THOMAS KUHN DAN REVOLUSI PENGETAHUAN

Beberapa Konsep Kunci Pemikiran Thomas Kuhn
Oleh: Asep Nahrul M.
Pada paruh pertama abad ke-20, filsafat ilmu memasuki suatu
babak yang dikenal dengan tradisi “analitik” dalam filsafat.1 Secara
partikular, distingsi antara filsafat ilmu (philosophy of science) dan
filsafat jenis lainnya semakin terlihat. Bahwa science (ilmu) merupakan
sebuah pengetahuan posteriori, sedangkan logika dan matematika
merupakan bentuk paradigmatik dari pengetahuan a priori. Dengan
demikian, pertanyaan mendasar dalam filsafat selanjutnya mengacu
pada pertanyaan epistemologis.
Memasuki paruh terakhir abad ke-20, direksi filsafat ilmu kembali
mengalami pergeseran. Ketika kelompok epistemologis ortodoks
memfokuskan kajiannya dalam pencarian “proper definition” dari suatu
pengetahuan, para ahli filsafat ilmu lebih memusatkan kajiannya pada
perubahan natural dari pengetahuan itu sendiri.2 Dalam hal ini, filsafat
ilmu lebih menjadikan sejarah pengetahuan sebagai titik aksentuasi.
Dalam direksi baru inilah Thomas Kuhn muncul sebagai sejarah ilmu
pengetahuan (history of science).
Beberapa konsep kunci pemikiran Kuhn yang akan diurai di sini
adalah terkait teorinya tentang struktur revolusi ilmu pengetahuan.
Perbincangan tentang teori tersebut dikupas tuntas dalam salah satu

1 Alexander Bird, Philosophy Now: Thomas Kuhn, (London: Acumen,
2000), hlm. vii
2
Philosophy Now: Thomas Kuhn

karya monumentalnya, The Structure of Scientific Revolution yang
terbit pada tahun 1962. Teori ini merupakan sebuah tawaran baru bagi
wacana ilmu pengetahuan yang didasarkan pada sejarah
perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri.

1. Ilmu Pengetahuan dan Historiografi Baru
Dalam pengantar buku The Stucture of Scientific Revolution,
Kuhn menjelaskan essensi utama dari pemikirannya tentang ilmu
pengetahuan (sains):
“History, if viewed as a repository for more than anecdote or
chronology, could produce a decisive transformation in the
image of science by which we are now possessed.”3
Berdasarkan pernyataan tersebut, Kuhn mencoba
menawarkan suatu teori baru terkait ilmu pengetahuan yang
mengacu pada proses perkambangan ilmu pengetahuan itu sendiri

ketimbang pada produk yang dihasilkannya. Sebagaimana
dinyatakan James Marcum, apa yang dilakukan Kuhn adalah
mencoba menggeser subyek ilmu pengetahuan (the product)
kepada aktivitas ilmu pengetahuan (to produce).4 Dengan demikian,
ia menggeser analisis logis dan eksplanasi ilmu pengetahuan

3 Thomas S. Kuhn, The Structure of Scientific Revolution 3rd Edition,
(Chicago: University of Chicago Press, 1996), hlm. 1.
4 James A. Marcum, Thomas Kuhn Revolution: An Historical Philosophy
of Science, (London: Continuum, 2005), hlm. 58.

sebagai suatu produk yang telah mapan kepada suatu eksplanasi
natural atau historis dari proses saintifik itu sendiri.
Menurut pandangan tradisional, ilmu adalah sejumlah
akumulasi fakta yang ditemukan oleh individu tertentu dalam suatu
periode tertentu dalam sejarah.5 Dengan demikian, pertanyaan
utama yang hars dijawab berdasarkan pandangan ini adalah; apa, di
mana, kapan, dan siapa yang menemukan sebuah teori ?. Hal inilah
yang kemudian akan direkonstruksi oleh Kuhn. Menurutnya,
pandangan semacam ini masih menyisakan beberapa kemusykilan.

Daripada membaca ulang sejarah dan membacanya dengan
paradigma saat ini, sebaiknya beberapa teks dan dokumen ilmu
pengetahuan dibaca dalam konteks sejarah masing masing untuk
mempertahankan integritas mereka. Pembacaan semacam ini
dicontohkan Kuhn dalam Copernican Revolution, bahwa penemuan
Coprenicus sejatinya tidak lebih observasional ketimbang
penemuan Ptolemy.6 Tentu saja jika keduanya dibaca dalam konteks
sejarah masing masing.
Revolusi historiografis inilah yang menjadi acuan Khun dalam
merumuskan teori struktur revolusi saintifik-nya. Historiografi baru
akan membentuk suatu cara pandang bar dalam menjawab
pertanyaan; bagaimana ilmu pengetahuan dipahami secara filosofis
5 The Structure of Scientific Revolution 3rd Edition, hlm. 2
6 Thomas S. Kuhn, Copernican Revolution, (Massachusetts: Harvard
University Press, 1995), hlm. 171

?. Buku The Structure of Scientific Revolution sendiri ditujukan
untuk mengupas tuntas beberapa implikasi tersebut. Secara
konklusif, kata Kuhn, cara pandang semacam ini setidaknya akan
menggeser ilmu pengetahuan dari hanya sekedar logika elementer

atau distingsi metodologikal belaka – yang merupakan prasyarat
analisis saintifik – kepada suatu bagian integral dari serangkaian
jawaban substantif tradisional bagi pertanyaan mendasar dari ilmu
pengetahuan itu sendiri.7
2. Paradigma
Salah satu kata kunci ketika berbicara pemikiran Thomas
Kuhn adalah “paradigma”. Gagasan ini ingin menegaskan bahwa
teori ilmiah tidak hanya terbatas pada serangkaian prinsip-prinsip
teoritis, namun ia juga mencakup pandangan dunia (world view)
dalam ilmu pengetahuan itu sendiri, hal itulah yang kemudian
diinisiasi oleh Kuhn sebagai “paradigma”.
Kuhn memang tidak secara eksplisit dan jelas dalam
mendefinisikan paradigma. Yang jelas, ia tidak hanya sebatas
perangkat aturan atau algoritme di mana sains dipraktekan secara
buta di bawah naungannya. Pada faktanya memang sangat sulit
untuk mengabstraksikan paradigma dan mendefinisikan fitur fitur
yang terdapat di dalamnya. Untuk memahami apa itu paradigma,
Kuhn membedakan paradigma ke dalam dua peran:8
7 The Structure of Scientific Revolution 3rd Edition, hlm. 9
8 Alexander Bird, Philosophy Now: Thomas Kuhn, hlm. 66-68, Yeremias

Jena, “Thomas Kuhn Tentang Perkembangan Sains dan Kritik Larry Laudan,”

a. Paradigma eksemplar (exemplar)
Paradigma eksemplar dijelaskan Kuhn sebagai serangkaian
ilustrasi berulang berupa quasi-standar dalam beragam teori
ilmiah dalam tataran konseptual, observasional dan aplikasi
instrumentalnya. Hal tersebut merupakan paradigma suatu
komunitas yang berlaku dalam buku-buku, ceramah dan
penelitian laboratorium.9
Paradigma ini mengacu kepada pencapaian konkret dalam
keilmuan tertentu, misalnya teori mekanika dan gravitasi
Newton, teori heliosentrisnya Copernicus dan teori
elektrisitasnya B. Franklin. Pencapaian ini menjadi contoh atau
model ilmu pengetahuan. Para ilmuwan yang mendasarkan diri
pada model ini berarti mengikatkan diri pada standar dan
kaidah-kaidah paradigma tertentu, memiliki komitmen untuk
memajukan paradigma tersebut dan menjaga kesinambungan
dengan tradisi riset yang dikenal dalam paradigma keilmuan
tersebut.10
b. Paradigma matriks disipliner (diciplinary matrix).

Sementara itu, yang dimaksud dengan paradigma dalam
bingkai matriks-matriks disipliner menyangkut seluruh masalah,
dalam Jurnal Melintas, hlm. 168-169.
9 The Structure of Scientific Revolution 3rd Edition, hlm. 43
10 Yeremias Jena, “Thomas Kuhn Tentang Perkembangan Sains dan
Kritik Larry Laudan,” dalam Jurnal Melintas

metode, prinsip-prinsip teoretis, asumsi-asumsi metafisis,
konsep-konsep dan standar-standar evaluasi dalam satu model.
Di antara komponen utama dalam matrik disipliner adalah
sebagai berikut:11
1) Generaliasasi simbolis milik bersama (shared symbolic
generalization), yakni anggapan atau ausmsi teoritis pokok
yang diyakini bersama dan tidak dipertanyakan lagi
kebenarannya
2) Model model heuristik (heuristic models), yaitu model yang
disepakati sebagai alai perantara untuk melakukan
penelitian.
3) Nilai nilai saintifik (scientific values). Kuhn berpendapat
bahwa setiap komunitas ilmiah menganut nilai nilai

tertentu dalam setiap kegiatan ilmiahnya.
4) Prinsip prinsip metafisik (metaphysical principle), yakni
sesuatu yang tidak perlu diuji namun menentukan arah
penelitian ilmiah
5) Masalah kongkrit yang juga disebut dengan eksemplar
(exemplar), yaitu masalah yang dipelajari beserta cara
penyelesaiannya.
Kedua macam paradigma tersebut akan mempengaruhi
transmisi ilmu pengetahuan secara pedagogis. Meskipun seorang
siswa misalnya tidak diajari paradigma secara abstrak, namun

11 Lihat Alexander Bird, Philosophy Now: Thomas Kuhn, hlm, 68

paradigma akan muncul dalam aplikasi ketika ia memecahkan
beberapa permasalahan.
Dengan demikian, paradigma tidak hanya menentukan cara
pandang seseorang terhadap dunia, namun ia juga bertindak
sebagai tolok ukur yang akan mendefinisikan mana yang dianggap
sebagai ilmu pengetahuan yang baik dan juga menentukan apa
yang layak disebut sebagai fakta ilmiah. Ia merupakan kerangka

konseptual yang menentukan bagaimana dunia bisa terlihat bagi
orang-orang yang sedang berjalan di dalamnya. Paradigma tidak
hanya mendefinisikan tentang pandangan ilmiah untuk praktisi ilmu
tertentu, tetapi ia juga menentukan tolok ukur ilmiah dalam seluruh
aktivitas kehidupan.
3. Revolusi Ilmu Pengetahuan
Menurut Kuhn, ilmu pengetahuan berkembang secara
revolusioner dari satu paradigma ke paradigma yang lainnya. Hal ini
berbeda dengan pandangan tradisional yang menyatakan bahwa
ilmu pengetahuan
Buku The Structure of Scientific Revolution sendiri seluruhnya
berisi tentang tahapan tahapan revolusi saintifik yang dimaksud
oleh Kuhn. Tiga belas bab yang ada di dalamnya bercerita tentang
teorinya tentang struktur utama dalam sejarah sains. Secara
singkat, Larry Laudan, salah seorang kritikus Thomas Kuhn,

memetakan fase perkembangan ilmu pengetahuan versi Kuhn ke
dalam 5 tahapan utama:12

a. Fase pra-paradigma.

Fase ini disebut juga dengan fase immature science
(ilmu pengetahuan yang belum matang). Fase ini merupakan
sebuah periode yang memakan waktu lama. Di sini penelitianpenelitian keilmuan mengenai hal-hal tertentu dilakukan
tanpa arah dan tujuan tertentu. Pada periode ini juga muncul
berbagai macam aliran pemikiran yang saling bersaing dan
meniadakan satu sama lain, memiliki konsepsi-konsepsi yang
berbeda mengenai masalah-masalah dasar disiplin ilmu dan
kriteria apa yang harus digunakan untuk mengevaluasi teoriteori.
Dalam The Structure of Scientific Revolution tidak
terdapat penjelasan yang cukup eksplisit mengenai fase ini.
Namun Kuhn mencontohkan fase ini pada prinsip optik dari
Newton.13 Pada fase ini belum ada usaha yang serius dan
sistematis untuk mengevaluasi teori tersebut. Dalam hal ini,
belum ditemui adanya suatu paradigma tunggal yang secara

12 Yeremias Jena, “Thomas Kuhn Tentang Perkembangan Sains dan
Kritik Larry Laudan,”
13

13 Thomas Kuhn, The Structure of Scientific Revolution 3rd Edition, hlm.


langsung mendefinisikan ilmu pengetahuan dan mengatur
praktek ilmiahnya.14
b. Fase Sains Normal.
Untuk menjadi sebuah ilmu pengetahuan (science),
sebuah disiplin ilmu harus mencapai suatu konsensus yang
berada dalam naungan satu paradigma tertentu. Dari antara
berbagai sains yang berkembang pada fase pra-paradigma,
kemudian akan muncul salah satu aliran pemikiran atau teori
yang kemudian mendominasi disiplin-disiplin teori atau ilmu
lainnya. Sekolah-sekolah atau aliran pemikiran lainnya
berkiblat pada dan mengakui superioritas sekolah atau aliran
pemikiran yang dominan ini. Dalam hal ini, ia menjanjikan
pemecahan masalah yang lebih akurat dan masa depan
penelitian yang lebih maju sehingga ia lebih dominan
dibanding pesaingnya.
Ketika suatu konsensus telah dicapai, Kuhn mengklaim
bahwa para saintis telah mulai menyentuh sains normal.
Prasyarat sains normal adalah adanya suatu komitmen
terhadap adanya suatu paradigma bersama yang akan

menentukan aturan main dan seluruh tolok ukur standar
dalam praktek ilmiah. Saintis “normal” (normal scientis) tidak
akan membuat penemuan-penemuan baru di luar paradigma
14 James A. Marcum, Thomas Kuhn Revolution: An Historical Philosophy
of Science, hlm. 60

yang berlaku. Sebaliknya, mereka sepenuhnya terlibat dalam
penggunaan paradigma tersebut untuk lebih mengerti gejala
gejala alami secara lebih mendetail.15
Bagi Kuhn, sains normal merupakan suatu aktualisasi
dari janji ilmu pengetahuan yang bisa menjawab persoalanpersoalan yang muncul pada masa tertentu.16 Ia
menganalogikan sains normal sebagai suatu aktivitas
memecahkan teka teki (puzzle). Praktisi sains normal
menurutnya adalah orang yang berusaha memecahkan teka
teki sains (puzzle solver) dan bukan yang ingin menguji atau
mengetes suatu paradigma (paradigm tester).17 Seluruh
aktivitas ilmiah sains normal merupakan suatu cerminan
bagaimana suatu paradigma diartikuasi.
c. Fase Anomali dan Krisis
Fase ini disebut juga fase munculnya extraordinary
science. Pada masa ini, ilmu penetahuan, baik dalam contoh
praktik ilmiah (eksemplar) maupun matriks-matriks disipliner
tidak dapat lagi diandalkan dalam memecahkan persoalan
yang muncul. Munculnya masalah yang sangat krusial dan tak
terpecahkan, tidak hanya membuat para ilmuwan menjadi
15 James A. Marcum, Thomas Kuhn Revolution: An Historical Philosophy
of Science, hlm. 62
13

16 Thomas Kuhn, The Structure of Scientific Revolution 3rd Edition, hlm.
17

kebingungan, namun ia juga melahirkan krisis dalam suat
komunitas ilmiah. Mulai saat itulah mereka mulai
mempertanyakan paradigma yang berlaku selama ini.
Dalam pandangan Kuhn, pada gilirannya, akan muncul
suatu “kekerasan alamiah” yang akan mengguncang
ekspektasi paradigma yang sedang berlaku di suatu
komunitas ilmiah selama masa praktis sains normal.18 Meski
demikian, menurut James A. Marcum, anomali pada dasarnya
tidak memfalsifikasi paradigma,19 ia hanya sebatas
meragukan ekspektasinya dalam menjawab persoalan ilmiah
yang muncul.
Setelah bermunculan banyak anomali, dalam komunitas
ilmiah akan bermunculan kelompok-kelompok ilmuwan yang
saling bersaing dalam membentuk strategi-strategi untuk
memecahkan masalah yang sedang mereka hadapi. Di sini
terjadi persaingan yang serius, karena taruhannya adalah
bahwa siapa yang menang menentukan keberlakuan suatu
paradigma.20 Masa inilah yang disebut Kuhn sebagai periode
kekacauan profesional (a periode of pronounced proffesional

53

18 Thomas Kuhn, The Structure of Scientific Revolution 3rd Edition, hlm.

19 James A. Marcum, Thomas Kuhn Revolution: An Historical Philosophy
of Science, hlm. 65
20 Yeremias Jena, “Thomas Kuhn Tentang Perkembangan Sains dan
Kritik Larry Laudan,”

insecurity)21 atau dalam kata lain disebut juga dengan masa
krisis.
Krisis tersebut merupakan hasil hasil dari rusaknya
paradigma dan ketidakmampuannya untuk memberikan
penyelesaian terhadap seluruh atau sebagian teka-teki ilmiah.
Masyarakat ilmiah kemudian akan mempertenyakan
kredibilitas sebuah paradigma dalam membimbing penelitian
ilmiah. menurut James A. Marcum, kakteristik utama dalam
masa krisis ini ditandai dengan adanya proliferasi teori.
Namun sekali lagi, Kuhn menekankan bahwa respon
masyarakat pada masa krisis ini tidak sampai pada titik
meninggalkan paradigma. Melainkan berusaha mencari solusi
untuk mengatasi anomali yang ada dalam rangka
mempertahankan penggunaan paradigma yang berlaku.22
Pada masa ini, akan terlahir sains yang bersifat luar
biasa (extraordinaty science). Menurut Kuhn, seorang
extraordinary scientist adalah adalah seseorang yang
melakukan penelitian secara acak, bereksperiman hanya
untuk melihat apa yang akan terjadi setelahnya, mencari efek
yan secara alamiah tak bisa tertebak olehnya. Ilmuwan dalam
masa krisis akan terus mencoba untuk menghasilkan
67-68

21 Thomas Kuhn, The Structure of Scientific Revolution 3rd Edition, hlm.

22
James A. Marcum, Thomas Kuhn Revolution: An Historical Philosophy
of Science, hlm. 66-67

spekulatsi teori yang, jika berhasil, maka ia akan membuka
jalanmenuju paradigma baru dan jika tidak, ia dapat
menyerah dengan sangat mudah.23
d. Fase munculnya paradigma baru
Di tengah persaingan masa krisis, salah satu aliran
pemikiran yang muncul akan bisa mengatasi masalahmasalah sains dan kemudian mampu menggeneralisasi serta
menjanjikan masa depan penelitian ilmiah yang lebih baik.
Pada titik inilah extraordinari science kembali menjadi normal
science. Perubahan tersebut merupakan titik klimaks dari
revolusi ilmu pengetahuan Kuhn. Ia sendiri menjelaskan hal
tersebut sebagi "episode perkembangan non-kumulatif di
mana sebuah paradigma yang lebih tua diganti secara
keseluruhan atau sebagian oleh paradigma baru yang lebih
kompatibel.”24
Awalnya tidak semua komunitas ilmiah segera
menerima paradigma baru. Meskipun demikian, mereka
secara diam-diam menerapkan metodemetode, prinsip-prinsip
teoretis, asumsi-asumsi metafisis, dan standarstandar
evaluasi yang dibawa oleh paradigma baru dalam

87.
92.

23 Thomas Kuhn, The Structure of Scientific Revolution 3rd Edition, hlm.
24 Thomas Kuhn, The Structure of Scientific Revolution 3rd Edition, hlm.

memecahkan masalah. Akhirnya, perlahan-lahan anggota
komunitas ilmiah menerima paradigma baru tersebut. Mereka
yang tidak menerima paradigma baru ini kemungkinan
dikeluarkan dari komunitas ilmiah.
Revolusi ini terdiri dari dalam macam: revolusi mayor
seperti pergeseran dari geosentris menuju heliosentris dan
revolusi minor seperti penemuan sinar-X atau oksigen. Meski
demikian, baik mayor atau minor, keduanya memiliki struktur
yang sama; memunculkan suatu paradigma baruyang berhasil
mengatasi anomali pada masa krisis.25
Salah satu dampak utama dari revolusi tersebut adalah
perubahan pandangan dunia (world view) yang menaungi
para ilmuwan dalam seluruh aktivitas ilmiah mereka. Dengan
kata lain, hasilnya adalah perubahan paradigma yang
menyebabkan para ilmuwan melihat dunia mereka secara
berbeda. Sekali lagi paradigma baru ini menjadi fase sains
normal sampai terjadinya keadaan anomali dan krisis
paradigma berikutnya yang akan melahirkan paradigma baru,
dan seterusnya.

25 James A. Marcum, Thomas Kuhn Revolution: An Historical Philosophy
of Science, hlm. 71