HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN BERPIKIR FORMAL DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN KIMIA KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 SANGGAU Erjayantri Nurul Rizki , Cawang dan Rizmahardian Ashari Kurniawan

Vol. 4 No. 2 Februari 2016

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

ISSN. 2503-4448

HUBUNGAN ANTARA KEMAMPUAN BERPIKIR FORMAL
DAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN
KIMIA KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 SANGGAU
Erjayantri Nurul Rizki*, Cawang dan Rizmahardian Ashari Kurniawan
Prodi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Muhammadiyah Pontianak
Jalan Ahmad Yani No. 111 Pontianak Kalimantan Barat
* Email: [email protected]

ABSTRAK
Kimia memiliki karakteristik berupa konsep abstrak dan teori yang sulit dipahami dan
membutuhkan kemampuan berpikir formal. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tingkat
kemampuan berpikir formal, hasil belajar, dan hubungan antara keduanya. Siswa kelas XI IPA
digunakan sebagai populasi dalam penelitian ini, sedangkan sebanyak 29 siswa dari kelas XI IPA 1
dipilih sebagai sampel. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Data
kemampuan berpikir formal siswa dikumpulkan menggunakan Test of Logical Thinking (Tobin &

Capie, 1981). Hasil yang diperoleh menunjukkan sebanyak 72,41% siswa berada pada tahap
kemampuan berpikir formal, sedangkan 24,14% dan 3,45% siswa berada pada tahap transisi dan
tahap konkrit secara berturut-turut. Data hasil belajar siswa dianalisis dari ulangan umum semester
dan nilai rata-rata siswa sebesar 70,86. Hubungan antara kemampuan berpikir formal dan hasil
belajar siswa dianalisis menggunakan pearson product moment. Kemampuan berpikir formal
mempengaruhi hasil belajar siswa dengan koefisien korelasi sebesar 0,527 dan koefisien
determinasi sebesar 0,2774.
Kata Kunci: Hasil belajar, kemampuan berpikir formal, pembelajaran kimia, Test of Logical
Thinking
ABSTRACT
Chemistry is characterized by abstract concepts and theories which is rather difficult and requires
formal thinking skill. This research was aimed to describe student’s formal thinking skill, student’s
learning achievement, and the correlation between of them. Students of XI IPA were used as
population of this research, while 29 students from XI IPA 1 were chosen as samples. The
sampling used purposive sampling technichuques. Student’s formal thinking skill data were
collected using Test of Logical Thinking (Tobin and Capie, 1981). The results showed that 72,41%
students were in formal thinking stage, while 24,14%, and 3,45% students were in transitional stage
and concrete stage, respectively. Student’s learning achievement data were analyzed from student’s
semester test and it was found that student average score was 70,86. Correlation between student’s
formal thinking and student’s learning achievment was analyzed using pearson product moment. It

was concluded that ‘formal thinking ability’ affected student achievement by 0,527 in coefficient
correlation, and 0,2774 in coefficient determination.
Keywords: learning results, formal thinking skill, chemistry learning, Test of Logical Thinking

42

Vol. 4 No. 2 Februari 2016

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

ISSN. 2503-4448

PENDAHULUAN
praktikum yang dapat diamati dengan
kasat mata, kemudian representasi level
sub-mikroskopik
dapat
dilakukan
dengan model gambar atau dengan
animasi yang sesuai dan proporsional,

serta representasi level simbolik dengan
adanya lambang-lambang unsur atau
rumus molekul. Ketiga level representasi
tersebut dikaitkan dengan pemahaman
siswa terhadap materi kimia semakin
mudah untuk dipelajari.
Berbagai
hasil
penelitian
menunjukkan bahwa banyak siswa yang
mengalami kesulitan mempelajari kimia
pada level pemahaman simbolik dan
molekuler dalam kimia (Wu, 2000).
Kemampuan intelektual yang tinggi
dibutuhkan untuk mempelajari konsep
mikroskopis salah satunya dengan
pencapaian kemampuan berpikir formal
siswa. Menurut Piaget kemampuan
berpikir formal yaitu kemampuan untuk
berpikir secara abstrak dan menalar

secara logis dan terjadi pada seseorang
yang berusia 11 tahun sampai dewasa
(Trianto, 2007).
Mustofa (2013) mengemukakan
bahwa kemampuan berpikir formal
memiliki peranan yang penting dalam
membantu siswa memahami suatu
konsep-konsep kimia yang cenderung
bersifat abstrak maupun mikroskopis
yang ditunjukkan oleh proses reaksi
kimia yang tidak kasat mata. Menurut
Johnstone
(1993),
gambaran
makroskopis kimia mencakup berbagai
fenomena yang dapat diamati seperti
paku
yang
berkarat.
Gambaran

mikroskopis, sebuah paku yang sedang
mengalami perkaratan merupakan proses
kimia dimana atom-atom paku (besi)

Pembelajaran kimia adalah salah
satu bidang ilmu yang tergolong Ilmu
Pengetahuan
Alam
(IPA)
dan
merupakan pelajaran yang berisikan
konsep-konsep, fakta-fakta, dan teoriteori yang menyangkut hitungan dan
reaksi kimia yang cukup sulit untuk
dipahami oleh siswa. Kesulitan dalam
memahami
konsep-konsep
kimia
disebabkan menyangkut reaksi-reaksi
kimia dan hitungan-hitungan serta
menyangkut

konsep-konsep
yang
bersifat abstrak dan dianggap oleh siswa
merupakan materi yang relatif baru
(Sunyono, 2009).
Menurut Diniwati (2011), konsep
dalam ilmu kimia secara garis besar
dibagi dalam dua kategori yaitu konsep
konkrit dan konsep terdefinisi. Konsep
konkrit digeneralisasi dari pengamatan
langsung terhadap gejala-gejala alam
atau eksperimen, misalnya konsep
tentang zat padat dan zat cair. Konsep
terdefinisi tidak dapat terbentuk
langsung dari pengamatan karena
keadaan sebenarnya tidak dapat diamati
dengan panca indera atau mikroskopik.
Konsep mikroskopis adalah konsep yang
ditetapkan oleh para pakar dan
digunakan untuk menjelaskan suatu

objek seperti atom, ion, molekul, orbital
atau peristiwa abstrak seperti ionisasi
garam dalam air, konsep asam lemah
dan garamnya pada materi larutan buffer
(Sihaloho, 2013).
Menurut Hoffman (Wu, 2000),
bahwa karakter yang dimiliki oleh kimia
harus ada dalam setiap pembelajaran
kimia, misalnya: representasi level
makroskopik dapat dilakukan dengan
43

Vol. 4 No. 2 Februari 2016

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

ISSN. 2503-4448

Erlina
(2011)

pada
mahasiswa
pendidikan
kimia
Universitas
Tanjungpura
menunjukkan
bahwa
sebanyak 6,7% mahasiswa tahun 1 yang
telah mencapai kemampuan berpikir
formal, 63,3% masih berada pada
tingkat transisi dan 10% masih berada
pada tingkat konkrit. Penelitian lain oleh
Wiseman (1981) di SMU Greenvile
menemukan bahwa 50% siswa yang
mempelajari kimia belum mencapai
kemampuan berpikir formal.
Kemampuan
berpikir
formal

memiliki peranan yang penting dalam
membantu siswa memahami suatu
konsep-konsep kimia yang cenderung
abstrak maupun mikroskopis. Kesulitan
siswa
dalam
memahami
konsep
mikroskopis
dapat
menimbulkan
pemahaman yang salah, apabila
pemahaman yang salah ini berlangsung
secara konsisten akan menimbulkan
terjadinya
salah
konsep
dan
mengakibatkan hasil belajar siswa
rendah.


bereaksi dengan molekul oksigen di
udara untuk membentuk molekul oksida
besi (karat). Gambaran simbolik, cara
lain untuk menggambarkan proses
perkaratan tersebut adalah dengan
menggunakan persamaan kimia seperti
4Fe(s) + 3O2(g)  2Fe2O3(s).
Hasil wawancara dengan guru kimia
SMA Negeri 1 Sanggau menunjukkan
bahwa siswa mengalami kesulitan dalam
memahami
konsep-konsep
kimia
dibandingkan perhitungan. Tingkat
pemahaman siswa pada konsep-konsep
kimia
masih
rendah.
Hal

ini
menyebabkan mata pelajaran kimia
dianggap lebih sulit dibandingkan mata
pelajaran yang lain. Wawancara lain
dengan 3 siswa kelas XI IPA SMAN 1
Sanggau, yaitu siswa dengan hasil
belajar rendah, sedang dan tinggi,
menunjukkan bahwa siswa mengalami
kesulitan pada materi kimia yang
bersifat konsep. Misalnya, pada materi
asam basa, siswa tidak memahami
konsep proses perubahan warna pada
titrasi.

METODE PENELITIAN

Kemudian materi struktur atom
yang berisikan konsep kimia tentang
teori atom Bohr, mekanika kuantum,
konfigurasi elektron, dan lain-lain.
Konsep-konsep tersebut bersifat abstrak
dan mikroskopis sehingga lebih sulit
dipahami siswa dibandingkan materi
termokimia dan laju reaksi. Materi kimia
yang memuat konsep-konsep pada
tingkat mikroskopis dapat dipelajari oleh
siswa yang mencapai kemampuan
berpikir formal.
Hasil penelitian oleh Agus (2014)
pada siswa kelas XI MIA SMA Negeri 2
Pontianak menunjukkan kemampuan
berpikir formal siswa sebesar 10,71%.
Penelitian lain yang dilakukan oleh

Metode dan Bentuk Penelitian
Metode yang digunakan pada
penelitian ini yaitu deskriptif karena
tujuan yang hendak dicapai berhubungan
dengan masalah yang diselidiki dengan
memberikan gambaran sesuai dengan
fakta-fakta yang tampak mengenai antar
variabel. Bentuk penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian korelasi.
Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik pengukuran, teknik dokumentasi,
dan teknik komunikasi langsung. Alat
44

Vol. 4 No. 2 Februari 2016

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

seluruh siswa kelas XI IPA 1 diperoleh
bahwa tidak semua siswa SMA Negeri 1
Sanggau berada pada tahap kemampuan
berpikir formal.
Soal tes kemampuan berpikir formal
terdiri atas lima kategori yaitu kategori
proporsional,
identifikasi
kontrol
variabel, probabilitas, korelasional, dan
kombinatorial. Siswa kelas XI IPA SMA
Negeri 1 Sanggau memiliki skor
tertinggi pada kategori proporsional.

yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu tes kemampuan berpikir formal,
dokumentasi, dan pedoman wawancara.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1.

Kemampuan Berpikir Formal
Kemampuan
berpikir
formal
merupakan bagian penting yang diukur
dalam penelitian ini. Tes yang
digunakan adalah Test of Logical
Thinking (TOLT) berjumlah 8 soal
pilihan ganda beserta alasan dan 2 soal
esai. Tes ini dilaksanakan di kelas XII
IPA 1 tahun ajaran 2015/2016 yang
berjumlah 32 siswa dan sampel yang
digunakan berjumlah 29 siswa. Hasil
persentase pada Test of Logical
Thinking
yang
mempresentasikan
kemampuan berpikir siswa kelas XII
IPA 1 pada tingkat perkembangan
kognitif operasional formal secara
keseluruhan dapat dilihat pada Gambar
1.
persentase jumlah siswa

80.00%

ISSN. 2503-4448

Tabel 1. Skor Kemampuan Berpikir
Formal pada Tiap Kategori
Kategori
Proporsional
Identifikasi
kontrol
variabel
Probabilitas
Korelasional
Kombinatori
al

Jumla
h
siswa
23

45

7

4

13
24
24

8
38
40

Jumla
h skor

72.41%

Tabel 1. menunjukkan bahwa siswa
kelas XI IPA 1 memiliki skor terbesar
pada kategori proporsional yaitu soal
nomor 1 dan 2. Soal nomor 1 dan 2,
menanyakan tentang jumlah jus yang
dapat dibuat jika dari buah jeruk
diketahui proporsi jumlah jus terhadap
jumlah jeruk. Siswa yang memiliki
kemampuan berpikir formal pada aspek
proporsi dapat menentukan jumlah jus
jeruk yang dapat dibuat dengan
menghitung proporsi antara jumlah jeruk
terhadap jus jeruk yang dihasilkan.
Siswa yang tidak dapat menghitung
banyaknya jus sebanyak 6 orang dan 7
orang siswa yang benar menjawab
proporsi tersebut tetapi tidak dapat
memberikan
alasan
pemilihan

60.00%
40.00%
24.14%
20.00%
3.45%
0.00%
Formal

Transisi

Konkrit

Gambar 1. Tingkat Kemampuan
Berpikir Siswa Kelas XI IPA 1 SMA
Negeri 1 Sanggau
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa tersapat 24,14% siswa yang
berada pada tahap berpikir transisi dan
3,45% siswa pada tahap berpikir konkrit.
Menurut tahap perkembangan berpikir
Piaget (Mulyasa, 2009), anak berusia 11
tahun ke atas sudah memiliki
kemampuan berpikir formal sehingga
45

Vol. 4 No. 2 Februari 2016

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

ISSN. 2503-4448

campuran benih. Siswa yang memiliki
kemampuan berpikir formal pada aspek
probabilitas dapat menentukan peluang
biji kacang yang terambil dan tanaman
bunga yang tumbuh berwarna merah.
Siswa tidak dapat menentukan peluang
biji kacang yang terambil sebanyak 25
orang dan 19 orang siswa tidak dapat
menentukan peluang tanaman bunga
yang tumbuh berwarna merah.
Skor
terkecil
pada
kategori
identifikasi kontrol variabel, siswa
kesulitan menjawab soal pada nomor 3
dan 4. Kategori identifikasi kontrol
variabel yaitu kemampuan yang dimiliki
oleh siswa dalam mengidentifikasi
variabel kontrol dari beberapa kejadian.
Soal tersebut membahas tentang bandulbandul yang memiliki panjang dan berat
bandul yang berbeda. Siswa yang
memiliki
kemampuan
identifikasi
kontrol variabel dapat mengidentifikasi
variabel dari bandul yang diayunkan.
Variabel pada soal nomor 3 adalah
panjang bandul sedangkan variabel pada
soal nomor 4 adalah berat bandul. Siswa
tidak dapat menjawab soal nomor 3
sebanyak 28 orang dan 22 orang siswa
tidak bisa menjawab soal nomor 4.
Siswa tidak teliti dalam mengidentifikasi
bandul-bandul yang digunakan untuk
mengubah jumlah waktu berdasarkan
panjang dan berat bandul. Siswa
menganggap semua bandul perlu
dibandingkan satu sama lain dan
jawaban yang tepat adalah panjang
bandul bisa jadi berbeda, tetapi berat
beban bisa sama.
Hasil wawancara dengan siswa
kelas XII IPA 1 mengatakan bahwa
siswa lebih sulit mengerjakan soal
nomor 3, 4 pada kategori identifikasi
kontrol variabel, soal nomor 5, dan 6

jawabannya yaitu dengan menghitung
proporsinya.
Skor terbesar kedua pada kategori
kombinatorial yaitu soal nomor 9 dan
10, siswa diminta untuk menentukan
kombinasi apa saja yang mungkin terjadi
dari suatu kasus yaitu tiga orang pelajar
yang dapat dipilih dan lokasi toko
disuatu pusat perbelanjaan. Siswa
terkecoh dalam menggabungkan tiga
pelajar dari masing-masing kelas
sebanyak 11 orang dan 8 orang siswa
masih mengulang nama toko-toko yang
sama.
Skor terbesar ketiga pada kategori
korelasional yaitu soal nomor 7 dan 8.
Siswa yang memiliki kemampuan
berpikir formal pada aspek korelasional
dapat menentukan adanya hubungan
yang terjadi antar variabel. Soal tes ini
ditentukan hubungan antara tikus gemuk
yang memiliki ekor hitam dan tikus
kurus memiliki ekor putih dan hubungan
antara ikan gemuk dan ikan kurus yang
memiliki garis-garis lebar. Siswa
menjawab tikus gemuk cenderung
memiliki ekor hitam dan tikus kurus
cenderung memiliki ekor putih dengan
alasan yang salah sebanyak 8 orang dan
12 orang siswa tidak dapat mengamati
kecenderungan antara ikan gemuk dan
ikan kurus yang memiliki garis-garis
lebar.
Skor terbesar keempat yaitu
kategori probabilitas pada soal nomor 5
dan 6. Soal tersebut menanyakan
kemungkinan biji kacang yang terambil
dari sebuah kotak yang berisi 3 biji labu
dan 3 biji kacang. Selain itu, siswa
diminta untuk menentukan jumlah
peluang tanaman bunga yang akan
tumbuh berwarna merah jika satu benih
ditanam dari sebuah kemasan berisi 21
46

Vol. 4 No. 2 Februari 2016

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

pada kategori probabilitas karena sulit
dimengerti
dan
dipahami
yang
membutuhkan penalaran dan daya
tangkap yang kuat. Soal yang paling
mudah menurut siswa adalah nomor 1, 2
pada kategori proporsional, soal nomor
9, dan 10 pada kategori kombinatorial.
Menurut siswa, untuk mengerjakan soal
nomor 1 dan 2 siswa dapat mengerjakan
dengan menggunakan logika dan untuk
soal nomor 9 dan 10 siswa hanya
membolak-balikkan kata sehingga siswa
dengan mudah mengerjakan soal
tersebut, tetapi ada beberapa siswa yang
terkecoh dengan soal nomor 9 yang
sebagian besar mengisi penuh kotak
tersebut.

ISSN. 2503-4448

Tabel 2. Persentase Ketuntasan Hasil
Belajar Siswa

Ren
tang
nilai

Kate
gori

F
re
k
u
e
ns
i

049,9
9

Sang
at
Rend
ah

1

Rend
ah

1

Seda
ng

1
1

Ting
gi

7

Sang
at
Ting
gi

9

5059,9
9
6069,9
9
7079,9
9

2.

Hasil Belajar Siswa
Tes hasil belajar yang digunakan
dalam penelitian ini adalah nilai ulangan
umum kimia yang dilakukan pada
tanggal 4 Juni 2015 di SMA Negeri 1
Sanggau tahun ajaran 2014/2015. Soal
ulangan umum dibuat oleh dinas
pendidikan sehingga tidak dilakukan
validasi. Soal ulangan umum terdiri dari
40 soal pilihan ganda dan diberikan
kepada kelas XI IPA 1 sebanyak 32
siswa dan data yang digunakan untuk
dijadikan sampel sebanyak 29 siswa.
Data nilai hasil ulangan umum
siswa kelas XI IPA 1 pada mata
pelajaran kimia
dengan Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) adalah 70.
Berdasarkan data rekapitulasi nilai kimia
siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1
Sanggau Tahun Ajaran 2014/2015
diperoleh nilai rata-rata siswa 70,86 dan
tergolong kategori tinggi.

80100

Ketunta
san

Tidak
tuntas

1
3

44,
83
%

Tuntas

6

55,
17
%

Tabel 2. menunjukkan bahwa masih
ada siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1
sanggau belum menguasai materi kimia
kelas XI. Hal ini dibuktikan dari hasil
nilai ulangan umum kimia yang
menunjukkan bahwa masih ada siswa
dengan nilai ulangan sangat rendah.
Rendahnya hasil belajar siswa karena
siswa belum menguasai konsep kimia
dan kurang ketelitian siswa dalam
menjawab soal ulangan. Materi soal
ulangan umum nomor 1 sampai 11
adalah materi asam basa, soal nomor 12
sampai 14 adalah materi titrasi asam
basa, soal nomor 15 sampai 18 adalah
materi larutan penyangga, soal nomor 19
sampai 23 adalah materi hidrolisis
garam, soal nomor 24 sampai 30 adalah
materi kelarutan dan hasil kali kelarutan
47

Vol. 4 No. 2 Februari 2016

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

ISSN. 2503-4448

(Ksp) CaSO4 dalam air murni dan hasil
jawaban siswa diperoleh ksp sebesar
4,0×10-7. Soal nomor 27 pada materi ksp
yaitu menentukan harga kelarutan
Ag2CO3 dalam air murni, dan beberapa
siswa menjawab hasil kelarutan adalah
2s2. Soal nomor 32 pada materi koloid
yaitu menentukan koloid dengan fase
pendispersi gas dan fase terdispersi cair.
Hasil analisis jawaban siswa bahwa
koloid tersebut merupakan sol dan
jawaban yang benar adalah aerosol.

dan soal nomor 31 sampai 40 adalah
materi koloid.
Hasil wawancara dengan siswa,
salah satu materi yang sulit dipahami
oleh siswa adalah hidrolisis garam dan
larutan penyangga. Hasil analisis
jawaban siswa yang diperoleh saat
ulangan umum bahwa siswa mengalami
kesulitan soal nomor 7, 8, 15, 18, 19, 26,
27 dan 32. Soal nomor 7 yaitu
mengetahui harga pH dari pengujian air
limbah A dan B secara berturut-turut,
sebagian besar siswa menjawab pH air
limbah A dan B adalah ≥ 3,1 dan ≤ 8,0.
Soal nomor 8 yaitu menghitung pH
larutan CH3COOH 0,1M dengan Ka =
1×10-5, dan sebagian besar siswa
menjawab pH yang dihasilkan yaitu 3.
Soal nomor 15 yaitu sistem larutan
penyangga
dapat
dibuat
dengan
3
mencampurkan
100cm
larutan
CH3COOH 0,2M dengan larutan yang
belum diketahui. Hasil analisis jawaban
siswa diperoleh hanya beberapa siswa
yang menjawab benar 100 cm3 NaOH
0,1M.
Soal nomor 18 pada materi larutan
penyangga yaitu menentukan harga pH
larutan penyangga dan sistem yang
bekerja mempertahankan pH darah.
Beberapa siswa menjawab sistem yang
bekerja mempertahankan pH adalah
HCOOH dan HCOO, dan jawaban yang
benar untuk sistem yang bekerja dalam
tubuh manusia yaitu H2PO4- dan HPO42-.
Soal nomor 19 yaitu pengujian larutan
garam yang mengalami hidrolisis
menggunakan uji lakmus, beberapa
siswa menjawab salah bahwa garam
yang mengalami hidrolisis dan sesuai
dengan uji lakmus adalah KCN,
CH3COONa, dan CaF2. Soal nomor 26
yaitu mengetahui hasil kali kelarutan

3. Hubungan antara Kemampuan
Berpikir Formal dan Hasil Belajar
Siswa
Hubungan
antara
kemampuan
berpikir formal dan hasil belajar siswa
diketahui dengan melakukan uji korelasi
antara skor kemampuan berpikir formal
dengan skor hasil belajar siswa. Sebelum
uji korelasi, terlebih dahulu dilakukan
uji normalitas dengan menggunakan uji
Kolmogorov-Smirnov.
Hasil
uji
kemampuan berpikir formal dan hasil
belajar siswa terdistribusi secara normal.
Hasil ini diperoleh dari nilai signifikansi
kemampuan berpikir formal yang lebih
besar 0,05 yaitu 0,187 dan nilai
signifikansi hasil belajar kimia yang
lebih besar 0,05 yaitu 0,200.
Hasil uji normalitas kemampuan
berpikir formal dan hasil belajar siswa
berdistribusi normal maka langkah
selanjutnya dapat dilakukan uji statistik
parametrik menggunakan uji korelasi
pearson
product
moment.
Hasil
perhitungan
menunjukkan
nilai
signifikansi yang diperoleh 0,003, nilai
korelasi (r) sebesar 0,527, dan R square
0,2774. Nilai signifikansi ˂ 0,05
menunjukkan bahwa Ha diterima dan
Ho ditolak yang artinya terdapat
hubungan yang signifikan antara
48

Vol. 4 No. 2 Februari 2016

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

ISSN. 2503-4448

Gambar 2. Sebaran Data Hubungan
antara kemampuan berpikir formal dan
hasil belajar siswa

kemampuan berpikir formal dan hasil
belajar kimia. Bentuk hubungan antara
kemampuan berpikir formal dan hasil
belajar ditunjukkan oleh harga koefisien
korelasi yang bernilai positif, koefisien
korelasi
yang
bernilai
positif
menunjukkan bahwa semakin tinggi
kemampuan berpikir formal maka
semakin meningkat hasil belajar siswa,
dan semakin rendah kemampuan
berpikir formal siswa maka semakin
rendah juga hasil belajar siswa. Hasil uji
korelasi antara kemampuan berpikir
formal (X) dan hasil belajar siswa (Y)
adalah 0,527 termasuk dalam kategori
sedang. Koefisien determinasi variabel
kemampuan berpikir formal (X) dengan
hasil belajar siswa (Y) dengan
pengolahan data menunjukkan R square
0,2774. R Square 0,2774 merupakan
besarnya koefisien determinasi.
Koefisien determinasi menunjukkan
besarnya pengaruh kemampuan berpikir
formal terhadap hasil belajar yaitu
27,74%. Besarnya kontribusi yang
diberikan kemampuan berpikir formal
terhadap
hasil
belajar
kimia
menunjukkan
bahwa
pentingnya
kemampuan berpikir formal siswa dalam
pembelajaran kimia yang berdampak
pada hasil belajarnya.

Gambar
2
mengkonfirmasi
hubungan antara kemampuan berpikir
formal dan hasil belajar. Persamaan
garis menunjukkan semakin tinggi
kemampuan berpikir formal siswa maka
semakin tinggi hasil belajar siswa dan
semakin rendah kemampuan berpikir
formal siswa maka semakin rendah hasil
belajar
siswa.
Hubungan
antara
kemampuan berpikir formal dan hasil
belajar kimia yang ditunjukkan dengan
titik-titik yang teratur.
Kemampuan
berpikir
formal
dibutuhkan dalam pembelajaran kimia,
misalnya kemampuan berpikir formal
pada kategori proporsional dibutuhkan
siswa
untuk
menghitung
mol
menggunakan perbandingan koefisien.
Kategori identifikasi kontrol variabel
dibutuhkan
untuk
menentukan
perubahan pH larutan dari larutan asam
yang memiliki konsentrasi sama tetapi
jenis
larutan
berbeda.
Kategori
probabilitas
dibutuhkan
untuk
menentukan
peluang
terbentuknya
endapan dari pencampuran sebanyak 10
mL larutan CaCl2 0,2 M dicampur
dengan 10 mL larutan NaOH 0,02 M.
Kategori korelasional dibutuhkan untuk
mengetahui hubungan dari larutan asam
yang memiliki konsentrasi berbeda dan
jenis larutan sama dapat mempengaruhi
pH
larutan
asam.
Kategori
kombinatorial, misalnya menyebutkan
kombinasi garam yang terbentuk dari
asam kuat, basa kuat, asam lemah dan
basa lemah.
Siswa yang memiliki hasil belajar
yang tinggi yaitu 87,5 dan kemampuan
berpikir formalnya yaitu 9. Siswa
49

Vol. 4 No. 2 Februari 2016

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

ISSN. 2503-4448

bahwa ada hubungan positif antara
kemampuan penalaran formal, proses
keterampilan sains dan prestasi kimia.
Hasil penelitian Sofya di seluruh
Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri
di kota Bandar Lampung yang
menunjukkan
bahwa
berdasarkan
pernyataan siswa, diperoleh sebanyak
87,4% siswa menyukai penyajian
konsep kimia disertai sajian gambar;
81,9% siswa menyatakan membutuhkan
sumber belajar lain untuk memahami
konsep kimia mikoskopik, 84,6% siswa
menyatakan
menyukai
penjelasan
konsep kimia dilengkapi dengan gambar
bergerak atau berputar di sekolah, 54,6%
siswa
membutuhkan
ketersediaan
sumber belajar berupa gambar bergerak
atau berputar di sekolah, 83,7% siswa
membutuhkan gambar berputar atau
bergerak untuk membantu memahami
konsep kimia dan 83,5% siswa
menyukai penyajian konsep kimia
disertai penggunaan model kimia untuk
memahami konsep kimia (Mustofa,
2011).

tersebut kesulitan pada soal nomor 29
dalam kategori kemampuan berpikir
formal yaitu probabilitas. Soal nomor 29
yaitu sebanyak 200 mL larutan AgNO3
0,02 M, masing-masing di masukkan ke
dalam 5 wadah yang berisi 5 jenis
larutan yang mengandung ion S2-, PO43-,
CrO42-, Br-, dan SO42- dengan volum dan
molaritas yang sama.
Siswa yang memiliki hasil belajar
yang rendah yaitu 45 dan kemampuan
berpikir formalnya yaitu 3, siswa
tersebut dapat mengerjakan soal dalam
kategori proporsional dan identifikasi
kontrol variabel. Salah satu contoh soal
dalam kategori proporsional pada nomor
12 yaitu menentukan konsentrasi
CH3COOH
yang
dititrasi
dari
CH3COOH dan NaOH 0,1 M telah
diketehui volumnya. Hasil belajar siswa
tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh
kemampuan berpikir formal. Hal ini
ditunjukkan bahwa ada data siswa
dengan nilai ulangan kimia rendah yakni
62,5, sedangkan kemampuan berpikir
formal lebih tinggi yaitu 8. Siswa yang
memiliki nilai ulangan tinggi yaitu 72,5
sedangkan nilai kemampuan berpikir
formal sangat rendah yaitu 1.
Hasil penelitian Oloyede (1998)
bahwa penalaran formal memiliki
korelasi terkuat dengan prestasi sains.
Shayer (1994) menunjukkan bahwa
kemampuan
penalaran
operasional
secara signifikan memiliki hubungan
dengan prestasi belajar. Bello (1993)
mengatakan bahwa penalaran formal
memiliki korelasi positif dengan prestasi
sains. Tobin dan Capie (1982)
mengemukakan bahwa siswa yang telah
belajar proses keterampilan berpikir
analitis lebih sukses dalam memecahkan
masalah. Penelitian ini menunjukkan

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan di SMA Negeri 1 Sanggau
kelas XI IPA pada mata pelajaran kimia,
maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Kemampuan berpikir formal siswa
kelas XI IPA sebanyak 21 orang siswa
dengan persentase 72,41% siswa sudah
mencapai kemampuan berpikir formal,
sedangkan 7 orang siswa masih berada
pada tahap transisi dengan persentase
24,14% dan 1 orang siswa dengan
persentase 3,45% masih berada pada
tahap konkrit
2. Hasil belajar siswa kelas XI IPA
yang diperoleh dari hasil nilai ulangan
50

Vol. 4 No. 2 Februari 2016

Ar-Razi Jurnal Ilmiah

ISSN. 2503-4448

and Integrated Process Skill
Achievement. Journal of Research
in Science Teaching. 19 (2): 113121.

umum dengan nilai rata-rata 86
termasuk ke dalam kategori tinggi.
3. Terdapat
hubungan
antara
kemampuan berpikir formal dan hasil
belajar siswa kelas XI IPA SMA Negeri
1 Sanggau dengan koefisien korelasi
sebesar 0,527.

Trianto. (2007). Model Pembelajaran
Terpadu dalam Teori dan Praktek.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Wiseman, F. L. (1981). The Teaching of
Collage Chemistry, Role of
Student
Development
Level.
Journal of Chemical Education.
58 (6): 484-488.

DAFTAR PUSTAKA
Bello, O. O. (1993). Secondary school
chemistry students’ reasoning
skills
and
performance
in
chemistry. Journal of the Science
Teachers Association of Nigeria.
28(1&2): 177-181.

Wu, H. K. et al. (2000). Promoting
Understanding
of
Chemical
Representation: Students’Use of a
Visualization
Tool
in
the
Classroom. Journal of Research in
Science Teaching. 38 (7): 821-842.

Chang, R. (2005). Kimia Dasar Konsep
2 Inti. Jakarta: Erlangga.
Erlina. (2011). Deskripsi Kemampuan
Berpikir
Formal
Mahasiswa
Pendidikan Kimia Universitas
Tanjungpura. Jurnal Visi Ilmu
Pendidikan: 631-640.
Mustofa. (2013). Hubungan Antara
Kemampuan Berpikir Formal dan
Kecerdasan Visual-Spasial dengan
Kemampuan
Menggambarkan
Bentuk Molekul Siswa Kelas XI
MAN Model Gorontalo Tahun
Ajaran 2010/2011. Jurnal Entropi.
VIII (1): 551-560.
Mulyasa, E. (2009). Implementasi
Kurikulum
Tingkat
Satuan
Pendidikan, Kemandirian Guru
dan Kepala Sekolah. Jakarta:
Bumi Aksara.
Tobin, K. & Capie, W. (1981). The
Development and Validation of a
Group Test of Logical Thinking.
Educational and Psychological
Measurement. 41: 413-423.
Tobin, K. & Capie, W. (1982).
Relathionships Between Formal
Reasoning Ability, Locus of
Control, Academic engagement
51

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25