DAMPAK KELUARGA BERENCANA TERHADAP KUALI

DAMPAK KELUARGA BERENCANA TERHADAP
KUALITAS HIDUP PENDUDUK DI PROVINSI JAWA TIMUR
(Studi tentang Penguatan Fungsi Keluarga di Bidang Kesehatan, Pendidikan, dan
Ekonomi)
Darni
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya
darniunesa@gmail.com
Mutimmatul Faidah
Fakultas Teknik, Universitas Negeri Surabaya
Oikurema Purwati
Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya
Yuni Lestari
Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya

Abstract: This research has three objectives, 1) describing the effect of controlling people
development on people’s health quality in East Java province; 2) describing the effect of
controlling people development on people’s education quality in East Java province; 3)
describing the effect of controlling people on people’s economic quality in East Java province.
Those aims will be analyzed by using quantitative descriptive research method. The population
of quantitative research is determined by sampling technique. Purposive sampling technique is
used to determine the sample, as many as 100 contraceptive acceptors in East Java participated

in this research. Contraception indeed contributes to the increase of people’s health quality.
More ideal the number of children in a family, more attention is given to children education. The
education level of family will be improved if the number of children in a family is ideal compared
to the family with many children. Contraception program also contributes to the increase of
people economic quality. More ideal the number of children in a family, more attention is given
to the economic condition of a family. The economic level of family with ideal number of
children will reduce the level of daily need and support more the family need.
Keywords: ideal number of children, health facility, education facility, economic quality

Pendahuluan
Penduduk merupakan modal utama dan faktor dominan dalam proses pembangunan suatu
bangsa. Suatu perkembangan penduduk tanpa dibarengi dengan pengembangan/peningkatan
kualitas penduduk suatu bangsa, maka bisa dipastikan bahwa pertumbuhan pembangunan yang
ideal pun akan menjadi suatu kondisi yang tidak mudah untuk dicapai. Dapat dipastikan bahwa
semakin tingginya laju pertumbuhan penduduk pada suatu negara membawa dampak semakin
tingginya jumlah penduduk pada suatu negara (Mantra, 2013:49). Peledakan jumlah penduduk

85

tersebut berdampak terjadinya kemiskinan dan krisis pangan di beberapa negara. Demikian

halnya dengan Indonesia yang memiliki jumlah penduduk yang sangat luar biasa.
Menurut Kemmeyer dalam Mantra (2013:6) dalam suatu bagan analisis demografi dan
studi

kependudukan

memformulasikan

bahwa

variabel

penting

yang

mempengaruhi

kependudukan (demografi) suatu negara adalah: kelahiran, kematian, dan perpindahan penduduk
suatu wilayah. Dimana ketiga variabel utama akan turut mempengaruhi variabel-variabel diluar

variabel kependudukan, antara lain kebutuhan pangan, kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi.
Pada saat ini pun yang menjadi problema utama kependudukan adalah perkembangan penduduk
di wilayah-wilayah perkotaan serta wilayah-wilayah industri. Berbagai alasan pemenuhan
kebutuhan menjadi magnet tersendiri bagi wilayah-wilayah tersebut. Hal tersebutlah yang
menjadi salah satu penyebab berbagai masalah kependudukan bermunculan.
Gambaran tentang perkembangan penduduk Indonesia dapat dijelaskan dalam data
berikut ini. Tingginya angka kelahiran di Indonesia tentunya berbanding lurus dengan tingginya
laju pertumbuhan penduduk. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) dapat diketahui laju
pertumbuhan penduduk Indonesia periode 2000-2010 adalah sebesar 1,49% atau pertumbuhan
penduduk sekitar 4-5 juta per tahun. Dari sensus penduduk pada tahun 2010 menunjukkan
jumlah penduduk Indonesia sebesar 237,6 juta. Data tersebut menempatkan Indonesia pada
posisi 4 (empat) besar penduduk terbanyak di dunia setelah Cina, India, dan USA (dalam
Sutarto, 2012). Sedangkan data dari Bappeda Jawa Timur (Jatim), jumlah penduduk Jatim pada
tahun 2013 sebanyak 38.318.791 jiwa, bila dibanding tahun 2012 sebesar 38.052.950 jiwa, maka
laju pertumbuhan penduduk Jatim sebesar 0,696%, sedangkan TRF (Total Fertility Rate) pada
tahun 2012 sebesar 1,93. Artinya setiap keluarga di Jatim mempunyai 1,93 anak. Data tersebut
mengartikan bahwa perlambatan laju pertumbuhan penduduk di Jatim dapat dikatakan berhasil
secara signifikan. Sejak pemerintah menggalakkan program Keluarga Berencana (KB) sebagai
salah satu langkah yang diambil pemerintah dalam menekan laju pertumbuhan penduduk
dikembangkan di Jatim pada tahun 1971 hingga saat ini, dapat diketahui dari data yang ada

bahwa dengan adanya program KB telah berhasil mencegah lebih dari 24 juta kelahiran. Menurut
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagaimana dikutip oleh Wilopo
(2010:28) yang menuturkan bahwa program KB sebagai upaya pokok untuk menurunkan angka
pertumbuhan penduduk menjadi intervensi pemerintah yang memiliki arti penting bagi
pertumbuhan ekonomi penduduk.
86

Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan
Penduduk dan Pembangunan Keluarga, menjelaskan bahwa perkembangan penduduk adalah
kondisi yang berhubungan dengan perubahan keadaan kependudukan yang dapat berpengaruh
dan dipengaruhi oleh keberhasilan pembangunan berkelanjutan. Pengembangan kualitas
penduduk dapat diwujudkan melalui peningkatan beberapa aspek, antara lain: (a) kesehatan, (b)
pendidikan, (c) nilai agama, (d) perekonomian, dan (e) nilai sosial budaya. Pengembangan
kualitas penduduk ini pun sudah seyogyanya menjadi tanggung jawab pemerintah, baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dengan bekerjasama dengan masyarakat.
Sebagaimana telah diamanatkan dalam undang-undang tentang Perkembangan Penduduk
dan Pembangunan Keluarga bahwa pengembangan kualitas penduduk dilaksanakan oleh
pemerintah melalui program-program pembinaan dan pemenuhan pelayanan penduduk. Program
tersebut dapat dilakukan melalui komunikasi, informasi, edukasi, serta penyediaan sarana dan
prasarana. Adapun wujud nyata dari upaya pemerintah dengan bekerjasama dengan berbagai

pihak dalam meningkatkan kualitas penduduk melalui berbagai program, antara lain: (a)
peningkatan perekonomiaan melalui program program pemberdayaan masyarakat sehingga
berkembanlah lapangan pekerjaan-lapangan pekerjaan baru (semisal melalui program UMKM
maupun PNPM Mandiri); (b) peningkatan kualitas pendidikan melalui bantuan-bantuan dalam
bidang pendidikan (semisal melalui program dana BOS dan berbagai jenis beasiswa lainnya); (c)
penigkatan kualitas kesehatan melalui program jaminan kesehatan bagi masyarakat; serta
berbagai program pemerintah lainnya.
Berangkat dari latar belakang sebagaimana telah diuraikan di atas, maka dirasakan perlu
melakukan pengkajian lebih mendalam melalui kegiatan penelitian untuk melihat gambaran
dampak dari perkembangan penduduk di Jawa Timur yang dilihat dari beberapa aspek
kehidupan, yakni aspek pendidikan, ekonomi, dan sosial budaya. Selain itu penelitian ini
dilakukan untuk dapat mengetahui upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas penduduk di
Jawa Timur.
Berdasarkan latar permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana dampak pengendalian penduduk terhadap penguatan fungsi keluarga dalam
bidang kesehatan di Provinsi Jawa Timur?

87


2. Bagaimana dampak pengendalian penduduk terhadap penguatan fungsi keluarga dalam
bidang pendidikan di Provinsi Jawa Timur?
3. Bagaimana dampak pengendalian penduduk terhadap penguatan fungsi keluarga dalam
bidang ekonomi di Provinsi Jawa Timur?

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan
penelitian yang terstruktur dan menguantitatifkan data untuk dapat digeneralisasikan (Anshori,
2009:13). Selanjutnya menurut Idrus (2007: 29), penelitian kuantitatif memiliki beberapa
keuntungan, sebagai berikut.
1) Menggunakan tata pikir dan tata kerja yang pasti dan konsisten.
2) Data dapat dicatat dan disajikan dengan ringkas dan pasti.
3) Menggunakan metode analisis yang lebih unggul, yakni statistik dan matematika.
4) Komunikabilitas tinggi.
5) Memungkinkan dilakukannya prediksi.
6) Memudahkan generalisasi.
Penelitian

kuantitatif sebagian besar menguji hipotesis. Namun menurut Brannen


(2005:15), penelitian kuantitif tidak selalu menguji hipotesis. Ada penelitian kuantitatif yang
bersifat deskriptif. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskripfif. Penelitian dengan bentuk
pendekatan deskriptif ini dilakukan untuk mengetahui variabel-variabel mandiri, baik satu
variabel atau lebih tanpa memperbandingkan atau antara satu dengan yang lainnya (Anshori,
2009:12). Maka penelitian ini akan mendeskripsikan dampak-dampak yang ditimbulkan oleh
perkembangan penduduk serta mendeskripsikan program-program pemerintah sebagai upaya
pengendalian penduduk dalam meningkatkan kualitas hidup penduduk.
Populasi sebuah penelitian menurut Azwar (2004:77), harus memiliki ciri-ciri atau
karakteristik bersama yang membedakannya dari kelompok subjek yang lain. Populasi dalam
penelitian ini adalah masyarakat yang berdampak terhadap program pengendalian pertumbuhan
penduduk di Jawa Timur, khususnya di wilayah Kabupaten Sidoarjo, Mojokerto, dan Jombang.
Populasi penelitian kuantitatif ditentukan dengan teknik sampling. Penelitian ini
menggunakan teknik purposive sampling, yakni sampling yang diperoleh dengan pertimbangan
tertentu (Sugiyono, 2006: 96; Anshori, 2009: 105). Pertimbangan yang mendasari pengambilan
88

sampel jenis ini adalah bahwa ketiga wilayah tersebut terletak berdekatan. Populasi dari ketiga
wilayah tersebut diambil 100 orang sebagai sampel.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau
pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan

data yang efisien, bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang
bisa diharapkan dari responden (Sugiyono, 2005: 162).
Pengumpulan data secara terfokus dilakukan dengan menggunakan teknik angket terbuka.
Para responden diberikan angket yang pengisiannya dilakukan dengan dipandu melalui
wawancara. Teknik tersebut dipilih agar data yang dikumpulkan lebih akurat dari pada angket
tertutup.
Teknik analisis data kuantitatif menurut Idrus (2007:199-202) ada tiga tahap, yaitu tahap
persiapan, tabulasi, dan penerapan data. Teknik analisis data dalam penelitian kuantitatif ada dua
cara, yaitu analisis deskriptif dan analisis uji inferensial. Analisis statistik deskriptif meliputi
modus, mean, median, prosentase, rentang, dan deviasi. Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan analisis statistik deskriptif prosentase.
Pembahasan
1. Kualitas Penduduk
Program-program pengendalian laju pertumbuhan penduduk yang dilakukan oleh
pemerintah merupakan salah satu cara pemerintah untuk meningkatkan kualitas penduduk suatu
negara. Salah satu program pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas penduduk yakni
melalui kebijakan pembangunan keluarga. Dalam UU RI No 52 Tahun 2009 pasal 48, diuraikan
bahwa kebijakan pembangunan keluarga melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan
keluarga yang dilaksanakan dengan cara:
a.


peningkatan kualitas anak dengan pemberianakses informasi, pendidikan, penyuluhan,
danpelayanan tentang perawatan, pengasuhan dan perkembangan anak;

b.

peningkatan kualitas remaja dengan pemberian akses informasi, pendidikan, konseling,
dan pelayanan tentang kehidupan berkeluarga;

c.

peningkatan kualitas hidup lansia agar tetap produktif dan berguna bagi keluarga dan
masyarakat dengan pemberian kesempatan untuk berperan dalam kehidupan keluarga;

d.

pemberdayaan keluarga rentan dengan memberikan perlindungan dan bantuan untuk
mengembangkan diri agar setara dengan keluarga lainnya;
89


e.

peningkatan kualitas lingkungan keluarga;

f.

peningkatan akses dan peluang terhadap penerimaan informasi dan sumber daya
ekonomi melalui usaha mikro keluarga;

g.

pengembangan cara inovatif untuk memberikan bantuan yang lebih efektif bagi
keluarga miskin; dan

h.

penyelenggaraan upaya penghapusan kemiskinan terutama bagi perempuan yang
berperan sebagai kepala keluarga.

2.


Konsep Keluarga
a.

Keluarga secara Definitif
Keluarga merupakan harta paling berharga. Keluarga merupakan kelompok
pertama tempat orang tua dan anak-anak untuk melakukan kontak. Keluarga juga disebut
sebagai tempat pembentukan kesadaran kemanusian pada anak. Secara definitif keluarga
dapat dijabarkan sebagai unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau
suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Konsep tersebut
mengadopsi dari definisi keluarga sebagaimana terurai dalam UU RI Nomer 52 Tahun
2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, lebih tepatnya
pada pasal 1 (6).
Dalam definisi yang lebih berpandangan secara normatif, menyebutkan bahwa
keluarga merupakan kelompok utama yang dibentuk melalui upacara perkawinan antara
seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Melalui perkawinan tersebut yang
kemudian menghasilkan lahirnya satu anak atau lebih. Anak-anak tersebut dibesarkan
untuk menjadi anggota masyarakat yang terhormat.
Dengan berdasar pada definisi ahli maupun defini secara regulasi, maka
pemaknaan definisi keluarga mengarah pada terbentuknya sebuah keluarga yang sejahtera
dikemudian harinya. Keluarga sejahtera dapat diartikan sebagai keluarga yang sah
menurut agama dan undang-undang serta memiliki ketahanan, baik secara fisik maupun
non-fisik, mampu memperbaiki dan meningkatkan kondisi mental, fisik dan sosial
keluarga serta mampu menanamkan nilai-nlai luhur budaya bangsa dan agama. Oleh
karena itu, untuk menciptakan keluarga sejahtera dibutuhkan kesadaran masyarakat
tentang pentingnya norma keluarga sejahtera, yang tentunya dilandasi oleh rasa tanggung
jawab, nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur bangsa.
90

b. Peran dan Fungsi Keluarga
Keluarga merupakan sebuah lembaga yang berfungsi untuk melindungi
anggotanya dari keadaan darurat dalam kehidupan. Keluarga didirikan atas dasar cinta
dan kasih sayang yang disucikan berdasarkan perkawinan yang bersifat sacramental atau
bukan sacramental. Hubungan yang terjalin dalam suatu keluarga merupakan hubungan
yang dekat dan erat serta harmonis. Hubungan ini didominasi oleh tradisi hak-hak
manusia yang paling baik dan oleh saling pengertian sesamanya serta saling memikirkan.
Pemerintah melakukan berbagai cara sebagai upaya untuk mengoptimalkan fungsi
keluarga, salah satunya dengan dikeluarkannya kebijakan pembangunan keluarga.
Sebagaimana termasud dalam UU RI Nomer 52 Tahun 2009 pasal 47 yang menyatakan
bahwa pemerintah mewujudkan kebijakan pembangunan keluarga melalui pembinaan
ketahanan dan kesejahteraan keluarga.
Dengan mengacu pada upaya pembangunan keluarga, maka diperlukan
pemahaman tentang peran dan fungis keluarga. Menurut Cordero dan Panopio, (dalam
Engels,2010) tugas-tugas keluarga meliputi tugas untuk memproduksi, pemeliharaan
secara biologis, sosialisasi, control social, penempatan status, fungsi ekonomi, agama,
pendidikan, rekreasi, dan politik. Berikut ini adalah penjelasannya.
1) Keluarga mengatur tingkah laku seks, dan merupakan pula unit untuk reproduksi.
Dalam ikatan perkawinan pernyataan seks diakui oleh masyarakat. Hal ini
dimaksudkan untuk kepuasan dan reproduksi. Dalam keluarga praktek-praktek seks
diatur dan dikontrol. Kontrol secara kebudayaan ditetapkan untuk menjaga
kesejahteraan keluarga.
2) Keluarga

melaksanakan

fungsi

untuk

pemeliharaan

biologis.

Orangtua

memperhatikan kebutuhan fisik dan kebutuhan material anak, memberinya makanan
bergizi dan perlindungan.
3) Keluarga merupakan badan utama mensosialisasikan anak. Di dalam hubungan intim
dalam keluargalah si anak mengembangkan kepribadiannya dan memperoleh dasardasar untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
4) Keluarga memberikan status pada anggotanya. Keluarga tempat kita dilahirkan telah
memperoleh suatu posisi social dalam nasyarakat berdasarkan mutu tingkah laku

91

yang diperhatikan oleh anggota-anggotanya dan sejauh mana mereka telah ikut
mengambil bagian dalam aktifitas dan urusan-urusan masyarakat.
5) Keluarga merupakan mekanisme penting untuk control social. Keluarga melancarkan
tekanan untuk membuat para anggotanya menyesuaikan diri pada standar-standar dan
norma-norma tingkah laku. Keluarga mengatur hubungan social serta pengalamanpengaalaman anak-anak. Keluarga berusaha menempatkan keluarganya dalam batasbatas berbagai aspek cara hidup demi menjaga nama baik.
6) Keluarga merupakan unit ekonomi yang penting. Keluarga adalah unit produksi,
konsumsi dan distribusi yang penting. Keluarga merupakan sumber tenaga kerja,
penguasa hak milik dan penerus kekayaan sekaligus sebagai konsumen barangbarang dan jasa.
7) Keluarga mempunyai fungsi politik. Aspek-aspek tertentu suatu keluarga seperti
jalur-jalur otorita, pembuatan keputusan, sistim member perintah dan mengikutinya,
kesetiaan terhadap anggota lainnya, dan semangat kerja sama akan diteruskan pada
aktivitas politik dalam masyarakat yang lebih luas.
Mucie dalam Faturochman (2001) mengungkapkan secara pragmatis keluarga
dapat dilihat dari peran atau fungsinya, yaitu sebagai (a) tempat atau lokasi, (b)
proses, (c) sasaran, dan (d) norma. Peran keluarga sebagai suatu tempat atau lokasi
yang memiliki fungsi sebagai tempat perlindungan bagi orang tua dan anak-anak.
Peran keluarga sebagai tempat berkaitan erat dengan fungsinya sebagai suatu proses.
Peran ini sesungguhnya didominasi oleh sosialisasi anak dalam rangka adopsi nilainilai orangtua. Peran keluarga sebagai sasaran, ditandai dengan banyaknya program
dan proyek yang menjadikan keluarga sebagai sasaran. Banyaknya program dan
proyek pemerintah yang menjadikan keluarga sebagai target sasaran. Program dan
proyek tersebut menempatkan keluarga pada posisi yang penting dalam upaya
meningkatkan kualitas keluarga. Peran normatif keluarga sering diasosiasikan
sebagai legitimasi hubungan seksual yang sah antara suami istri dan hak serta
tanggung jawab antar anggota keluarga. Peran inipun mulai mengalami pergeseran
yang sangat besar. Hubungan seks sebelum nikah (premarital sex), di luar nikah
(penyelewengan, extramarital sex), tanpa nikah (prostitusi, kumpul kebo), sejenis
(homo dan lesbian), serta selibat permanen (tanpa nikah) telah mengurangi peran
92

normatif keluarga. Hal tersebut dipertegas dengan adanya kekerasan (violence) dan
perlakuan salah (abused) dalam keluarga, terutama terhadap anak dan istri
(perempuan).
Pendekatan psikologi lebih menitikberatkan bahwa anggota keluarga
merupakan unsur penting dan subjek yang berperan aktif. Menurut Megawangi
(Faturochman, 2001) secara psikologis keluarga mempunyai peran penting yang
diantaranya: pertama, keluarga memiliki peran yang besar dalam pengembangan
personal (personal growth). Ada beberapa unsur penting dalam diri individu yang
perlu dikembangkan dalam keluarga, diantaranya adalah intelektualitas yang
berorientasi pada kebudayaan, moral keagamaan, kemandirian, orientasi pada
prestasi dan produkvitivitas, serta kemandirian. Bila unsur-unsur tersebut
berkembang dengan baik maka ia akan dapat memecahkan berbagai masalah yang
dihadapi, mampu mencukupi diri, kompetitif, adaptif dan dapat memajukan
lingkungan sosial dan budayanya, serta berperilaku etis. Kedua, keluarga merupakan
jaringan sosial paling kecil. Di era sekarang ini, jaringan sosial memegang peranan
penting. Karenanya, keluarga juga harus berperan sebagai arena menjalin hubungan
dan arena belajar untuk mengembangkan jaringan sosial. Terjalinnya sebuah
hubungan yang progresif dan tidak monoton dapat dijadikan sebagai upaya preventif
munculnya masalah-masalah hubungan interpersonal dalam keluarga. Ketiga, di
dalam keluarga tentu ada sistem yang mengorganisir, mengontrol dan memelihara
keberlangsungan hidup keluarga. Peran ini tampaknya terkikis paling awal di masa
yang terus mengalami perubahan seperti yang sekarang ini. Sebagaimana diketahui,
dimana sistem inilah mempersatukan individu dalam bentuk keluarga.
c. Paradigma Keluarga Berancana
Wilopo (2010:37) dalam tulisannya berjudul “Dari Pengendalian Pertumbuhan
Penduduk melalui KB ke Kesehatan Produksi”, dia masih mempercayai bahwa peledakan
penduduk akan berakibat fatal apabila tidak segera dilakukan upaya-upaya penurunan
angka kelahiran secara segera. Apabila tidak dilakukan upaya apapun, akan terjadi musim
kering yang berkepanjangan, epidemi penyakit yang mematikan, konflik antar bangsa,
serta berbagai kriminalitas yang mewarnai kehidupan sehari-hari. Ancaman buruk akibat
pertumbuhan penduduk tersebut memang belum terjadi, namun setidaknya gambaran
93

tersebut dapat menjadi peringatan keras kepada semua orang tentang dampak negatif
pertumbuhan penduduk.
Dalam rangka masalah-masalah yang tidak dinginkan sebagai akibat dari
peledakan penduduk, pemerintah Indonesia mempunyai kebijakan sebagai upaya
penekanan laju pertumbuhan pendudiuk, yakni melalui progran Keluarga Berencana
(KB). Program Keluarga Berencana adalah usaha untuk mengukur jumlah dan jarak anak
yang diinginkan. Secara regulatif dalam UU No. 52 Tahun 2009 dijelaskan bahwa
definisi keluarga berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal
melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, perlindungan, dan bantuan sesuai
dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas. Untuk dapat
mencapai hal tersebut maka dibuatlah beberapa cara atau alternatif untuk mencegah
ataupun menunda kehamilan. Adapun cara-cara tersebut termasuk kontrasepsi atau
pencegahan kehamilan dan perencanaan keluarga yang berupa Alat dan Obat Kontrasepsi
(ALOKON) (Sulistyaningsih, 2013:371).
Undang-Undang

Republik

Indonesia

Nomor

52

Tahun

2009

tentang

Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga menjelaskan bahwa kebijakan
KB bertujuan untuk mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan keluarga berkualitas.
Adapun riciannya adalah sebagai berikut.
a) Mengatur kehamilan yang diinginkan.
b) Menjaga kesehatan dan menurunkan angka kematian ibu, bayi dan anak.
c) Meningkatkan akses dan kualitas informasi, pendidikan, konseling, dan pelayanan
keluarga berencana dan kesehatan reproduksi.
d) Meningkatkan partisipasi dan kesertaan pria dalam praktek keluarga berencana.
e) Mempromosikan penyusuan bayi sebagai upaya untuk menjarangkan jarak
kehamilan.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut diperlukan pula adanya upaya-upaya
implementasi. sebagaimana tercantum dalam Pasal 21 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 52 Tahun 2009 bahwa tujuan kebijakan KB dapat terlaksana melalui
beberapa upaya, seperti di bawah ini.
a) Peningkatan keterpaduan dan peran serta masyarakat.
b) Pembinaan keluarga.
94

c) Pengaturan kehamilan dengan memperhatikan agama, kondisi perkembangan sosial
ekonomi dan budaya, serta tata nilai yang hidup dalam masyarakat.
3. Dampak Program Keluarga Berencana Terhadap Kualitas Kesehatan Penduduk
Pada sub bagian ini akan membahas dampak program KB terhadap kualitas kesehatan
penduduk. Beberapa data penelitian yang dapat digunakan unruk mengungkap bahasan ini adalah
sebagai berikut. Basic data yang dapat dipergunakan adalah terkait dengan identitas responden,
yakni data jumlah anak responden. Dimana sebagian besar responden telah mengikuti program
KB. Hal tersebut dibuktikan dengan jumlah anak yang dimiliki oleh responden. Data yang ada
menyebutkan bahwa sebagian besar responden mempunyai anak 2, yakni sebanyak 51
responden. Sedangkan 49 dari 100 responden tersisa mempunyai 1 anak, 3 anak, dan anak lebih
dari 3 orang.
Jumlah anak pun nampaknya juga membawa pengaruh bagi keluarga dalam menentukan
tujuan pengobatan. Dari data yang ada menyebutkan bahwa sebagian responden masih
mempercayai keberadaan tenaga medis. Tenaga medis tersebut antara lain: dokter praktek,
tenaga medis di puskesmas, tenaga medis di rumah sakit, sampai dengan tenaga medis lainnya
seperti bidan, mantri, dan lain-lain.
Walaupun data yang ada menyebutkan bahwa sebagian besar responden (masyarakat)
telah mempercayakan masalahan kesehatan kepada tenaga medis, namun masih ditemukan
responden yang masih atau pernah memanfaatkan pengobatan alternatif sebagai salah satu
pertolongan pengobatan. Sebanyak 31 dari 100 responden menyebutkan pernah memanfaat
pengobatan alternatif. Beberapa alasan yang muncul antara lain karena: (a) pengobatan alternatif
dengan alasan pengobatan alternatif dengan jenis pengobatan herbal tidak menimbulkan efek
samping; pengobatan alternatif tidak memerlukan biaya yang mahal; responden masih
mempercayai pengobatan secara herbal; seta responden mempunyai trauma dengan pengobatan
kimia (pabrikan). Dari seluruh alasan yang ada, sebagian besar responden mempunyai alasan
bahwa memilih pengobatan alternatif dengan alasan pengobatan alternatif dengan jenis
pengobatan herbal tidak menimbulkan efek samping.
Pada era sekarang ini, keberadaan kesehatan masyarakat semakin erat dengan keberadaan
asuransi khususnya asuransi kesehatan. Keseriusan pemerintah akan kondisi kesehatan
penduduknya terbukti dengan penggalakkan BPJS kesehatan yang dimulai sejak tanggal 1
Januari 2014 dan dengan harapan pada tahun 2017 seluruh penduduk akan tercover asuransi
95

kesehatan. Namun nampaknya program pemerintah tersebut perlu disosialisasikan secara lebih
giat lagi. Hal tersebut mengingat hasil penelitian yang menyebutkan masih sedikitnya penduduk
(responden) yang menggunakan asuransi kesehatan. Dari 100 responden, masih terdapat 59
responden yang mempunyai asuransi, sedangkan sisanya belum tercover asuransi kesehatan
apapun.
Terdapat 2 (dua) jenis asuransi yang dipergunakan oleh masyarakat penggunakan
asuransi, yakni asuransi kesehatan milik pemerintah (BPJS) dan asuransi milik swasta. Sebagian
besar atau sebanyak 45 responden menggunakan asuransi milik pemerintah. Ada kemungkinan
responden yang menggunakan asuransi kesehatan ini adalah Pegawai Negeri, masyarakat miskin,
maupun masyarakat yang telah bergabung dengan BPJS atas kesadaran sendiri. Sedangakan 14
dari 59 responden yang menggunakan asuransi kesehatan memilih asuransi kesehatan milik
swasta. Rata-rata masyarakat yang menggunakan asuransi ini adalah responden yang bekerja di
perusahaan swasta dengan cover dari perusahan tempat bekerja. Sebagian responden yang
menggunakan asuransi kesehatan pun mempunyai alasan bahwa menggunakan asuransi
kesehatan karena mendapat cover_an baik dari pemerintah maupun dari swasta. Sedangkan
hanya sebagian kecil saja yang mempunyai kesadaran sendiri akan pentingnya keberadaan
asuransi kesehatan sebagai salah satu bentuk saving keuangan jika terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan dikemudiaan hari.
Selain dengan keberadaan asuransi kesehatan, pentingnya kondisi kesehatan keluarga
dapat dilihat dari respon keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit. Berbagai respon muncul
menaggapi respon keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit, antara lain: (a) langsung
dibawa ke pusat pelayanan kesehatan (puskesmas, rumah sakit, klinik kesehatan, dll); (b)
menunggu perkembangan kondisi kesehatan, jika memang sangat diperlukan baru ke pusat
pelayanan kesehatan; dan (c) membawanya ke pengobatan alternatif. Sebagian besar atau
sebanyak 67 dari 100 responden pun mempunyai respon dengan langsung membawa anggota
keluarga yang sakit ke pusat pelayanan kesehatan (puskesmas, rumah sakit, klinik kesehatan,
dll).
Kesehatan keluarga bukan hanya kesehatan yang nampak dari luar, yakni kesehatan
secara fisik atau jasmani. Namun kesehatan itu meliputi kehatan baik jasmani maupun kesehatan
rohani. Pengupayaan menjaga kesehatan secara rohani dapat dilihat seberapa sering seseorang
melakukan rekreasi. Dari data yang ada dapat diketahui bahwa upaya masyarakat pun cukup
96

besar dalam menjaga anggota keluarga dari kepenatan akan rutinitas sehari-hari. Sebagian besar
atau sebanyak 90 responden memberikan pernyataan pernah melakukan rekreasi, baik yang
pernah atau sering maupun pernah tapi jarang. Sebagian responden pun memilih tujuan rekreasi
ke beberapa tempat, dengan 3 (tiga) tempater rekreasi favorit dengan urutan: (1) rekreasi atau
wisata di luar kota, (2) rekreasi atau wisata di dalam kota, dan (3) lebih memilih berlibur ke
tempat saudara. Dari data yang adapun dapat diketahui alasan bagi responden yang tidak atau
jarang melakukan rekreasi atau liburan bersama keluarga. Adapun alasan responden tersebut jika
diperingkatkan, adalah sebagai berikut: alasan terbanyak pertama, anggota keluarga jarang
menemukan waktu yang pas untuk berkumpul; alasan terbanyak kedua, rekreasi membutuhkan
budget (keuangan) yang tidak sedikit; dan alasan terakhir adalah rekreasi bukanlah suatu
kebutuhan prioritas dalam keluarga.
4. Dampak Program Keluarga Berencana Terhadap Kualitas Pendidikan Penduduk
Subbagian ini akan membahas dampak program KB terhadap kualitas pendidikan
penduduk. Sebagaimana telah dibahas pada subbagian pembahasan sebelumnya bahwa
keberikutsertaan penduduk dalam program KB dapat ditandai dengan jumlah anak yang dimiliki
oleh setiap responden. Dimana sebagian besar (rata-rata) responden mempunyai 2 (dua) anak.
Masih terkait dengan jumlah anak dalam satu keluarga, sebagian responden memberikan
pendapat bahwa jumlah anak yang ideal dalam satu keluarga adalah 2 (dua) anak dalam satu
keluarga. Hal tersebut dibuktikan dengan 81 responden yang menyepakati hal tersebut. Data
tersebut tentunya juga mempertegas bahwa masyarakat sesungguhnya telah menyadari atau
memahami dengan benar keberadaan anak akan membawa dampak pada kualitas pendidikan
anak dikemudian hari.
Dari adanya data tentang jumlah anak dalam satu keluarga, memunculkan kecenderungan
dimana sebagian besar responden telah mengikuti program KB sebagaimana telah digalakkan
oleh pemerintah. Beberapa alasan pun muncul sebagai jawaban mengapa responden mengikuti
program KB. Sebagian besar responden atau sebanyak 83 responden mengikuti program KB
dengan alasan bahwa dengan mempunyai anak tidak lebih dari 2 (dua), maka mereka akan dapat
mendampingi anak saat belajar secara lebih intens. Sedangkan 17 dari 100 responden lainnya
beranggapan bahwa dengan banyak anak, maka akan banyak punya kebutuhan pendidikan anak
yang harus dikeluarkan.

97

Beberapa alasan lainnya muncul mengapa responden lebih banyak memilih mempunyai
sedikit anak daripada banyak anak. Terdapat 2 (dua) alasan terbanyak menanggapi hal tersebut.
Adapun 2 (dua) alasan tersebut, antara lain: alasan terbanyak pertama, mempunyai 2 (dua) anak
atau kurang dapat membiayai sekolah anak sampai jenjang pendidikan tinggi (kuliah); dan alasan
terbanyak kedua, mempunyai 2 (dua) anak atau kurang dapat memberikan fasilitas pendidikan
yang diinginkan oleh anak.
Selain terkait dengan kualitas pendidikan anak, jumlah anak pun akan mempunyai kaitan
yang erat dengan biaya pendidikan anak. Tabel 4.25 berikut ini akan memberikan gambaran
tentang penanggungjawaban biaya pendidikan anak. Dengan harapan dengan jumlah anak sedikit
(tidak lebih dari dua anak), maka orang tua akan dapat bertanggung jawab secara penuh terhadap
biaya pendidikan anak.
Program KB dapat membawa dampak pada peningkatan kualitas pendidikan. Hal tersebut
dapat dibuktikan dengan adanya penanggungan biaya pendidikan anak. Dimana sebagian besar
atau sebanyak 96 responden yang mengakui bahwa orang tua (suami/istri) sebagai penanggung
jawab utama terhadap biaya pendidikan anak. Selain adanya data tersebut adapun data yang
mengungkapkan bahwa sebagian besar orang tua beranggapan bahwa biaya pendidikan anak
tidaklah menjadi sebuah tanggung jawab yang berat. Sebanyak 88 responden yang telah
memberikan respon sebagaimana tersebutkan di atas.
Semakin erat kaitannya antara jumlah anak dengan kualitas pendidikan yang diberikan
oleh orang tua dapat dibuktikan dari adanya data berikut ini. Data yang ada menyebutkan bahwa
semakin sedikit anak atau semakin idealnya jumlah anak dalam satu keluarga, maka akan
semakin tingginya tingkat pendidikan anak. Hal tersebut dibuktikan dengan tingkat pendidikan
anak pertama responden, yang sebagian besar atau sebanyak 49 anak responden telah lulus SMA.
Sedangkan 22 anak pertama respon telah lulus S1 maupun masih menempuh pendidikan di
perguruan tinggi (PT).
Data selanjutnya terkait dengan tingkat pendidikan anak kedua responden. Sebagian besar
atau sebanyak 58 anak responden sedang menempuh pendidikan di bangku perkuliahan,
sedangkan 25 lainnya telah lulus SMP dan SMA. Adapun data terkait dengan tingkat pendidikan
anak ketiga dan anak keempat responden lebih banyak pada pernyataan abstain.
Semakin tinggi pendidikan yang ditempuh anak, sudah barang tentu menjadi kepuasan
tersendiri bagi orang tua. Tingkat pendidikan anak menjadi tolak ukur keberhasilan orang tua
98

dalam memberikan penghidupan yang layak bagi anak. selain itu, pendidikan juga menjadi bekal
bagi anak dalam menyongsong masa depan yang lebih baik. Sebagian responden sudah puas
dengan pendidikan yang diberikan kepada anak, dimana sebagian responden ini telah membekali
anak dengan pendidikan tinggi. Sedangkan ketidakpuasan responden akan pendidikan yang telah
diberikan anak saat ini, lebih pada adanya keinginan orang tua untuk memberikan pendidikan
yang lebih baik lagi kepada anak.
5. Dampak Program Keluarga Berencana Terhadap Kualitas Ekonomi Penduduk
Dampak program KB terhadap kualitas pendidikan dan kesehatan penduduk telah dibahas
subpembahasan sebelumnya. Selanjutnya akan dibahas tentang dampak program KB terhadap
kualitas ekonomi penduduk. Adapun basic data yang dapat dipergunakan untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh program KB terhadap kualitas ekonomi keluarga, antara lain: data
tentang jenis kelamin responden, pendidikan responden dan pasangan, jenis pekerjaan responden
dan pasangan, sampai dengan jumlah penghasilan responden dan pasangan.
Sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yakni sebanyak 91 responden dan
tersisa 9 dari 100 responden berjenis kelamin laki-laki. Data tersebut menunjukkan bahwa
sebagian responden bukanlah kepala keluarga dan tentunya bukanlah pencari nafkah utama
dalam keluarga. Hal tersebut dapat diketahui dengan kecilnya tingkat penghasillan responden.
Sebagian besar atau sebanyak 20 responden mempunyai penghasilan dibawah 1 juta, sedangkan
terbanyak lainnya atau sebanyak 39 responden abstain untuk kategori ini. Disisi yang berbeda,
pasangan responden yang merupakan penanggung jawab keluarga mempunyai penghasilan yang
lebih besar yakni sebesar 1 juta s.d. 2 juta sebanyak 20 responden dan 20 responden kurang dari
1 juta. Namun tidak sedikit pasangan responden yang memiliki penghasilan diatas 3,5 juta yakni
sebanyak 17 juta.
Rendahnya tingkat penghasilan responden sebagai salah satu dampak rendahnya tingkat
pendidikan responden, yang tentunya secara tidak langsung berdampak pula pada jenis pekerjaan
responden. Hal tersebut dengan mengingat bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin
perempuan. Kondisi-kondisi tersebutlah yang pada akhirnya semakin mempertinggi tingkat
kebergantungan responden (perempuan) pada pasangan (laki-laki).
Dari data yang ada dapat digali tentang tingkat pendidikan responden dengan kategori 3
tingkat pendidikan terbanyak yang dimiliki responden. Pendidikan terbanyak pertama adalah
SMA sebanyak 36 responden, pendidikan terbanyak kedua adalah SMP sebanyak 22 responden,
99

dan pendidikan terbanyak ketiga adalah S1 sebanyak 19 responden. Sedangkan tingkat
pendidikan pasangan (suami/istri) responden dapat dikategorikan sebagai berikut: pendidikan
terbanyak pertama adalah SMA sebanyak 44 responden, pendidikan terbanyak kedua adalah S1
sebanyak 20 responden, dan pendidikan terbanyak ketiga adalah SMP sebanyak 16 responden.
Dengan mengingat banyaknya responden yang masih memenuhi kebutuhan keluarga
dengan bergantung pada pasangan dan resndahnya tingkat pendidikan responden, maka
menjadikan sebagaian responden atau sebanyak 40 responden mempunyai jenis pekerjaan
sebagai Ibu/Bapak Rumah Tangga. Sedangkan pasangan responden sebagian besar mempunyai
jenis pekerjaan yang lebih bervariatif, antara lain: sebagai wirausahawan sebanyak 34 pasangan
responden, bekerja sebagai pegawai perusahaan swasta sebanyak 28 pasangan responden, dan
bekerja sebagai PNS sebanyak 22 pasangan responden.
Pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa sebagian besar responden memiliki anak
kurang atau 2 orang anak dalam satu keluarga. Secara tidak langsung hal tersebut membawa
dampak pada rata-rata biaya hidup bulanan responden. Sebagian besar atau sebanyak 53
responden memerlukan biaya hidup antara 500 ribu s.d. 2 juta rupiah, sedangkan sebanyak 33
dari 47 responden yang tersisan mempunyai pengeluaran bulanan sebesar 2 juta s.d. 4 juta.
Menanggapi besarnya pengeluaran yang harus ditanggung oleh sebuah keluarga, muncul respon
bahwa sebagian besar atau 53 responden mengungkapkan bahwa orang tua mampu memenuhi
kebutuhan hidup dan mampu menabung untuk setiap bulannya. Sebagian yang lain atau
sebanyak 40 responden mengakui walaupun responden mampu memenuhi kebutuhan hidup
setiap bulan, namun itu dilakukan tanpa bisa menabung.
Masih terkait dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya bahwa mempunyai anak satu
mempunyai kaitan yang erat dengan beban ekonomi keluarga. Dari data yang ada dapat diketahui
bahwa dengan memiliki 1 (satu) anak, pada umumnya setiap kebutuhan dapat terpenuhi dengan
baik. Tabel 4.31 memberikan penjelasan bahwa dengan 1 (satu) anak, sebanyak 55 responden
mengakui bahwa kebutuhan anak akan terpunuhi baik secara maksimal (kebutuhan sekunder dan
mewah). Sedangkan sebanyak 39 responden mengakui bahwa kebutuhan anak akan terpenuhi
walaupun sebatas kebutuhan pokok dan sekolah.
Pembahasan selanjutnya akan dikupas tentang respon responden terkait jumlah anak 2
(dua) dengan tingkat kebutuhan setiap bulan. Semakin banyaknya jumlah anak sangat berdampak
pada meningkatnya kebutuhan keluarga setiap bulan. Berikut pendapat responden yang muncul,
100

dengan 2 (dua) anak sebanyak 60 responden mengakui mampu memenuhi kebutuhan anak
sebatas kebutuhan pokok dan sekolah saja. Sedangkan 32 responden lainnya mengakui mampu
memenuhi kebutuhan anak secara maksimal (kebutuhan sekunder dan mewah). Hal ini tentunya
dapat disimpulkan bahwa kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan keluarga akan
semakin menurun ketika jumlah anak mulai bertambah.
Kesepakatan responden untuk mengikuti program KB pun dapat dilihat dari
ketidakinginan responden untuk memiliki anak lebih dari 2 (dua) orang anak. Pernyataan
tersebut dapat diperkuat dengan adanya data yang menyebutkan bahwa sebagian besar atau
sebanyak 59 responden tidak menginginkan mempunyai anak lebih dari 2 (dua) karena hanya
dengan dua anak responden akan bisa menyukupi kebutuhan keluarga dan sekolah anak secara
maksimal. Kemudian sebanyak 10 responden mengakui bahwa dengan dua anak saja sudah
merasa berat menanggung kebutuhan ekonomi keluarga.
Berbagai kebutuhan keluarga setiap bulan yang dapat dikategorikan sebagai berikut:
kebutuhan belanja bulanan, kebutuhan pendidikan anak, kebutuhan rekreasi, sampai dengan
kebutuhan untuk menabung. Sebagian besar atau sebanyak 55 responden yang beranggapan
bahwa kebutuhan akan pendidikan anak hendaklan menjadi prioritas utama keluarga.
Selanjutnya sebanyak 20 responden yang beranggapan bahwa kebutuhan untuk berbelanja
(dalam memenuhi kebutuhan bulanan) haruslan menjadi prioritas keluarga. Sedangkan 20
responden lainnya beranggapan bahwa semua kebutuhan perlu mendapatkan prioritas masingmasing.

Penutup
Program Keluarga Berencana membawa dampak pada peningkatan kualitas kesehatan
penduduk. Semakin ideal jumlah anak, maka akan semakin meningkatkan perhatian keluarga
terhadap kondisi kesehatan anak atau anggota keluarga. Salah satu indikator peningkatan kualitas
kesehatan keluarga dapat dilihat dengan tersedianya fasilitas kesehatan bagi anggota keluarga.
Program Keluarga Berencana membawa dampak pada peningkatan kualitas pendidikan
penduduk. Semakin ideal jumlah anak, maka akan semakin meningkatkan perhatian keluarga
terhadap tingkat pendidikan anak atau anggota keluarga. Tingkat pendidikan keluarga akan jauh
lebih baik jika mempunyai jumlah anak yang ideal dibandingkan dengan keluarga yang
mempunyai banyak anak.
101

Program Keluarga Berencana membawa dampak pada peningkatan kualitas ekonomi
penduduk. Semakin ideal jumlah anak, maka akan semakin meningkatkan perhatian keluarga
terhadap kondisi ekonomi keluarga. Tingkat ekonomi keluarga dengan jumlah anak ideal, akan
semakin memperkecil tingkat kebutuhan dan tentunya akan semakin mendorong terpenuhinya
kebutuhan keluarga.
Daftar Pustaka
Anshori, Muslich dan Iswati, Sri. 2009. “Metodelogi Penelitian Kuantitatif”. Airlangga
University Press. Surabaya
Bachtiar, Rizqi, M. Irfan Islamy, dan Bambang Santoso Haryono. 2013. “Implementasi
Kebijakan Pengendalian Pertumbuhan dan Peningkatan Kualitas Penduduk di
Tulungagung Ditinjau Dari Teori Brinkerhoff dan Crosby”. Jurnal Administrasi Publik,
Vol. 1, No. 4, Oktober 2013. Halaman 184-193.
Bappeda Jatim Online. http://www.bappeda.jatimprov.go.id. Diunduh pada tanggal 9 Mei 2015.
BKKBN. 2013. Profil Kependudukan dan Pembangunan di Indonesia Tahun 2013. Jakarta:
BKKBN Pusat.
Brannen, Julia. 2005. “Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif”. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta
Direktorat Analisis Dampak Kependudukan, BKKBN. 2012. “Kajian dan Analisis Situasi
Dampak Kependudukan terhadap Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan”.
http://www.bkkbn.go.id/infoprogram/Documents/Hasil%20Seminar%20Eksekutif%20
Analisis%20Dampak%20Kependudukan/ANALISIS%20DAMPAK%20KEPENDUDU
KAN%20TERHADAP%20KETAHANAN%20PANGAN.pdf. Diunduh pada 21 Mei
2015
Ekwarso, Hendro dan Lapeti Sari. 2010. “Penyerasian Kebijakan Kependudukan di Provinsi
Riau”, Jurnal Ekonomi, Vol. 18, No. 2, Juni 2010. Halaman 36-49.
Mantra, Ida Bagoes. 2013. “Demografi Umum (Edisi Kedua)”. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Sugiyono. 2005. “Metode Penelitian Administrasi”. CV Alfabeta. Bandung
Supari, Siti Fadilah. 2006. Angka Kematian Ibu Indonesia 50 Per Hari. (Online).
(http://www.freelist.org/archives/ppi/01-2006/msg00626.html. Diakses pada 6 Mei
2015).
Supriyoko, K.. 2003. Benarkah Kualitas Manusia Indonesia Rendah?. (Online).
(http://www.suarapembaruan.com/News/2003/07/24/index.html. Diakses pada 6 Mei
2015).
102

Sutarto,

Endiartono.
2012.
“Kependudukan
dan
Pembangunan
Nasional”.
http://www.bkkbn.go.id/infoprogram/Documents/Hasil%20Seminar%20Eksekutif%20
Analisis%20Dampak%20Kependudukan/Penduduk%20dan%20Pembangunan%20Endr
iartono%20%5BRead-Only%5D.pdf. Diunduh pada 9 Mei 2015

Suyono,

H. 2005. Kualitas Penduduk Indonesia Terendah di ASEAN. (Online).
(http://www.gatra.com/2005-03-22/artikel.php?id=82894. Diakses pada 6 Mei 2015).

Syaadah, Nilatus. 2014. “Analisis Dampak Pertambahan Penduduk terhadap Penyerapan
Angkatan Kerja”. Jurnal Ilmiah Pendidikan Geografi, Vol. 2, No. 1, Oktober 2014.
Halaman 61-70.
Tulenan, Yoan Friska Angel. 2014. “Perkembangan Jumlah Penduduk dan Luas Lahan Pertanian
di Kabupaten Minahasa Selatan”. Jurnal Kependudukan, Vol. 2, No. 1, Agustus 2014.
Halaman 1-10.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Penduduk
dan Pembangunan Keluarga
UNDP. 2012. Human Development Report. United Nations Development Programme. New
York.Wilopo, Siswanto Agus. 2010. “Dari Pengendalian Pertumbuhan Penduduk
melalui KB ke Kesehatan Reproduksi (dalam Tukiran, dkk. (editor) Keluarga Berenca
dan Kesehatan Reproduksi)”. Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta
Yulianto, Eko Harri. 2010. “Pengaruh Migrasi Tenaga Kerja terhadap Pengangguran di
Kalimantan Timur”. Jurnal Kependudukan, Vol. 2, No. 2, Januari 2010. Halaman 1523.

103