KESADARAN HUKUM MASYARAKAT DAN PEMERINTAH SEBAGAI FAKTOR TEGAKNYA NEGARA HUKUM DI INDONESIA
FAKTOR TEGAKNYA NEGARA HUKUM DI INDONESIA
Atang Hermawan Usman
Kaur Rapkum Bipkum Kepolisian Daerah Jawa Barat E-mail : [email protected]
Abstract
Indonesia is the Law State. This statement identifies that everything must be based on law. The assertion of Law State principle is contained in article1 paragraph (3) of 1945 Constitution. Law has goals. One of those goals is to obtain legal certainty. Nevertheless, law in Indonesia has not given legal certainty to Indonesian citizens. Some factors of the lacks of law enforcement in Indonesia are society's law awareness and government's law awareness. There should be some efforts and hard work to uphold the law in Indonesia, and hard efforts from every element, both society and government.
Keywords: awareness; law; society; government; Indonesia
Abstrak
Indonesia sebagai Negara hukum. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa segala sesuatu perbuatan haruslah didasarkan pada hukum. penegasan dianutnya prinsip Negara Hukum sebagaimana tertuang pada pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Hukum dibentuk memiliki tujuan, salah satu tujuan dibentuknnya hukum adalah untuk memperoleh kepastian hukum. Hukum di Indonesia ternyata belum memberikan kepastian hukum bagi warganegara Indonesia. Beberapa faktor kurang tegaknnya hukum di Indonesia yang dikemukakam oleh beberapa ahli hukum, dapat dipengaruhi antara lain adanya kesadaran hukum baik kesadaran hukum dari masyarakat serta kesadaran hukum dari pemerintah.dioerlukan beberapa upaya dan kerja keras dalam meneggakan hukum di Indonesia serta tidak lepas juga kemampuan dan kemauan yang cukup keras dari berbagai elemen baik itu dari masyarakat serta pemerintah.
Keywords: awareness; law; society; government; Indonesia
pengakuan kedaulatan adalah ditangan Salah satu perubahan mendasar
A. PENDAHULUAN
rakyat yaitu suatu negara hukum yang setelah dilakukan Amandemen terhadap
demokratis dan sekaligus negara UUD 1945 dalam suatu rangkaian yang
demokrasi berdasarkan hukum, terdiri atas empat tahapan pada tahun
sebagaimana ditegaskan dalam pasal 1 1999 sampai tahun 2002 adalah
ayat (2); “Kedaulatan berada ditangan penegasan dianutnya prinsip Negara
rakyat dan dilaksanakan menurut Undang- Hukum sebagaimana tertuang pada pasal 1
undang Dasar” Jo pasal 1 ayat (3) ayat (3) UUD 1945.
menyatakan, “Indonesia adalah Negara Negara Hukum yang diidealkan adalah
Hukum”.
negara hukum yang berdasarkan Dengan demikian UUD 1945 adalah
26 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014 26 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014
Agar tujuan nasional dapat tercapai, pelaksanaan aturan-aturan dasar konstitusi dalam praktek kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi, oleh karena itu konstitusi harus dikawal dengan pengertian agar selalu benar-benar dilaksanakan.
Sesuai dengan salah satu pengertian negara hukum, dimana setiap tindakan penyelenggaraan negara serta warga negara harus dilakukan berdasarkan dan di dalam koridor hukum, maka yang harus mengawal konsitusi adalah segenap penyelenggara negara dan seluruh warga negara dengan cara menjalankan wewenang, hak dan kewajiban konstitusionalnya. Apabila setiap pejabat dan aparat penyelenggara negara telah memahami UUD 1945 serta melaksanakan wewenangnya berdasarkan hukum, kebijakan dan tindakan yang dihasilkan adalah bentuk pelaksanaan UUD 1945.
Hal itu harus diimbangi dengan pelaksanaan oleh seluruh warga negara.
Untuk itu juga dibutuhkan adanya “kesadaran berkonstitusi” warga negara, tidak saja untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang dibuat berdasarkan UUD 1945, tetapi juga untuk dapat melakukan kontrol pelaksanaan UUD 1945 baik dalam bentuk peraturan perundang - undangan, kebijakan maupun tindakan penyelenggara negara. Fungsi kontrol dari masyarakat diperlukan beriringan dengan penerapan prinsip saling mengawasi dan mengimbangi dalam sistem ketata negaraan. Hal itu karena antara UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan di bawahnya, kebijakan serta tindakan penyelenggara negara, terdapat jarak yang memungkinkan adanya bias, bahkan pertentangan dalam pelaksanaan UUD 1945.
Untuk mewujudkan hal tersebut diatas, kedalam hukum di Indonesia dewasa ini masih jauh dari apa yang diharapkan. Hal ini disebabkan antara lain karena substansi hukum (peraturan perundang-undangan) relatif kurang rensponsif, tumpang tindih, dan kerancuan hukum, dan kurangnya sarana dan prasarana hukum, terbatasnya integritas dan profesionalisme aparat penegak hukum, kesadaraan hukum, mutu pelayanan serta kepastian dan keadilan hukum sehingga mengakibatkan penegakan prinsip-prinsip negara hukum belum dapat diwujudkan secara optimal.
Demikian pula, bahwa hukum di negara Indonesia tidak selalu dapat dilihat sebagai penjamin kepastian hukum, penegak hak-hak masyarakat, atau penjamin keadilan. Banyak sekali peratuaran yang tumpul, tidak mempan
Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014
Ternyata hukum tidak steril dari subsistem kemasyakatan lainnya. Politik kerapkali melakukan intervensi atas pembuatan dan pelaksanaan hukum, sehingga memasuki wilayah politik hukum. Politik hukum secara sederhana 2 dapat dirumuskan sebagai kebijaksanaan politik (legal policy) yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah; mencakup pula pengertian tentang bagaimana politik mempengaruhi hukum dengan cara melihat konfigurasi kekuatan yang ada di belakang pembuatan dan penegakan hukum itu. Di sini hukum tidak dapat hanya dipandang sebagai pasal-pasal yang bersifat imperatif atau keharusan- keharusan yang bersifat das sollen, melainkan harus dipandang sebagai subsistem yang dalam kenyataan (das sein) bukan tidak mungkin sangat ditentukan oleh politik, baik dalam perumusan materi dan pasal-pasalnya maupun dalam implementasi dan penegakannya.
Kondisi demikian mengakibatkan terjadinya krisis hukum dan penegakan prinsip-prinsip negara hukum masih
memprihatinkan, seperti dalam bentuk tindak kekerasan, diskriminasi, penanganan dan penyelesaian kasus berlarut-larut dan kesewenang- wenangan.
Di dalam ilmu hukum dikenal dengan adanya beberapa pendapat tentang kesadaran hukum. Diantara sekian banyak pendapat terdapat tentang kesadaran hukum. Diantara sekian banyak pendapat, terhadap suatu rumusan yang menyatakan bahwa sumber satu-satunya hukum dan kekuatan mengikatnya hukum adalah kesadaran hukum masyarakat. Dikatakan kemudian bahwa perasaan hukum dan keyakinan hukum individu di dalam masyarakat yang merupakan kesadaran hukum individu merupakan pangkal dari pada kesadaran hukum masyarakat. Selanjutnya pendapat tersebut menyatakan bahwa kesadaran-kesadaran hukum individu mengenai peristiwa tertentu.
Ada pula yang menyatakan bahwa hukum ditentukan dan tergantung pada praktek-praktek sehari-hari dari pejabat hukum, seperti hukum dan ketertiban umum, selanjutnya dikatakan bahwa kesadaran hukum tersebut sejalan, akan tetapi dalam kenyataannya tidak selalu demikian prosesnya, padahal kepastian hukum dan ketertiban umum selalu menuntut agar ketentuan-ketentuan hukum tertulis ditaati. 3
Hal tersebut diatas menyebabkan kehidupan hukum dalam masyarakat selalu mengandung persoalan seperti :
Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014
1 Moh. Mahfud, MD, Politik Hukum di Indonesia, Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta, 1998, hlm 1. 2 Ibid. 3 Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, jakarta, 2005, hlm. 167.
1. Kesadaran hukum masyarakat Politik pembaruan hukum itu mengenai peristiwa-peristiwa tertentu
dilaksanakan, Pertama-tama adalah tidak sejalan dengan kesadaran hukum
dilaksanakan melalui evaluasi hukum dan para pejabat hukum.
perundang-undangan (evaluatie van
2. Kesadaran hukum atau pola perilaku wetgeving). Evaluasi hukum, berdasarkan masyarakat mengenai peristiwa-
pembaruan hukum untuk yang lebih baik, peristiwa tertentu belum sejalan
tujuannya agar hukum itu menjadi efektif. dengan ketentuan-ketentuan hukum
Seperti diketahui, efektivitas hukum yang tertulis, pada khususnya yang
berkaitan dengan peranan hukum sebagai menyangkut kepastian hukum dan
alat atau instrument untuk tujuan politik ketertiban umum.
reformasi yang demokratis berdasarkan
3. Kesadaran hukum para pejabat belum UUD 1945 dengan melaksanakan nilai- sejalan dengan ketentuan-ketentuan
nilai atau waarborg dari prinsip negara hukum yang tertulis.
hukum.
Peningkatan kesadaran hukum seyogianya dilakukan melalui penerangan
B. PEMBAHASAN
dan penyuluhan hukum yang teratur atas
1. Masyarakat, Hukum, Kekuasaan
dasar perencanaan yang mantap.
Dan Kesadaran Hukum
Penyuluhan hukum bertujuan agar warga Manusia bermasyarakat, hidup di masyarakat mengetahui dan memahami
dalam apa yang dinamakan situasi sosial hukum-hukum tertentu. Penerangan dan
dan situasi alam. Situasi sosial merupakan penyuluhan hukum harus disesuaikan
suatu keadaan, di mana terdapat hubungan dengan masalah-masalah hukum yang ada
timbal balik antara manusia. Adanya dalam masyarakat pada suatu waktu yang
situasi sosial tersebut, dapat dikembalikan menjadi sasaran penyuluhan hukum. 4 pada paling sedikit tiga faktor, yaitu:
a. Naluri manusia untuk hidup bersama kesadaran, perilaku, dan struktur sosial
Demokrasi adalah menyangkut
dengan manusia,
yang relatif mapan, sehingga pembaruan
b. Keinginan untuk menyesuaikan diri terhadap hukum yang harus dilakukan
dengan orang lain, atau dengan oleh bangsa Indonesia akan membutuhkan
lingkungan sosialnya. waktu yang relatif lama. Hal itu,
c. Keinginan untuk menyesuaikan diri masalahnya bukan saja menyangkut
dengan alam sekelilingnya. produk-produk hukum berupa perundang-
Situasi sosial tersebut, dapat undangan, kebijakan administrasi atau
mengakibatkan terjadinya situasi putusan hakim, tetapi menyangkut pula
kebersamaan dan situasi kehidupan kesadaran hukum dan struktur sosial yang
berkelompok.
menopangnya. Hal ini berkaitan dengan Situasi kebersamaan ditandai dengan proses demokratisasi yang menyangkut
faktor, bahwa secara kebetulan orang- transformasi sosial yang lebih luas.
orang berada di suatu tempat karena
4 Soerjono Soekanto, Kegunaan Sosiologi Hukum Bagi Kalangan Hukum, P.T. Citra Aditya Bahkti, Bandung, 1989, hlm 79.
Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014
berkelompok ditandai dengan adanya
a. mendasarkan pada kebutuhan yang motif yang sama, kecakapan yang berbeda-
nyata (sabutuhe)
beda, adanya struktur dan kaidah-kaidah.
b. efisiensi (saperlune) Kecuali daripada itu, orang-orang yang
c. efektivitas (sacukupe) tergabung di dalamnya, merasa dirinya
d. menyesuaikan diri dengan kebenaran sebagai bagian dari kelompok serta
(sabenere)
melakukan interaksi sosial yang relatif
e. sesuai dengan kaidah-kaidah kontinue.
(samestine)
f. tanpa memaksakan kemampuan fisik bermasyarakat sebenarnya berintikan
Jelaslah, bahwa kehidupan
dan mental (sakepenake) pada interaksi sosial. Interaksi sosial
Salah satu hal lain yang perlu tersebut merupakan hubungan-hubungan
diperhatikan adalah, apa yang dinamakan sosial yang dinamis, yang menyangkut
"tepa salira". Artinya suatu usaha untuk hubungan antara orang-orang sebagai
memahami serta mengerti perasaan dan pribadi-pribadi, antara kelompok-
motivasi perikelakuan pihak lain melalui kelompok manusia, maupun antara orang
proses identifikasi.
perorangan dengan kelompok manusia. Ciri-ciri tersebut di atas cenderung Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin
untuk menghasilkan pola-pola interaksi terjadi, apabila tidak memenuhi syarat-
sosial yang bersifat asosiatif. Sifat asosiatif syarat adanya kontak dan komunikasi.
tersebut cenderung menuju ke bentuk Kontak sosial dapat terjadi antara orang-
akomodasi yang artinya suatu keadaan perorangan, orang dengan kelompok atau
seimbang dalam interaksi sosial dan antara kelompok-kelompok.
adanya usaha-usaha untuk meredakan Kehidupan sosial dianggap bertujuan
suatu pertentangan atau perselisihan. untuk mencapai kebahagiaan yang tidak
Dan apabila pola-pola interaksi sosial identik dengan kenikmatan, kesedapan
tradisional tadi dihubungkan dengan dan kemewahan. Kebahagiaan tidak dapat
proses hukum, maka dapatlah dimengerti dibeli dengan kekayaan materiil,
bahwa titik tolak penyelesaian sengketa kekuasaan, prestise maupun karena
bukanlah peraturan-peraturan hukum, termasyurnya seseorang. Usaha-usaha
akan tetapi pelenyapan dari konflik untuk selalu mengaitkan tujuan interaksi
tersebut kalau perlu dengan netralisasi sosial dengan kekayaan materil,
melalui kosmetika sosial. Maka para warga kekuasaan, prestise dan ketermasyuran,
masyarakat lebih cenderung untuk hanya akan mendatangkan kesedihan
berurusan dengan pejabat-pejabat hukum, serta kekecewaan belaka. Oleh karena itu,
dari pada mentaati peraturan- di dalam pergaulan hidup, seseorang harus
peraturannya yang mengatur hak-hak dan dapat mempertahankan kehormatan diri
kewajiban-kewajibannya. Keadaan inilah
5 Ibid., hlm. 82.
30 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014 30 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014
Pengertian kekuasaan sebenarnya secara implisit tercakup dalam pengertian politik, oleh karena politik merupakan suatu seni untuk membina kekuasaan. Kekuasaan mempunyai peranan yang sangat penting, oleh karena menentukan nasib warga-warga masyarakat. Baik- buruknya kekuasaan tadi selalu harus diukur dengan kegunaannya atau fungsinya untuk mencapai tujuan yang terlebih dahulu telah ditentukan atau disadari oleh masyarakat. Walaupun selalu ada, kekuasaan tadi tak dapat dibagi secara merata kepada semua warga masyarakat, oleh karena justru dari pembagian yang tidak merata tersebut timbul makna pokok dari kekuasaan, yaitu kemampuan-kemampuan untuk mempengaruhi pihak-pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan.
Adanya kekuasaan tergantung dari huhungan antara pihak yang memiliki kemampuan untuk melancarkan pengaruh dari pihak lain yang menerima pengaruh itu dengan rela atau mungkin oleh karena terpaksa. Apabila kekuasaan itu dijelmakan pada diri seseorang, maka biasanya orang tersebut dinamakan pemimpin, dan yang menerima pengaruhnya adalah pengikut- pengikutnya. Bedanya antara kekuasaan dengan wcwenang atau wibawa adalah, bahwa setiap kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain dapat dinamakan kekuasaan; wewenang adalah kekuasaan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang yang mendapat dukungan atau pengakuan dari
masyarakat. Akan tctapi acapkali terjadi, bahwa letaknya wewenang yang diakui oleh masyarakat dan letaknya kekuasaan yang nyata, tidak berada di dalam satu tangan atau tempat.
Bentuk-bentuk kekuasaan pada masyarakat adalah beraneka ragam dengan masing-masing polanya. Akan tetapi pada umumnya ada suatu pola umum yang ada di dalam setiap masyarakat, walaupun pada -dasamya masyarakat tadi mengalami perubahan- perubahan. Biasanya bentuk dan sistem kekuasaan tadi selalu menyesuaikan diri dengan masyarakat beserta adat-istiadat dan pola-pola perikelakuannya. Kemungkinannya adalah, bahwa didalam keadaan-keadaan yang kritis, maka batas- batasnya dapat mengalami perubahan- perubahan, akan tetapi pada umumnya garis pemisah antara yang berkuasa dengan yang dikuasai selalu ada. Gejala tersebut menimbulkan lapisan-lapisan kekuasaan yang didasarkan pada rasa kekhawatiran dari masyarakat akan terjadinya disintegrasi apabila tidak ada kekuasaan. Oleh karena integrasi masyarakat dipertahankan oleh tata tertib sosial yang dijalankan oleh penguasa, maka masyarakat mengakui adanya lapisan-lapisan kekuasaan tersebut, walaupun kadang-kadang hal itu merupakan beban yang berat bagi masyarakat yang bersangkutan. Adanya faktor pengikat antara warga-warga masyarakat adalah, antara lain, atas dasar gejala bahwa ada yang memerintah dan ada yang diperintah di dalam masyarakat yang bersangkutan.
Apabila kekuasaan menjelma dalam diri seseorang atau sekelompok orang,
Jurnal 31 Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014 Jurnal 31 Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014
Seorang pemimpin di tengah-tengah harus selalu dapat mengamat-amati jalannya dan berkembangnya masyarakat yang dipimpinnya. Dari dia diharapkan agar dapat merumuskan perasaan- perasaan serta keinginan-keinginan masyarakat untuk memperbaiki keadaan yang kurang menguntungkan. Pemimpin di belakang diharapkan mempunyai kemampuan-kemampuan untuk mengikuti perkembangan masyarakat, agar masyarakat tidak menyimpang dari niiai-nilai serta kaidah-kaidah yang pada snalit misi dihargai dan ditaati oleh masyarakat. Sendi-sendi kepemimpinannya adalah keutuhan serta harmoni di dalam masyarakat.
Apabila masalah kekuasaan dihubungkan dengan hukum, maka paling sedikit terdapal dua hal yang meminta perhatian utama . Pertama-tama adalah 6 bahwa beberapa unsur kalangan hukum adalah para warga masyarakat yang mempunyai kedudukan-kedudukan yang
mengandung aspek-aspek kekuasaan. Akan tetapi, kekuasaan tersebut tidak seyogianya untuk dipergunakan secara sewenang-wenang.
Hal ini disebabkan oleh karena ada pembatasan-pembatasan tentang peranannya, yang ditentukan oleh cita-cita keadilan masyarakat dan oleh pembatasan-pembatasan praktis daripada penggunaan kekuasaan itu sendiri. Efektivitas pelaksanaan hukum ditentukan oleh, antara lain, sahnya hukum tadi; artinya, apakah hukum tadi dibentuk serta dilaksanakan oleh orang-orang atau badan-badan yang benar-benar mempunyai wewenang, yakni kekuasaan yang diakui. Di dalam arti inilah hukum dapat mempunyai pengaruh untuk membatasi kekuasaan. Akan tetapi, hukum juga merupakan suatu sarana bagi pemegang kekuasaan untuk mengadakan tata-tertib dan ketentraman dalam masya- rakat, atau untuk mempertahankan serta menambah kekuasaan, walaupun penggunaan hukum untuk maksud-maksud tersebut juga ada batas- batasnya. Hal ini disebabkan, oleh karena hukum itu diperlukan : 7
a. untuk mengatur hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang mem- punyai keserasian yang bertimbal balik atas dasar kewenangan yang terbuka bagi setiap orang.
b. untuk mengatur syarat-syarat yang diperlukan sadar akan kewenangan tersebut.
c. untuk mengatur larangan-larangan
yang bertujuan mencegah perbuatan-
32 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014
6 Ibid., hlm. 74. 7 Hazairin, Op.Cit, hlm. 75.
perbuatan yang menyimpang atau
berlakunya hukum.
bahkan bertentangan dengan syarat- Pada Rencana Pembangunan Jangka syarat kewenangan yang telah
Menengah Nasional (RPJMN) yang ditentukan.
dikeluarkan dalam bentuk Peraturan
d. untuk mengatur larangan-larangan Pemerintah (PP) Nomor 7 tahun 2005 yang mencegah perbuatan-perbuatan
dapat kita lihat, bahwa pemerintah yang bertentangan dengan hak-hak
Indonesia mengadakan pembenahan di dan kewajiban-kewajiban yang timbul
bidang hukum. Karena hukum dari kewenangan-kewenangan
memberikan batasan pada kekuasaan. tersebut.
Dalam RPJMN dapat kita lihat beberapa Hal kedua adalah, bahwa hukum antara
program pembangunan terutama dalam lain, menciptakan hak-hak dan kewajiban-
hal pembenahan dan politik hukum (Bab kewajiban beserta pelaksanaannya. Di
9), yaitu :
dalam hal ini, maka ada hak-hak dan
a. program perencanaan hukum. kewajiban-kewajiban warga-warga
b. program pembentukan hukum masyarakat yang tidak dapat diterapkan,
c. program peningkatan kinerja lembaga oleh karena yang bersangkutan tidak
peradilan dan lembaga penegakan mempunyai kekuasaan untuk
hukum lainnya.
melaksanakannya. Akan tetapi sebaliknya,
d. program peningkatan kualitas profesi ada pula hak-hak yang dengan sendirinya
hukum.
e. program peningkatan kesadaran apabila masyarakat mengakui adanya hak-
didukung oleh kekuasaan. Lagipula,
hukum dan hak asasi manusia. hak tertentu, maka hal itu pada umunnya
Pada progaram ke lima tersebut di atas berarti adanya kekuasaan untuk
terdapat beberapa kegiatan yang melaksanakan hak-hak tersebut melalui
diantaranya adalah :
lembaga-lembaga hukum tertentu, oleh
a. pemantapan metode karena hukum tanpa kekuasaan untuk
mengembangan dan peningkatan melaksanakannya merupakan hukum yang
kesadaran hukum dan hak asasi mati. Hal ini disebabkan, oleh karena
manusia yang disusun berdasarkan hukum tersebut tidak mungkin
pendekatan dua arah agar ditegaskan dengan semata-mata
masyarakat tidak hanya dianggap mengandalkan pada adanya konstitusi
sebagai objek pembangunan tetapi tertulis atau adanya tradisi mengenai
juga sebagai subjek pembangunan supremasi hukum. Untuk melaksanakan
serta benar-benar memahami dan penegakan hukum tersebut di perlukan
menerapkan hak dan kewajibannya lembaga-lembaga tertentu yang
sesuai ketentuan yang berlaku. kekuasaannya diakui. Oleh karena itu
b. peningkatan penggunaan media dapatlah dikatakan, bahwa di satu pihak.
komunikasi yang lebih modern hukum, memberikan batas-batas pada
dalam rangka pencapaian sasaran kekuasaan dan di lain pihak, kekuasaan
hukum pada berbagai lapisan merupakan salah satu jaminan bagi
masyarakat.
Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014
asumsi-asumsi tentang dasar keabsahan kesadaran hukum dan hak asasi
hukum tertulis, serta kenyataan daripada manusia secara terus menerus
dipatuhinya hukum tersebut. Terdapat untuk mengimbangi pluralistas
suatu pendapat yang menyatakan bahwa sosial yang ada dalam masyarakat
mengikatnya hukum terutama tergantung maupun sebagai implikasi dari
pada keyakinan seseorang. Hal inilah yang globalisasi.
dinamakan teori rechtsbewustzijn
d. peningkatan kemampuan dan Kutchinsky mengemukakan suatu profesionalisme tenaga penyuluh
gambaran tentang keterkaitan antara tidak saja dari kemampuan
aturan-aturan hukum dengan pola substansi hukum juga sosiologi
perilaku. dalam kaitannya dengan fungsi serta perilaku masyarakat 8 hukum dalam masyarakat.
setempat, sehingga komunikasi Ajaran tradisional, pada umumnya dalam menyampaikan materi dapat
bertitik tolak pada suatu anggapan bahwa lebih tepat, dipahami dan diterima
hukum secara jelas merumuskan perike- dengan baik oleh masyarakat.
lakuan-perikelakuan yang dilarang dan Ide tentang kesadaran warga-warga
atau yang diperbolehkan. Bahwa hukum masyarakat sebagai dasar sahnya hukum
tersebut dengan sendirinya dipatuhi oleh positif tertulis ditemukan dalam ajaran-
sebagian besar dari warga masyarakat. ajaran tentang Rechtsgefuhl atau
Ajaran ini terkenal dengan nama co- Rechtsbewustzijn yang intinya adalah,
variance theory, yang berasumsi bahwa hahwa tidak ada hukum yang mengikat
ada kecocokan antara hukum dengan warga- warga masyarakat kecuali atas
pola-pola perikelakuan hukum (Berl dasar kesadaran hukumnya. Hal tersebut
Kutchinsky, 1973 :102 ). Ajaran merupakan salah satu aspek dari
lain menyatakan bahwa hukum hanya kesadaran hukum, aspek lainnya adalah
efektif apabila didasarkan pada volksgeist bahwa kesadaran hukum seringkali
atau rechtsbewustzijn (F.C Van savigny, dikaitkan dengan pentaatan hukum,
penganut mazhab kebudayaan). pembentukan hukum, dan efektivitas
Suatu hal yang perlu dicatat bahwa hukum.
ajaran atau teori tersebut Masalah kesadaran hukum, termasuk
mempermasalahkan kesadaran hukum pula di dalam ruang lingkup persoalan
yang dianggap sebagai mediator antara hukum dan-nilai-nilai sosial. Apabila
hukum dengan pola-pola perikelakuan ditinjau dari teori-teori modern tentang
manusia dalam masyarakat baik secara hukum dan pendapat para ahli hukum
individu maupun kolektif. Sebenarnya, tentang sifat mengikat dari hukum, timbul
kesadaran hukum tersebut banyak sekali bermacam permasalahan. Salah satu
menyangkut aspek-aspek kognitif dan persoalan yang timbul, adalah mengenai
perasaan yang seringkali dianggap sebagai
8 R. Otje Salman, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, Alumni, Bandung, 1989, hlm. 49.
34 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014 34 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014
(legal culture). Konsepsi ini secara relatif perikelakuan manusia dalam masyarakat.
baru dikembangkan, dan salah satu Perhatian mengenai masalah-masalah
kegunaannya adalah untuk dapat yang berkaitan dengan kesadaran hukum,
mengetahui perihal nilai-nilai terhadap telah dimulai sejak lama, walaupun
prosedur hukum maupun substansinya. perhatian tersebut telah lama ada, akan
Apabila ajaran-ajaran tentang kesadaran tetapi penelitian terhadap masalah
hukum dibandingkan dengan konsepsi kesadaran hukum merupakan suatu usaha
kebudayaan hukum, konsepsi kebudayaan ilmiah yang relatif baru.
hukum lebih luas ruang lingkupnya. Hal ini Di dalam ilmu hukum, adakalanya
disebabkan hukum terdapat di dalam dibedakan antara kesadaran hukum
setiap masyarakat manusia, betapa pun dengan perasaan hukum. Perasaan hukum
sederhana dan kecilnya masyarakat diartikan schagai penilaian hukum yang
tersebut.
timbul secara serta merta dari masyarakat Oleh karena hukum tersebut dalam kaitannya dengan masalah keadilan.
merupakan bagian dari kebudayaan, maka Kesadaran hukum lebih banyak
hukum tidak dapat dipisahkan dari jiwa merupakan perumusan dari kalangan
dan cara berpikir dari masyarakat yang hukum mengenai penilaian tersebut, yang
mendukung kebudayaan tersebut. Bahkan, telah dilakukan secara ilmiah. Jadi
lebih jauh lagi, dapat dikatakan bahwa kesadaran hukum sebenarnya merupakan
hukum merupakan penjelmaan dari jiwa kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat
dan cara berpikir masyarakat yang dalam manusia tentang hukum yang ada
bersangkutan.
atau tentang hokum yang diharapkan ada. Pada umumnya kesadaran hukum Dengan demikian yang ditekankan dalam
dikaitkan dengan ketaatan hukum atau hal ini adalah nilai-nilai tentang fungsi
efektivitas hukum. Dengan perkataan lain, hukum dan bukan terhadap kejadian-
kesadaran hukum menyangkut apakah kejadian yang konkret dalam masyarakat
ketentuan hukum tertentu benar-benar yang bersangkutan. Bila demikian,
berfungsi atau tidak dalam masyarakat. kesadaran hukum menekankan tentang
Tentang faktor-faktor yang nilai-nilai masyarakat tentang fungsi apa
menyebabkan masyarakat mematuhi yang hendaknya dijalankan oleh hukum
hukum, yaitu :
dalam masyarakat. Berdasarkan pendapat Pertama, Compliance, diartikan sebagai tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa
suatu kepatuhan yang didasarkan pada persoalannya di sini kembali kepada
harapan akan suatu imbalan dan usaha masalah dasar dari validitas hukum yang
untuk rnenghindarkan diri dari hukuman berlaku, yang akhirnya harus
atau sanksi yang mungkin dikenakan dikembalikan pada nilai-nilai masyarakat.
apabila seseorang melanggar ketentuan Suatu konsepsi lain yang erat
hukum. Kepatuhan ini sarna sekali tidak kaitannya dengan kesadaran hukum atau
didasarkan pada suatu keyakinan pada yang mencakup kesadaran hukum, adalah
tujuan kaidah hukum yang bersangkutan,
Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014
Kedua, Identification, terjadi bila kepatuhan terhadap kaidah hukum ada bukan karena nilai intrinsiknya, akan tetapi agar keanggotaan kelompok tetap terjaga serta ada hubungan baik dengan mereka yang diberi wewenang untuk menerapkan kaidah-kaidah hukurn tersehut. Daya tarik untuk patuh adalah keuntungan yang diperoleh dari hubungan-hubungan tersebut, sehingga kepatuhan pun tergantung pada baik- buruknya interaksi tadi. Walaupun seseorang tidak menyukai penegak hukum akan tetapi proses identifikasi terhadapnya berjalan terus dan mulai berkernbang perasaan-perasaan positif terhadapnya. Hal ini disebabkan, oleh karena orang yang bersangkutan berusaha untuk mengatasi perasaan-perasaan kekhawatiran-nya terhadap kekecewaan tertentu, dengan jalan menguasai obyek frustasi tersebut dengan rnengadakan identifikasi. Penderitaan yang ada sebagai akibat pertentangan nilai-nilai diatasinya dengan menerima nilai-nilai penegak hukum.
Ketiga, Internalization, pada tahap ini seseorang mernatuhi kaidah-kaidah hukum dikarenakan secara intrinsik kepatuhan tadi rnempunyai irnbalan. Isi kaidah-kaidah tersebut adalah sesuai dengan nilai-nilainya dari pribadi yang bersangkutan, atau oleh karena dia mengubah nilai-nilai yang semula dianut- nya. Hasil dari proses tersebut adalah
suatu konformitas yang didasarkan pada motivasi secara intrinsik. Titik sentral dari kekuatan proses ini adalah kepercayaan orang tadi terhadap tujuan dari kaidah- kaidah bersangkutan, terlepas dari pengaruh atau nilai-nilainya terhadap kelompok atau pemegang kekuasaan maupun pengawasannya
Keempat, Kepentingan-kepentingan pada warga masyarakat (tambahan dari Soerjono Soekanto).
Di antara keempat faktor tersebut di atas, dapat berdiri sendiri-sendiri dapat pula merupakan gabungan dari keseluruh- an atau sehagian dari keempat faktor di atas. Jadi seseorang mematuhi hukum dapat dikarenakan ia takut sanksi yang akan dikenakan apabila ia melanggar hukum. Atau mungkin juga seseorang mematuhi hukum karena kepentingan- kepentingannya terjamin oleh hukum, bahkan mungkin ia mematuhi hukum karena ia merasa hukum yang berlaku sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam dirinya. Namun demikian, hal-hal tersebut di atas terlepas dari masalah apakah seseorang setuju atau tidak setuju terhadap substansi maupun prosedur hukum yang ada.
Masalah kepatuhan hukum atau ketaatan terhadap hukum merupakan suatu unsur saja dari persoalan yang lebih luas, yaitu kesadaran hukum. Dari berbagai arti hukum, salah satu di antaranya, hukum diartikan sehagai jaringan nilai-nilai yang merupakan refleksi dari suatu masyarakat. Masalah nilai-nilai dalam hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum. Hal itu dikarenakan kesa daran hukum merupakan suatu penilaian terhadap hukum yang ada serta hukum yang
Jurnal 36 Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014 Jurnal 36 Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014
memelihara hukum negara. sehingga diartikan sebagai persepsi hukum individu
merusak negara. Dapat juga karena atau masyarakat terhadap hukum. Per-
pemerintah seharusnya mendukung sepsi tersebut mungkin sama mungkin
hukum dengan kewibawaannya malah pula tidak dengan hukum yang herlaku.
mengkhianati hukum yang berlaku. Hukum dalam arti di sini menunjuk pada hukum yang berlaku dan hukum yang
2. Rendahnya Kesadaran Hukum
dicita-citakan. Dengan demikian hukum di
Masyarakat Dan Pemerintah Salah
sini meliputi baik hukum yang tertulis
Satu Penyebab Belum Tegaknya
maupun hukum yang tidak tertulis.
Prinsip-prinsip Negara Hukum Di
Terdapat empat indikator kesadaran
Indonesia
Hukum, yang masing-masing merupakan
a. Prinsip-prinsip Negara Hukum
suatu tahapan bagi tahapan berikutnya, Cita negara yang diidealkan oleh para yaitu:
pendiri bangsa Indonesia adalah cita-cita
a. Pengetahuan hukum; negara hukum yang demokratis dan negara
b. Pemahaman hukum; demokratis berdasarkan hukum. Cita-cita
c. Sikap hukum; dan negara demokratis dapat dilihat dari
d. Pola perilaku Hukum 9 ketentuan pasal 1 ayat (2) UUD 1945 Kesadaran hukum berkaitan pula
sebelum perubahan yang menyatakan dengan efektifitas hukum dan wibawa
bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat hukum.
dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Salah satu segi pembicaraan mengenai
Sedangkan cita-cita negara hukum efektivitas hukum seringkali dikaitkan
ditegaskan dalam Penjelasan yang saat itu dengan pengaruh hukum terhadap
menjadi salah satu bagian UUD 1945. masyarakat. Jika tujuan hukum tersebut
Didalam penjelasan yang saat itu dikenal tercapai, yaitu bila warga masyarakat
dengan istilah “tujuh kunci pokok berperilaku sesuai dengan yang
penyelenggaraan negara”, kunci diharapkan atau dikehendaki oleh hukum
pertamanya menegaskan bahwa negara hal ini dinamakan hukum efektif.
Indonesia berdasarkan atas hukum Namun demikian dapat juga terjadi
(rechtsstaat), tidak berdasarkan bahwa wibawa hukum melemah yang
kekuasaan belaka (machtsstaat). dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
Pasca perubahan UUD 1945, cita-cita yaitu karena hukum tidak memperoleh
negara tersebut tetap dipegang teguh dan dukungan yang semestinya dari norma-
dipertegas keberadaannya. Walaupun norma sosial yang bukan hukum, misalnya
penjelasan UUD 1945 dihapuskan, namun karena sistem nilai dalam masyarakat
sesuai dengan kesepakatan arah akibat modernisasi, dan atau karena
perubahan UUD 1945 yang dibuat oleh pejabat-pejabat hukum tidak sadar akan
MPR, hal-hal normatif yang terdapat dalam
9 Soerjono Soekanto, Ibid., hlm. 140.
Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014
Ide negara hukum sesungguhnya telah telah lama dikembangkan oleh para filsuf untuk mencapi negara yang negara yang dicita-citakan. Plato, pada awalnya dalam the Republic berpendapat bahwa adalah mungkin mewujudkan negara ideal untuk mencapai kebaikan yang berintikan kebaikan. Untuk itu kekuasaan harus dipegang oleh orang yang mengetahui kebaikan, yaitu seorang filosof (the philosopher king). Namun dalam bukunya “the Statesman” dan “the Law”, Plato menyatakan bahwa yang dapat diwujudkan adalah yang paling baik kedua (the second best) yang menempatkan supremasi hukum. Pemerintahan yang mampu mencegah kemerosotan kekuasaan seseorang adalah pemerintah oleh hukum. Senada dengan Plato, tujuan negara menurut Aristoletes adalah untuk mencapai kehidupan yang paling baik (the best life possible) yang dapat dicapai dengan supremasi hukum. Hukum adalah wujud kebijaksanaan kolektif warga negara (collective wisdom), sehingga peran warga negara diperlukan dalam pembentukannya.
Konsep negara hukum modern di Eropa Kontinental dikembangkan dengan menggunakan istilah Jerman yaitu “rechtsstaat“ antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain. Sedang dalam tradisi
Anglo Amerika, konsep negara hukum dikembangkan dengan sebutan “ The Rule of Law “ yang dipelopori oleh A.V. Dicey. Selain itu, konsep negara hukum juga terkait dengan istilah nomokrasi (nomocratie) yang berarti bahwa penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan negara adalah hukum.
Menurut Stahl, konsep negara hukum yang disebut istilah “rechtsstaat” mencakup empat elemen penting, yaitu; 1) perlindungan hak asasi manusia; 2) pembagian kekuasaan; 3) usaha negara. 6 Sedangkan A.V. Dicey menyebut tiga ciri penting “ The Rule of Law”, yaitu; 1) spremacy of law; 2) equality before the law; dan 3) due process of law.
Prinsip-prinsip negara hukum senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Dua isu pokok yang senantiasa menjadi inspirasi perkembangan prinsip-prinsip negara hukum adalah masalah pembatasan kekuasaan dan perlindungan HAM. Melihat kecenderungan perkembangan negara hukum modern yang dipengaruhi oleh perkembangan kompleksitas kehidupan berbangsa bernegara serta kemujian teknologi, lahirlah prinsip- prinsip penting baru untuk mewujudkan negara hukum. Menurut Jimly Asshiddiqie, terdapat dua belas prinsip pokok sebagai pilar-pilar utama yang menyangga berdirinya negara hukum saat ini. dua belas prinsip itu adalah :
1) Supremasi Hukum;
2) Persamaan dalam Hukum;
3) Asas Legalitas;
4) Pembatasan Kekuasaan;
5) Organ-Organ Pemerintahan Yang Independen;
Jurnal 38 Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014
6) Peradilan Bebas dan Tidak Memihak;
7) Peradilan Tata Usaha Negara;
8) Peradilan Tata Negara;
9) Perlindungan Hak Asasi Manusia;
10) Bersifat Demokratis;
11) Berfungsi sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Bernegara;
12) Transparansi dan Kontrol Sosial. Dalam sebuah negara hukum, sesungguhnya yang memerintah adalah hukum, bukan manusia. Dalam sebuah negara hukum dengan sendirinya dianut supremasi hukum. Hukum dimaknai sebagai kesatuan hirarkis tatanan norma hukum yang berpuncak pada konstitusi yang merupakan wujud kesepakatan seluruh warga negara (general agreement). Hal ini berarti bahwa dalam sebuah negara hukum dengan sendirinya menghendaki adanya supremasi konstitusi. Supremasi konstitusi disamping merupakan konsekuensi dari konsep negara hukum, sekaligus merupakan pelaksanaan demokrasi karena konstitusi adalah wujud perjanjian sosial tertinggi.
b. Penegakan Hukum dan Masalah- Masalah Yang Timbul
Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Konsepsi yang mempunyai dasar filosofis tersebut, memerlukan penjelasan lebih lanjut, sehingga akan tampak lebih konkret.
Manusia di dalam pergaulan hidup,
pada dasarnya mempunyai pandangan- pandangan tertentu mengenai apa yang baik dan apa yang buruk. Pandangan- pandangan tersebut senantiasa terwujud di dalam pasangan-pasangan tertentu, misalnya, ada pasangan nilai ketertiban dengan nilai ketenteraman, pasangan niIai kepentingan umum dengan nilai kepentingan pribadi, pasangan nilai kelestarian dengan nilai inovatisme, dan seterusnya. Di dalam penegakan hukum, pasangan nilai-nilai tersebut perlu diserasikan; umpamanya, perlu penyerasian antara nilai ketertiban dengan nilai ketenteraman. Sebab, nilai ketertiban bertitik toIak pada keterikatan, sedangkan nilai ketenteraman titik tolak- nya adalah kebebasan. Di dalam kehidupannya, maka manusia memerlukan keterikatan maupun kebebasan di dalam wujud yang serasi. Apakah hal itu sudah cukup?
Pasangan nilai-nilai yang telah diserasikan tersebut, me merlukan penjabaran secara lebih konkret lagi, oleh karena nilai-nilai lazimnya bersifat abstrak. Penjabaran secara lebih konkret tcrjadi di dalam bentuk kaidah-kaidah, dalam hal ini kaidah-kaidah hukum, yang mungkin berisikan suruhan, larangan atau kebolehan. Di dalam bidang hukum tata negara Indonesia, misalnya, terdapat kaidah-kaidah tersebut yang berisikan suruhan atau perintah untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu, atau tidak melakukannya. Di dalam kebanyakan kaidah hukum pidana tercantum larangan- larangan untuk melakukan perbuatan- perbualan tertentu, sedangkan di dalam bidang hukum perdata ada kaidah-kaidah yang berisikan kebolehan-kebolehan.
Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014
Kaidah-kaidah tersebut kemudian mcngartikan penegakan hukum sebagai menjadi pedoman atau patokan bagi
pelaksanaan keputusan-keputusan hakim. perilaku atau sikap tindak yang dianggap
Perlu dicatat, bahwa pendapat-pendapat pantas, atau yang seharusnya. Perilaku
yang agak sempit tersebut mempunyai atau sikap tindak tersebut bertujuan untuk
kelemahan-kelemahan, apabila menciptakan, memelihara, dan
pelaksanaan perundang-undangan atau mempertahankan kedamaian.
keputusan-keputusan Hakim tersebut Demikianlah konkretisasi daripada
malahan mengganggu kedamaian di dalam penegakan hukum secara konsepsional.
pergaulan hidup.
Penegakan hukum sebagai suatu Berdasarkan penjelasan-penjelasan di proses, pada hakikatnya merupakan
atas dapatlah ditarik suatu kesimpulan penerapan diskresi yang menyangkut
sementara, bahwa masalah pokok membuat keputusan yang tidak secara
penegakan hukum sebenarnya terletak ketat diatur oleh kaidah hukum, akan
pada faktot-faktor yang mungkin tetapi mempunyai unsur penilaian pribadi
mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut (Wayne La-Favre 1964). Dengan mengutip
mempunyai arti yang netral, sehingga pendapat Roscoe Pound, maka La-Favre
dampak positif atau negatifnya terletak menyatakan, bahwa pada hakikatnya
pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor- diskresi berada di antara hukum dan moral 10 faktor tersebut, adalah sebagai berikut:
(etika dalam arti sempit).
1. Faktor hukumnya sendiri, yang di Atas dasar uraian tersebut dapatlah
dalam tulisan ini akan dibatasi pada dikatakan, bahwa gangguan terbadap
undang-undang saja. penegakan hukum mungkin terjadi,
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak- apabila ada ketidakserasian antara
pihak yang membentuk maupun "tritunggal" nilai, kaidah dan pola perilaku.
menerapkan hukum. Gangguan tersebut terjadi apabila terjadi
3. Faktor sarana atau fasilitas yang ketidakserasian antara nilai-nilai yang
mendukung penegakan hukum. berpasangan, yang menjelma di dalam
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan kaidah- kaidah yang bersimpang siur, dan
di mana hukum tersebut berlaku atau pola perilaku tidak terarah yang
diterapkan.
mengganggu kedamaian pergaulan hidup.
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai basil Oleh karena itu dapatlah dikatakan,
karya, cipta, dan rasa yang didasarkan bahwa penegakan hukum bukanlah
pada karsa manusia di dalam semata-mata berarti pelaksanaan
pergaulan hidup.
perundang-undangan, walaupun di dalam Kelima faktor tersebut saling berkaitan kenyataan di Indonesia kecenderungannya
dengan eratnya, oleh karena merupakan adalah demikian, sehingga pengertian law
esensi dari penegakan hukum, juga enforcement begitu populer. Selain itu, ada
merupakan tolok ukur daripada efektivitas kecenderungan yang kuat untuk
penegakan hukum. Dengan demikian,
10 Satjipto Rahardjo, Op.Cit. hlm. 9
40 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014 40 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014
2. peranan yang seharusnya (expected di sini, dengan cara mengetengahkan
role)
contoh-contoh yang diambil dari
3. peranan yang dianggap oleh diri kehidupan masyarakat Indonesia.
sendiri (perceived, role) Ruang lingkup dari istilah "penegak
4. peranan yang sebenarnya dilakukan hukum" adalah luas sekali, oleh karena
(actual role).
mencakup mereka yang secara langsung Peranan yang sebenarnya dilakukan dan secara tidak langsung berkecimpung
kadang-kadang juga dinamakan role di bidang penegakan hukum. Di dalam
performance atau role playing. Kiranya tulisan ini, yang dimaksudkan dengai
dapat dipahami, bahwa peranan yang ideal penegak hukum akan dibatasi pada
dan yang seharusnya datang dari pihak kalangan yang secara langsung
(atau pihak-pihak) lain, sedangkan berkecimpung dalam bidang penegakan
peranan yang dianggap oleh diri sendiri hukum yang tidak hanya mencakup law
serta peranan yang sebenarnya dilakukan enforcement, akan tetapi juga peace
berasal dari diri pribadi. Sudah tentu maintenance. Kiranya sudah dapat diduga
bahwa di dalam kenyataannya, peranan- bahwa kalangan tersebut mencakup
peranan tadi berfungsi apabila seseorang mereka yang bertugas di bidang-bidang
berhubungan dengan pihak lain (disebut Kehakiman, Kejaksaan, Kepolisian,
role sector) atau dengan beberapa pihak Kepengacaraan, dan Pemasyarakatan.
(role set).
Secara sosiologis, maka setiap penegak Seorang penegak hukum, sebagaimana hukum tersebut mempunyai kcdudukan
haInya dengan warga-warga masyarakat (status) dan peranan (role). Kedudukan
lainnya, lazimnya mempunyai beberapa (sosial) merupakan posisi tertentu di
kedudukan dan peranan sekaligus. Dengan dalam struktur kemasyarakatan, yang
demikian tidaklah mustahil, bahwa antara mungkin tinggi, sedang-sedang saja atau
pelbagai kedudukan dan peranan timbul rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya
konflik (status conflict dan conflict of roles). merupakan suatu wadah yang isinya
Kalau di dalam kenyataannya terjadi suatu adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban
kesenjangan antara peranan yang se- tertentu. Hak-hak dan kewajiban-
harusnya dengan peranan yang kewajiban tadi merupakan peranan atau
sebenarnya dilakukan atau peranan aktual, role. Oleh karena itu, seseorang yang
maka terjadi suatu kesenjangan peranan mempunyai kedudukan tertentu, lazimnya
(role-distance).
dinamakan pemegang peranan (role Kerangka sosiologis tersebut, akan occupant) Suatu hak sebenarnya
diterapkan dalam analisis terhadap merupakan wewenang untuk berbuat atau
penegak hukum, sehingga pusat perhatian tidak berbuat, sedangkan kewajiban
akan diarahkan pada peranannya. Namun adalah beban atau tugas suatu peranan
demikian, di dalam hal ini ruang lingkup tertentu, dapat dijabarkan ke dalam unsur-
hanya dibatasi pada peranan yang unsur sebagai berikut :
seharusnya dan peranan aktual.
1. peranan yang ideal (ideal role) Masalah peranan dianggap penting,
Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014 Jurnal Wawasan Hukum, Vol. 30 No. 1 Februari 2014
dan Administrasi Negara bebas memilih tertuju pada diskresi. Sebagaimana 12 salah satu alternatif.
dikatakan di muka, maka diskresi me- Sesuai dengan permasalahan dalam nyangkut pengambilan keputusan yang
penegakan hukum yang dikemukakan tidak sangat terikat oleh hukum, di mana
oleh Soerjono Soekanto seperti telah penilaian pribadi juga memegang peranan.
diuraikan diatas, hampir sama dengan dalam penegakan hukum diskresi sangat
permasalahan yang diuraikan oleh H.R. penting, oleh karena: 11 Agung Laksono, Ketua DPR RI, sebagai
1. Tidak ada perundang-undangan yang 13 berikut : sedemikian lengkapnya, sehingga
“Sinyalemen bahwa praktek dapat mengatur semua perilaku
penegakan hukum menggambarkan manusia,
hukum yang menakutkan dan tidak
2. Adanya kelambatan-kelambatan memberikan perlindungan atau untuk menyesuaikan perundang-
pengayoman terhadap masyarakat, undangan dengan perkembangan-
sangatlah beralasan karena putusan perkembangan di dalam masyarakat,
pengadilan yang dihasilkan bersifat samar- sehingga menimbulkan
samar atau kabur. Proses penegakan ketidakpastian.
hukum berjalan di luar rel kepastian dan
3. Kurangnya biaya untuk menerapkan keadilan hukum. Dampaknya hasil atau perundang-undangan sebagaimana
output dari penegakan hukum menjadi yang dikehendaki oleh pembentuk
kontra produktif. Ketidak pastian hukum undang-undang.
justru melahirkan keragu-raguan bahkan
4. Adanya kasus-kasus individual yang ketakutan yang menimpa para pengambil memerlukan penanganan
keputusan penting karena kekhawatiran khusus (LaFavre, 1964).
secara
akan berhadapan dengan hukum di Diskresi diperlukan sehagai pelengkap
kemudian hari”.
daripada Asas Legalitas, yaitu Asas Hukum Evaluasi atau penilaian yang yang menyatakan, bahwa setiap tindak
komprehensif terhadap penegakan hukum atau perbuatan Administrasi Negara harus
haruslah dilakukan terhadap tiga elemen berdasarkan ketentuan undang-undang.
penting dalam sistem hukum. Pertama, Pada "diskresi bebas" undang-undang