IDENTIFIKASI KADAR KALSIUM FOSFOR DAN MA

1

IDENTIFIKASI KADAR KALSIUM, FOSFOR, DAN MAGNESIUM PADA SERUM
DARAH SAPI BALI YANG DIPELIHARA SECARA TRADISIONAL DI DESA
NONOHONIS – TTS
(IDENTIFICATIONS OF CALCIUM, PHOSPORUS, AND MAGNESIUM LEVEL ON BLOOD
SERUM ON BIBOS SONDAICUS WHICH IS MAINTAINED TRADISIONALY IN
NONOHONIS VILLAGE – TTS)

Ricky Myki Laurens Sine1, Herlina Umbu Deta2, Yulfia Nelymalik Selan3
1
Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Nusa Cendana, Kupang. E-mail:
ricky.myki@gmail.com
2
Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Nusa Cendana,
Kupang. E-mail:herlinadeta@yahoo.co.id
3
Laboratorium Anatomi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Nusa Cendana,
Kupang. E-mail: yulfia.nelly@gmail.com

ABSTRACT

The aims of this research namely to identify, to evaluate, and to compare the level of
mineral on blood serum of bibos sondaicus in the end of dry season and in the beginning of
wet season and also to identify mineral level of field grass which is consumed by cattle. 4
samples of natural grass and 14 samples of blood are taken from two different season; from 7
cattles. The analysis result show that hypercalcemia is found in two different season, while
magnesium mineral state under normal limits; In the end of dry season with slight increase to
normal in the beginning of rainy season. Phosphorus mineral describe normal average on
blood serum. Mineral level of grass feet illustrate. The feed shortages in dry season it
increasing in rainy season. The conclution is seasons influence the level of Ca and P in blood
because of the sunlight, while seasons do not influence level of the magnesium mineral, but it
is influenced by the consumption of field grass from the cattle and the level of Ca in blood.
Keywords: Bibos sondaicus, mineral, blood, feed

PENDAHULUAN
Indonesia memiliki berbagai breed
ternak sapi potong diantaranya sapi ongole,
sapi bali dan sapi madura beserta
peranakannya. Sapi bali merupakan
domestikasi banteng yang telah menyebar
di berbagai daerah di Indonesia yang

mempunyai potensi ekonomis yang tinggi

(Sukariada et al., 2014). Nusa Tenggara
Timur (NTT) sebagai provinsi ternak
memiliki populasi ternak sapi bali yang
cukup besar yang bermanfaat memenuhi
kebutuhan
pokok
protein
hewani
masyarakat NTT. Nusa Tenggara Timur
merupakan daerah tropis dengan curah

2

hujan cukup rendah dengan rata-rata curah
hujan selama 4 bulan dan memiliki waktu
kering yang cukup panjang yaitu 8 bulan
(TTS DALAM ANGKA, 2013). Hal ini
menyebabkan

ternak
sapi
sangat
kekurangan pakan dan mineral di musim
kemarau dan keadaan yang sebaliknya
hewan mendapatkan pakan yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan mineral di
musim hujan.
Tubuh sapi tidak dapat menghasilkan
mineral sendiri, walaupun diperlukan
dalam jumlah sedikit, namun sangat
penting untuk kesempurnaan makanan
yang dikonsumsi. Batasankekurangan
mineral pada ternak dapat dikategorikan

sebagai defisiensi dan marginal. Kedua
batasan ini hanya berbeda dalam
menentukan ambang batas kekurangan.
Marginal menunjukkan bahwa kadar suatu
mineral berada di bawah normal tetapi

masih cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme dasarnya apabila kekurangan
tidak berlanjut. Pada keadaan marginal ini,
cadangan mineral sudah sangat sedikit.
Sedangkan pada ternak yang dikategorikan
defisiensi, kandungan mineral dalam tubuh
ternak sudah sangat rendah, untuk aktivitas
metabolisme
dasarnya
saja
tidak
mencukupi dan tidak memiliki cadangan
mineral di dalam tubuhnya(Caple, 1984).

Tabel 1. Klasifikasi Kadar Ca, P dan Mg Dalam Serum Darah Sapi
Status
Defisiensi
Marginal
Normal
High


Ca
(mg/dL)
1-6
7-9
8-11
>12

P
(mg/dL)
9

Mg
(mg/dL)
4.0

Sumber: Puls in Kincaid (2008)
Peternak
di
NTT

cenderung
memelihara sapi dengan cara semiintensif
atau ekstensif, namun hal ini tidak efisien
bagi ternak untuk mendapatkan pakan yang
cukup
dimusim
kemarau
karena
ketersediaan pakan di padang sangat
sedikit sehingga mineral yang didapat juga
sangat rendah. Berbagai laporan penelitian
menunjukkan bahwa kandungan beberapa
jenis unsur mineral dalam rumput lapangan
relatif rendah. Rendahnya kandungan
mineral
ini
berakibat
terhadap
ketidakcukupan kebutuhan mineral dalam
tubuh sapi, sehingga menyebabkan

terjadinya kekurangan (defisiensi) mineral
(Little, 1985; Stoltz et al., 1993; Prabowo

et al., 1997). Ibrahim et al. (2008)
mengatakan bahwa lama periode rumput di
lapangan dan jumlah bahan kering rumput
mempengaruhi kadar mineral Ca, Mg, Cu,
Mn, dan Zn yang terdapat didalam rumput.
Semakin banyak bahan kering rumput dan
lama periode maka kadar mineral tersebut
diatas akan menghilang, hal ini disebabkan
oleh cuaca, usia, dan unsur rumput yang
berbeda.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi kadar mineral pada
rumput lapangan yang dikonsumsi, serta
mengidentifikasi,
mengevaluasi
dan
membandingkan kadar mineral dalam


3

serum darah sapi bali di akhir musim
kemarau dan awal musim hujan.
MATERI DAN METODE
Metode
pengambilan
sampel
menggunakan teknik purposive sampling.
Pengambilan sampel dilakukan di Desa
Nonohonis-Kabupaten Timor Tengah
Selatan. Sampel rumput dan darah diambil
dalam 2 tahap yaitu 2 sampel rumput pada
akhir musim kemarau dan 2 sampel rumput
pada awal musim hujan. Sampel darah
diambil dari 7 ekor sapi (Total 14 sampel),
darah yang diambil, disentrifuse di
Laboratorium Klinik Bijoba Soe untuk
mendapatkan

serum
darah.
Tahap
pemeriksaan kadar mineral dalam serum
dan pakan rumput lapangan dilaksanakan
di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan Fakultas Peternakan di
Institut Pertanian Bogor.
Peralatan yang digunakan dalam
penelitian diklasifikasi dalam dua (2)
tahap. Tahap persiapan sampel darah
sampai
mendapatkan
serum
darah
menggunakan gunakan alat: Venoject,
tabung reaksi tanpa antikoagulan, rak
penyimpanan, box, pipet, sentrifuge, dan
ependorf.Tahap analisis sampel serum
darah dan pakan: Alat yang digunakan

adalah sebagai berikut : Spektrofotometri
serapan atom AA7000, Spektrofotometer
Uv-200-R5, Vortex, tabung pereaksi,
Finnpipet, pipet otomatis, rak tabung
reaksi, labu kjedal, tanur, cawan porselen,
botol penyimpanan sampel, erlenmeyer,
timbangan analitik, Gegep besi, eksikator,
pipet Mohr, bulb, corong kaca, kertas
saring, labu takar 100 mL/50 mL.Sampel
yang akan dianalisis adalah sebanyak 14

sampel serum darah sapi dan 4 sampel
rumput lapangan. Uji analisis mineral
serum darah dan rumput menggunakan
bahan; kapas alkohol, kertas label
(marker), lantan khlorida (Cl3La.7H2),
H2SO4, tricloroacetic acid (TCA) 17%,
ammonium
molibdat
tetrahidrat,

FeSO4,7H2O, aquadest dan HCL 25%.
Penelitian ini menggunakan analisis
deskriptif, yaitu hasil penelitian disajikan
dalam bentuk gambar dan tabel. Adapun
Variabel yang diteliti dalam penelitian ini
adalah kadar kalsium, kadar fosfor dan
kadar magnesium dalam serum darah sapi
dan pakan rumput lapangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Mineral Ca, Mg dan P Dalam
Serum Darah Sapi Bali yang Diambil
pada Akhir Musim Kemarau dan Awal
Musim Hujan
Berdasarkan data kadar mineral
kalsium dalam tabel 2, menunjukan bahwa
kadar kalsium dalam seluruh sampel serum
darah sapi bali mengalami hiperkalsemia,
jika dibandingkan dengan serum darah sapi
bali atau pedaging yang mengandung
kalsium rata-rata 8,00 mg/ 100 ml sampai
11,00 mg/ 100 ml (Nugroho, 2009).
Terdapat satu (1) sampel serum darah yaitu
sampel A-1 (Anak menyusui) dengan kadar
kalsium normal (11,53 mg/100 ml) di akhir
musim
kemarau
tetapi
mengalami
peningkatan kadar kalsium di awal musim
hujan.

4

Tabel 2. Kadar Kalsium Dalam Serum Darah Sapi Bali

No.

Sampel

Akhir
musim
kemarau

14.13
13.40

Hiper
Hiper

Awal
musim
hujan
Ca,
mg/100
ml
13.64
13.68

11.53

Normal

13.05

Hiper

13.60

Hiper

10.57

Normal

12.26

Hiper

13.51

Hiper

12.65

Hiper

13.57

Hiper

14.04

Hiper

13.29

Hiper

Status

Ca,
mg/100 ml
1.

J (Jantan)

2.
3.

T (Sapi dara)
A1 (Pedet
menyusui)
A2 (Pedet
menyusui)
I1 (Induk
menyusui)
I2 (Induk
menyusui)
I3 (Induk
menyusui)

4.
5.
6.
7.

Status

Hiper
Hiper

Kadar normal mineral Ca 8-11 mg/100 ml (Puls dalam Kincaid, 2008)
Sedangkan kadar mineral magnesium
dalam serum darah sapi bali yang disajikan
dalam tabel 3, menunjukan bahwa serum
darah sampel J, T, A1, A2 dan I3 berada

dibawah angka normal dengan dua (2)
sampel T dan A1 disebut defisiensi dan
tiga (3) sampel lainya yaitu sampel J, A2
dan I3 disebut marginal.

Tabel 3. Kadar Magnesium Dalam Serum Darah Sapi Bali

No.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Sampel

J (Jantan)
T (Sapi dara)
A1 (Pedet
menyusui)
A2 (Pedet
menyusui)
I1 (Induk
menyusui)
I2 (Induk
menyusui)
I3 (Induk
menyusui)

Akhir
musim
kemarau
Mg,
mg/ 100 ml
1.42
0.86

Marginal
Defisiensi

Awal
musim
hujan
Mg,
mg/100
ml
2.22
1.81

0.20

Defisiensi

2.01

Normal

1.68

Marginal

1.57

Marginal

1.80

Normal

1.62

Marginal

1.88

Normal

1.74

Marginal

1.57

Marginal

1.92

Normal

Status

Kadar normal mineral Mg 1,8-3,5 mg/100 ml (Puls dalam Kincaid, 2008)

Status

Normal
Normal

5

Berdasarkan data kadar mineral
Fosfor dalam serum dara sapi bali yang
ditunjukan pada tabel 4, pada akhir musim
kemarau menunjukan bahwa kadar mineral
fosfor yang terkandung dalam darah tidak
terdapat sampel yang berada dalam status
defisiensi, tetapi terdapat tiga (3) sampel
serum darah yaitu sampel T, I1 dan I2 yang
dikategorikan marginal dan terdapat satu
sampel yang memiliki kadar mineral fosfor
diatas kadar normal (Hiper ). Sedangkan
data kadar mineral P pada awal musim
hujan menunjukan status yang normal pada
sampel J, T, A1 A2, I1 dan I2, tetapi
sampel I3 mengalami penurunan kadar
mineral dari status normal ke status
marginal. Terjadinya penurunan kadar P
dalam darah seperti pada sampel I3 diduga
karena kekurangan vitamin D dan P
digunakan dalam jumlah yang banyak
untuk air susu (Nugroho, 2009).

Terjadinya
hiperkalsemia
dan
kekurangan magnesium dalam serum darah
sapi diduga karena terjadinya gangguan
metabolisme pada tubuh ternak sapi.
Menurut Cseh et al (1984), sapi-sapi yang
bunting dan menyusui sangat memerlukan
Ca dan Mg, sehingga bila terjadi gangguan
metabolisme yang disebabkan oleh
penyakit infeksius maupun oleh penyebab
lain, akan dapat menyebabkan penurunan
Mg dan diikuti oleh naiknya Ca di dalam
serum. Kalsium yang banyak dimakan akan
menurunkan penyerapan magnesium, besi,
iodine, mangan, zink dan tembaga,
terutama jika salah satu unsur yang
dimakan di ambang batas kekurangan.
Kalsium yang berlebihan akan menurunkan
penyerapan dan pemanfaatan zink, dan
menyebabkan
parakeratosis
akibat
defisiensi zink (Sihombing, 2006).

Tabel 4. Kadar Fosfor Dalam Serum Darah Sapi Bali
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Sampel
J (Jantan)
T (Sapi dara)
A1 (Pedet
menyusui)
A2 (Pedet
menyusui)
I1 (Induk
menyusui)
I2 (Induk
menyusui)
I3 (Induk
menyusui)

Akhir musim
kemarau
P,
mg/100 ml
4.40
3.68

Normal
Marginal

Awal musim
hujan
P,
mg/100 ml
4.75
7.76

Normal
Normal

6.19

Normal

7.06

Normal

9.75

Hiper

7.77

Normal

3.80

Marginal

5.18

Normal

3.73

Marginal

6.56

Normal

6.15

Normal

3.11

Marginal

Status

Kadar normal mineral P 4-8 mg/100 ml (Puls dalam Kincaid, 2008)

Status

6

12,65

Kadar P (Mg/100 Ml)

6,15
I1 (INDUK
MENYUSUI)

I2 (INDUK
MENYUSUI)

1,57

3,73

1,88

A1 (PEDET
MENYUSUI)

3,8

A2 (PEDET
MENYUSUI)

0,2

1,8

3,68
T (SAPI DARA)

1,68

J (JANTAN)

0,86

1,42

4,4

6,19

9,75

12,26

13,6

Kadar Mg (Mg/100 Ml)

11,53

13,4

14,13

Kadar Ca (Mg/100 Ml)

14,04

KADAR MINERAL PADA AKHIR MUSIM KEMARAU

I3 (INDUK
MENYUSUI)

Gambar 1. Jumlah Kadar Mineral Ca, Mg dan P Dari Sampel Serum Sapi Bali di Akhir
Musim Kemarau
Berdasarkan Gambar 1, kadar
kalsium menunjukan angka 11,53 mg/100
ml sampai 14,3 mg/100 ml pada akhir
musim kemarau dengan rerata 13,09 mg/
100 ml dan dibandingkan dengan serum
darah normal 7,40 sampai 11,08 mg/ 100
ml, maka dapat dikatakan ternak sapi
tersebut
mengalami
hiperkalsemia.
Selanjutnya
pada
gambaran
kadar
magnesium yang menunjukan angka 0,20
mg/100 ml sampai 1,88 mg/ 100 ml dengan
rerata 1,34 mg/100 ml dari sampel yang
sama
maka
kadar
magnesium
dikategorikan marginal atau di bawah
normal dibandingkan dengan kadar
magnesium normal pada serum darah sapi
yang berada diantara 1,7 mg/100 ml
sampai 4 mg/ 100 ml. Defisiensi yang
paling menonjol terlihat pada sampel
serum darah A-1 (anak menyusui) yaitu

kadar magnesium hanya 0,20 mg/100 ml,
hal ini sangat berbahaya karena fungsi
mineral magnesium yang sangat penting
dalam proses aktivator dari berbagai enzim,
membantu tahapan metabolisme dan sistem
syaraf.
Dari gambaran kadar mineral fosfor
pada tabel 3, sebagian besar sampel berada
dalam status normal dan hanya terdapat
beberapa
sampel
yang
mengalami
kekurangan mineral P jika dibandingkan
dengan kadar fosfor normal dalam serum
darah sapi bali dan pedaging yaitu 4
sampai 8 mg/100 ml. Adapun tiga (3)
sampel yang berada dibawah normal
namun dengan rata-rata angka diatas 3,5
mg/100 ml, maka keadaan tersebut dapat
dikatakan ternak sapi mengalami marginal
P.

7

KADAR MINERAL PADA AWAL MUSIM HUJAN
Kadar P (Mg/100 Ml)
13,29

1,81

2,01

1,57

1,62

1,74

1,92

3,11

6,56

2,22

4,75

5,18

7,06

7,77

10,57

13,51

13,57

Kadar Mg (Mg/100 Ml)

13,05
7,76

13,64

13,68

Kadar Ca (Mg/100 Ml)

J (JANTAN)

T (SAPI DARA)

A1 (PEDET
MENYUSUI)

A2 (PEDET
MENYUSUI)

I1 (INDUK
MENYUSUI)

I2 (INDUK
MENYUSUI)

I3 (INDUK
MENYUSUI)

Gambar 2. Jumlah Kadar Mineral Ca, Mg dan P Dari Sampel Serum Sapi Bali di Awal
Musim Hujan
Kadar mineral pada awal musim
hujan (Gambar 2) menunjukkan bahwa
kadar mineral kalsium hanya mengalami
sedikit perubahan jumlah dari akhir musim
kemarau ke awal musim hujan dan masih
dapat dikatakan hiperkalsemia. Gambaran
yang berbeda terlihat pada kadar
magnesium dimana sebagian besar sampel
mengalami peningkatan status menuju
normal dan hanya terdapat dua (2) sampel
yang dikatakan marginal karena berada
dibawah batas normal yaitu 1,57 mg/100
ml (sampel A2) dan 1,62 (sampel I1).
Penurunan kadar Mg dalam serum sampai
mencapai defisiensi dapat terjadi pada
penyakit-penyakit yang bersifat kronis dan
defisiensi ini dapat juga mengakibatkan
timbulnya gangguan pada jantung (Elin,
1987).
Mineral fosfor pada gambar 2,
menunjukan bahwa sebagian besar sampel
dapat berada dalam status yang normal
apabila dibandingkan dengan kadar normal
4 sampai 8 mg/100 ml (Nugroho, 2009).
Terdapat juga satu (1) sampel yang

dikatakan marginal fosfor karena memiliki
kadar 3,11 mg/100 ml. Perbandingan kadar
mineral magnesium di akhir musim
kemarau dan awal musim hujan yang
sebagian besar sampel menunjukan adanya
peningkatan jumlah kadar di awal musim
hujan, maka dapat dikatakan bahwa tidak
ada pengaruh jumlah kadar mineral
magnesium berdasarkan musim, tetapi
jumlah kadar magnesium dipengaruhi oleh
pakan yang dikonsumsi di awal musim
hujan karena pada awal musim hujan,
ternak sapi sudah mulai mendapatkan
pakan rumput alami untuk memenuhi
kebutuhan mineral tersebut.
Kadar Mineral Ca, Mg dan P dalam
Pakan Rumput Alami yang Diambil
Pada Akhir Musim Kemarau dan Awal
Musim Hujan
Pada Tabel 8 menunjukan kadar Ca,
Mg, dan P yang terkandung dalam pakan
rumput alami. Dua (2) sampel rumput
(L1H dan L2H) yang diambil pada awal
musim hujan dari tempat pengembalaan
yang berbedamenunjukan kadar mineral

8

sampel rumput L1H adalah Ca 10,65
mg/gr, Mg 1,99 mg/gr dan P 4,09 mg/gr,
sedangkan kadar mineral sampel rumput

L2H adalah Ca 8,18 Mg/gr, Mg 1,89 mg/gr
dan P 4,19 mg/gr.

Tabel 5. Kadar Ca, Mg dan P pada Pakan Rumput Alami
No
1.
2.
3.
4.

Sampel
L1K (Akhir musim kemarau)
L1H ((Awal musim hujan)
L2K (Akhir musim kemarau)
L2H (Awal musim hujan)

Sampel rumput alami L1K dan L2K
yang diambil saat akhir musim kemarau
dari lahan pengembalaan yang berbeda
(Gambar 3a dan Gambar 3b) menunjukan
kadar mineral sampel rumput L1K yaitu
kalsium 6,77 mg/gr, magnesium 1,26
mg/gr, dan fosfor 0,39 mg/gr, selanjutnya
pada sampel rumput L2K adalah kalsium
2,73 mg/gr, magnesium 0,90 mg/gr, dan
fosfor 0,39 mg/gr. Dari hasil pemeriksaan
kadar mineral Ca, Mg dan P pada sampel
rumput alami menunjukan perbedaan kadar
mineral di akhir musim kemarau dan awal
musim hujan (Tabel 8), terjadinya
perbedaan ini diduga umur dari rumput
alami yang tinggi pada akhir musim
kemarau dibandingkan dengan umur
rumput alami yang baru hidup pada awal
musim
hujan.
Perbedaan
lahan
pengembalaan dalam pengambilan sampel
juga menunjukan bahwa adanya perbedaan
setiap kadar mineral, hal ini diduga
dipengaruhi oleh tipe lahan yang berbedabeda, pH tanah setiap lahan pengembalaan
dan jumlah kadar mineral yang terkandung
di dalam tanah yang berbeda (Hidayat,
2007). Hal serupa juga dikatakan Ibrahim
et al. (2008), bahwa kualitas rumput alami
sangat bervariasi tergantung dari jenis,
umur, musim dan lokasi rumput tersebut

Kadar Ca
(mg/gr)
6,77
10,65
2,73
8,18

Kadar Mg
(mg/gr)
1,26
1,99
0,90
1,89

Kadar P (mg/gr)
0,39
4,09
0,39
4,15

tumbuh. Rumput yang masih muda
kualitasnya lebih baik, begitu juga dengan
jenis tanah pada tanah yang subur kualitas
rumput lapangan lebih baik dari pada yang
tumbuh di daerah tandus. Pernyataan yang
sama dari Nugroho (2009), bahwa
gangguan kekurangan fosfor sering
dijumpai karena P dalam tanah terutama
pada tanah–tanah asam sangat rendah,
apabila
pH
tanah
rendah
akan
menyebabkan kadar P dalam hijauan yang
tumbuh diatasnya juga rendah. Hal ini akan
menimbulkan gangguan karena ternak yang
mendapat hijauan dari tanah tersebut
akhirnya akan menderita kekurangan unsur
P.
Perbandingan Kadar Mineral Ca, Mg
dan P dalam Serum Darah pada Akhir
Musim Kemarau dan Awal Musim
Hujan dan Pengaruh Mineral dalam
Pakan Rumput Alami terhadap Jumlah
Kadar Mineral Dalam Serum Darah
Sapi Bali
Gambaran mineral dalam serum
darah sapi pada Tabel 6 menunjukan
bahwa perbedaan kadar mineral dalam
serum darah tidak dipengaruhi oleh musim
yang berbeda yaitu akhir musim kemarau
dan awal musim hujan. Sedangkan pada
tabel 5 dan 7, musim berpengaruh terhadap

9

kadar mineral kalsium dan fosfor akibat
paparan sinar matahari yang membantu
pengaktifan vitamin D untuk membantu
penyerapan kedua jenis mineral tersebut.
Pada mineral kalsium dari dua (2) musim
yang berbeda menunjukan terjadinya
hiperkalsemia
yang
diduga
akibat
terjadinya kekurangan asupan pakan
sebagai sumber mineral kalsium sehingga
tubuh merespon secara berlebihan untuk
membongkar cadangan kalsium didalam
tulang, selain itu mineral kalsium juga
dipengaruhi oleh parathormon, calcitonin
dan vitamin D. Berdasarkan daerah
pengelambaan (Gambar 3) dan data kadar
mineral kalsium pada sampel rumput yang
diambil pada akhir musim kemarau dan
awal musim hujan (Tabel 8), menunjukkan
bahwa asupan pakan rumput alami dan
kadar mineral dari pakan sangat rendah
dibandingkan dengan kebutuhan mineral
kalsium sebanyak 15 gr / bobot badan /
hari. Kadar mineral magnesium dalam
serum darah yang diteliti mengalami
kekurangan magnesium pada akhir musim
kemarau dan mengalami peningkatan di
awal musim hujan. Hal ini diduga akibat
kadar mineral dalam pakan rumput alami
yang rendah (Tabel 8), ketersediaan pakan
rumput yang sedikit dan kadar mineral
dalam tanah lahan pengembalaan yang
memiliki kadar magnesium rendah,
sehingga pakan yang dikonsumsi belum
dapat memenuhi kebutuhan mineral
magnesium di akhir musim kemarau.
Defisiensi mineral magnesium yang terjadi
secara terus-menerus
akan tampak
gangguan berupa kejang-kejang atau
disebut Grass Tetany (Ibrahim et al, 2008).
Sedangkan pada gambaran kadar mineral
fosfor
menunjukan
keadaan
yang

cenderung normal yang diduga karena
iklim daerah TTS yang memiliki musim
kemarau cukup panjang sehingga vitamin
D teraktifasi dengan baik akibat paparan
sinar matahari untuk penyerapan mineral P.
Sedangkan pada awal musim hujan, kadar
fosfor dalam pakan mulai meningkat yang
diduga karena ketersediaan air yang cukup
untuk penyerapan kadar fosfor dalam
tanah, dengan demikian pakan rumput
alami yang dikonsumsi pada awal musim
hujan sudah dapat memenuhi kebutuhan
fosfor dalam tubuh ternak. Terdapat juga
beberapa sampel serum darah sapi yang
mengalami kekurangan fosfor dibawah
batas normal yang diduga terjadi karena
gangguan metabolisme dari tubuh ternak
sapi sehingga penyerapan mineral fosfor
terhambat.
KESIMPULAN
Musim dan jumlah pakan rumput
alami yang dikonsumsi berpengaruh
terhadap jumlah kadar mineral kalsium dan
fosfor di dalam darah ternak sapi bali.
Kadar mineral magnesium dalam darah
sapi bali tidak dipengaruhi oleh dua musim
yang berbeda yaitu akhir musim kemarau
dan awal musim hujan, tetapi jumlah kadar
mineral magnesium dipengaruhi oleh
pakan yang dikonsumsi sebagai sumber
dari mineral magnesium dan kadar Ca yang
tinggi dalam darah. Sedangkan pakan
rumput alami yang dikonsumsi ternak sapi
sebagai pakan basal memiliki kadar
mineral yang sangat rendah diakhir musim
kemarau sehingga belum cukup untuk
memenuhi kebutuhan mineral ternak sapi.

10

DAFTAR PUSTAKA
Timor tengah Selatan Dalam Angka. 2013,
Badan Pusat Statistik, TTS, Katalog
BPS: 1403.5304
Caple, I.W. 1984, ‘Deficiencies, Nutrition
and Disease’, Trace Elements, pp
342-366, Beef Cattle Production,
The Univesity of Sidney, Australia.
Cseh, S.B., J.P. Fay, dan A. Casaro. 1984.
Changes in blood composition of
pregnant cows during onset of
hypomagnesaemia, Vet, Rec, 115:
567-570.
Elin, R.J. 1987, Assesment of magnesium
status, Clin, Chem, 33(11): 19651970.
Hidayat, S. 2007, Pertumbuhan Rusa
Timor (Cervus Timorensis)yang
Diberi Pakan Tambahan Daun
Lamtoro dan Dedak Padi Dengan
Pakan Dasar Rumput Alam,
Fakultas Peternakan, Universitas
Nusa Cendana, Indonesia, Kupang.
Ibrahim, G., Suryadi, D., Sasangka,
H.H.dan
Abidin,
Z.
2008,
Penentuan Kandungan Mineral di
Dalam rumput Lapangan Sebagai
Pakan Ternak Ruminansia di Pasar
jumat. Pusat Penelitian Teknik
Nuklir, Batam.
Kincaid, R. 2008, Changes in the
Concentration of Minerals in Blood
of Peripartum Cows, Mid-South

Ruminant Nutritioan Conference,
Washington
State
University,
Arlington-Texas
Little, D.A. 1985, The Mineral Content of
Ruminant Feeds and Potential for
Mineral Supplementations in SouthEast Asia with Particular Reference
to Indonesia , pp 77-85, Dalam
Dixon, R.M. Ed., Ruminant
Feeding Sistems utilizing Fibrous
Agricul-tural
Residues,
IDP,
Australia.
Nugroho. 2009, Penyakit Kekurangan
Mineral pada Sapi, Text Book, hal.
14-38, Semarang.
Prabowo, A., Djajanegara. dan Diwyanto,
K. 1997, Nutrisi Mineral Pada
Ternak Ruminansia, Jurnal Litbang
Pertanian, 16(2): 53-64.
Sihombing, M.Sc., Ph.D. 2006, Ilmu
Ternak Babi, Gadjah Mada
University Press Yogyakarta.
Stoltz, D.B. 1993, In: Beckage N.E,
Thompson S.N, Federici B.A.
Parasites and pathogens of insects,
Academic, San Diego.
Sukariada, I.P.J., Suwiti, N.K., Utama I.H.,
dan Suarsana, I.N. 2014, Profil
Makromineral Natrium (Na) dan
MIkro Mineral Seng (Zn) Serum
Sapi Bali yang Dipelihara di Lahan
Hutan, Jurnal Ilmiah Kedokteran ,
Vol 6 No 1.