BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus - Prevalensi Terjadinya Manifestasi Oral Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Dengan Risiko Sedang Di Rs. Haji Medan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

  2.1 Diabetes Melitus

  Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang berarti “mengalirkan atau mengalihkan”. Melitus dari bahasa latin yang berarti “manis atau madu”. Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemi yang ditandai dengan ketiadaan absolut insulin

  13

  atau penurunan relatif insensitivitas sel terhadap insulin. Diabetes melitus juga merupakan salah satu dari penyakit autoimun. Hiperglikemia yang kronik pada diabetes mellitus berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh terutama pada mata, ginjal, saraf, jantung dan

  14

  pembuluh darah. Diantara penyakit degeneratif, diabetes melitus adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya dan merupakan

  3 salah satu ancaman utama bagi umat manusia di masa yang akan datang.

  2.2 Klasifikasi

  Diabetes melitus dapat diklasifikasi berdasarkan etiologi mempunyai bentuk klinis yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes melitus tipe lain

  4 dan diabetes melitus gestasional.

1. Diabetes melitus tipe 1

  Diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik dengan gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap perusakan

  15

  imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Tipe diabetes ini disebut sebagai diabetes melitus dependent insulin (IDDM) karena individu pengidap penyakit ini

  13

  harus mendapat insulin pengganti. Pada diabetes melitus tipe 1 sel-sel pankreas yang secara normal menghasilkan hormon insulin dihancurkan oleh proses autoimun

  14 sehingga penyuntikan insulin diperlukan untuk mengendalikan kadar glukosa darah.

  Diabetes melitus tipe 1 biasanya dijumpai pada individu berusia kurang dari

  13 Penderita diabetes melitus tidak mewarisi diabetes melitus tipe 1 itu sendiri tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik menuju terjadinya diabetes

  14 melitus tipe 1.

  2. Diabetes melitus tipe 2 Diabetes melitus tipe 2 ditandai dengan terjadinya kelainan pada sekresi

  14

  insulin maupun kerja insulin. Diabetes melitus tipe 2 sebelumnya dikenal sebagai

  

15

tipe dewasa atau tipe nondependent insulin.

  3. Diabetes melitus tipe lain

  3 Diabetes melitus tipe lain sering ditemukan di daerah tropis dan negara berkembang.

  Sekitar 1 sampai 2% kasus diabetes melitus berada dalam kelompok ini. Hal ini disebabkan oleh berbagai kerusakan genetik spesifik dari fungsi sel beta dan kerja insulin, kelainan pankreas yang disebabkan oleh obat-obatan, infeksi serta beberapa

  16 sindrom yang menyebabkan diabetes melitus.

  4. Diabetes melitus gestasional Diabetes gestasional adalah diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap diabetes. Tingginya insidens dari diabetes melitus gestational ditemukan pada wanita lanjut usia dan wanita yang mengalami obesitas. Penyebab diabetes gestasional dianggap berkaitan dengan peningkatan kebutuhan energi dan kadar estrogen serta hormon pertumbuhan yang terus-menerus tinggi selama masa kehamilan. Wanita yang mengalami diabetes gestasional ditangani dengan pengaturan diet, pemberian insulin atau keduanya sesuai dengan

  13,16 kebutuhan.

2.3 Diabetes Melitus Tipe 2 Jumlah penderita diabetes melitus tipe 2 di Indonesia terus meningkat.

  Adanya peningkatan jumlah penderita diabetes melitus tipe 2 diduga sebagai akibat adanya perubahan gaya hidup. Masyarakat mulai meninggalkan gaya hidup tradisional yang lebih banyak melibatkan aktifitas fisik. Bukti tidak langsung dari fenomena ini dapat dilihat dari banyak penderita diabetes melitus tipe 2 pada mereka

  17

  15 Sekitar 80% pasien diabetes melitus tipe 2 mengalami obesitas. Karena

  obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kelihatannya akan timbul

  13 kegagalan toleransi glukosa yang dapat menyebabkan diabetes melitus tipe 2.

  Selain itu, pankreas tidak mampu untuk menghasilkan insulin yang cukup untuk

  13

  mempertahankan glukosa plasma yang normal. Meskipun kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada dalam rentang normal, jumlah insulin tetap rendah

  

13

  sehingga kad ar glukosa plasma meningkat. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel- sel beta pankreas, sebelumnya diabetes melitus tipe 2 disebut NIDDM (noninsulin

  13 dependent diabetes melitus ).

  Individu yang mengidap diabetes melitus tipe 2 tetap menghasilkan insulin. Akan tetapi sering terjadi keterlambatan awal dalam sekresi dan penurunan jumlah total insulin yang dilepaskan. Hal ini cenderung semakin parah seiring dengan pertambahan usia pasien. Selain itu sel-sel tubuh terutama sel otot dan adiposa memperlihatkan resistensi insulin terhadap insulin yang bersirkulasi dalam darah.

  13 Akibatnya pembawa glukosa yang ada di sel tidak adekuat.

  Pasien diabetes melitus tipe 2 terkadang tidak memperlihatkan manifestasi klinis seperti poliuria, polodipsia dan polifagia. Oleh karena itu diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes toleransi

  15 glukosa.

2.4 Diagnosis

  Diagnosis diabetes melitus didasarkan pada bukti yang diperoleh dari

  6

  anamnesis, gejala klinis dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis ditanyakan riwayat keluarga, riwayat penyakit yang sedang diderita dan gejala yang sering

  16

  dikeluhkan pasien. Diagnosis klinis diabetes melitus secara umum akan diketahui bila ada keluhan khas diabetes melitus berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan

  3

  penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain yang

  3

  mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal dan mata kabur. Pada

  6

  penderita diabetes melitus tipe 2 gejala klinis terjadi secara lambat. Pemeriksaan penunjang pada penderita diabetes melitus adalah dengan pemeriksaan kadar glukosa

  18 darah dan tes glikohemoglobin.

  8 Tabel 1. Kadar glukosa darah pada panderita diabetes mellitus

  Kadar Glukosa Darah Diabetes Mellitus Glukosa darah sewaktu

  ≥ 200 mg/dl Glukosa darah puasa

  ≥ 126 mg/dl Glukosa darah 2 jam sesudah makan

  ≥ 200 mg/dl Pasien yang mengetahui dirinya menderita diabetes melitus harus diketahui jenis diabetes melitus yang dideritanya, perawatan yang pernah dilakukan, dan kontrol yang memadai pada diabetes melitusnya. Pada pasien diabetes melitus dapat

  10

  dikelompokkan ke dalam kategori kelompok risiko spesifik, yaitu :

  a) Pasien dengan risiko rendah (Low Risk)

  Pada penderita dengan risiko rendah, yaitu kontrol metaboliknya baik dengan obat-obatan yang dalam keadaan stabil, asimptomatik, tidak ada komplikasi neurologik, vaskular maupun infeksi, kadar gula darah puasa <200 mg/dl.

  b) Pasien dengan risiko menengah (Moderate Risk)

  Pasien ini memiliki simptom yang sama namun, berada dalam kondisi metabolik yang seimbang. Tidak terdapat riwayat hipoglikemik atau ketoasidosis, dan komplikasi diabetes yang terlihat. Kadar gula darah puasa 200-250 mg/dl.

  c) Pasien dengan risiko tinggi (High Risk)

  Pada penderita dengan risiko tinggi, memiliki banyak komplikasi dan kontrol metaboliknya yang sangat buruk, seringkali mengalami hipoglikemi atau ketoasidosis dan sering membutuhkan injeksi insulin. Glukosa darah puasa dapat meningkat tajam, melampaui >250 mg/dl.

2.5 Manifestasi Oral Diabetes Melitus

  Manifestasi oral yang ditemukan pada pasien diabetes melitus umumnya

  16

  berhubungan dengan kontrol gula darah. Manifestasi oral tersebut termasuk penyakit periodontal (periodontitis dan gingivitis), disfungsi kelenjar saliva yang ditandai dengan berkurangnya laju aliran saliva (xerostomia) dan rasa mulut

  19 terbakar.

  Infeksi oleh bakteri dan jamur di rongga mulut juga telah dilaporkan pada pasien diabetes melitus. Telah dilaporkan juga lesi pada mukosa rongga mulut dalam bentuk stomatitis, geographic tongue, fissured tongue, traumatic ulser, lichen planus, reaksi likenoid dan angular chelitis. Kondisi lainnya seperti lambatnya penyembuhan luka pada mukosa, kelainan neuro sensori dari mukosa, karies gigi, kehilangan gigi

  19

  juga telah dilaporkan. Prevalensi dan kemungkinan terjadinya perkembangan dari lesi pada mukosa rongga mulut ditemukan lebih tinggi pada pasien diabetes

  19 dibanding pasien yang sehat.

  Pemberian obat pada pasien diabetes melitus baik berhubungan atau tidak dengan kondisi sistemik dapat menyebabkan hipofungsi kelenjar saliva. Diabetes melitus juga merupakan faktor risiko dalam prevalensi dan keparahan terjadinya

  16 gingivitis dan periodontitis.

2.5.1 Periodontitis

  Peridontitis adalah kelainan inflamasi kronis yang berpengaruh pada gingival

  19

  dan jaringan periodontal yang diawali oleh bakteri. Sering terlihat adanya poket periodontal ataupun abses periodontal dan adanya resorpsi prosesus alveolaris yang

  7 cepat dan banyak sehingga menyebabkan gigi goyang dan akhirnya tanggal.

  Pada jaringan gingival tampak adanya pembesaran gingival, gingivitis marginalis dimana terlihat adanya hipertropi gingival yang berwarna merah tua yaitu perubahan warna pada gingival dari merah muda menjadi merah tua, sakit dan dalam pemeriksaan klinis dijumpai pendarahan dengan poket periodontal > 3mm. Selain itu dapat terlihat adanya poket periodontal atau abses periodontal serta terlepasnya

  7

  19 Gambar 1. Periodontitis Pada Pasien Diabetes Melitus

  Penyakit periodontal mengalami peningkatan prevalensi dan keparahan pada

  19

  pasien dengan diabetes melitus tipe 2. Mekanisme terjadinya penyakit periodontal pada diabetes melitus dapat melalui perubahan vaskular dan perubahan mikroflora. Pada perubahan vaskular terjadi penebalan membran basalis dari dinding vaskular sehingga akan mengurangi migrasi leukosit, difusi oksigen dan eliminasi sisa-sisa metabolit yang intensitasnya meningkat sesuai dengan kontrol metabolik. Perubahan mikroflora terjadi karena pada penderita diabetes melitus daerah sulkus gingival

  14 merupakan lingkungan yang baik bagi mikroorgansime untuk berkembang biak.

  Pada diabetes melitus dapat timbul sejumlah komplikasi disebabkan kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia). Beberapa protein tubuh akan mengalami glikosilasi akibat meningkatnya jumlah IgG pada keadaan hiperglikemia dengan mengalami glikosilasi akan menyebabkan antibodi IgG terhadap antigen menurun,

  14

  sehingga penderita diabetes melitus lebih mudah terserang infeksi. Keadaan hiperglikemia menyebabkan menurunnya aktivitas leukosit polimorfonukleus (LPN) yang berfungsi sebagai antimikrobial dengan cara fagositosis. Apabila terjadi gangguan atau defisiensi LPN maka akan menyebabkan gangguan kemotaksis dan defek fagositosis yang berperan sebagai pertahanan terhadap bakteri patogen dan menyebabkan rentan terhadap infeksi dan akibatnya kerusakan yang parah pada

  12,14,20

  jaringan periodonsium. Pada penderita diabetes melitus yang mengalami hiperglikemia terjadi pula perubahan metabolisme kolagen, dimana terjadi peningkatan aktivitas kolagenese dan penrurunan sintesis kolagen. Kolagen yang terdapat didalam jaringan cenderung lebih mudah mengalami kerusakan akibat

  21,22 infeksi periodontal.

2.5.2 Xerostomia

  Pada penderita yang mengalami poliuria mengakibatkan cairan dalam tubuh berkurang. Hal ini dapat menyebabkan penurunan jumlah sekresi saliva atau disebut juga hiposalivasi. Hiposalivasi merupakan gejala yang paling sering ditemukan pada penderita diabetes mellitus tipe 2. Selain itu pada penderita diabetes melitus dapat terjadi komplikasi mikrovaskular berupa retinopati, nefropati dan neuropati. Salah satu komplikasi neuropati adalah gangguan saraf simpatis dan parasimpatis, dimana akan berakibat pada penurunan sekresi saliva. Akibat adanya penurunan jumlah saliva

  7,24,26 menyebabkan mulut terasa kering atau xerostomia.

  23 Xerostomia adalah perasaan subjektif dari rongga mulut yang kering. Hal ini

  23

  biasanya terlihat dengan adanya pengurangan aliran saliva normal. Pada penderita diabetes melitus dengan kontrol glukosa darah yang tidak baik dapat menyebabkan rendahnya stimulasi kelenjar parotid dibandingkan dengan pasien diabetes melitus

  24

  dengan kontrol glukosa darah yang baik. Prevalensi rongga mulut yang kering jauh lebih besar pada wanita dibandingkan dengan laki-laki, yaitu 5-12% dan meningkat seiring bertambahnya usia. Xerostomia dapat mempengaruhi kesehatan individu, diet,

  23 gaya hidup dan kehidupan sosial.

  Xerostomia pada pasien diabetes melitus merupakan kondisi permanen yang

  25

  tidak bisa ditanggulangi dengan meminum air. Kondisi rongga mulut yang kering atau xerostomia pada penderita diabetes melitus dapat mengiritasi jaringan lunak mulut yang menyebabkan inflamasi dan nyeri. Inflamasi yang terjadi pada pasien diabetes melitus sangat mendukung terjadinya infeksi periodontal dan kerusakan

  19 gigi.

  Pengendalian diabetes melitus yang buruk diperkirakan juga berperan dalam penurunan aliran saliva. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Margaretha dkk, penelitian ini dilakukan terhadap 50 orang penderita diabetes melitus tipe 2 menunjukkan sebanyak 20 orang penderita diabetes melitus tipe 2 mengalami

  18 xerostomia.

2.5.3 Burning Mouth Syndrom (BMS)

  Burning Mouth Syndrome ditandai dengan sensasi mulut terbakar dan terasa

  sakit pada lidah, bibir, palatum ataupun seluruh rongga mulut. Burning mouth

  

syndrome biasanya dijumpai pada usia dewasa sampai lanjut usia yaitu sekitar 38 –

  78 tahun. Selain itu BMS lebih sering dijumpai pada wanita dibandingkan pria

  27

  dengan rasio 7:1. Pada pasien diabetes melitus, xerostomia dan kandidiasis

  16 berkontribusi pada gejala yang terkait dengan burning mouth syndrome.

  Penyebab pasti burning mouth syndrome belum diketahui, tetapi telah dikaitkan dengan xerostomia, menopause, infeksi kandida dan kerusakan saraf di terjadinya rasa sakit atau terbakar yang disebabkan adanya perubahan patologis pada

  19 saraf-saraf dalam rongga mulut.

  Adanya kerusakan saraf akibat komplikasi mikrovaskular pada diabetes melitus akan mendukung terjadinya rasa sakit/terbakar yang disebabkan adanya perubahan patologis pada saraf-saraf dalam rongga mulut. Penelitian yang dilakukan oleh Hamadneh dan Dweiri (2012) melaporkan bahwa dari 62 pasien yang tidak

  12 terkontrol sebanyak 48% pasien mengalami sindroma rasa mulut terbakar.

2.5.4 Kandidiasis

  Kandidiasis pada rongga mulut merupakan sebuah infeksi oportunistik yang disebabkan oleh spesies Candida albicans. banyak faktor penyebab yang menjadi pemicu terjadinya infeksi ini antara lain kebiasaan merokok, xerostomia dan penyakit metabolik dan endokrin. Kandidiasis yang sering dialami oleh pasien diabetes melitus

  19 risiko sedang adalah kandidiasis pseudomembran akut (Thrush).

  Insiden dari infeksi fungal pada pasien diabetes melitus telah diakui selama beberapa tahun. Infeksi Candida albicans dilaporkan menjadi prevalensi pada pasien dengan diabetes melitus terutama pada mereka yang merokok, menggunakan gigitiruan dan memiliki kontrol gula darah yang buruk dan menggunakan steroid serta antibiotik yang broadspektrum. Pada kondisi ini pengurangan fungsi saliva pada pasien diabetes juga menyebabkan tingginya kontribusi dari fungi. Menurut Maskari dkk (2011), menyatakan bahwa kedua faktor predisposisi lokal dan sistemik dapat

  19 menyebabkan peningkatan infeksi candida pada pasien diabetes melitus.

  Dalam rongga mulut yang sehat, saliva mengandung enzim-enzim antimikroba, yaitu lactoferin, perioxidase, lysozyme dan IgA. Saliva memiliki efek

  

self-cleansing yang melarutkan antigen patogenik dan membersihkan mukosa mulut.

  Kandungan antibodi saliva (IgA) dan antimikroba dalam saliva berperan penting dalam mencegah perlekatan dan pertumbuhan dari kolonisasi infeksi kandida. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 terjadi gangguan pada saliva yang menyebabkan penurunan/berkurangnya fungsi saliva sehingga memudahkan terjadi infeksi kandida.

  Kandidiasis merupakan salah satu infeksi yang paling sering ditemukan pada

  28 penderita diabetes melitus tipe 2 dengan kontrol glikemik yang buruk.

1.5.5 Oral Lichen Planus

  Oral lichen planus merupakan penyakit mukokutaneus kronis yang bersifat

  autoimun yang biasanya melibatkan mukosa rongga mulut, yaitu berupa iflamasi kronis yang mengenai epitel berlapis skuamosa. Penyakit ini umumnya terjadi pada

  29 individu antara 30-60 tahun dan lebih sering mengenai wanita dibandingkan pria.

  29 Gambar 2. Oral Lichen Planus

  Penyebab penyakit ini akibat rusaknya sel basal dengan latar belakang kondisi imunologis yang penyebabnya tidak diketahui. Diduga merupakan keadaan yang abnormal dari respon imun sel T. Stres, genetik, makanan, obat-obatan, penyakit sistemik dan oral higiene yang buruk diduga menjadi faktor pemicu terjadinya oral

  30 lichen planus .

  Pada penderita diabetes melitus tipe 2, sel-sel tubuh tidak memberikan respon atau kurangnya sensitivitas terhadap insulin yang akan menyebabkan terjadinya peningkatan glukosa dalam darah dan pemasukan glukosa kedalam sel akan terhambat. Akibatnya sel-sel kekurangan asupan glukosa yang akan menjadi sumber energi pada tubuh manusia dan akan mempengaruhi sistem imun tubuh yang akan merusak sel basal yang diduga sebagai benda asing sehingga menyebabkan

  7,30 perubahan pada permukaan sel.

  Tipe retikular merupakan bentuk umum dari oral lichen planus. Biasanya muncul dengan gambaran striae-striae keratotik putih (Wickhams’s striae) dengan batas eritema. Biasanya ditemui pada lidah dan mukosa bukal. Tipe retikular biasanya tidak menimbulkan rasa sakit. Bentuk erosif merupakan bentuk umum yang kedua dari lichen planus, berupa gambaran dari area eritema dan ulserasi. Apabila terdapat pada gingival maka disebut deskuamatif gingivitis. Tipe ini biasanya menimbulkan rasa sakit dan ketidaknyamanan pada pasien. Bentuk atropik dari lichen planus biasanya difus, eritematus yang dikelilingi striae putih. Sedangkan bentuk bula dari lichen planus biasanya muncul pada mukosa bukal dan daerah lateral lidah. Bentuk

  29 bula ini biasanya langsung pecah dan meninggalkan gambaran erosif.

  Sebenarnya tidak perlu perawatan pada lichen planus terutama tipe retikular. Perawatan hanya diberikan untuk mengurangi keparahan dari gejala simtomatis, terutama pada lesi atropik dan ulseratif. Menurut beberapa literatur dikatakan bahwa

  29 perawatan lichen planus dapat berupa kortikosteroid.

2.6 Kerangka Teori

  Diabetes Melitus Diabetes

  Diabetes Diabetes Diabetes

  Melitus Tipe Melitus Tipe Melitus Tipe Melitus

  1

  2 Lain Gestational Resistensi Insulin dan

  Gangguan Sekresi Insulin KGD Risiko KGD Risiko KGD Risiko

  Rendah Sedang Tinggi Manifestasi Oral

  • Periodontitis • Xerostomia • Burning Mouth Syndrome • Kandidiasis • Oral Lichen Planus

2.7 Kerangka Konsep

  Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Risiko Sedang / Moderate Risk

  • Xerostomia • Periodontitis • Burning Mouth Syndrome • Kandidiasis • Oral Lichen Planus