PENINGKATAN SISTEM KEAMANAN MARITIM GUNA

PENINGKATAN SISTEM KEAMANAN MARITIM GUNA MENDUKUNG
PEMBANGUNAN INDONESIA SEBAGAI POROS MARITIM DUNIA
DALAM RANGKA MEMPERKUAT KETAHANAN NASIONAL

Oleh :
Hasanudin

PENINGKATAN SISTEM KEAMANAN MARITIM GUNA MENDUKUNG
PEMBANGUNAN INDONESIA SEBAGAI POROS MARITIM DUNIA
DALAM RANGKA MEMPERKUAT KETAHANAN NASIONAL
I.
1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang. Ketahanan Nasional merupakan perwujudan geostrategi

Indonesia yang berupa kondisi dinamik suatu bangsa yang berisi keuletan dan
ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan nasional, di
dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, baik yang datang dari luar
maupun dari dalam, yang langsung maupun tidak langsug dapat membahayakan

integritas, identitas, kelangsungan hidup bangsa dan Negara, serta perjuangan
mengejar tujuan nasional. Berdasarkan pengertian tersebut, maka Ketahanan
Nasional Indonesia adalah strategi dalam memanfaatkan konstelasi geografi negara
Indonesia untuk menentukan kebijakan, tujuan dan sarana-sarana untuk mencapai
tujuan nasional bangsa Indonesia, serta memberi arahan tentang bagaimana
merancang strategi pembangunan guna mewujudkan masa depan yang lebih baik,
aman dan sejahtera.1 Dengan memahami hakekat Ketahanan Nasional, maka sudah
seharusnya bangsa Indonesia menerapkan strategi pembangunan yang berorientasi
pada aspek maritim, karena sesuai dengan kondisi geografis Indonesia sebagai
negara kepulauan yang memiliki 13.466 pulau besar dan kecil, dengan total luas
wilayah 8.189.000 km terdiri dari luas perairan 6.279.000 km persegi (76,7%), dan
sisanya 1.910.000 km persegi (23,3%) berbentuk daratan. 2 Di samping itu, posisi
strategis kepulauan Indonesia diantara dua benua dan dua samudra menjadikan
perairan Indonesia memiliki potensi besar sebagai jalur lalu lintas perdagangan dunia
maupun jalur perlintasan militer yang cukup sibuk, di samping potensi sumber daya
lautnya yang sangat melimpah. Jika melihat dari modal tersebut, serta unsur-unsur
potensi maritim lainnya yang dimiliki bangsa Indonesia, maka pembangunan Indonesia
sebagai Poros Maritim Dunia sesuai dengan visi pemerintah saat ini akan mungkin
sekali terwujud. Namun, ada prasyarat penting yang harus diperhatikan dalam
mendukung pembangunan Indonesia sebagai poros maritim dunia, yaitu terjaminya


1 Sirjanti, dkk, Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa, (Jakarta : Graha Ilmu, 2009), h. 155.
2 Sumber data Badan Informasi Geospasial berdasarkan hasil survey geografi dan toponimi dari tahun
2007 hingga 2010 oleh Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi (Timnas PNR). Hasil survey tersebut
telah dilaporkan ke United Nations Group of Expert on Geograpichal Names (UNGEGN).

keamanan maritim. Dengan adanya rasa kepastian dan perlindungan keamanan bagi
seluruh aktivitas di bidang kemaritiman, maka berbagai upaya untuk membangun
Indonesia sebagai poros maritim dunia akan dapat lebih mudah terwujud. Di sinilah
letak urgensi perlu adanya peningkatan sistem keamanan maritim yang diyakini akan
mampu mendukung pembangunan Indonesia sebagai poros maritim dunia, serta
dapat memperkuat ketahanan nasional.
2.

Maksud dan tujuan.
a.

Maksud.

Maksud penulisan naskah ini adalah untuk mengkaji dan


memberikan gambaran mengenai peningkatan sistem keamanan maritim yang
diyakini akan mampu mendukung pembangunan Indonesia sebagai poros
maritim dunia serta dapat memperkuat ketahanan nasional.
b.

Tujuan. Tujuan khusus penulisan naskah ini adalah sebagai sumbangan

pemikiran

bagi

pihak-pihak

yang

berkepentingan

dalam


menentukan

kebijaksanaan, serta bagi masyarakat luas.
3.

Ruang Lingkup Permasalahan. Ada beberapa pokok persoalan yang akan

dibahas dalam naskah ini, meliputi :
a.

Bagaimanakah sistem keamanan maritim di Indonesia saat ini.

b.

Strategi apa saja yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sistem

keamanan maritim agar mampu memberikan kontribusi positif terhadap
pembangunan Indonesia sebagai poros maritim dunia dan ketahanan nasional.

II.

4.

PEMBAHASAN

Sistem Keamanan Maritim Saat Ini. Indonesia sebagai negara kepulauan

memiliki tiga jalur masuk ALKI strategis yang menjadi jalur kapal-kapal dagang
internasional, yaitu Selat Sunda, Selat Lombok, Selat Makassar dan beberapa choke
points yang sangat rawan ditinjau dari segi keamanan. Wilayah Indonesia juga
dibatasi oleh Selat Malaka yang merupakan salah satu selat dan choke point terpadat

di dunia. Karena nilai strategisnya tersebut, maka konsekuensinya akan memunculkan
tantangan yang cukup besar terhadap keamanan di wilayah laut Indonesia. Ancaman
keamanan terhadap negara kepulauan dengan wilayah laut yang cukup luas dapat
berupa pelanggaran wilayah, penyelundupan, pencurian ikan (illegal fishing), bajak
laut (piracy), perompakan (sea robery), ancaman bahaya navigasi, hingga ancaman
kekerasan berupa terorisme maritim, dan lain-lain. Posisi strategis dan luasnya
wilayah laut Indonesia, serta besarnya potensi ancaman tersebut menjadi dasar bagi
pemerintah selama ini untuk melibatkan bukan hanya satu lembaga kemaritiman saja
dalam sistem pengamanannya, namun banyak lembaga / institusi yang memiliki

kewenangan di dalamnya. Kewenangan yang tersebar inilah yang kemudian menjadi
faktor kesulitan terbesar dalam mengintegrasikan lintas sektoral tersebut ke dalam
sistem satu pintu (one gate system).3
Walaupun seluruh lembaga / institusi kemaritiman Indonesia sebenarnya telah
berupaya keras untuk bersatu dalam mengamankan wilayah laut yurisdiksi nasional,
namun di tengah keterbatasan dan permasalahan yang ada, upaya tersebut belum
mampu mewujudkan wilayah laut yang aman. Indikasinya dapat dilihat dari data
rekapitulasi pelanggaran periode 01 Januari s.d 31 Mei 2015 yang dikeluarkan
Bakamla, di mana terdapat 25 kasus pencurian ikan, 54 kasus penyelundupan, 8
kasus perompakan/pembajakan, serta masih banyak pelanggaran lainnya. Sementara
itu, khusus pembajakan selama 2014, Allianz Global Corporate & Specialty
menggambarkan bahwa fokus pembajakan/perompakan kapal bergeser dari Somalia
ke spot baru, yaitu Indonesia. Dari 141 serangan pembajakan di perairan
Asia Tenggara selama tahun 2014, sebanyak 100 diantaranya terjadi di Indonesia.
Meskipun serangan yang dilakukan gerombolan orang-orang tersebut tergolong
pencurian oportunistik tingkat rendah, akan

tetapi jika tidak kendalikan dapat

meningkat menjadi serangan pembajakan terorganisir (AGCS, 2015).4 Dari besarnya

jumlah kasus pelanggaran tersebut, maka pengamanan maritim sampai saat ini masih
terlihat belum kuat dan menyimpan berbagai pekerjaan rumah yang perlu segera
diatasi.
Memang tidak mudah untuk menciptakan sistem keamanan maritim yang kuat,
karena pelaksanaan fungsi penegakan keamanan di laut pada dasarnya merupakan
fungsi yang sangat mahal dan cukup komplek. Sarana utama yang digunakan yaitu
3 Marsetio, DR, Sea Power Indonesia, (Jakarta : Unhan, 2014), h.85.
4 AGCS, “Safety and Shipping Review 2015”, dalam http://www.agcs.allianz.com/assets/PDFs/ Reports/
Shipping-Review-2015.pdf, diakses 21 Juni 2015.

kapal dan pesawat udara, serta sistem teknologi pengawasan yang membutuhkan
biaya pengadaan, pemeliharaan dan pengoperasian yang besar. Namun jika dilihat
dari upaya yang dilakukan untuk menciptakan sistem keamanan maritim yang kuat
selama ini, masih terkesan belum berjalan optimal. Hal ini dapat dilihat dari minimnya
pembangunan infrastruktur serta pengadaan ataupun penambahan Alutsista dan
Sarana Teknologi pengawasan. Sedangkan dalam aspek operasinya, pengamanan
wilayah laut seperti yang dilaksanakan selama ini hanya menggunakan sarana kapal
dan dibantu dengan data ataupun informasi yang didapat dari satelit, pesawat
surveillance maupun radar pantai yang dilakukan secara sektoral dan belum
terkoneksi secara nasional, sehingga efektifitas penanganan keamanan di wilayah laut

secara menyeluruh belum terlihat secara signifikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa
banyaknya instansi kemaritiman yang berhubungan dengan pengamanan wilayah laut
yurisdiksi nasional menyebabkan munculnya berbagai permasalahan di lapangan,
terutama menyangkut kemampuan, tugas dan peran instansi lintas sektoral tersebut
yang selama ini bekerja dengan sebuah sistem baik dalam hal pengawasan,
penggunaan sarana pengamanan, maupun pelaksanaan operasi penindakan yang
bersifat sektoral sesuai kewenangannya masing-masing.
Dengan memperhatikan berbagai data dan analisa kondisi sistem keamanan
maritim Indonesia tersebut, maka dapat dipastikan akan berpengaruh negatif terhadap
upaya mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Hal ini harus dipahami
mengingat sektor keamanan maritim merupakan faktor yang memegang peranan
penting bagi keberlangsungan berbagai pilar pembangunan Indonesia sebagai poros
maritim dunia

yang digagas pemerintah. Seperti yang diketahui bahwa untuk

mewujudkan visi sebagai poros maritim dunia, Presiden Jokowi menuturkan ada lima
pilar utama yang diagendakan dalam pembangunan. 5 Pertama, membangun kembali
budaya maritim Indonesia. Budaya maritim tidak akan terwujud manakala lemahnya
keamanan maritim menjadi hambatan yang menyebabkan masyarakat enggan untuk

memanfaatkan potensi laut. Pilar kedua, yaitu Indonesia akan menjaga dan mengelola
sumber daya laut, dengan fokus pengembangan industri perikanan. Dalam
implementasinya hal ini jelas akan sangat dipengaruhi oleh kondisi keamanan maritim.
Pilar ketiga, adalah memprioritaskan pengembangan infrastruktur dan konektivitas
maritim, dengan membangun jalur tol laut, pelabuhan laut dalam (deep seaport),
5 Subtansi pokok pidato Presiden Joko Widodo dalam 9th East Asia Summit, Plenary Seasons, di
Nay Pyi Taw, Myanmar, Kamis 13 November 2014.

logistik, industri perkapalan, dan pariwisata maritim. Sasaran tersebut tidak akan
tercapai sesuai harapan apabila tidak didukung oleh adanya jaminan keamanan
maritim yang dapat menarik insvestor, mengingat baik dalam proses pembangunan
maupun kegiatan operasional infrastruktur tersebut, akan berhubungan dengan
kegiatan usaha dan investasi yang sangat dipengaruhi oleh faktor keamanan. Pilar
keempat, yakni dengan melaksanakan diplomasi maritim. Terkait dengan hal ini,
keamanan maritim

akan mempengaruhi keberhasilan diplomasi yang dijalankan.

Apabila kemanan maritim lemah, maka akan menjadi hambatan dalam pelaksanaan
diplomasi maritim. Sedangkan untuk pilar kelima sudah tentu sangat berhubungan

dengan keamanan maritim karena menyangkut

upaya membangun kekuatan

pertahanan maritim. Oleh karena itu, lemahnya sistem keamanan maritim akan
berimplikasi negatif terhadap pembangunan Indonesia sebagai poros maritim dunia,
termasuk terhadap ketahanan nasional, sehingga upaya untuk meningkatkan sistem
kemanan maritim menjadi sangat penting untuk segera direalisasikan.

5.

Konsep Peningkatan Sistem Keamanan Maritim yang Mampu Mendukung

Pembangunan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia dan Memperkuat
Ketahanan Nasional. Pembahasan tentang peningkatan sistem keamanan maritim
harus dapat dipahami dan dianalisa secara lebih konprehensif agar menghasilkan
konsep yang lebih efektif. Pemahaman keamanan maritim bukan hanya penegakan
hukum di laut saja, akan tetapi merupakan sebuah sistem terkait dengan keamanan
laut yang lebih konprehensif. Keamanan laut mengandung pengertian bahwa laut
aman digunakan oleh pengguna, dan bebas dari ancaman atau gangguan terhadap

aktifitas penggunaan atau pemanfaatan laut. 6 Keamanan maritim sendiri memiliki
banyak pengertian, diantaranya dapat diartikan sebagai kegiatan sipil maupun
militer untuk mengurangi resiko dan melawan kegiatan ilegal dan ancaman dalam
ruang domain maritim. Konsentrasi keamanan maritim

singkatnya berada pada

penggunaan atau manipulasi tidak sah terhadap elemen domain maritim pada saat
keadaan damai (Said, 2014). Istilah keamanan maritim digunakan untuk lebih
memperluas makna daripada hanya sebatas keamanan laut. Konsep keamanan
maritim bukanlah suatu konsep yang rigid / kaku, tetapi sangat fleksibel sesuai dengan
pola pikir dan domain masalah maritim yang dibahas.

Artinya, konsep keamanan

6 Laksamana Muda TNI Slamet Yulistiyono, TNI AL, 2011, Keamanan Maritim Dalam Manajemen
Aspek Operasional, disampaikan dalam acara seminar Internasional Maritime Security di Hotel Nico
Jakarta tanggal 11 Juli 2011.

maritim bagi NKRI tidak akan sama dengan pihak manapun di dunia, sehingga ada
rumusan dan batasan tersendiri yang khas sesuai kondisi nasional yang ada. Bertitik
tolak dari persepsi tersebut sangatlah jelas bahwa pembahasan keamanan maritim di
Indonesia memiliki lingkup yang cukup luas, mulai dari aspek keorganisasian sampai
dengan pengoperasian yang terhubung dalam sebuah sistem.
Dari berbagai analisa mulai dari latar belakang dan kondisi sistem keamanan
maritim Indonesia saat ini dengan berbagai permasalahannya, serta dengan
memahami perkembangan lingkungan strategis dan berbagai peluang yang ada,
maka upaya untuk meningkatkan sistem keamanan maritim memerlukan strategi
yang tepat dan efektif. Karena itu, strategi yang akan dikembangkan harus
disesuaikan dengan kondisi kekuatan dan kemampuan nasional yang ada, serta
dengan mempertimbangkan ruang dan waktu yang tepat

maupun melalui

pembagian skala prioritas. Dalam hal ini, ada rumusan beberapa strategi yang
diyakini dapat meningkatkan sistem keamanan maritim Indonesia secara efektif,
yaitu : pertama, membangun dan mengembangkan elemen sea power Indonesia
dengan titik berat pada pembangunan Armada patroli Bakamla dan pengembangan
kekuatan TNI AL. Kedua, mengintegrasikan sarana pengawasan maritim

yang

dalam waktu dekat dapat dilakukan melalui pengintegrasian sarana teknologi
Surveillance System dan sistem jaringan informasi, serta pembentukan pusat
pengawasan terpadu. Ketiga, mensinergikan seluruh otoritas lembaga kemaritiman
dengan merevisi aturan perundang-undangan yang lebih konprehensif, serta
mengefektifkan sistem kelembagaan.
a.

Membangun dan mengembangkan elemen sea power / kekuatan

laut Indonesia. Terkait dengan sea power, DR. Marsetio mengemukakan
bahwa

keberadaan

kekuatan

laut

Indonesia

sebagai

means

untuk

mengamankan kepentingan nasional yang terkait domain maritim merupakan
syarat yang tidak bisa ditawar.7 Oleh karena itu, upaya membangun dan
mengembangkan elemen sea power Indonesia menjadi faktor vital dalam
peningkatan sistem keamanan maritim. Pakar kekuatan laut misalnya A.T.
Mahan (The Influence of Sea Power upon History), Geoffrey Till (Sea Power: A
Guide for the Twenty Century) dan Sam Tangredi (Globalization and Maritime
Power), mengatakan bahwa elemen-elemen sea power yang dibutuhkan untuk
7 Marsetio, DR, Op. Cit, h. 100.

membangun negara maritim dalam aspek operasional, pada umumnya terdiri
dari tiga elemen besar yaitu : pertama, kekuatan pengamanan atau dalam
istilah teknis fighting instrument untuk melindungi asset dan kepentingan;
Kedua, armada niaga, termasuk armada perikanan dan pelayaran rakyat;
Ketiga, industri dan jasa yang terkait dengan laut. Dalam kaitannya dengan
peningkatan keamanan maritim, maka elemen kekuatan pengamanan / fighting
instrument harus mampu dikembangkan secara memadai. Jika melihat kondisi
elemen sea power Indonesia saat ini, maka prioritas yang harus diwujudkan
adalah upaya membangun Armada patroli Bakamla dan pengembangan
kekuatan TNI AL.
Sebagaimana diketahui, dengan diterbitkannya Undang-Undang No.
32 tahun 2014 tentang kelautan dan Perpres No.178 tahun 2014 menjadi
legitimasi dibentuknya badan single agency multy task (Bakamla), yang
memiliki kewenangan satu komando menjalankan fungsi pengamanan laut
Indonesia, dari yang sebelumnya hanya sebatas fungsi koordinasi, sehingga
sudah

selayaknya

meningkatkan

memiliki

sistem

Armada

keamanan

patroli

maritim

yang

yang

memadai.

sejalan

Untuk

dengan

visi

pembangunan Indonesia sebagai poros maritim dunia, pengadaan kapal
patroli bagi Bakamla baik untuk ukuran kapal sekitrar 48m, 80m, maupun
110m perlu terus dilakukan secara bertahap.
Sementara itu, mengingat urgensi untuk operasi keamanan maritim
saat ini dan dalam jangka beberapa tahun ke depan, maka kapal-kapal patroli
serta kapal perang TNI AL sangat penting untuk dioptimalkan dalam sistem
keamanan maritim. Kekuatan dan kemampuan TNI AL akan menjadi fighting
instrument yang memiliki deterrent effect yang kuat terhadap berbagai aktor
yang

akan

mengancam

keamanan

maritim,

sehingga

harus

selalu

dikembangkan. Kepentingan untuk mengembangkan kekuatan TNI AL secara
konprehensif dapat menjadi acuan bagi pembangunan sektor kemaritiman
lainnya. Di samping itu, upaya mengembangkan kekuatan TNI AL menuju
postur yang ideal sebagai prioritas akan dapat mewujudkan dua sasaran
sekaligus, yaitu selain mampu meningkatkan sistem keamanan maritim, juga
mampu memperkuat sistem pertahanan negara. Oleh karenanya, modernisasi

dan pengadaan Alutsista TNI AL khususnya sesuai dengan program MEF
(Minimum Essential Force) sudah sepantasnya dapat terealisasi lebih cepat,
sekaligus mendukung terwujudnya TNI AL sebagai world class navy.
b.

Mengintegrasikan

sarana

pengawasan

maritim.

Untuk

meningkatkan sistem keamanan maritim, maka bangsa Indonesia akan
membutuhkan sistem pengawasan yang lebih terintegrasi dalam menjaga
luasnya wilayah laut

dari kapal-kapal pencuri dan perusak lingkungan,

mengawasi pelabuhan dan kapalnya dari perusak, perompak, perampok,
teroris hingga sabotase. Bangsa Indonesia juga perlu mengawasi wilayah
lautnya untuk mencegah
navigasi,

serta

dari

pelanggaran perbatasan, spionase, ancaman

faktor-faktor

lain yang

menyebabkan

instabilitas

keamanan, seperti trafficking dan imigran ilegal. Dalam pelaksanaan
pengawasan kelautan, maka stakeholders kemaritiman diharapkan memiliki
suatu sistem deteksi, monitoring dan pelaporan secara cepat dan akurat
melalui pembangunan Surveillance System berbasis teknologi informasi dan
citra satelit yang memadai, serta dapat dioperasikan secara terintegrasi. Jika
melihat kondisi kemampuan dan kekuatan nasional yang ada, maka
pengembangan sistem pengawasan maritim dalam waktu dekat dapat
dilakukan melalui pengintegrasian sarana teknologi Surveillance System dan
sistem jaringan informasi, serta pembentukan pusat pengawasan terpadu.
Dalam proses pengintegrasian sarana teknologi

surveillance system,

maka harus dilaksanakan secara konprehensif dengan memadukan seluruh
sarana yang ada, baik yang dimiliki oleh TNI AL, Bakamla, KKP, TNI AU,
Kementrian Perhubungan serta instansi lain yang memiliki kemampuan
surveillance, sehingga dapat bekerja secara terpadu dalam melaksanakan
monitoring / pengamatan, komunikasi, surveillance (pengawasan) maupun
reconnaisance (pengenalan). Di samping itu, setiap instansi akan dapat lebih
mudah untuk mencari, menemukan serta menganalisa data dan informasi yang
diperlukan

untuk

menunjang

mengintegrasikan sistem

tugasnya.

Sedangkan

dalam

upaya

jaringan informasi, maka dapat dilakukan dengan

memanfaatkan jaringan pengamatan maritim di masing-masing stakeholders
yang dipadukan dalam suatu sistem jaringan terpadu. Keterpaduan tersebut

tidak hanya dibentuk dalam aspek perangkat keras maupun perangkat lunak,
namun juga dalam konteks proses data secara utuh yang mencakup deteksi,
identifikasi, klasifikasi hingga pengolahan data yang lebih cepat. Kecepatan dan
akurasi informasi sangat diperlukan agar pengawasan dan penindakan dapat
dilakukan dengan cepat dan tepat serta mengefektifkan sistem pertukaran
informasi data, informasi perijinan, dan informasi lainnya diantara stakeholders
yang terlibat.
Sementara itu, pembangunan pusat pengawasan wilayah laut secara
terpadu menjadi faktor penting dalam lingkup operasional sarana teknologi
Surveillance System dan sistem jaringan informasi yang telah diintegrasikan.
Pusat pengawasan terpadu ini merupakan sistem yang terdiri dari kumpulan
personel

serta

seperangkat

peralatan

berbasis

teknologi

Informasi,

Komunikasi dan komputerisasi yang mengintegrasikan berbagai informasi
yang berasal dari seluruh sistem pengawasan maritim yang dimiliki oleh tiaptiap stakeholders kemaritiman yang ada, selanjutnya hasil analisa dari pusat
dapat didistribusikan kembali kepada seluruh stakeholders kemaritiman yang
ada untuk digunakan sebagai bahan informasi atau untuk kepentingan
operasional dan pelayanan publik. Setelah pembangunan pusat pengawasan
terpadu ini terbentuk, maka masing-masing stakeholders kemaritiman dapat
mengirim perwakilannya sebagai LO (Liason Officer) sekaligus sebagai
pengawak sistem sesuai dengan bidangnya. Hal ini diperlukan untuk
menjembatani

proses koordinasi

dan komunikasi

antar stakeholders,

sehingga segala permasalahan dan persoalan yang terjadi berkaitan dengan
keamanan maritim dapat diselesaikan dengan cepat dan tepat.
c.

Mensinergikan seluruh otoritas lembaga kemaritiman. Tanggung

jawab penegakan keamanan di laut adalah tanggung jawab bersama segenap
komponen bangsa, sehingga kata kuncinya adalah keterpaduan, yaitu
mensinergikan kekuatan dan kemampuan nasional. Oleh karena itu, dengan
memperhatikan kondisi geografis wilayah laut Indonesia yang luas dan
perubahan lingkungan strategis yang begitu pesat, khususnya menyangkut
perkembangan potensi ancaman, maka tuntutan tugas pengamanan wilayah
laut ke depan akan semakin berat dan kompleks, sehingga diperlukan adanya

sinergitas yang soliditas dari semua stakeholder kemaritiman. Untuk
menciptakan sinergitas seluruh otoritas lembaga kemaritiman, maka ada dua
subtansi pokok yang perlu dilakukan, yaitu dengan merevisi aturan
perundang-undangan yang lebih konprehensif, serta mengefektifkan sistem
kelembagaan.
Dalam aspek perundang-undangan, ke depan diharapkan ada aturan dan
kebijakan yang lengkap guna mendukung semua aspek yang dapat menjadi
landasan hukum dalam meningkatkan sistem keamanan maritim secara
terpadu. Di samping itu, piranti lunak tersebut harus mencakup dasar hukum
terpadu yang melibatkan peran aktif berbagai aparat penegak hukum di laut
(Bakamla, TNI AL, Polair, Bea Cukai, Imigrasi, Kementerian Kelautan dan
Perikanan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian
Perhubungan, TNI AU, LAPAN dan BPPT) yang sesuai dengan kewenangan
yang diberikan oleh undang-undang untuk menghindari terjadinya tumpangtindih dalam pengamanan wilayah laut. Oleh karena itu perlu adanya
inventarisasi semua peraturan perundang-undangan terkait keamanan maritim,
untuk selanjutnya dilakukan evaluasi dan revisi terhadap aturan yang tumpangtindih maupun kurang jelas, sehingga dalam produk regulasi dan legislasi
selanjutnya akan menghasilkan aturan perundang-undangan yang lebih jelas,
tegas dan lebih konprehensif.
Sementara itu dalam aspek kelembagaan, Bakamla harus mulai
melaksanakan peran dan fungsinya sebagai jalan ke luar dari kesulitan dalam
pelaksanaan koordinasi lintas sektoral yang memiliki kewenangan dalam sistem
keamanan maritim, serta kewenangan komando (line of command), agar dalam
pelaksanaan operasinya tidak terjadi tumpang-tindih dan berjalan lebih efektif.
Dalam hal ini, sebagai negara yang memiliki wilayah laut luas beserta potensi
sumber daya alam di dalamnya, maka kebijakan nasional di bidang keamanan
maritim seharusnya sudah dapat dikoordinasikan dan dikendalikan oleh
Bakamla yang telah diberi kewenangan penuh untuk pengamanan dan
penegakan hukum di laut yurisdiksi nasional, dan legalitas formalnya diakui oleh
hukum nasional maupun hukum internasional. Untuk itu perlu adanya dorongan
dan dukungan dari semua pihak terkait agar Bakamla dapat menjadi lembaga

yang lebih efektif untuk mewujudkan keamanan maritim nasional dan
internasional, serta mampu mensinergikan semua stakeholder terkait dalam
menjaga keamanan dan keselamatan di wilayah perairan Indonesia.

III.
6.

PENUTUP

Kesimpulan.
a.

Dengan tidak mendiskreditkan faktor lain dalam mendukung upaya

mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, aspek keamanan maritim
merupakan salah satu prasyarat yang mutlak diperlukan, serta faktor penting
yang sangat berpengaruh terhadap

faktor-faktor pembangunan di bidang

kemaritiman lainnya. Oleh karena itu, peningkatan sistem keamanan maritim
harus senantiasa menjadi agenda utama dalam setiap rencana pembangunan
nasional.
b.

Untuk meningkatkan sistem keamanan maritim Indonesia secara efektif,

maka dapat dilaksanakan melalu berbagai upaya, yaitu : pertama, membangun
dan mengembangkan elemen sea power Indonesia dengan titik berat pada
pembangunan Armada patroli Bakamla dan pengembangan kekuatan TNI AL.
Kedua, mengintegrasikan sarana pengawasan maritim yang dalam waktu dekat
dapat dilakukan melalui pengintegrasian sarana teknologi Surveillance System
dan sistem jaringan informasi, serta pembentukan pusat pengawasan terpadu.
Ketiga, mensinergikan seluruh otoritas lembaga kemaritiman dengan merevisi
aturan perundang-undangan yang lebih konprehensif, serta mengefektifkan
sistem kelembagaan.
c.

Meningkatnya

sistem

keamanan

maritim

secara

langsung

akan

memberikan kontribusi positif yang mampu mendukung berbagai pilar utama
yang diagendakan dalam pembangunan Indonesia sebagai poros maritim
dunia, baik dalam membangun kembali budaya maritim, menjaga sumber daya
laut, pengembangan infrastruktur, maupun pelaksanaan diplomasi maritim.
Sementara itu, pembangunan Indonesia sebagai poros maritim dunia disadari

merupakan sebuah strategi yang sangat tepat dalam memanfaatkan potensi
dan posisi geografis Indonesia yang strategis, sejalan dengan kaidah ketahanan
nasional. Dalam hal ini, sudah jelas bahwa terwujudnya pembangunan
Indonesia sebagai poros maritim dunia akan memberikan kontribusi positif
terhadap penguatan ketahanan nasional. Dengan demikian, peningkatan sistem
keamanan maritim akan mampu mendukung pembangunan Indonesia sebagai
poros maritim dunia dan dapat memperkuat ketahanan nasional.
7.

Saran.
a.

Upaya meningkatkan sistem keamanan maritim diharapkan dapat

menjadi prioritas utama bagi pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan
nasional agar mampu mendukung terealisasinya visi Indonesia sebagai poros
maritim dunia.
b.

Sinergitas seluruh lembaga kemaritiman yang lebih solid diharapkan

dapat menjadi dasar operasional bagi seluruh stakeholder untuk mendukung
peningkatan sistem keamanan maritim.
Jakarta,

Lampiran :
“A” : Alur Pikir.
“B” : Daftar Gambar/Grafik.
“C” : Daftar pustaka.

Juni 2015

LAMPIRAN “A”

PENINGKATAN SISTEM KEAMANAN MARITIM GUNA MENDUKUNG PEMBANGUNAN INDONESIA SEBAGAI
POROS MARITIM DUNIA DALAM RANGKA MEMPERKUAT KETAHANAN NASIONAL

KETAHANAN
NASIONAL
KUAT

INSTRUMENTAL
INPUT
PERMASALAHAN :

SISTEM
KEAMANAN
MARITIM
SAAT INI

– MINIMNYA
INFRASTRUKTUR
SERTA ALUTSISTA
DAN SARANA
TEKNOLOGI
–P’AWASAN,
P’GUNAAN SARANA
P’AMANAN, MAUPUN
PELAKSANAAN

KONSEP
PENINGKATAN SIS
KAM MARITIM:

MEMBANGUN
SEA POWER

MENGINTEGRASI
KAN
SARANA
PENGAWASAN


MENSINERGIKAN

ENVIRONMENTAL
INPUT

SISTEM
KEAMANAN
MARITIM
MENINGKAT

P’BANGUNAN
INDONESIA
SBG POROS

MARITM DUNIA

TERDUKUNG

LAMPIRAN “B”
DAFTAR GAMBAR/GRAFIK

Sumber : Badan Keamanan Laut tahun 2015

Sumber : Badan Keamanan Laut tahun 2015

DATA KAPAL YANG HILANG SECARA GLOBAL

Sumber : Allianz Global Corporate & Speciality 2015

DATA PEROMPAKAN KAPAL SECARA GLOBAL

Sumber : Allianz Global Corporate & Speciality 2015

LAMPIRAN “C”
DAFTAR PUSTAKA

A.

Buku dan Cetakan.

Bantarto Bandoro, 2005, “Perpektif Baru Keamanan Nasional”, Centre for Strategic and
Internasional Studies, Jakarta.
Makmur Keliat, 2009, “Keamanan Maritim dan Implikasi Kebijakannya Bagi Indonesia”,
Journal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Volume 13, Nomor 1, Juli 2009 (111-129),
ISSN 1410-4946.
Laksamana TNI Dr. Marsetio, 2014. “Sea Power Indonesia”, Universitas Pertahanan
Indonesia, Jakarta.
Laksamana TNI Dr. Marsetio, 2014. “Paradigma Baru TNI AL Kelas Dunia”, Universitas
Pertahanan Indonesia, Jakarta.
Laksamana Muda TNI Slamet Yulistiyono. 2011. “Keamanan Maritim Dalam
Manajemen Aspek Operasional”. Jakarta : dalam acara seminar Internasional
Maritime Security di Hotel Nico tanggal 11 Juli 2011.
Sirjanti, dkk. 2009. “Pendidikan Kewarganegaraan untuk Mahasiswa”, Graha Ilmu,
Jakarta.
B.

Naskah Dokumen.

-------. 2013. Telaahan Staf Sops kormar No. 01 / I / 2013.
-------. Sumber data Badan Informasi Geospasial berdasarkan hasil survey geografi dan
toponimi dari tahun 2007 hingga 2010 oleh Tim Nasional Pembakuan Nama
Rupabumi (Timnas PNR). Hasil survey tersebut telah dilaporkan ke United
Nations Group of Expert on Geograpichal Names (UNGEGN).

____. Undang-Undang RI. Nomor 3 Tahun. 2002 tentang “Pertahanan Negara", 2004,
Fokusmedia, Jakarta.
____, Undang-Undang RI. Nomor 34 Tahun 2004 tentang “Tentara Nasional
Indonesia”, 2004, Fokusmedia, Jakarta.
____, Undang-Undang RI. Nomor 32 Tahun 2014 tentang “Kelautan”.
____, Perpres No.178 tahun 2014 tentang “Pembentukan Bakamla RI”.
C.
____.

Website.
“Pembentukan Coast Guard Untuk Mengintegrasi Pengelolaan Pertahanan dan

Keamanan

Maritim”,

http://indo-defense.blogspot.com/2012/06/pembentukan-coast-

guard-untuk.html, diakses 21 Juni 2015.
Yudhoyono, Susilo Bambang. “Geopolitik Kawasan Asia Tenggara :Perspektif Maritim” dalam
http://mimerss.blogspot.com/2013/06/geopolitik-kawasan-asia-tenggara.html,

diakses

21 Juni 2015.
AGCS,

“Safety

and

Shipping

Review

2015”,

dalam

http://www.agcs.allianz.com/

assets/PDFs/ Reports/ Shipping-Review-2015.pdf, diakses 21 Juni 2015.