MAKALAH AYAT DAN ATAT EKONOMI

AYAT-AYAT EKONOMI
Q.S AL-BAQARAH AYAT 275-281
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ayat-Ayat
Ekonomi
Dosen Pengampu : Muhammad Ramadhan, LC., MA

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 7 :
BUNGA PRESTIWANINGFITRI

13109258

EKA CAHYA NINGSIH

13109508

EKA NOVITASARI

13109518

GALIH WIRATMOKO


13109838

SISKA RENIYATI

13110918

PROGRAM STUDI D3 PERBANKAN SYARIAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAI SIWO METRO LAMPUNG
1436 H/2014 M

A. Surat Al-Baqarah ayat 275-281
‫الّذَِينَ يَأأكُْلُونَ الرِبَّا ل يَقُومُونَ إِل كَْمَا يَقُومُ الّذَِي َيتَخَبّطَُهُ الشّيَأطََانُ مِنَ الأمَسِب ذَلِكَ ِّأَنَّهَُ أ‬
‫م‬
ِ‫قَالُوا إِنَّمَا الأبَيَأعُ مِثألُ الرِبَّا وَأَحََلّ اللّهُ الأبَيَأعَ وَحََرّمَ الرِبَّا فَمَنأ جَاءَهُ مَوأعِظَ َةٌ مِنأ رَِّبه‬
‫همأ‬
ُ
ِ‫َََََحَابُ النّار‬
‫سَََلَفَ وَأَمأَََرُهُ إِلَى اللّهِ وَمَنأ عََََادَ فَأُولَئِكَ أ أ‬
َ

‫فَلََََهُ مَا‬
ّ‫)إِن‬٢٧٦ ( ٍ‫)يَمأحَقُ اللّهُ الرِبَّا وَيُرأِّي الصّدََقَاتِ وَاللّهُ ل يُحِبّ ُكْلّ كَْفّارٍ أَثَِيَم‬٢٧٥
‫وَعَمِلُوا الصّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصّلَةاَ وَآتَوُا الزّكَْاةاَ لَهَُمأ أَجأرُهُمأ عِنأَدََ رَِّبهَِمأ وَل خََوأفٌ عَلَيَأهَِمأ‬
( َ‫)يَا أَيّهََا الّذَِينَ آمَنُوا اتّقُوا اللّهَ وَذَرُوا مَا َّقِيَ مِنَ الرِبَّا إِنأ كُْنأتُمأ مُؤأمِنِيَن‬٢٧٧ ( َ‫هُمأ يَحأزَنَُون‬
‫)فَإِنأ لَمأ تَفأعَلُوا فَأأذَنَُوا ِّحَرأبٍ مِنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنأ ُتبأتُمأ فَلَكُمأ رُءُوسُ أَمأوَالِكُمأ ل‬٢٧٨
‫)وَإِنأ كَْانَ ذُو عُسأرَةاٍ فَنَظِرَةاٌ إِلَى مَيَأسَرَةاٍ وَأَنأ تَصَدَّقُوا‬٢٧٩ ( َ‫تَظألِمُونَ وَل تُظألَمُون‬
‫)وَاتّقُوا يَوأمًا ُترأجَعُونَ فِيَهِ إِلَى اللّهِ ُثَمّ ُتوَفّى ُكَْلّ نََفأسٍ مَا‬٢٨٠ ( َ‫إِنأ ُكْنأتُمأ تَعألَمُون‬
)٢٨١ ( َ‫وَهُمأ ل يُظألَمُون‬

“Orang-orang yang makan )mengambil( riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran )tekanan( penyakit
gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
)berpendapat(, sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti )dari mengambil riba(,
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu )sebelum datang larangan(; dan
urusannya )terserah( kepada Allah. Orang yang kembali )mengambil riba(, maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”

“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai

setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.”

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh,
mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi
Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak )pula( mereka
bersedih hati.”

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa
riba )yang belum dipungut( jika kamu orang-orang yang beriman.”
“Maka jika kamu tidak mengerjakan )meninggalkan sisa riba(, maka ketahuilah,
bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat )dari
pengambilan riba(, maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan
tidak )pula( dianiaya.”
“Dan jika )orang yang berhutang itu( dalam kesukaran, maka berilah tangguh
sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan )sebagian atau semua utang( itu,
lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. “

“Dan peliharalah dirimu dari )azab yang terjadi pada( hari yang pada waktu itu
kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi
balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka

sedikitpun tidak dianiaya )dirugikan(.”

B. ARTI PERKATA

Arti
Orang-orang yang
Mereka memakan
Riba
Tidak dapat
Mereka berdiri
Melainkan
Seperti
Berdiri (nya)
Orang yang

Kata












Masuk padanya



Setan
Dari
Sentuhan
Demikian itu







Dengan sebab
mereka
Mereka mengatakan
Sungguh hanyalah
Dan urusannya
Arti
Kepada
Allah
Dan barang siapa
Ia mungulangi
Maka mereka itu
Penghuni
Neraka
Mereka



Arti
Jual beli

Seperti
Riba
dan menghalalkan
Allah
Jual beli
Dan dia
haramkan
Riba
Maka barang
siapa
Telah sampai
padanya
Nasihat/pelajaran
Dari
Tuhannya
Maka/ lalu ia
berhenti
Maka baginya

Kata


















 Apa yang
 Telah tau
 Menyukai

Kata

Arti

 Setiap
 yang tetap kafir
 yang berbuat dosa









Kata








Di dalamnya
Mereka kekal
Menghapuskan
Allah
Riba
Dan Dia
menyuburkan
Sedekah
Dan Allah
Tidak

Arti
Sesungguhnya

orang-orang
yang

mereka beriman

dan mereka
beramal
kebajikan
dan mereka
mendirikan










Kata








salat
dan mereka
menunaikan




zakat
maka bagi
mereka
pahala
mereka
di sisi
Tuhan
mereka
dan tidak ada




kekekhawairan
atas mereka

dan tidak









Arti

Kata

mereka

mereka
bersedih hati




wahai

 =

 = orang-orang yang
mereka beriman

 =

 = bertaqwalah
= pada allah
dan tinggalkan

 =

apa yang
tersisa

 =

 =

dari

 =

 = riba
= jika
 = kalian adalah
orang orang yang beriman

  =
maka jika

 =

tidak

 =

kalian kerjakan

 =

maka ketahuilah

 =

 = dengan adanya perang
dari

 =

Allah

 =

 = dan rasul-Nya 

dan jika
kalian berobat

 =

 =

= maka bagi kalian
modal pokok

 =

= hartta kalian
tidak
kalian menganiaya

 =

dan tidak
kalian dianiaya

 =

 =

  =
dan jika

 =

 = adalah dia
mempunyai

 =

= kesukaran
 = maka nerilah tanggung
 = sampai
berkelapangan

  =

 = dan jika
kalian menyederhanakan

 =

= lebih baik
 = bagi kalian 
jika
adalah kalian

 =

 =

 = kalian mengetahui 
dan peliharalah diri kalian

 =

 = pada hari

kalian semua dikembalikan

 =

 = padanya hari itu
kepada

 =

 = allah
= kemudian 
dibalas dengan sempurna

 =

 = tiap-tiap
diri

 =

= apa yang
yang ia kerjakan

 =

dan mereka

 =

tidak

=

 = dianiaya mereka 

C. ASBABUL NUZUL

Dalam bukunya As-Shabuni telah menjelaskan secara rinci akan
penafsiran surat al-Baqarah 275-281. Yang mana sebelumnya telah disebutkan
bahwa pada surat inilah riba diharamkan secara keseluruhan (kulliy). Maka dari
itu tidak perlu menafsirkan semua ayat riba diatas cukup ayat terakhir saja yang
perlu kita tafsirkan sedang ayat lainnya sebagai penguat akan diharamkannya riba.
1.

Maksud “ya’kuluna” pada surat Al-Baqarah ayat 275 diatas adalah mengambil
dan membelanjakannya. Tetapi disini dipakai dengan kata makan karena maksud
utama harta adalah untuk dimakan. Kata makan ini sering pula dipakai dengan
arti mempergunakan harta orang lain denagn cara yang tidak benar.

2.

Pemakan riba disamakan dengan orang orang yang kesurupan adalah suatu
ungkapan yang halus sekali, yaitu Allah memasukan riba ke dalam perut mereka
itu, lalu barang itu memberatkan mereka.hingga mereka sempoyongan bangun

jatuh. Itu menjadi tanda dihari kiamat sehingga semua orang mengenalnya.
Begitulah seperti yang dikatakan sa’id bin jubair.
3.

Perkataan “innama l bai’u mitslu riba” itu disebut tasybih maqlub (persamaan
terbalik. Sebab musyabah bih-nya memiliki nilai lebih tinggi. Sedang yang
dimaksud disini ialah: riba itu sama dengan jual beli. Sama sama halalnya. Tetapi
mereka berlebihan dalam kenyakinannya, bahwa riba itu dijadikan sebagai pokok
dan hukumnya halal, sehingga dipersamakan dengan jual beli. Disinilah letak
kehalusannya.

4.

Yang menjadi titik tinjauan dalam ayat 276 bahwa periba mencari keuntungan
harta dengan cara riba dan pembangkang sedekah mencari keuntungan dengan
tidak mengeluarkan sedekah. Untuk itulah Allah menjelaskan bahwa riba
menyebabkan kurangnya harta dan tidak berkembangnya harta.sedang sedekah
menyebabkan berkemabngnya harta bukan pengurang harta.

5.

Kata “harb” dalam bentuk nakirah.adalah untuk menunjukan besarnya persoalan
ini. Lebih lebih ini di nisbatkan kepada Allah dan rasul-Nya. Seolah olah Allah
mengatakan; Percayalah akan ada suatu peperangan dasyat dari Allah dan RasulNya yang tidak dapat dikalahkan.

6.

Perkataan “kaffar” dan “atsiem” kedua kata ini termasuk sighat mubalaghah
yang artinya; banyak kekufuran dan banyak dosa. Ini menunjukan bahwa
perbuatan haramnya riba ini sangatlah keras sekali. Dan termasuk perbuatan orang
orang kafir bukan perbuatan orang orang muslim.

7.

Perkataan “wa inkana dzuu ‘usratin fa nadhiratun ila maysarah” itu
memberikan semangat kepada pihak yang menghutangi supaya benar benar
memberikan tempo kepada pihak yang berhutang sampai ia benar benar mampu.
Anjuran ini juga ada pada sunnah Nabi, HR Bukhari

8.

Sebagian ulama berkata; barang siapa yang merenungkan ayat ayat diatas
dengan segala kandungannya seperti tentang siksaaan pemakan riba orang yang
menghalalkan riba serta besarnya dosanya, maka ia akan tahu akan keadaan
mereka nanti di Akherat.
`Ayat ini turun setelah terbukanya kota mekkah. Sebab turunnya adalah
sehubungan dengan pengaduan Bani Mughirah kepada gubernur kota mekkah
Atab Bin Usaid terhadap bani Tsaqif tentang utang utang yang dilakukan dengan
riba sebelum turun ayat pengharaman riba. Kemudian gubernur mengirimkan
surat kepada Rasulullah SAW melaporkan kejadian tersebut. Surat tersebut
dijawab setelah turunnya ayat 278-279 (HR. Abu Ya’la dalam kitab musnadnya
dan Ibnu Madah Dari Kalabi Dari Abi Salih Dan Ibnu Abbas). Dalam literatur
lainnya menurut Muhammad Ali Ash Shabuni ayat ini turun berkaitan dengan
perkongsian dua orang yaitu al-Abbas dan Khalid Bin Walid secara riba kepada

suku tsaqif sampai Islam datang, kedua orang ini masih mempunyai sisa Riba
dalam jumlah besar. Kemudian turunlah ayat: Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut).
Kemudian Rasulullah SAW bersabda: ”Ketahuilah!! Sesungguhnyatiap tiap riba
dari riba jahiliyah harus sudah dihentikan dan pertma kali riba yang aku henikan
ialah riba Al-abbas dan setiap penuntutan darah dari darah jahiliyah harus
dihentikan dan pertam petma darah yang kuhentikan ialah darah Rabi’ah bin alharits”
Ayat 275

Di dalam ayat ini Allah r memulai dengan menceritakan tentang orang-orang
yang memakan riba dari harta kekayaan orang lain dengan cara yang tidak
dibenarkan, serta berbagai macam syubhatnya. Lalu Allah r mengibaratkan
keadaan mereka pada saat bangkit dan keluar dari kuburan mereka pada hari
kebangkitan. Lihatlah Allah r berfirman (‫الَ ِذينَ يَأأ ُكلُونَ الَ ِر بَََا ل يَقُو ُمََونَ إِل َك َمََا‬
Orang-orang yang makan (mengambil) riba
ِ‫")يَقُو ُم الَ ِذي يَتَ َخبَطُهُ ال َش أيطَانُ ِمنَ أال َمس‬
tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila"
. Artinya mereka tidak dapat berdiri dari kuburan
mereka pada hari Kiamat kelak kecuali seperti berdirinya orang gila pada saat
mengamuk dan kerasukan syetan. Yaitu mereka berdiri dengan posisi yang tidak
sewajarnya.

D. MUNASABAH AYAT

MUNASABAH
Tahap keempat.Ayat terakhir yang turun berbicara tentang
riba adalah suratal-Baqarah: 278-279. Ayat ini turun pada tahun ke-9
Hijriyah terkait dengan kasus Bani Tsaqîf dan Bani Mughîrah. Imam
ath-Thabarî meriwayatkan dari Ibn Juraij:

‫سبي صسسلى اللسسه عليسسه وسسسلم‬
ّ ‫كانت ثقيف قد صالحت النس‬
‫ن مسسا لهم من رب َسسا على النسساس ومسسا كسسان للنسساس‬
ّ ‫على أ‬
‫ اسسستعمل‬،‫ح‬
ُ ‫ فلمسسا كسسان الفت‬.‫عليهم من ربَا فهو موضسسوع‬

‫ وكانت بنو عمرو بن عُمير بن‬،‫ة‬
َ ‫سيد على مك‬
ِ ‫عتّاب بن أ‬
‫س وكسسانت بنسسو‬،‫الربسسا من بسسني المغسسيرة‬
ّ ‫عسسوف يأخسسذون‬
‫ فجسساء اسسسسما ولهم‬،‫المغيرة ي ُ ْربسسون لهم في الجاهليسسة‬
‫ فسسأبي‬،‫ فأتاهم بنو عمرو يطلبون رباهم‬.‫عليهم مال كثير‬
‫ ورفعسسوا ذلسسك إلى‬،‫بنو المغيرة أن يعطوهم في اسسما‬
‫ فكتب عتّاب إلى رسول الله صلى اللسسه‬،‫عتّاب بن أسيد‬
‫"يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله وذروا‬:‫ فنزلت‬،‫عليه وسلم‬
‫ فسسإن لم تفعلسسوا‬. ‫الربسسا إن كنتم مؤمسسنين‬
ّ ‫مسسا بقي من‬
."‫ إلى"و تظلمسسون‬،"‫سرب من اللسسه ورسسسوله‬
ْ ‫فسسأذنوا بحس‬
‫فكتب بها رسول الله صلى الله عليه وسسسلم إلى عت ّسساب‬
.‫"إن َرضوا وإ فآذنهم بحرب‬:‫وقال‬
“Kaum Tsaqif (penduduk kota Thaif) telah membuat suatu
kesepakatan dengan Rasulullah Saw. bahwa semua utang dan piutang
(tagihan) mereka yang berdasarkan riba agar dibekukan dan
dikembalikan hanya pokoknya saja. Setelah penaklukan Makkah,
Rasulullah menunjuk Attâb bin Asîd sebagai Gubernur Makkah (yang
juga meliputi kawasan Thaif sebagai daerah administrasinya). Bani
Amr bin ‘Umair bin ‘Auf adalah orang yang senantiasa meminjamkan
uang secara riba kepada Bani Mughîrah dan sejak zaman Jahiliyah Bani
Mughîrah senantiasa membayarnya dengan tambahan riba. Setelah
kedatangan Islam, mereka tetap memiliki kekayaan dan aset yang
banyak. Maka datanglah Bani Amr untuk menagih utang dengan
tambahan (riba) dari Bani Mughîrah (seperti biasanya), tetapi Bani
Mughîrah setelah masuk Islam menolak memberi tambahan (riba)
tersebut. Lalu mereka melaporkan masalah tersebut kepada Gubernur
Attâb bin Asîd. Kemudian Itab langsung menulis surat kepada
Rasulullah Saw. dan turunlah ayat (Qs. al-Baqarah: 278-279).
Rasulullah Saw. lantas menulis surat kepada Attâb, ‘jika mereka ridha
atas ketentuan Allah tersebut maka itu baik, tetapi jika mereka
menolaknya maka kumandangkanlah perang kepada mereka’.” 1[20]
Dalam kelompok ayat ini Allah Swt. sudah secara tegas
mengharamkan riba secara mutlak, baik sedikit maupun banyak.

1

Jika dilihat dari ayat 261, al-Qur’an memulai pembicaraan
tentang riba dengan menegaskan bahwa orang yang berinfak di jalan
Allah berarti melipatgandakan harta. Al-Qur’an memuji mereka yang
menginfakkan tanpa embel-embel (Qs. al-Baqarah: 262). Dalam infak
tidak ada pembatasan jenis barang. Pandangan bahwa infak membuat
jatuh miskin ditolak oleh al-Qur’an, dengan mengatakan bahwa justru
infak menguntungkan pelakunya (Qs. al-Baqarah: 272). Ia dijamin
pahala berlipat ganda dan dijauhkan dari rasa takut dan gelisah (Qs.
al-Baqarah: 274). Jaminan yang sama diulang kembali dalam ayat 277
sesudah Allah mempertentangkan riba dengan sedekah (Qs. alBaqarah: 276-277), karena orang menyangka bahwa riba sama
halalnya dengan jual beli (Qs. al-Baqarah: 275).
Berdasarkan munâsabah di atas diketahui bahwa setiap kali alQur’an berbicara tentang riba, istilah zakat atau padanannya selalu
diiringi antitesanya. Di surat ar-Rûm, an-Nisâ dan Âli ‘Imrân, antitesa
tersebut disebutkan setelah al-Qur’an berbicara tentang riba, dan pada
kelompok surat al-Baqarah, antitesa itu disebut sebelumnya.
Dengan praktek riba maka fungsi sosial harta kekayaan menjadi
tidak ada, sehingga kesenjangan antara kaya dan miskin menonjol.
Sedangkan dalam zakat dan sedekah, fungsi sosial harta diperankan
sehingga hubungan antara orang kaya dan miskin terjalin baik.
Riba dikontraskan dengan zakat tampaknya terkandung isyarat
yang harus dipahami bahwa keduanya memiliki sifat yang sama sekali
bertentangan. Dalam zakat terkandung pemberian ikhlas, dalam riba
terkandung pemerasan.

ayat-ayat

tentang

riba

dalam

al-Qur’an

terdapat

pada

beberapatempat dan masa turunnya berbeda-beda.Ayat pertama turun
di Makkah, dan ayat-ayat selanjutnya turun di Madinah. Tahapan
turunnya ayat riba ini mirip seperti tahapan turunnya ayat khamr.2[14]
2

F. TAFSIR

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 275-281

Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu
berbuat dosa.
Telah disebutkan bahwa Allah Swt dalam 14 ayat secara beruntun pada
surat al-Baqarah menyeru orang-orang Mukmin agar berinfak dan
menjelaskan kesan-kesan personal dan sosial. Alasannya, agar dari
satu sisi menghidupkan jiwa kedermawanan dalam individu-individu
dan mengurangi keterikatan mereka dengan dunia dan dari sisi lain
kesenjangan serta perbedaan status sosial dapat dikurangi dan jiwa
persaudaraan dan persamaan bisa ditegakkan dalam masyarakat Islam.
Kini kelanjutan dari ayat-ayat tersebut, al-Quran mengutarakan
fenomena buruk "memakan riba" yang selain meluluh lantakkan
keseimbangan ekonomi sosial, juga menggoyahkan keseimbangan jiwa
orang yang memakan riba. Dari satu sisi, menyebabkan dendam dan
kebencian orang-orang dhuafa' terhadap orang-orang kaya dan
menyeret masyarakat ke lembah peledakan dan dari sisi lain,
meninggalkan sejenis kegilaan bagi orang-orang yang memakan riba.
Mereka yang tidak mengenali kecuali uang dan mas serta segala
sesuatu bahkan emosi dan perasaan kemanusiaan dijualbelikan dengan
uang.
Orang yang memakan riba tanpa memanfaatkan uangnya berperan dan
berfungsi dalam produksi atau urusan pelayanan sosial, dan tanpa
menggunakan pikiran atau tangannya. Mereka justru meminjamkan
uang kepada orang miskin dan memerlukan, kemudian menagih lebih
daripada jumlah uang yang dipinjamkan kepada orang yang
meminjam. Hasil dari perbuatan ini pada akhirnya, yang lemah
semakin lemah dan yang kaya semakin kaya. Dan ini adalah kezaliman
yang paling tinggi pada hak orang-orang tertindas dan dengan
demikian semua agama samawi riba adalah diharamkan dan orangorang yang memakan riba dijatuhi sanksi.
Meskipun secara lahiriahnya riba menyebabkan bertambahnya
kekayaan dan sedekah mengurangi harta kekayaan, namun pengaruh
dan berkah harta ada di tangan Allah. Maka harta yang diperoleh dari
jalan riba yang semestinya menyebabkan kebahagiaan dan kesenangan
orang yang bersangkutan, karena disertai dengan kebencian orangorang tertindas, telah mencabut keamanan jiwa dan harta dari orang

yang memakan riba dan betapa mungkinnya menyebabkan hangus dan
habisnya harta-harta asalnya. Lain halnya dengan orang-orang yang
suka memberikan sedekah, dengan popularitas dan kecintaan
masyarakat kepadanya, mereka berada dalam keadaan tenang dan
damai dan membangun peluang bagi pertumbuhan dan kesejahteraan
baginya.
Dari ayat ini kita dapat memetik beberapa pelajaran:
1. Memakan riba menyebabkan hancurnya keseimbangan jiwa
individu-individu dan keseimbangan masyarakat sampai pada tahapan
dimana, sebagai ganti cinta kasih, tertanam kebencian dan sebagai
ganti keadilan, tertanam kesewenang-wenangan sosial.
2. Islam adalah agama universal dan memiliki visi sosial. Dengan
demikian, bagi urusan ekonomi rakyat, Islam memiliki program bukan
hanya ibadah yang kering yang dipaksakan kepada rakyat dan
melepaskan dunia mereka pada mereka sendiri.
3. Memakan riba sejenis ketiadaan syukur. Harta-harta yang
diserahkan kepada kita tidaklah lebih dari amanah dan tidak
menginfakkan harta-harta tadi kepada orang-orang miskin adalah
tidak mensyukuri nikmat Tuhan yang mana kufur nikmat dapat
menyebabkan kebinasaan.
Ayat ke-277:
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh,
mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala
di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati.
Ayat ini mengenalkan orang Mukmin yang sejati adalah orang yang di
samping menjalin hubungan dengan Khaliq dengan melaksanakan
shalat, mereka memikirkan hubungan dengan makhluk dengan
membayar zakat. Agama tidak dikenali sebatas kewajiban-kewajiban
kering dan tak berjiwa, melainkan senantiasa berpikir untuk
memberikan kebaikan kepada orang lain. Kita harap zakat dan infak
semakin meluas di tengah-tengah masyarakat sehingga tidak tersisa
tempat bagi orang-orang dzalim dan pemakan riba serta berkuasanya
keadilan yang sejati.
Ayat ke 278-279:
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang
yang beriman.
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka
ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan
jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok

hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
Manakala ayat berkenaan dengan riba diturunkan sebagai Muslimin
memiliki piutang dari hasil riba, makanya mereka bertanya kepada
Rasul berkaitan dengan ini. Ayat ini lalu diturunkan dan Rasul Saw
mengumumkan ditengah-tengah Muslimin mengumumkan bahwa
semua kontrak berkaitan dengan riba adalah batal dan keluarga serta
kerabat Rasul harus meninggalkan riba paling dahulu.
Dalam ayat sebelumnya, kita baca bahwa membantu orang-orang
miskin dan memberikan utang kepada mereka, identik dengan
memberit utang kepada Allah dan Allah Swt akan memberikan
pahalanya. Ayat ini memberikan peringatan kepada orang yang
melakukan kezaliman terhadap orang-orang miskin dengan jalan
mengambil riba bahwasanya jika kalian tidak meninggalkan riba, maka
Allah dan rasul-Nya akan bangkit membela para mustadh'afin dan
memerangi para pelaku kezaliman.
Dari ayat ini kita petik beberapa pelajaran;
1. Iman bukanlah hanya dengan puasa dan shalat, melainkan dengan
menjauhi harta haram, adalah syarat iman dan indikasi taqwa.
2. Islam menghormati kepemilikan, namun tidak mengizinkan orangorang kaya menjajah dan mengeksploitasi.
3. Berbuat dzalim dan mau didzalimi, kedua-duanya terkutuk.
Memakan riba adalah terlarang dan demikian juga memberikan riba.
Ayat ke 280-281:
Artinya:
Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah
tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian
atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.
Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang
pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian
masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa
yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya
(dirugikan).
Sebagai lanjutan ayat-ayat terdahulu, yang merangsang orang-orang
Mukmin agar membayar infak dan melarang mereka mengambil riba,
ayat ini menyinggung poin moral sehubungan dengan bukan hanya
dalam utang kalian jangan mengambil riba, malah ketika dalam masa
yang sudah dijanjikan orang yang berutang tidak dapat membayar
maka berilah dia kesempatan, dan lebih mulia dari itu bebaskanlah
utangnya itu dan ketahuilah bahwa pemberianmu ini tidak akan terbiar
tanpa jawaban dan Allah Swt akan menggantinya di hari kiamat tanpa
dikurangi. Jika anjuran-anjuran agama dilaksanakan dalam
masyarakat, maka ketulusan akan bertambah berlipat ganda?
Keperluan orang-orang miskin akan terpenuhi dan juga orang kaya

akan terbebaskan dari kerakusan dan kebakhilan dan keterkaitan
dengan dunia serta dinding antara sikaya dengan simiskin dapat
diperkecil.
Dari ayat ini kita ambil beberapa pelajaran;
1. Masalah yang utama dalam infak dan memberikan utang adalah
untuk mewujudkan kesenangan dan kelapangan bagi orang-orang
miskin, maka tidak boleh orang kaya memberikan pinjaman membuat
orang miskin itu kembali jatuh miskin dan tidak berkemampuan
membayarnya.
2. Islam pendukung sejati orang-orang tertindas dan dengan
diharamkannya riba dan dianjurkannya infak, kekosongan-kekosongan
ekonomi masyarakat dapat terpenuhi.
3. Mencari keridhaan Allah Swt dan keridhaan Khaliq lebih baik dari
mencari penghasilan. (IRIB)

G. korelasi dengan ekonomi

KORELASI
KONSEP DASAR DAN PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM
Islam sebagai agama merupakan konsep yang mengatur kehidupan manusia secara
komprehensif dan universal baik dalam hubungan dengan Sang Pencipta
(HabluminAllah) maupun dalam hubungan sesama manusia (Hablumminannas).
Ada tiga pilar pokok dalam ajaran Islam yaitu; pertama, Aqidah. Aqidah
merupakan komponen ajaran Islam yang mengatur tentang keyakinan atas
keberadaan dan kekuasaan Allah sehingga harus menjadi keimanan seorang
muslim manakala melakukan berbagai aktivitas dimuka bumi semata-mata untuk
mendapatkan keridlaan Allah sebagai khalifah yang mendapat amanah dari Allah.
Pilar yang kedua adalah Syariah. Syariah merupakan komponen ajaran Islam yang
mengatur tentang kehidupan seorang muslim baik dalam bidang ibadah
(habluminAllah) maupun dalam bidang muamalah (hablumminannas) yang
merupakan aktualisasi dari akidah yang menjadi keyakinannya. Sedangkan
muamalah sendiri meliputi berbagai bidang kehidupan antara lain yang
menyangkut ekonomi atau harta dan perniagaan disebut muamalah maliyah.
Sedangkan pilar yang ketiga adalah Akhlaq. Akhlaq merupakan landasan perilaku
dan kepribadian yang akan mencirikan dirinya sebagai seorang muslim yang taat
berdasarkan syariah dan aqidah yang menjadi pedoman hidupnya sehingga disebut
memiliki akhlaqul karimah sebagaimana hadis nabi yang menyatakan “Tdaklah
sekiranya Aku diutus kecuali untuk menjadikan akhlaqul karimah” Cukup banyak
tuntunan Islam yang mengatur tentang kehidupan ekonomi umat yang antara lain
secara garis besar adalah sebagai berikut :
• Islam menempatkan fungsi uang semata-mata sebagai alat tukar dan bukan
sebagai komoditi, sehingga tidak layak untuk diperdagangkan apalagi
mengandung unsur ketidakpastian atau spekulasi (gharar) sehingga yang ada
adalah bukan harga uang apalagi dikaitkan dengan berlalunya waktu tetapi nilai
uang untuk menukar dengan barang.

• Riba dalam segala bentuknya dilarang bahkan dalam ayat Alquran tentang
pelarangan riba yang terakhir yaitu surat Al Baqarah ayat 278-279 secara tegas
dinyatakan sebagai berikut:
”Hai orang-orang yang beriman takutlah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa-sisa
riba itu jika kamu orang beriman. Kalau kamu tiada memperbuatnya ketahuilah
ada peperangan dari Allah dan RasulNya terhadapmu dan jika kamu bertobat
maka untukmu polcok-pokok hartamu kamu tidak menganiaya dan tidak pula
teraniaya.”
• Larangan riba juga terdapat dalam ajaran kristen baik perjanjian lama maupun
perjanjian baru yang pada intinya menghendaki pemberian pinjaman pada orang
lain tanpa meminta bunga sebagai imbalan.
• Meskipun masih ada sementara pendapat khususnya di Indonesia yang masih
meragukan apakah bunga bank termasuk riba atau bukan, maka sesungguhnya
telah menjadi kesepakatan ulama, ahli fikih dan Islamic banker dikalangan dunia
Islam yang menyatakan bahwa bunga bank adalah riba dan riba diharamkan.
• Tidak memperkenankan berbagai bentuk kegiatan yang mengandung unsur
spekulasi dan perjudian termasuk didalamnya aktivitas ekonomi yang diyakini
akan mendatangkan kerugian bagi masyarakat.
• Harta harus berputar (diniagakan) sehingga tidak boleh hanya berpusat pada
segelintir orang dan Allah sangat tidak menyukai orang yang menimbun harta
sehingga tidak produktif dan oleh karenanya bagi mereka yang mempunyai harta
yang tidak produktif akan dikenakan zakat yang lebih besar dibanding jika
diproduktifkan. Hal ini juga dilandasi ajaran yang menyatakan bahwa kedudukan
manusia dibumi sebagai khalifah yang menerima amanah dari Allah sebagai
pemilik mutlak segala yang terkandung didalam bumi dan tugas manusia untuk
menjadikannya sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan manusia.
• Bekerja dan atau mencari nafkah adalah ibadah dan waJib dlakukan sehingga
tidak seorangpun tanpa bekerja – yang berarti siap menghadapi resiko – dapat
memperoleh keuntungan atau manfaat(bandingkan dengan perolehan bunga bank
dari deposito yang bersifat tetap dan hampir tanpa resiko).
• Dalam berbagai bidang kehidupan termasuk dalam kegiatan ekonomi harus
dilakukan secara transparan dan adil atas dasar suka sama suka tanpa paksaan dari
pihak manapun.
• Adanya kewajiban untuk melakukan pencatatan atas setiap transaksi khususnya
yang tidak bersifat tunai dan adanya saksi yang bisa dipercaya (simetri dengan
profesi akuntansi dan notaris).
• Zakat sebagai instrumen untuk pemenuhan kewajiban penyisihan harta yang
merupakan hak orang lain yang memenuhi syarat untuk menerima, demikian juga
anjuran yang kuat untuk mengeluarkan infaq dan shodaqah sebagai manifestasi
dari pentingnya pemerataan kekayaan dan memerangi kemiskinan.
Dari uraian ringkas diatas memberikan gambaran yang jelas tentang prinsipprinsip dasar sistem ekonomi Islam dimana tidak hanya berhenti pada tataran
konsep saja tetapi tersedia cukup banyak contoh-contoh kongkrit yang diajarkan
oleh RasulAllah, yang untuk penyesuaiannya dengan kebutuhan saat sekarang
cukup banyak ijtima’ yang dilakukan oleh para ahli fikih disamping
pengembangan praktek operasional oleh para ekonom dan praktisi lembaga

keuangan Islam. Sesuai sifatnya yang universal maka tuntunan Islam tersebut
diyakini akan selalu relevan dengan kebutuhan zaman, dalam hal ini sebagai
contoh adalah pengembangan lembaga keuangan Islam seperti perbankan dan
asuransi.
Sistim keuangan dan perbankan Islam adalah merupakan bagian dari konsep yang
lebih luas tentang ekonomi Islam, yang tujuannya, sebagaimana dianjurkan oleh
para ulama, adalah memperkenalkan sistim nilai dan etika Islam ke dalam
lingkungan ekonomi. Karena dasar etika ini maka keuangan dan perbankan Islam
bagi kebanyakan muslim adalah bukan sekedar sistem transaksi komersial.
Persepsi Islam dalam transaksi finansial itu dipandang oleh banyak kalangan
muslim sebagai kewajiban agamis. Kemampuan lembaga keuangan Islam menarik
investor dengan sukses bukan hanya tergantung pada tingkat kemampuan lembaga
itu menghasilkan keuntungan, tetapi juga pada persepsi bahwa lembaga tersebut
secara sungguh-sungguh memperhatikan restriksi-restriksi agamis yang digariskan
oleh Islam.
Islam berbeda dengan agama-agama lainnya, karena agama lain tidak dilandasi
dengan postulat iman dan ibadah. Dalam kehidupan sehari-hari, Islam dapat
diterjemahkan ke dalam teori dan juga diinterpretasikan ke dalam praktek tentang
bagaimana seseorang berhubungan dengan orang lain. Dalam ajaran Islam,
perilaku individu dan masyarakat diarahkan ke arah bagaimana cara pemenuhan
kebutuhan mereka dilaksanakan dan bagaimana menggunakan sumber daya yang
ada. Hal ini menjadi subyek yang dipelajari dalam Ekonomi Islam sehingga
implikasi ekonomi yang dapat ditarik dari ajaran Islam berbeda dengan ekonomi
tradisional. Oleh sebab itu, dalam Ekonomi Islam, hanya pemeluk Islam yang
berimanlah yang dapat mewakili satuan ekonomi Islam.
Prinsip-prinsip Ekonomi Islam itu secara garis besar dapat diuraikan sebagai
berikut :
(1) Dalam Ekonomi Islam, berbagai jenis sumber daya dipandang sebagai
pemberian atau titipan Tuhan kepada manusia. Manusia harus memanfaatkannya
seefisien dan seoptimal mungkin dalam produksi guna memenuhi kesejahteraan
secara bersama di dunia yaitu untuk diri sendiri dan untuk orang lain. Namun
yang terpenting adalah bahwa kegiatan tersebut akan dipertanggung-jawabkannya
di akhirat nanti.
(2) Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu, termasuk
kepemilikan alat produksi dan faktor produksi. Pertama, kepemilikan individu
dibatasi oleh kepentingan masyarakat, dan Kedua, Islam menolak setiap
pendapatan yang diperoleh secara tidak sah, apalagi usaha yang menghancurkan
masyarakat.
Oleh karena itu, Sistem Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan
yang dikuasai oleh beberapa orang saja. Konsep ini berlawanan dengan Sistem
Ekonomi Kapitalis, dimana kepemilikan industri didominasi oleh monopoli dan
oligopoli, tidak terkecuali industri yang merupakan kepentingan umum.
(5) Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan
untuk kepentingan orang banyak. Prinsip ini didasari Sunnah Rasulullah yang
menyatakan bahwa, “Masyarakat punya hak yang sama atas air, padang rumput
dan api” (Al Hadits). Sunnah Rasulullah tersebut menghendaki semua industri
ekstraktif yang ada hubungannya dengan produksi air, bahan tambang, bahkan

bahan makanan harus dikelola oleh negara. Demikian juga berbagai macam bahan
bakar untuk keperluan dalam negeri dan industri tidak boleh dikuasai oleh
individu.
(6) Orang muslim harus takut kepada Allah dan hari akhirat, seperti diuraikan
dalam Al Qur’an sebagai berikut:
‘Dan takutlah pada hari sewaktu kamu dikembalikan kepada Allah, kemudian
masing-masing diberikan balasan dengan sempurna usahanya. Dan mereka tidak
teraniaya…’ (QS 2:281).
Oleh karena itu Islam mencela keuntungan yang berlebihan, perdagangan yang
tidak jujur, perlakuan yang tidak adil, dan semua bentuk diskriminasi dan
penindasan.
(7) Seorang muslim yang kekayaannya melebihi tingkat tertentu (Nisab)
diwajibkan membayar zakat. Zakat merupakan alat distribusi sebagian kekayaan
orang kaya (sebagai sanksi atas penguasaan harta tersebut), yang ditujukan untuk
orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Menurut pendapat para alimulama, zakat dikenakan 2,5% (dua setengah persen) untuk semua kekayaan yang
tidak produktif (Idle Assets), termasuk di dalamnya adalah uang kas, deposito,
emas, perak dan permata, pendapatan bersih dari transaksi (Net Earning from
Transaction), dan 10% (sepuluh persen) dari pendapatan bersih investasi.
(8) Islam melarang setiap pembayaran bunga (Riba) atas berbagai bentuk
pinjaman, apakah pinjaman itu berasal dari teman, perusahaan perorangan,
pemerintah ataupun institusi lainnya. Al Qur’an secara bertahap namun jelas dan
tegas memperingatkan kita tentang bunga. Hal ini dapat dilihat dari turunnya ayatayat Al Qur’an secara berturut-turut dari QS 39:39, QS 4:160-161, QS 3:130-131
dan QS 2:275-281.
Islam bukanlah satu-satunya agama yang melarang pembayaran bunga. Banyak
pemikir zaman dahulu yang berpendapat bahwa pembayaran bunga adalah tidak
adil. Bahkan meminjamkan uang dengan bunga dilarang pada zaman Yunani
kuno. Aristoteles adalah orang yang amat menentang dan melarang bunga, sedang
Plato juga mengutuk dipraktekkannya bunga.