FAKTOR FAKTOR YANG MENDORONG PERILAKU NE

FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG PERILAKU NEGATIF
REMAJA DAN IMPLIKASINYA
Abdul Ghani1, Irfan Ramadhani2
Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Jl. Raya Dukuh Waluh, PO BOX 202 Purwokerto 63182

1

2

Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Jl. Raya Dukuh Waluh, PO BOX 202 Purwokerto 63182
E-mail : hmpsfapet@gmail.com

ABSTRAK
Perkembangan merupakan proses yang pasti terjadi pada setiap remaja sebagai
individu yang hidup di dunia. Dalam setiap proses perkembangan, remaja akan
selalu dihadapkan pada dua pilihan, yaitu baik dan buruk. Secara logis pilihan akan
jatuh kepada proses perkembangan yang baik. Namun pada kenyataanya, tidak

semua proses perkembangan remaja berjalan dengan baik. Beberapa remaja
mendapat nilat dibawah rata-rata, dimana yang lain banyak yang menjadi pecandu
rokok, melakukan pelecehan seksual, pencandu pornografi, konflik dengan orang tua
dan lain sebagainya. Dalam artikel ini akan dibahas faktor-faktor yang mendorong
perkembangan negatif pada remaja. Penyusunan artikel ini diharapkan mempunyai
manfaat berupa apa saja yang perlu dilakuakan oleh guru dan orang tua guna
mengusahakan tercapainya keberhasilan dalam perkembangan remaja.
Key word : negatif, perilaku, perkembangan, remaja
ABSTRACT
Development is a certain procces that happen in every adolescent as individual that
live in the world. In every development procces, adolescent will always face to two
choiches, which are good and bad. In logical way the choice will drop to good
development procces. But in reality, not all adolescent development procces done in a
good way. Some adolescents get lower mark compared to the average, when many
others become smokers, do sexual assault, phornography addict, have conflict with
their parents and so on. This article will describe some factors that have influence
bad development procces in adolescent. The aim of this article is to know what kind
of thing that need to be done by the theacher or the parent in order to try to achieve
succes in adolescent developing procces.
Key word : adolescent, behaviour, development, negative


Pendahuluan
Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan. Dalam tanggung
jawabnya sebagai penerus peradaban bangsa, remaja dihadapkan dalam proses

yang pasti dialami oleh semua remaja, yaitu perkembangan. Perkembangan yang
dimaksud adalah perkembangan dari anak-anak menjadi dewasa. Proses
perubahan dari fase anak-anak menjadi dewasa tidak hanya ditunjukan dengan
perubahan fisik saja, namun disertai pula dengan perkembangan pemikiran dan
perilaku. Secara logis, perubahan watak dan perilaku yang terjadi seharusnya
perkembang yang bersifat baik dan positif, namun kenyataanya tidaklah selalu
seperti itu. Banyak remaja yang tersesat saat mencari jati dirinya sehingga
memilih menjadi remaja yang berperilaku menyimpang.
Data yang berasal dari Komisi Perlindungan Anak dan Kementerian
Kesehatan (2013) menyatakan 62,7% remaja di Indonesia telah melakukan
hubungan seks di luar nikah. Sebanyak 20% dari 94.270 perempuan yang hamil di
luar nikah juga berasal dari kelompok usia remaja dan 21% diantaranya pernah
melakukan aborsi. Pada kasus inveksi HIV, dalam rentang waktu 3 bulan di tahun
2913, dari 10.203 kasus, 30% diantaranya adalah remaja.
Menurut data WHO (2014), laki-laki umumnya mulai merokok pada umur 12

sampai 13 tahun, sedangkan perempuan pada umur 10-11 tahun. Umur tersebut
merupakan umur mulainya masa pubertas. Selain rokok, bisa dilihat pula di
berita-berita banyak kasus tawuran yang melibatkan anak SMA. Selain itu anak
muda juga banyak yang merayakan kelulusan dengan corat-coret baju sekolah,
kemudian konvoi di jalanan tanpa menggunakan helm dan membuat kemacetan
panjang.
Pertanyaan yang timbul adalah mengapa hal-hal negatif tersebut banyak
terjadi pada remaja? Dalam makalah ini akan dibahas mengenai faktor-faktor
mengapa banyak remaja cenderung lebih senang melakukan kegiatan negatif
daripada positif, serta implikasinya sehingga orang tua dan guru bisa melakukan
tindakan-tindakan preventif.
Analisis Teori dan Pembahasan
Banyaknya kegiatan negatif yang dilakukan oleh remaja dimungkinkan karena
adanya perubahan pola pikir dari anak-anak menjadi dewasa. Perubahan tersebut
biasa disebut sebagai “pencarian jati diri”. Pencarian jati diri dalam masa remaja,
biasanya dibarengi dengan kurangnya pengawasan oleh orang tua, sehingga
remaja cenderung mencari sendiri jawaban mengenai siapa dirinya, apa bakatnya
dan apa saja yang bisa ia lakukan.
Dalam pencarian jati diri tersebut, ia akan menemukan individu lain, yaitu
teman sebaya, yang juga sama-sama sedang melakukan pencarian jati diri.

Seringkali, tidak hanya berdua, namun beberapa individu yang mengelompok
menjadi kelompok remaja sering berkumpul bersama yang menguatkan ikatan
persaudaraan antara mereka. Kuatnya ikatan pertemanan dan dibarengi dengan
kesamaan sedang mencari jati diri, membuat remaja mulai memisahkan diri dari
orang tua. Seringkali remaja menilai bahwa ia bisa hidup lebih baik dengan
mengikuti kata hati, bukan orang tua. Orang tua dianggal kuno dan tidak tahu apa
mau mau mereka. Keadaan ini diperparah dengan orang tua yang tidak sadar apa
yang harus dilakukan, karena banyak dari orang tua merasa anaknya sudah besar
dan tidak perlu diberikan pengarahan. Dari penjelasan tersebut, bisa ditarik teori

dasar mengapa banyak remaja cenderung berperilaku negatif, yaitu dari faktor
pergaulan dan kurangnya kontrol dari orang tua.
Perkembangan masa remaja dimulai pada umur 11 – 12 tahun hingga 22
tahun.Masa remaja ditandai dengan perubahan fisik yang cepat, pertambahan
berat dan tinggi badan yang dramatis. Pada perkembangan ini pencapaian
kemandirian dan identitas sangat menonjol (pemikiran semakin logis, abstrak, dan
idealitis) dan semakin banyak menghabiskan waktu di luar keluarganya.
Perkembangan kognisi remaja menyebabkan remaja berpikir secara abstrak dan
komplek sehingga mereka berpkir mampu mengambil keputusan untuk dirinya
sendiri. Perkembangan sosila membuat remaja memiliki keinginan yang kuat

untuk melepaskan diri dari ikatan keluarga dan melibatkan diri dengan temanteman sebayanya. Hal in dilakukan untuk menemukan identitas dirinya dan
mendapatkan peran sosial sebagai pribadi yang dewasa (Naimah, 2016).
Selama masa remaja, individu akan semakin kuat keinginanya untuk
mengenali dirinya sendiri, termasuk pengenalan mengenai tata aturan dari moral
pribadi dan nilai atik, dan perasaan mengenai kepercayaan diri dan harga dirinya.
Perkembangan psiko sosial bisa dikategorikan dalam 3 tahap, yaitu awal remaja
(umur 11 – 14 tahun), pertengahan remaja (15 – 17 tahun) dan remaja akhir (18 –
21 tahun). Pada masa awal, akan muncul perasaan bahwa seorang individu remaja
harus menerima penerimaan dan pengakuan oleh teman sebaya atau
sekelompoknya. Pada masa pertengahan dan akhir, akan muncul perasaan untuk
memisahkan diri dari orang tua yang semakin menguat (Mc Anarmey, 1992).
Pada masa remaja, baik laki-laki atau perempuan akan mengalami
perkembangan biologis yang bisa mempengaruhi perkembangan psikososila. Pada
laki-laki dan perempuan, apabila tidak diberikan pendampingan yang tepat, maka
bisa saja berujung pada pandangan negatif pada tubuh mereka sendiri.
Bertambahnya bobot badan karena pertambahan lemak pada perempuan, atau
keterlambatan perkembangan seksual pada laki-laki bisa mempengaruhi
perkembangan psikososial mereka. Maka dari itu remaja perlu memahami apa saja
yang dapat terjadi selama masa pubertas (Stang, 2005).
Lebih jauh, remaja adalah saat dimana ia mencari penerimaan dari lingkungan,

terutama dari teman sebaya atau sekelompok. Biasanya ia akan berusaha menjadi
orang yang bisa diterima dan menyatu dengan teman sebayanya, dimana salah
satunya adalah dengan konsumsi makanan yang terlihat menyenangkan dan
friendly yaitu junk food bersama-sama dengan temanya (Barr, 1994).
Kecenderungan konsumsi junk food ini, juga merupakan usahanya untuk lepas
dan menyatakan kemandirianya dari orang tua dan kehidupan keluarga, yang tentu
saja akan menyuruhnya untuk menkonsumsi makanan sehat (Stang, 2005).
Dari teori-teori tersebut, bisa disimpulkan bahwa perkembangan remaja
memang fase yang unik dan sulit. Dua hal yang bisa dijadikan parameter utama
dari teori perkembangan remaja diatas adalah :
1. remaja merupakan fase dimana penerimaan teman sebaya atau
kelompoknya lebih penting dari apa yang dikatakan orang tua, serta
2. remaja cenderung lebih percaya dan nyaman berada dalam kelompok
teman sebaya daripada berada dalam rumah.

Sebenarnya, perkembangan masa remaja juga diikuti oleh perkembangan pola
pikir yang lebih logis. Namun perkembangan pola pikir yang logis itu muncul
pada akhir tahap remaja, dimana pada awal tahap remaja, pikiranya dipenuhi
dengan pikiran abstrak (tidak nyata). Pemikiran tidak nyata inilah yang bisa
menguasai remaja mengambil tindakan-tindakan negatif dibanding tindakan

positif. Apabila tidak diberikan pendampingan yang terus menerus, pemikiran
abstrak ini bisa menguasainya walaupun sudah masuk dalam tahap akhir masa
remaja.
Pemikiran abstrak pada fase awal remaja ini menimbulkan kuatnya rasa ingin
diakui, bahwa ia mampu, ia kuat dan tidak kalah dengan yang lain. Maka dari itu,
apabila temanya baik, maka ia akan menjadi baik, namun apabila temanya buruk
maka ia akan menjadi buruk. Hal ini sesuai dengan ajaran dalam Islam yang
menayatakan bahwa agama seseorang bisa dilihat dari agama temanya. Itulah
mengapa remaja menjadi lebih percaya pada apapun yang dikatakan dan dilihat
dari temanya, teman yang sebenarnya masih sama sama mencari jati diri,
dibanding perkataan orang tuanya.
Perasaan ingin mendapat pengakuan inilah yang membuat remaja kurang
betah tinggal dirumah. Keadaan rumah terbalik dengan apa yang ada dalam
hatinya. Rumah dan orang tua pada umumnya tidak menyediakan pengakuan
bahwa ia mampu, apalagi pernyataaan pengakuan dari orang tua. Hal ini
umumnya diperparah dengan orang tua yang kurang peduli dengan anak dan
pergaulanya. Banya orang tua segan menegur anaknya atau menasehati anaknya,
karena bisa jadi mereka merasa bahwa anaknya sudah besar dan bisa mengenali
mana yang baik dan mana yang buruk. Padahal anak ada dalam masa
kebimbangan dimana ia belum bisa secara jernih menganalisa apa yang baik dan

buruk baginya. Hal inilah yang menyebabkan banyak anak yang melakukan
tindakan-tindakan seperti hamil di luar nikah, merokok, tawuran dan lain
sebagainya.
Dari penjelasan mengenai keadaan yang secara umum mendukung remaja
untuk berbuat sesukanya, ada pula faktor psikis dimana perbuatan negatif
biasanya lebih banyak ditiru daripada perbuatan positif. Hal itu disebabkan, secara
logis, perbuatan negatif lebih mudah dan lebih menyenangkan untuk dilakukan.
Bermain dengan teman sambil merokok di warung pinggir jalan jelas lebih
menyenangkan daripada belajar dirumah. Mendengarkan pengakuan teman bahwa
ia kuat dan berani karena mau minum minuman beralkolhol jelas lebih
menyenangkan bagi banyak remaja daripada mendengarkan kajian agama. Secara
logika, belajar dan mengkaji ilmu agama jelas jauh lebih baik ketimbang bermain
dan minum minuman keras. Namun sekali lagi, faktor pemikiran remaja yang
masih abstrak itulah yang menyebabkan logikanya masih tumpul.
Orang tua dan guru memiliki peran penting dalam pendampingan anak usia
remaja, karena mereka adalah pihak yang memiliki waktu dan sumber daya
mendidik mereka. Jangan sampai orang tua terlalu sibuk memikirkan pekerjaan
sampai-sampai lupa memikirkan anak. Begitupun dengan guru, jangan sampia
hanya karena bukan guru konseling, tidak pernah memberikan contoh dan cerita
inspiratif mengenai bagaimana menjalani masa remaja yang baik. Dari penjelasan


tersebut, maka ada beberapa hal yang bisa diambil sebagai implikasi dalam hal
pendampingan saat remaja berkembang yaitu :
1. Ajaklah anak dan berikan contoh mengenai kehidupan beragama yang baik,
saling mengasihi, sehingga anak sudah dari awal mengetahui mana yang baik
dan mana yang buruk.
2. Dari sisi orang tua, jangan menganggap anak remajanya akan berkembang
sendiri kemudia beranggapan ia akan menjadi remaja yang pasti baik. Orang
tua perlu melakukan pendampingna berupa pola asuh yang mencerminkan
perhatian (supaya tidak kalah dengan perhatian dari temanya), penghargaan
(untuk memenuhi keinginan anak mengenai pengakuan), dan tidak sekedar
menjadi orang tua yang senang menyuruh-nyuruh anak namun tidak
mengucapkan terimakasih atau memberikanya pujian dan penghargaan saat ia
telah melakukan tugasnya.
3. Orang tua, dalam perkembangan remaja, harus menjadi pihak yang mengerti
dan sabar menghadapi perilaku anak remajanya. Hindari pola asuh yang
terkesan otoriter, karena sangat berlawanan dengan apa yang sedang dirasakan
oleh anaknya. Pola asuh otoriter akan makin menguatkan anak untuk lepas
dari orang tuanya dengan alasan teman sebayanya lebih menghargainya.
4. Anak remaja menghabiskan waktu 6 – 8 jam disekolah, maka guru harus

mampu memberikan contoh dan teladan untuk menginspirasi anak didik,
supaya menajadi remaja yang baik dan mengindari narkoba, rokok, seks bebas
dan hal negatif lain. Hindari menjadi guru yang hanya ingin menyelesaikan
kewajibanya dengan hanya mengajarkan mata pelajaran saja tanpa
memberikan sisipan pesan moral dan cerita inspiratif untuk menggugah
hatinya menjadi insan yang lebih baik.
5. Guru, terutama guru konseling harus memberikan pendidikan mengenai moral
yang disampaikan dengan bahasa yang baik, sehingga murid dari awal sudah
mulai disadarkan bahwa berpacaran di tempat sepi itu tidak baik, merorkok itu
perbuatan yang hina, apalagi sampai mengkonsumsi narkoba. Pada tahap ini,
edukasi dengan contoh-contoh penderita kanker karena rokok, hamil di luar
nikah, sangatlah penting, mengingat remaja biasanya merasa bahwa ia adalah
orang kuat yang tidak akan terkena penyakit saat merokok, tidak hamil setelah
berhubungan badan (baik karena ketidak tahuan atau kenekatan).
Kesimpulan
Kesadaran bahwa orang tua bukan sekedar pemberi uang saku, penyedia
makan dan tempat tinggal, dan kesadaran guru bahwa ia bukan sekedar penyedia
ilmu matematika, sosial dan lainya sangat penting. Guru dan orang tua harus
bersinergi secara terus menerus memberikan edukasi kepada siswa sebagai
pembimbingan melewati masa remaja. Karena masa remaja adalah masa yang

penuh gejolak dan rumit, maka harus diberikan edukasi yang terus menerus
sehingga mampu menimimalisir peluang-peluang anak remaja berbuat atau
menjadi remaja yang negatif.

Daftar Pustaka
Barr, S. 1994. Association Of Social And Demographic Variables With Calcium
Intake In High School Students. Journal American Diet Association.
McAnarney. 1992. Textbook of Adolescent Medicine. Reprinted from Ingersoll
GM, Psychological and Social Development. Elsevier
Naimah, Tri. 2016. Handout Perkembangan Peserta Didik. UM Purwokerto.
Stang, J., Mary, S. 2005. Adolescent Growth and Development. Guidelines For
Adolescent Nutrition Services.
Survey KPAI DAN Kemenkes. Oktober 2013
WHO. 2014. Global Youth Tobacco Survey