MAKALAH PELIBATAN ORANG TUA TERHADAP LEM

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masih banyak kenyataan yang terjadi di masyarakat adanya orang tua yang masih
mempunyai pola pikir bahwa pendidikan itu sepenuhnya tanggungjawab pihak lembaga
pendidikan saja. Seringkali orang tua menumpu harapan terlalu tinggi pada lembaga
pendidikan, sehingga banyak orang tua yang berani membayar mahal biaya pendidikan
anaknya. Di sisi lain, tidak sedikit orang tua yang menuntut lembaga pendidikan harus
berbuat seperti yang dikehendaki dan kecewa jika hasil pendidikan di lembaga tersebut tidak
sesuai dengan harapannya. Fenomena keliru ini harus segera diluruskan agar tanggungjawab
tinggi muncul dalam keluarga sehingga keluarga, khususnya ibu dan ayah juga berperan
sebagai pendidik di rumah.
Dalam Teori Ekologi Bronfenbrenner (1979) menjelaskan mengenai perkembangan anak
yang dipengaruhi oleh sistem interaksi yang kompleks dengan berbagai tingkatan lingkungan
sekitarnya yang mencakup interaksi yang saling berhubungan antara di dalam dan di luar
rumah, sekolah dan tetangga (masyarakat) dari kehidupan anak setiap hari dalam kurun
waktu yang sangat lama. Interaksi ini menjadi motor atau penggerak perkembangan anak
yang merupakan pusat dari lingkaran, dikelilingi oleh berbagai sistem interaksi yang terdiri
dari sistem mikro, sistem meso, sistem exo dan sistem makro. Sistem Mikro adalah lingkaran
yang paling dekat dengan anak yang meliputi kegiatan dan pola interaksi langsung dari anak
dengan lingkungan terdekatnya seperti interaksi dengan orang tua, kakak dan adik

kandungnya, sekolah, serta teman sebaya. Hubungan dua arah yang berlangsung dalam
jangka waktu yang cukup panjang dan intensif di lingkungan terdekat ini mempunyai dampak
terbesar dan mendalam pada perkembangan anak.Sistem Meso adalah lingkaran interaksi dan
kesesuaian hubungan antar komponen dalam sistem mikro anak yang sangat mempengaruhi
perkembangan anak seperti hubungan antara rumah dan sekolah. Orang tua yang tidak
terdidik dan tidak menghargai pentingnya pendidikan dan hubungan dengan lembaga
kelompok bermain/sekolah, dan yang tidak berbicara dengan bahasa yang digunakan di
sekolah anak, akan menyebabkan anak mengalami banyak masalah dalam menerapkan
pembiasaan di kelompok bermain dan juga dalam melejitkan potensi kecerdasan jamak anak
usia dini. Sebaliknya bila hubungan antar komponen tersebut serasi dan kuat, menyebabkan
anak memiliki kemampuan akademik yang baik. Prinsip utama dari sistem meso adalah
semakin kuat dan saling mengisi interaksi antar komponen dalam sistem meso, semakin besar
pengaruh dan hasilnya pada perkembangan anak. Untuk menjawab fenomena ini banyak cara
yang dapat dilakukan salah satunya yaitu bentuk kegiatan informal yang dilakukan oleh
pengelola lembaga PAUD untuk menyelaraskan kegiatan-kegiatan pengasuhan dan
pendidikan anak antara di sekolah dan di rumah. Kegiatan ini ditujukan kepada para orang
tua, pengasuh, dan anggota keluarga lain yang berperan secara langsung dalam proses
perkembangan anak. Kegiatan (pertemuan orang tua) saat ini dirasakan sangat diperlukan
mengingat pentingnya pendidikan sedini mungkin. Pengetahuan tentang pendidikan anak
dapat ditempuh dengan berbagai kegiatan, misalnya kegiatan parenting baik yang dikelola

oleh satuan pendidikan maupun pengelolaan secara mandiri.

BAB II
Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini, Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini dalam
Membangun Masa Depan Bangsa, Perkembangan Anak Usia Dini dan Peran Orang Tua
dalam Pendidikan Anak Usia Dini

A. Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan

anak

jenjang pendidikan

usia

dasar yang

bagi anak sejak lahir
pemberian rangsangan


sampai

dini

(PAUD)

merupakan

adalah

suatu

jenjang

upaya pembinaan yang

dengan usia enam tahun

pendidikan untuk


pendidikan

membantu

yang

sebelum
ditujukan

dilakukan melalui

pertumbuhan

dan

perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan
lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal. Pendidikan
anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menitikberatkan


pada

peletakan

dasar

ke

arah

pertumbuhan

dan perkembangan

fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan
emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan
komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak
usia dini.
Saat ini bidang ilmu pendidikan, psikologi, kedokteran, psikiatri, berkembang dengan

sangat pesat. Keadaan itu telah membuka wawasan baru terhadap pemahaman mengenai anak
dan mengubah cara perawatan dan pendidikan anak. Setiap anak mempunyai banyak bentuk
kecerdasan (Multiple Intelligences) yang menurut Howard Gardner terdapat delapan domain
kecerdasan atau intelegensi yang dimiliki semua orang, termasuk anak. Kedelapan domain itu
yaitu inteligensi music, kinestetik tubuh, logika matematik, linguistik (verbal), spasial,
naturalis, interpersonal dan intrapersonal.
B. Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini dalam Membangun Masa Depan Bangsa
Kondisi SDM Indonesia berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh PERC (Political
and Economic Risk Consultancy) pada bulan Maret 2002 menunjukkan kualitas pendidikan
Indonesia berada pada peringkat ke-12, terbawah di kawasan ASEAN yaitu setingkat di
bawah Vietnam. Rendahnya kualtias hasil pendidikan ini berdampak terhadap rendahnya
kualtias sumber daya manusia Indonesia.

Dalam kondisi seperti ini tentunya sulit bagi bangsa Indonesia untuk mampu bersaing dengan
bangsa-bangsa lain. Pembangunan sumber daya manusia yang dilaksanakan di Negara-negara
maju seperti Amerika Serikat, Jerman, Jepang dan sebagainya, dimulai dengan
pengembangan anak usia dini yang mencakup perawatan, pengasuhan dan pendidikan
sebagai program utuh dan dilaksanakan secara terpadu. Pemahaman pentingnya
pengembangan anak usia dini sebagai langkah dasar bagi pengembangan sumber daya
manusia juga telah dilakukan oleh bangsa-bangsa ASEAN lainnya seperti Thailand,

Singapura, termasuk negara industry Korea Selatan. Bahkan pelayanan pendidikan anak usia
dini di Singapura tergolong paling maju apabila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN
lainnya.
Di Indonesia pelaksanaan PAUD masih terkesan ekslusif dan baru menjangkau
sebagian kecil masyarakat. Meskipun berbagai program perawatan dan pendidikan bagi anak
usia dini usia (0-6 tahun) telah dilaksanakan di Indonesia sejak lama, namun hingga tahun
2000 menunjukkan anak usia 0-6 tahun yang memperoleh layanan perawatan dan pendidikan
masih rendah. Data tahun 2001 menunjukkan bahwa dari sekitar 26,2 jut anak usia 0-6 tahun
yang telah memperoleh layanan pendidikan dini melalui berbagai program baru sekitar 4,5
juta anak (17%). Kontribusi tertinggi melalui Bina Keluarga Balita (9,5%), Taman Kanakkanak (6,1%), Raudhatul Atfal (1,5%). Sedangkan melalui penitipan anak dan kelompok
bermain kontribusinya masing-masing sangat kecil yaitu sekitar 1% dan 0,24%.
Masih rendahnya layanan pendidikan dan perawatan bagi anak usia dini saat ini antara lain
disebabkan masih terbatasnya jumla lembaga yang memberikan layanan pendidikan dini jika
dibanding dengan jumlah anak usia 0-6 tahun yang seharusnya memperoleh layanan tersebut.
Berbagai program yang ada baik langsung (melalui Bina Keluarga Balita dan Posyandu) yang
telah ditempuh selama ini ternyata belum memberikan layanan secara utuh, belum bersinergi
dan belum terintegrasi pelayanannya antara aspek pendidikan, kesehatan dan gizi. Padahal
ketiga aspek tersebut sangat menentukan tingkat intelektualitas, kecerdasan dan tumbuh
kembang anak.
Pentingnya pendidikan anak usia dini telah menjadi perhatian dunia internasional. Dalam

pertemuan Forum Pendidikan Dunia tahun 2000 di Dakar Senegal menghasilkan enam
kesepakatan sebagai kerangka aksi pendidikan untuk semua dan salah satu butirnya adalah
memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini,
terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung, Indonesia sebagai salah
satu anggota forum tersebut terikat untuk melaksanakan komitmen ini.

Perhatian dunia internasional terhadap urgensi pendidikan anak usia dini diperkuat oleh
berbagai penelitian terbaru tentang otak. Pada saat bayi dilahirkan ia sudah dibekali Tuhan
dengan struktur otak yang lengkap, namun baru mencapai kematangannya setelah di luar
kandungan. Bayi yang baru lahir memiliki lebih dari 100 milyar neuron dan sekitar satu
trilyun sel glia yang berfungsi sebagai perekat serta synap (cabang-cabang neuron) yang akan
membentuk bertrilyun-trilyun sambungan antar neuron yang jumlahnya melebihi kebutuhan.
Synap ini akan bekerja sampai usia 5-6 tahun. Banyaknya jumlah sambungan tersebut
mempengaruhi pembentukan kemampuan otak sepanjang hidupnya. Pertumbuhan jumlah
jaringan otak dipengaruhi oleh pengalaman yang didapat anak pada awal-awal tahun
kehidupannya, terutama pengalaman yang menyenangkan. Pada fase perkembangan ini akan
memiliki potensi yang luar biasa dalam mengembangkan kemampuan berbahasa,
matematika, keterampilan berpikir, dan pembentukan stabilitas emosional.
Ada empat pertimbangan pokok pentingnya pendidikan anak usia dini, yaitu: (1)
menyiapkan tenaga manusia yang berkualitas, (2) mendorong percepatan perputaran ekonomi

dan rendahnya biaya sosial karena tingginya produktivitas kerja dan daya tahan, (3)
meningkatkan pemerataan dalam kehidupan masyarakat, (4) menolong para orang tua dan
anak-anak.
Pendidikan anak usia dini tidak sekedar berfungsi untuk memberikan pengalaman belajar
kepada anak, tetapi yang lebih penting berfungsi untuk mengoptimalkan perkembangan otak.
Pendidikan anak usia dini sepatutnya juga mencakup seluruh proses stimulasi psikososial dan
tidak terbatas pada proses pembelajaran yang terjadi dalam lembaga pendidikan. Artinya,
pendidikan anak usia dini dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja seperti halnya
interaksi manusia yang terjadi di dalam keluarga, teman sebaya, dan dari hubungan
kemasyarakatan yang sesuai dengan kondisi dan perkembangan anak usia dini.
C. Perkembangan Anak Usia Dini
Sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa memberikan pendidikan anak usia dini
cukup dilakukan oleh orang dewasa yang tidak memerlukan pengetahuan tentang PAUD.
Selain itu juga mereka menganggap PAUD tidak memerlukan profesionalisme. Pandangn
tersebut adalah keliru.
Jika PAUD ingin dilakukan di rumah oleh ibu-ibu sendiri, maka ibu-ibu itu perlu belajar dan
menambah pengetahuan tentang proses pembelajaran anak, misalnya dengan membaca buku,
mengikuti ceramah atau seminar tentang PAUD.

Kenyataannya semakin banyak ibu-ibu bekerja di luar rumah, oleh karena itu haruslah orang

yang menggantikan peran ibu tersebut memahami proses tumbuh kembang anak.
Pembelajaran pada anak usia dini adalah proses pembelajaran yang dilakukan melalui
bermain. Ada lima karakteristik bermain yang esensial dalam hubungan dengan PAUD
(Hughes, 1999), yaitu: meningkatkan motivasi, pilihan bebas (sendiri tanpa paksaan), non
linier, menyenangkan dan pelaku terlibat secara aktif.
Bila salah satu kriteria bermain tidak terpenuhi misalnya guru mendominasi kelas dengan
membuatkan contoh dan diberikan kepada anak maka proses belajar mengajar bukan lagi
melalui bermain. Proses belajar mengajar seperti itu membuat guru tidak sensitif terhadap
tingkat kesulitan yang dialami masing-masing anak.
Ketidaksensitifan orangtua terhadap kesulitan anak bisa juga terjadi, alasan utama
yang dikemukakan biasanya karena kurangnya waktu karena orangtua bekerja di luar rumah.
Memahami perkembangan anak dapat dilakukan melalui interaksi dan interdependensi antara
orangtua dan guru yang terus dilakukan agar penggalian potensi kecerdasan anak dapat
optimal. Interaksi dilakukan dengan cara guru dan orangtua memahami perkembangan anak
dan kemampuan dasar minimal yang perlu dimiliki anak, yaitu musikal, kinestetik tubuh,
logika matematika, linguistik, spasial, interpersonal dan intrapersonal, karena pada umumnya
semua orang punya tujuh intelegensi itu, tentu bervariasi tingkat skalanya.
D. Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak Usia Dini
Anak adalah perwujudan cinta kasih orang dewasa yang siap atau tidak untuk menjadi
orang tua. Memiliki anak, siap atau tidak, mengubah banyak hal dalam kehidupan, dan pada

akhirnya mau atau tidak kita dituntut untuk siap menjadi orang tua yang harus dapat
mempersiapkan anak-anak kita agar dapat menjalankan kehidupan masa depan mereka
dengan baik.
Mengenal, mengetahui, memahami dunia anak memang bukan sesuatu yang mudah. Dunia
yang penuh warna-warni, dunia yang segalanya indah, mudah, ceria, penuh cinta, penuh
keajaiban dan penuh kejutan. Dunia yang seharusnya dimiliki oleh setiap anak anak namun
dalam kepemilikanya banyak bergantung pada peranan orang tua.
Para ahli sependapat bahwa peranan orang tua begitu besar dalam membantu anak-anak agar
siap memasuki gerbang kehidupan mereka. Ini berarti bahwa jika berbicara tentang gerbang
kehidupan mereka, maka akan membicarakan prospek kehidupan mereka 20-25 tahun
mendatang. Pada tahun itulah mereka memasuki kehidupan yang sesungguhnya. Masuk ke
dalam kemandirian penuh, masuk ke dalam dunia mereka yang independen yang sudah

seharusnya terlepas penuh dari orang tua dimana keputusan-keputusan hidup mereka sudah
harus dapat dilakukan sendiri. Disinilah peranan orang tua sudah sangat berkurang dan
sebagai orang tua, pada saat itu kita hanya dapat melihat buah hasil didikan kita sekarang,
tanpa dapat melakukan perubahan apapun.
Mengapa orang tua perlu meningkatkan intelektualitas anak demi mempersiapkan
mereka masuk sekolah? Jawabannya, sekolah saat ini meminta persyaratan yang cukup tinggi
dari kualitas seorang siswa. Masih didapat siswa yang masuk SD sudah diperkenalkan
dengan berbagai macam pelajaran dan ilmu sejak dini. Anak-anak sudah harus memiliki
kreativitas yang tinggi sejak kecil. Oleh sebab itu, anak-anak yang memiliki intelektualitas
yang tinggi akan lebih mudah menerima dengan baik semua yang diajarkan. Mereka akan
memiliki kepercayaan diri yang tinggi, lebih mudah beradaptasi, lebih mudah menerima halhal yang baru, atau intelektualitas anak bisa dikembangkan jauh sebelum mereka masuk ke
sekolah. Kondisi seperti itulah yang menempatkan orang tua sebagai guru pertama dan utama
bagi anak-anaknya dalam program pendidikan informal yang terjadi di lingkungan keluarga.

BAB III
Definisi Keterlibatan Orang Tua dan Manfaat dari Keterlibatan Orang Tua
A. Definisi Keterlibatan Orang Tua
Adiwikarta (1988:68) menyebutkan ”Keluarga adalah suatu sistem yang terdiri atas
subsistem-subsistem yang saling berhubungan dan saling pengaruhi satu sama lain”. Adapun
subsistem sosial itu bukan unit-unit fisik, melainkan peran- peran atau fungsi. Sebagai sebuah
sistem sosial, keluarga berhubungan dan punya kesalingtergantungan tertentu dengan
keluarga lain dan sistem sosial lain seperti dengan organisasi, kantor, sekolah dan lain-lain.
Konsep keterlibatan orang tua bukanlah hal baru di lingkungan pendidikan dan telah
memainkan peran yang nyata. Pihak yang terlibat dalam keterlibatan orang tua adalah
sekolah, keluarga dan kemitraan masyarakat. Oleh karena itu tiga aspek yang saling
mempengaruhi tersebut harus disatukan disetiap pendidikan dan pengembangananak.
Menurut Wolfendale dalam Epstein (1996:81) bahwa “Keterlibatan orang tua secara luas
diartikan dalam waktu tertentu diantara para pendidik terkadang menyamakannya dengan
kemitraan, partisipasi orang tua, kekuasaan orang tua, sekolah, keluarga, dan kemitraan
masyarakat. Adapun menurut Moles (1992:87)menyatakan “Banyak sekali variasi bentuk
keterlibatan orang tua dan tingkatan dari keterlibatan tersebut, baik di dalam maupun di luar
sekolah “. Semuanya mencakup segala kegiatan yang dapat didukung dan didorong oleh
sekolah dan yang memberi kewenangan bagi para orang tua dalam hal pembelajaran dan
perkembangan anak-anak. Menurut Defense Fund dalam Olsen dan Fuller (2003:136) bahwa
“Setiap sekolah akan mengunggulkan kemitraan yang akan meningkatkan keterlibatan orang
tua dan berpartisipasi dalam pertumbuhan sosial, emosi, dan akademik anak”. Hal tersebut
tentu saja mendorong sekolah dan kerja sama masyarakat untuk membantu kesuksesan anakanak dalam pendidikan. Dengan memiliki dasar yang baik dalam bidang ketrampilan
berkomunikasi, menurut Lindenfield (1997:8), maka anak- anak akan dapat:
1. Mendengarkan orang lain dengan tepat, tenang dan penuh perhatian.
2. Bisa berbincang- bincang dengan orang lain dari segala usia dan segala jenis latar
belakang.
3. Membaca dan memanfaartkan bahasa tubuh orang lain.
4. Bicara di depan umum tanpa rasa takut.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keterlibatan orang tua adalah pencapaian
tujuan bersama oleh sekolah, keluarga dan masyarakat dan kerja sama tersebut sangat
diperlukan anak-anak untuk dapat sukses di dalam pendidikan.

B. Hubungan Lembaga PAUD Dengan Orang Tua Dalam Konteks Umum

Berkomunikasi
dengan
orangtua
merupakan
salah
satu
tanggungjawab pendidik. Demikian juga dengan orangtua, mereka perlu
menjalin komunikasi dengan pendidik. Komunikasi timbal balik ini akan
sangat efektif untuk memberikan layanan yang berkualitas kepada anak usia
dini. Orangtua dan pendidik saling berbagi informasi baik mengenai
program lembaga maupun tentang individual anak. Orang tua dapat
mengetahui program-program yang akan dan sedang dilaksanakan oleh
lembaga. Di samping itu juga dapat memberi saran serta kritikan tentang
pelaksanaan program – program dan saling bekerja sama demi kemajuan
lembaga tersebut. Pendidik dapat menginformasikan dan berdiskusi
tentang perkembangan anak selama mengikuti kegiatan di lembaga tersebut
dan juga menggali informasi dari orangtua tentang berbagai hal mengenai
anak tersebut. Kegiatan berkomunikasi tersebut dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Baik secara formal maupun informal, baik secara tertulis
maupun lisan. Akan tetapi bukan hal yang mudah baik bagi pendidik
maupun orangtua untuk menjalin komunikasi dua arah secara efektif. Ada
banyak kendala baik dari pendidik maupun orangtua.
C. Tujuan keterlibatan orangtua dalam komunikasi dua arah ini yaitu:
1) Menyampaikan informasi tentang kebijakan dan program kegiatan
yang ada di lembaga.
2) Menjalin
kerjasama
antara
lembaga
dan
orangtua
dalam
melaksanakan
program lembaga
3) Berdiskusi tentang perkembangan anak dan permasalahan yang
dihadapi oleh masing – masing anak.
4) Berbagi pengalaman dan gagasan dalam membelajarkan anak.
5) Bertukar informasi mengenai perkembangan anak yang ada di
lembaga dan di rumah.
6) Memperoleh informasi yang membantu pemahaman mengenai
berbagai aspek tentang kemajuan tumbuh kembang anak.

D. Manfaat dari Keterlibatan Orang Tua
Menurut pendapat Henderson dan Berla dalam Olsen dan Fuller (2003:136), tanda-tanda
yang paling akurat dari pemahaman siswa di sekolah adalah bukan dikarenakan status sosial
tetapi tingkat dimana keluarga siswa mampu untuk:
1. Menciptakan lingkungan rumah yang dapat mendorong pembelajaran.

2. Menunjukkan harapan yang tinggi (tapi masuk akal) untuk pemahaman dan masa
depan anak.
3. Menjadi pendorong pendidikan anak-anak di sekolah dan di masyarakat
Anderson dan Berla (1994) telah mengkaji dan menganalisis delapan puluh lima kajian yang
telah mendokumentasikan manfaat menyeluruh dari keterlibatan orang tua dalam pendidikan
anak. Sebuah keterlibatan orang tua yang direncanakan secara efektif dan diterapkan dengan
baik akan memberi manfaat yang sangat banyak bagi orang tua, pendidik, dan sekolah.
Adapun manfaat bagi Anak-anak adalah:
a) Anak-anak cenderung lebih paham, tanpa memandang latar belakang suku atau ras,
status sosial ekonomi maupun tingkat pendidikan orang tua.
b) Secara umum anak-anak mendapatkan peringkat, nilai dan presentasi kehadiran yang
lebih baik.
c) Anak-anak secara konsisten mengerjakan pekerjaan rumah mereka.
d) Anak-anak memiliki harga diri yang lebih baik akan lebih disiplin dan menampakkan
pendapat serta motivasi untuk bersekolah.
e) Perilaku positif anak-anak tentang sekolah akan selalu berhasil meningkatkan perilaku
baik di sekolah serta mengurangi pelanggaran disiplin.
f) Meminimalkan jumlah siswa yang ditempatkan di pendidikan khusus dan di kelas
remidial.
g) Anak-anak dari beragam latar belakang budaya mudah berbaur saat orang tua dan
pegawai profesional bekerja sama untuk menjembatani batas antara budaya di rumah
dan budaya di sekolah.
h) Siswa SMP dan SMA yang orang tuanya selalu terlibat akan mudah mengatasi masa
transisi dan mengurangi angka putus sekolah.
Manfaat bagi Orang Tua :
a) Para orang tua meningkatkan interaksi dan diskusi dengan anak-anak mereka dan para
orang tua menjadi lebih responsive dan sensitive terhadap perkembangan intelektual,
sosial, dan emosi anak-anak.
b) Para orang tua lebih percaya diri dalam mengasuh dan terampil dalam membuat
keputusan.
c) Sebagai orang tua, memperoleh wawasan tentang perkembangan anak, akan lebih
berguna dan menjadi dorongan positif sehingga mengurangi pemberian hukuman
pada anak-anak mereka.
d) Para orang tua memiliki pemahaman yang lebih baik tentang tugas guru dan
kurikulum sekolah.
e) Saat para orang tua sadar tentang apa yang dipelajari anak-anak, mereka dengan
senang hati membantu ketika para guru meminta mereka terlibat dalam aktivitas
pembelajaran di rumah.
f) Persepsi orang tua terhadap sekolah menjadi lebih baik dan memperkuat ikatan serta
komitmen dengan sekolah.
g) Para orang tua akan lebih sadar dan menjadi lebih peduli terhadap kebijakankebijakan pendikdikan anak-anak mereka ketika para orang tua diminta sekolah untuk
terlibat sebagai tim pengambil keputusan.

Manfaat bagi Pendidik :
a) Ketika suatu sekolah memiliki tingkat presentasi yang tinggi dalam melibatkan orang
tua baik di dalam maupun di luar sekolah, para guru dan kepala sekolah akan mudah
mendapat pengalaman memperoleh kewenangan yang lebih tinggi.
b) Para guru dan kepala sekolah selalu mendapatkan penghargaan yang lebih baik untuk
profesi mereka dari para orang tua.
c) Keterlibatan orang tua yang konsisten membuat peningkatan komunikasi dan
hubungan antara para orang tua, guru, dan tenaga kependidikan.
d) Guru dan kepala sekolah memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai budaya
keluarga dan keberagamannya, dan mereka membuat penghargaan yang dalam untuk
kemampuan dan waktu para orang tua.
e) Guru dan kepala sekolah dapat melaporkan peningkatan hasil kinerja mereka.
Manfaat bagi sekolah :
a) Sekolah yang aktif melibatkan para orang tua dan masyarakat mudah mewujudkan
reputasi yang baik di masyarakat
b) Sekolah juga lebih berpengalaman dalam dukungan masyarakat
c) Program-program sekolah yang mendorong dan mendukung para orang tua selalu
bertindak lebih baik dan memiliki program dengan kualitas tinggi daripada yang tidak
melibatkan para orang tua.