PERBEDAAN KARAKTERISTIK LULUR DENGAN SED

PERBEDAAN KARAKTERISTIK LULUR DENGAN SEDIAAN LULUR BASAH
DAN KERING BERBAHAN DASAR RIMPANG TEMUGIRING (Curcuma heyneana)

Amalia Dyah Arumsari*, Bella Puspita*, Wahyu Sintya Kumala*, Eka wulandari*,
Risma Suryadinata*, Desi Eva Eriska*
*Fakulas Teknologi Pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Jember, 68121,
Jember, Indonesia
ABSTRAK
Temugiring (Curcuma heyneana Val.) adalah satu bahan alam yang banyak
digunakan dalam ramuan tradisional untuk kesehatan kulit. Rimpang
temugiring mengandung flavonoid dengan aktivitas antioksidan yang cukup
tinggi yang diandalkan sebagai penetral radikal bebas dan mengurangi
kerusakan sel dalam tubuh. Temugiring dapat dijadikan bahan untuk kosmetik
seperti lulur untuk perawatan badan (body spa). Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui perbedaan karakteristik lulur dengan sediaan lulur basah dan
kering berbahan dasar rimpang temugiring (Curcuma heyneana Val.).
Pemberian ranking dilakukan secara keseluruhan atau terhadap atribut tertentu
seperti warna, aroma, tekstur dan kekentalan. Pada uji ranking panelis diminta
memberi urutan sampel yang diberikan dengan kode sampel lulur sediaan
basah (431) dan lulur sediaan kering (215). Nilai rata-rata yang diberikan oleh
panelis pada parameter warna lulur sediaan basah dan kering adalah 2,5 dan

2,1; pada aroma sebanyak 2,35 dan untuk sediaan kering sebanyak 2,2; pada
tekstur sebanyak 2,55 dan 1,55; dan pada kekentalan didapatkan 2,6 dan
sediaan kering sebanyak 1,7. Dari hasil penelitian, hasil lulur terbaik secara
sensori yang meliputi warna, tekstur, aroma dan kekentalan terdapat pada lulur
sediaan basah. Panelis lebih menyukai lulur sediaan basah dikarenakan tersedia
dalam bentuk pasta yang mudah digunakan, lebih beraroma khas, tekstur halus,
dan lebih nyaman saat digunakan.
Keywords: Temugiring, Lulur sediaan basah, Lulur sediaan kering
PENDAHULUAN
Temugiring (Curcuma heyneana Val.) adalah satu bahan alam yang banyak digunakan
dalam ramuan tradisional untuk kesehatan kulit (Fatmawati, dkk, 2006). Rimpang temugiring
mengandung flavonoid dengan aktivitas antioksidan yang cukup tinggi (Wijayakusuma dan
Hernani dalam Fatmawati, dkk, 2006 ). Dengan kadar antioksidan yang tinggi, rimpang
temugiring dapat diandalkan sebagai penetral radikal bebas dan mengurangi kerusakan sel
dalam tubuh. Untuk meningkatkan nilai ekonomi yang lebih tinggi, dan sesuai perkembangan

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN – TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN (2015)

rempah-rempah yang berasal dari tanaman toga yang ramah lingkungan, temugiring
dapat dijadikan bahan untuk kosmetik seperti lulur untuk perawatan badan (body spa).

Lulur adalah salah satu produk perawatan tubuh yang berguna untuk mengangkat
kotoran serta bahan-bahan lainnya yang difungsikan untuk menghaluskan, memutihkan,
mencerahkan, dan menyehatkan kulit. Lulur

dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu lulur

tradisional dan lulur modern. Lulur tradisional terbuat dari rempah-rempah dan tepung yang
teksturnya kasar yang digunakan dengan cara dioleskan dan digosok perlahan-lahan ke
seluruh tubuh untuk membersihkan badan dari kotoran serta sel-sel kulit mati pada tubuh
sehingga kulit terlihat lebih bersih dan halus. Lulur modern,terbuat dari butiran scrub yang
dilengkapi lotion yang rata-rata terbuat dari susu. Lulur modern menggunakan campuran
bahan alami yang berupa ekstrak agar lulur lebih tahan lama dan penggunaaanya dirancang
lebih praktis sehingga mudah dalam penggunaaannya.
Lulur sediaan basah merupakan lulur yang digunakan saat tubuh dalam keadaan
kering. Cara pemakaian lulur ini dengan dioles dan digosok hingga lulur berjatuhan bersama
kotoran (daki), kemudian dibilas dengan air. Lulur temugiring sediaan basah lebih disukai
karena tersedia dalam bentuk pasta yang mudah digunakan, lebih beraroma khas, tekstur
halus, dan lebih nyaman saat digunakan (Haryani, dkk, 2013). Berbeda dengan lulur bubuk
yang merupakan lulur tradisional. Lulur ini berupa serbuk kering yang penggunaannya
dengan mengencerkan terlebih dahulu dengan air. Cara pemakaiannya dengan cara dioles dan

digosok, kemudian ditunggu beberapa menit lalu dibilas dengan air tanpa sabun. Lulur jenis
ini lebih praktis karena kemasannya tidak memakan tempat sehingga dapat dibawa
kemanapun, namun pemakaian kurang parktis karena harus melarutkan dulu sebelum
digunakan (Haryani, dkk, 2013). Sebelumnya, Haryani, dkk (2013) telah melakukan
penelitian tentang analisis antioksidan pada sediaan lulur kering dan basah berbahan dasar
rimpang temugiring yang dihasilkan bahwa lulur sediaan kering memiliki kemampuan
senyawa yang lebih baik sebagai antioksidan atau antiradikal bebas dibandingkan lulur
sediaan basah.
Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian ini yang bertujuan untuk
mengetahui perbedaan karakteristik lulur dengan sediaan lulur basah dan kering berbahan
dasar rimpang temugiring (Curcuma heyneana Val.). Perbedaan karakteristik lulur dapat diuji
dengan pengujian organoleptik atau uji sensori. Hasil penelitian yang diperoleh merupakan
informasi yang penting dari rimpang temugiring yang diolah sebagai lulur untuk kesehatan
kulit.

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN – TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN (2015)

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini berupa baskom, pisau, telenan, kain saring,

blender, sendok plastik, loyang, mortar, wajan, kompor, spatula, saringan, oven, neraca
analitik, dan wadah plastik. Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain 4 kg
temugiring, 100 gram tepung beras, 2 liter air, 1 kg kunyit, 10 gram daun kemuning, 10 gram
kayu mesoyi, 10 gram akar kelembak, dan plastik.
Prosedur Kerja
Pembuatan Pati Temugiring dan Kunyit
a. Pati Temugiring
Sebanyak 3 kg temugiring dikupas dan dicuci hingga bersih. Kemudian, dihancurkan
dengan blender hingga menjadi bubur. Bubur temugiring tersebut ditambahkan air dengan
perbandingan antara temugiring dan air 1:2, lalu disaring dengan kain saring hingga filtratnya
teripisah dengan ampas. Filtrat kemudian didiamkan selama 24 jam agar pati mengendap di
dasar wadah, sedangkan ampas temugiring dibuang. Pati temugiring diperoleh dengan
membuang air yang terdapat diatas endapan pati.
b. Pati Kunyit
Kunyit yang digunakan sebanyak 0,5 kg. Kunyit dikupas kemudian dicuci hingga
bersih. Kemudian dihancurkan dengan menggunakan blender hingga menjadi bubur. Kunyit
yang telah menjadi bubur kemudian ditambahkan air dengan perbandingan 1:2. Bubur kunyit
tersebut kemudian disaring untuk memisahkan ampas dan filtratnya. Ampas kunyit dibuang
dan filtrat atau sari pati kunyit didiamkan selama 24 jam agar pati kunyit mengendap didasar
wadah. Pati kunyit diambil dengan memisahkan air yang terbentuk diatas endapan pati.

Pembuatan Lulur Temugiring
a. Lulur sediaan basah
Sebanyak 0,5 kg pati temugiring dan 0,125 kg pati kunyit yang dihasilkan dicampur
dan ditambahkan 5 gram daun kemuning yang telah ditumbuk, 5 gram kayu mesoyi dan 5
gram akar kelembak yang telah disangrai selama 5 menit dan dihaluskan, 50 gram tepung
beras. Bahan-bahan tersebut kemudian dicampur hingga homogen.
b. Lulur sediaan kering
Sebanyak 1 kg temugiring dan 0,5 kg kunyit dikupas dan dicuci hingga bersih.
Kemudian diiris tipis-tipis dan dikeringkan dengan oven pada suhu 55oC selama 24 jam.
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN – TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN (2015)

Temugiring dan kunyit yang telah kering lalu dihaluskan dengan menggunakan blender.
Bubuk temugiring dan kunyit diayak dengan saringan dan dihasilkan bubuk yang halus.
Kemudian ditambahkan 5 gram daun kemuning yang telah ditumbuk dan dikeringkan, 5 gram
akar kelembak, 5 gram kayu mesoyi yang telah disangrai selama 5 menit dan telah ditumbuk
halus, dan 50 gram tepung beras. Bahan-bahan tersebut dicampur hingga merata.
Penentuan Uji Ranking
Uji ranking merupakan uji sensori yang dilakukan dengan cara meminta panelis untuk
merangking sampel-sampel berkode sesuai urutannya untuk suatu sifat sensori tertentu
(Koswara, 2006). Pemberian ranking dilakukan secara keseluruhan atau terhadap atribut

tertentu seperti warna, aroma, tekstur dan kekentalan. Pada uji ranking panelis diminta
memberi urutan sampel yang diberikan dengan kode sampel lulur sediaan basah (431) dan
lulur sediaan kering (215). Nilai 3 adalah nilai ranking terbaik. Kemudian dihitung
menggunakan rumus :
x²r ¿

12
x (∑r ²) – k x N (k+1)
Nxk (k +1)

N adalah jumlah panelis dan k adalah jumlah sampel yang kemudian dibandingankan dengan
tabel 12 (Chisquare distribution).

HASIL DAN PEMBAHASAN.
Evaluasi Sensori
Pengamatan yang dilakukan menggunakan uji organoleptik atau sensori yang meliputi
warna, aroma, tekstur, dan kekentalan lulur dengan menggunakan perhitungan ranking test.
Evaluasi sensori yang dilakukan pada lulur temugiring menggunakan panelis mahasiswa atau
terlatih yang berjumlah 20 orang.


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN – TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN (2015)

Warna
4

2

Kekentalan

0

Aroma

Sediaan Basah Tekstur Sediaan Kering

Gambar 1: Hasil Evaluasi Sensori Lulur Temugiring Sediaan Basah dan Kering.
Warna
Didapatkan hasil warna pada lulur yang paling disukai oleh panelis adalah lulur
dengan sediaan basah. Warna lulur sediaan basah yang dihasilkan adalah kuning kecoklatan
dan warna lulur sediaan kering kuning cerah. Nilai rata-rata yang diberikan oleh panelis pada

lulur sediaan basah dan kering adalah 2,5 dan 2,1. Dari hasil perhitungan yang mencari nilai
x²r dan dibandingkan dengan tabel 12, didapatkan hasil bahwa bahwa dari kedua sampel
berbeda nyata. Hal tersebut menunjukkan bahwa dari lulur sediaan basah dan sediaan kering
sangat berbeda dalam hal warna. Dari data yang didapat tampak bahwa lulur sediaan basah
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN – TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN (2015)

memiliki warna yang paling disukai oleh panelis. Hal ini tampaknya dikarenakan bahan dari
lulur tersebut.. Perbedaan warna tersebut dikarenakan bahan temugiring yang digunakan juga
berbeda. Pada lulur sediaan basah menggunakan temugiring yang diambil patinya dengan
cara diblender, sedangkan lulur sediaan kering menggunakan temugiring yang dikeringkan
selama 24 jam.
Warna kuning pada lulur disebabkan oleh pigmen kurkumin pada temugiring maupun
kunyit. Kurkumin berperan sebagai zat warna kuning tanaman kunyit, adanya warna kuning
ini disebabkan adanya ikatan rangkap terkonjugasi dalam jumlah yang cukup banyak pada
struktur kurkumin seperti halnya pada karotenoid (Wulaningsih, 2008). Namun, pada lulur
sediaan basah didapatkan warna kuning kecoklatan. Hal ini dapat disebabkan pigmen kuning
atau kurkumin telah terdegradasi oleh cahaya pada saat pendiaman sari pati temugiring yang
menggunakan wadah bening selama 24 jam sehingga warna berubah menjadi kecoklatan.
Menurut Wulaningsih (2008), kurkumin stabil terhadap temperatur yang tinggi tetapi
senyawa ini tidak stabil terhadap cahaya. Menurut Sudarso dan Agus (1996), bila kurkumin

terkena cahaya, akan terjadi dekomposisi struktur berupa siklisasi kurkumin atau terjadi
degradasi struktur. Salah satu hasil degradasi, yaitu feruloihnetan mempunyai warna kuning
coklat.
Pada lulur sediaan kering, dihasilkan warna lulur kuning cerah, hal ini juga
disebabkan oleh kurkumin. Namun, pada warna lulur sediaan kering, tidak terjadi perubahan
warna menjadi coklat walaupun rimpang mengalami pengeringan oven selama 24 jam. Hal
ini disebabkan kurkumin stabil terhadap pH asam dan suhu tinggi, sehingga kurkumin tidak
mengalami dekompisisi struktur yang dapat mempengaruhi warna lulur yan dihasilkan.
Menurut Wulaningsih (2008), kurkumin merupakan pigmen atau zat pemberi warna yang
tidak larut dalam air pada pH asam atau netral, tetapi larut di air jika pHnya bersifat basa.
Kurkumin stabil terhadap temepratur yang tinggi tetapi senyawa ini tidak stabil terhadap
cahaya.
Aroma
Untuk parameter aroma, nilai rata-rata dari sampel lulur sediaan basah sebanyak 2,35
dan untuk nilai rata-rata dari sampel lulur sediaan kering sebanyak 2,2. Dari gambar 1 dapat
dinyatakan bahwa untuk parameter aroma lulur sediaan basah maupun kering sama-sama
disukai panelis, hal ini dibuktikan pada diagram jaring laba-laba yang saling berdekatan.
Aroma lulur temugiring yang khas disebabkan oleh kandungan minyak atsiri pada temugiring
dan kunyit. Jenis tumbuhan yang termasuk dalam temu-temuan pada umumnya
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN – TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN (2015)


mengeluarkan aroma sedap atau bau tajam

menusuk yang disebabkan oleh adanya

kandungan minyak atsiri (Hartini, 2001). Aroma dari masing-masing lulur berbeda walaupun
sama-sama disukai panelis. Perbedaan aroma tersebut dikarenakan bahan temugiring yang
digunakan juga berbeda. Aroma lulur yang kurang khas dan menyengat pada lulur sediaan
kering dapat disebabkan oleh menguapnya zat-zat volatil pada bahan akbiat pemanasan.
Menurut Desrosier (1988), proses pengeringan pada suatu bahan pangan pada umumnya
dapat mengakibatkan perubahan sifat fisika dan kimianya. Warna, aroma, tekstur dan
penampakan merupakan salah satu kriteria penilaian yang sangat berpengaruh terhadap
kualitas bahan pada pembuatan lulur.

Tekstur
Untuk parameter tekstur, nilai rata-rata dari sampel lulur sediaan basah sebanyak 2,55
dan untuk nilai rata-rata dari sampel lulur sediaan kering sebanyak 1,55. Pada uji ini rangking
3 merupakan rangking tertinggi. Dari data yang didapat tampak bahwa lulur sediaan basah
memiliki tekstur yang paling disukai oleh panelis. Hal ini tampaknya dikarenakan bahan dari
lulur tersebut. Dari hasil perhitungan yang mencari nilai x²r dan dibandingkan dengan tabel

12, didapatkan hasil bahwa bahwa dari kedua sampel berbeda nyata. Hal tersebut
menunjukkan bahwa dari lulur sediaan basah dan sediaan kering sangat berbeda dalam hal
tekstur. Menurut panelis, tekstur dari lulur sediaan basah lebih halus dibandingkan dengan
lulur sediaan kering. Namun, menurut Dian (2013), karena teksturnya yang kasar, lulur
berbentuk krim ini mampu mengangkat sel-sel kulit mati, sedangkan lulur berbentuk bubuk
memliki butiran yang sangat halus dan lebih bermanfaat untuk menutrisi kulit. Pada lulur
sediaan kering. Dapat disebabkan pada lulur sediaan kering, kurang adanya penambahan air
pada pengujian sensori. Sehingga air yang ditambahan pada lulur bubuk dapat mempengaruhi
tekstur lulur. Selain itu, proses pengayakan juga berkontribusi pada penentuan tekstur lulur.
Kekentalan
Untuk parameter kekentalan, nilai rata-rata dari sampel lulur sediaan basah sebanyak
2,6 dan untuk nilai rata-rata dari sampel lulur sediaan kering sebanyak 1,7. Pada uji ini
rangking 3 merupakan rangking tertinggi. Dari data yang didapat tampak bahwa lulur sediaan
basah memiliki kekentalan yang paling disukai oleh panelis. Hal ini tampaknya dikarenakan
bahan dari lulur tersebut. Dari hasil perhitungan yang mencari nilai x²r dan dibandingkan
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN – TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN (2015)

dengan tabel 12, didapatkan hasil bahwa bahwa dari kedua sampel berbeda nyata. Hal
tersebut menunjukkan bahwa dari lulur sediaan basah dan sediaan kering sangat berbeda
dalam hal kekentalan. Tekstur dari lulur sediaan basah lebih kental dibandingkan dengan lulur
sediaan kering. Hal tersebut dikarenakan lulur sediaan kering cara penggunaanya harus
diencerkan dengan air terlebih dahulu sehingga sangat mempengaruhi kekentalan dari lulur
sediaan kering yang dihasilkan (Haryani, dkk, 2013).

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan hasil lulur terbaik secara sensori yang
meliputi warna, tekstur, aroma dan kekentalan terdapat pada lulur sediaan basah. Panelis
lebih menyukai lulur sediaan basah dikarenakan tersedia dalam bentuk pasta yang mudah
digunakan, lebih beraroma khas, tekstur halus, dan lebih nyaman saat digunakan.

REFERENSI
Desrosier, N.W, (1988), Teknologi Pengawetan Pangan, Penerbit Universitas Indonesia,
Jakarta.
Dian.
2013.
Kulit
Halus
dengan
Lulur.
Tabloid
Online
[Online].
http://nyata.co.id/tips/cantik/kulit-halus-dengan-lulur/. Diakses tanggal 19 Maret. 2015.
Fatmawati, Aisyah, E. Pakki, Mufidah, dan Sartini. 2006. Uji Aktivitas Ekstrak Etanol
Temugiring (Curcuma heyneana Val.) sebagai Bahan Tabir Surya. Jurusan Farmasi
Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin.
Hartini, Sri. 2001. Konservasi Ex-Situ Temu Ireng (Curcuma Aeruginosa) di Kebun Raya
Bogor. Bogor : UPT Balai Pengembangan Kebun Raya.
Haryani, R. Yanuarti, dan Ibnul Fadli. 2013. PKM Penelitian Analisis Antioksidan pada
Sediaan Lulur Kering dan Basah Berbahan Dasar Rimpang Temugiring (Curcuma
Heyneana)
sebagai
Alternatif
Lulur
Alami
[online].
Tersedia
:
http://fmipa.uny.ac.id/printpdf/berita/mahasiswa-uny-buat-lulur-dari-rimpang-temu-giringyang-aman-bagi-kulit.html. Diakses tanggal 2 Maret 2015.
Koswara. 2006. Pengujian Organoleptik (Evaluasi Sensori) dalam Industri Pangan.
Ebookpangan.com
[Online].
http://tekpan.unimus.ac.id/wpcontent/uploads/2013/07/Pengujian-Organoleptik-dalam-Industri-Pangan.pdf.
Diakses
tanggal 19 Maret 2015.
Sudarso, dan Agus P. 1996. Tumbuhan Obat, Hasil Penelitian, Sifat-sifat dan Penggunaan,
Pusat Penelitian Obat Tradisional. Yogyakarta: UGM..
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN – TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN (2015)

Wulaningsih, Fitria Sari. 2008. Uji Aktivitas Antioksidan Senyawa Campuran Derivat
Kurkumin dan Katekin Hasil Isolasi dari Daun Teh. Depok : Universitas Indonesia

LAMPIRAN
Warna
No

Panelis

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Claudya
Ely
Nimas
Ali
trisna
erna
yuli
riri
lina
zainia
alif
ihsan
eris
siti amina
anis
niken
desi
kiki
wulan
herninda
total (ratarata)

Sampel
431
215
3
2
2
3
2
3
3
2
3
2
3
2
3
2
3
1
2
3
3
2
3
2
3
2
2
1
2
1
3
2
3
2
3
2
1
2
1
3
2
3
2.5

2.1

Jumlah sampel (k)
Jumlah panelis (N)
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN – TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN (2015)

x²r ¿

12
x (∑r ²) – k x N (k+1)
Nxk (k +1)

x²r ¿

12
2
2
x (50 +2 0 ) – 2x20 (2+1)
20 x 2(2+ 1)
= 170

Dari table 12, df = 2-1 = 1 dengan A= 0,05 yaitu 3,84
Maka, 170 > 3,84 ( BN )

Aroma
no

panelis

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

claudya
ely
nimas
ali
trisna
erna
yuli
riri
lina
zainia
alif
ihsan
eris
siti amina
anis
niken
desi
kiki
wulan
herninda
total (ratarata)

x²r ¿

sampel
431
215
2
3
1
3
2
3
3
2
3
1
2
3
1
3
3
2
2
3
3
1
3
1
3
1
3
2
2
3
3
2
2
3
3
2
2
3
1
2
3
1
2.35

2.2

12
x (57 2+ 42 ²) – 2x20 (2+1)
20 x 2(2+ 1)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN – TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN (2015)

= 381,3
Dari table 12, df = 2-1 = 1 dengan A= 0,05 yaitu 3,84
Maka, 381,3> 3,84 ( BN )

Tekstur
no

panelis

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

claudya
ely
nimas
ali
trisna
erna
yuli
riri
lina
zainia
alif
ihsan
eris
siti amina
anis
niken
desi
kiki
wulan
herninda
total (ratarata)

x²r ¿

sampel
431
215
3
2
3
1
3
2
3
2
3
1
3
2
3
1
3
2
1
2
2
1
3
1
2
2
3
2
2
1
2
2
3
1
3
1
1
2
2
2
3
1
2.55

1.55

12
x (512 +31 ²) – 2x20 (2+1)
20 x 2(2+ 1)
= 236,2

Dari table 12, df = 2-1 = 1 dengan A= 0,05 yaitu 3,84
Maka, 236,2> 3,84 ( BN )

kekentalan
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN – TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN (2015)

no

panelis

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

claudya
ely
nimas
ali
trisna
erna
yuli
riri
lina
zainia
alif
ihsan
eris
siti amina
anis
niken
desi
kiki
wulan
herninda
total (ratarata)

x²r ¿

sampel
431
215
2
3
3
1
2
3
3
2
3
2
3
2
3
2
2
3
3
1
2
1
3
1
2
2
3
2
3
1
3
2
3
1
3
2
2
1
2
1
2
1
2.6

1.7

12
x (522 +34 ²) – 2x20 (2+1)
20 x 2(2+ 1)
= 266

Dari table 12, df = 2-1 = 1 dengan A= 0,05 yaitu 3,84
Maka, 266 > 3,84 ( BN )

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN – TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN (2015)

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN – TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN (2015)