KARTU PENGHUBUNG ANTARA ORANG TUA DAN GU

KARTU PENGHUBUNG ANTARA ORANG TUA DAN GURU
SDN MLANGI I KECAMATAN WIDANG

Nama Orang Tua

: .......................................................

Nama Siswa

: .......................................................

Kelas

: V ( Lima )

Komentar orang tua terhadap hasil belajar putra/putrinya :
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................

.........................

Saran orang tua terhadap hasil belajar putra/putrinya :
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
....................................................................................................................................

Saran orang tua terhadap guru :
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
.............................................................................................................................................................
....................................................................................................................................

NB : Mohon untuk orang tua selalu memperhatikan waktu belajar putra-putrinya !

Mlangi,


Oktober 2016

Wali murid

..............................................

PENELITIAN TINDAKAN KELAS MATEMATIKA KELAS 5 SD
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kebutuhan pokok setiap manusia, dan memiliki peranan yang besar
dalam mensukseskan pembangunan bangsa. Oleh karena itu, pemerintah beserta unsur-unsur yang
berkompoten di dalamnya harus benar-benar memperbaiki perkembangan serta kemajuan
pendidikan di Indonesia.

Dalam upaya pengembangan pendidikan tersebut pemerintah

mengeluarkan Kurikulum Nasional 2006 yang mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Pengembangan kurikulum ini


merupakan salah satu upaya untuk

memperbaiki sistem pendidikan nasional dalam konteks untuk mewujudkan masyarakat yang
mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman yang masih dan akan terus
berlangsung. Implikasinya, sejalan dengan adanya usaha penyempurnaan kurikulum tersebut,
paradigma pembelajaran matematika pun perlu diperbaiki supaya lebih bermakna dan sesuai dengan
tuntutan kurikulum.
1
Matematika adalah salah satu dasar penguasaan ilmu dan teknologi, baik aspek terapannya maupun
aspek penalarannya. Salah satu ciri utama matematika adalah penggunaan simbol-simbol. Untuk
menyatakan sesuatu misalnya menyatakan suatu fakta, konsep operasi ataupun prinsip/aturan.
Dengan simbol-simbol yang terkandung didalamnya itu sehingga mampulah matematika bertindak
sebagai bahan keilmuan. Penguasaan matematika harus lebih mengarah pada pemahaman
matematika yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ada dua hal yang mendukung arah
penguasaan matematika untuk anak didik sekarang ini, yaitu: (1) Matematika diperlukan sebagai
alat bantu untuk memahami terjadinya peristiwa-peristiwa alam dan sosial, (2) Matematika telah
memiliki semua kegiatan manusia, baik untuk keperluan sehari-hari maupun keperluan profesional (
Abdullah,2008).
Jenning dan Dunne (abdullah,2008) mengatakan bahwa, pada umumnya siswa mengalami

kesulitan dalam mengaplikasikan matematika ke dalam situasi kehidupan real. Hal lain yang
menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa adalah karena pembelajaran matematika kurang
bermakna. Guru dalam pembelajaran di kelas tidak mengaitkan dengan skema yang telah dimiliki
oleh siswa-siswa kurang diberikan kesempatan untuk menemukan kembali dan mengkonstruksikan
sendiri ide-ide matematika, sehingga anak cepat lupa dan tidak dapat mengaplikasikan matematika.
Sebagai tenaga pengajar/pendidik yang secara langsung terlibat dalam proses belajar
mengajar, maka guru memegang peranan penting dalam menentukan peningkatan kualitas
pembelajaran dan prestasi belajar yang akan dicapai siswanya. Salah satu kemampuan yang
diharapkan dikuasai oleh pendidik dalam hal ini adalah bagaimana mengajarkan matematika dengan

baik agar tujuan pengajaran dapat dicapai semaksimal mungkin. Dalam hal ini penguasaan materi
dan cara pemilihan pendekatan atau teknik pembelajaran yang sesuai dengan menentukan
tercapainya tujuan pengajaran. Demikian juga halnya dengan proses pembelajaran. Untuk mencapai
tujuan pembelajaran, perlu disusun suatu strategi agar tujuan itu tercapai dengan optimal. Tanpa
suatu strategi yang cocok, model yang tepat dan jitu, tidak mungkin tujuan dapat tercapai
(Abdullah,2008).
Karena pentingnya peranan matematika dan peranan guru, berbagai usaha telah dilakukan
kearah peningkatan hasil belajar dalam proses belajar matematika. Salah satunya adalah dengan
menggunakan berbagai macam model pembelajaran matematika. Namun sampai saat ini masih
banyak keluhan dari berbagai pihak tentang rendahnya kualitas pendidikan pada umumnya dan

pendidikan matematika pada khususnya.
Berbagai model pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru pada umumnya untuk membantu
siswa agar mampu memahami dan mengerti apa yang dipelajarinya. Sebagai upaya meningkatkan
hasil belajar siswa, salah satu model pembelajaran yang menjadi alternatif adalah dengan
menggunakan atau menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana siswa belajar
dalam kelompok kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan
tugas kelompok, setiap anggota saling kerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan
pembelajaran.
Terdapat beberapa penelitian yang menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD yang hasilnya menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD sangat baik
diterapkan di kelas.
Dari hasil yang di dapatkan pada tahun pelajaran 2009/2010 bahwa nilai matematika peserta
didik kelas V SD masih dibawa KKM yang telah ditentukan, ini dapat dilihat dari nilai rata-rata
kelas tes awal yaitu 59,60. Karena metode dan teknik yang digunakan cenderung mototon kepada
murid, dimana guru aktif menyampaikan informasi dan murid pasif menerima. Kesempatan bagi
murid untuk melakukan refleksi melalui interaksi antara murid dengan murid, dan murid dengan
guru kurang dikembangkan. Dengan pembelajaran tersebut murid tidak mendapat kesempatan
untuk mengembangkan ide-ide kreatif dan menemukan berbagai alternatif pemecahan masalah,
tetapi mereka menjadi sangat tergantung pada guru, tidak terbiasa melihat alternatif lain yang

mungkin dapat dipakai menyelesaikan masalah secara efektif dan efisien. Diduga salah satu faktor

yang menyebabkan kondisi tersebut adalah kurang tepatnya model pembelajaran yang digunakan
oleh guru.
Beranjak dari latar belakang diatas, maka penulis mengadakan penelitian untuk melihat
sejauh mana hasil belajar siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Dengan
menggunakan model pembelajaran ini, diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada
pelajaran matematika khususnya pada materi penjumlahan pecahan.
B. Permasalahan
1. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan sebuah masalah sebagai
berikut :”Apakah model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar
matematika pada materi penjumlahan pecahan siswa kelas V SD Kecamatan Bontomarannu
Kabupaten Gowa.”
2. Pemecahan Masalah
Agar sasaran penelitian ini dapat tercapai, maka dalam mengatasi permasalahan yang telah
dikemukakan di atas, perlu dilakukan suatu proses tindakan dalam pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa kelas V SD Kecamatan
Bontomarannu Kabupaten Gowa.
C. Tujuan penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana
peningkatan hasil belajar siswa pada materi penjumlahan pecahan dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD di kelas V SD Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa.
D. Manfaat penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi siswa : Hasil belajar siswa meningkat khususnya pada materi penjuumlahan pecahan karena
menjadikan matematika sebagai aktivitas sehari-hari dan tidak lagi dianggap sebagai pelajaran yang
sulit dan menakutkan.
2. Bagi guru : Sebagai masukan, strategi dan solusi yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil
belajar matematika melalui model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
3. Bagi sekolah : Sebagai bahan pertimbangan agar model pembelajaran ini diterapkan dalam proses
belajar mengajar di kelas pada semua bidang studi, mengingat model pembelajaran kooperatif tipe
STAD ini sejalan dengan KTSP
E. Defenisi operasional
Hasil belajar matematika adalah suatu hasil yang dicapai oleh siswa setelah mempelajari
matematika dalam kurun waktu tertentu, yang diukur dengan menggunakan alat evaluasi tertentu
(tes). Pembelajaran kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) adalah suatu
model pembelajaran yang menekankan adanya kerjasama antara siswa. Siswa dibagi kedalam
beberapa kelompok secara heterogen.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Model Pembelajaran
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana siswa belajar
dalam kelompok kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda. Dalam menyelesaikan
tugas kelompok, setiap anggota saling kerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan
pembelajaran.
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar kooperatif
kontruktivis. Hal ini terlihat pada salah satu teori Vigotsky yaitu penekanan pada hakikat
sosiokultural dari pembelajaran Vigotsky yakni bahwa fase mental yang lebih tinggi pada umumnya
muncul pada percakapan atau kerjasama antara individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi
terserap dalam individu tersebut. Implikasi dari teori vigotsky dikehendakinya susunan kelas
berbentuk kooperatif.
Model Pembelajaran kooperatif sangat berbeda dengan model pengajaran langsung. Di
samping model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik,
model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk rnengembangkan keterampilan sosial siswa.
Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalarn membantu siswa memahami konsep
konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur
penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik, dan
perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Dalam banyak kasus, norma budaya anak

muda sebenarnya tidak menyukai siswa siswa yang ingin menonjol secara akademis. Robert Slavin
dan pakar lain telah berusaha untuk mengubah norma ini rnelalui penggunaan pembelajaran
kooperatif.

Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran
kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas
kerja bersama menyelesaikan tugas tugas akademik, siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi
siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya, yang memiliki
orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa kelompok atas akan meningkat
kemapuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor rnembutuhkan pemikiran lebih
dalam tentang hubungan ide ide yang terdapat di dalam materi tertentu.
Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah untuk rnengajarkan kepada siswa
keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki di dalam
masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang
saling bergantung sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin beragam. Sementara
itu, banyak anak muda dan orang dewasa masih kurang dalam keterampilan sosial. Situasi ini
dibuktikan dengan begitu sering pertikaian kecil antara individu dapat mengakibatkan tindak
kekerasan atau betapa sering orang menyatakan ketidakpuasan pada sa at diminta untuk bekeda
dalarn situasi kooperatif.
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja. Namun siswa juga harus

mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. keterampilan
kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan, kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja
dapat di bangun dengian mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok sedangkan peranan
tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan.
Menurut Lundgren (Sukarmin, 2002:2), Unsur-unsur dasar yang
perlu ditanamkan pada diri siswa agar cooperative learning lebih efektif
adalah sebagai berikut :
a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau
berenang bersama”
b. Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap tiap siswa lain dalam,
disamping tanggung jawab terhadap diri sendiri.
c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki
tujuan yang sama.
d. Para siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggung jawab sama
besarnya diantara anggota kelompok.
e. Para siswa akan diberikan suatu evaluasi atau penghargaan yang akan

ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.
f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh
keterampilan bekerja sama selama belajar.

g. Para siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual
materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Sementara itu, menurut Nur (2001: 3) pembelajaran yang menggunakan
model cooperative learning pada umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif umtuk menuntaskan
materi belajarnya.
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi,
sedang dan rendah.
c. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, bangsa, suku,
dan jenis kelamin yang berbeda-beda.
d. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok daripada individu.
3. Model Cooperative Learning
Pembelajaran kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division) adalah suatu
model pembelajaran yang menekankan adanya kerjasama antara siswa. Siswa dibagi kedalam
beberapa kelompok secara heterogen.
Berikut ini model pembelajaran yang dapat mewakili model-model
cooperative learning :
a. Student teams achievement division (STAD)
Langkah-langkah:
1) Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang.
2) Guru menyajikan materi pelajaran.
3) Guru memberi tugas untuk dikerjakan, anggota kelompok yang mengetahui
jawabannya memberikan penjelasan kepada anggota kelompok.
4) Guru memberikan pertanyaan/kuis dan siswa menjawab pertanyaan/kuis
dengan tidak saling membantu.
5) Guru memberikan kesimpulan

Keterampilan keterampilan kooperatif tersebut antara lain sebagai berikut ( Lundgren,
1994)
1. Keterampilan kooperatif tingkat awal
Meliputi: (a) menggunakan kesepakatan; (b) menghargai kontribusi; (c) mengambil giliran dan
berbagi tugas; (d) berada dalam kelompok; (e) berada dalam tugas; (f) mendorong partisipasi; (g)
mengundang orang lain untuk berbicara; (h) menyelesaikan tugas pada waktunya; dan (i)
menghormati perbedaan individu.
2. Keterampilan kooperatif tingkat menengah
Meliputi: (a) menunjukkan penghargaan dan simpati; ( b) mengungkapkan ketidaksetujuan dengan
cara yang dapat diterima; (c) mendengarkan dengan aktif; (d) bertanya; (e) membuat ringkasan; (f)
menafsirkan; (g) mengatur dan mengorganisir; (h) menerima, tanggung jawab; (i) mengurangi
ketegangan
3. Keterampilan kooperatif tingkat mahir
Meliputi: (a) mengelaborasi; (b) memeriksa dengan cermat; (c) menanyakan kebenaran; (d)
menetapkan tujuan; (e) berkompromi
4. Tingkah Laku mengajar ( Sintaks)
Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembeiajaran
kooperatif, pelajaran di mulai dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa
belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian informasi, seringkali dengan bahan bacaan daripada secara
verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan
guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir
pembelajaran kooperatif meliputi presentase hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa
yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha usaha kelompok maupun
individu.
B. Hasil Belajar
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, hasil adalah sesuatu yang di dapat dari jeri payah yang
dilakukan, sedangkan belajar adalah berusaha untuk memperoleh ilmu atau menguasai suatu
keterampilan.
Menurut Skinner, belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang harus terukur. Bila
pembelajar (peserta didik) berhasil belajar, maka respon bertambah, tetapi bila tidak belajar maka
responpun berkurang, sehingga secara formal hasil belajar harus bisa diamati dan diukur.
Menurut Gagne (1972) belajar memberi kontribusi terhadap adaptasi yang diperlukan untuk
mengembangkan proses yang logis, sehingga perkembangan tingkah laku (behavior) adalah hasil
dari efek belajar yang kumulatif (Gagne, 1968). Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa belajar itu

bukan proses tunggal. Belajar menurut Gagne tidak dapat didefenisikan dengan mudah, karena
belajar bersifat kompleks.
Gagne (1972) mendefenisikan belajar adalah mekanisme dimana seseorang menjadi anggota
masyarakat yang berfungsi secara kompleks. Kompetensi itu meliputi skill, pengetahuan, attitude
(perilaku), dan nilai-nilai yang diperlukan oleh manusia sehingga belajar adalah hasil dalam
berbagai macam tingkah laku yang selanjutnya disebut kapasitas (outcome).
Menurut Piaget pengetahuan (knowledge) adalah interaksi yang terus-menerus antara
individu dengan lingkungan. Fokus perkembangan kognitif Piaget adalah perkembangan secara
alami pembelajar mulai anak-anak sampai dewasa.
C. Pembelajaran Matematika
1. Penjumlahan pecahan yang berpenyebut sama
Kata pecahan berarti bagian dari keseluruhan yang berukuran sama berasal dari bahasa Latin
fractio yang berarti memecah menjadi bagian‐bagian yang lebih kecil.
Sebuah pecahan mempunyai 2 bagian yaitu pembilang dan penyebut yang penulisannya
dipisahkan oleh garis lurus dan bukan miring

=
penjumlahan pecahan berpenyebut sama dapat diperoleh hasilnya dengan menjumlah
pembilangnya, sedangkan penyebutnya tetap.
Contoh penjumlahan berpenyebut sama :

1.

+ = =1

2. 3 + 4 = 7
2. Penjumlahan Pecahan Berpenyebut Beda
penjumlahan pecahan berpenyebut beda/tidak sama dapat diperoleh hasilnya dengan
menyamakan penyebutnya terlebih dahulu.
Untuk mempelajari materi penjumlahan pecahan berbeda penyebut, ada beberapa syarat yang
harus dikuasai siswa, antara lain:


Penjumlahan pecahan berpenyebut sama



Pecahan Senilai



KPK
Kunci untuk menentukan penyebut persekutuan dari penjumlahan beberapa pecahan berbeda
penyebut adalah:

1.

Bila masing-masing penyebut merupakan bilangan prima, misal 2, dan 5. maka penyebut
persekutuannya adalah perkalian dari ke tiga bilangan tersebut, yaitu 2 x 5 = 10

2.

Bila penyebut yang satu merupakan kelipatan dari penyebut yang lain atau penyebut yang satu
dapat dibagi oleh penyebut yang lain, misal 2,4 dan 8. Maka penyebut persekutuannya adalah
penyebut yang paling besar. Karena 8 dapat dibagi 2 dan 8 dapat dibagi 4.
3. Bila penyebut dari masing-masing

pecahan yang dijumlah tidak memenuhi kedua persyaratan

diatas, maka kita menggunakan pendekatan KPK, baik dengan menggunakan pohon faktor atau
melipatkan bilangan itu sendiri.
Contoh soal penjumlahan pecahan yang berpenyebut beda :
1.

+ = == = =

2. 2 + 3 = (2 + 3) + + ) = 5 = 5 + 1 =

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Researh). Tindakan yang
diberikan adalah proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD yang dibagi dalam dua siklus dengan empat tahapan, yaitu (a) perencanaan tindakan, (b)
pelaksanaan tindakan,

(c) observasi dan evaluasi dan (d) refleksi .

B.

Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian ini berlokasi di SD kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa dengan subjek
penelitian adalah Siswa kelas V dengan jumlah siswa 25 orang yang terdiri dari : laki-laki 12

orang dan perempuan 13 orang pada semester ganjil tahun ajaran 2010/2011.
C. Faktor yang Diteliti
Hal-hal yang ingin dikumpulkan sebagai data dasar yang selanjutnya dianalisis adalah:
1. Faktor input : Melihat kehadiran,kerjasama siswa, keaktifan siswa serta kemampuan siswa dalam
menjawab soal pada materi penjumlahan pecahan dengan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD
2.
Faktor Proses : Melihat bagaimana proses belajar mengajar melalui model pembelajaran tipe STAD
baik itu interaksi antara siswa dan guru maupun antara siswa dengan siswa lainnya, mengecek
pemahaman mengenai materi yang telah diberikan dan memberikan pertanyaan berupa soal-soal
pada akhir pertemuan mengenai materi yang telah diberikan dan dijawab oleh siswa serta adanya
umpan balik agar siswa benar-benar mengerti dan memahami apa yang telah dipelajari dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
3. Faktor Output : Melihat bagaimana pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
cooperatipe STAD pada pelajaran matematika mampu meningkatkan hasil belajar siswa yang
diperoleh dari setiap siklus yang dilakukan.
D. Rencana Tindakan
Penelitian tindakan ini direncanakan terdiri dari dua siklus. Kedua siklus ini merupakan
rangkaian kegiatan yang saling berkaitan, artinya pelaksanaan siklus II merupakan lanjutan dan
perbaikan berdasarkan refleksi dari siklus I.
Siklus I dilaksanakan sebanyak 2 kali pertemuan dan Siklus II dilaksanakan sebanyak 2 kali
pertemuan. Untuk dapat mengetahui hasil belajar matematika siswa kelas V SD maka sebelumnya
diberikan tes awal dan hasilnya dijadikan sebagai skor dasar. Setelah itu barulah dilakukan proses
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
Secara rinci kedua siklus tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

Siklus I
Sesuai dengan kriteria penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research), maka
pelaksanaan siklus I ini dibagi 2 tahap yaitu

(a) perencanaan tindakan atau rancangan

tindakan (planning), (b) pelaksanaan tindakan (acting), (c) observasi dan evaluasi dan (d) refleksi
(reflecting).
1. Tahap perencanaan
Tahap perencanaan yang dilakukan pada siklus I ini adalah sebagai berikut:
a. Menelaah kurikulum SD kelas V pada mata pelajaran matematika.
b. Membuat model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1)

Menyatakan kegiatan atau topik utama pembelajaran yang diberikan, berupa standar kompetensi,
kompetensi dasar, kelas/semester dan alokasi waktu.

2)

Menyatakan tujuan umum pembelajaran (indikator pencapaian hasil belajar).

3)

Merinci media untuk mendukung pembelajaran atau topik tersebut. Dalam hal ini media yang akan
digunakan adalah media LCD yang isinya mencakup materi yang akan disajikan.

4)

Membuat skenario pembelajaran atau Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).

c. Menyiapkan media /alat bantu yang digunakan dalam pembelajaran.
d. Menyiapkan pembentukan kelompok-kelompok kecil untuk kerja kelompok, dengan menggunakan
model pembelajaran tipe STAD. Pada pembentukan kelompok siswa dibagi menjadi 4 kelompok,
masing-masing kelompok terdiri dari 6-7 orang, yang dibagi berdasarkan nomor urut absen.
e. Membuat pedoman observasi untuk merekam proses pembelajaran dikelas.
f. Membuat soal-soal yang disusun berdasarkan materi –materi yang telah diajarkan.
2. Tahap tindakan
Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah kegiatan belajar mengajar dan
mengimplementasikan soal-soal yang telah dipersiapkan, baik dalam proses belajar mengajar di
kelas maupun pada pemberian tugas kurikuler.
Gambaran umum yang dilakukan adalah :
a.

Pada awal setiap pertemuan, hal yang pertama dilakukan adalah memberikan penjelasan singkat
tentang materi yang dipelajari dengan mengkaitkan dengan kehidupan nyata siswa atau kehidupan

sehari-hari serta memperlihatkan gambar yang ada di LCD.
b. Setelah guru menjelaskan, siswa diberikan tugas sesuai dengan bahan yang telah dikembangkan,
baik secara individual maupun secara kelompok. Pada pembentukan kelompok siswa dibagi
menjadi 4 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 6-7 orang yang dibagi berdasarkan
nomor urut absen.
c. Tiap pertemuan guru mencatat semua kejadian yang dianggap penting seperti kehadiran siswa,
keaktifan dalam mengerjakan tugas, bertanya, memberikan tanggapan, serta keseriusan dalam
kerjasama dengan kelompoknya.
d. Memberi tes akhir siklus I
e. Melakukan penilaian terhadap hasil belajar siswa, dengan berbagai cara seperti pengukuran proses
bekerja, hasil karya, penampilan, PR, kuis, hasil tes tulis dan demonstrasi.
3. Tahap observasi dan Evaluasi
Pada tahap penulis melakukan observasi terhadap pelaksanaan tindakan dengan
menggunakan lembar observasi yang telah dibuat serta melaksanakan evaluasi. Observasi
dilaksanakan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Data hasil observasi yang meliputi
kehadiran siswa, kerjasama, keaktifan siswa baik dalam bertanya atau memberi tanggapan,
menjawab pertanyaan guru atau teman, mengerjakan tugas, tampil menyelesaikan soal latihan di

papan tulis dengan benar, siswa yang melakukan kegiatan diluar proses belajar mengajar, siswa
yang memerlukan bimbingan dalam mengerjakan soal, siswa yang meminta untuk dijelaskan
kembali konsep yang telah dibahas dan kerjasama dengan kelompoknya.
Evaluasi selanjutnya dilaksanakan pada akhir siklus I dengan memberikan tes tertulis. Hal
ini dimaksudkan untuk mengukur hasil belajar siswa terhadap materi yang telah diperoleh selama
siklus I berlangsung.
4. Tahap Refleksi
Data yang diperoleh dari hasil observasi dan evaluasi dikumpulkan dan dianalisis. Dari
analisis tersebut peneliti merekfleksi diri dan melihat kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan
apakah berhasil atau tidak. Adapun hal-hal yang sudah baik agar tetap dipertahankan sedangakan
yang belum berhasil ditindaklanjuti pada siklus berikutnya.
SIKLUS II
Siklus dilaksanakan sebanyak empat kali pertemuan. Pada dasarnya hal yang dilakukan pada
siklus II ini adalah mengulangi tahap-tahap yang dilaksanakan pada siklus I. Disamping itu akan
dilaksankan juga sejumlah rencana baru untuk memperbaiki, merancang tindakan baru sesuai
dengan pengalaman dari hasil refleksi yang diperoleh pada siklus I.
E.

Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1. Data mengenai tingkat hasil belajar siswa terhadap materi pelajaran setelah diadakan tindakan,
dikumpulkan dengan menggunakan tes pada akhir setiap siklus dalam bentuk ulangan harian.
2. Data mengenai proses belajar mengajar dalam hal kehadiran dan keaktifan siswa untuk tiap
pertemuaan diambil dengan menggunakan lembar observasi.
F.

Teknik Analisis Data
Data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan analisis kuantitatif dan analisis
kualitatif. Untuk analisis secara kuantitatif digunakan statistik deskripsi yaitu skor rata-rata dan
persentase. Selain itu ditentukan pula standar deviasi, tabel frekuensi, nilai minimum, dan
maksimum yang diperoleh dari setiap siklus.
Adapun untuk keperluan analisis penguasaan siswa digunakan standar KKM (Kriteria
Ketuntasan Minimal ) yaitu 60

1. Tingkat penguasaan < 60 dikategorikan ”tidak tercapai”.
2. Tingkat penguasaan = 60 dikategorikan ” tercapai”.
3. Tingkat penguasaan > 60 dikategorikan ”terlampaui”.
Untuk menganalisis data hasil observasi digunakan analisis kualitatif dan kuantitatif.
Kriteria penilaian pada data observasi yaitu kehadiran, menanggapi pertanyaan guru, pertanyaan

teman, mengajukan pertanyaan, kerjasama dengan kelompok, membuat kesimpulan,

dan

mengumpulkan tugas.
G. Indikator Kinerja
Kriteria keberhasilan penelitian tindakan kelas ini adalah apabila terjadi peningkatan hasil
belajar siswa kelas V SD Kecamatan Bontomarannu Kabupaten Gowa, terhadap bahan ajar setelah
diberikan pembelajaran dengan menggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, baik
ditinjau dari hasil tes setiap akhir siklus maupun dari data hasil observasi dalam mengikuti proses
pembelajaran

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis membahas tentang hasil-hasil penelitian, data-data hasil penelitian yang
diperoleh, dianalisis dan dibahas.
Adapun yang dianalisis adalah deskriptif mengenai perubahan hasil belajar siswa setelah
dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada
siklus I dan siklus II berdasarkan hasil tes pada tiap akhir siklus. Disamping itu akan dianalisis pula
refleksi terhadap pelaksanaan tindakan dalam proses belajar mengajar matematika dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Pada tahap ini pula penulis menganalisis
perubahan sikap siswa berdasarkan hasil pengamatan dan observasi maupun refleksi.
A. Analisis kuantitatif
1.
Analisis Deskriptif Hasil Belajar Siswa Pada Tes Awal Siklus
Tes awal yang dilakukan peneliti bertujuan untuk memperoleh gambaran awal tentang hasil
belajar siswa dalam proses belajar mengajar. Tes awal ini akan dijadikan acuan untuk melihat sejauh
mana keberhasilan metode pengajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Adapun
hasil analisis statistik deskriptif pada skor hasil belajar siswa kelas V SD sebelum dilakukan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dilihat pada
tabel 4.1.
Tabel4.1. Statistik Skor Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Kecamatan Bontomarannu Sebelum dilakukan
Pembelajaran model kooperatif tipe STAD
Statistik

Nilai Statistik

Subyek

25,00

Skor Ideal

100,00

Skor Tertinggi
Skor Terendah

40,00

Rentang Skor

50,00

Rata-rata Skor

59,60

Median

60

Modus

60

Pada tabel 4.1. menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika
sebelum dilakukan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Ratarata skor yang dicapai siswa tidak mencapai nilai KKM yaitu 60. Rentang skornya juga masih
tinggi.
Dari data tabel 4.1, jika skor hasil belajar responden dikelompokkan kedalam 3 kategori,
maka diperoleh distribusi frekuensi skor yang disajikan sebagai berikut:
Tabel4.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Kecamatan
Bontomarannu Sebelum dilakukan Pembelajaran model kooperatif tipe STAD

Skor
< 60
= 60
> 60

Kategori
Tidak tercapai
Tercapai
Melampaui
Jumlah

Frekuensi

Persentase (%)

5
13
7
25

20,0
52,0
28,0
100,0

Pada tabel 4.2. terlihat bahwa hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika sebelum
dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD,
menunjukkan bahwa dari 3 kategori yang ada, kategori tidak tercapai terdapat 16 % , yang
frekuensinya melampaui sekitar 48 %. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.1.

2.

Analisis Deskriptif Hasil Belajar Siswa Pada Tes Siklus I

Gambar 4.1. Tingkat Hasil Belajar Siswa pada Tes Awal Siklus
Hasil analisis statistik deskriptif pada skor hasil belajar siswa kelas V SD setelah dilakukan
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat dilihat pada
tabel 4.4.

Tabel4.4. Statistik Skor Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Kecamatan Bontomarannu Setelah Dilakukan
Pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terhadap materi penjumlahan
pecahan biasa berpenyebut sama dan beda
Statistik

Nilai Statistik

Subyek

25,00

Skor Ideal

100,00

Skor Tertinggi

100,00

Skor Terendah

40,00

Rentang Skor

60,00

Rata-rata Skor

68,00

Median

60

Modus

60

Tabel 4.4. menunjukkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika setelah
dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Tabel
tersebut mengindikasikan adanya peningkatan dimana pada awal siklus rata-rata skor 64,00 menjadi
68,00 pada siklus I ini.
Dari data Tabel 4.4, jika skor hasil belajar responden dikelompokkan kedalam 3 kategori,
maka diperoleh distribusi frekuensi skor yang disajikan sebagai berikut:

Tabel4.5. Distribusi Frekuensi Dan Persentase Skor Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Kecamatan
Bontomarannu Setelah Dilakukan Pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe STAD
Terhadap Materi penjumlahan pecahan biasa berpenyebut sama dan beda Siklus I
Skor
< 60
= 60
> 60

Kategori
Tidak tercapai
tercapai
melampaui
Jumlah

Frekuensi

Persentase (%)

2
11
12
25

8,0
44,0
48,0
100,0

Dari tabel 4.5. terlihat bahwa hasil belajar siswa bervariasi dan pada umumnya kemampuan
hasil belajar siswa sudah meningkat yang pada awal siklus ke siklus I . Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 4. 3.
Gambar.3 Tingkat Hasil Belajar Siswa pada Tes Siklus I
3.

Analisis Deskriptif Hasil Belajar Siswa Pada Tes Siklus II
Hasil analisis statistik deskriptif pada skor hasil belajar siswa kelas V SD Kecamatan

Bontomarannu setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD terhadap materi penjumlahan pecahan campuran berpenyebut sama dan beda
pada siklus II dapat dilihat pada tabel.7.
Tabel4.7. Statistik Skor Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Kecamatan Bontomarannu Setelah Dilakukan
Pembelajaran dengan model kooperatif tipe STAD Terhadap Materi penjumlahan pecahan
campuran berpenyebut sama dan beda Pada Siklus II
Statistik

Nilai Statistik

Subyek

25,00

Skor Ideal

100,00

Skor Tertinggi

100,00

Skor Terendah

40,00

Rentang Skor

60,00

Rata-rata Skor

79,20

Median

60

Modus

80

Tabel 4.7. menunjukkan bahwa hasil belajar siswa setelah dilakukan pembelajaran dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD mengalami peningkatan dibanding pada
siklus I yang rata-rata skornya 68,00 menjadi 79,20 pada siklus II.

Berdasarkan data Tabel 4.7, jika skor hasil belajar responden dikelompokkan kedalam 3
kategori, maka diperoleh distribusi frekuensi skor sebagai berikut:

Tabel4.8. Distribusi Frekuensi Dan Persentase Skor Hasil Belajar Siswa Kelas V SD Kecamatan
Bontomarannu Setelah Dilakukan Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD Terhadap Materi penjumlahan pecahan campuran berpenyebut sama dan
beda Pada Siklus II
Skor
< 60
= 60
> 60

Kategori
Tidak tercapai
tercapai
melampaui
Jumlah

Frekuensi

Persentase (%)

2
11
12
25

8,0
16,0
76,0
100,0

Dari tabel 4.8. terlihat bahwa hasil belajar siswa bervariasi dan pada umumnya kemampuan
hasil belajar siswa lebih meningkat lagi dari siklus I ke siklus II. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Gambar 4.5.
.
Gambar 4.5. Tingkat Hasil Belajar Siswa pada Tes Siklus II

B. Analisis Kualitatif
1. Refleksi Terhadap Pelaksanaan Tindakan Dalam Proses Belajar Mengajar Matematika
a. Refleksi siklus I
Siklus I terdiri dari 2 (dua) kali pertemuan dengan materi penjumlahan pecahan biasa
berpenyebut sama dan beda. Materi disajikan diawali dengan mengaitkan materi yang akan
dipelajari dengan keadaan sekitar, kemudian menyampaikan indikator pencapaian hasil belajar agar
siswa mengetahui apa yang ingin dicapai pada materi tersebut. Setelah itu penulis menjelaskan
materi secara singkat dan mengaitkannya dengan contoh benda yang ada dalam kehidupan sehari-

hari. Dan mengelompokkan siswa dan membagikan LKS untuk setiap kelompok. Kemudian setelah
itu diberikan kuis dan dikerjakan secara individu, Kemudian evaluasi .
Pada pertemuan kedua dan berikutnya, Materi disajikan diawali dengan mengaitkan materi
yang akan dipelajari dengan materi sebelumnya, kemudian menyampaikan indikator pencapaian
hasil belajar agar siswa mengetahui apa yang ingin dicapai pada materi tersebut. Setelah itu penulis
menjelaskan materi secara singkat dan mengaitkannya dengan contoh benda yang ada dalam
kehidupan sehari-hari. Dan mengelompokkan siswa dan membagikan LKS untuk setiap kelompok.
Kemudian setelah itu diberikan kuis dan dikerjakan secara individu, kemudian evaluasi,
menyimpulkan materi, memberikan penguatan .
Pada siklus I ini apa yang ingin dicapai oleh peneliti telah tercapai, misalnya meningkatnya
rata-rata hasil belajar siswa terhadap matematika yang terlihat pada tabel 4.5 dan Gambar 4.3 tapi
masih ada hal-hal yang perlu diperbaiki pada siklus berikutnya.
Adapun hal-hal yang perlu diperbaiki pada siklus II antara lain :
1. Pada siklus I siswa dikelompokkan menurut absen, ternyata nilainya tidak optimal sehingga pada
siklus II pengelompokan diubah berdasarkan hasil tes siklus I. Siswa tetap dibagi dalam 4 kelompok
dan pada setiap kelompok terdapat siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan rendah.
2. Pada siklus I beberapa siswa belum menguasai cara menyamakan penyebut dengan KPK dan
b.

pecahan senilai, sehingga pada siklus II materi itulah yang akan mendapat penekanan.
Refleksi siklus II
Siklus II terdiri dari 2 (dua) kali pertemuan dengan materi penjumlahan pecahan campuran
yang berpenyebut sama dan beda dengan mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan materi
sebelumnya. Pada siklus ini penulis menekankan hal-hal yang perlu diperbaiki seperti cara
menyamakan penyebut dengan menggunakan KPK dan pecahan senilai, kemudian penulis
menyampaikan indikator pencapaian hasil belajar agar siswa mengetahui apa yang ingin dicapai
pada materi tersebut.
Pada pertemuan pertama peneliti menjelaskan materi disajikan diawali dengan mengaitkan
materi yang akan dipelajari dengan materi sebelumnya, kemudian menyampaikan indikator
pencapaian hasil belajar agar siswa mengetahui apa yang ingin dicapai pada materi tersebut. Setelah
itu penulis menjelaskan materi secara singkat dan mengaitkannya dengan contoh benda yang ada
dalam kehidupan sehari-hari. Dan mengelompokkan siswa dan membagikan LKS untuk setiap
kelompok. Kemudian setelah itu diberikan kuis dan dikerjakan secara individu, kemudian evaluasi,
menyimpulkan materi, memberikan penguatan .
Pada siklus II ini, pada umumnya siswa lebih bersemangat lagi dengan model pembelajaran
dengan cara berkelompok sehingga siswa dapat saling berdiskusi dan bertukar pikiran dalam
memahami materi dan memecahkan atau menyelesaikan soal matematika.

Pada siklus II ini apa yang ingin dicapai oleh peneliti tercapai. Hal ini dapat dilihat dari
meningkatnya rata-rata hasil belajar siswa.
2. Perubahan Sikap Siswa
Disamping terjadinya peningkatan hasil belajar siswa pada siklus I dan siklus II, tercatat
pula sejumlah perubahan sikap yang terjadi pada siswa. Perubahan tersebut merupakan data
kualitatif dan dicatat oleh peneliti dalam lembar observasi tiap siklus. Adapun perubahan-perubahan
1.
2.

yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Pada siklus I kehadiran siswa sudah bagus begitu juga pada siklu II.
Pada siklus I siswa masih malu-malu dalam bertanya kepada guru tentang masalah yang terkait
dengan apa yang disajikan guru sedangkan pada siklus II siswa sudah berani untuk bertanya guru

3.

tentang masalah yang terkait dengan apa yang disajikan guru.
Pada siklus I interaksi siswa dengan sumber belajar/media sudah baik sedangkan pada siklus II

4.

interaksi siswa dengan sumber belajar/media jauh lebih baik dari siklus I.
Pada siklus I semua siswa aktif melakukan kegiatan fisik dan mental (berpikir), begitu juga pada

5.

siklus II.
Pada siklus I ketuntasan belajar siswa meningkat, itu dapat dilihat dari nilai rata-rata siswa pada
siklus I 68,00 menjadi 79,00 pada siklus II.
Peneliti menyadari bahwa untuk menumbuhkan minat siswa dalam belajar matematika perlu
dirancang model pembelajaran yang sesuai dengan situasi keadaan siswa, yang terpenting juga
adalah membelajarkan siswa antusias, keberanian mengungkapkan gagasan, ide dan pemikiran serta
meningkatkan hasil belajar matematika. Adanya peningkatan hasil belajar matematika pada siklus II
tersebut menunjukkan bahwa banyak kemajuan yang dicapai oleh siswa setelah dilaksanakan
pembelajaran model kooperatif tipe STAD.
Uraian tersebut diatas menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model
kooperatif tipe STAD dapat meningkatkann hasil belajar siswa.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan di depan , penulis menarik
kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD mata pelajaran metematika pada

materi penjumlahan pecahan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Kesimpulan ini diambil
setelah melihat data sebagai berikut:
1. Pada awal siklus atau sebelum dilakukan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD, skor rata-rata hasil belajar siswa adalah 64,00. Sementara skor ideal yang
mungkin dicapai siswa adalah 100,00.
2. Pada siklus I atau setelah dilakukan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD, skor rata-rata hasil belajar siswa pada pokok bahasan penjumlahan pecahan
biasa yang berpenyebut sama dan beda adalah 68,00 dari skor ideal yang mungkin dicapai 100,00.
3.
Pada siklus II atau setelah dilakukan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD, skor rata-rata hasil belajar siswa pada pokok bahasan penjumlahan pecahan
campuran berpenyebut sama dan beda adalah 79,20 dari skor ideal yang mungkin dicapai 100,00.

B.

SARAN
Adapun saran-saran yang penulis ajukan setelah menerapkan pembelajaran dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai berikut:
1. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran matematika, diharapkan guru mata
pelajaran matematika menerapkan metode mengajar yang mudah diterima oleh siswa.
2. Diharapkan kepada guru mata pelajaran matematika dalam memberikan soal-soal latihan kepada
siswa, hendaknya soal-soal tersebut berkaitan dengan kehidupan sehari-hari sehingga siswa merasa
bahwa matematika itu memang sangat penting dalam kehidupan mereka.
3. Kepada pihak sekolah agar memaksimalkan sarana dan prasarana yang ada disekolah. Khusus
untuk buku-buku yang berkaitan dengan matematika lebih diperhatikan lagi, demikian pula
pengadaan alat peraga yang sangat membantu siswa dalam memahami pelajaran matematika.

DAFTAR PUSTAKA
Aderusliana.2003. http://blogs.unpad.ac.id/aderusliana Teori Belajar,(online), diakses 21 Juli 2008
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran. Bandung : Kencana.
Wahyusuryaningsi.2008.http://luar sekolah.blogspot.com,(online), diakses tanggal 20 januari 2011
Saha.2010/2011.www.sahaptk.blogspot.com