PERANAN BIMBINGAN DAN KONSELING MENJAGA

PERANAN BIMBINGAN DAN KONSELING UNTUK MENJAGA
STABILITAS SOSIO-EMOSIONAL ANAK SEKOLAH DASAR

Oleh: Risky Kartika Sari
PGSD, FKIP, Universitas Muhammadiyah Surakarta
e-mail: kartikarisky61@gmail.com

ABSTRAK
Bimbingan merupakan proses yang menunjang pelaksanaan pendidikan
disekolah, serta bimbingan konseling adalah bagian integral dari pendidikan
disekolah. Agar program pendidikan disekolah dapat mencapai tujuan pendidikan
secara optimal (perkembangan siswa) sebagai makhluk individu dan sosial sesuai
dengan kemampuan, minat siswa, maka kegiatan pendidikan disekolah harus
dibarengi dengan kegiatan pembinaan siswa.Bidang pembinaan ini dilakukan
oleh staf bimbingan konseling disamping kegiatan adminstrasi dan supervisi.
Perlunya Bimbingan dan konseling dalam menagani masalah perkembangan
sosio-emosional adalah untuk membantu individu yang mengalami masalah
sosio-emosional, serta membantu individu dalam perkembangan sosioemosionalnya.Perkembangan sosio-emosional merupakan kepekaan anak untuk
memahami perasaan orang lain ketika berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari.
Kata kunci: bimbingan, bimbingan konseling, pendidikan disekolah, individu,
sosio-emosional.


I. PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan sikologis siswa sekolah dasar semakin
terlihat perilaku asosial yang ditunjukkan, ini semua disebabkan karena anak
belum mampu mengetahui emosional yang dialaminya.Hal ini terjadi akibat
kurangnya pengertian dan pengarahan orang yang ada disekitar mereka.
Atas dasar ini, peran bimbingan dan konseling dalam meningkatkan
perkembangan sosio-emosional anak adalah dengan melakukan antisipasi
terhadap gejala munculnya perilaku asosial. Perilaku ini muncul disebabkan oleh

1

hubungan yang tidak sehat antara anak yang satu dengan anak yang lain. Oleh
karena itu, sebelum gejala ini mencuat sehingga menjadi perilaku sosial yang
bermasalah, harus dilakukan pencegahan sejak dini.Sebab, perilaku asosial yang
telah akut dimasa dewasa jauh lebih sulit disembuhkan atau diterapi daripada
melakukan pencegahan sejak dini. Cara pencegahan yang lebih awal adalah saat
siswa berada di Sekolah Dasar, karena pada

pendidikan Sekolah Dasar


merupakan awal peserta didik untuk dibekali dan merupakan landasan pertama
dalam sebuah pendidikan. Serta mengantisipasi perilaku asoaial (keterasingan)
anak sejak dini dan memberikan terapi psikis agar anak tersebut dapat
mengendalikan emosinya.
II. Tinjauan Pustaka
Atkinson

Retal

dalam

mendefinisikan bahwa kecemasan

Nana

Syaodih

Sukmadinata


(2007:426),

adalah emosi yang tidak menyenangkan dan

ditandai dengan istilah - istilah sempat kekhawatiran, keprihatinan dan rasa takut.
Sedangkan Lazarus dalam Suyadi (2009) mengatakan bahwa dalam suasana
cemas orang akan merasa tidak berdaya dan sulit melakukan aktivitas dengan baik
sehingga keberhasilanpun sulit dicapai. Dewi & Rustam, dalam Jurnal Suhendri,
Sugiharto, Suwarjo (2012:57). Layanan bimbingan dan konseling dapat dijadikan
sebagai kekuatan inti di sekolah guna mencegah dan mengatasi kecemasan
siswa.Terdapat berbagai teknik yang dipergunakan dalamKonseling rasional emotif
(KRE), diantaranya adalah disentisasi sistematis, pengkondisian instrumental,
relaksasi dan modeling. Dalam penelitian ini peneliti akan mempergunakan teknik
relaksasi.
Menurut Andi Mappiare (1966:90) teknik relaksasi tepat digunakan bila
kondisi klien sedang berada dalam tahap pertentangan antara keyakinan yang
irasional dan menimbulkan ketegangan.Dalam hal ini ketegangan yang dimaksud
adalah ketegangan yang berlebihan yang dapat menimbulkan perilaku tidak tepat
karena ketegangan dalam batas wajar adalah suatu gejala psikologis yang
menunjukkan adanya keuntungan ke arah kemajuan dibandingkan hanya santai

atau rileks saja dalam suatu kehidupan. Selain itu dengan melemasnya otot dalam

2

relaksasi yang dapat mengurangi strukturisasi ketegangan tersebut dan individu
dalam keadaan rileks secara otomatis akan mempermudah proses terjadinya
pengubahan pola pikir yang tidak logis atau keyakinan yang irasional menjadi
pola pikir yang rasional. Relaksasi dapat digunakan sebagai keterampilan copying
yang aktif jika digunakan untuk mengajar individu kapan dan bagaimana
menerapkan di bawah kondisi yang menimbulkan kecemasan.
Setiap anak mempunyai kecenderungan social dan emosional yang
berbeda-beda. Menurut Hawari sebagaimana dikutip Mahmudi, perbedaan
tersebut dipengaruhi oleh sikap, cara dan kepribadian orang tua dalam
memelihara, mengasuh, dan mendidik anaknya (Prayitno, 2001). Dalam perspektif
lain, perbedaan tersebut lebih dikarenakan faktor genetik, lingkungan dan latar
belakang pendidikan atau keilmuan orang tua yang berbeda.
Walaupun demikian, masih ada titik persamaan diantara sekian perbedaan
emosi tersebut.Persamaan itu adalah terangasangnya emosional setiap anak jika
diberikan stimulus.Oleh karena itu, dalam bimbingan dan konseling pemberian
stimulus melalui permainan harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan

social-emosional anak. Nana Syaodih Sukmadinata, ketika memberikan kata
pengantar buku “Bimbingan dan Konseling dalam praktek” mengutip pernyataan
Djawad Dahlan yaitu Pendidikan berproses sekurang-kurangnya dalam tiga
bidang utama, yaitu kurikulum dan pembelajaran, manajemen pendidikan, dan
bimbingan konseling. Ketiga bidang tersebut bersinergi mengarah pada satu
tujuan,

yaitu

MENGEMBANGKAN

POTENSI

yang

dimiliki

peserta

didik.Karena itu, hendaknya ketiga bidang tersebut berintegrasi dengan baik.Tapi,

kenyataannya harapan itu belum terwujud.Bahkan bimbingan dan konseling agak
tertinggal. Padahal bimbingan dan konseling diberikan untuk membantu peserta
didik agar dapat belajar dan berkembang secara optimal dalam segala bidang.
Jadi, sebetulnya layanan tersebut sangat menguntungkan agar peserta didik
berkembang
kehidupan

sesuai

denan

potensinya.Keberhasilan

bukan ditentukan

oleh

aspek

seseorang


intelektual

dan

menempuh

emosionalnya

semata.Melainkan lebih dientukan oleh kepribadiannya.Dan guru bimbingan dan

3

konseling (konselor) adalah pendidik yang memfasilitasi perkembangan seluruh
potensi siswa dari berbagai aspek, mulai dari pribadi, psikologi maupun sosial,
guru BK memberikan bimbingan dalam menyiapkan siswa menentukan
pilihannya secara mandiri.
III. PEMBAHASAN
Dalam jurnal penelitian Suhendri, Sugiharto dan Suwarjo (2012),
mengemukakan bahwa faktor terbentuknya Sosio-Emosional adalah Kehidupan

emosional anak didik yang dipengaruhi oleh suasana dalam keluarganya.Para
peserta didik yang mengalami gangguan emosional kemungkinan

besar

mempunyai kehidupan keluarga yang kurang menguntungkan. Keluarga bukan
satu-satunya yang berpengaruh, tetepi salah satunya yang berpengaruh, dan
keluarga adalah salah satu yang memegang peranan utama.Gangguan emosional
yang dialami peserta didik mungkin bukan hanya dilatarbelakangi oleh faktor
keluarga, tetapi juga oleh pergaulan dengan teman-temannya.Dilingkungan sekitar
rumah peserta didik tersebut mempunyai teman-teman yang mengalami gangguan
emosional, agresif, tidak disiplin, memiliki kebiasaan buruk dsb. Peranan
kelompok acuan atau reference grup juga sangat besar melatarbelakangi emosi
siswa. Dengan demikian para konselor dan guru pembimbing juga harus meneliti
kemungkinan adanya pengaruh lain diluar siswa, yaitu keluarganya, temantemannya serta masyarakat sekitar. Dengan adanya konselor dapat membantu
memudahkan rumusan penafsiran, reaksi-reaksi gangguan emosional yang
ditemukan dalam hal-hal yang mungkin melatarbelakanginya dapat disusun dalam
sebuah matrik. Untuk setiap bentuk reaksi gangguan emosional( penarikan diri
atau agresivitas) dibuat matrik sendiri. Kedua bentuk reaksi gangguan emosional
tersebut pada dasarnya memiliki aspek-aspek yang sama atau hampir sama, yaitu

aspek: psikis, fisik, sosial, dan tanggung jawab.
Menurut Nana Syaodih Sukmadinata(2007), Perilaku agrsesif merupakan
gangguan emosional yang timbul karena ketidakmampuan individu menyesuaikan
diri dengan lingkungan, yang dinyatakan dalam bentuk perilaku agresif atau
pemencilan atau penarikan diri. Penyebab perilaku agresif yang terkait dengan

4

kehidupan emosi adalah adanya tekanan dari luar atau orang lain. Perilakuperilaku agresif dimanifestasikan keluar sehingga dapat diamati oleh orang lain.
Oleh karena itu, untuk menilai peserta didik memiliki kecenderungan perilaku
agresif atau tidak, konselor atau guru Sekolah Dasar dapat mengidentifikasi dan
merumuskan indikator-indikator dari perilaku agresif dan menyusunnya menjadi
butir-butir pengamatan. Berikut beberapa contoh indikator pengamatan perilaku
agresif:
1.
2.
3.
4.
5.


Peserta didik melakukan kekejaman, menyakiti orang lain.
Peserta didik berbicara kasar, menyinggung perasaan orang lain.
Peserta didik suka menganggu peserta didik lain.
Peserta didik berlaku sombong, menentang kepada guru atau orang tua.
Peserta didik sering kali marah-marah, uring-uringan, menangis, dsb.
Dan penghindaran diri adalah gangguan emosional peserta didik yang

sering kali tidak terlihat. Penarikan diri biasanya terkait dengan reaksi-reaksi
kedalam seperti cemas, takut, menanggis, melamun, tidak percaya diri,
menghindar dan mengisolasikan diri. Untuk menilai gejala-gejala pemencilan diri
dapat dilakukan melalui pengamatan yang berisi indikator-indikator dari gejala
pemencilan diri, misalnya:
1.
2.
3.
4.
5.

Pesrta didik sangat perasa dan mudah tersinggung.
Pesrta didik suka menyendiri dan melamun.

Peserta didik tidak suka becanda dan bermain dengan teman-temannya.
Peserta didik berusaha mencari perlindungan dari peserta didik lain.
Peserta didik lebih mementingkan diri sendiri.
Jenis reaksi dikelompokkan berdasarkan kesamaan manifestasi atau

penampakannya.Dalam contoh matriks I ada dua jenis manifestasi yaitu penarikan
diri yang relative tertutup (tidak mudah terlihat dari luar), dan penarikan diri
terbuka (lebih tampak dari luar). Dalam martiks II ada tiga jenis reaksi
manifestasi, yaitu agresivitas untuk dirinya (tidak tetuju langsung atau tidak
mengganggu orang lain), agresivitas yang tertuju pada orang lain tetepi
gangguannya tidak terlalu fatal, dan agresivitas yang mengganggu orang lain dan
gangguannya fatal (menimbulkan kerusakan, rasa sakit,dll).

5

Untuk setiap jenis reaksi atau kelompok reaksi dapat dicari atau
dirumuskan latarbelakangnya, baik yang bersumber pada diri peserta didik
sendiri, keluarganya, teman-teman atau lingkungan terdekat maupun masyarakat
atau lingkungan yang lebih jauh. Apabila ada kelompok penyebab lain diluar yang
ada dalam contoh matrik tersebut dapat ditambah kolom lain.
Tabel 1
Matriks Perumusan Gangguan Emosional Penarikan Diri
BENTUK
ASPEK

PENARIKAN DIRI (REAKSI KE DALAM)
Psikis

Manifestasi

-Perasa

reaksi 1

-Mudah

Fisik
-Menggigit jari

Sosial

Tanggung

-Menghindar,

jawab
-Tidak

-Isolasi diri

belajar

tersinggung

-Tidak

-Mudah

mengerjakan

cemas

tugas

-Sangat
menyadari
kekeurangan
Manifestasi

diri
-Melamun

-Bicara gagap,

reaksi 2

-Menanggis

-Bicara suka

-Cari muka

slip (salah
ucap)
Penyebab dari
dalam diri
siswa
Penyebab dari
keluarga
TABEL 2
Matriks Perumusan Kesimpulan Gangguan Emosional Agresivitas
6

BENTUK

AGRESIVITAS (REAKSI KELUAR)

ASPEK
Manifestasi

Psikis
-

reaksi 1

Mementingkan

-Membual,

diri

-Bicara kasar

Manifestasi
reaksi 2
Manifestasi

Fisik

Sosial
-Marah

Tanggungjawab
-Nyontek

-Sombong
-Marah-marah,

-Menyerang,

-Berbohong

-Menyalahkan
-Mencuri

reaksi 3

-Menyakiti
-Merusak

Penyebab
dari dalam
diri siswa
Penyebab
dari
keluarga
Setelah memperoleh gambaran yang jelas tentang bentuk dan jenis-jenis
manifestasi reaksi gangguan emosional yang dialami peserta didik Sekolah Dasar
dengan hal-hal latarbelakangnya, kita dapat memilih memilih berbagai
kemungkinan bantuan untuk mengatasi masalah antara lain:
a. Layanan Bantuan Langsung
Layanan bantuan langsung berfungsi memberikan bimbingan atau bantuan
langsung kepada peserta didik yang mengalami gangguan emosional.Bantuan ini
diarahkan agar terjadi perubahan pada diri siswa, dengan perkataan lain dalam
layanan ini peserta didik yang diubah. Dengan mempertimbangkan jenis reaksi
yang sering diperlihatkan siswa, layanan dan teknik bimbingan hendaknya
disesuaikan dengan karakter pribadi siswa diluar kehidupan emosi serta factorfaktor yang melatarbelakanginya.
b. Konseling
Konseling dapat digunakan untuk membantu mengatasi gangguan
emosional baik reaksi agresif maupun penarikan diri, yang ringan maupun agak
berat. Layanan konseling dapat diarahkan pada mengembangkan dasar-dasar
7

pemahamantentang dirinya dan orang lain. Hasil-hasil dari pemahaman tersebut
dapat dijadikan dasar sekaligus kekuatan agar peserta didik dapat mencari
alternatif pemecahannya sendiri.
c. Pemberian nasehat
Gangguan emosional yang tidak terlalu berat dapat dibantu dengan
layanan pemberian nasehat.Nasehat diawali dengan pengungkapan data, tukar
pendapat, pengalaman dan pendapat antara konselor dengan siswa. Jika dengan
cara pemberian nasehat belum bisa, maka konselor yang memberikan saran
penyelesaian.
d. Penguatan (Reinforcement)
Penguatan merupakan suatu upaya untuk memperkokoh penguasaan
sesuatu perilaku, kemampuan, sikap ataupun persepsi.Penguatan diberikan
terhadap hal-hal positif yang sudah dikuasai atau mulai tumbuh pada siswa, agar
hal tersebut bertambah kuat atau lebih mantap pada siswa. Penguatan positif yang
diberikan dapat berbentuk: ajakan, anjuran, bujukan, pemberian pengertian,
contoh, pujian.
e. Layanan Bantuan Melalui Kerjasama Dengan Pihak Lain
Layanan melalui kerjasama dengan pihak lain, terutama diadakan dengan
orang-orang yang mempunyai peran mendidik. Layanan kerjasama minimal
diarahkan dalam dua hal. Pertama, membantu menciptakan situasi atau
lingkungan yang dapat mengurangi reaksi-reaksi penarikan diri dan agresivitas
siswa. Kedua, pendidik memberikan perlakuan-perlakuan terhadap peserta didik
yang dapat mengurangi atau menghilangkan gangguan emosional. Layanan
bantuan kerjasama yang paling penting dalam membantu peserta didik yang
mengalami gangguan emosional adalah dengan orang tuanya, guru bidang studi,
Pembina kegiatan-kegiatan disekolah serta dengan teman-teman dekatnya. Orang
tua dan guru dalam hubungan dengan gangguan emosional mempunyai

dua

posisi: pertama, kemungkinan sebagai pihak yang menyebabkan munculnya
gangguan emosional pada siswa, dan kedua sebagai pihak yang mempunyai tugas,
peran, dan juga tanggung jawab dalam usaha memperbaiki perilaku siswa. Dalam
posisi ini orang tua dan guru diajak bertukar pikiran untuk mencari, memilih dan
menentukan cara membimbing, member layanan, memperlakukan peserta didik
secara tepat, untuk kemudian mereka sendiri mempraktikkannya.

8

IV. Penutup
Perkembangan sosio-emosional adalah kepekaan anak untuk memahami
perasaan orang lain ketika berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. Sosial
emosional siswa banyak dilatarbelakangi oleh keluarga, lingkungan,pergaulan
dengan teman-teman bermainnya dan yang paling memegang peran utama adalah
keluarga. Untuk membantu penafsiran reaksi-reaksi gangguan emosional yang
dikemukakan dapat disusun dalam bentuk sebuah matrik.Perilaku agresif
merupakan

gangguan

emosional

yang

timbul

karena

ketidakmampuan

menyesuaikan diri dengan lingkungan.Factor perilaku agresif adalah adanya
tekanan dari orang tua maupun dari luar. Perilaku agresif dapat diamati oleh orang
lain, sedangkan perilaku penarikan diri tidak mudah diketahui orang lain karena
reaksi-reaksi ini dirasakan oleh individu sendiri. Dalam membantu menagani
peserta didik yang mengalami gangguan emosional, konselor berupaya memberi
bantuan berupa: Layanan Bantuan Langsung, Konseling, Pemberian Nasihat,
Penguatan, dan Bantuan melalui kerjasama dengan pihak lain.

Daftar Pustaka

Mappiare, Andi. 1966. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT
Grafindo Persada.
Marsudi, Saring, dkk. 2003. Layanan Bimbingan Konseling di Sekolah. Surakarta:
Muhammadiyah University Press.
Prayitno. 1975. Pelayanan Bimbingan di Sekolah. Jakarta: Gralia Indonesia.

9

Prayitno.2001. Panduan Kegiatan Pengawasan Bimbingan dan Konseling di
Sekolah.Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
Ratu, Bau & Nurwahyuni. 2013. “Pengembangan Model Konseling Kelompok
Melalui Teknik Asertif Training Untuk Mengentaskan Kecemasan Dalam
Menghadapi Ujian Akhir Semester”. Tri Sentra Jurnal Ilmu Pendidikan.
Vol

2,

edisi

4,

Juli-Desember,

hlm.6,

diaksess

dalam

http://ejurnal.ut.ac.id/index.php/konselor.
Rubiyanto, Rubino, dkk. 2008. Bimbingan Konseling SD. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Suhendri, Sugiharto, Suwarjo. 2012. “Evektivitas Konseling Kolompok Rational
Emotif Untuk Membantu Siswa Mengatasi Kecemasan Menghadapi
Ujian”. Jurnal Bimbingan Konseling. Vol 1, edisi 2, Februari 2012, hlm 2,
diaksess dalam http:// journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jubk.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2007. Bimbingan dan Konseling dalam Praktek.
Bandung: Maestro
Suyadi.2009. Bimbingan Konseling untuk PAUD. Jogjakarta: Banguntapan.

10