REVIEW BUKU PEMIKIRAN SOSIAL DAN POLITIK

REVIEW BUKU DENGAN JUDUL
“PEMIKIRAN SOSIAL DAN POLITIK INDONESIA: PERIODE
1965-1999 (MASA ORDE BARU)”
DISUSUN
Oleh
NUR RODIAH
6212141002
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
tugas makalah guna memperoleh nilai dalam mata kuliah
Politik Luar Negeri 1

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
UNIVERSITAS JENDRAL AHMAD YANI (UNJANI)
CIMAHI
2015

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, karunia serta nikmat-Nya kepada kita semua khususnya pada diri penulis

sehingga saya berhasil menyelesaikan makalah ini yang alhamdulillah tepat pada
waktunya yang berjudul “REVIEW BUKU YANG BERJUDUL “PEMIKIRAN
SOSIAL DAN POLITIK INDONESIA PERIODE 1965-1999 (MASA ORDE
BARU)”.
Sholawat serta salam tak lupa juga saya curahkan kepada Nabi
Muhammad S.A.W serta keluarga, sahabat dan pengikutnya yang senantiasa
menjaga dan melaksanakan perintah agama sebagai Rosul memberikan
pengajaran kepada umatnya, yang semata-mata adalah memberikan cahaya islam
kedalam kehidupan manusia. Penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisan
makalah ini tanpa bantuan dari berbagai pihak tidak akan dapat terselesaikan.
Dengan demikian, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
khusunya Bapak Iing Nurdin, Drs., M.Si yang telah membimbing saya memahami
konsep makalah ini.
Selain itu, penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembuatan
makalah ini masih jauh dalam kesempurnaan dan banyak kesalahan maupun
kekeliruan dari berbagai segi. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik, saran, serta
masukan yang bersifat membangun dari pembaca agar kedepannya bisa lebih baik
lagi.

Cimahi, Desember 2015


(Penulis)

1

IDENTITAS BUKU

Judul Buku

: Pemikiran Sosial dan Politik Indonesia Periode 1965-1999

Penulis

: David Bourchier dan Vedi R. Hadiz

Penerbit

: Grafiti

Tahun


: 2006

Ketebalan

: 433 hlm

Ukuran

: 27,5 cm

ISBN

: 979-444-440-5

Sinopsis Buku
Buku ini merupakan suatu karya klasik, tidak hanya bagi mereka yang
menaruh minat pada politik Indonesia melainkan juga bagi mereka dengan minat
yang lebih luas dan komparatif pada dinamika perubahan politik. Bourchier dan
Hadiz mampu menggali pernyataan, kutipan, dan dokumen yang menggambarkan

berbagai pergulatan dan persoalan yang sangat penting semasa orde baru. Mereka
memberi kita pemahaman yang kaya tentang benturan antara populisme
reaksioner dan populisme radikal, maupun antara korporatisme Negara sekuler
dan liberalisme dalam tahun-tahun yang bergolak ini.
Pemikiran sosial dan politik Indonesia merupakan suatu instrumen yang
luar biasa untuk memahami perubahan sosial dan politik di Indonesia selama lebih
dari tiga dekade. Memuat lebih dari delapan ringkasan pidato, pamflet, manifesto
dan sajak yang dipilih dengan teliti, buku ini memberikan suatu pemahaman yang
unik tentang pemikiran sosial dan keprihatinan politik dari sekumpulan besar
aktor yang terlibat erat dalam perjuangan menata Indonesia modern menyusul
kemenangan orde baru pada 1960-an.

2

Edisi ini memperkenalkan dan mengulas pemikiran para ideolog negara,
kaum pluralis modern, sosial radikal dan Islam politik selama periode perubahan
yang kacau balau dan adakalanya berupa konflik yang keras. Buku ini juga
menghubungkan gagasan dari para pelaku utama pergulatan politik dengan
sejumlah peristiwa penting di Indonesia menyusul kejatuhan Soeharto.


3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
IDENTITAS BUKU...............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. LATAR BELAKANG.................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH.............................................................................1
C. MAKSUD DAN TUJUAN..........................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2
A. SUBSTANSI BUKU....................................................................................2
1.

Konflik Ideologis Dalam Sejarah Indonesia.........................................3

2.

Mengkonseptualisasikan Pemikiran Politik.........................................5


3.

Mencari Format Politik : 1965-73..........................................................7

4.

Orde Baru Mencapai Puncak : 1973-88................................................9

5.

Ketegangan Dan Pertentangan : 1988-97............................................10

6.

Krisis Dan Reformasi: 1997-9..............................................................11

7.

Warisan...................................................................................................13


B. KEKUATAN DARI BUKU......................................................................13
C. KELEMAHAN DARI BUKU..................................................................14
D. Kontribusi Buku terhadap Studi Hubungan Internasional..................14
BAB III PENUTUP..............................................................................................15
A. KESIMPULAN..........................................................................................15
B. SARAN.......................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16

4

Pemikiran Sosial dan Politik Indonesia |1

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Ilmu sejarah tidak mungkin sama sekali mengadakan rekontruksi keseluruhan
masa lalu, bahkan tak satu pun usaha penulisan sejarah yang berniat melakukan
usaha yang sia-sia. Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden

Soeharto di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada
era pemerintahan Soekarno. Lahirnya Orde Baru diawali dengan dikeluarkannya
Surat Perintah 11 Maret 1966. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga
1998. Dalam jangka waktu tersebut, ekonomi Indonesia berkembang pesat
meskipun hal ini terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela.
Meski telah merdeka, Indonesia pada tahun 1950 hingga 1960-an berada
dalam kondisi yang relatif tidak stabil. Bahkan setelah Belanda secara resmi
mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949, keadaan politik maupun
ekonomi di Indonesia masih labil karena ketatnya persaingan di antara kelompokkelompok politik.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa isi subtansi dari buku tersebut?
2. Apa kekuatan dari buku tersebut?
3. Apa kelemahan dari buku tersebut?
4. Bagaimana kontribusi terhadap Hubungan Internasional?

C. MAKSUD DAN TUJUAN
1. Maksud

Pemikiran Sosial dan Politik Indonesia |2


Maksud dari pembuatan review buku ini adalah, sebagai berikut:
a)
b)
c)
d)

Agar penulis dapat mengetahui seperti apa isi buku ini.
Untuk menambah penegetahuan dan wawasan pada diri penulis.
Untuk memenuhi salah satu tugas dari dosen pembina.
Untuk mengetahui makna dan maksud yang terkandung dalam buku
ini.

2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan resensi buku ini adalah, sebagai berikut:
a. Agar penulis mengetahui hubungannya dengan studi Hubungan
Internasional.
b. Untuk mengetahui dasar pembuatan buku ini.
c. Agar penulis lebih kritis terhadap masalah yang terjadi pada Negara
sendiri.

d. Untuk memenuhi salah satu tugas Politik Luar Negeri.

BAB II
PEMBAHASAN

A. SUBSTANSI BUKU
Tujuan utama dalam buku ini adalah melihat lebih jauh di luar stereotip yang
seragam dan menyajikan gambaran yang kaya dan penuh warna tentang
perpolitikan Indonesia mulai dari 1965 sampai periode menjelang paska Soeharto,
yang mengungkapkan ciri perjuangan politik domestik diluar dan didalam batasan
wacana yang diperbolehkan menyajikan gambar yang lebih utuh tentang dinamika
kehidupan politik selama dasawarsa-dasawarsa ini merupakan langkah penting

Pemikiran Sosial dan Politik Indonesia |3

untuk memahami bukan hanya tahun-tahun dibawah kekuasaan Soeharto, tetapi
juga warisannya—suatu warisan yang harus dihadapi oleh rakyat Indonesia demi
menapaki jalan yang membentang kedepan.
1. Konflik Ideologis Dalam Sejarah Indonesia
Konflik mengenai ideologi telah menjadi karakteristik kehidupan politik

Indonesia sejak masa awal pergerakan nasionalis. Meskipun demikian garisgaris pemisahnya telah berubah bersamaan dengan perilaku politik nasional
dan internasional. Sejak Indonesia muncul sebagai sebuah gagasan pada awal
abad ke-20, sudah ada berbagai pandangan yang bersaing tentang negara
bangsa seperti apa seharusnya bangsa Indonesia ini. Kaum nasionalis sekuler
seperti Moh. Hatta membayangkan sebuah negara demokrasi sosial modern,
yang berkomitmen pada perkembangan ekonomi kapitalis, pendidikan, dan
keadilan sosial.
Soekarno, yang muncul sebagai tokoh yang pengaruhnya sangat kuat atas
nasionalisme Indonesia sekitar 1927, dengan sadar melakukan upaya untuk
mempersatukan apa yang dianggapnya sebagai tiga aliran utama pemikiran
Indonesia, marxisme, islam dan nasionalisme tetapi juga memasukan unsur
populisme Jawa. Serangan brutal paskal 1927, menyusul perberontakan
komunis dan kontrol politik yang ketat pada 1936 menyebabkan dipenjarakan
atau dibuangnya sebagian besar pemimpin komunis dan nasionalis.
Pendudukan Jepang pada 1942 mengubah segalanya. Untuk mendukung
upaya perang merdeka, Jepang mencurahkan segenap energi untuk
memobilisasi dan mengobarkan semangat kaum muda. Para pemimpin
tradisionalis konsevatif Parindra, yang sebelumnya merupakan partai yang
paling pro-Jepang pada 1930-an, diberi posisi tinggi dalam pemerintahan
Jepang, tetapi karena mereka tidak memiliki keterampilan mobilisasi,
mengakibatkan mereka terpinggirkan atas keuntugan kaum nasionalis sekuler
radikal.

Pemikiran Sosial dan Politik Indonesia |4

Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17
Agustus 1945, segera setelah menyerahnya Jepang kepada sekutu. Namun
Indonesia belum merdeka. Antara 1945-1949 pemerintah republik yang masih
bayi itu berjuang melalui jalur diplomasi untuk memperoleh perlakuan
internasional, sementara pada saat yang sama pemerintah ini juga menjalankan
perjuangan bersenjata melawan Belanda. Kelompok-kelompok nasionalis
sekuler berhadapan dengan laskar-laskar Muslim dan kemudian menumpas
pemberontakan komunis pada 1948, yang mengakibatkan banyak orang yang
tewas. Kaum nasionalis sekuler muncul sebagai kekuatan dominan dalam
militer, sehingga didalam kelompok itu timbulah sentimen antimuslim dan anti
komunis yang turun temurun. Telah berhasil merebut kemerdekaan secara
resmi dari Belanda pada 1949, Indonesia menjalankan demokrasi parlementer,
dengan sejumlah partai besar dan kecil bersaing merebutkan dukungan.
Pusat kekuatan politik beralih dari partai-partai dan parlemen ke angkatan
bersenjata. Pihak lain yng mengambil keuntungan dari keadaan darurat di
tingkat nasional ini adalah Soekarno, yang sangat tidak puas dengan perannya
sebagai pemimpin boneka dibawah sistim parlemeter. Karena juga frustasi
menyaksikan pertikaian yang berlarut-larut antara partai-partai politik yang
bersaing, Soekarno yang mengemukakan ketidaksenangannya terhadap sistim
parlementer pada awal 1956.
Selama periode demokrasi terpimpin (1959-1965), perbedaan ideologis di
masa lalu membuka jalan bagi terbentuknya polarisasi kiri-kanan, yang
mencerminkan pergulatan dalam Perang Dingin sehingga menyebabkan
perpolitikan Indonesia semakin terjebak kedalamnya. Sementara itu, militer
yang khawatir akan semakin besarnya kekuatan PKI terutama di Jawa, yang
dibuktikan dengan baik pada pemilihan tingkat daerah pada1957 membangun
suatu persekutuan dengan kekuatan-kekuatan anti komunis. Polarisasi politik
juga berkembang pesat didaerah pedesaan terutama di Jawa. Konflik-konflik
mengenai tanah memperburuk ketegangan antara penduduk petani abangan
yang dipengaruhi Hindu-Budha dan kelompok muslim yang lebih taat, dan

Pemikiran Sosial dan Politik Indonesia |5

sering sebagai pemilik tanah. Situasi semakin diperburuk oleh ekonomi yang
terjun bebas. Kebijakan ekonomi Soekarno yang sering berubah dan
kampanyenya pada 1964 untuk membuat Indonesia berdiri diatas kaki sendiri
telah menyebabkan stagnasi dan inefisiensi yang sangat besar. Pada 1965
inflasi menjulang tinggi sampai 600%, dan Indonesia menghadapi
kemungkinan tenggelam lebih jauh kedalam jurang kemiskinan dan kelaparan.
2. Mengkonseptualisasikan Pemikiran Politik
Feith dan Castles (1970) yang bergumul dengan tahun-tahun yang riuh
rendah di Indonesia selama 1945-1965, mengidentifikasikan lima aliran utama
pemikiran politik: komunisme, nasionalisme radikal, sosialisme demokratis,
islam, tradionalisme Jawa. Mereka mempolakan aliran-aliran ini dan partaipartai yang berasosiasi dengannya, dalam sebuah skema menarik yang
menggabungkan poros horizontal kiri-kanan dan poros vertikal barattradisional. Pada ekstrem kiri rangkaian berbentuk pendulum yang terdiri atas
lingkaan-lingkaran melonjong adalah komunisme dan PKI yang juga dianggap
sebagai partai yang paling barat, meskipun dengan basis dukungan yang
abangan. Menempati daerah tengah adalah nasionalisme radikal, suatu
kecenderungan ideologis yang dianut oleh orang-orang dari bermacam-macam
partai tetapi secara politis diwakili oleh PNI. Lebih jauh sedikit kekanan,
tetapi secara substansial lebih barat, adalah sosialisme demokratis.
Perbedaan yang paling jelas antara era yang digambarkan oleh Feith dan
Castles dan tahun setelah 1965 adalah boleh dikatakan lenyapnya kelmpok kiri
tidak hanya PKI yang disingkirkan ; anggota-anggota PNI, tentara, dan
beberapa partai kecil soekarnois juga dibersihkan, dan ini sungguh-sungguh
mengikis persedaran nasionalisme radikal. Suatu konsekuensi dari kekalahan
kelompok kiri ialah bahwa kelompok politik tengah beralih secara tajam
kekanan. Namun, dengan tersingkirnya komunisme dan ekonomi mengalami
perbaikan, koalisi-koalisi kepentingan baru segera muncul ; dan bersamaan

Pemikiran Sosial dan Politik Indonesia |6

dengan koalisi-koalisi itu timbullah garis-garis pembelahan baru atau paling
tidak, mengalami perubahan.
Organisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan ideologi
resmi orde baru. Konsepnya selalu berulang adalah ketertiban, harmoni,dan
hierarki. Aliran pemikiran ini sebagian berakar pada tradisi aristokratis Jawa
dan sebagian lagi pada pemikiran Eropa yang anti pencerahan, yang menyebar
melalui pengaruh pembaru-pembaru hukum Belanda. Aliran pemikiran ini
sangat terkenal sebagai “integralisme” yang diungkapkan oleh ahli hukum Dr.
Raden Soepomo dalam konstitusional pada tahun 1945, dan memperoleh
dukungan diantara kelompok-kelompok konservatif dikalangan elite sipil dan
militer 1950 dan 1960-an. Warisan yang paling nyata di Indonesia adalah
prinsip korporatis dalam organisasi politik yang didukung oleh militer dan
sejumlah sekutunya yang arti partai pada masa demokratis terpimpin, dan
kemudian menjadi basis restrukturisasi politik pada tahun 1970-an aliran ini
juga membantu menopang dokrin dwifungsi, yang menetapkan bahwa militer
merupakan bagian integral dari ‘keluarga nasional’.
Pluralisme menjelaskan perspektif ideologis dari banyak kelompok sipil
diperkotaan yang berkumpul di sekitar orde baru pada masa-masa awal
kelahirannya. Kaum pluralis mencita-citakan suatu sistem politik yang lebih
demokratis yang dapat mengungkapkan keragaman sosial dan budaya
Indonesia. Kaum pluralis mendukung konsep-konsep seperti rule of law,
keterbukaan politik, transparansi, dan hak asasi manusia. Visi mereka tentang
demkrasi, bagaimanapun, diperkuat oleh ketakutan terhadap komunisme dan
ketetapan hati untuk menjauhi munculnya kembali politik kelas, agama, dan
etnis yang ‘primordial’, yang menjadi ciri Indonesia pada tahun 1950-an.
Islam merupakan sebuah kategori yang problematik karena besarnya
keragaman aliran didalam pemikiran politik islam dan adanya tumpang tindih
yang berarti antara perspektif islam dan perspektif lain. Meskipun ada
kesamaan seperangkat nilai dan simbol yang jelas membedakan wacana

Pemikiran Sosial dan Politik Indonesia |7

politik islam dengan nonislam, dan oleh karena itu pada akhirnya islam
sebagai suatu aliran politik tersendiri ketimbang meleburkannya ke dalam
kategori lain. Kategori islam diperuntukkan bagi mereka yang secara langsung
terlibat dalam memperjuangkan nila-nilai islam dan politik dimasyarakat dan
mencakup mereka yang mendukung dan menentang pembentukan sebuah
negara berdasarkan hukum islam secara eksplisit.
Radikalisme merupakan kategori yang paling kontroversinal karena
kategori ini muncul kemudian dan semula kurang berpengaruh dibandingkan
perspektif lain. Dalil utama radikalisme ialah bahwa tatanan yang ada secara
mendasar eksploitatif dan bahwa pembebasan seharusnya terjadi melalui
redistribusi secara radikal dalam kekuasaan ekonomi dan politik. Sebagai
kekuatan politik, radikalisme hanya dirasakan kehadirannya sejak 1980-an
sebagai reaksi terhadap dislokasi sosial dan marjinalisasi skala besar yang
diakibatkan oleh pembangunan ekonomi yang pesat dan industrialisasi.
3. Mencari Format Politik : 1965-73
Orde baru pada masa-masa awal yang paling baik dianggap sebagai aliansi
antara kaum militer dan berbagai kelompok sipil, yang meliputi mahasiswa
intelektual sekuler professional dan pemimpin partai antikomunis dan
sejumlah besar muslim dipedesaan dan diperkotaan. Kelompok borjuis
pedesaan dan pekotaan juga kaum penerima gajih diperkotaan, yng paling
menderita akibat hyperinflasi pada periode terakhir demokrasi terpimpin.
Partai hanya berhasil memecahbelah Indonesia menurut garis-garis agama dan
ideologi, yang mengancam persatuan nasional dan akhirnya menimbulkan
kehancuran politik dan ekonomi. Sebuah kelompok, yang kadang kala disebut
burung elang orde baru, ingin segera melihat pembubaran system multipartai
dan pembangunan suatu susunan yang terkendali dengan pendapat ini, mereka
mendapat dukungan kuat oleh banyak intelektual pluralis yang berafiliasi
dengan PSI yang telah digilas dalam pemilihan 1955 dan memandang bahwa

Pemikiran Sosial dan Politik Indonesia |8

gaya politik masa yang ada waktu itu sebagai bertentangan dengan
kepentingan demokrasi maupun modernitas.
Ali Moertopo tidak menyia-nyiakan waktu untuk memprakarsai suatu
organisasi sistem politik secara besar-besaran, dengan memaksa Sembilan
partai oposisi melebur menjadi dua badan yang disponsori pemerintah dengan
nama yang sama sekali tidak menjelaskan apa-apa yaitu PPP (Partai Persatuan
Pembangunan) dan PDI (Partai Demokrasi Indonesia). Yang pertama
menggabungkan empat partai muslim tradisional yang rewel, sementara yang
terakhir merupakan peleburan dari partai-partai Kristen, sosialis, dan
nasionalis yang tersisa. Terpecahbelah oleh kontrakdisi internal partai dan
campur tangan militer untuk hal-hal kecil, kedua partai baru itu dikalahkan
secara telak oleh Golkar pada enam pemilu berikutnya. Oragnisasi-organisasi
masa yang beraviliasi dengan partai-partai juga dilarang dan para anggotanya
diserap kedalam badan-badan korporatis baru yang didukung negara, yang
menganggap diri mewakili ‘kelompok-kelompok fungsional’ yang khas dalam
masyarakat, mewakili buruh, petani, dan pemuda.
Kelompok-kelompok muslim merupakan target khusus gerakan orde baru
untuk menyeragamkan perpolitikna sementara rezim ini bermurah hati
memberikan sumbangan kepada sekolah-sekolah muslim dan masjid-mesjid.
Sikap ini sebagian besar bersumber kepada ketidaksukaan orde baru kepada
politik berbasis masa ini mencerminkan prasangka budaya kaum elite. Banyak
muslim terutama bekas pendukung Masjumi, merasa dikhianati ole horde baru
dan bekas sekutunya diantara intelektual PSI, yang lain seperti; intelekutual
muda Muslim Nurcholish Masjid, menyesuaikan diri dengan pembatasan baru
ini dengan mengemukakan bahwa kaum muslim seharusnya memusatkan
perhatian pada isu-isu budaya dan bukan pada politik.
4. Orde Baru Mencapai Puncak : 1973-88
Pada 1973 sistem politik Orde Baru pada akhirnya memperoleh
bentuknya. Kebetulan sekali, pada tahun yang sama OPEC menaikkan harga

Pemikiran Sosial dan Politik Indonesia |9

minyaknya, sehingga Indonesia dapat mnegurangi ketergantungannya pada
bantuan luar negeri dan hal ini sangat memperkuat rezim Soeharto. Meskipun
harga minyak jatuh pada dasawarsa berikutnya, para manajer ekonomi
pemerintah sanggup menopang tingkat pertumbuhan ekonomi sekitar 6 persen
antara 1973 dan 1988, dan juga peningkatan pengeluaran negara secara terus
menerus pada bidang pendidikan, kesehatan, proyek, infrastruktur, angakatan
bersenjata, dan birokrasi. Yang mempercepat tindakan awal pengetatan
kehidupan politik ini adalah kerusuhan besar di Jakarta pada 1974 yang
kemudian dikenal sebagai Malari, yakni akronim dari ‘Malapetaka lima belas
Januari’.
Diciptakan oleh Soekarno pada 1945 sebagai suatu formula untuk
mempersatukan bangsa baru itu, Pancasila dinobatkan dengan status yang
hampir keramat oleh para ideologi orde baru. Beberapa kelompok Muslim
menolak apa yang mereka pandang sebagai upaya untuk menundukkan ajaran
islam yang “diturunkan oleh Allah” terhadap Pancasila yang “buatan
manusia”. Ketegangan semakin memuncak pada September 1984 ketika
pasukan pemerintah menembaki dan menewaskan banyak demonstran Muslim
di kawasan kelas pekerja di Pelabuhan Tanjung Priok.
Ketika kebijakan asas tunggal menjadi undang-undang pada 1985,
Soeharto memandangnya sebagai suatu prestasi besar, bahkan membuka suatu
zaman baru, dalam masa pemerintahannya. Pengesahan asa tunggal dilakukan
sebagai bagian terpadu dari seperangkat undang-undang tentang partai politik
dan organisasi massa yang secara efektif mengkodifikasikan penolakan
pemerintah terhadap gagasan tentang politik oposisi. Ali sadikin pada 1980
mencetuskan “Petisi 50”, yang menuduh presiden menyalahgunakan
kekuasaan dan meninggalkan cita-cita Orde baru dan konstitusi. Reaksi
Soeharto yang bermusuhan terhadap kelompok Petisi 50 ini dan terhadap
kritik serupa oleh seorang yang sebelumnya dikenal sebagai pahlawan orde
baru.

P e m i k i r a n S o s i a l d a n P o l i t i k I n d o n e s i a | 10

Sumber perlawanan dan kritik yang lain pada masa orde baru adalah
Lembaga-Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Mereka kecewa terutama
terhadap kecenderungan Orde Baru yang otoriter dan model pembangunan
ekonominya yang teknokratis dan top-down, yang menurut para pemimpin
LSM tidak mengindahkan kebutuhan dan kemampuan rakyat pada umumnya.
Tetapi perpecahan yang paling penting yang terungkap pada 1980-an adalah
antara Soeharto dan kepemimpinan militer dan melibatkan perebutan
pengaruh atas institusi-institusi negara dan timbulnya perbedaan mengenai
kedudukan militer sebagai pusat kekuasaan otonom dalam rezim. Perpecahan
diantara keduanya menjadi terbuka pada 1988, ketika panglima anhkatan
bersenjata Jendral Benny Moerdani berusaha menolak penunjukkan ketua
Golkar Sudharmono oleh Soeharto sebagi wakil presiden. Ia mengubah Golkar
dari semata-mata kendarann pemerintah dalam pemilihan umum menjadi
sebuah partai berbasis massa yang dikendalikan negara, yang pada 1987
mengklaim telah memiliki 28 juta anggota dan 9 juta kader.
5. Ketegangan Dan Pertentangan : 1988-97
Periode akhir orde baru menyaksikan bahwa cengkraman rezim atas
masyarakat semakin bertambah longgar. Ada beberapa alasan untuk ini. Salah
satunya adalah bahwa soeharto tidak dapat lagi bersandar pada dukungan
penuh kaum militer. Singkatnya, orde baru mulai kehilangan konherensinya
karena bangunan politiknya tidak mampu lagi memodasi perubahanperubahan social yang dahsyat, yang telah berlangsung selama dua decade.
Berlawanan dengan larangan yang sudah berjalan lama terhadap organisasi
politik keagamaan yang eksklusif, pada 1990 ia mensponsori pembentukan
ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia). Ada penghargaan yang sangat
tinggi bahwa PDI akan memenagi bagian besar suara dalam pemilihan 1997
dan bahwa Megawati akan menentang Soeharto untuk kursi kepresidenan
dalam siding Umum MPR pada 1998. Pada 27 Juli 1996 tentara dan preman
bayaran melancarkan serangan frontal yang menewaskan sejumlah pendukung
PDI dan memicu kerusuhan serius di Jakarta. Pembantaian demonstran

P e m i k i r a n S o s i a l d a n P o l i t i k I n d o n e s i a | 11

dipemakaman Santa Cruz di Timor Timur pada 1991 yang dilakukan oleh
angkatan bersenjata, misalnya diliput secara luas dan kritis. Demokrasi
merupakan topic favorit dalam perdebatan pada masa ini. Salah satu arah
perdebatan yang semakin merupakan topic utama, untuk sebagian diadopsi
dari wacana neo-liberal Amerika, adalah bahwa globalisasi menuntut
transparansi. Rezim ini membuat sejumlah konsesi terhadap tekanan-tekanan
ini, dengan membentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia pada 1993.
Radikalisme berawal pada gerakan mahasiswa. Setelah diambil tindakan
keras terhadap para aktivis kampus pada akhir 1970-an, para mahasiswa mulai
mengorganisasi diri dalam kelompok-kelompok kecil yang berbasis bukankampus. Kemampuan suatu kelompok inti dari aktivis-aktivis radikal ini untuk
mengorganisasikan protes mahasiswa/buruh yang besarselama periode 198994 membantu membangkitkan kembali protes massa, yang sebelumnya telah
ditindas melalui terror pada 1965, sebagai suatu bentuk aksi politik.
Kebangkitan ini banyak membuka jalan bagi demonstrasi-demonstrasi yang
memperlemah rezim Soeharto antara 1996 dan berakhirnya rezim itu pada
1998. Taktik semacam ini rutin digunakan terhadap para penentang di Timor
Timur, Aceh, dan Papua Barat tetapi pemilihan rezim ini untuk melakukan
kekerasan dan intimidasi di jantung negeri secara luas dianggap sebagai
pertanda semakin terasingnya rezim Orde baru.
6. Krisis Dan Reformasi: 1997-9
Indonesia ternyata sebagai negara di asia yang paling rentan ekonominya.
Antara Juni 1997 dan Januari 1998 nilai tukar mata uangnya menyusut hampir
80%, jatuh dari sekitar Rp 2400 per 1 dolar AS menjadi Rp 16.500. Nilai tukar
rupiah yang ambruk ini membuat tingkat suku bunga sampai 60%, yang
melumpuhkan sektor-sektor keuangan dan industri dan membuat harga bahanbahan pokok menjulang tinggi. Pendapat perkapita, yang berkisar 1.000 dolar
AS sebelum masa krisis, diperkirakan menjadi kurang dari 350 dolar AS pada
awal 1998. Beberapa kali Soeharto urung menjalankan langkah-langkah yang

P e m i k i r a n S o s i a l d a n P o l i t i k I n d o n e s i a | 12

sudah disepakati dengan IMF, yang meyakinkan IMF dan kreditor-kreditor
dan pemerintah barat bagwa Seoharto lah penghalang utama bagi reformasi
yang mereka anggap penting bagi pemulihan ekonomi Indonesia.
Suatu titik balik terjadi pada 12 Mei dengan penembakan yang
menyebabkan kematian empat mahasiswa dalam suatu demonstrasi di
Universitas Trisakti yang bergengsi di Jakarta. Pada 21 Mei 1998, setelah
lebih banyak protes massal, yang memuncak pada pendudukan lima hari
kompleks gedung MPR/DPR oleh para mahasiswa dan pekerja, Soeharto
akhirnya bersedia mengundurkan diri yang kemudian digantikan oleh B.J
Habibie. Satu-satunya harapan B.J. Habibie bertahan adalah sesegera mungkin
dan sepeuhnya menjauhkan diri dari pengaruh mentornya. Ia segera
membatalkan undang-undang yang mengatur perizinan pers, dan juga sebgian
besar pembatasan dalam pembentukan partai politik, serikat buruh dan
organisasi-organisasi professional, yang dengan sekali pukul menghancurkan
beberapa segi utama sistem Orde Baru. Satu di antara tantangan yang segera
dihadapi habibie adalah meningkatnya tuntutan akan otonomi

dan

kemandirian di provinsi-provinsi yang merasa bebas dengan adanya reformasi.
Warisan penting lain dalam periode Habibie adalah pemilihan umum bebas
yang pertama di Indonesia sejak 1955.
Wahid memang telah menjalankan reformasi melemahkan peran militer,
misalnya namun dengan partainya, PKB, yang hanya menguasai 11% suara di
DPR, ia terpaksa menghabiskan sebagian besar energinya hanya untuk
mempertahankan posisinya. Hal ini terutama berlangsung dari petengahan
2000, ketika ia dibayang-bayangi ancaman impeachment atas dua dakwaan
korupsi yang relative kecil. Kisah impeachment yang sangat menyakitkan
akhirnya berlangsung pada 23 Juli 2001 ketika Wahid dicopot dari jabatannya
dan Megawati yang bersukacita disumpah sebagai presiden Indonesia yang ke5.
7. Warisan

P e m i k i r a n S o s i a l d a n P o l i t i k I n d o n e s i a | 13

Kejatuhan Seoharto digembar-gemborkan ke seluruh dunia sebagai
kemenangan demokrasi. Warisan yang paling mengganggu barangkali aparatur
negara. Mesin negara ini tumbuh luarbiasa besar selama periode Orde Baru
dan semakin mencerminkan budaya patrimonial rezim ini. Karena terpaksa
mematuhi apa yang oleh Ali Moertopo disebut ‘monoloyalitas’, aparatur
negara mejadi alat kaum vested interest. Indonesia pasca-Soeharto juga
mewariskan civil society yang berantakan. Salah satunya akibatnya ialah
bahwa Indonesia hanya memiliki sedikit orang yang berada di luar institusiinstitusi lama yang mapan, seperti Golkar dan angkatan darat, dengan
pengalaman mengelola organisasi politik atau aparatur negara. warisan
penting lain dari masa lalu adalah kerangka kerja konstitusiona. Politik
Indonesia tetap diatur menurut UUD 1945 yang dinyatakan berlaku kembali
oleh Sukarno pada 1959. Dengan demikian, aturan-aturan dasar politik dalam
Indonesia kontemporer lebih mirip dengan aturan pada era Demokrasi
Terpimpin dan Orde Baru dibandingkan dengan masa demokrasi liberal pada
1950-an.
Dapat dikatakan bahwa Indonesia tidak mungkin dalam waktu dekat
kembali meluncur ke dalam otoriterisme gaya Orde Baru. Meskipun ada
beberapa bukti tentang berkembangnya nolstagia akan kestabilan dan
keteraturan di masa lalu di antara bagian-bagian kelas menengah perkotaan,
masyarakat Indonesia telah sangat berubah untuk terlampau jauh memutar
kembali jarum jam.

B. KEKUATAN DARI BUKU
Substansi buku ini mudah dipahami oleh pembaca, sehingga pembaca dengan
mudahnya mengerti dan paham dengan apa yg disampaikan penulis pada buku ini.
Sumber-sumbernya jelas tercantum pada daftar pustaka. Penulis mampu
menjelaskan situasi Indonesia sekarang, mampu kritis terhdap keadaan Indonesia
sekarang seperti apa. Selain Indonesia, penulis juga mampu menjelasakan sejarah
yang berhubungan dengan Negara lain yang sangat berpengaruh pada Indonesia.

P e m i k i r a n S o s i a l d a n P o l i t i k I n d o n e s i a | 14

Harga buku ini sangat sesuai dengan isi bukunya. Mungkin saja harga buku itu
telah disesuikan oleh penerbit dan penulis buku agar mudah didapatkan dan
mudah juga diterima oleh masyarakat.

C. KELEMAHAN DARI BUKU
Saya menemukan terlalu banyak kalimat yang diulang-ulang dalam buku ini,
misalkan dalam paragraph pertama sudah di jelaskan kalimat tersebut tapi kalimat
itu diulang kemabali pada paragraf yang lainnya. Penulis kurang mencantumkan
kutipan-kutipan dari sumber lainya.

D. Kontribusi Buku terhadap Studi Hubungan Internasional
Studi hubungan internasional merupakan ilmu yang mempelajari tentang
hubungan antara Negara yang satu dengan Negara yang lainnya. Kotribusi buku
ini sangat berpengaruh terhadap studi Hubungan Internasional karena, mahasiswa
yang benar-benar memahami isi buku ini, akan mengerti bagaimana keadaan
Indonesia sekarang ini dan bagaimana kita harus bertindak. Buku ini akan
menyadarkan pemerintah serta warga Indonesia bahwa pada masa orde baru
perekonomian yang sangat melonjak jatuh bisa terulang kembali pada masa
sekarang

BAB III
PENUTUP

P e m i k i r a n S o s i a l d a n P o l i t i k I n d o n e s i a | 15

A. KESIMPULAN

Salah satu kebijakan pertama yang dilakukannya adalah mendaftarkan
Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19 September 1966
mengumumkan bahwa Indonesia “bermaksud untuk melanjutkan kerjasama
dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB”, dan
menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun
setelah Indonesia diterima pertama kalinya. Orde Baru memilih perbaikan dan
perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya
melalui struktur Administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari
ahli ekonomi didikan Barat. DPR dan MPR tidak berfungsi secara efektif.
Konflik mengenai ideologi telah menjdi karakteristik kehidupan politik
Indonesia sejak masa awal pergerakan nasionalis. diindonesia selama 1945-1965,
mengidentifikasikan

lima

aliran

utama

pemikiran

politik:

komunisme,

nasionalisme radikal, sosialisme demokratis, islam, tradionalisme jawa. Orde baru
pada masa-masa awal yang paling baik dianggap sebagai aliansi antara kaum
militer dan berbagai kelompok sipil. Warisan yang paling mengganggu yaitu
aparatur negara. Mesin negara ini tumbuh luarbiasa besar selama periode Orde
Baru dan semakin mencerminkan budaya patrimonial rezim ini.

B. SARAN
Dari hasil saya mereview buku yang berjudul Pemikiran Sosial dan Politik
Indonesia : Periode 1965-1999, saran saya adalah sebagai berikut :
1. Lebih ditingkatkan kembali pembahasan didalamnya, dan lebih diperluas
lagi negara-negaranya.
2. Bisa menerima kritikan dari pembaca.
3. Lebih diperluas lagi penyebaran penerbitan bukunya dan perbanyak lagi
cetakanya.
4. Diperbanyak lagi kutipan-kutipan menurut para ahli.

P e m i k i r a n S o s i a l d a n P o l i t i k I n d o n e s i a | 16

5. Semoga buku ini dapat menyadarkan warga Indonesia akan pentinganya
pengetahuan sejarah di Indonesia.
6. Dapat memperbaiki kembali kesalahan-kesalahan pada tulisan ataupun
kata yang terdapat pada buku ini.
7. Perjelas kembali identitas buku.
Sekian saran dari saya semoga dapat diterima dan mejadi motivasi terhadap
penulis atas perbaikan bukunya.

DAFTAR PUSTAKA

Bourchier, David & Vedi R. Hadiz, editor. 2006. ‘Pemikiran Sosial dan Politik
Indonesia : Periode 1965-1999’. Jakarta:Pustaka Utama Grafiti.
https://id.wikipedia.org/wiki/Orde_Baru diakses pada [06 Desember 2015, pukul
20:00]