BAHASA INDONESIA UNTUK PERGURUAN TINGGI
Ahmad Bahtiar, M. Hum. Fatimah, M.Pd.
Editor: Dr. Nuryani
BAHASA INDONESIA UNTUK PERGURUAN TINGGI
N MEDIA
BAHASA INDONESIA UNTUK PERGURUAN TINGGI
Penulis: Ahmad Bahtiar, M. Hum. dan Fatimah, M.Pd.
Hak Cipta ©2017 Ahmad Bahtiar dan Fatimah Diterbitkan oleh
: Penerbit IN MEDIA
Editor
: Dr. Nuryani
Telp/Faks. : (021) 82425377/(021) 82425377
N MEDIA Website
: http//www.penerbitinmedia.com E-mail
: [email protected] Office
: Vila Nusa Indah 3 Blok KD 3 no 21 Bojongkulur-Gunung Putri-Bogor
Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, baik secara elektronik maupun mekanik, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan menggunakan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penerbit.
UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Penerbit IN MEDIA - Bogor
Anggota IKAPI No 250/JBA/2014
1 jil.,17 x 24 cm, 130 hal. ISBN
: 978-602-0946-26-9
Perpustakaan Nasional
: Katalog dalam Terbitan (KDT)
1. Umum
2. Bahasa Indonesia
KATA PENGANTAR
Bahasa Indonesia selain sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan juga sebagai bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan serta teknologi modern. Konsekuensi tersebut menjadikan bahasa Indonesia menjadi Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) di perguruan tinggi dengan tujuan tercapainya pemakaian bahasa Indonesia yang cermat, tepat, dan efisien dalam komunikasi, serta meningkatkan keterampilan yang baik dalam menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dan pengetahuan yang sahih, dan sikap positif terhadap bahasa Indonesia.
Untuk mewujudkan tujuan di atas mahasiswa perlu dibekali berbagai keterampilan berbahasa Indonesia yang baik dan benar, baik secara tertulis maupun secara lisan. Keterampilan berbahasa tersebut meliputi bagaimana mendapatkan ide ilmiah, mengorganikannya dengan kerangka karangan sebagaimana kerangka berpikir, dan mengekspresikan dengan ejaan yang benar, pilihan kata yang tepat, dan kalimat yang efektif, dan paragraf yang benar dalam sebuah karangan.
Untuk ketercapaian tujuan dalam pengajaran bahasa Indonesia perlunya referensi atau buku yang mencakup keseluruhan materi yang membekali mahasiswa agar memiliki keterampilan berbahasa yang baik dan benar dan sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Buku-buku mata kuliah referensi Bahasa Indonesia untuk perguruan tinggi yang telah ada selama lebih banyak aspek teoretis kebahasaan atau tata bahasa yang tidak menjadi kebutuhan mahasiswa nonbahasa. Berdasarkan hal tersebut disusun buku Bahasa Indonesia Umum ini sebagai referensi atau rujukan utama dalam perkuliahan Bahasa Indonesia umum perguruan tinggi.
iv
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang memungkinkan terbitnya buku ini, kepada Penerbit In Media yang bersedia menerbitkan buku ini. Kepada mahasiswa yang selalu menyenangkan baik di kelas maupun di luar kelas yang memberikan banyak masukan untuk penulisan buku ini.
Semoga buku ini bermanfaat bagi kita semua dan menjadi kontribusi bagi khasanah keilmuwan serta menjadi amal saleh bagi penulis. Amin.
Jakarta, September 2014
Penulis
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
Bab 1 SEJARAH DAN KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA
A. SEJARAH
Bahasa Indonesia secara resmi diakui keberadaannya pada saat Sumpah Pemuda 1928. Para pemuda yang menjadi pendiri bangsa dan negara Indonesia pada waktu itu mengucapkan sumpah bahwa mereka mengaku (1) bertumpah darah satu, tanah air Indonesia, (2) berbangsa satu, bangsa Indonesia, serta (3) menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Dengan diikrarkannya Sumpah Pemuda, resmilah bahasa Melayu, yang sudah dipakai sejak abab VII itu menjadi bahasa Indonesia. Pada waktu itu bahasa Indonesia dalam masyarakat masih disebut sebagai “bahasa Melayu”. Bahkan Pemerintah Hindia Belanda melarang pemakaian nama “bahasa Indonesia” sampai mereka takluk pada balatentara Jepang (1942).
Pemilihan bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan dengan nama ‘bahasa Indonesia”, dilatarbelakangi berbagai alasan. Bahasa Melayu sudah menjadi bahasa yang kosmopolitan dan internasional sebelum tercetusnya Sumpah Pemuda. Bahasa tersebut sudah dipakai sebagai bahasa perantara (lingua franca) bukan saja di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia Tenggara. Bahasa Melayu digunakan tidak hanya untuk komunikasi antar suku bangsa tetapi dengan bangsa lain seperti Arab, Cina, India, Belanda dan bangsa asing lainnya. Ini tidak hanya sekadar sebagai alat komunikasi di bidang ekonomi (perdagangan), tetapi juga di bidang sosial (alat komunikasi massa), politik (perjanjian antar kerajaan), sastra-budaya, termasuk dalam penyebaran agama.
Berbagai batu tulis seperti (1) Prasasti Kedukan Bukit (683) dan Prasasti Talang Tuo (684) di Palembang, (2) Prasasti Kota Kapur ( 686) di Bangka Barat, dan (3) Prasasti Karang
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
Brahi (688), di Merangi, Jambi menggunakan teks bahasa Melayu Kuno. Selain ditemukan di Pulau Sumatra, beberapa prasasti berbahasa Melayu Kuno tersebut juga ditemukan di beberapa tempat di Pulau Jawa seperti di Gandasuli (832) Jawa Tengah, dan Prasasti Bogor (942) di Jawa Barat serta ditemukan makam berbahasa Melayu Minye, Tujoh, Aceh. Selain di Nusantara juga ditemukan benda-benda arkeologi berbahasa Melayu di Pulau Luzon, Filipina, Ligor, Thailand, dan Trengganu, Malaysia.
Alasan lainnya ialah bahasa Melayu lebih egaliter dibandingan bahasa-bahasa lain di Nusantara seperi Jawa, Sunda, Bali yang jauh lebih rumit, baik dalam cara tulis maupun hirarkienya. Bahasa-bahasa tersebut mengenal tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang digunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia, derajat, ataupun pangkat. Oleh karenanya, bahasa tersebut tidak dapat dipakai berkomunikasi dalam masyarakat demokratis yang menghendaki setiap orang berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah. Bahasa Melayu pun mengenal kata-kata khusus untuk raja atau Tuhan, namun hanya sekadarnya saja, sama dengan bahasa-bahasa lain di dunia.
Pada masa pemerintahan Hindia Belanda pemakaian bahasa Melayu makin meluas karena sudah digunakan di sekolah-sekolah dan penerbitan termasuk buku-buku, majalah- majalah (Pandji Poestaka dan Sri Poestaka), dan almanak yang diusahakan oleh pemerintah Belanda. Bahasa Melayu yang digunakan Pemerintah Hindia Belanda adalah bahasa Melayu “resmi” yang dikenal Bahasa Melayu Tinggi. Bahasa Melayu Tinggi itu juga digunakan pers yang pro Hindia Belanda yang disebut “pers putih”. Sementara itu, bahasa Melayu Rendah, untuk membedakan dengan bahasa Melayu Tinggi, digunakan di kalangan pergerakan kebangsaan dalam rapat-rapat dan kongres serta dalam berbagai penerbitan. Para pemimpin pergerakan seperti H.O.S Tjokroaminoto, H. Agoes Salim, Abdoel Moeis, Ir. Soekarno, Drs. Moh.Hatta, Sjahrir, M. Natsir, dan lain-lain tidak hanya mempergunakan bahasa Melayu sebagai sarana pikiran-pikiran tetapi memperkaya dengan kosakata wacana tentang kolonialisme, marxisme, sosialisme, demokrasi dalam pidato dan tulisan-tulisannya.
Bahasa Melayu Rendah dikenal juga dengan bahasa Melayu Pasar. Istilah Melayu Pasar karena dihubungkan dengan kenyataan bahwa bahasa tersebut digunakan dalam jual beli di pasar, yaitu sebagai bahasa perhubungan (lingua franca) antarbangsa (Pribumi, Arab, Cina, India, Belanda dan lain-lain) dan antarsuku (Jawa, Melayu, Sunda, Bali, Manado, Banjar, dan lain-lain) selama berabad-abad. “Bahasa Melayu Pasar” digunakan juga oleh masyarakat Cina (peranakan) dalam komunikasi maupun berkesusastraan yang dikenal “Sastra Melayu Tionghoa” (menurut Nio Joe Land, 1946) atau “Sastra Melayu Asimilasi” (menurut Pramodya Ananta Toer (dalam pengantar bukunya Tempo Doeloe) serta dalam koran-korannya yang dikenal “pers kuning”.
Beberapa peristiwa itulah yang menyebabkan bahasa Melayu, bahasa yang berasal dari Riau yang penutur dan hasil kesusastraan tidak sebanyak bahasa-bahasa lain di Nusantara menjadi bahasa persatuan sebagai bekal untuk mempersatukan seluruh bangsa Indonesia dalam berjuang melawan pemerintah Kolonial Belanda. Peresmian tersebut diterima dengan penuh kesadaran oleh masyarakat Indonesia sampai sekarang. Orang yang paling bersemangat
Bab 1 Sejarah dan Kedudukan Bahasa Indonesia
hendak memajukan bahasa daerah di mana pun, tak pernah menggugat kedudukan bahasa Melayu yang kemudian menjadi bahasa persatuan dan kesatuan.
Beberapa peristiwa penting yang mengandung arti dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia dapat disebutkan sebagai berikut.
1. Pemerintah Hinda Belanda pada 1901 menunjuk Prof. Charles Van Ophuisjsen dibantu Engku Nawawi gelar Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim untuk menyusun pembakuan bahasa Melayu, yang melahirkan sistim ejaan penulisan bahasa Melayu dengan huruf Latin, yang kemudian dikenal sebagai “Ejaan van Ophuijsen” dan dimuat dalam Kitab Logat Melajoe dengan anak judul Woordenlisjst voor de spelling der Maleische Taal met Latinjnsche Karakter. Pembakuan tersebut disesuaikan dengan logika pemikiran Belanda dan efisiensi pelenyelenggara administrasi kolonial. Upaya ini dilakukan untuk mengoptimalkan bahasa Melayu untuk menjalankan kekuasaan dan ekploitasi kolonialisme Belanda.
2. Selain diajarkan di sekolah-sekolah Pemerintah Belanda, yang dibangun untuk menyiapkan tenaga pemerintahan kolonial, Bahasa Melayu olahan pemerintah tersebut disebarkan secara sistematis melalui bacaan-bacaan. Untuk menjalankan kegiatan tersebut didirikan Commisie voor de Inlandche Shool en Volslectuur (Taman Bacaan Rakyat, 1908) yang kemudian menjadi Kantoor voor de Volksectuur yang diberi nama “Balai Pustaka” (1917). Badan penerbitan ini bukan saja berusaha mengontrol dan mengatur bahasa Melayu yang dipakai tetapi juga menjauhkan pembaca dari bacaan- bacaan yang dapat merusak kekusaan Belanda dan membangkitkan nasionalisme. Karena itu bacaan-bacaan yang diterbitkan harus sejalan dengan kebijakan pemerintah kolonial Belanda di bidang pendidikan.
3. Pada 25 Juni 1918 keluar ketetapan Ratu Belanda yang memberikan kebebasan kepada anggota-anggota Dewan Rakyat (Volksrad) untuk mempergunakan bahasa Melayu dalam perundingan-perundingan. Ketetapan tersebut berkat desakan-desakan dan hasrat ingin memperjuangkan bahasa Melayu menjadi bahasa nasional oleh para tokoh- tokoh pergerakan yang sebagian besar menggunakan bahasa Melayu dalam kongres- kongres, rapat-rapat, tulisan-tulisan, dan lain-lain. Jahja Datoek Kajo, orang pertama kali yang berpidato menggunakan bahasa Melayu di Volksrad.
4. Pada Mei 1933 Sutan Takdir Alisyahbana menerbitkan majalah Pujangga Baru sebagai reaksi atas sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya sastrawan, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme. Tujuan pendiriannya untuk menumbuhkan kesusastraan baru yang sesuai semangat zamannya dan mempersatukan para sastrawan dalam satu wadah karena sebelumnya cerai berai dengan menulis di berbagai majalah. Penyebaran majalah ini terbatas ke kalangan guru dan mereka yang dianggap memiliki perhatian terhadap masalah kebudayaan dan kesusastraan. Di antara
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
yang terbatas itu ada juga yang sampai ke Malaysia hingga ikut berpengaruh terhadap perkembangan sastra Melayu.
Meskipun pembacanya tidak banyak, tapi pengaruh majalah ini besar sekali. Banyak ahli yang menyumbangkan tulisan, di antaranya Prof. Husein Djajadiningrat, Maria Ulfah Santoso, Amir Sjarifuddin, Mr. Sumanang, Poerwadarminta, dan beberapa intelektual Indonesia lainnya. Terobosan Pujangga Baru misalnya penggunaan bahasa yang ditawarkan STA yang mengesampingkan bahasa Melayu yang kemudian digantikan dengan perpaduan bahasa daerah masing-masing pengarang dan bahasa asing. Hal itulah yang dikritik oleh kaum bangsawan Melayu dan para guru yang setia kepada pemerintah kolonial Belanda termasuk beberapa tokoh bahasa pun seperti H. Agus Salim, Sutan Moh. Zain dan S.M. Latif. Mereka beranggapan bahasa dalam majalah itu merusak bahasa Melayu. Selain mendirikan majalah Pujangga Baru, STA pada 1936 menyusun Tatabahasa Bahasa Indonesia.
5. Tahun 1938, dalam rangka memperingati sepuluh tahun Sumpah Pemuda, diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo, Jawa Tengah. Kongres ini dihadiri oleh bahasawan dan budayawan terkemuka pada saat itu, seperti Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat, Prof. Dr. Poerbatjaraka, dan Ki Hajar Dewantara. Dalam kongres tersebut dihasilkan beberapa keputusan yang sangat besar artinya bagi pertumbuhan dan perkembangan bahasa Indonesia. Keputusan tersebut, antara lain:
a. mengganti Ejaan van Ophuysen,
b. mendirikan Institut Bahasa Indonesia, dan
c. menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam Badan Perwakilan. Selanjutnya Kongres Bahasa Indonesia II dilaksanakan pada 28 Oktober s.d. 2 November
1954 di Medan, Sumatera Utara. Kongres ini terselenggara atas prakarsa Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan, Mr. Mohammad Yamin. Setelah itu setiap lima tahun sekali diadakan Kongres Bahasa Indonesia seperti tercantum di bawah ini.
a. Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta, 28 Oktober s.d. 3 November 1978
b. Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta, 21 s.d. 26 November 1983
c. Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta, 27 Oktober s.d. 3 November 1988
d. Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta, 28 Oktober s.d. 2 November 1993
e. Kongres Bahasa Indonesia VII di Jakarta, 26 s.d. 30 Oktober 1998
f. Kongres Bahasas Indonesia VIII di Jakarta, 14 s.d. 17 Oktober 2003
g. Kongres Bahasa Indonesia IX di Jakarta, 20 Oktober s.d. 1 November 2008
h. Kongres Bahasa Indonesia X, di Jakarta, 2013
6. Tahun 1942-1945 (masa pendudukan Jepang), Jepang melarang pemakaian bahasa Belanda yang dianggapnya sebagai bahasa musuh. Penguasa Jepang terpaksa menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi untuk kepentingan penyelenggaraan administrasi
Bab 1 Sejarah dan Kedudukan Bahasa Indonesia
pemerintahan dan sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan, sebab bahasa Jepang belum banyak dikuasai oleh bangsa Indonesia. Soekarno, Moh. Hatta, dan para pemimpin lain berkeliling berpidato, membakar semangat rakyat, dan juga melalui siaran-siaran melalui radio selalu mempergunakan bahasa Indonesia sehingga bahasa Indonesia kian dekat dengan rakyat. Hal yang demikian menyebabkan bahasa Indonesia mempunyai peran yang semakin penting sehingga untuk pertama kalinya pada masa ini bangsa Indonesia memiliki Kamus Istilah.
7. Tahun 1947 masa Negara Republik Indonesia berpusat di Yogyakarta, dibentuklah sebuah panitia Ejaan Bahasa Indonesia yang diketuai oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan ketika itu yaitu Mr. Soewandi. Pada 19 Maret 1947 Menteri Mr. Soewandi dalam surat keputusannya SK No. 264/Bhg. A/47 menetapkan perubahan ejaan bahasa Indonesia. Ejaan yang diperbaharui ini kemudian dikenal dengan nama Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi.
8. Tahun 1963 ada upaya dari pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah Diraja Malaysia untuk mengadakan satu ejaan dengan mengingat antara bahasa Indonesia dan bahasa Melayu yang dipergunakan sebagai bahasa resmi pemerintah Diraja Malaysia masih satu rumpun atau memiliki kesamaan. Usaha itu antara lain pemufakatan ejaan Melindo (Melayu-Indonesia) dengan membentuk panitia Indonesia dan Melayu, masing-masing diketuai oleh Prof. Dr. Slamet Mulyana dari Indonesia dan Syed Nasir bin Ismail dari Persekutuan Tanah Melayu. Panitia ini menghasilkan konsep bersama yang dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Ejaan Melayu—Indonesia). Namun, upaya ini akhirnya kandas karena situasi politik antara Indonesia dan Malaysia yang sempat memanas.
9. Tahun 1948 terbentuk sebuah lembaga yang menangani pembinaan bahasa dengan nama Balai Bahasa. Lembaga ini, pada tahun 1968, diubah namanya menjadi Lembaga Bahasa Nasional dan pada tahun 1972 diubah menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa yang selanjutnya lebih dikenal dengan sebutan Pusat Bahasa.
10. Pada 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia, Soeharto meresmikan penggunaan Ejaan yang Disempurnakan (kemudian biasa disingkat EYD) yang dikuatkan dengan Keputusan Presiden Nomor 57, tahun 1972 dan Tap.MPR No. 2/1972. Ejaan tersebut menggantikan ejaan lama, ejaan Republik atau ejaan Soewandi. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pembentukan Istilah resmi diberlakukan
31 Agustus 1972.
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
B. KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA
Bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang penting bagi bangsa Indonesia tercermin dalam ikrar ketiga Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, dan UUD 1945, Bab XV Pasal 36. Ikrar ketiga Sumpah Pemuda yang berbunyi “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”, tersebut menegaskan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Sebagai bahasa nasional dirumuskan fungsi bahasa Indonesia dalam “Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan oleh Pusat Bahasa di Jakarta, 25 – 28 Februari 2010. Hasil rumusan seminar tersebut mengungkapkan bahwa sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi sebagai
1. Lambang kebanggaan nasional
2. Lambang identitas nasional
3. Alat pemersatu masyarakat yang berbeda latar budayanya
4. Alat perhubungan antarbudaya dan antardaerah Sebagai lambang kebanggaan nasional, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial
budaya luhur bangsa Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa Indonesia, kita harus bangga dengannya; kita harus menjunjungnya; dan kita harus mempertahankannya. Sebagai realisasi kebanggaan kita harus memakai tanpa rasa rendah diri, malu, dan acuh tak acuh. Kita harus memakainya dengan memelihara dan mengembangkannya. Kebanggaan tersebut bukan hanya karena bahasa Indonesia mengandung nilai-nilai luhur tetapi karena sejak awal bahasa Indonesia sudah ditetapkan sebagai bahasa nasioanal. Semantara itu negara-negara tetangga kita seperti Filipina, India, bahkan persekutuan Tanah Melayu (yang kemudian menjadi Malaysia dan Singapura) tidak dapat menetapkan satu bahasa saja sebagai bahasa nasionalnya. Di India ada enam belas macam bahasa resmi, di PTM ada empat bahasa resmi (Melayu, Inggris, Cina, dan Tamil), sedang di Filipina bahasa Tagalog didampingi oleh beberapa bahasa lain termasuk bahasa Inggris.
Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia merupakan ‘lambang’ bangsa Indonesia. Ini berarti, dengan bahasa Indonesia akan dapat diketahui siapa kita, yaitu sifat, perangai, dan watak kita sebagai bangsa Indonesia. Karena fungsinya yang demikian itu, maka kita harus menjaganya jangan sampai ciri kepribadian kita tidak tercermin di dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia tidak menunjukkan gambaran bangsa Indonesia yang sebenarnya.
Dengan fungsi yang ketiga memungkinkan masyarakat Indonesia yang beragam latar belakang sosial budaya dan berbeda bahasanya dapat menyatu dan bersatu dalam kebangsaan, cita-cita, dan rasa nasib yang sama. Dengan bahasa Indonesia, bangsa Indonesia merasa aman dan serasi hidupnya, sebab mereka tidak merasa bersaing dan tidak merasa lagi ‘dijajah’ oleh masyarakat suku lain. Apalagi dengan adanya kenyataan bahwa dengan menggunakan bahasa Indonesia, identitas suku dan nilai-nilai sosial budaya daerah masih tercermin dalam bahasa daerah masing-masing. Kedudukan dan fungsi bahasa daerah masih tegar dan tidak tergoyah sedikit pun. Bahkan, bahasa daerah diharapkan dapat memperkaya khazanah bahasa Indonesia.
Bab 1 Sejarah dan Kedudukan Bahasa Indonesia
Dengan fungsi keempat, bahasa Indonesia sering kita rasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa Indonesia kita dapat saling berhubungan untuk segala aspek kehidupan. Bagi pemerintah, segala kebijakan dan strategi yang berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan mudah diinformasikan kepada warganya. Akhirnya, arus informasi antarkita meningkat berarti akan mempercepat peningkatan pengetahuan kita. Apabila pengetahuan kita meningkat berarti tujuan akan cepat tercapai.
Selain sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa negara. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab XV Pasal 36 yang berisi, “Bahasa Negara adalah bahasa Indonesia.” Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai,
1. bahasa resmi kenegaraan,
2. bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan
3. bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintah, dan
4. bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.
Keempat fungsi tersebut harus dilaksanakan, sebab fungsi-fungsi tersebut sebagai penanda bahwa suatu bahasa sebagai bahasa negara. Sebagai bahasa resmi kenegaraan, menuntut penggunaan bahasa Indonesia dalam keputusan-keputusan, dokumen-dokumen, dan surat-surat resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah dan lembaga-lembaganya ditulis dalam bahasa Indonesia. Pidato-pidato atas nama pemerintah atau dalam rangka menunaikan tugas pemerintah diucapkan dan dituliskan dalam bahasa Indonesia.
Sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi di seluruh Indonesia dan pada sekolah-sekolah Indonesia di luar negeri. Sebagai konsekuensi pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan, maka materi pelajaran yang berbentuk media cetak hendaknya juga berbahasa Indonesia. Hal itu dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang berbahasa asing atau menyusunnya sendiri.
Sebagai fungsinya di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan, bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan antarbadan pemerintah dan penyebarluasan informasi kepada masyarakat. Sehubungan dengan itu hendaknya diadakan penyeragaman sistem administrasi dan mutu media komunikasi massa. Tujuan penyeragaman dan peningkatan mutu tersebut agar isi atau pesan yang disampaikan dapat dengan cepat diterima masyarakat.
Akhirnya, sebagai fungsi pengembangan kebudayaan nasional, ilmu, dan tekonologi, bahasa Indonesia terasa sekali manfaatnya. Kebudayaan nasional yang beragam itu, yang berasal dari masyarakat Indonesia yang beragam pula, rasanya tidaklah mungkin dapat disebarluaskan kepada dan dinikmati oleh masyarakat Indonesia dengan bahasa selain bahasa
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
Indonesia. Hal ini juga berlaku dalam penyebarluasan ilmu dan teknologi modern. Agar jangkauan pemakaianya lebih luas, penyebaran ilmu dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran, buku-buku populer, majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lain, hendaknya menggunakan bahasa Indonesia
Bab 2 Bab 1 PARAMETER EJAAN ANTENA DAN PENGERTIANNYA
A. PENGERTIAN DAN SEJARAH EJAAN
Kata “”ejaan” berasal dari kosakata bahasa Arab hijs’ menjadi eja yang mendapat akhiran – an. Huruf yang dieja disebut huruf hijaiyah. Mengeja adalah membaca huruf demi huruf. Ejaan adalah sistem tulis menulis yang dibakukan (distandardisasikan). Ejaan berarti pula lambang ujaran. Dengan kata lain, ejaan adalah lambang dari bunyi bahasa. fonem /a/ dilambangkan dengan huruf a, jeda dilambangkan dengan koma (,), kesenyapan dilambangkan dengan titik (.), dan sebagainya. 1
Setelah Islam datang, di Nusantara digunakan huruf Arab untuk menulis bahasa Melayu. Huruf ini disebut huruf Arab-Melayu (huruf pegon/huruf Jawi). Ini merupakan salah satu huruf yang pertama dikenal. Kitab Sejarah Melayu merupakan contoh penggunaan huruf Jawi untuk bahasa Melayu. Tokoh yang menggunakan huruf Jawi dalam tulis-menulis adalah Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi, seorang tokoh Zaman Peralihan dari sastra lisan ke sastra tulis.
Berbagai pakar memberikan pengertian tentang ejaan yang penulis kutip untuk lebih memperjelas pengertian tentang ejaan. Menurut Harimurti Kridalaksana, ejaan (spelling) adalah penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-menulis yang distandardisasikan, yang lazimnya mempunyai 3 aspek, yakni aspek fonologis yang menyangkut penggambaran fonem
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
dengan huruf dengan penyusunan abjad, aspek morfologis yang menyangkut penggambaran satu-satuan morfemis, aspek sintaksis yang menyangkut pertanda ujaran berupa tanda baca. 2
Sedangkan J.S. Badudu menyatakan bahwa ejaan adalah pelambangan fonem dengan huruf. Dalam sistem ejaan suatu bahasa, ditetapkan bagaimana fonem-fonem dalam bahasa
itu dilambangkan. Lambang fonem dinamakan huruf. Sejumlah huruf dalam suatu bahasa disebut abjad. 3
Menurut Zainal E. Arifin dan S. Amran Tasai ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran dan bagaimana antarhubungan antara lambang- lambang itu. 4
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan bahwa ejaan adalah kaidan-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat dsb.) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca. 5
Berdasarkan berbagai pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ejaan adalah seperangkat aturan atau kaidah penulisan bunyi ke dalam bentuk tulisan yang menyangkut penanda ujaran (tanda baca) beserta beberapa kaidah yang lain.
Ejaan yang berlaku sekarang dinamakan Ejaan yang Disempurnakan (EYD). EYD ini merupakan penyempurnaan ejaan yang sudah dipakai selama dua puluh lima tahun sebelumnya yang dikenal dengan nama Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi (Menteri PP dan K Republik Indonesia pada saat itu, diresmikan pada tahun 1947).
Sebelum ejaan Soewandi telah ada ejaan yang merupakan ejaan pertama bahasa Indonesia yaitu Ejaan Van Ophyusen. Ejaan ini ditetapkan pada tahun 1901 berdasarkan rancangan Prof. Ch. A. Van Ophusen. Ia dibantu Engku Nawawi Gelar Soetan Mamoer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Ejaan Van Ophyusen tidak lagi berlaku pada tahun 1947.
Ejaan yang Disempurnakan (EYD) diresmikan tanggal 16 Agustus 1972 oleh Presiden Republik Indonesia berdasarkan Putusan Presiden No. 57, Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972 (Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
2 Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2001), hlm. 48 3 J.S. Badudu, Pelik-pelik Bahasa Indonesia (Bandung : CV Pustaka Prima, 1985), hlm. 31
4 E. Zainal Arifin dan S. Amran Tasai. Cermat Berbahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi (Jakarta : Akademika Pressindo) hlm. 127
Bab 2 Ejaan
B. RUANG LINGKUP EYD
Ruang lingkup EYD mencakup lima aspek yaitu :
1. Pemakaian huruf membicarakan bagian-bagian dasar dari suatu bahasa yaitu, abjad, vokal, konsonan, pemenggalan, dan nama diri
2. Penulisan huruf membicarakan bagaimana penulisan huruf kapital dan dan huruf miring
3. Penulisan kata membicarakan bidang morfologi dengan segala bentuk dan jenisnya berupa kata dasar, kata turunan, kata ulang, gabungan kata, kata ganti (kau, ku, mu, dan nya), kata depan (di, ke, dan dari), kata sandang (si dan sang), partikel, singkatan, dan akronim, dan angka dan lambang bilangan.
4. Penulisan unsur serapan membicarakan kaidah cara penulisan unsur serapan, terutama kosakata yang berasal dari bahasa asing.
5. Pemakaian tanda baca (pungtuasi) membicarakan teknik penerapan kelima belas tanda baca dalam penulisan dengan kaidah masing-masing. Tanda baca itu adalah
1) Tanda titik (.)
2) Tada koma (,)
3) Tanda titik koma (;)
4) Tanda titik dua (:)
5) Tanda hubung (-)
6) Tanda pisah ( __)
7) Tanda elipsis (...)
8) Tanda tanya (?)
9) Tanda seru (!)
10) Tanda kurung ((...))
11) Tang kurung siku ([...])
12) Tanda petik ganda (”...”)
13) Tanda petik tunggal (’...’)
14) Tanda garis miring (/)
15) Tanda penyingkat (’)
C. CAKUPAN EYD
Ruang lingkup Ejaan yang Disempurnakan (EYD) meliputi,
1. Pemakaian Huruf
a. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf yang berikut. Nama tiap huruf disertakan di sebelahnya.
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
Huruf Nama
Huruf
Nama
Huruf Nama
b. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u.
Contoh Pemakaian dalam Kata Huruf Vokal
Di Awal
Di Tengah
Di Akhir
lusa e*
tipe i
emas
kena
murni o
itu
simpan
radio u
oleh
kota
ibu * Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan keraguan.
ulang
bumi
Misalnya: Anak-anak bermain di teras (téras). Upacara itu dihadiri pejabat teras pemerintah. Kami menonton film seri (séri). Pertandingan itu berakhir seri.
c. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf
b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
Contoh Pemakaian dalam Kata Huruf Konsonan
Di Awal
Di Tengah
Di Akhir
b bahasa
sebut
adab
c cakap
kaca
d dua
ada
abad
Bab 2 Ejaan
Contoh Pemakaian dalam Kata Huruf Konsonan
Di Awal
Di Tengah
Di Akhir
f fakir
kafir
maaf
g guna
tiga
balig
tuah j
h hari
saham
mikraj k
bapak* l
rakyat*
kesal m
lekas
alas
diam n
maka
kami
daun p
nama
anak
siap q**
putar s
raih
bara
lemas t
sampai
asli
rapat v
juz * Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah.
zeni
lazim
** Huruf q dan x digunakan khusus untuk nama dan keperluan ilmu
d. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.
Contoh Pemakaian dalam Kata
Huruf Diftong
Di Awal
Di Tengah
Di Akhir
pandai au
harimau oi
e. Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy.
Gabungan Huruf Contoh Pemakaian dalam Kata Konsonan
Di Awal
Di Tengah
Di Akhir
kh
tarikh ng
khusus
akhir
senang ny
ngilu
bangun
– sy
nyata
hanyut
syarat
isyarat
arasy
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
f. Nama Diri
Penulisan nama sungai, gunung, jalan dan sebagainya, disesuaikan dengan Ejaan yang Disempurnakan. Nama orang, badan hukum dan nama diri lain yang sudah lazim disesuaikan dengan Ejaan yang Disempurnakan kecuali bila ada pertimbangan khusus.
2. Penulisan Huruf
a. Huruf Kapital atau Huruf Besar
1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Misalnya: Dia mengantuk. Apa maksudnya? Kita harus bekerja keras. Pekerjaan itu belum selesai.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Misalnya: Adik bertanya, “Kapan kita pulang?” Bapak menasihatkan, “Berhati-hatilah, Nak!”
“Kemarin engkau terlambat,” katanya. “Besok pagi,” kata Ibu, “Dia akan berangkat”.
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Misalnya: Allah, Yang Mahakuasa, Yang Maha Pengasih, Alkitab, Quran, Weda, Islam, Kristen Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar kepada hamba-Nya.
Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat.
4. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya: Mahaputra Yamin Sultan Hasanuddin Haji Agus Salim Imam Syafii Nabi Ibrahim
Bab 2 Ejaan
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar, kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang.
Misalnya: Dia baru saja diangkat menjadi sultan. Tahun ini ia pergi naik haji.
5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
Misalnya: Wakil Presiden Adam Malik Perdana Menteri Nehru Profesor Supomo Laksamana Muda Udara Husen Sastranegara Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian Gubernur Irian Jaya
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak diikuti nama orang, atau nama tempat.
Misalnya: Siapa gubernur yang baru dilantik itu?
Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad dilantik menjadi mayor jenderal.
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.
Misalnya: Amir Hamzah Dewi Sartika Wage Rudolf Supratman Halim Perdanakusumah Ampere
7. Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai nama sejenis atau satuan ukuran.
Misalnya: mesin diesel
10 volt
5 ampere
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
8. Huruf kapital sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa.
Misalnya: bangsa Indonesia suku Sunda bahasa Inggris
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan.
Misalnya: mengindonesiakan kata asing keinggris-inggrisan
9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Misalnya: bulan Agustus hari Natal bulan Maulid Perang Candu hari Galungan tahun Hijriah hari Jumat tarikh Masehi hari Lebaran Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama.
Misalnya: Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsanya. Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya perang dunia.
10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Misalnya: Asia Tenggara
Kali Brantas
Banyuwangi
Lembah Baliem
Bukit Barisan
Ngarai Sianok
Jazirah Arab Pegunungan Jayawijaya Danau Toba
Selat Lombok
Daratan Tinggi Dieng
Tanjung Harapan
Gunung Semeru
Teluk Benggala
Jalan Diponegoro
Terusan Suez
Bab 2 Ejaan
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri.
Misalnya: berlayar ke teluk mandi di kali menyeberangi selat pergi ke arah tenggara
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan sebagai nama jenis.
Misalnya: garam inggris gula jawa kacang bogor pisang ambon
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan.
Misalnya: Republik Indonesia Majelis Permusyawaratan Rakyat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 57, Tahun 1972
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.
Misalnya: menjadi sebuah republik beberapa badan hukum kerja sama antara pemerintah dan rakyat menurut undang-undang yang berlaku
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
Misalnya: Perserikatan Bangsa-Bangsa
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Rancangan Undang-Undang Kepegawaian
13. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
Misalnya: Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma. Bacalah majalah Bahasa dan Sastra. Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan. Ia menyelesaikan makalah “Asas-Asas Hukum Perdata”.
14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.
Misalnya: Dr.
doktor
M.A.
master of arts
S.H.
sarjana hukum
S.S.
sarjana sastra
Prof. profesor Tn.
15. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
Misalnya: “Kapan Bapak berangkat?” tanya Harto. Adik bertanya, “Itu apa, Bu?” Surat Saudara sudah saya terima. “Silakan duduk, Dik!” kata Ucok. Besok Paman akan datang. Mereka pergi ke rumah Pak Camat. Para ibu mengunjungi Ibu Hasan.
Bab 2 Ejaan
Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan.
Misalnya: Kita harus menghormati bapak dan ibu kita. Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.
16. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
Misalnya: Sudahkah Anda tahu? Surat Anda telah kami terima.
b. Huruf Miring
1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menulis nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya: majalah Bahasa dan Kesusastraan buku Negarakertagama karangan Prapanca surat kabar Suara Karya
2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
Misalnya: Huruf pertama kata abad ialah a. Dia bukan menipu, tetapi ditipu. Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf kapital. Buatlah kalimat dengan berlepas tangan.
3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
Misalnya: Nama ilmiah buah manggis ialah Carcinia mangostana. Politik divide et impera pernah merajalela di negeri ini. Weltanschauung antara lain diterjemahkan menjadi ‘pandangan dunia’.
Tetapi: Negara itu telah mengalami empat kudeta.
Catatan:
Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring diberi satu garis di bawahnya.
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
3. Penulisan Kata
1) Kata Dasar Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Misalnya: Ibu percaya bahwa engkau tahu. Kantor pajak penuh sesak. Buku itu sangat tebal.
2) Kata Turunan
a. Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Misalnya: bergeletar dikelola penetapan menengok mempermainkan
b. Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya.
(Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.) Misalnya: bertepuk tangan garis bawahi menganak sungai sebar luaskan
c. Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.
(Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.) Misalnya: menggarisbawahi menyebarluaskan dilipatgandakan penghancurleburan
d. Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya: adipati
mahasiswa
aerodinamika
mancanegara
Bab 2 Ejaan
kolonialisme tritunggal kosponsor
ultramodern
Catatan: (1) Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf
kapital, di antara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung (-).
Misalnya: non-Indonesia pan-Afrikanisme
(2) Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti oleh kata esa dan kata yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah.
Misalnya: Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita. Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.
3) Kata Ulang Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
Misalnya: anak-anak, buku-buku, kuda-kuda, mata-mata, hati-hati, undang-undang, biri-biri, kupu-kupu, kura-kura, laba-laba, sia-sia, gerak-gerik, huru-hara, lauk-pauk, mondar- mandir, ramah-tamah, sayur-mayur, centang-perenang, porak-poranda, tunggang- langgang, berjalan-jalan, dibesar-besarkan, menulis-nulis, terus-menerus, tukar- menukar, hulubalang-hulubalang, bumiputra-bumiputra
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
4) Gabungan Kata
a. Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah.
Misalnya: duta besar, kambing hitam, kereta api cepat luar biasa, mata pelajaran, meja tulis, model linear, orang tua, persegi panjang, rumah sakit umum, simpang empat.
b. Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan.
Misalnya: alat pandang-dengar, anak-istri saya, buku sejarah-baru, mesin-hitung tangan, ibu-
bapak kami, watt-jam, orang-tua muda
c. Gabungan kata berikut ditulis serangkai.
Misalnya: acapkali, adakalanya, akhirulkalam, alhamdulillah, astagfirullah, bagaimana, barangkali, bilamana, bismillah, beasiswa, belasungkawa, bumiputra, daripada, darmabakti, darmasiswa, dukacita, halalbihalal, hulubalang, kacamata, kasatmata, kepada, keratabasa, kilometer, manakala, manasuka, mangkubumi, matahari, olahraga, padahal, paramasastra, peribahasa, puspawarna, radioaktif, sastramarga, saputangan, saripati, sebagaimana, sediakala, segitiga, sekalipun, silaturahmi, sukacita, sukarela, sukaria, syahbandar, titimangsa, wasalam
5) Kata Ganti ku, kau, mu, dan nya
Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; ku, mu, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya: Apa yang kumiliki boleh kauambil. Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.
6) Kata Depan di, ke, dan dari
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada. (Lihat juga Bab III, Pasal D, Ayat 3.)
Misalnya: Kain itu terletak di dalam lemari. Bermalam sajalah di sini. Di mana Siti sekarang?
Bab 2 Ejaan
Mereka ada di rumah. Ia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan. Ke mana saja ia selama ini? Kita perlu berpikir sepuluh tahun ke depan. Mari kita berangkat ke pasar. Saya pergi ke sana-sini mencarinya. Ia datang dari Surabaya kemarin.
Catatan: Kata-kata yang dicetak miring di bawah ini ditulis serangkai. Si Amin lebih tua daripada si Ahmad. Kami percaya sepenuhnya kepadanya. Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu. Ia masuk, lalu keluar lagi. Surat perintah itu dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 11 Maret 1966. Bawa kemari gambar itu. Kemarikan buku itu. Semua orang terkemuka di desa itu hadir dalam kenduri itu.
7) Kata si dan sang Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misalnya: Harimau itu marah sekali kepada sang Kanci Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim.
8) Partikel
a. Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya: Bacalah buku itu baik-baik. Jakarta adalah ibu kota Republik Indonesia. Apakah yang tersirat dalam surat itu? Siapakah gerangan dia? Apatah gunanya bersedih hati?
b. Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Misalnya: Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus. Hendak pulang pun sudah tak ada kendaraan. Jangan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah datang ke rumahku. Jika ayah pergi, adik pun ingin pergi.
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
Catatan: Kelompok yang lazim dianggap padu, misalnya adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, sungguhpun, walaupun ditulis serangkai.
Misalnya: Adapun sebab-sebabnya belum diketahui. Bagaimanapun juga akan dicobanya menyelesaikan tugas itu. Baik para mahasiswa maupun mahasiswi ikut berdemonstrasi. Sekalipun belum memuaskan, hasil pekerjaannya dapat dijadikan pegangan. Walaupun miskin, ia selalu gembira.
c. Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’ ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.
Misalnya: Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April. Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu. Harga kain itu Rp 2.000 per helai.
9) Singkatan dan Akronim
a. Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
a) Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan atau pangkat diikuti dengan tanda titik.
Misalnya: A.S. Kramawijaya Muh. Yamin Suman Hs. Sukanto S.A. M.B.A.
master of business administration M.Sc.
master of science
S.E.
sarjana ekonomi
S.Kar.
sarjana karawitan
S.K.M. sarjana kesehatan masyarakat Bpk.
bapak
Sdr.
saudara
Kol.
kolonel
Bab 2 Ejaan
b) Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
Misalnya: DPR
Dewan Perwakilan Rakyat PGRI
Persatuan Guru Republik Indonesia GBHN
Garis-Garis Besar Haluan Negara SMTP
Sekolah Menengah Tingkat Pertama PT
Perseroan Terbatas
KTP Kartu Tanda Penduduk
c) Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.
Misalnya: dll.
dan lain-lain
dsb.
dan sebagainya
dst.
dan seterusnya
sama dengan atas
Yth.
Yang terhormat
Tetapi: a.n.
atas nama
d.a.
dengan alamat
u.b.
untuk beliau
u.p.
untuk perhatian
s.d.
sampai dengan
b. Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.
Misalnya: Cu
kuprum
TNT trinitrotoluen cm
(lima ribu) rupiah
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
c. Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
a) Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.
Misalnya: ABRI
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia LAN
Lembaga Administrasi Negara
PASI Persatuan Atletik Seluruh Indonesia IKIP
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan SIM
Surat Izin Mengemudi
b) Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
Misalnya: Akabri
Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Bappenas
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Iwapi
Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia Kowani
Kongres Wanita Indonesia
Sespa Sekolah Staf Pimpinan Administrasi
c) Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil
Misalnya: pemilu
pemilihan umum
radar
radio detecting and ranging
rapim
rapat pimpinan
rudal
peluru kendali
tilang
bukti pelanggaran
Catatan:
Jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut:
1. Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazin pada kata Indonesia
2. Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan
konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim
Bab 2 Ejaan
10) Angka dan Lambang Bilangan
a. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
Angka Arab
Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M (1.000) Pemakaiannya diatur lebih lanjut dalam pasal-pasal yang berikut ini.
b. Angka digunakan untuk menyatakan: (i) ukuran panjang, berat, luas, dan isi (ii) satuan waktu (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas
Misalnya: 0,5 sentimeter
1 jam 20 menit
Rp5.000,00
50 dolar Amerika
10 pound Inggris
4 meter persegi
* tanda titik di sini merupakan tanda desimal.
c. Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat.
Misalnya: Jalan Tanah Abang I No. 15 Hotel Indonesia, Kamar 169
d. Angka digunakan juga untuk menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
Misalnya: Bab X, Pasal 5, halaman 252 Surah Yasin: 9
e. Penulisan lambang bilangan yang dengan huruf dilakukan sebagai berikut:
a) Bilangan utuh
Misalnya: dua belas
dua puluh dua
dua ratus dua puluh dua
b) Bilangan pecahan
Misalnya: setengah 1/2 tiga perempat
Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi
seperenam belas
tiga dua pertiga
seperseratus 1/100 satu persen
satu dua persepuluh
c) Penulisan lambang bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara yang berikut.
Misalnya: Paku Buwono X
di daerah tingkat II itu pada awal abad XX
di tingkat kedua gedung itu dalam kehidupan pada abad ke-20 ini
di tingkat ke-2 itu lihat Bab II, Pasal 5
kantornya di tingkat II itu dalam bab ke-2 buku itu
d) Penulisan lambang bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti
Misalnya: tahun ‘50-an
(tahun lima puluhan) uang 5000-an
(uang lima ribuan) lima uang 1000-an
(lima uang seribuan)
e) Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, sperti dalam perincian dan pemaparan.
Misalnya: Amir menonton drama itu sampai tiga kali. Ayah memesan tiga ratus ekor ayam. Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5
orang memberikan suara blangko. Kendaraan yang ditempah untuk pengangkutan umum terdiri atas 50 bus, 100 helicak, 100 bemo.
f) Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.