Kerjasama pendidikan antara Timor Leste

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang.
Dalam dunia Internasional saat ini, tidak ada Negara yang berdiri sendiri tampa bantuan
dari Negara lain, apalagi arus Globalisasi yang kian deras mengakibatkan Negara-negara
untuk keluar dari sarangnya untuk mencari dan mempertahankan kelangsungan hidup
bernegara dan berbangsa. Dalam hal ini, entah negara miskin ataupun Negara maju, tentu
semuanya saling bergantungan satu sama lain dan melakukan kerjasama. Kerjasama yang
dilakukan oleh negara-negara ini tidak hanya dalam satu bidang tapi dalam berbagai bidang.
Timor Leste adalah negara dengan bagian pulau kecil di antara Indonesia yang pernah
diduduki oleh Portugal selama 450 tahun dan pernah merasakan ganasnya okupasi Jepang
selama Perang Dunia ke II. Selain itu, saat Portugal hendak meninggalkan Timor Leste, atas
dukungan dari Australia dan Amerika Serikat, Indonesia masuk dan menjadikan Timor Leste
sebagai salah satu bagian dari NKRI selama 24 tahun.
Selama menjadi bagian dari wilayah kedaulatan Indonesia, Timor-Leste pada akhirnya
memilih berpisah dan merdeka. Jajak pendapat yang dilaksanakan pada tanggal 30 Agustus
1999 di bawah pengawasan United Mission In East Timor (UNAMET) telah menghantarkan
wilayah ini memasuki sejarah baru. Dimana Indonesia harus mengakhiri kekuasaannya
ketika dalam jajak pendapat 334,580 rakyat Timor-Timur yang mewakili 78,5 persen dari
total pemilih yang memilih opsi sebagai negara merdeka dan hanya 21,5 persen suara yang


mewakili 94,388 rakyat Timor-Tmur menerima opsi otonomi luas yang ditawarkan oleh
Presiden Republik Indonesia B.J Habibie. Pengakuan internasionl terhadap kemerdekaan
Timor-Timur pada tahun 2002 semakin mengukuhkan posisinya sebagai negara berdaulat,
dengan sebutan resmi Republiac Democratiac de Timor Leste (RDTL)1.
Dengan berakhirnya pendudukan Indonesia di Timor Leste tahun 1999, administrasi
pemerintahan pun menghilang. Selain dari penghapusan resmi administrasi provinsial
Indonesia, kampanye kekerasan dan kekacauan oleh TNI/milisi menghancurkan sebagian
besar fasilitas umum. Lebih dari itu, kira-kira 7.000 pegawai negeri sipil keluar atau
melarikan diri dari Timor Leste dan menciptakan suatu kekurangan kritis akan sumber daya
manusia untuk membangun kembali sistem administrasi dan pelayanan sipil2.
Pada masa transisi PBB, untuk membenahi kembali kondisi ini maka awal 2000-2002,
negara memulai suatu kampanye untuk merekonstruksi kembali gedung sekolah, dan
membenahi kembali dunia pendidikan. Dengan bantuan keuangan dan teknik dari banyak
pihak internasional dalam jangkah waktu dua tahun berhasil membangung kembali 604
gedung Sekolah Dasar, 62 gedung sekolah menengah pertama dan 23 sekolah menengah
umum di seluruh negeri3.
Setelah kemerdekaan pada tanggal 20 Mei 2002, Konstitusi Republik Demokratik TimorLeste Pasal 59 ayat 1 menyatakan bahwa “Negara akan mengakui dan menjamin hak setiap
warga negara atas pendidikan dan kebudayaan, dan Negara wajib memajukan pembentukan
suatu system umum pendidikan dasar yang universal dan wajib, dan selama memungkinkan
1Ian Martin, Self-Determination in East Timor: The United Nation, the Ballot, and International Intervention,

Boulder (Colorado) and London, Lynne Reinner Publiser Inc., hlm. 37-42.
2 “Dukungan UNMISET Terhadap Administrasi Sipil”, Buletin La’o Hamutuk, Vol 06, No. 03, Agustus 2005, hlm. 01.
3Finbar O‟Brien, Evaluation of UNICEF’s Education Programme in Timor Leste 2003-2009, United Nations
Children‟s Fund, New York, 2010, hlm. 95-105.

bebas biaya berdasarkan undang-undang”. Tetapi tidak semua orang mempunyai kesempatan
untuk menikmati hak tersebut, terutama dalam hal pendidikan formal. Karena itu perlu untuk
mengembangkan kemampuan sebagian penduduk melalui pendidikan kejuruan, khususnya
bagi mereka yang tidak menyelesaikan pendidikan sekolah menengah atau bagi mereka yang
ingin belajar keterampilan khusus untuk meningkatkan sumber daya manusia dalam negeri.
Sedangkan Konstitusi Republik Demokratik Timor Leste pasal 59 ayat 3 menyatakan
bahwa “ Pemerintah mengakui dan mengawasi pendidikan swasta dan pendidikan bersama
dengan demikian memberikan kesempatan dan peluan bagi pendidikan swasta mulai dari
tingkat Taman Kanak-kanak (TK) sampai Perguruan Tinggi. Ini artinya pemerintah
memberikan kesempatan unutk semua masyarakat untuk turut serta dalam membagun
pendidikan terutama pendidikan tinggi. Namun hal ini tidak berarti bahwa masyarakat boleh
beramai-ramai mendirikan institusi diluar kemampuan dan kebutuan-kebutuan pemerintah
Timor Leste.
Ada 14 Perguruan Tinggi yang mulai berdiri pada akhir tahun 2002 namun hanya satu
Perguruan Tinggi yang termasuk kategori nasional yaitu Universidade Nasional De Timor

Leste (UNTL). Meskipun begitu, menurut pengamatan buletin La’o Hamutuk banyaknya
lembaga-lembaga

pendidikan

khususnya

Perguruan

Tinggi

kondisinya

sanggat

memprihatinkan yakni fasilitas yang sanggat minim dan tenaga dosen yang rata-rata hanya
memiliki gelar Strata Satu (S1). Selain itu, banyak professor mengajar di beberapa institusi
(termasuk seorang yang mempunyai lima tempat pekerjaan dalam satu waktu). Situasi ini
menandakan bahwa pengajar tidak bisa memberi cukup perhatian kepada mahasiswanya,
menyiapkan pelajaran dan materi, mengoreksi tugas-tugas ataupun menghadiri kuliah. Juga,

pemerintah belum menentukan syarat kirikulum atau mengumumkan secara resmi peraturan

tentang bahasa dalam proses pendidikan. Sampai sekarang lembaga pendidikan mengambil
sistem pendidikan dari Indonesia, Portugis dan negara-negara lain.
Setelah kemerdekaan, Timor Leste mengakui bahasa Portugues sebagai salah satu bahasa
ofisial yang tertulis dalam Konstitusi Republik Demokratik Timor Leste pasal 13 ayat 1 yang
berbunyi “Tetum dan Portugis adalah bahasa-bahasa resmi Republik Demokratik TimorLeste”4. Timor Leste menggunakan Bahasa Portugis sebagai bahasa pengantar di bangku SD,
SMP dan SMU sampai di Perguruan Tinggi. Akan tetapi banyak kendala yang dialami oleh
guru-guru dan dosen-dosen di Perguruan Tinggi, anatara lain: keterbatasan pengalaman
dalam mengajar (metode pengajaran), kurangnya fasilitas buku pelajaran dan kurang fasih
dalam mengunakan Bahasa Portugues. Buku pelajaran menggunakan bahasa Indonesia, akan
tetapi para guru harus mengajarkan menggunakan bahasa Portugis dalam proses belajar dan
mengajar.
Selain keterbatasan-keterbatasan yang dialami oleh pemerintah Timor leste di bidang
pendidikan khususnya di tingkat Perguruan Tinggi, masyarakat juga banyak memilih untuk
kuliah di luar negeri seperti Indonesia dan Filipina dengan biaya sendiri. Indonesia secara
geografis berdekatan dengan Timor Leste yang memiliki kurikulum, fasilitas dan kualitas
pendidikan yang lebih baik dan banyak jurusan-jurusan yang dapat dipilih serta biaya yang
dapat dijangkau.
Dilihat dari permasalahan-permasalahn yang dihadapi, pemerintah Timor Leste

mempunyai tanggung jawab moral untuk melakukan kerjasama dengan negara lain dan
organisasi internasional dalam meningkatkan kualitas pendidikan dan juga meninkatkan
sumber daya manusia senhingga dapat membantu proses pembangunan di Timor Leste pada
4http://www.etan.org/etanpdf/pdf2/cnbh0202.pdf, diakses pada tanggal 05 Desember 2015, pukul 19:22 WIB.

masa yang akan datang. Salah satu kerjasama yang di lakukan oleh pemerintah adalah
kerjasama dengan pemerintah RI dalam bidang pendidikan sejak dibukanya hubungan
diplomatik secara resmi dan mendatangani perjanjian kerjasama di Jakarta pada tanggal 7-8
Oktober 20025.
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah menbawa perubahan
diseluruh aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan
kecuali dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain
manfaat bagi kehidupan manusia di satu sisi perubahan tersebut juga telah menbawa manusia
ke era persaingan global yang semakin ketat. Dan agar mampu berperan dalam persaingan
global, maka sebagai bangsa, perlu terus mengembankan dan meningkatkan kualitas sumber
daya manusianya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas sumber daya merupakan kenyataan
yang harus dilakukan secara terencana, terarah, intensif, efektif dan efisien dalam proses
pembangunan, kalau tidak ingin suatu bangsa kalah bersaing dalam menjalani era globalisasi
tersebut.
Ada alasan yang mendorong penulis dalam mengambil judulmengenai “Kerjasama

Pendidikan Timor Leste dan Indonesia dalam meninkatkan kualitas sumber daya manusia
pasca kemerdekaan Timor Leste periode 2003-2010” karena menurut penulis masalah
pendidikan merupakan suatu masalah yang sangat penting dalam menbangun suatu bangsa,
danakan sangat berpengaruh tehadap kualitas sumber daya manusia di tiap negara.Apalagi
dalam menghadapi persaingan di era globalisasi ini, dan Indonesiamerupakan salah satu
negara yang kaya dan telah banyak menberikan kontribusiuntuk pembangunan berbagai

5http://www.tempo.co/topik/masalah/663/hubungan-indonesia-timor-leste, Diakses pada tanggal 5 Desember
2015, pukul 19:23 WIB.

sektor di Timor Leste, salah satunya adalahmenberikan ke sempatan bagi warga Timor Leste
untuk melanjutkan pendidikan diIndonesia.