KLP 1 ORDE DAN BARU

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto
di Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada
era pemerintahan Soekarno.Salah satu penyebab yang melatarbelakangi
runtuhnya orde lama dan lahirnya orde baru adalah keadaan keamanan
dalam negeri yang tidak kondusif pada masa Orde Lama. Terlebih lagi
karena adanya peristiwa pemberontakan G30S/PKI. Hal ini menyebabkan
presiden

Soekarno

memberikan

mandat

kepada

Soeharto


untuk

melaksanakan kegiatan pengamanan di Indonesia melalui surat perintah
sebelas maret atau Supersemar. Orde Baru hadir dengan semangat "koreksi
total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa Orde
Lama. Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998. Dalam jangka
waktu tersebut,ekonomi Indonesia berkembang pesat meskipun hal ini
terjadi bersamaan dengan praktik korupsi yang merajalela di negara ini.
Selain itu, kesenjangan antara rakyat yang kaya dan miskin juga semakin
melebar.
Soekarno beralih ke Soeharto ditandai dengan keluarnya Surat
Perintah SebelasMaret (SUPERSEMAR) 1966. Setelah dikeluarkan
Supersemar maka mulailah dilakukan penataan pada kehidupan berbangsa
dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Penataan dilakukan
di dalam lingkungan lembaga tertinggi negara dan pemerintahan.
Dikeluarkannya Supersemar berdampak semakin besarnya kepercayaan
rakya kepada pemerintah karena Soeharto berhasil memulihkan keamanan
dan membubarkan PKI. Pada tanggal 23 Februari 1967, MPRS
menyelenggarakan sidang istimewa untuk mengukuhkan pengunduran diri
Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden RI.

Dengan Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS mencabut kekuasaan
pemerintahan negara dan menarik kembali mandat MPRS dari Presiden

Sukarno. 12 Maret 1967 Jendral Soeharto dilantik sebagai Pejabat Presiden
Republik Indonesia. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde
Lama dan dimulainya kekuasaan Orde Baru.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang saya buat, maka rumusan masalah adalah
seperti berikut :
1. Bagaimana sejarah lahirnya Orde Baru ?
2. Bagaimana kehidupan politik masa Orde Baru?
3. Apa saja yang ada dalam kehidupan ekonomi masa Orde Baru?
4. Bagaimana tindakan social pada masa Orde Baru?
1.3 Tujuan
Berdasarkan uraian yang saya buat, maka tujuannya adalah seperti
berikut
1. Untuk mengetahui sejarah lahirnya Orde Baru
2. Untuk mengetahui bagaimana kondisi politik masa Orde Baru
3. Untuk mengetahui apa saja yang ada dalam kehidupan ekonomi masa
Orde Baru

4. Untuk mengetahui apa saja tindakan sosial pada masa Orde Baru
1.4 Manfaat
Berdasarkan uraian yang saya buat, maka manfaatnya adalah seperti
berikut :
1. Memahami sejarah lahirnya Orde Baru
2. Memahami kondisi poltik masa Orde Baru
3. Memahami apa saja yang ada dalam kehidupan ekonomi masa Orde
Baru
4. Memahami tindakan sosial atau kehidupan sosial masa Orde Baru

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Lahirnya Orde Baru
2.1.1 Latar Belakang Lahirnya Orde Baru
Orde baru lahir karena dilatarbelakangi oleh beberapa hal, antara
lain :
1. Terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965.
2. Keadaan politik dan keamanan negara menjadi kacau karena
peristiwa Gerakan 30 September 1965 ditambah adanya konflik di

angkatan darat yang sudah berlangsunglama..
3.

Keadaan perekonomian semakin memburuk dimana inflasi
mencapai 600% sedangkanupaya pemerintah melakukan devaluasi
rupiah dan kenaikan harga bahan bakar menyebabkan timbulnya
keresahan masyarakat.

4. Reaksi keras dan meluas dari masyarakat yang mengutuk peristiwa
pembunuhan besar- besaran yang dilakukan oleh PKI. Rakyat
melakukan demonstrasi menuntut agar PKI berserta Organisasi
Masanya dibubarkan serta tokoh-tokohnya diadili.
5.

Kesatuan aksi (KAMI,KAPI,KAPPI,KASI,dsb) yang ada di
masyarakat bergabungmembentuk Kesatuan Aksi berupa ³Front
Pancasila´ yang selanjutnya lebih dikenaldengan ³Angkatan 66´
untuk menghacurkan tokoh yang terlibat dalam

Gerakan


30September 19656.
6. Kesatuan Aksi ³Front Pancasila´ pada 10 Januari 1966 di depan
gedung DPR-GR mengajukan tuntutan’’TRITURA(Tri Tuntutan
Rakyat).

7. Upaya reshuffle kabinet Dwikora pada 21 Februari 1966 dan
Pembentukan KabinetSeratus Menteri tidak juga memuaskan
rakyat sebab rakyat menganggap di kabinettersebut duduk tokohtokoh yang terlibat dalam peristiwa Gerakan 30 September 1965.
8. Wibawa dan kekuasaan presiden Sukarno semakin menurun
setelah upaya untuk mengadili tokoh-tokoh yang terlibat dalam
peristiwa Gerakan 30 September 1965 tidak berhasil dilakukan
meskipun

telah

dibentuk

Mahkamah


Militer

Luar

Biasa(Mahmilub)
9. Sidang Paripurna kabinet dalam rangka mencari solusi dari
masalah yang sedang bergejolak tak juga berhasil. Maka Presiden
mengeluarkan

Surat

Perintah

Sebelas

Maret

1966

(SUPERSEMAR) yang ditujukan bagi Letjen Suharto guna

mengambil langkah yang dianggap perlu untuk mengatasi keadaan
negara yang semakin kacau dan sulit dikendalikan.
2.1.2 Upaya menuju pemerintahan Orde Baru :
Setelah dikelurkan Supersemar maka mulailah dilakukan penataan
pada kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan Pancasila dan
UUD 1945. Penataan dilakukan didalam lingkungan lembaga tertinggi
negara dan pemerintahan. Dikeluarkannya Supersemar

berdampak

semakin besarnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah karena Suharto
berhasil memulihkan keamanan dan membubarkan PKI. Munculnya
konflik dualisme kepemimpinan nasional di Indonesia. Hal ini disebabkan
karena saat itu Soekarno masih berkuasa sebagai presiden sementara
Soeharto menjadi pelaksana pemerintahan. Konflik Dualisme inilah yang
membawa Suharto mencapai puncak kekuasaannya karena akhirnya
Sukarno mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaan pemerintahan
kepada Suharto.Pada tanggal 23 Februari 1967, MPRS menyelenggarakan
sidang istimewa untuk mengukuhkan pengunduran diri Presiden Sukarno
dan mengangkat Suharto sebagai pejabatPresiden RI.


Dengan Tap MPRS No. XXXIII/1967 MPRS mencabut kekuasaan
pemerintahan negara dan menarik kembali mandat MPRS dari Presiden
Sukarno. Tanggal 12Maret 1967 Jendral Suharto dilantik sebagai Pejabat
Presiden Republik

Indonesia. Peristiwa ini menandai berakhirnya

kekuasaan Orde Lama dan dimulainya kekuasaan Orde Baru. PadaSidang
Umum bulan Maret 1968 MPRS mengangkat Jendral Suharto sebagai
Presiden Republik Indonesia.
Tujuan perjuangan Orde Baru adalah menegakkan tata kehidupan
bernegara yang didasarkan atas kemurnian pelaksanaan Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945. Sejalan dengan tujuan tersebut maka ketika
kondisi politik bangsa Indonesia mulai stabil untuk melaksanankan
amanat masyarakat maka pemerintah mencanangkan pembangunan
nasional yang diupakan melalui program pembangunan jangka pendek dan
pembangunan jangka panjang.
Pemerintahan Orde Baru senantiasa berpedoman pada tiga
konsep pembangunan nasional yang terkenal dengan sebutan Trilogi

Pembangunan, yaitu : (1) pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya
yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat; (2)
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi; dan (3) stabilitas nasional yang
sehat dan dinamis.
2.1.3 Proses Menguatnya Peran Negara Pada Masa Orde Baru
Berkuasanya

Orde

Baru

ternyata

menimbulkan

banyak

perubahan yang dicapai bangsa Indonesia melalui tahapan pembangunan
di segala bidang. Pemerintahan Orde Baru berusaha meningkatkan peran
negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga langkahlangkah yang diambil adalah mencapai stabilitas ekonomi dan politik.

Merujuk hasil Sidang Umum IV MPRS yang mengambil suatu
keputusan untuk menugaskan Jenderal Soeharto selaku pengembang Surat
Perintah Sebelas Maret yang sudah ditingkatkan menjadi ketetapan MPRS
No. IX/MPRS/1966 untuk membentuk kabinet baru. Kabinet baru diberi

nama Kabinet Ampera yang merupakan singkatan dari Kabinet Amanat
Penderitaan Rakyat selanjutnya diberi tugas untuk menciptakan stabilitas
politik

dan

ekonomi

sebagai

persyaratan

dalam

melaksanakan


pembangunan nasional. Tugas ini yang dikelak terkenal dengan sebutan
”Dwi Darma Kabinet Ampera”. Sedangkan program kerja terkenal dengan
sebutan Catur Karya Kabinet Ampera, yaitu: (1) memperbaiki kehidupan
rakyat terutama dibidang sandang dan pangan; (2) melaksanakan
pemilihan umum dalam batas waktu seperti yang tercantum dalam
ketetapan MPRS No. XI/MPRS/1966 yaitu pada 5 Juli 1968;(3)
Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk kepentingan
nasional, sesuai dengan Tap No. XI/MPRS/1966; (4) melanjutkan
perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme dalam segala bentuk dan
manifestasinya.
Pada 21 Maret 1968 Jenderal Soeharto selaku Pejabat Presiden
menyampaikan laporan kepada Sidang Umum V MPRS Tahun 1968
tentang pelaksanaan Dwi Darma dan Catur Karya Kabinet Ampera, yang
dilaporkan pertama kali bahwa telah dilaksanakan usaha mendudukkan
kembali posisi, fungsi, dan hubungan antar lembaga negara tertinggi
sesuai dengan yang diatur dalam UUD 1945.
2.2 Kondisi Politik Masa Orde Baru
2.2.1 Politik dalam negeri era order baru.
A.Pembentukan Kabinet Pembangunan Kabinet
Awal pada masa peralihan kekuasaan (28 Juli 1966) adalah
Kabinet AMPERA dengan tugas yang dikenal dengan nama Dwi
Darma Kabinet Amper yaitu untuk menciptakan stabilitas politik
dan

ekonomi

sebagai

persyaratan

untuk

melaksanakan

pembangunan nasional. Program Kabinet AMPERA yang disebut
Catur Karya Kabinet AMPERA adalah sebagai berikut.
1) Memperbaiki kehidupan rakyat terutama di bidang sandang dan
pangan

2) Melaksanakan pemilihan Umum dalam batas waktu yakni 5 Juli
1968.
3) Melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif untuk
kepentingan nasional.
4) Melanjutkan perjuangan anti imperialisme dan kolonialisme
dalam segala bentuk dan manifestasinya.
B. Penyederhanaan dan Pengelompokan Partai Politik
Setelah pemilu 1971 maka dilakukan penyederhanakan jumlah partai
tetapi bukan berarti menghapuskan partai tertentu sehingga dilakukan
penggabungan (fusi) sejumlah partai. Sehingga pelaksanaannya kepartaian
tidak lagi didasarkan pada ideologi tetapi atas persamaan program.
Penggabungan tersebut menghasilkan tiga kekuatan sosial-politik, yaitu:
1) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU, Parmusi,
PSII, danPartai Islam Perti yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 1973
(kelompok partai politik Islam).
2) Partai Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari PNI, Partai
Katolik, PartaiMurba, IPKI, dan Parkindo (kelompok partai politik yang
bersifat nasionalis).
3) Golongan karya (golkar)
C. Pemilihan Umum Selama masa Orde Baru
Pemilihan umum pada masa orde baru diadakan setiap lima tahun sekali
dan telah dilaksanakan sebanyak enamkali. Tujuan pemilu tersebut untuk
memilih anggota MPR, DPR, DPRD 1 dan 11. Keanggotaan MPR, yaitu
seluruh anggota DPR, utusan daerah dan golongan. Setiap lima tahun sekali
MPR mengadakan sidang umum.

MPR berwenang memilih dan

mengangkat presiden dan wakil presiden. Presiden dan kabinetnya
berkewajiban

menjalankan

tugasnya

sesuai

dengan

UUD

1945

melaksanakan GBHN, mempertanggungjawabkan tugasnya tersebut pada
akhir

masa

jabatannya.

DPR

bertugas

mengawasi

jalannya

pemerintahan/tugas presiden. Mekanisme tugas dan kerja lembaga negara
lain menyesuikan UUD 1945 dan UU yang mengaturnya.
Pada masa orde baru kehidupan politiknya diatur dalam UU berikut ini.
1. UU No.1 Tahun 1985 tentang pemilihan umum.
2. UU No.2 Tahun 1985 tentang susunan dan kedudukan MPR dan DPR.
3. UU No.3 Tahun 1985 tentang partai politik dan golongan karya.
4. UU No.4 Tahun 1985 tentang preferendum.
5. UU No.5 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan (Ormas).
Sistem politik yang adalah otoriter dan tidak demokratis, dimana
kekuasaan eksekutif terpusat dan tertutup dibawah kontrol lembaga
kepresidenan, dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan ekonomi
banyak terjadi KKN. Pemerintahan orde baru pimpinan soekarto
berlangsung selama 32 tahun namun kehidupan politik pada waktu itu
dinilai gagal. Sistem politik yang berlaku adalah oteriter dan tidak
demokratis dimana kekuasaan eksekutif terpesat dan tertutup dibawah
kontro lembaga kepresidenan dalam penyelenggaraan negara dan
pembangunan ekonomi banyak terjadi KKN. Selanjutnya pemerintahan
orde baru juga dinilai gagal karena telah menciptakan pemerintahan yang
sentralistik yaitu mekanisme hubungan pusat dan daeraah cenderung
menganut sentralisasi kekuasaan sehingga menyebabkan kesenjangandan
ketidakadilan antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah
Pemilihan Umum

Selama masa Orde Baru telah berhasil

melaksanakan pemilihan umum sebanyak enam kali yang diselenggarakan
setiap lima tahun sekali, yaitu: tahun 1971, 1977,1982, 1987, 1992,
dan1997.
1. Pemilu 1971
a.

Pejabat negara harus bersikap netral berbeda dengan pemilu 1955
dimana para pejabat negara termasuk perdana menteri yang berasal
dari partai peserta pemilu dapat ikut menjadi calon partai secara
formal.

b. Organisasai politik yang dapat ikut pemilu adalah parpol yang pada
saat pemilu sudah ada dan diakui mempunyai wakil di
DPR/DPRD.
c.

Pemilu 1971 diikuti oleh 58.558.776pemilih untuk memilih 460
orang anggota DPR dimana 360 orang anggota dipilih dan 100
orang diangkat.

d.

Diikuti oleh 10 organisasi peserta pemilu yaitu Partai Golongan
Karya (236 kursi), Partai Nahdlatul Ulama (58 kursi), Partai
Muslimin Indonesia (24 kusi), Partai Nasional Indonesia (20
kursi), Partai Kristen Indonesia (7 kursi), Partai Katolik (3 kursi),
Partai Islam Perti (2 kursi), Partai Murba dan Partai IPKI (tak satu
kursipun).

2. Pemilu 1977
Sebelum dilaksanakan Pemilu 1977 pemerintah bersama DPR
mengeluarkan

UU

No.3

tahun

1975

yang mengatur

mengenai

penyederhanaan jumlah partai sehingga ditetapkan bahwa terdapat 2 partai
politik (PPP dan PDI) serta Golkar. Hasil dari Pemilu 1977 yang diikuti
oleh 3 kontestan menghasilkan 232 kursi untuk Golkar, 99 kursi untuk
PPP dan 29 kursi untuk PDI.
3. Pemilu 1982
Pelaksanaan Pemilu ketiga pada tanggal 4 Mei 1982. Hasilnya
perolehan suara Golkar secara nasional meningkat. Golkar gagal
memperoleh kemenangan di Aceh tetapi di Jakarta dan Kalimantan
Selatan Golkar berhasil merebut kemenangan dari PPP. Golkar berhasil
memperoleh tambahan 10 kursi sementara PPP dan PDI kehilangan 5
kursi.
4. Pemilu 1987
Pemilu tahun 1987 dilaksanakan pada tanggal 23 April 1987. Hasil
dari Pemilu 1987 adalah:
a. PPP memperoleh 61 kursi mengalami pengurangan 33 kursi dibanding
dengan pemilu 1982 hal ini dikarenakan adanya larangan penggunaan

asas Islam (pemerintah mewajibkan hanya ada satu asas tunggal yaitu
Pancasila) dan diubahnya lambang partai dari kabah menjadi bintang.
b. Sementara Golkar memperoleh tambahan 53 kursi sehingga menjadi
299 kursi.
c. PDI memperoleh kenaikan 40 kursi karena PDI berhasil membentuk
DPP PDI sebagai hasil kongres tahun 1986 oleh Menteri Dalam
Negeri Soepardjo Rustam.
5. Pemilu 1992
Pemilu tahun 1992 diselenggarakan pada tanggal 9 Juni 1992
menunjukkan perubahan yang cukup mengagetkan. Hasilnya perolehan
Golkar menurun dari 299 kursi menjadi 282 kursi, sedangkan PPP
memperoleh 62 kursi dan PDI meningkat menjadi 56 kursi.
6. Pemilu 1997
Pemilu ke enam dilaksanakan pada 29 Mei 1997. Hasilnya:
1.

Golkar memperoleh suara mayoritas perolehan suara mencapai 74,51
% dengan perolehan kursi 325 kursi.

2. PPP mengalami peningkatan perolehan suara sebesar 5,43 % dengan
perolehan kursi 27 kursi.
3. PDI mengalami kemerosotan perolehan suara karena hanya mendapat
11 kursi di DPR. Hal ini disebabkan karena adanya konflik internal
dan terpecah antara PDI Soerjadi dan PDI Megawati Soekarno Putri.
Penyelenggaraan Pemilu yang teratur selama Orde Baru menimbulkan
kesan bahwa demokrasi di Indonesia sudah tercipta. Apalagi pemilu itu
berlangsung secara tertib dan dijiwai oleh asas LUBER(Langsung, Umum,
Bebas, dan Rahasia).
Kenyataannya pemilu diarahkan pada kemenangan peserta tertentu yaitu
Golongan Karya (Golkar) yang selalu mencolok sejak pemilu 1971-1997.
Kemenangan

Golkar

yang

selalu

mendominasi

tersebut

sangat

menguntungkan pemerintah dimana terjadi perimbangan suara di MPR dan
DPR. Perimbangan tersebut memungkinkan Soeharto menjadi Presiden
Republik Indonesia selama enam periode pemilihan. Selain itu, setiap

Pertangungjawaban, Rancangan Undang-undang, dan usulan lainnya dari
pemerintah selalu mendapat persetujuan dari MPR dan DPR tanpa catatan.

D. Mengadakan Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) di Irian Barat pada
tanggal 2 Agustus 1969.
Kebijakan lain yang di ambil pemerintah Orde baru adalah menetapkan
peran ganda ABRI yang di kenal dengan Dwifungsi ABRI.ABRI tidak
hanya berperan dalam bidang pertahanan dan keamanan Negara tetapi juga
berperan di bidang politik.Hal terbukti dari banyaknya anggota ABRI yang
ternyata memegang jabatan sipil seperti walikota,bupati dan gubenur bahkan
ABRI memiliki jatah di keanggotaan MPR/DPR.Alasan yang mendasari
kebijakan tersebut tertuang dalam pasal 27 ayat (1)UUD 1945. Pasal tersebut
mengemukakan bahnwa “segala warga Negara bersama kedudukankannya di
dalam hukum dan pemerintahan itu dengan tidak

ada kecualinya.Bukan

hanya pada bidang politik pemerintahan,ternyata kedudkan ABRI dalam
masyarakat Indonesia juga merambat di sector ekonomi.Banyak anggota
ABRI menjadi kepala skepala BUMN maupun komisaris

di berbagai

perusahaan swasta .
2.2.2 Upaya-Upaya Pembaruan Politik Luar Negeri
Di samping membina stabilitas politik dalam negeri, pemerintah Orde
Baru juga mengadakan perubahan-perubahan dalam politik luar negeri.
Berikut ini upaya-upaya pembaruan dalam politik luar negeri.
1. Indonesia Kembali Menjadi Anggota PBB
Pada tanggal 28 September 1966 Indonesia kembali menjadi
anggota PBB. Sebelumnya pada masa Demokrasi Terpimpin Indonesia
pernah keluar dari PBB sebab Malaysia diterima menjadi anggota tidak
tetap Dewan Keamanan PBB. Keaktifan Indonesia dalam PBB
ditunjukkan ketika Menteri Luar Negeri Adam Malik terpilih menjadi
ketua Majelis Sidang Umum PBB untuk masa sidang tahun 1974.

2. Membekukan hubungan diplomatik dengan Republik Rakyat Cina
(RRC)
Sikap politik Indonesia yang membekukan hubungan diplomatik
dengan RRC disebabkan pada masa G 30 S/PKI, RRC membantu PKI
dalam

melaksanakan

kudeta

tersebut.

RRC

dianggap

terlalu

mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.
3. Normalisasi hubungan dengan Malaysia
Pada tanggal 11 Agustus 1966, Indonesia melaksanakan
persetujuan normalisasi hubungan dengan Malaysia yang pernah putus
sejak tanggal 17 September 1963. Persetujuan normalisasi ini
merupakan hasil Persetujuan Bangkok tanggal 29 Mei sampai tanggal 1
Juni 1966. Dalam pertemuan tersebut, delegasi Indonesia dipimpin oleh
Menteri Luar Negeri Adam Malik, sementara Malaysia dipimpin oleh
Wakil Perdana Menteri/Menteri Luar Negeri Tun Abdul Razak.
Pertemuan tersebut menghasilkan keputusan yang disebut Persetujuan
Bangkok (Bangkok Agreement), isinya sebagai berikut.
a. Rakyat Sabah dan Serawak diberi kesempatan untuk menegaskan
kembali keputusan yang telah mereka ambil mengenai kedudukan
mereka dalam Federasi Malaysia.
b. Pemerintah kedua belah pihak menyetujui pemulihan hubungan
diplomatik.
c. Tindakan permusuhan antara kedua belah pihak akan dihentikan.
4. Berperan dalam Pembentukan ASEAN
Peran aktif Indonesia juga ditunjukkan dengan menjadi salah satu
negara pelopor berdirinya ASEAN. Menteri Luar Negeri Indonesia
Adam Malik bersama menteri luar negeri/perdana menteri Malaysia,
Filipina, Singapura, dan Thailand menandatangi kesepakatan yang
disebut Deklarasi Bangkok pada tanggal 8 Agustus 1967. Deklarasi
tersebut menjadi awal berdirinya organisasi ASEAN.
2.2.3 Dampak Positif dan Negatif Kebijakan Politik Pemerintahan Orde Baru

A. Dampak Positif Dari Kebijakan Politik Pemerintahan Orba
Pemerintah mampu membangun pondasi yang kuat bagi
kekuasaan lembaga kepresidenan yang membuat semakin kuatnya
peran Negara dalam masyarakat. Situasi keamanan pada masa ORBA
relatif aman dan terjaga dengan baik karena pemerintah mampu
mengatasi semua tindakan dan sikap yang dianggap bertentangan
dengan Pancasila. Dilakukan peleburan partai dimaksudkan agar
pemerintah dapat mengontrol parpol.

B. Dampak Negatif dari Kebijakan Politik Pemerimtah ORBA :
Terbentuk pemerintahan orde baru yang bersifat otoriter, dominatif,
dan sentralis.
a. Otoritarianisme merambah segenap aspek kehidupan masyarakat,
berbangsa dan bernegara termasuk kehidupan politik yang sangat
merugikan rakyat.
b. Pemerintah Orde Baru gagal memberikan pelajaran berdemokrasi
yang baik dan benar kepada rakyat Indonesia. Golkar menjadi alat
politik untuk mencapai stabilitas yang diinginkan, sementara 2
paratai lainnya hanya sebagai boneka agar tercipta citra sebagai
Negara demokrasi.
c. Sistem perwakilan bersifat semu bahkan hanya dijadikan topeng
untuk melanggengkan sebuah kekuasaan secara sepihak. Dalam
setiap pemilihan presiden melalui MPR Suharto selalu terpilih.
d. Demokratisasi yang terbentuk didasarkan pada KKN (Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme) sehingga banyak wakil rakyat yang duduk
di MPR/DPR yang tidak mengenal rakyat dan daerah yang
diwakilinya.

e. Kebijakn politik teramat birokratis, tidak demokratis, dan cenderung
KKN.
f. Dwifungsi ABRI terlalu mengakar masuk ke sendi-sendi kehidupan
bebangsa dan benegara bahkan pada bidang-bidang yang seharusnya
masyarakat yang berperan besar terisi oleh personel TNI dan Polri.
Dunia bisnis tidak luput dari intervensi TNI/Polri.
g. Kondisi politik lebih payah dengan adnya upaya penegakan hukum
yang sangat lemah. Dimana hukum hanya diciptakan untuk
keuntungan pemerimtah yang berkuasa sehingga tidak mampu
mengadili para konglomerat yang telah menghabisi uang rakyat.

2.3 Keadaan Ekonomi Masa Orde Baru
Pada masa Demokrasi Terpimpin, Negara bersama aparat ekonominya
mendominasi seluruh kegiatan ekonomi sehingga mematikan potensi dan
kreasi unit-unit ekonomi swasta. Sehingga, pada permulaan Orde Baru
program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamtan ekonomi nasioanl
terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan
Negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat . Tindakan pemerintah ini
dilakukan karena adanya kenaikan harga pada awal tahun 1966 yang
menunjukkan tingkat inflasi kurang lebih 650 % setahun. Hal itu menjadi
penyebab kurang lancarnya program pembangunan yang telah direncanakan
pemerintah.Oleh karena itu pemerintah menempuh cara sebagai berikut :
2.3.1 Stabilisasi dan Rehabilitasi Ekonomi
Ekonomi yang kacau sebagai peninggalan masa Demokrasi
terpimpin, pemerintah menempuh cara:
a. Mengeluarkan Ketetapan MPRS No.XXIII/MPRS/1966 tentang
pembangunan.

b. MPRS mengeluarkan garis program pembangunan, yakni program
penylematan, program stabilitas dan rehabilitasi, serta program
pembangunan.
Program pemerintah diarahkan pada upaya penyelamatan ekonomi
nasional terutama stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Stabilisasi berarti
mengendaliakan inflasi agar harga barang-barang tidak melonjak terus.
Sedangkan Rehabilitasi adalah perbaikan secara fisik sarana dan prasarana
ekonomi. Hakikat dari kebijakan ini adalah pembinaan sistem ekonomi
berencana yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi kearah
terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.Langkahlangakah yang diambil Kabinet pada saat itu yang mengacu pada Tap
MPRS tersebut adalah sebagai berikut:

1. Mendobrak kemacetan ekonomi dan memperbaiki sektor-sektor yang
menyebabkan kemacetan, seperti :
a. rendahnya penerimaan Negara
b. tinggi dan tidak efisiennya pengeluaran Negara
c. terlalu banyak dan tidak produktifnya ekspansi kredit bank
d. terlalu banyak tunggakan hutang luar negri
e. penggunaan devisa bagi impor yang sering kurang berorientasi pada
kebutuhan prasarana.
2.Debirokrtisasi untuk memperlancar kegiatan perekonomian
3. Berorientasi pada kepentingan produsen kecil
Untuk melaksanakan langkah-langkahpenyelamatan tersebut maka ditempuh
cara:
a. mengadakan operasi pajak
b. cara pemungutan pajak baru bagi pendapatan perorangan dan kekayaan
dengan menghitung pajak sendiri dan menghitung pajak orang
c. penghematan pengeluaran pemerintah (pengeluaran konsumtif dan rutin),
serta menghapuskan subsidi bagi perusahaan Negara

d. membatasi kredit bank dan menghapuskan kredit impor
Program stabilisasi dilakukan dengan cara membendung laju
inflasi.Hasilnya bertolak belakang dengan perbaikan inflasi sebab harga
bahan kebutuhan pokok melonjak namun inflasi berhasil dibendung (pada
tahun 1967- awal 1968). Sesudah kabinet pembangunan dibentuk pada bulan
juli 1968 berdasarkan Tap MPRS NO.XLI/MPRS/1968, kebijakn ekonomi
pemerintah dialihkan pada pengendalian yang ketat terhadap gerak harga
barang khususnya sandang, pangan, dan kurs valas. Sejak saat itu kestabilan
ekonomi nasional relatif tercapai sebab sejak 1966 kenaikan harga bahanbahan pokok dan valas dapat diatasi.
Program rehabilitasi dilakukan dengan berusaha memulihkan
kemampuan berproduksi. Selam 10 tahun mengalami kelumpuhan dan
kerusakan pada prasarana ekonomi dan sosial. Lembaga perkreditan desa,
gerakan koperasi, perbankan disalahgunakan dan dijadikan alat kekuasaan
oleh golongan dan kepentingan tertentu. Dampaknya lembaga tidak dapat
melaksanakan fungsinya sebagai penyusun dan perbaikan tata hidup
masyarakat.
1. Kerja Sama Luar Negri
Keadaan ekonomi Indonesia paska Orde Lama sangat parah,hutangnya
mencapai 2,3-2,7 miliar sehingga pemerintah Indonesia meminta Negaranegara kreditor untuk dapat menunda pembayaran kembali utang
Indonesia. Pemerintah mengikuti perundingan dengan Negara-negara
kreditor di Tokyo Jepang pada 19-20 September 1966 yang menanggapi
baik usaha pemerintah Indonesia bahwa devisa ekspornya akan digunakan
untuk pembayaran utang yang selanjutnya akan dipakai untuk mengimpor
bahan-bahan baku. Perundingan dilanjutkan di Paris, Perancis dan dicapai
kesepakatan sebagai berikut:
a. Utang-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun 1968 ditunda
pembayarannya hingga tahun 1972-1979
b. Utang-utang Indonesia yang seharusnya dibayar tahun1969 dab 1970
dipertimbangkan untuk ditunda juga pembayarannya.

Kemudian kerundingan dilanjutkan di Amsterdam, Belanda pada tanggal
23-24 Februari 1967. Perundingan itu bertujuan membicarakan kebutuhan
Indonesia akan bantuan luar negri serta kemungkinan pemberian bantuan
dengan syarat lunak yang selanjutnya dikenal dengan IGGI (Inter
Governmental Group for Indonesia). Melalui pertemuan itu pemerintah
Indonesia berhasil mengusahakn bantuan luar negri. Indonesia mendapatkan
penangguhan dan keinginan syarat-syarat pembayaran utangnya.
1. Pembangunan Nasional
Dilakukan pembangunan nasional pada masa orde baru dengan tujuan
terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan
pada segala bidang. Pedoman pembangunan nasional adalah Trilogi
Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman
tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam
suasana politik dan ekonomi yang stabil. Isi trilogi Pembangunan adalah
sebagai berikut :
a.

Pemerataan

pembangunan

dan

hasil-hasilnya

menuju

kepada

terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
c. Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis
Sedangkan pelaksanannya pembanguanan nasional dilakukan secara
bertahap yaitu:
a.

Jangka panjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun.

b.

Jangka pendek mencakup periode 5 tahun(pelita / pembangunan lima
tahun), merupakan jabaran lebih rinci dari pembangunan jangka
panjang

sehingga

tiap

pelita

akan

selalu

saling

berkaitan/berkesinambunagn. Selama periode Orde Baru terdapat 6
pelita, yaitu :
1) Pelita I
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang
menjadi landasan awal pembanguna ORBA. Tujuan Pelita I : untuk

meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasardasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya. Sasaran Pelita I :
pangan, sandang, perbaikan prasarana,perumahan rakyat, perluasan
lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
Titik Berat Pelita I : pembanguan bidang pertanian sesuai dengan
tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses
pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk
Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Muncul peristiwa marali (malapetaka limabelas januari) terjadi
pada tanggal 15-16 Januari 1974 bertepatan dengan kedatangan
PM Jepang Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan
kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang
agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab
produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia.
Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatan
Jepang.
2) Pelita II
Pelita II dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga 31
Maret 1979.
Sasaran Utamanya adalah tersedianya pangan, sandang,
perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat dan
memperluas kesempatan kerja. Pelaksanaan Pelita II cukup
berhasil, pertimbuhan ekonomi rata-rata mencapai 7 % per tahun.
Pada awal pemerintahan Orde Baru laju inflasi mencapai 60 %
dan pada akhir Pelita I laju inflasi turun menjadi 47 %.
Selanjutnya pada tahun keempat Pelita II, inflasi menjadi 9,5 %.
3) Pelita III
Pelita III dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31
Maret 1984. Pelita III pembangunan masih berdasarkan pada
Trilogi Pembangunan dengan penekanan lebih menonjol pada

segi pemerataan yang dikenal dengan Delapan Jalur Pemerataan,
yaitu:
a. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat, khususnya
sandang, pangan, dan perumahan
b.

Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan
pelayanan kesehatan.

c. Pemerataan pembagian pendapatan
d. Pemerataan kesempatan kerja
e. Pemerataan kesempatan berusaha
f. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan
khususnya bagi generasi muda dan kaum perempuan.
g. Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah
tanah air.
h. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan
4)

Pelita IV
Pelita IV dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31
Maret 1989. titik beratnya adalah sektor pertanian menuju
swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat
menghasilkan mesin industri sendiri. Terjadi resesi pada awal tahun
1980

yang

berpengaruh

terhadap

perekonomian

Indonesia.

Pemerintah akhirnya mengeluarkan kebijakan moneter dan fiskal
sehingga kelangsungan pembangunan ekonomi dapat dipertahankan.
5) Pelita V
Pelita V dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret
1994. Titik beratnya pada sektor pertnian dan industri. Indonesia
memiliki kondisi ekonomi yang cukup baik dengan pertumbuhan
rata-rata

6,8%

per

tahun.

Posisi

perdagangan

luar

negri

memperlihatkan gambaran yang menggembirakan. Peningkatan
ekspor lebih baik dibanding sebelumnya.
6) Pelita VI

Pelita VI dilaksankan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret
1999. Titik beratnya pada pembangunan pada sektor ekonomi yang
berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembanguan dan
peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.
Pada periode ini terjadi krisis moneter yang melanda Negara-negara
Asia Tenggara termasuk Indonesia. Karena krisis moneter dan
peristiwa plitik dalam negri yang mengganggu perekonomian
menyebabkan rezim Orde Baru runtuh.
2.3.2 Dampak Positif dan Negatif Kebijakan Ekonomi Orde Baru
A. Dampak Positif Kebijakan Ekonomi Orde Baru
a. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi karena setiap program
pembangunan pemerintah terencana dengan baik dan hasilnya
pun dapat dilihat secara konkrit.
b. Indonesia mengubah ststus dari Negara pengimpor beras terbesar
menjadi bangsa yang memenuhi kebutuhan beras sendiri
(swasembada beras).
c. Penurinan angka kemiskinan yang diikuti dengan perbaikan
kesejahteraan rakyat.
d. Penurunan angka kematian bayi dan angka partisipasi pendidikan
dasar yang semakin meningkat.
B. Dampak Negatif Kebijakan Ekonomi Orde Baru
a. Kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dan summer daya
alam.
b. Perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan, antar
kelompok dalam masyarakat tersa semakin tajam.
c. Terciptalah kelompok yang terpinggirkan (marginalisasi sosial)
d. Menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang erat dengan KKN
(Korupsi, Kolusi dan Nepotisme).
e. Pembangunan yang dilakukan hasilnya hanya dapat dinikmati oleh
sebagian kecil kalangan masyarakat, pembangunan cenderung
terpusat dan tidak merata.

f. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa
diimbangi kehidupan politik, ekonomi, dam sosial yang demokratis
dan berkeadilan.
g.

Meskipun

pertumbuhan

ekonomi

meningkat

tapi

secara

fundamental pembangunan ekonomi sangat rapuh.
h. Pembangunan tidak merata, tampak dengan adanya kemiskinan
disejumlah wilayah yang justru menjadi penyumbang devisa
terbesar seperti Riau, Kalimantan Timur, dan Irian. Faktor inilah
yang

selanjutnya

ikut

menjadi

penyebab

terpuruknya

perekonomian nasional Indonesia menkelang akhir tahun 1997.

2.4 Keadaan Sosial Masa Orde Baru
Orde Baru harus mengahadapi masalah-maslah sosial yang lebih besar
daripada yang dihadapi para reformis dimasa politik Etis. Hal ini terjadi
sebagian karena Belanda gagal menyelesaikan masalah-masalah ini
beberapa dekade sebelumnya, dan sebagian lagi karena berlalunya waktu
dan pergolakan yang terjadi sejak penahlukan Jepang membuat masalah
tersebut kin kompleks. Belanda gagal memenuhi kesejahteraan bangsa yang
pada tahun 1930 berpenduduk 60,7 juta. Karena kelalaian selama beberapa
dekade lalu dan mndesaknya kebutuhan untuk lebih dahulu mengendalikan
ekonomi bangsa ditahun-tahun setelah 1965, maka mungkin tak
mengejutkan jika pemerintahan Orde Baru awalnya tidak mampu
berkontribusi banyak dalam memenuhi kesejahteraan penduduknya, yang
pada sensus tahun 1971 telah mencapai 119,2 juta jiwa dan 147,3 jutapada
tahun 1980.
Standar kesehatan dan pendidikan masih rendah, tetapi jauh lebih baik
daripada di zaman Belanda. Pada tahun 1974, trdapat 6.221 dokter. Di Jawa
terdapat satu dokter untuk setiap 21,7 ribu penduduk dan diluar pulau Jawa
terdapat satu dokter untuk setiap 17,9 ribu ( angka ini tidak berarti akses

untuk mendapatkan dokter lebih mudah disana, karena penduduk tersebar
ditempat yang saling berjauhan). Sensus tahun 1971 menunjukkan bahwa
tingkat melek huruf bagi anak yang berusia 10 tahun adalah 72%
dikalangan laki-laki dan 50,3% pada perempuan. Tetapi secara umum
kualitas sistem sekolah telah menurun sejak tahun 1950-an, sehingga angka
melek huruf ini tidak bisa dianggap sebagai bukti bhwa pendidikan formal
sudah cukup tersedia. Pada tahun 1973, walaupun 57% (11,8 juta) dari
penduduk yang berusia 7-12 tahun duduk disekolah dasar, namun masih
tersisa sekitar 8.9 juta dalam kelompok ini ynag tidak berpendidikan. Pada
tingat perguruan tinggi, pemerintahan ndonesia mampu melampaui rekor
yang dicapai Belanda. Namun, pada tahun 1973, hanya sekitar seperempat
dari 1% penduduk (329.300) yang terdaftar dilembaga perguruan tinggi
negeri dan swasta, 117.600 diantaranya terdaftar di Universitas atau
lembaga perguruan tinggi negeri. Jumlah ini agak rendah, tetapi jumlah
lulusannya lebih banyak daripada yang bisa dipekerjakan negara, kerena
faktanya tingkat pengangguran bagi lulusan kian bertambah. Kualitas
pendidikan pada tingkat perguruan tinggi ini juga menuai kririk. Pemerintah
baru mampu membuat kemajuan besar dibidang kesehatan dan pendidikan
dipertengahan tahun 1970-an.
Masalah sosial bangsa semakin rumit dengan berlanjutnya urbanisasi.
Pada ahun 1971, sebanyak 17,3% dari penduduk Indonesia tinggal dikota
bandingkan dengan 14,8% Pada tahun 1962 dan 3,8% pada tahun 1930/.
Pada tahun 1971,penduduk Jakarta sudah melampaui 4,5 juta jiwa. Jawa
tetap tecatat sebagai pulau dengan jumlah populasi tersebar di Indonesia
(60,4% pada ahun 1971). Orde Baru, seperti juga Belanda, gagal
memindahkan penduduk dipulau Jawa keluar pulau dalam proporsi yang
signifikan. Kebijakan memindahkan penduduk dari tempat yang padat ke
tempat yang jarang ini kini disebut dengan “transmigrasi”.
Masa Orde Baru diakui telah banyak mencapai kemajuan dalam proses
untuk mewujudkan cita-cita nasional. Dalam kehidupan sosial budaya,
masyarakat dapat digambarkan dari berbagai sisi. Selama dasawarsa 1970-

an laju pertumbuhan penduduk mencapai 2,3% setiap tahun. Dalam tahun
tahun awal 1990-an angka tadi dapat diturunkan menjadi sekitar 1,6%
setiap tahun. Jika awal tahun 1970-an penduduk Indonesia mempunyai
harapan hidup rata-rata sekitar 50 tahun maka pada tahun 1990-an harapan
hidup lebih dari 61 tahun. Dalam kurun waktu yang sama angka kematian
bayi menurun dari 142 untuk setiap 1000 kelahiran hidup menjadi 63 untuk
setiap 1000 kelahiran hidup. Hal ini antara lain dimungkinkan makin
meningkatnya pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Sebagai contoh
adanya Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Pos Pelayanan
Terpadu sampai di tingkat desa atau RT.
Dalam himpunan Tap MPR Tahun 1993 di bidang pendidikan, fasilitas
pendidikan dasar sudah makin merata. Pada tahun 1968 fasilitas sekolah
dasar yang ada hanya dapat menampung sekitar 41% dari seluruh anak yang
berumur sekolah dasar. Fasilitas sekolah dasar yang telah dibangun di
pelosok tanah air praktis mampu menampung anak Indonesia yang berusia
sekolah dasar. Kondisi ini merupakan landasan kuat menuju pelaksanan
wajib belajar 9 tahun di tahun-tahun yang akan datang. Sementara itu,
jumlah rakyat yang masih buta huruf telah menurun dari 39% dalam tahun
1971 menjadi sekitar 17% di tahuan1990-an. Dampak dari pemerataan
pendidikan juga terlihat dari meningkatnya tingkat pendidikan angkatan
kerja. Dalam tahun 1971 hampir 43% dari seluruh angkatan kerja tidak atau
belum pernah sekolah. Pada tahun 1990-an jumlah yang tidak atau belum
pernah sekolah menurun menjadi sekitar 17%. Dalam kurun waktu yang
sama angkatan kerja yang berpendidikan SMA ke atas adalah meningkat
dari 2,8% dari seluruh angkatan kerja menjadi hampir 15%. Peningkatan
mutu angkatan kerja akan mempunyai dampak yang luas bagi laju
pembangunan di waktu-waktu yang akan datang.

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Lahirnya orde baru dilatarbelakangi oleh terjadinya G30S 1965, diikuti
dengan kondisi politik, keamanan dan ekonomi yang kacau (inflasi tinggi).
Wibawa presiden Sukarno semakin menurun setelah gagal mengadili tokohtokoh yang terlibat G30S. Presiden mengeluarkan SUPERSEMAR 1966
bagi Letjen Suharto guna mengambil langkah yang dianggap perlu untuk
memperbaiki keadaan negara. Akhirnya Presiden Sukarnomengundurkan
diri dan digantikan oleh Presiden Suharto.
Perkembangan politik pada masa orde baru diawali dari penataan politik
dalam negeri yaitu setelah sidang MPRS 1968 menetapkan Suharto sebagai
presiden dan dibentuklah Kabinet Pembangunan, penyederhanaan dan
pengelompokan partai politik, pemilihan umum serta mengadakan Perpera
di Irian Barat pada 2 Agustus 1969. Kedua, melakukan penataan politik luar

negeri yaitu dengan kembali menjadi anggota PBB serta normalisasi
hubungan dengan beberapa negara.
Pada masa awal Orde Baru pembangunan ekonomi di Indonesia maju
pesat

mulai

dari

pendapatan

perkapita,

pertanian,

pembangunan

infrastruktur dll. Upaya pembangunanekonomi dilaksanakan melalui
REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun) yangdimulai pada
tanggal 1 April 1969. Namun pada akhir tahun 1997 Indonesia dilandakrisis
ekonomi. Kondisi kian terpuruk ditambah dengan KKN yang merajalela.
Dalam bidang social budaya pada masa orde baru telah mengalami
kemajuan. Antara lainmakin meningkatnya pelayanan kesehatan bagi
masyarakat dan fasilitas pendidikan dasar sudah makin merata dengan
adanya program wajib belajar 9 tahun. Ditetapkan tentang P-4 yaitu
Pedoman

Penghayatan

dan

Pengamalan

Pancasila

(Eka

Pancakarsa)untuk menuju masyarakat yang adil dan makmur.

Parasetia