Fixx PRESENTASI KASUS TB PARU TIFOID DAN

PRESENTASI KASUS
Disusun Oleh :
IKA YUNIARTI
110.2011.121
Pembimbing :
Dr. Melly Ismelia, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. SLAMET GARUT

LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny W.
Usia
: 35 Tahun.
Jenis Kelamin : Perempuan
Status marital : Menikah
Tanggal Lahir : 19 Maret 1972.
Alamat
: Kp Citelu 02/01, Sukatani, Cil

aki
Pendidikan : SMA.
Pekerjaan
: Pedagang.
Masuk RS
: 16 Maret 2017.

ANAMNESIS

Didapatkan melalui autoanamnesis pada
tanggal 19 Maret 2017.

Keluhan Utama
Demam turun naik sejak ±1 minggu sebelum masuk
rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh keluhan demam sejak ± 1 minggu sebelum
masuk rumah sakit. Keluhan demam dirasakan naik turun, naik
terutama pada sore hingga malam hari. Keluhan demam juga
tidak membaik walaupun sudah meminum obat penurun panas

dari warung.
Pasien juga mengeluhkan keluhan lemas, lesu, menggigil, nyeri
kepala, nafsu makan berkurang, mual, muntah ± 2-3x/hari isi
makanan tanpa disertai darah, nyeri perut bawah, batuk berdahak tanpa disertai darah pada dahak hilang timbul sejak 1 bulan
SMRS, penurunan berat badan kira-kira 5kg dalam 1 bulan terakhir.

Keluhan sesak, nyeri dada, nyeri perut dan keluhan pada buan
g air besar dan buang air kecil disangkal pasien. Perubahan w
arna dan konsistensi saat buang air besar, sulit buang air besa
r, nyeri buang air kecil dan perubahan warna pada air kencing
tidak dirasakan oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak mengeluhkan adanya keluhan diabetes
melitus, hipertensi, penyakit jantung. Pasien juga
menyangkal penggunaan obat-obatan TB Paru sebelumnya. Riwayat alergi obat juga disangkal oleh
pasien.

PEMERIKSAAN FISIK
Kondisi umum : Sakit sedang

Kesadaran
: Kompos mentis.
Tekanan Darah : 120/70 mmHg.
Nadi
: 84 kali/menit, regular.
Pernapasan
: 24 kali/menit.
Suhu
: 38,6 °C.

PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
Bentuk: Normal, simetris.
Mata
: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, refeks cahaya
positif pada kedua mata, pupil bulat isokor, edema periorbita negatif,
ptosis negatif.
THT: Bentuk normal, simetris, tidak ditemukan napas cuping hidung
maupun sianosis.
Mulut : Bibir tidak sianosis, mukosa bibir tidak hiperemis.

Leher : Trakea terletak ditengah, tidak tampak deviasi maupun retraksi.
tiroid tidak membesar, JVP 5+2 cmH2O. , teraba benjolan di leher kanan
ukuran 1x0,5x0,5 cm, mobile, permukaan rata, hiperemis (-), nyeri tekan
(-)

T
H
O
R
A
K
S

PEMERIKSAAN FISIK
Inspeksi
Rose spot Paru
: Bentuk simetris, pergerakan dinding dada simetris
saat statis dan dinamis.
Jantung : Iktus kordis terlihat di ICS V linea midclavicula anterior sinistra.
Palpasi

Paru
: Fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan kiri.
Jantung : Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicula anterior sinistra, thrill teraba di apeks dan ICS II sinistra.
Perkusi
Paru
: Sonor di seluruh lapang paru, batas paru-hati di
ICS VI linea midklavikula dekstra, peranjakan paru positif.
Batas Jantung :
Kiri : ICS V linea midclavicula anterior sinistra.
Kanan : ICS IV linea parasternalis dekstra.
Atas
: ICS II linea sternalis sinistra.
Auskultasi
Paru
: Suara napas vesikular, tidak ada ronki atau
mengi.
Jantung : S1 dan S2 regular, murmur negatif.

PEMERIKSAAN FISIK
Abdomen

Inspeksi
: Datar, simetris, tidak ada retraksi epigastrium,
tidak tampak pembesaran organ.
Palpasi : Teraba kenyal, tidak ada nyeri tekan. Hepar dan Lien
tidak teraba membesar, ballotement ginjal negatif.
Perkusi : Timpani pada ke-4 kuadran abdomen. Shifting dullness Auskultasi : Bunyi usus positif, normal (frekuensi 14 kali/
menit).
Ekstremitas : Akral hangat, lembab dan basah, tidak
sianosis, edema negatif, CRT < 2”.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Parameter

Hasil

Nilai Normal

Hemoglobin

10,0


12,0-15,0 

Hematokrit

31,0

35,0-45,0 

Eritrosit

4,02

3,5-4,5

Trombosit

402.000

150-450


Leukosit

9,240

4,800-10,000

 

 

KIMIA KLINIK

 

 

SGOT

13


S/D 31 U/L

SGPT

4,3

S/D 31 U/L

Ureum

21

10-50

Kreatinin

0,4

0,5-1,5


PEMERIKSAAN PENUNJANG
Rontgen Thoraks (tanggal 17-03-2017)
Cor tidak membesar
Sinus dan diafragma normal
Pulmo : hilus normal, corakan bronkovaskular bertambah,
tampak bercak lunak di kedua lapang paru terutama lapa
ng atas dan tengah
Kesan : TB paru aktif
USG ABDOMEN (tanggal 23-03-2017)
Kesan :
Tidak tampak pembesaran KGB paraaorta dan para iliaka
USG Hepar, kandung empedu, pankreas, lien, ginjal
kanan
dan kiri serta vesika urinaria masih tampak dalam
batas
normal

DIAGNOSIS KLINIS


Observasi febris et causa
Tuberkulosis paru dengan
suspek limfoma maligna non
hodgkin dan demam tifoid

TATALAKSANA
Non-medikamentosa
– Bed rest
Medikamentosa
RHZE 450/300/1000/1000
Cefotaxime 2x1 gr IV
Omeprazole 1x40 mg Iv
Ondansetron 1x4 mg iv
Ketorolac 2x1 IV
PCT infus 3X500mg IV
MP 1X125 MG
Pct 3x500 mg PO
Sucralfat syr 3x10cc PO

PROGNOSIS
Quo ad vitam
: Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam.
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam.

TINJAUAN
TINJAUAN
PUSTAKA

PUSTAKA
DAN
PEMBAHASAN

Tuberkulosis
Paru

Infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium 
tuberkulosis, sejenis kuman berbentuk batang 
panjangnya 1-4 / um dan tebal 0,3 - 0,6 /um 
dengan dinding kuman terdiri atas asam lemak 
(lipid).
Kuman ini menyebar melalui inhalasi droplet 
nuclei kemudian masuk kesaluran napas dan 
bersarang dijaringan paru.

TUBERKULOSIS PARU
Penyakit tuberculosis paru adalah suatu infeksi oleh Mycobacterium tuberculosis pada
organ paru.

Diagnosis TB

1. Semua suspek TB diperiks 3 spesimen dahak dalam waktu 2 
hari, yaitu sewaktu – pagi – sewaktu.
2. Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukan kuman TB (BTA) 
3. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto torak saja. Foto torak tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru sehingga sering terjadi overdiagnosis

Diagnosis TB
Diagnosis dapat ditegagkan berdasarkan dari gambaran klinis, pemeriksaan mikrobiologi dan 
hasil radiologi
Anamnesis

• Gejala lokal (respiratorik)
batuk lebih dari 2 minggu,
hemoptisis, sesak napas,
dan nyeri dada.
• Gejala sistemik, demam,
malaise, keringat malam,
anoreksia, dan penurunan
berat badan.

Pemeriksaan Fisik

• Pada pasien TB dapat ditemukan suara napas bronkial,
amorfk, suara napas
melemah, atau ronki basah.
Pada pasien dengan limfadenitis TB terdapat pembesaran kelenjar KGB sekitar
leher dan ketiak.

Pemeriksaan Dahak
Mikroskopik
• Pemeriksan dahak berfungsi untuk
menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan
menentukan potensi penularan.
• Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan
mengumpulkan 3 spesimen dahak
yang dikumpulkan dalam 2 hari
kunjungan yang berurutan berupa
Sewaktu Pagi Sewaktu (SPS)


Pemeriksaan dahak mikroskopik

• Dahak dikumpulkan pada
saat suspek TB datang
berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek
membawa pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari ke 2

S (Sewaktu)

P (Pagi)
• Dahak dikumpulkan di
rumah pada pagi hari
kedua, segera setelah
bangun tidur. Pot
dibawa dan diserahkan
sendiri kepada UPK

• Dahak dikumpulkan
di UPK pada hari ke
dua saat menyerahkan dahak pagi

S (Sewaktu)

Indikasi Pemeriksaan Foto Thorak

1

2

• Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
• Pada kasus ini pemeriksaan foto torak dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru
BTA positif. (lihat bagian alur)

• Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada 
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif ,dan 
• Tidak ada perbaikan setelah antibiotika non OAT
• Pasien tersebut diduga mempunyai komplikasi sesak napas berat.

3

Klasifikasi penyakit dan tipe pasien

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis memerlukan suatu definisi kusus 
yang meliputi 4 hal yaitu

Lokasi atau organ tubuh 
yang sakit: paru atau ekstra paru

Bakteriologi (hasil  pemeriksaan dahak secara 
mikroskopis):  
BTA positif 
atau BTA negatif
Tingkat keparahan penyakit: 
ringan atau berat
Riwayat pengobatan TB  sebelumnya: Baru atau  sudah pernah 
diobati

Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena

1. Tuberkulosis Paru : Tuberkulosis paru adalah Tuberkulosis yang menyerang 
(jaringan parenkim) paru. Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada 
hilus.

2.Tuberkulosis Ekstra Paru: Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain 
paru, misalnya: Pleura, selaput otak, selaput jantung ( perikardium), kelenjar lymfe, 
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain- lain

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis
pada TB paru

1. Tuberkulosis Paru BTA Positif
 Sekurang – kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA p 
  ositif.
 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto thorax dada 
mengambarkan Tuberkulosa
 Satu spesimen SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan 
tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotik non OAT

2. Tuberkulosa Paru BTA Negatif
Kriteria diagnosis paru BTA negatif harus meliputi:

 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
 Foto torak abnormal menunjukan gambaran tuberkulosa
 Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT

Klasifkasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit

1. TB Paru BTA negatif foto thorax positif
Dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan 
ringan. Bentuk berat bila gambaran foto torak memperlihatkan gambaran 
kerusakan paru yang luas atau keadaan umum pasien buruk.
2. TB ekstra paru, dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, 
yaitu:
a. TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar lymfe, pleuritis eksudativa unilateral.
b. TB ekstra paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleutitis eksudativa bilteral, TB tulng belakang, TB usus, TB 
saluran kemih dan alat kelamin.

Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi beberapa
tipe pasien
1. Kasus Baru
Pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari 
satu bulan ( 4 minggu).
2. Kasus Kambuh ( Relaps)
Pasien tuberkulosa yang sebelumnya pernah mendapatkan pengobatan tuberkulosis dan dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
3. Kasus setelah putus obat
Psien yng telah putus berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
4. Kasus setelah gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan ke lima atau lebih selama pengobatan.

5. Kasus Pindah (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari unit pelayanan kesehatan ( UPK) yang 
memiliki registrasi TB lain untuk melanjutkan pengobatan.
6. Kasus Lain
Semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas (kelompok kronik) yauitu 
pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan 
ulang

Pengobatan TB

Tujuan Pengobatan
Untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuahn, memutuskan rantai 
penularan, dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.

Prinsip Pengobatan
a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan 
dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) 
pemakaian OAT kombinasi Dosis Tetap ( OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung ( DOT= 
directly observed ttreatment) oleh seorang pengawas menelan obat ( PMO)
c. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap Intensif dan tahap lanjutan

Tahap Awal (intensif)
 Pada tahap intensif atau awal pasien mendapatkan pengobatan setiap hari dan perlu diawasi 
secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
 Bila pengobtan Intensif tersebut diberikan secara tepat biasanya pasien menular tidak menjadi meular dalam kurun waktu 2 minggu.
 Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif dalam 2 bulan

Tahap Lanjutan
 Pada tahap lanjutan pasien menadapatkan jenis OAT lebuh sedikit, namun dalam jangka 
waku yang lebih lama
 Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman perister sehingga mencegah terjadinya 
kekambuhan.

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia
 Panduan OAT yang digunakan oleh program Nasional Penanggulangan Tuberkulosa di Indonesia
1. Kategori 1 : 2(HRZE)/ 4(HR)3
2. Kategori 2 : 2(HRZE)S/ (HRZE)/5(HR) 3RE3
                Disamping kedua kategori ini disediakan kedua obat sisispan (HRZE)
3. Kategori Anak : 2 HRZ/4HR
 Panduan OAT kategori -1 dan kategori -2 disedikan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.
 Tabel OAT KDT terdiri dari komplikasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Panduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu 
pasien.
 Paket kombipak
     Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniazid, Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol
yang dikemas dalam bentuk blister. Panduan OAT ini disediakan program untuk digunakan 
dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT

Paduan OAT KDT Lini Pertama dan Peruntukannya.
a. Kategori-1 : 2(HRZE) / 4(HR)3
    Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
• Pasien baru TB paru BTA positif
• Pasien TB paru BTA negatif foto torax positif
• Pasien TB ekstra paru

Kategori -2 : 2(HRZE)S / (HRZE) / 5(HR)3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang pernah diobati sebelumnya
(pengobatan ulang):
 Pasien kambuh
 Pasien gagal pada pengobatan dengan paduan OAT kategori 1 sebelumnya
 Pasien yang diobati kembali setelah putus berobat (lost to follow-up)

CC

Catatan:
1. Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisisn adalah 
500 mg tanpa memperhatikan BB.
2. Cara melarutkan streptomisisn vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7 ml sehingga menjadi 4 ml. ( 1ml + 250 mg)

Pada pasien dilakukan
rontgen thoraks
Ditemukan kesan
TB PARU AKTIF

Pada pasien : kasus baru

Kategori-1 : 2(HRZE) / 4(HR)3

Nama obat Dosis har- Dosis har-  
ian(50kg
)

)

300 mg

400 mg

600 mg

Rifampicin 450 mg

600 mg

600 mg

Pirazi-

1000 mg

2000 mg

2-3 g

750 mg

1000 mg

1000 mg

Isoniazid

namid
Strep-

DEMAM TIFOID
Demam tifoid adalah penyakit sistemik yang ditandai antara lain dengan demam dan nyeri abdomen yang dis
ebabkan oleh penyebaran Salmonella serotype Typhi, Salmonella serotype Paratyphi A, Salmonella serotype
Paratyphi B (Schootmuelleri), Salmonella serotype Paratyphi C (Hirschfeldii). Sinonim dari demam tifoid adal
ah enteric fever, typhus abdominalis.

Gambaran klinik
Keluhan :
-

 
Nyeri kepala

100%

(frontal)
- Kurang enak di pe-

≥ 50%

PADA PASIEN

rut
-

Nyeri tulang,

≥ 50%

persendian dan otot
- BAB

 50%

- Muntah

 50%

Gejala :

 

- Demam

100%

- Nyeri tekan perut

75%

- Bronkitis

75%

- Toksik

> 60%

- Letargik

> 60%

(“kotor”)

Lidah

tifoid

40%

Pada pemeriksaan fisik ditemukan :
– Demam yang tinggi.
– (rose spot) Perut distensi disertai dengan ny
eri tekan perut.
– Bradikardia relatif.
– Hepatosplenomegali.
– Jantung membesar dan lunak.
– Bila sudah terjadi perforasi maka akan dida
patkan tekanan sistolik yang menurun, kesa
daran menurun, suhu badan naik, nyeri per
ut dan defens muskuler akibat rangsangan
peritoneum.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM PADA PASIEN
Leukosit. NORMAL
SGOT dan SGPT. NORMAL
Biakan darah. Uji Widal. Diagnosis
Diagnosis biasanya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fsik dan gejala klinik serta pemeriksaan
laboratorium serologi. Bila didapati titer O yang tinggi
tanpa imunisasi sebelumnya, maka diagnosis demam
tifoid dapat dianggap positif.
Diagnosis dapat dipastikan bila biakan dari darah, tinja,
urin, sumsum tulang, sputum atau eksudat purulen
positif. (TIDAK DILAKUKAN)

PENATALAKSANAAN

NON MEDIKAMENTOSA
- TIRAH BARING
- NUTRISI
- CAIRAN
- KOMPRES
MEDIKAMENTOSA
SIMPTOMATIK
CEFOTAXIME 2X1GRAM IV

Limfoma Non Hodgkin

Kelompok keganasan primer limfosit yang berasal dari limfosit B, limfosit T, 
dan terkadang (sangat jarang) berasal dari sel natural killer NK yang berada 
didalam sistem limfe.

Etiologi dan Faktor Resiko

Sebagian besar LNH tidak 
diketahui penyebabnya.
Faktor resiko yang 
berhubungan dengan LNA 
meliputi imunodefisiensi, 
Virus ebstein bar (EBV)

 

Manifestasi Klinis

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Pembesaran KGB
Malaise
Demam tinggi ≥38 C
Keringat malam
Penurunan berat badan 10 dalam waktu 1 bulan
Keluhan anmeia
Keterlibatan cincin waldeyer (suara serak.
Pada pemeriksan fisik didapatkan pembesaran 
KGB

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan Histopatologi dan Sitologi

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium: darah perifer 
lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal
2. Pencitraan CT scan/ USG abdomen: untuk 
mengetahui adanya pembesaran KGB 
paraaorta abdominal. Foto thorak untuk 
mengetahui adanya pembesaran KGB mediastinum 
3. Pemeriksaan THT: untuk mengetahui adanya 
keterlibatan cincin waldeyer
4. Gastroskpi: untuk melihat keterlibatan lambung
5. Bone scan: untuk mengetahui keterlibatan tulang

Tatalaksana

• Derajat keganasan rendah : kemoterapi obat 
tunggal atau ganda (per oral), radioterpi paiatif.
• Derajat keganasan menengah
1. Stadium I-IIA : Radioterapi atau kemoterapi parenteral kombinasi
2. Stadium IIIB-IV: Kemoterapi parenteral kombinasi
3. Derajat Keganasan Tinggi: Kemoterapi 
parenterl kombinsi lebih ( lebih 
agresif), radioterapi hanya untuk 
berperan tujuan paliatif