Kawasan Hutan Lindung Jompi Kelurahan Wali
Kecamatan Watopute.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini bertempat di Hutan
Lindung Jompi Kelurahan Wali Kecamatan
Watopute dengan luas 383 Ha. Penelitian ini
dilaksankan pada bulan Agustus sampai
November 2015.
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini meliputi: patok kayu untuk tanda batas,
tallysheet

pengamatan,
buku
petunjuk
identifikasi tumbuhan bawah, peta lokasi

Keragaman Jenis Tumbuhan Bawah – Lies Indriyani et al.

penelitian, dan tumbuhan bawah sebagai
sampel penelitian.
Alat
yang
digunakan
dalam
melaksanakan penelitian ini meliputi: meteran
rol untuk pengukuran petak dan garis rintis, tali
rafia untuk membuat batas plotpengamatan,
parang untuk membersihkan petak atau plot
pengamatan,
kompas
untuk

membantu
penentuan arah garis rintis, Global Positioning
System (GPS) untuk penentuan koordinat posisi
di lokasi, alat tulis menulis untuk mencatat
data, kamera untuk dokumentasi dan buku
petunjuk identifikasi tumbuhan bawah.
Variabel yang diukur dalam penelitian ini
adalah variabel komposisi dalam 2 bagian yaitu
variabel
jenis
dan
variabel
tingkat
keanekaragaman. Meliputi Densitas, Frekuensi,
Indeks Nilai Penting dan variabel indeks
keanekaragaman Shannon-Wiener
Densitas adalah jumlah individu per unit
luas atau per unit volume. Dengan kata lain,
densitas merupakan jumlah individu organisme
per satuan ruang. Untuk kepentingan analisis

komunitas tumbuhan, istilah yang mempunyai
arti sama dengan densitas dan sering
digunakan adalah kerapatan diberi notasi K.
Perbandingan kerapatan suatu jenis dengan
kerapatan seluruh jenis yang dinyatakan dalam
% disebut kerapatan relatif (KR). Perhitungan
dapat dilakukan dengan persamaan sebagai
berikut:
Jumlah individu
=
Luas petak contoh
Kerapatan suatu jenis
=
x 100%
Kerapatan seluruh jenis
Frekuensi spesies (F) dan frekuensi
relatif spesies (FR) dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
=


Jumlah petak contoh ditemukannya suatu jenis
Jumlah seluruh petak contoh

=

Frekuensi suatu jenis
x 100
Frekuensi seluruh jenis

Indeks nilai penting (importance value
index) adalah parameter kuantitatif yang dapat
dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi
(tingkat penguasaan) spesies-spesies dalam
suatu komunitas tumbuhan. Jenis dominan
tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan

50

rumus Soerianegara dan Indrawan (1982)
dalam Garsetiasih dan Hariyanto (2006)

yaitu:Indeks nilai penting (%) = Kerapatan
Relatif + Frekuensi Relatif
INP (%) = KR + FR
Penentuan besarnya keragaman jenis
tumbuhan
dilakukan
analisis
dengan
menggunakan Indeks Keanekaragaman yang
dipilih dalam analisis komunitas mengacu pada
metode Shanon-Wiener (Odum, 1993 dalam
Albasri, 2008).
H = - Σ {(n.i/N) ln (n.i/N)}
dengan :
H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener
n.i = nilai penting dari spesies
N = total nilai penting
Tabel 1. Indikator Keanekaragaman Jenis
No
Kriteria

Indikator
1. H’ > 3
Kelimpahan tinggi
2. H’ 1 ≤ H’ ≤
Kelimpahan sedang
3
3. H’ < 1
Kelimpahan sedikit atau
rendah
Sumber :Shannon-Whienner Odum (1993)dalam
Fachrul (2007)Analisis Data
Data-data yang telah dikumpulkan dalam
penelitian ditabulasi dan dianalisis secara
deskriptif kualitatif
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Watopute merupakan salah satu kecamatan di
Kabupaten Muna yang merupakan pemekaran
dari Kecamatan Kusambi dan Kontunaga yang
secara administratif terdiri atas 2 (dua)

kelurahan dan 6 desa. Kecamatan Watopute
secara geografis terletak di daratan Pulau Muna
dengan batas-batas sebagai berikut:
1. Sebelah Utara :KecamatanLasalepa
2. Sebelah Timur :Kecamatan Katobu
3. Sebelah Selatan :KecamatanKontunaga
4. Sebelah Barat : Kecamatan Kusambi
Watopute
merupakan
kecamatan
yang
terbentuk sebagai pecahan dari Kecamatan
Kusambi dan Kecamatan Kontunaga, terdiri
dari 2 kelurahan dan 6 desa, memiliki wilayah

Ecogreen Vol. 3(1) April 2017, Hal 49 - 58

dengan luas 100,12 Km2. Kelurahan yang
berasal dari Kecamatan Kusambi adalah
Kelurahan Dana sedangkan dari Kecamatan

Kontunaga adalah Kelurahan Wali. Wilayah
desa yang berasal dari Kecamatan Kusambi
adalah Desa Matarawa, Wakadia dan Lakapodo,
sedangkan dari Kecamatan Kontunaga adalah
Desa Labaha, Bangkali dan Lakauduma. Wilayah
Kecamatan Watopute rata-rata berada di antara
25-100 m Dpl. Wilayah yang berada di
ketinggian itu seluas 64,52 km² (64,44%)
sedangkan sisanya seluas 35,6 km² berada di
ketinggian 100-500 m Dpl.

Keadaan Iklim
Iklim Kecamatan Watopute terbagi dua
yaitu iklim tipe D (agak kering) dan iklim tipe C
(sedang).Berdasarkan curah hujan tahunan
selama tahun 2012 sebesar 1.945 mm dengan
jumlah hari hujan 88 hari.Sedangkan tahun
2013 curah hujan turun menjadi 1.335 mm dan
jumlah hari hujan sebanyak 96 hari. Sedang
rata-rata curah hujan bulanan tahun 2013
sebesar 162,08 mm dan rata-rata hari hujan
7,33 hari. Curah hujan terbesar pada bulan Juli
sebesar 353 mm dan jumlah hari hujan
sebanyak 14 hari.

Tabel 2. Banyaknya Hari Hujan dan Curah Hujan di Kecamatan Watopute Kabupaten Muna Tahun
2011.
No.
Bulan
Hari Hujan(hh)
Curah Hujan(mm)
1.
Januari
9
151
2
Februari
8
93
3.
Maret
8
105
4.
April
8
87
5.
Mei
11
124
6.
Juni
11
179
7.
Juli
14
353
8.
Agustus
3
25
9.
September
4
24
10.
Oktober
4
31
11.
November
9
111
12.
Desember
7
5
Jumlah
96
1.288
Sumber : Pemerintah Desa/Kelurahan Wali Kecamatan Watopute Angka 2014
Keadaan Topografi dan Geologi
Secara umum Hutan Lindung Jompi
memiliki kondisi biofisik yang baik, hal
tersebut dilihat berdasarkan kondisi tanah
dan masih memiliki vegetasi yang cukup
rapat. Sedangkan formasi geologi yaitu
Wapulaka yang bahan induknya batu
gamping, terumbu ganggang dan hara,
memperlihatkan induk pantai dan topografi
karst, batu pasir, batu gamping pasiran, batu
lempung. keadaan geologi tersebut sangat
berpengaruh terhadap kecepatan proses
pelapukan dan ditribusi partikel tanah serta
dapat berpengaruh terhadap kecepatan
proses pedogenesis dari bahan induk yang
terjadi secara vertikal dari dalam tanah
kepermukaan tanah, dengan jenis tanahnya
yang mediteran.

Komposisi Jenis Tumbuhan Bawah
Berdasarkan hasil analisis vegetasi
yang telah dilakukan, komposisi jenis
dikoleksi sebagai spesimen dan famili
tumbuhan bawah yang dikelompokan dalam
18 famili.Data hasil identifikasi jenis dan
famili tumbuhan bawah disajikan pada Tabel
3.
Tabel 3. menunjukan bahwa jenis dan famili
tumbuhan
bawah
yang
teridentifikasi
sebanyak 31 jenis yang terdiri dari 18 famili.
Jenis-jenis yang ditemukan dalam lokasi
penelitian yang mempunyai jumlah individu
tumbuhan bawah terbanyak ada 4 jenis
diantaranya, Rumput signal (Brachiaria
decumben) dengan jumlah individu yang
tersebar dilokasi penelitian sebanyak 358
individu jenis tumbuhan tersebut masuk

51

Keragaman Jenis Tumbuhan Bawah – Lies Indriyani et al.

dalam famili Poaceae (Gramineae), paku
tertutup (Davallia denticulata ) sebanyak 296
individu dari famili Polypodiceae, jukut pahit
(Paspalum conjugatum Berg.) sebanyak 293
individudarifamili Poaceae (Gramineae) dan

paku harupat ( Nephrolepis schott) sebanyak
269 individu dari famili Oleandraceae. Hal ini
merupakan tumbuhan bawah yang memiliki
alat perkembangbiakan yang cepat dan
mudah tersebar pada berbagai tipe tanah.

Tabel 3. Rekapitulasi Jenis dan Famili Tumbuhan Bawah pada hutan Lindung Jompi Kelurahan Wali
Kecamatan Watopute Kabupaten Muna Tahun 2015
Famili
Spesies
JumlahIndivid
No
u
1.
Rumput signal (Brachiaria decumbens)
358
2.
Jukut pahit (Paspalum conjugatum Berg.)
293
3.
Rumput gajah odot (Pennisetum purpureum CV.
141
Mott)
4. Poaceae (Gramineae)
Alang-alang (Imperata cylindrica (L.) P. Beauv.)
128
5.
Rumput kretekan (Cyrtococcum oxyphyllum)
113
6.
Rumput teki (Cyperus cyperoides (L.) O.K.)
103
7.
Harendong (Melastoma affine D. Don)
45
8. Polypodiceae
Paku tertutup (Davallia denticulate)
296
9. Oleandraceae
Paku Harupat (Nephrolepis schott)
269
10.
Kirinyuh (Chromolaena odorata (L.) R. M. King &
167
H. Robinson)
11. Asteraceae
Sintrong (Crassocephalum crepidioides (Benth.) S.
64
(Compositae)
Moor)
12.
Bandotan (Ageratum conyzoides L.)
62
13.
Lempuyang (Zingiber)
108
14. Zingiberaceae
Kunyit (Curcuma longa)
45
15.
Lengkuas (Alpinia galangal)
39
16. Malvaceae
Sidaguri (Sida rhombifolia)
83
17. Lamiaceae (Labiatae) Daun pusar (Hyptis brevipes poit.)
70
18. Cyperaceae
Serendai (Scelria levis Rets.)
64
19.
Pecut kuda (Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl)
60
20. Verbenaceae
Tembelekan (lantana camara L.)
34
21.
Bunga pagoda (clerodendron paniculatum Vahl)
7
22. Basellaceae
Gendola (Basella rubra)
52
23. Rubiaceae
Bulu lutung (Borreria laevis (lamk.) Griseb)
49
24. Urticaceae
Pulus (Laportea stimulans)
44
25. Solanaceae (suku
Ceplukan Peru (Physalis peruviana L.)
43
terung-terungan)
26.
Terung Pipit (Solanum torvum Swartz)
7
27. Fabaceae
Putri malu (Mimosa pudica)
25
28. Moraceae
Awar-awar (Ficus sepricaBurrn F.)
21
29. Menispermaceae
Bratawali (Tinospora crispa (L.) Hook F. & T)
6
30. Piperaceae (suku
Sirih hutan (Piper betleL.)
4
sirih-sirihan
31. Caesalpiniaceae
Asoka (Saraca indica)
2
Holm (1978) dan Sastroutomo (1990
dalam Aththorick, 2005) menyatakan bahwa
dari 250 jenis tumbuhan bawah yang tumbuh
diantara tanaman pokoknya 40% diantaranya

52

termasuk ke dalam famili Poaceae dan
Asteraceae.
Famili Poaceae memiliki daya
adaptasi yang tinggi, distribusi luas dan mampu
tumbuh pada lahan kering maupun tergenang

Ecogreen Vol. 3(1) April 2017, Hal 49 - 58

(Rukmana dan Saputra, 1999 dalam Aththorick
(2005). Sesuai dengan hasil penelitian, Rumput
Signal (Brachiaria decumbens) termasuk ke
dalam famili Poaceae (Gramineae) yang
merupakan jenis paling dominan dari
keseluruhan jenis yang ada.
Hal ini
mengidentifikasikan
bahwa
jenis-jenis
tumbuhan bawah tersebut merupakan penciri
pada komunitas tumbuhan bawah.
Jenis tumbuhan bawah dengan jumlah
individu yang terendah ada 5 jenis diantaranya,
asoka
(Saraca
indica)
dari
famili
Caesalpiniaceae dengan jumlah 2 individu, sirih
hutan ( Piper betle L.) dari famili Piperaceae (
suku sirih-sirihan) dengan jumlah individu
tumbuhan bawah 4 individu, brotowali
(Tinospora crispa (L.) Hook F. & T ) dari famili
Menispermaceae terdapat 6 individu, terung
pipit (Solanum torvum Swartz) dari famili
Solanaceae (suku terung-terungan) dengan
jumlah
individu
tumbuhan
bawah
7
individudan bunga pagoda (Clerodendron
paniculatum
Vahl)
dari
famili
Verbenaceaedengan jumlah 7 individu.Hal ini
menujukan bahwa kelima jenis tersebut
persebaranya merupakan jenis-jenis dengan
daya adaptasi yang rendah.
Fitter dan Hay (1998); Setyawan dkk
(2006) dalam Dahlan (2011) menyatakan
bahwasalah satu kondisi lingkungan yang
paling
berpengaruh
terhadap
pertumbuhantumbuhan di bawah tegakan

antara lain cahaya matahari dan naungan.
Olehkarena itu, intensitas naungan sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan.
Famili-famili yang ditemukan dilokasi
studi menujukkan famili yang memiliki jumlah
jenis
terbanyak
yaitu
famili
Poaceae
(Gramineae) sebanyak 7 jenis, diikuti famili
Asteraceae,
Verbenaceae,dan
Zingiberaceaedengan jumlah 3 jenis, dan
familiSolanaceae
(suku
terung-terungan)
dengan jumlah 2 jenis, serta Famili Cyperaceae,
Oleandraceae, Piperaceae, Fabaceae, Rubiaceae,
Lamiaceae,
Moraceae,
Malvacea,Basellaceae,Urticaceae, Polypodiceae,
Caesalpiniaceae, dan Menispermaceaemasingmasing terdiri dari 1 jenis. Dari gambaran di
atas menujukkan bahwa famili Poaceae
merupakan famili dengan daya adaptasi yang
cukup baik terhadap lokasi studi.
Analisis Komunitas Tumbuhan Bawah
Analisis
komunitas
tumbuhan
dibutuhkan data mengenai densitas, frekuensi,
indeks nilai penting, dan keanekaragaman jenis.
Berdasarkan hasil analisis vegetasi tumbuhan
bawah pada hutan Lindung Jompi Kelurahan
Wali Kecamatan Watopute maka diperoleh nilai
kerapatan (K), kerapatan relatif (KR), frekuensi
(F), frekuensi relatif (FR), indeks nilai penting
(INP), dan keanekaragaman jenis (H) yang
berbeda. Berikut hasil analisis data penelitian.

Tabel 4. Rekapitulasi Analisis Vegetasi (K, KR, F, FR, INP, dan H) tumbuhan bawah pada hutan Lindung
Jompi Tahun 2015.
No.

Nama Spesies

Nama Latin

K

KR

F

FR

INP

H'

1.

Rumput signal

Brachiaria decumbens

29833,3

12,78

0,867

6,771

19,55

0,26

2.

Paku tertutup

Davallia denticulate

24666,7

10,56

0,933

7,292

17,86

0,24

3

Jukut pahit

Paspalum conjugatum berg.

24416,7

10,46

0,8

6,25

16,71

0,24

4.

Paku harupat

Nephrolepis schott

22416,7

9,6

0,7

5,469

15,07

0,22

5.

Kirinyuh

Chromolaena odorata (L.) R. M. King & H. Robinson

13916,7

5,96

0,6

4,688

10,65

0,17

6.

Rumput gajah odot

Pennisetum purpureum cv. Mott

11750

5,032

0,433

3,385

8,418

0,15

7.

Alang-alang

Imperata cylindrica (L.) P. Beauv.

10666,7

4,568

0,2

1,563

6,131

0,14

8.

Rumput kretekan

Cyrtococcum oxyphyllum

9416,67

4,033

0,467

3,646

7,679

0,13

9.

Lempuyang

Zingiber

9000

3,854

0,6

4,688

8,542

0,13

10.

Rumput teki

Cyperus cyperoides (L.) O.K.

8583,33

3,676

0,6

4,688

8,363

0,12

11.

Sidaguri

Sida rhombifolia

6916,67

2,962

0,6

4,688

7,65

0,1

12.

Daun pusar

Hyptis brevipes poit.

5833,33

2,498

0,5

3,906

6,404

0,09

13.

Serendai

Scelria levis Rets.

5333,33

2,284

0,433

3,385

5,669

0,09

14.

Sintrong

Crassocephalum crepidioides (Benth.) S. Moor

5333,33

2,284

0,433

3,385

5,669

0,09

53

Keragaman Jenis Tumbuhan Bawah – Lies Indriyani et al.

15.

Bandotan

Ageratum conyzoides L.

16.

Pecut kuda

Stachytarpheta jamaicensis (L.) Vahl

5166,67

2,213

0,367

2,865

5,077

0,08

5000

2,141

0,467

3,646

5,787

0,08

17.

Gendola

Basella rubra

4333,33

1,856

0,4

3,125

4,981

0,07

18.

Bulu lutung

Borreria laevis (lamk.) Griseb

4083,33

1,749

0,367

2,865

4,613

0,07

19.

Harendong

Melastoma affine D. Don

3750

1,606

0,433

3,385

4,991

0,07

20.

Kunyit

Curcuma longa

3750

1,606

0,3

2,344

3,95

0,07

21.

Pulus

Laportea stimulans

3666,67

1,57

0,433

3,385

4,956

0,07

22.

Ceplukan peru

Physalis peruviana L.

3583,33

1,535

0,433

3,385

4,92

0,06

23.

Lengkuas

Alpinia galangal

3250

1,392

0,3

2,344

3,736

0,06

24.

Tembelekan

lantana camara L.

2833,33

1,213

0,267

2,083

3,297

0,05

25.

Putri malu

Mimosa pudica

2083,33

0,892

0,167

1,302

2,194

0,04

26.

Awar-awar

ficus septica

1750

0,749

0,2

1,563

2,312

0,04

27.

Bunga pagoda

clerodendron paniculatum Vahl

583,333

0,25

0,133

1,042

1,291

0,01

28.

Terung pipit

Solanum torvum Swartz

583,333

0,25

0,1

0,781

1,031

0,01

29.

Bratawali

Tinospora crispa (L.) Hook F. & T

500

0,214

0,1

0,781

0,995

0,01

30.

Sirih hutan

Piper betle L.

333,333

0,143

0,1

0,781

0,924

0,01

31.

Asoka
Total

Saraca indica

166,667

0,071

0,067

0,521

0,592

0,01

233500

100

12,8

100

200

2,99

Keterangan : K = Kerapatan,
F = Frekuensi,
INP = Indeks Nilai Penting
KR = Kerapatan Relatif,FR= Frekunsi Relatif, H = Keanekaragaman jenis
Tabel 4 menujukan bahwa berdasarkan
hasil analisis data secara keseluruhan petak
contoh yang menjadi sampel pengamatan
dijumpai 31 jenis tumbuhan bawah dalam 18
famili. Hasil analisis data menunjukkan bahwa
kerapatan, frekuensi dan indeks nilai penting
dari masing-masing jenis tumbuhan berbedabeda dari semua sampel pengamatan. Salah
satu
kondisi
lingkungan
yang
paling
berpengaruh terhadap pertumbuhan tumbuhan
di bawah tegakan antara lain cahaya matahari
dan naungan. Oleh karena itu, intensitas
naungan yang berbeda seperti pada Hutan
Lindung semakin rapat vegetasi pohon pada
suatu wilayah maka komposisi jenis tumbuhan
bawah semakin sedikit.Hal ini disesuaikan pada
hasil penelitian semakin rapat vegetasinya
maka semakin sedikit jumlah tumbuhan
bawahnya.
Hutan lindung di Kelurahan Wali
Kecamatan Watopute memiliki luas 383 Ha.
Hutan lindung tersebut merupakan hutan yang
dikelola oleh kesatuan pengelolaan hutan dan
dilindungi oleh undang-undang agar tidak
terjadi penebangan liar oleh masyarakat, baik
masyarakat Kelurahan Wali maupun diluar
Kelurahan Wali. Berdasarkan hasil analisis
vegetasi tumbuhan bawah pada hutan lindung

54

di Kelurahan Wali Kecamatan Watopute, maka
diperoleh nilai kerapatan (K), kerapatan relatif
(KR), frekuensi (F), frekuensi relatif (FR) dan
indeks nilai penting (INP) yang bervariasi.
Analisis
data
yang
dilakukan
secara
keseluruhan petak contoh yang mewakili
seluruh hutan lindung yaitu :
Kerapatan (K)
Nilai dari parameter kerapatan diperoleh
nilai tertinggi dari hasil analisis yaitu rumput
signal (Brachiaria decumbens)dengan jumlah
kerapatan sebesar 29833,3individu Ha-1.
Fachrul (2007) menyatakan bahwa nilai
kerapatan ini dapat menggambarkan bahwa
jenis dengan nilai kerapatan tinggi memiliki
pola penyesuaian besar. Dengan demikian,
maka jenis rumput signal (Brachiaria
decumbens) dapat dikatakan memiliki pola
penyesuaian yang tinggi di lingkungan tempat
tumbuhnya, sedangkan untuk jenis tumbuhan
bawah yang kerapatannya rendah ada 5 jenis
yaitu asoka (saraca indica) dengan jumlah
kerapatan sebesar 166,667individu Ha-1, sirih
hutan (Piper betleL.) sebesar 333,333 individu
Ha-1, bratawali ( Tinospora crispa (L.) hook F &
T ) memiliki kerapatan sebesar 500 individu
Ha-1, terung Pipit (Solanum torvum Swartz) dan

Ecogreen Vol. 3(1) April 2017, Hal 49 - 58

bunga pagoda (clerodendron paniculatum Vahl)
memiliki nilai kerapatan yang sama sebesar
583,333
individu
Ha-1.
Hal
ini
mengindentifikasikan bahwa jenis tersebut
memiliki pola penyesuaian yang yang kecil pada
lingkungan tempat tumbuh. Dengan kata lain
jenis-jenis ini memiliki kemampuan yang
rendah dalam persaingannya dengan tumbuhan
bawah jenis lain dalam hal kebutuhan cahaya,
unsur hara dan faktor lainnya.
Kerapatan Relatif
Kerapatan relatif merupakan jumlah
kerapatan jenis tertentu terhadap kerapatan
total semua jenis dalam persen. Dari hasil
analisis data tumbuhan bawah, maka diperoleh
nilai kerapatan relatif yang tertinggi pada
semua jenis tumbuhan bawah yaitu rumput
signal (Brachiaria decumbens) dengan jumlah
kerapatan relatif sebesar 12,78% individu.
Sedangkan untuk nilai kerapatan relatif
terendah yaitu asoka(Saraca indica)dengan
jumlah kerapatan sebesar 0,071% individu.
Frekuensi (F)
Menurut Fachrul (2007) menyatakan
bahwa frekuensi dipakai sebagai parameter
vegetasi yang dapat menunjukkan distribusi
atau sebaran jenis tumbuhan dalam ekosistem
atau memperlihatkan pola distribusi tumbuhan.
Dengan demikian, dari hasil penelitian
menggambarkan bahwa jenis paku tertutup
(Davallia denticulata) memiliki penyebaran
paling luas atau ditemukan pada 28 petak
pengamatan. Dari hasil analisis data tumbuhan
bawah, maka diperoleh nilai frekuensi tertinggi
dari semua jenis tumbuhan bawah yaitu jenis
paku tertutup (Davallia denticulata)dengan
jumlah frekuensi sebesar 0,933. Hal ini
mengidentifikasikan bahwa sebaran jenis paku
tertutup (Davallia denticulata) di wilayah studi
adaptasinya sangat baik pada berbagai wilayah
studi, sedangkan untuk nilai frekuensi terendah
tumbuhan bawah yaitu asoka (Saraca indica)
dengan nilai frekuensi sebesar 0,076, ini
menunjukkan bahwa persebaranya kurang baik
pada wilayah studi. Dengan demikian,
sesungguhnya frekuensi tersebut dapat
menggambarkan tingkat penyebaran spesies
dalam habitat pada wilayah study, meskipun
belum dapat menggambarkan tentang pola

penyebarannya.
Spesies organisme yang
penyebarannya luas akan memiliki nilai
frekuensi perjumpaan yang besar.
Indeks Nilai Penting (INP)
Indeks Nilai Penting (importance value
index) adalah parameter kuantitatif yang dapat
dipakai untuk menyatakan tingkat dominansi
(tingkat penguasaan) spesies-spesies dalam
suatu komunitas tumbuhan (Soegianto, 1994
dalam Indriyanto, 2006). Indriyanto (2006)
mengemukakan bahwa spesies-spesies yang
dominan (yang berkuasa) dalam suatu
komunitas tumbuhan akan memiliki indeks
nilai penting yang tinggi, sehingga spesies yang
paling dominan tentu saja memiliki indeks nilai
penting yang paling besar.
Indeks nilai penting yang tinggi
menunjukkan bahwa jenis tersebut memiliki
jumlah individu paling banyak, kerapatan dan
frekuensi diketemukannya dalam komunitas
juga tinggi. Dari hasil analisis data tumbuhan
bawah, maka diperoleh nilai INP tertinggi pada
semua jenis tumbuhan bawah yaitu rumput
signal (Brachiaria decumbens ) dengan jumlah
INP sebesar 19,55, ini menunjukkan bahwa
jenis rumput signal (Brachiaria decumbens
)adalah jenis yang paling dominan dalam
persebarannya yang cukup baik diwilayah
studi, jenis tumbuhan bawah tersebut yang
memiliki Indeks nilai penting tertinggi
mengidentifikasikan bahwa jenis-jenis inilah
yang mempengaruhi kestabilan ekosistem
secara keseluruhan. Sedangkan untuk nilai
Indeks nilai penting terendah yaitu asoka
(Saraca indica) jumlah INP sebesar 0,59, hal ini
mengindikasikan bahwa persebarannya kurang
baik pada wilayah studi karena tipe penyebaran
benihnya sangat sulit untuk tumbuh.
Sutisna (1981) dan Rosalia (2008) dalam
Prinando (2011) mengemukakan bahwa suatu
spesies tumbuhan dapat dikatakan berperan
atau berpengaruh dalam suatu komunitas
apabila memiliki INP untuk tingkat semai ≥
10%, begitu juga dengan tumbuhan bawah. Hal
ini berarti bahwa terdapat 5 jenis yang
memiliki INP ≥ 10%, merupakan spesies spesies yang berpengaruh di masing-masing
komunitasnya.Sementara itu, spesies yang
dominan dalam suatu komunitas tumbuhan
biasanya memiliki INP paling tinggi diantara

55

Keragaman Jenis Tumbuhan Bawah – Lies Indriyani et al.

spesies lainnya.Selain itu, besarnya nilai INP
juga menandakan besar atau tidaknya pengaruh
spesies tersebut dalam suatu komunitas
tumbuhan (Indriyanto, 2006 dalam Prinando,
2011).
Fachrul (2007) juga mengemukakan
bahwa INP merupakan indeks kepentingan
yang menggambarkan pentingnya peranan
suatu
jenis
vegetasi
dalam
ekosistemnya.Apabila INP suatu jenis vegetasi
bernilai tinggi, maka jenis itu sangat
mempengaruhi
kestabilan
ekosistem
tersebut.Dengan demikian, berdasarkan hasil
penelitian, 4 jenis tumbuhan bawah tersebut
yang memiliki INP tertinggi mengindikasikan
bahwa jenis-jenis inilah yang mempengaruhi
kestabilan ekosistem secara keseluruhan.
Keanekaragaman Jenis (H’)
Fachrul (2007) menyatakan bahwa
indeks keanekaragaman merupakan parameter
vegetasi
yang
sangat
berguna
untuk
membandingkan
berbagai
komunitas
tumbuhan, terutama untuk mempelajari
pengaruh gangguan faktor-faktor lingkungan
atau abiotik terhadap komunitas atau untuk
mengetahui keadaan suksesi atau stabilitas
komunitas. Karena dalam suatu komunitas
pada umumnya terdapat berbagai jenis
tumbuhan, maka semakin tua atau semakin
stabil keadaan suatu komunitas, makin tinggi
keanekaragaman
jenis
tumbuhannya.
Indriyanto (2006) juga mengemukakan bahwa
keanekaragaman
spesies
yang
tinggi
menunjukkan bahwa suatu komunitas memiliki
kompleksitas tinggi karena interaksi spesies
yang terjadi dalam komunitas itu sangat tinggi.
Suatu
komunitas
dikatakan
memiliki
keanekaragaman spesies yang tinggi jika
komunitas itu disusun oleh banyak spesies.
Sebaliknya,
suatu
komunitas
dikatakan
memiliki keanekaragaman spesies yang rendah
jika komunitas itu disusun oleh sedikit spesies
dan jika hanya ada sedikit saja spesies yang
dominan.
Nilai derajat keanekaragaman (H‟) suatu
komunitas biasanya lebih besar dari nol. Untuk
menentukan besarnya keragaman jenis
tumbuhan digunakan nilai indeks ShannonWiener
(H’).
dimana
apabila
derajat
keanekaragaman (H’) dalam suatu komunitas

56

3 maka keanekaragaman jenis tumbuhan
tinggi (Shannon-Wiener, 1963 dan Fachrul,
2008 dalam Prinando, 2011). Dari hasil analisis
data tumbuhan bawah, maka diperoleh nilai
keanekaragaman jenis tertinggi dari semua
jenis tumbuhan bawah yaitu Rumput Signal
(Brachiaria
decumbens)
dengan
jumlah
keanekaragaman jenis sebesar 0,26.
Hasil analisis dari kerapatan (K),
kerapatan relatif (KR), frekuensi (F), frekuensi
relati (FR), indeks nilai penting (INP) dan
keanekaragaman jenis (H’) menujukkan bahwa
jumlah jenis yang paling dominan dari hasil
analisis tersebut yaitu jenis rumput signal
(Brachiaria decumbens) yang sangat beragam.
Analisis data yang dilakukan terdiri dari
semua jenis tumbuhan bawah dari keseluruhan
petak pengamatan dari masing-masing plot.
Dengan nilai total kerapatan sebesar 233500,
nilai total kerapatan relatif sebesar 100, nilai
total frekuensi 12,8, nilai total frekuensi relatif
sebesar 100, nilai total indeks nilai penting
(INP)
sebesar
200
dan
nilai
total
keanekaragaman jenis sebesar 2,99. Hal ini
mengindikasikan bahwa dari nilai total
keseluruhan hasil analisis data menunjukkan
derajat keanekaragaman tumbuhan bawah
sangat tinggi.
Tumbuhan bawah dari total 31 jenis
yang diketahui jenis yang selalu dijumpai pada
seluruh petak pengamatan dan memiliki jumlah
jenis tertinggi yaitu rumput signal (Brachiaria
decumbens) jenis ini termaksud dalam famili
Poaceae (Gramineae)
atau
golongan
rerumputan.
Jenis
tumbuhan
bawah
tertinggi
selanjutnya setelah rumput signal (Brachiaria
decumbens.),
paku
tertutup
(Davallia
denticulata) termasuk famili Polypodiceae, jukut
pahit (Paspalum conjugatum berg.) dari famili
Poaceae (Gramineae)
dan paku harupat
(Nephrolepis schott) dari famili Oleandraceae
Sedangkan jumlah jenis terendah terdiri 5 jenis
diantaranya, Asoka (Saraca indica) dari famili
Caesalpiniaceae,sirih hutan (Piper betleL.) dari
famili
Piperaceae (suku sirih-sirihan),
bratowali (Tinospora crispa (L.) Hook F. &T )

Ecogreen Vol. 3(1) April 2017, Hal 49 - 58

dari famili Menispermaceae,terung Pipit
(Solanum torvum Swartz) dari famili Solanaceae
(suku
terung-terungan)danbunga
pagoda
(Clerodendron paniculatum Vahl) dari famili
Verbenaceae.
Tumbuhan bawah yang teridentifikasi
sebanyak 31 jenis, ditemukan jenis atau famili
yang
bermanfaat
untuk
tetap
dijaga
keberadaanya salah satunya jenis putri malu
(Mimosa pudica), yang termasuk dalam famili
fabaceae, karena jenis yang masuk dalam famili
fabaceae mampu berasosiasi dengan bakteri
penambah nitrogen sehingga ketersediaan
unsur hara dalam tanah cukup baik khususnya
unsur P. Oleh karena itu dalam pengelolaan
hutan lindung khususnya hutan Lindung Jompi
sangat penting untuk lebih dikembangkan jenisjenis tumbuhan bawah yang dapat membantu
penambahan unsur hara dalam tanah agar
pertumbuhan suatu tegakan dapat tumbuh
dengan baik.

Signal (Brachiaria decumbens). Dari hasil
perhitungan
total
nilai
indeks
keanekaragaman jenis (H’) tumbuhan
bawah di hutan lindung jompi yaitu 2,99. Ini
menunjukkan bahwa komunitas tumbuhan
bawah pada lokasi penelitian memiliki
tingkat keanekaragaman vegetasi yang
melimpah sangat tinggi.
Saran
Saran yang dapat disampaikan pada
penelitian ini yaitu :
1. Diperlukan suatu penelitian lanjutan pada
lokasi yang sama mengenai seberapa besar
pengaruh tumbuhan bawah pada hutan
lindung jompi.
2. Sebaiknya dalam kegiatan pengendalian
tumbuhan bawah dilakukan dengan cara
dipangkas, kemudian mulsanya digunakan
sebagai tambahan bahan organik pada hutan
lindung jompi.

KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Hasil identifikasi tumbuhan bawah pada
hutan Lindung Jompi Kelurahan Wali
Kecamatan Watopute ditemukan 31 jenis
tumbuhan bawah dari 18 famili. Famili
dengan jumlah jenis terbanyak yaitu
Poaceae (Gramineae) sebanyak 7 jenis
diikuti famili asteraceae, ferbenaceae dan
zingiberaceae
yaitu
3
jenis,
dan
familisolanaceae (suku terung-terongan)
masing-masing 2 jenis, serta famili
Cyperaceae, oleadraceae, Piperaceae (suku
sirih-sirihan),
Fabaceae,
Rubiaceae,
Lamiaceae,
Moraceae,
Malvacea,
Basellaceae,
Urticaceae,
Polypodiceae,
Caesalpiniaceae,
dan
Menispermaceae
masing-masing terdiri dari 1 jenis. Jenis
tumbuhan bawah jumlah individu terbanyak
yaitu Rumput signal (Brachiaria decumben.)
yaitu 358 individu sedangkan jumlah
individu terendah yaitu Asoka (Saraca
indica) yaitu 2 (dua) individu.
2. Tingkat keanekaragaman jenis tumbuhan
bawah di hutan lindung jompi dari 31 jenis
yang diidentifikasi, jenis yang memiliki
kerapatan, frekuensi, INP tertinggi yaitu

Arief, A., 1994. Hutan hakikat dan pengaruhnya
terhadap lingkungan.Yayasan Obor
Indonesia. Jakarta.
Dahlan, M.M., 2011. Komposisi Jenis Tumbuhan
Bawah
Pada
Tegakan
Sengon
(Paraserianthes falcataria L., Nielsen) (
Studi Kasus di Areal Kampus IPB
Darmaga). Skripsi Sarjana Fakultas
Kehutanan IPB. Bogor.
Dinas Kehutanan Kabupaten Muna, 2012.
Indriyanto, 2006. Ekologi Hutan. PT. Bumi
Aksara. Jakarta.
Indriyanto, 2009. Komposisi Jenis dan Pola
Penyebaran Tumbuhan Bawah Pada
Komunitas Hutan yang Dikelola Petani
di Register 19 Provinsi Lampung. Dalam:
Seminar Hasil Penelitian & Pengapdian
Kepada Masyarakat, Unila. Jurusan
Kehutanan
Fakultas
Pertanian
Universitas
Lampung,
(online),
(http://lemlit.unila.ae.id/file/ diakses
pada tanggal 23 Maret 2015).
Miranti, 2007.Keanekaragaman Tumbuhan
Herba Pada Persentase Penutupan
Tajuk Yang Berbeda di Kawasan Hutan
Kemaraya Taman Hutan Raya Murhum
Kendari. Skripsi Sarjana, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Universitas Haluoleo, Kendari.
Nirwani, Z., 2010. Keanekaragaman Tumbuhan
Bawah yang Berpotensi Sebagai
Tanaman Obat di Hutan Taman

57

Keragaman Jenis Tumbuhan Bawah – Lies Indriyani et al.

Nasional Gunung Leuser Sub Seksi Bukit
Lawang.Tesis Magister Sains Program
Pascasarjana Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Sumatera Utara. Medan.
Prinando, M., 2011.Keanekaragaman Spesies
Tumbuhan Asing Invasif Di Kampus IPB
Darmaga.
Rahardjo, S., 2003.Komposisi Jenis Dan
Adaptasi Tumbuhan Bawah Pada Areal
Bekas Kebakaran di Bawah Tegakan
Pinus Merkusii Jungh.et De Vriese (
Studi Kasus Di Hutan Pendidikan
Gunung Walat, Kabupaten Sukabumi).
Tesis Pascasarjana Program Studi Ilmu
Kehutanan IPB Bogor.
Suhardi, L.A., 2007. Tumbuhan Bawah
Herbaceous di Hutan Silui dan Potensi
Pemanfaatannya di Desa Porabua
Kecamatan Uluiwoi Kabupaten Kolaka

58

Profinsi Sulawesi Tenggara.Skripsi
Sarjana Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Halu
Oleo Kendari.
Susanto, A., 2002. Suksesi Vegetasi Jenis Pohon
dan Tumbuhan Bawah Pasca Letusan
Gunung Galunggung (Studi Kasus Di
BKPH Tasikmalaya, KPH Tasikmalaya
PT. (Persero) Perhutani Unit III Jawa
Barat).
Skripsi
Sarjana
Jurusan
Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan
IPB. Bogor.
Soerianegara, I., Dan Indrawan, A., 1982.
Ekologi Hutan Indonesia.
Depertemen Manajemen Hutan Fakultas IPB.
Bogor.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor41
Tahun 1999 tentang Kehutanan, 1999.
Jakarta.