BENTUK DAN JENIS SASTRA ANAK Batak Karo

BENTUK DAN JENIS SASTRA ANAK
BATAK KARO
Adelina Ginting
FKIP UNIKA SANTO THOMAS

ABSTRACT
Children's literature is a literary work in particular can be understood by children, contains the
story of the world which familiar with the children. Batak Karo tribe has a good children's literature in
prose and poetry. Types of literary prose Batak Karo children include legends, fables, myths, and fairy
tales. Type of poetry includes rhyme, proverb, riddle, parable and games. Batak Karo children's literature
is an oral tradition that told of mouth from generation to generation.

Pendahuluan
Sastra merupakan gambaran hidup yang dituangkan dalam bentuk cerita yang dipoles
sedemikian rupa sehingga menarik perhatian. Berbicara tentang sastra yang berasal dari bahasa
Sansakerta yaitu Sas yang berarti mengarahkan mengajarkan atau memberi petunjuk dan tra yang
berarti menunjukkan alat atau sarana. Jadi sastra berarti alat atau sarana yang digunakan untuk
mengajar. Secara konseptual sastra anak-anak tidak jauh berbeda dengan sastra orang dewasa.
Keduanya sama berada pada wilayah sastra yang meliputi kehidupan dengan segala perasaan, pikiran
dan wawasan. Kehidupan yang membedakannya hanyalah dalam hal fokus pemberian gambaran
kehidupan yang bermakna bagi anak yang diurai dalam karya tersebut.

Sastra anak adalah bentuk kreasi imajinatif dengan papuran bahasa tertentu yang
menggambarkan dunia rekaan, menghadirkan pemahaman pengalaman tertentu dan mengandung nilai
estetika tertentu yang bisa dibuat oleh orang dewasa maupun anak-anak (Hwek:1987)
Batak karo adalah salah satu suku yang ada di Sumatera Utara tepatnya wilayah kab.Karo
(dataran tinggi) dan sebagian bermukim di daerah Deli Serdang dan Langkat. Suku Batak Karo

mempunyai jenis sastra anak. Hal ini dapat dijelaskan, bahwa orang tua suku Karo sering memberikan
nasihat atau pengajaran kepada anak-anak mereka melalui cerita atau dongeng.
Untuk memetakan atau membedakan anak-anak dari dewasa atau remaja, maka dapat
dipergunakan teori perkembangan psiokologi menurut Jean Piaget. Dalam teori perkembangan psikologi
J. Piaget terdapat 4 tahap perkembangan psikologi. Pertama, tahap Sensorimotor (usia 0-2 tahun).
Kedua, tahap Preopersional (usia 2-7/8 tahun). Ketiga tahap operasional Konkre (usia 7/8-11/12 tahun).
Keempat tahap Operasional Formal (usia 11/12-18 tahun)

KESUSASTERAAN BATAK KARO

Keusasteraan Karo memiliki dua bentuk, yakni lisan dan tulisan. Namun, sastra bentuk lisan lebih
dikenal dibandingkan tulisan.

BENTUK- BENTUK SASTRA LISAN

Bentuk-Bentuk Sastra Lisan yang Terkenal Pada Masyarakat Karo antara lain:

1. Ndungdungen : Dapat disamakan dengan pantun Melayu, biasanya terdiri dari 4 baris bersajak
abab. Dua baris bertama berisi sampiran dua baris terakhir merupakan isi
2. Bilang-bilang

: Ya g erupa de da g duka , iasa ya dide da gka de ga ratapa oleh

orang-orang yang pernah mengalami duka nestapa, seperti ibu yang telah meninggal dunia,
meratapi idaman hati yang telah direbut orang lain atau pergi mengembara ke rantau orang.
3. Cakap Lumat

: Atau

ahasa halus ya g pe uh de ga

ahasa kias, pepatah pepitih,

perumpamaan, pantun, teka-teki, dan lain-lain. Cakap lumat biasanya digunakan oleh bujang
dan gadis bersahut-sahutan pada masa pacaran dimalam terang bulan; atau oleh orang tua

pemuka adat dalam berbagai upacar, misalnya upacara meminang gadis.

4. Turin-turin

: Atau cerita berbentuk prosa, misalnya mengenai asal usul marga, asal-usul

kampung, cerita bintang, cerita orang sakti, cerita jenaka dan lain-lain. Biasanya diceritakan oleh
orangtua pada malam hari menjelang tidur
5. Tabas-tabas

: Atau mantra-mantra yang pada umumnya hanya para dukun saja yang

mengetahuinya. Konon kabarnya kalau para mantra sudah diketahui orang banyak maka
keampuhannya akan hilang
6. Kuning-kuningen: Atau teka-teki ya g dipergu aka oleh a ak-anak, pemuda-pemudi, orang
dewasa diwaktu senggang sebagai permainan disamping mengasah otak

BENTUK SASTRA TULIS
Bentuk Sastra Tulis Yang Terkenal Pada Masyarakat Karo, antara Lain:
Sastra tulis juga dikenal oleh masyarakat Karo. Sastra tulis itu pada masa dulu dituliskan pada laklak atau

kulit kayu dan bambu de ga surat Karo Aksara Karo’ yang berupa huruf silabis ( semua huruf atau
silabe dasar berbunyi a ) yang biasa disebut: haka bapa nawa yang merupakan enam silabe pertama
aksara Karo :
Pada tahun 1961 G.Smit menerbitkan sebuah buku yang ditulis dalam aksara Karo, di Leiden Negeri
Belanda. Buku tersebut dimaksudkan oleh penyusunnya sebagai bahan bacaan bagi masyarakat Karo,
terlebih lebih untuk anak-a ak sekolah. Buku a aa ya g sete al
a gu a ura g Karo ipake surat Karo ji e atau kita

hala a itu erjudul “urat Oge

a aa u tuk kepe ti ga ora g Karo de ga

e akai aksara Karo Voorgoe e, 19 :
Buku bacaan G.Smit itu adalah buku bacaan pertama yang mempergunakan aksara Karo. Kiranya
setengah abad setelah terbitnya buku Smit tersebut barulah ada usaha dari putra Karo untuk menyusun
bahan bacaan untuk anak-anak sekolah di Tanah Karo, termasuk bahan bacaan yang mempergunakan
aksara Karo.

Bentuk Sastra Anak


Menurut bentuknya sastra anak dalam suku batak karo dapat dibedakan atas 3 bentuk yaitu:
1. Bentuk puisi
2. Bentuk prosa liris dan
3. Bentuk prosa

Yang termasuk ke dalam bentuk puisi ialah
1. Ndungndungen
2. Cakap lumat
3. Ragat-agat

Yang termasuk ke dalam bentuk prosa liris yaitu : bilang-bilang
Yang termasuk ke dalam bentuk prosa ialah turin-turin

1. BENTUK PUISI
Di muka telah dijelaskan bahwa yang termasuk ke dalam bentuk puisi ada tiga yaitu:
1. Ndungndungen
2. Cakap lumat
3. Ragat-agat
Berikut ini akan diterangkan masing-masing contohnya:


1.1 NDUNGNDUNGEN (PANTUN)
-

Cimen si molah-olah
Palu-palu i Kuta Buluh
Adi enggo kita sekolah
Mela malu adi lah beluh

(*) Timun bergelantungan
Palu-palu di Kuta Buluh
Kalau kita sudah sekolah
Sangat malu bila tidak pintar

Gundera salah gundera

: Bawang salak bawang

Buluh belin kubenteri

: Bambu besar kulempari


Kutera kalak kutera

: Bagaimana orang bagaimana

Beltekku mbelin kubesuri

: Perutku besar kukenyangi

Mejile tuhu bunga ndapdap : Sungguh cantik bunga ndapndap
Rupa Megara la erbau

: Warna merah tak berbau

Mejile tuhu rupandu itatap: Sungguh cantik wajahmu dipandang
Tapi pacik kena erlagu

: Tetapi busuk tingkah lakumu

Rirang-rirang gumpari


: Nama tumbuh-tumbuhan

Rirang meruah-ruah

: Rirang tercabut-cabut

Sirang gia kita pagi

: Berpisahpun kita nanti

Gelah sirang mejuah-juah

: Asal dalam keadaan sehat-sehat

1.2 CAKAP LUMAT

Cakap lumat (bahasa halus) ini dapat dibedakan atas:
1. Bahasa kias
2. Pepatah-pepitih

3. Perumpamaan
4. Pantun
5. Teka-teki (sikuning-kuningan)
6. Ragat-agat (permainan)
Di bawah ini akan diterangkan contoh masing-masing cakap lumat (bahasa halus) ini.

a. Bahasa Kias
Contoh

: biang nangko beltu-beltu, kambing ipekpeki

Artinya

: Anjing yang mencuri daging, kambing yang dipukuli

Dikiaskan kepada orang yang menghukum orang yang tidak bersalah, lain yang bersalah,
lain yang mendapat hukuman

Contoh


: Pengindo sikaciwer, adi udan erkubang-kubang adi lego rabu-abu

Artinya

: Nasib kencur, bila hujan berkubang-kubang, bila kemaru berabu-abu

b. Pepatah-pepitih
Contoh

: Adi pang ridi ula mbiar litap

Artinya

: Kalau berani mandi jangan takut basah

Maksudnya : kalau berani melakukan sesuatu perbuatan harus berani pula menanggung
resikonya

Contoh


: Siksik lebe maka tindes

Artinya

: Dicari terlebih dahulu baru dibunuh

Maksudnya : pikirkan terlebih dahulu baru diambil keputusan

c. Perumpamaan
Contoh

: Bagi nimai buah parimbalang, erbunga pe lang apai ka erbuah.

Artinya

: Seperti menanti buah parimbalang, berbunga pun tidak konon pula berbuah

Diumpamakan kepada orang yang mengharapkan sesuatu yang tak mungkin diperoleh

Contoh

: Bagi kurmak sampe rakit, nggeluh erpala-pala mate terbiar-biar.

Artinya

: Seperti kerakap tumbuh di batu hidup segan mati tak mau

Diumpamakan kepada yang susah penghidupannya, mungkin disebabkan oleh penyakit
yang dideritanya, badan sudah kurus, harta sudah habis, tetapi ia tak mati-mati

d. Pantun

Contoh

: Tak kurung tah labang
Tah surung tah lahang

Artinya

: Entah jangkrik tanah
Entah jangkrik ilalang
Entah jadi entah tidak

Contoh

: Sere-sere sala gundi
Siarah lebe arah pudi

Artinya

: Sere-sere sala gundi
Yang didepan menjadi ke belakang.

e. Teka-teki (sikuning-kuningen)
Contoh

: Tulihken reh dohna. Kai?

Artinya

: Semakin dilihat kebelakang semakin jauh, apakah itu?

Jawabnya : Cupi g teli ga

Contoh

: Ipake reh baruna. Kai?

Artinya

: Dipakai bertambah baru, apakah itu?

Jawabnya : Dala Jala

Contoh

: Bide kalak i idah bidente lang. kai?

Artinya

: Pagar orang kita lihat pagar kita tidak. Apakah itu?

Jawabnya : Ipe gigi

Contoh

: Elah man ndelis. Kai?

Artinya

: Selesai makan gantung diri, apakah itu?

Jawabnya : Ukat se dok asi

Contoh

: Tawa kenca ia naktak ipenna. Kai?

Artinya

: Bila tertawa jatuh giginya. Apakah itu?

Jawabnya : Ja tu g galuh ja tu g pisa g

Contoh

: Elah kenca man, kesip beltekna. Kai?

Artinya

: Setelah selesai makan kempis perutnya. Apakah itu?

Jawabnya : “u pit aka su pit asi

Contoh

:Nguda-ngudana erlayam pukul
Tua-tuana narsar buk. Kai?

Artinya

: Pada waktu mudanya bersanggul
Pada waktu tuanya berurai rambut. Apakah itu?

Jawabnya : Ersa

Contoh

pakis

: Nguda-ngudana erbaju ratah
Tua-tuana erbaju gara. Kai?

Artinya

: pada waktu muda berbaju hitam
Pada waktu tuanya berbaju merah. Apakah itu?

Jawabnya : La i a a ai

Contoh

: Adi siinget la sibaba
Adi la siinget sibaba. Kai?

Artinya

: Kalau kita ingat tidak kita bawa
Kalau tidak ingat kita bawa. Apakah itu?

Jawabnya : Ka ileket seje is ru put ya g iji ya le gket di aju ila dise ggol aju
(rumput genit)

Contoh

: Adi itaka ia jumpa kuling
Adi itaka kuling jumpa tulan

Adi itaka tulan jumpa daging
Adi itaka daging jumpa lau. Kai?
Artinya

: Kalau ia dibelah jumpa kulit
Kalau kulit dibelah jumpa tulang
Kalau daging dibelah jumpa air. Apakah itu?

Jawabnya : Tualah kelapa

f.

Ragat-agat (permainan)
Pada suku Batak Karo dikenal beberapa permainan anak usia 2 – 8 tahun. Permainan ini
dilakukan secara berkelompok minimal 2 orang satu kelompok. Ketika permainan dilakukan
semua anak ikut bernyanyi dan satu orang sebagai kordinator. Adapun bentuk permainan
tersebut adalah:

1. Cit-cit dawan
Permainan ini dapat dilkakukan 2 orang atau lebih dengan cara saling mencubit kulit
punggung telapak tangan (seperti injit-injit semut)
Contoh : Cit-cit dawan
Dawan kili-kili
I ja tasak nakan
I je kita ngilkili
Lit kucing teruh?
Lit
Megara matana?
Megara
Mbiar kita?
Mbiar
A dauh…. sa

il sali g

e ggelitik temannya)

2. Burih-burih
Permainan ini dilakukan sambil duduk melingkar setiap anak kelingking yang saling
berkaitan satu dengan yang lain sehingga membentuk sebuah lingkaran. Kemudia
seorang kordinator atau pembawa acara akan memulai permainan sambil menyentuh
tangan setiap anak dan dimana nyanyian berhenti tangan anak tersebut harus dilepas

dari kaitannya. Demikian seterusnya dilakukan sampai semua kaitannya terlepas.
Selama permainan berlangsung semua anak-anak ikut bernyanyi.
Contoh : Burih-burih
Sideng, sidueng, kul
Kul si pading dang rak
Rak simaloti jut
Jut si bunga karleng

3. Sok-sok Male
Permainan ini hanya dilakukan 1 kelompok 2 orang dan pembawa acaranya dapat
sekaligus berdua dan selama permainan berlangsung kedua anak bernyanyi.
Contoh : Sok-sok male
Male-male tengkode
Tenahken nini goro
Pang, pantirtah, pong
Kecap, kepong
Bandu pongna ( sambil menggelitik temannya )

4. Cit-cit borangin
Permainan ini dilakukan oleh beberapa orang anak 1 orang duduk bersimpuh kemudian
anak yang lain meletakkan tangan di atas punggung anak tersebut. Kemudian si
pembawa acara memegang suatu benda kecil untuk diterka oleh anak yang bersimpuh
pada tangan siapa benda tersebut diletakkan sambil bernyanyi.
Contoh : Cit-cit borangin
Borangin talu kupang
Kupang mandorahim
Anak raja nipayungin
Atum tum bolololonang (sambil menggoyang-goyangkan genggaman tangan)

Atum tum bolololonang (sambil menggoyang-goyangkan genggaman tangan)

2. BENTUK PROSA LIRIS
Sastra lisan Karo yang berbentuk prosa lisan liris hanya ada satu yang disebut bilang
bilang. Bilang-bilang ini berbentuk prosa, tetatpi terikat pada lagu karena bilang0bilang ini
biasanya didendangkan dengan ratapan atau ditiup melalui seruling bamboo oleh orang-orang
yang pernah mengalami duka nestapa. Apakah ditinggal oleh kekasih idaman hati, atau karena
ditinggal oleh ibu yang meninggal dunia, atau karena penderitaan yang dialami di rantau, atau
dikucilkan dari masyarakat, yang melanggar adat.
Contoh : Entah nidarami kin pe jelma ibabo taneh mekapal enda ni taruh langit meganjang enda
entah di langir nge bagi ajangku enda sera suina nggeluh. Di turina ateku mesui kidah
bagi ranting taman ku para nge kidah rusur. Emaka lanai bo kueteh nurikenca de
suntuk nari nge kuidak kerina te mesui. Mana ukurenku, onande beru Tariganku.
I je makana entah nidarami kal pe jelma perliah si la lit nge bagi turina ajang mama
nak Karo-karo mergana endah sera suina. Apai nge dah kam la bage ningku, onande
bibingku karina. Enggo kuidah ajangku endah bagi sumpamana jelang kedataren kutera
kin nge turinna jelang kedataren aji nindu gia min. o turang beru Sembiringku. Di
turinna kedataran sekali kelajangen pe labo lit singembarisa amina sekali penggel pe.
Labo kenan tambaren sekali kedabuhen gelap auri pe la lit sipenkarangsa amina sekali
bene pe la lit sidaram-daram, o turang. E kal me turina ajang anak karo-karo mergana
enda, o enda beru Sembiring. E makana nidarami kin pe jelma perliah si la lit nge bagi
ajangku enda sera suina nggeluh. Ngkai maka la bage ningku, enggo kalajangku enda
bagi sarintantang ndabuh ku namo, amina ndabuh pe sea tama buena, amina la
ndabuh pe sea tama urakna, o me taktak cabal geluahku ras adumku o nandengku
kerina. Emakana labo lit gunana turiken ningku.

3. BENTUK PROSA

Sastra lisan Karo yang berbentuk prosa pun hanya ada satu, yang disebut turin-turin.
Turin-turin atau cerita ini ada bermacam-macam. Menurut Tarigan (1979:9) Turin-turin atau
cerita yang berbentuk prosa ini dibedakan atas:
1. Cerita mengenai asal-usul merga
2. Cerita mengenai asal usul kampong
3. Cerita binatang
4. Cerita orang-orang sakti
5. Cerita jenaka dan lain-lain.
Yang dinamakan sastra lisan karo adalah bentuk penuturan cerita yang disebarkan dan
diturunkan secara lisan (dari mulut ke mulut). Berdasarkan isi cerita, jenis sastra lisan Karo dapat
dibedakan atas :
1. Mite
2. Legenda
3. Dongeng
Mite adalah cerita yang benar-benar dianggap terjadi dan dianggap sacral oleh pemilik cerita.
Mite mengandung tokoh-tokoh dewa atau setengah dewa. Tempat terjadinya dunia lain, dan
masa terjadinya sudah jauh di zaman purba.
Legenda adalah cerita yang mempunyai ciri-ciri mirip dengan mite, yaitu benar-benar dianggap
terjadi, tetapi tidak dianggap sacral. Tokoh legenda adalah manusia biasa yang memiliki sifatsifat yang luar biasa, sering dibantu oleh makhluk-makhluk gaib. Tempat terjadinya legenda di
dunia kini waktu terjadinya tidak setua mite.
Dongeng adalah cerita yang dianggap tidak benar-benar terjadi oleh yang menceritakan atau
yang mendengarkannya. Dongeng tidak terikat dengan waktu dan tempat.
Dari urian di atas dapatlah diklasifikasikan jenis sastra lisan Karo itu sebagai berikut.
3.1 MITE
Cerita yang berhubungan dengan keajaiban dan erat hubungannya dengan kepercayan
terhadap dewa-dewa mendapat tempat luas dalam masyarakat. Cerita tentang ciptaan dunia,

peciptaan merga silima, perihal adat istiadat dan kepercayaan masyarakat Karo dapat diikuti
dalam :
a. Cerita Ma uk “i a ggur De a . Me gapa

asyarakat Karo sangat menghargai padi dan

mengapa padi dikaitkan dengan sistem dan nilai-nilai kekerabatan pada masyarakat Karo,
dapat pula dilihat pada cerita.
b.

Beru Daya g , hal i i dapat diikuti pada erita

c.

Pada Pe gi do da juga pada erita Ma uk “i a ggur De a . Me gapa
Pase le yap dari i duk

erga Gi ti g terke al de ga juluka

erga Gi ti g

“i ah “ada Gi ti g , dapat

diikuti pada erita Beru Gi ti g Pase . “ela jut ya pada erita “i Aji Bo ar .
d.

Begu Ga ja g

ha tu

ter asuk

erita ya g

asih tetap hidup dan dianggap

menyeramkan dan mengakkan bulu tengkuk pendengaran. Apalagi, diperhebat dengan
cerita mengenai kematian karena begu ganjang.

3.2 LEGENDA
Masyarakat Karo umumnya mempercayai cerita-cerita yang berhubungan dengan asal
usul kejadian suatu tempat, bukit, pelangi, telaga, merga, dan lain-lain. Sebagaimana cerita
lainnya, legenda sebagai warisan dari nenek moyang besar pengaruhnya bagi anggota
masyarakat, sebab mengandung ajaran moral. Benda-benda peninggalan termasuk tempat
dianggap sebagai bukti kebenaran cerita.
Legenda yang tersebar luas dalam masayarakat Karo, antara lain:
a.

Turi -turi “i Beru Tole ya g

e eritaka hu u ga seks terlara g a tara paa

dan kemanakan yang membuahkan keturunan sehingga mereka kena kutuk oleh
dewata. Maka mereka berubah menjadi pelangi.
b.

Telagah Pitu i “ari e

c.

Te gku Lau Bahu

3.3 DONGENG

ah

Masyarakat Karo juga mendengar cerita-cerita dongeng, baik cerita dongeng mengenai
binatang maupun cerita dongeng mengenai manusia. Sebagaimana cerita lainnya, dongeng ini
juga tersebar dan diceritakan turun temurun. Dongeng sebagai warisan dari nenek moyang,
besar pengaruhnya bagi anggota masyarakat. Sebab cerita dongen itu disamping ada berisi
hiburan, ada juga yang berisi pengajaran atau edukatif.
Dongeng yang tersebar luas dalam masyarakat Karo antara lain:
a.

Ku i g “i A ak M iri g ya g

e eritaka seora g a ak ya g

e ari i u sejati

b.

Ci i g Ga ja g Pa ura diajarka agar a ak-anak jangan terlalu tinggi anganangan, jangan lebih besar kemauan dari kemampuan

c.

“i etah- etah dikisahka

e gapa

uru g puyuh tidak

erekor, kuda tidak

bertanduk, kaki kerbau pecah, kepiting berbentuk gepeng, dan tumbuhan pakis
(tenggiang) berbulu seperti warna rambut curia kuda
d.

Nipe Sipurih-purih di eritaka

e gapa ular lidi hanya bisa menelan binatang

kecil seperti jangkrik dan kayu busuk. Ini semua karena kutukan akibat
ketamakannya.
e.

Pais Ma “ol ih

pe de gar diajarka

agar saat

e gadili suatu perkara,

bertindaklah sejujurnya karena bila tidak jujur yang diadili itu akan mengutuknya
dan kutukannya itu akan dikabulkan Tuhan seperti apa yang diminta Solmih kepada
Tuhan atas putusan pengadilan yang tidak jujur terhadap dirinya. Solmih tetap pada
pendiriannya walau apapun hukuman yang diberikan kepadanya. Hanya dia
bermohon kepada Tuhan agar menghukum orang yang mengadilinya itu. Doa
Solmih dikabulkan Tuhan.
f.

kekele ge Na de dikisahka

g.

“i ji aka

erupaka

agai a a kisah seora g i u terhadap a ak ya

kisah ya g ko ak. “i Ji aka dia ggap ora g

odoh. Ia

menumpang di rumah pamannya. Ia sudah yatim-piatu sejak kecil. Pekerjaannya
sehari-hari

hanya

menemani

pamannya

ketempat

perjudian.

Apa

yang

diperintahkan pamannya selalu diturutinya, tetapi bila tidak disuruh apa pun yang
terjadi tidak diperdulikannya sehingga pamannya merasa kesal. Oleh sebab itu si
Jinaka yang dijual pamannya, berhasil menipu pembelinya. Dalam perjalanan si
Jinaka menipu pembelinya, sehingga Si Jinaka berhasil lolos dan kembali ke
kampungnya. Di kampong ia mengaku kembali dari tempat orang mati dan

menceritakan kepada penduduk kampong tentang keadaan saudara-saudaranya
yang telah meninggal itu dan membawa segala harta bendanya. Oleh Si Jinaka
mereka dibawa melalui jalan yang sukar melalui tepi jurang sudah dipasang talirotan
oleh Jinaka. Semua barang mereka Si Jinaka yang membawanya, dan dia yang
berjalan paing belakang. Setelah semuanya berpegangan pada tali rotan, dipotong Si
Jinaka rotan itu. mereka semua jatuh dan Si Jinaka menjadi kaya raya. Ia kawin
dengan putri pamannya.

4. KESIMPULAN
Dari apa yang telah diuraikan terlebih dahulu, maka dapatlah ditarik kesimpulan
sebagai berikut:


Menurut bentuknya, sastra lisan Karo dapat dibedakan atas:
1. Puisi
2. Prosa



3. Prosa Liris
Menurut jenisnya, sastra lisan Karo dapat dibedakan atas:
1. Mite
2. Legenda
3. Dongeng

Sastra anak dalam suku Batak Karo pada umumnya masih tradisi lisan. Orang tua
biasanya akan bercerita tentang dongeng, mite atau legenda pada malam hari
menjelang tidur. Pada saat bercerita si anak sebagai pendengar harus ikut aktif
ketika cerita berlangsung karena si anak juga harus bertanya atau mengiyakan atau
menyatakan selanjutnya kepada orang tua sebagai pendongengnya tersebut. Jika
tidak ada reaksi lagi dari si anak berarti orangtua akan menghentikan dongengnya.
Banyak nasihat, pengjaran yang dapat diperoleh melalui tradisi lisan Batak Karo.
Masih banyak yang dapat diteliti dari sastra anak ini baik karakteristik maupun
manfaatnya bagi anak masa kini.

DAFTAR PUSTAKA
Singarimbun,Masri.1975.Seribu Perumpamaan Karo.Medan:Ulih Saber
Tarigan.Hendri Guntur.1965.Nure-Nure di Karo.Ba du g:Perhi pu a “ada Perarih
Tarigan, Henyry Guntur and Djago Tarigan.1979.Bahasa Karo Jakarta:Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan an Kebudayaan
Tarigan, Sarjani.2008.Dinamika Orang Karo Budaya dan Modernisme.Medan:Perumnas Simalingkar