Status Oral Higiene Dan Periodontal Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rs Bunda Thamrin Dan Rsu Adam Malik Medan

(1)

x Lampiran

1 Kuesioner skor oral higiene dan periodontal pasien Diabetes melitus tipe 2 di RS Bunda Thamrin dan RSU Adam Malik Medan

2 Surat persetujuan komisi etik tentang pelaksanaan penelitian bidang kesehatan 3 Surat keterangan pelaksanaan penelitian dari RS Bunda Thamrin Medan 4 Output analisis perhitungan statistik


(2)

perubahan pada kadar glukosa, Diabetes melitus juga berhubungan dengan perubahan patofisiologis yang dapat meningkatkan faktor risiko penyakit periodontal. Berdasarkan penelitian terlihat bahwa pasien penderita penyakit Diabetes melitus memiliki insidensi yang lebih besar terhadap infeksi jamur dan bakteri penyebab penyakit periodontal. Penelitian lain menjelaskan bahwa insidensi Diabetes melitus berhubungan dengan hiposalivasi atau

xerostomia, burning mouth, hilangnya kemampuan mengecap, perbesaran glandula salivarius, kandidiasis, lichen planus dan leukoplakia.2


(3)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus adalah suatu penyakit sistemik yang terjadi akibat adanya kelainan dalam metabolisme karbohidrat yang sangat erat kaitannya dengan kondisi kekurangan insulin.1. Selain perubahan pada kadar glukosa, Diabetes melitus juga berhubungan dengan perubahan patofisiologis yang dapat meningkatkan faktor risiko penyakit periodontal. Berdasarkan penelitian terlihat bahwa pasien penderita penyakit Diabetes melitus memiliki insidensi yang lebih besar terhadap infeksi jamur dan bakteri penyebab penyakit periodontal. Penelitian lain menjelaskan bahwa insidensi Diabetes melitus berhubungan dengan hiposalivasi atau xerostomia, burning mouth, hilangnya kemampuan mengecap, perbesaran glandula salivarius, kandidiasis, lichen planus dan leukoplakia.2

Pada tahun 2003, sekitar 194 juta orang menderita Diabetes melitus di seluruh dunia. Hal tersebut mencapai 5,1% dari populasi dunia dan jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat hingga 333 juta, atau 6,3% dari populasi dunia pada tahun 2025.3 Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi Diabetes melitus berdasarkan pemeriksaan glukosa darah pada penduduk berusia lebih dari 15 tahun di perkotaan sebesar 5,7%. Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes melitus di Indonesia mencapai 21,3 juta orang.4

Diabetes melitus dibedakan atas 4 tipe, yaitu Diabetes melitus tipe 1, Diabetes melitus tipe 2, Diabetes melitus kehamilan (gestational), dan Diabetes melitus tipe lain. Diabetes melitus tipe 1 adalah Diabetes melitus yang tergantung pada insulin, sedangkan tipe 2 adalah Diabetes melitus yang tidak tergantung insulin. Secara umum, hampir 80-90% prevalensi Diabetes melitus adalah Diabetes melitus tipe 2.1,5

Tanda dan gejala pada rongga mulut yang sering ditemukan pada pasien Diabetes melitus tipe 2 yaitu adalah hiposalivasi, halitosis, gingivitis, burning mouth, penurunan kemampuan merasa, apthous stomatitis dan periodontitis. Pada pemeriksaan


(4)

rongga mulut, lesi yang paling umum dijumpai adalah kandidiasis, diikuti oleh lesi proliferatif dan ditandai oleh hiperplasia yang kemungkinan dapat menyebabkan neoplasia.2

Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit sistemik yang dapat berperan sebagai faktor risiko terhadap terjadinya periodontitis dan memperburuk kesehatan periodontal.6 Menurut penelitian Butar-butar, rata-rata skor periodontal pada pasien Diabetes melitus tipe 2 adalah 2,69 ± 0,95 yang termasuk dalam kategori sedang, dibandingkan dengan pasien non-Diabetes yaitu 1,07 ± 0,77 yang termasuk dalam kategori baik.7 Hasil penelitian ini mendukung penelitian Taylor dan Borgnakke yang menyatakan periodontitis merupakan komplikasi Diabetes melitus. Taylor mengidentifikasi 48 penelitian pada tahun 1960 sampai 2000 dan membahas mengenai hubungan penyakit periodontal pada penderita Diabetes melitus. Hasil penelitian 44 studi mendukung Diabetes melitus sebagai faktor risiko terjadinya periodontitis.8

Penelitian Hidayati, Mu’afiro dan Suwito menyatakan adanya hubungan oral higiene terhadap tingkat periodontitis pada penderita Diabetes melitus tipe 2 dengan odd rasio 2,8.9 Penderita Diabetes melitus dengan kebersihan mulut yang kurang baik dan ada penumpukan kalkulus sering mengalami peradangan gingiva yang parah, pembentukan poket yang dalam dan abses periodontal. Pasien Diabetes melitus mempunyai risiko 6,29 kali lebih besar menderita periodontitis daripada pasien non-diabetes. Hasil penelitian Butar-butar pada tahun 2014 menunjukkan rata-rata skor oral higiene pada pasien Diabetes melitus tipe 2 yaitu 2,23 ± 0,97 dalam kategori sedang. Skor ini dibandingkan dengan pasien non-diabetes yang terlihat lebih rendah yaitu 0,66 ± 0,33 dan termasuk dalam kategori baik.7

Berdasarkan yang diuraikan, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui status oral higiene dan periodontal pada pasien Diabetes melitus tipe 2 di RS Bunda Thamrin dan RSU Adam Malik Medan. Kedua rumah sakit ini dipilih karena jumlah pasien Diabetes melitus disana mencukupi untuk dijadikan sampel penelitian karena pasien melakukan rawat jalan secara berkala.


(5)

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana status oral higiene dan periodontal pada pasien Diabetes melitus tipe 2?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui rata-rata skor oral higiene dan pada pasien Diabetes melitus tipe 2 berdasarkan jenis kelamin.

2. Untuk mengetahui rata-rata skor oral higiene pada pasien Diabetes melitus tipe 2 berdasarkan status merokok.

3. Untuk mengetahui kategori skor oral higiene pasien Diabetes melitus tipe 2 berdasarkan jenis kelamin dan status merokok.

4. Untuk mengetahui rata-rata skor periodontal pada pasien Diabetes melitus tipe 2.

5. Untuk mengetahui rata-rata skor periodontal berdasarkan jenis kelamin dan status merokok.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi masyarakat: sebagai bahan penyuluhan agar penderita Diabetes melitus menjaga kebersihan gigi dan mulutnya.

2. Bagi Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat Universitas Sumatera Utara: menambah referensi tentang status oral higiene dan periodontal pada pasien Diabetes melitus tipe 2.

3. Bagi peneliti: dapat menambah wawasan dan pengetahuan serta memberikan pengalaman langsung dalam melakukan penelitian.


(6)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Etiologi Diabetes melitus

Diabetes melitus merupakan penyakit sistemik berupa gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia, disebabkan kerusakan sekresi insulin, kegagalan fungsi insulin, atau keduanya. Gejala hiperglikemia meliputi poliuria, polidipsia, penurunan berat badan, polifagia, dan penglihatan kabur. Hiperglikemi kronis pada Diabetes melitus berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.10

Secara umum, Diabetes melitus dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan masalah anatomi dan kimiawi sebagai akibat dari defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.2 Insulin merupakan hormon yang diproduksi oleh sel beta yang berada di pankreas dan berfungsi untuk mengontrol kadar glukosa dalam darah dengan merubah karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi. Dalam keadaan normal, kadar insulin yang cukup akan diterima oleh reseptor insulin yang ada dalam permukaan sel otot, kemudian membuka jalan masuk ke dalam sel sehingga glukosa kemudian dimetabolisme menjadi energi.11

Pada penderita Diabetes melitus yang mengalami jumlah insulin kurang atau kualitas insulinnya tidak baik, maka insulin dan reseptornya tetap ada tetapi akibat terjadi kelainan di dalam sel maka pintu masuk sel tertutup sehingga glukosa tidak dapat masuk sel untuk dimetabolisme. Akibatnya glukosa tetap berada diluar sel hingga kadar glukosa dalam darah meningkat.11

Penyebab penyakit Diabetes melitus tipe 1 adalah kekurangan sekresi insulin. Individu yang mengalami peningkatan risiko diabetes tipe ini, sering diidentifikasi oleh adanya bukti serologis dan proses patologis autoimun yang terjadi di pankreas dan tanda-tanda genetik. Pada Diabetes melitus tipe 2 penyebabnya adalah kombinasi yang berlawanan terhadap aksi insulin dan sekresi insulin dengan respons yang tidak


(7)

mencukupi. Pada tingkat hiperglikemia, cukup untuk menyebabkan perubahan patologis dan fungsional di berbagai jaringan serta menyebabkan kerentanan terhadap infeksi tertentu.12

Sudah lama diketahui bahwa Diabetes melitus merupakan penyakit turunan, yang artinya apabila orang tuanya menderita Diabetes melitus kemungkinan anaknya akan menderita juga. Hal ini memang benar, tetapi faktor keturunan saja tidak cukup. Ada beberapa faktor risiko terjadinya Diabetes melitus yaitu adanya infeksi virus (pada diabetes tipe 1), kegemukan, pola makan yang salah, minum obat-obatan yang bisa menaikkan kadar glukosa darah, gaya hidup yang berlebihan, proses menua, stres, dan lain-lain.11

2.1.1 Klasifikasi Diabetes Melitus

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2009, Diabetes melitus terbagi menjadi empat tipe, yaitu:1,3

a. Diabetes melitus tipe 1

Jika tubuh tidak memiliki insulin (kegagalan sel beta dalam pankreas dimana produksi insulin terjadi maka Diabetes melitus disebut sebagai Diabetes melitus tipe 1. Pasien-pasien ini tergantung pada insulin yang diberikan melalui suntikan. Jenis diabetes ini, umumnya diderita sejak awal kehidupan seseorang; anak-anak maupun pada remaja bisanya terkena jenis ini. Jika mereka tidak diberi insulin, glukosa darah meningkat (hiperglikemia) dan kondisi kesehatan menurun drastis, kondisi ini disebut diabetes ketoasidosis.

b. Diabetes melitus tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 adalah kondisi medis yang ditandai dengan ketidakcukupan atau gangguan fungsi insulin. Insulin berfungsi mengatur glukosa, sumber energi yang penting untuk tubuh. Tanpa insulin, glukosa tidak dapat memasuki sel dan tetap berada di dalam aliran darah, menyebabkan kadar glukosa darah tinggi. Penyebab gejala, seperti peningkatan rasa haus dan berkemih, rasa lelah dan kehilangan berat badan yang tidak dapat dijelaskan. Diabetes tipe 2 sering ditemukan pada orang-orang yang kelebihan berat badan karena kadar lemak yang tinggi, terutama pada daerah


(8)

perut, diketahui menyebabkan tubuh menjadi resisten terhadap efek insulin (resistensi insulin). Oleh karena itu, meskipun insulin ada, tubuh tidak mampu merespons insulin tersebut secara adekuat.

c. Diabetes melitus kehamilan (gestational)

Diabetes kehamilan adalah keadaan intoleransi terhadap glukosa yang terjadi selama kehamilan. Anak yang dilahirkan dari ibu yang menderita Diabetes melitus kehamilan memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami obesitas dan diabetes saat dewasa. Hal ini terjadi karena bayi dari ibu mensekresi insulin lebih besar sehingga merangsang pertumbuhan bayi dan makrosomia.

d. Diabetes melitus tipe lain

Pada Diabetes tipe lain, individu mengalami hiperglikemia yang disebabkan kelainan spesifik (kelainan genetik fungsi sel beta), endokrinopati (penyakit Cushing’s, akromegali), penggunaan obat yang mengganggu fungsi sel beta (dilantin), penggunaan obat yang mengganggu kerja insulin, dan infeksi/sindroma genetik.

2.1.2. Manifestasi Oral pada Penderita Diabetes melitus

Beberapa manifestasi oral yang terjadi pada penderita Diabetes melitus adalah:13

1. Xerostomia (mulut kering)

Diabetes yang tidak terkontrol menyebabkan penurunan aliran saliva, sehingga mulut terasa kering. Saliva memiliki efek self-cleansing, di mana alirannya dapat berfungsi membersihkan sisa-sisa makanan dan kotoran dari dalam mulut. Jadi bila aliran saliva menurun maka akan menyebabkan timbulnya oral higiene yang buruk yang menyebabkan rasa tak nyaman, lebih rentan untuk terjadinya ulserasi (luka), lubang gigi, dan bisa menjadi tempat bagi bakteri untuk tumbuh dan berkembang.


(9)

Gambar 1. Xerostomia pada penderita Diabetes melitus14

2. Penyakit Periodontal a. Gingivitis

Gingivitis adalah penyakit periodontal yang secara klinis ditandai dengan gingiva berwarna merah, membengkak, mudah berdarah, perubahan kontur, kehilangan adaptasi terhadap gigi, dan peningkatan jumlah cairan sulkus. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi bakteri dan menjadi lebih berat pada penderita diabetes melitus. Mikroorganisme yang biasa dijumpai dalam proses perkembangan gingivitis adalah bakteri batang gram positif, kokus gram-positif, dan kokus gram-negatif. Bakteri gram-positif yaitu Streptococcus sanguis, Streptococcus mitis, Actinomyces viscosus, Actinomyces naeslundii, dan Peptostreptococcus micros. Sedangkan bakteri gram-negatifnya didominasi oleh Fusobacterium nucleatum, Prevotella intermedia, Vellonella parvula, dan spesies Haemophilus dan Camphylobacter.15

Gambar 2. Gingivitis pada penderita Diabetes melitus14


(10)

b. Periodontitis

Periodontitis adalah radang pada jaringan pendukung gigi (gusi dan tulang). Selain merusak sel darah putih, komplikasi lain dari diabetes adalah menebalnya pembuluh darah sehingga memperlambat aliran nutrisi dan produk sisa dari tubuh. Lambatnya aliran darah ini menurunkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi.

Ada banyak faktor yang menjadi pencetus atau memperberat periodontitis, di antaranya akumulasi plak, kalkulus (karang gigi), dan faktor sistemik atau kondisi tubuh secara umum. Rusaknya jaringan periodontal membuat gusi tidak lagi melekat ke gigi, tulang menjadi rusak, dan lama kelamaan gigi menjadi goyang. Kasus penyakit periodontal di masyarakat cukup tinggi meski banyak yang tidak menyadarinya, dan penyakit ini merupakan penyebab utama hilangnya gigi pada orang dewasa.15

Dari seluruh komplikasi, Diabetes melitus adalah komplikasi nomor satu terbesar khusus di rongga mulut dan periodontitis merupakan komplikasi nomor enam terbesar di antara berbagai macam penyakit mulut. Hampir sekitar 80% pasien Diabetes melitus gusinya bermasalah. Tanda-tanda periodontitis antara lain pasien mengeluh gusinya mudah berdarah, warna gusi menjadi mengkilat, tekstur kulit jeruknya (stippling) hilang, kantong gusi menjadi dalam, dan ada kerusakan tulang di sekitar gigi, pasien mengeluh giginya goyah sehingga mudah lepas.13

Gambar 3. Penyakit periodontal pada penderita Diabetes melitus14 3. Stomatitis Apthosa (Sariawan)

Meski sariawan biasa dialami oleh banyak orang, namun penyakit ini bisa menyebabkan komplikasi parah jika dialami oleh penderita diabetes. Penderita diabetes


(11)

sangat rentan terkena infeksi jamur dalam mulut dan lidah yang kemudian menimbulkan penyakit sejenis sariawan. Sariawan ini disebabkan oleh jamur yang berkembang seiring naiknya tingkat gula dalam darah dan air liur penderita diabetes.

Gambar 4. Sariawan pada penderita Diabetes melitus16 4. Rasa mulut terbakar

Penderita diabetes biasanya mengeluh tentang terasa terbakar atau mati rasa pada mulutnya. Biasanya, penderita diabetes juga dapat mengalami mati rasa pada bagian wajah.

5. Oral thrush

Penderita diabetes yang sering mengonsumsi antibiotik untuk mengobati infeksi sangat rentan mengalami infeksi jamur pada mulut dan lidah. Apalagi penderita diabetes yang merokok, risiko terjadinya infeksi jamur jauh lebih besar. Oral thrush atau oral candida adalah infeksi di dalam mulut yang disebabkan oleh jamur, sejumlah kecil jamur kandida ada di dalam mulut. Pada penderita Diabetes melitus kronis dimana tubuh rentan terhadap infeksi sehingga sering menggunakan antibiotik dapat mengganggu keseimbangan kuman di dalam mulut yang mengakibatkan jamur kandida berkembang tidak terkontrol sehingga menyebabkan thrush.


(12)

Gambar 5. Oral thrush pada penderita Diabetes melitus17

6. Karies Gigi

Diabetes melitus bisa menjadi faktor predisposisi bagi terjadinya karies dan bertambahnya jumlah karies. Keadaan tersebut terjadi karena pada diabetes, aliran darah mengandung banyak glukosa yang berperan sebagai substrat kariogenik. Karies gigi dapat terjadi karena interaksi dari 4 faktor yaitu gigi, substrat, kuman dan waktu. Pada penderita Diabetes melitus telah diketahui bahwa jumlah air liur berkurang sehingga makanan melekat pada permukaan gigi. Apabila makanan yang melekat dari golongan karbohidrat bercampur dengan kuman yang ada pada permukaan gigi dan tidak langsung dibersihkan, dapat mengakibatkan keasaman didalam mulut menurun, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya lubang atau karies gigi.13

Gambar 6. Karies gigi pada penderita Diabetes melitus14

2.1.3 Patogenesis Diabetes melitus dalam Rongga Mulut

Beberapa ahli menyatakan adanya peran beberapa faktor pada pasien diabetes. Pada gejala awal ditemukan membran basalis kapiler gingiva yang lebih lebar pada


(13)

pasien diabetes dibandingkan pada non-diabetes. Gejala ini berperan pada perubahan nutrisi dan penyembuhan jaringan. Pada gejala lain disebutkan kerusakan kemotaksis neutrofil pada diabetes yang dapat membuat pasien tersebut rentan terhadap infeksi, termasuk infeksi mikroflora yang dominan pada lesi periodontal pasien diabetes tipe 2. Terjadinya kerentanan penderita Diabetes melitus untuk menderita penyakit periodontal dapat dijelaskan dengan berbagai mekanisme, yaitu:

1. Perubahan vaskular, yaitu terjadi penebalan membran basalis dinding vaskular sehingga akan mengurangi migrasi leukosit, difusi oksigen dan eliminasi sampah metabolit yang bertambah intensitasnya sesuai dengan kontrol metabolik dan durasi yang lama dari penyakit diabetesnya sendiri.

2. Perubahan mikroflora terjadi karena pada penderita diabetes daerah sulkus gingivanya akan menciptakan lingkungan yang baik untuk berkembang-biaknya berbagai mikroba.

3. Disfungsi neutrofil, melalui terjadinya kemotaksis maupun fagositosis dalam repons imun.

4. Terjadinya perubahan metabolisme kolagen gingiva, yaitu melalui berkurangnya sintesis kolagen, berkurangnya perkembangan dan proliferasi sel, berkurangnya produksi matriks tulang, bertambahnya kolagenase gingiva dan terjadinya gradasi kolagen yang baru terbentuk.

5. Genetik, diduga penyakit periodontal berkembang melalui mekanisme molekul-molekul sel-sel antigen pada darah tepi yang mungkin memberikan gejala bertambahnya kerentanan terhadap periodontitis.

Setelah etiologi penyakit periodontal pada penderita dengan penyakit Diabetes melitus dievaluasi, ternyata penyakit tersebut berpengaruh aktif terhadap kerusakan jaringan . Oleh karena itu perlu diketahui sifat penyakit diabetes tersebut terhadap struktur periodontal dan tindakan apa yang harus dilakukan untuk mencegah berbagai perubahan yang merugikan. Pada penderita Diabetes melitus dengan kelainan periodontal selalu diikuti dengan faktor iritasi lokal. Diabetes melitus merupakan faktor predisposisi yang dapat mempercepat kerusakan jaringan periodontal yang dimulai oleh agen mikrobial, perubahan vaskular pada penderita diabetes dapat mengenai pembuluh


(14)

darah besar dan kecil. Perubahan pada pembuluh darah kecil dapat dijumpai pada arteriol, kapiler dan venula pada bermacam-macam organ serta jaringan. Akibat adanya perubahan pada dinding pembuluh darah pada penderita Diabetes melitus, jaringan periodontal akan mengalami kekurangan suplai darah dan terjadi kekurangan oksigen menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan periodontal.

Selanjutnya akibat kekurangan oksigen pertumbuhan bakteri anaerob akan meningkat. Dengan adanya infeksi bakteri anaerob pada Diabetes melitus akan menyebabkan pertahanan dan perfusi jaringan menurun dan mengakibatkan kekurangan oksigen pada jaringan sehingga bakteri anaerob yang terdapat pada plak subgingiva menjadi berkembang dan lebih patogen serta menimbulkan infeksi pada jaringan periodontal. Pada neuropati Diabetes melitus yang mengenai syaraf otonom yang menginervasi kelenjar saliva, akan mengakibatkan produksi saliva berkurang dan terjadi xerostomia. Sehubungan dengan kejadian ini, perlu diketahui bahwa insulin dan regulasi Diabetes melitus mempunyai pengaruh pada metabolisme tulang, antara lain insulin meningkatkan serapan asam amino dan sintesis kolagen oleh sel tulang, yang penting untuk formasi tulang oleh osteoblast. Diabetes melitus menyebabkan hipokalsemia yang akan menimbulkan peningkatan hormon paratiroid (reasorbsi tulang akan meningkat). Selain itu, Diabetes melitus juga mengganggu metabolisme vitamin D3 dengan kemungkinan menurunnya absorbsi kalsium di usus. Selain itu juga akan merangsang makrofag untuk sintesis beberapa sitokin yang akan meningkatkan reasorbsi tulang. Semua pengaruh Diabetes melitus pada tulang inilah yang menyebabkan adanya hubungan antara Diabetes melitus dengan penurunan kepadatan tulang.18

2.2 Oral Higiene

Oral higiene adalah kebersihan rongga mulut yang meliputi gigi, lidah, dan gingiva. Tujuan menjaga oral higiene untuk mencegah timbulnya berbagai masalah di mulut serta untuk menghindari pertumbuhan bakteri dan jamur di mulut, dan membersihkan, menyegarkan mulut, gigi dan gusi.19

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi terjadinya kerusakan gigi, penyakit gusi dan masalah lainnya pada penderita Diabetes melitus, meliputi:13,20


(15)

a. Berobat atau kontrol ke dokter spesialis penyakit dalam terutama untuk mendapatkan kadar gula darah yang terkontrol yang otomatis mempengaruhi keadaan rongga mulut.

b. Diet yang tinggi kadar serat untuk mempertahankan kadar gula darah normal dan membantu merangsang produksi air liur agar mendapatkan efek self cleansing di rongga mulut.

c. Melakukan pemeliharaan rongga mulut dengan cara menggosok gigi paling tidak 2 kali sehari, menggunakan obat kumur yang tidak mengandung alkohol, dan menggunakan benang gigi paling tidak sekali sehari untuk mencegah timbulnya plak.

d. Mengunjungi dokter gigi untuk pemeriksaan rutin setiap enam bulan sekali. e. Menghindari merokok karena dapat memperburuk kondisi rongga mulut dan merupakan faktor risiko penyakit periodontal.

2.2.1 Pemeriksaan Kebersihan Rongga Mulut

Kebersihan gigi dan mulut dapat diukur dengan menggunakan indeks. Indeks adalah angka yang menyatakan keadaan klinis yang didapat pada waktu diadakan pemeriksaan. Angka yang menunjukan kebersihan gigi dan mulut seseorang ini adalah angka yang diperoleh berdasarkan penilaian yang objektif, dengan menggunakan suatu indeks, maka kita dapat membuat suatu evaluasi berdasarkan data-data yang diperoleh, sehingga kita dapat melihat kemajuan atau kemunduran kebersihan gigi dan mulut seseorang atau masyarakat.

Menurut Green dan Vermillion untuk mengukur kebersihan gigi dan mulut adalah dengan mempergunakan suatu indeks yang disebut Oral Higiene Index Simplified (OHI-S). Nilai OHI-S ini merupakan nilai yang diperoleh dari hasil penjumlahan antara skor debris dan kalkulus.21

2.2.2 IndeksPengukuran Oral Hygiene Simplified (OHIS)

Pemeriksaan debris dan kalkulus dilakukan pada gigi tertentu dan pada permukaan tertentu dari gigi tersebut, yaitu:21

a. Untuk rahang atas:


(16)

2. Gigi insisivus pertama kanan atas pada permukaan labial. 3. Gigi molar pertama kiri atas pada permukaan bukal. b. Untuk rahang bawah:

1. Gigi molar pertama kiri bawah permukaan lingual. 2. Gigi insisivus pertama kiri bawah pada permukaan labial. 3. Gigi molar pertama kanan bawah pada permukaan lingual.

Bila ada kasus di mana salah satu gigi indeks tersebut tidak ada, maka penilaian dilakukan sebagai berikut:

1. Bila molar pertama atas atau bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada molar kedua atas atau bawah.

2. Bila molar pertama dan molar kedua atas atau bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada molar ketiga atas atau bawah.

3. Bila molar pertama, kedua dan ketiga atas atau bawah tidak ada, tidak dapat dilakukan penilaian.

4. Bila insisivus pertama kanan atas tidak ada, penilaian dilakukan pada insisivus pertama kiri atas.

5. Bila insisivus pertama kanan atau kiri atas tidak ada, tidak dapat dilakukan penilaian.

6. Bila insisivus pertama kiri bawah tidak ada, penilaian dilakukan pada insisivus pertama kanan bawah.

7. Bila insisivus pertama kiri atau kanan bawah tidak ada, tidak dapat dilakukan penilaian.

Bila ada kasus diantara keenam gigi indeks yang seharusnya diperiksa tidak ada, maka penilaian skor debris dan skor kalkulus masih dapat dihitung apabila ada dua gigi indeks yang dapat dinilai. Kriteria Penilaian OHI-S Menurut Depkes R.I., kriteria penilaian kebersihan gigi dan mulut (OHI-S) seseorang dapat dilihat dari adanya debris dan kalkulus pada permukaan gigi. Untuk menentukan kriteria penilaian debris atau penilaian OHI-S, maka dipakai tabel debris score dan calculus score.


(17)

Tabel 1. Kriteria Indeks Debris15,21

SKOR KRITERIA

0 Pada permukaan gigi yang terlihat, tidak ada debris atau pewarnaan ekstrinsik.

1 Pada permukaan gigi terlihat debris lunak yang menutupi gigi seluas 1/3 permukaa atau kurang dari 1/3 permukaan.

Pada permukaan gigi yang terlihat tidak ada debris lunak tetapi ada pewarnaan ekstrinsik yang menutupi permukaan gigi sebagian atau seluruhnya.

2 Pada permukaan gigi terlihat debris lunak yang menutupi permukaan tersebut seluas lebih dari 1/3 permukaan gigi, tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi.

3 Pada permukaan gigi terlihat debris yang menutupi permukaan tersebut seluas lebih dari 2/3 permukaan atau seluruh gigi.

Tabel 2. Kriteria Penilaian Pemeriksaan Kalkulus15,21

SKOR KRITERIA

0 Tidak ada karang gigi

1 Pada permukaan gigi terlihat karang gigi supragingival menutupi permukaan gigi lebih dari 1/3 permukaan gigi.

2 Pada permukaan gigi terlihat adanya karang gigi supragingival menutupi gigi lebih dari 1/3 permukaan gigi. Sekitar bagian servikal gigi terdapat sedikit subgingival. 3 Pada permukaan gigi yang adanya karang gigi supragingival

menutupi permukaan gigi lebih dari 2/3 nya atau seluruh permukaan gigi.

Pada permukaan gigi ada karang gigi subgingival yang menutupi dan melingkari seluruh servikal.

Penilaian OHI-S adalah sebagai berikut : a. Baik, apabila nilai berada diantara 0-1,2. b. Sedang, apabila nilai berada di 1,3-3,0 c. Buruk, apabila nilai berada di 3,1-6,0

OHIS atau Oral Hygiene Index Simplified merupakan hasil dari penjumlahan skor debris dan skor kalkulus.


(18)

2.3 Faktor Risiko Penyakit Periodontal

Selain plak gigi sebagai penyebab utama penyakit periodontal, ada beberapa faktor yang menjadi faktor risiko penyakit periodontal. Faktor ini dapat berada di dalam mulut atau lebih sebagai faktor sistemik terhadap host. Secara umum, faktor risiko penyakit periodontal adalah oral higiene yang buruk, kebiasaan merokok, penyakit sistemik, umur dan gender. Faktor obesitas juga dilaporkan mempunyai hubungan dengan timbulnya penyakit periodontal.

1. Oral Higiene

Beberapa ahli menyatakan bahwa penyakit periodontal dihubungkan dengan kondisi oral higiene yang buruk. Loe et al. melaporkan bahwa pada individu yang mempunyai gingiva sehat akan segera mengalami gingivitis bila tidak dilakukan pembersihan rongga mulut selama 2-3 minggu. Sebaliknya, bila dilakukan pemeliharaan kebersihan mulut maka keradangan akan hilang dalam waktu 1 minggu. Semua penelitian yang dilakukan menunjukkan pentingnya melakukan kontrol plak bila tidak ingin terjadi kerusakan pada jaringan periodontal.

2. Merokok

Beberapa survei menunjukkan bahwa rata-rata oral higiene pada perokok lebih buruk daripada yang tidak merokok. Oleh karena itu, tidak heran bila penyakit periodontal kronis lebih parah pada perokok daripada yang tidak merokok. Seorang perokok, mempunyai risiko menderita penyakit periodontitis 2-7 kali lebih besar daripada yang bukan perokok. Panas dari rokok akan meningkatkan kerusakan perlekatan periodontal dan bertambah banyaknya kalkulus yang akan meningkatkan retensi plak.

3. Penyakit Sistemik

Penyakit periodontal juga berhubungan dengan Diabetes melitus dan penyakit sistemik lainnya. Penderita Diabetes melitus lebih rentan terhadap infeksi terutama pada penderita diabetes yang tidak terkontrol. Bila dilakukan skeling pada penderita diabetes tanpa tindakan profilaksis dapat menimbulkan abses periodontal.


(19)

4. Umur

Banyak penelitian yang menyatakan bahwa keparahan penyakit periodontal akan meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Penyakit periodontal lebih banyak dijumpai pada orangtua dari kelompok yang muda, walaupun keadaan ini lebih sering dikaitkan dengan kerusakan jaringan yang kumulatif selama hidup (proses penuaan).

5. Gender

Faktor gender atau jenis kelamin masih diragukan, ada yang mengatakan bahwa kondisi periodontal wanita lebih baik dari pria dan sebaliknya. Walaupun demikian, bila dibandingkan status kebersihan mulut pria dan wanita, maka dijumpai kebersihan mulut wanita yang lebih baik dari pria. Oleh karena itu, tidak dijumpai perbedaan yang signifikan bila dibuat perbandingan antara pria dan wanita dengan status kebersihan mulut dan umur yang sama.

6. Obesitas

Bertitik tolak dari adanya hubungan antara obesitas dengan Diabetes melitus yang merupakan faktor risiko penyakit periodontal, para ahli telah pula meneliti adanya keterkaitan obesitas dan peningkatan prevalensi penyakit periodontal sehingga obesitas juga dinyatakan sebagai faktor risiko. Saito et al., melakukan penelitian terhadap 241 orang dewasa Jepang dan menjumpai adanya hubungan antara obesitas dengan peningkatan risiko penderita periodontitis.22

2.4 Indeks Penyakit Periodontal

Untuk dapat mengukur prevalensi penyakit, keparahan serta kaitannya dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya diperlukan suatu alat ukur yang dikenal sebagai indeks.15 Ada beberapa indeks yang biasa digunakan, namun tidak ada satupun indeks yang bias digunakan untuk semua jenis penelitian. Indeks penyakit periodontal dibedakan atas indeks untuk mengukur plak gigi, cairan sulkus gingival, kebutuhan perawatan dan keparahan penyakit periodontal.23

Indeks penyakit periodontal pertama kali dikembangkan oleh Ramfjord pada tahun 1959 yang mengukur keadaan gingival dan kedalaman saku periodontal. Pemeriksaan dilakukan hanya pada enam gigi yaitu 16, 21, 24, 36, 41, dan 44


(20)

(dinamakan gigi indeks Ramfjord). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kaca mulut dan prob periodontal WHO yang mempunyai kalibrasi dalam milimeter dan mempunyai batas warna hitam 3-6 mm. Skor indeks periodontal Ramfjord dihitung dengan membagi jumlah skor periodontal dengan jumlah gigi yang diperiksa.23 Pada penelitian ini, indeks yang dipilih adalah indeks periodontal Ramfjord karena:

1. Indeks ini mirip dengan indeks periodontal oleh Russel dengan beberapa penyempurnaan.

2. Indeks ini dapat digunakan sebagai ukuran keadaan serta keparahan penyakit periodontal.

3. Indeks ini lebih sederhana karena hanya mengukur enam gigi saja sesuai yang sudah ditentukan.

Tabel 3. Kriteria Indeks Penyakit Periodontal Ramfjord23

SKOR KRITERIA

Gingivitis 0 1 2 3 Kedalaman saku dihitung dari cemento enamel junction (CEJ)

4 5 6

Tidak ada peradangan

Gingivitis ringan tetapi tidak meluas mengelilingi gigi Gingivitis sedang dan meluas mengelilingi gigi

Gingivitis parah ditandai dengan kemerahan, kemungkinan telah ada perdarahan spontan dan ulserasi

Kedalaman saku periodontal kurang dari 3 mm Kedalaman saku periodontal 3-6 mm


(21)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan melakukan survei, yaitu penelitian yang menggambarkan keadaan subjek dan objek penelitian berdasarkan keadaan yang tampak.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di RS Bunda Thamrin dan RSU Adam Malik Medan. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni 2014 sampai Oktober 2014. Penelitian ini dimulai dari mempersiapkan proposal penelitian, dilanjutkan dengan pelaksanaan penelitian sampai penyusunan laporan akhir.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah pasien yang berobat di RS Bunda Thamrin dan RSU Adam Malik Medan. Sampel yang diteliti adalah semua pasien Diabetes melitus tipe 2 di rumah sakit tersebut, yang bersedia dilakukan penelitian dengan jumlah sebanyak 100 orang.

3.4 Variabel dan Definisi Operasional

1. Usia : Ulang tahun terakhir pasien 2. Jenis kelamin : Laki-laki dan Perempuan

3. Faktor risiko : Pasien Diabetes melitus tipe 2 yaitu penderita yang dinyatakan DM dengan melihat KGD sewaktu berdasarkan rekam medis.

4. Status oral higiene: status kebersihan mulut yang diukur dengan menggunakan indeks OHIS.

5. Status periodontal: status kesehatan jaringan pendukung gigi yang diukur dengan indeks periodontal Ramfjord.


(22)

3.5 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data karakteristik responden dilakukan dengan wawancara, menggunakan kuesioner. Responden diberikan lembar penjelasan penelitian. Bila responden bersedia berpartisipasi dalam penelitian, maka responden menandatangani lembar informed consent.

Pengumpulan data status oral higiene diperoleh dengan melakukan pemeriksaan yaitu;

1. Pengukuran dilakukan pada gigi 16, 11, 26, 36, 31, dan 46. Pada gigi 16, 11, 26, 31 yang dilihat permukaan bukalnya sedangkan gigi 36 dan 46 permukaan lingualnya.

2. Untuk mengukur indeks debris, sonde ditempatkan pada insisal gigi kemudian digerakkan ke arah mesial dan distal, selanjutnya bergerak kearah gingiva setiap 1/3 permukaan gigi dan skor diberikan sesuai kriteria.

3. Pengukuran indeks kalkulus dilakukan dengan menempatkan ujung sonde pada daerah subgingiva terlebih dahulu, kemudian digerakkan dari mesial ke distal dan naik ke arah insisal dan diberi skor sesuai kriteria.

Pengumpulan data status periodontal diperoleh dengan memeriksa rongga mulut menggunakan indeks periodontal Ramfjord dengan beberapa cara yaitu:

1. Pengukuran dilakukan hanya pada enam gigi indeks yaitu gigi 16, 21, 24, 36, 41, dan 44. Bila salah satu gigi ini hilang maka akan digantikan oleh gigi disampingnya (17, 11, 25, 37, 42, dan 45).

2. Pengukuran dilakukan menggunakan kaca mulut dan prob periodontal WHO yang mempunyai kalibrasi dalam millimeter dan mempunyai batas warna hitam 3-6 mm.

3. Pengukuran dilakukan pada sisi vestibular di bagian tengahnya, sudut mesiovestibular pada daerah interproksimal, bagian tengah permukaan oral dan sudut disto oral daerah kontak interproksimal.

4. Pada waktu pengukuran pada sudut mesio vestibular dan disto oral, prob dalam keadaan berkontak dengan gigi.


(23)

Hasil pemeriksaan oral higiene dan periodontal dicatat pada formulir yang tersedia. Pengumpulan data dilakukan oleh peneliti dan dibantu 3 orang tenaga peneliti lainnya. Untuk menghindari terjadinya kesalahan pengukuran maka kepada pengumpul data dilakukan kalibrasi sehingga diperoleh interpretasi yang sama.

3.6 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan sistem komputerisasi. Analisis data dilakukan dengan menghitung rerata skor oral higiene dan periodontal pada penderita Diabetes melitus tipe 2 di RS Bunda dan RSU Adam Malik Medan.


(24)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Karakteristik Responden

Persentase responden Diabetes melitus tipe 2 lebih banyak perempuan baik di RS Bunda Thamrin (65,6%) maupun di RS Adam Malik (66,2%). Pasien yang tidak merokok juga lebih banyak yaitu 68,8% di RS Bunda Thamrin dan 67,6% di RSU Adam Malik. Kebanyakan responden tidak menderita penyakit sistemik lain baik di RS Bunda Thamrin (81,3%) dan RSU Adam Malik (67,6%).

Tabel 4. Karakteristik responden pasien Diabetes melitus tipe 2 di RS Bunda Thamrin dan RSU H Adam Malik Medan (n=100)

Karakteristik

RS Bunda Thamrin (n=32)

RSU H Adam Malik (n=68)

n

n % n %

Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan 11 21 34,4 65,6 23 45 33,8 66,2 34 66 Status Merokok Merokok Tidak Merokok 10 22 31,3 68,8 22 46 32.4 67.6 32 68

4.2 Rerata Skor Oral Higiene pada Pasien Diabetes melitus tipe 2

Rerata skor oral higiene pasien Diabetes melitus tipe 2 di RS Bunda Thamrin dan RSU Adam Malik pada laki-laki memiliki skor debris 1,50 ± 0,39, skor kalkulus 1,80 ± 0,31 dan rerata skor oral higiene 3,30 ± 0,54. Sedangkan perempuan memiliki skor debris 1,07 ± 0,34, skor kalkulus 1,32 ± 0,35 dan rerata skor oral higiene 2,39 ± 0,58.


(25)

Tabel 5. Rerata skor oral higiene pada pasien Diabetes melitus tipe 2 di RS Bunda Thamrin dan RSU Adam Malik Medan berdasarkan jenis kelamin(n=100). Jenis Kelamin n

Skor Debris

�̅± SD

Skor Kalkulus

�̅± SD

OHIS

�̅± SD

Laki-Laki Perempuan

34 66

1,50 ± 0,39 1,07 ± 0,34

1,80 ± 0,31 1,32 ± 0,35

3,30 ± 0,54 2,39 ± 0,58 Total 100 1,28 ± 0,36 1,56 ± 0,33 2,84 ± 0,56

Berdasarkan status merokok, terlihat bahwa pasien merokok memiliki rerata skor yaitu skor debris 1,55 ± 0,36 , skor kalkulus 1,75 ± 0,32 dan rerata skor oral higiene 3,30 ± 0,51. Sedangkan pada pasien yang tidak merokok memiliki skor debris 1,06 ± 0,34, skor kalkulus 1,35 ± 0,38 dan rerata skor oral higiene 2,42 ± 0,61 (Tabel 6). Tabel 6. Rerata skor oral higiene pada pasien Diebetes melitus tipe 2 di RS Bunda

Thamrin dan RSU Adam Malik berdasarkan status merokok (n=100). Status Merokok n Skor Debris Skor Kalkulus OHIS

Merokok Tidak Merokok

32 68

1,55 ± 0,36 1,06 ± 0,34

1,75 ± 0,32 1,35 ± 0,38

3,30 ± 0,51 2,42 ± 0,61

4.3 Kategori Status Oral Higiene di RS Bunda Thamrin dan RSU Adam Malik Medan

Umumnya status oral higiene pada pasien Diabetes melitus tipe 2 berada pada kategori sedang baik responden perempuan yaitu 83,3% dan laki-laki yaitu 38,2%. Kategori buruk pada pasien perempuan sebanyak 13,6% dan laki-laki 61,8%. Sedangkan kategori baik hanya ada pada responden perempuan yaitu 3,0% (Tabel 7).


(26)

Tabel 7. Kategori status oral higiene pada pasien Diabetes melitus tipe di RS Bunda Thamrin dan RSU Adam Malik Medan berdasarkan jenis kelamin.

OHIS

Jenis Kelamin Baik Sedang Buruk n

n % n % n %

Laki-Laki 0 0 13 38,2 21 61,8 34

Perempuan 2 3,0 55 83,3 9 13,6 66

Total 2 2 68 68 30 30 100

4.4 Rerata Skor Periodontal pada Pasien Diabetes melitus tipe 2

Rata-rata skor periodontal pada pasien Diabetes melitus tipe 2 pada laki-laki memiliki skor periodontal 1,22 ± 0,48 sedangkan perempuan memiliki skor periodontal 0,60 ± 0,54 (Tabel 8).

Tabel 8. Rerata skor periodontal pada pasien Diabetes melitus tipe 2 di RS Bunda Thamrin dan RSU Adam Malik Medan berdasarkan jenis kelamin.

Pada pasien yang merokok dan tidak merokok terlihat rerata skor periodontal pada pasien merokok lebih tinggi yaitu 1,20 ± 0,52 dari pasien yang tidak merokok 0,63 ± 0,54 (Tabel 9).

Jenis Kelamin n Skor Periodontal

�̅± SD

Laki-laki Perempuan

34 66

1,22 ± 0,48 0,6 ± 0,54


(27)

Tabel 9. Rerata skor periodontal pada pasien Diabetes melitus tipe 2 di RS Bunda Thamrin dan RSU Adam Malik berdasarkan status merokok.

4.5 Kategori Status Periodontal pada Pasien Diabetes melitus tipe 2 di RS Bunda Thamrin dan RSU Adam Malik Medan

Persentase status periodontal pada pasien Diabetes melitus tipe 2 pada laki-laki yaitu 53% menderita gingivitis dan 47% periodontitis. Sedangkan pada pasien perempuan yaitu 69,7% menderita gingivitis dan 30,3% periodontitis (Tabel 10).

Tabel 10. Persentase status periodontal pada pasien Diabetes melitus tipe 2 di RS Bunda Thamrin dan RSU H Adam Malik Medan

Status Periodontal

Jenis Kelamin Gingivitis Periodontitis n

n % n %

Laki-Laki Perempuan

18 46

53 69,7

16 20

47 30,3

34 66

Total 64 64 36 36 100

Status Merokok N Skor Periodontal

�̅± SD

Merokok Tidak Merokok

32 68

1,20 ± 0,52 0,63 ± 0,54


(28)

BAB 5

PEMBAHASAN

Hasil penelitian pada pasien Diabetes melitus tipe 2 menunjukkan bahwa responden laki-laki memiliki skor debris 1,50 ± 0,39, skor kalkulus 1,80 ± 0,31 dan rata-rata skor oral higiene 3,30 ± 0,54. Sedangkan perempuan memiliki skor debris 1,07 ± 0,34 , skor kalkulus 1,32 ± 0,35 dan rata-rata skor oral higiene 2,39 ± 0,58 (Tabel 5). Berdasarkan kategori, terlihat bahwa persentase status oral higiene tipe 2 pada umumnya berada dalam kategori sedang baik pada responden perempuan yaitu 83,3% dan laki-laki yaitu 38,2%. Kategori buruk pada responden laki-laki lebih besar yaitu 61,8% dan pada perempuan 13,6%. Sedangkan kategori baik pada responden perempuan yaitu 3% dan tidak ada pada laki-laki. Hal ini menunjukkan oral higiene perempuan lebih baik daripada oral higiene laki-laki karena pada umumnya perempuan lebih memperhatikan dan merawat penampilan termasuk menjaga rongga mulut (Tabel 7).

Pada pasien Diabetes melitus tipe 2 yang merokok memiliki skor debris 1,55 ± 0,36, skor kalkulus 1,75 ± 0,32 dan rata-rata skor oral higiene 3,30 ± 0,51 dalam kategori buruk. Sedangkan pada pasien yang tidak merokok memiliki skor debris 1,06 ± 0,34, skor kalkulus 1,35 ± 0,38 dan rata-rata skor oral higiene 2,42 ± 0,61 dalam kategori sedang (Tabel 6). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa oral higiene pada pasien Diabetes melitus tipe 2 kurang baik yang bisa disebabkan oleh penurunan aliran saliva yang menyebabkan mulut kering dan kurang berfungsi untuk membersihkan sisa-sisa makanan dan bisa menjadi tempat bagi bakteri untuk berkembang, ditambah dengan merokok yang dapat memperburuk keadaan oral higiene karena terdapat lebih dari 4000 toksin terdapat dalam asap rokok, meliputi racun-racun seperti karbon monoksida, substansi toksis seperti radikal-radikal oksidan, zat-zat karsinogen seperti zat nitrosamine, dan substansi-substansi adiktif seperti nikotin. Diduga nikotin dalam rokok merusak sistem respons imun dan menyebabkan penurunan oksigen didalam jaringan dan membentuk suatu lingkungan yang menguntungkan bagi pertumbuhan


(29)

bakteri penyebab penyakit periodontal. Pada perokok juga menunjukkan penurunan kebiasaan individu menjaga oral higiene, peningkatan kecepatan pembentukan plak, atau kombinasi keduanya.24

Rata-rata skor periodontal pada pasien Diabetes melitus tipe 2 yang terbagi berdasarkan jenis kelamin adalah laki-laki memiliki skor periodontal 1,22 ± 0,48 sedangkan perempuan memiliki skor periodontal 0,60 ± 0,54. Berdasarkan pasien yang merokok dan tidak merokok terlihat rerata skor periodontal pada pasien merokok lebih tinggi yaitu 1,20 ± 0,52 dan pada pasien yang tidak merokok 0,63 ± 0,54. Hal ini sesuai dengan penelitian Eddy Kasim yang meneliti tentang merokok sebagai faktor risiko terjadinya penyakit periodontal karena asap panas yang dihasilkan oleh rokok mengakibatkan rongga mulut menjadi lebih kering dan lebih anaerob sehingga memberikan lingkungan yang sesuai untuk tumbuhnya bakteri penyebab plak. Dengan sendirinya perokok berisiko lebih besar terinfeksi bakteri penyebab penyakit periodontal dibandingkan dengan yang bukan merokok24 (Tabel 8).

Persentase status periodontal pada pasien Diabetes melitus tipe 2 pada laki-laki yaitu 53% menderita gingivitis dan 47% periodontitis. Sedangkan pada pasien perempuan yaitu 69,7% menderita gingivitis dan 30,3% periodontitis. Dari penelitian ini, secara keseluruhan banyaknya persentase gingivitis terjadi pada perempuan, yang salah satu penyebabnya adalah faktor hormonal yaitu hormon estrogen yang dapat secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh dalam proliferasi sel, pertumbuhan jaringan, termasuk pada gingiva. Pada perempuan pada saat pubertas, hamil, atau masa menopause hormon ini menyebabkan perubahan pada tubuh perempuan salah satunya menyebabkan pembuluh darah di gusi lebih rentan dengan serangan bakteri dan meningkatkan terjadinya gingivitis dan apabila terus dibiarkan dalam jangka waktu yang lama dan tidak diobati maka gingivitis akan berlanjut menjadi periodontitis25 (Tabel 9).


(30)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Status oral higiene pada pasien Diabetes melitus tipe 2 dengan rerata skor oral higiene pada responden laki-laki 3,30 ± 0,54 termasuk dalam kategori buruk dan perempuan 2,39 ± 0,58 dan termasuk dalam kategori sedang yang berarti oral higiene perempuan lebih baik dari oral higiene laki-laki.

2. Persentase status oral higiene pada pasien Diabetes melitus tipe 2 terbanyak pada kategori sedang baik perempuan yaitu 83,3% dan laki-laki 38,2% dan kategori buruk lebih besar pada laki-laki yaitu 61,8% sedangkan pada perempuan 13,6%.

3. Rata-rata skor periodontal pada pasien Diabetes melitus tipe 2 pada responden laki-laki memiliki skor periodontal 1,20 ± 0,48 sedangkan perempuan memiliki skor periodontal 0,63 ± 0,54.

4. Persentase status periodontal pasien Diabetes melitus tipe 2 yang menderita gingivitis pada laki-laki 53% dan perempuan 69,7%. Sedangkan periodontitis pada responden laki-laki yaitu 47% dan perempuan 30,3%.

6.2 Saran

1. Diharapkan penderita Diabetes melitus tipe 2 dapat melakukan pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut secara teratur untuk memperbaiki oral higiene dan kesehatan jaringan periodontal lebih baik.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap pasien dengan penyakit sistemik lain sebagai perbandingan dengan penelitian yang telah dilakukan.

3. Diharapkan pihak RS Bunda Thamrin dan RSU Adam Malik dapat memberikan penyuluhan tentang menjaga kebersihan gigi dan rongga mulut dan pembersihan karang gigi kepada pasien Diabetes melitus.


(31)

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. edisi 5. Jakarta : Interna, 2009 : 1873-85.

2. Damayanti I, Manifestasi rongga mulut pada pasien penderita Diabetes melitus terkontrol dan Diabetes melitus tidak terkontrol. < http://www.darmasuryairma. blogspot.com/2012/11/manifestasi-rongga-mulut-pada-pasien-diabetes-melitus- terkontrol-dan-tidak-terkontrol.html> (20 April 2014)

3. American Diabetes Association. Diagnosis and classification of Diabetes melitus. Diabetes Care 2004; 27 : 5-10.

4. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Tahun 2030 prevalensi Diabetes melitus di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. (24 April 2014)

5. Harijanti K, Soebadi B, Mulyaningsih I. Prevalence of Xerostomia on type 2 Diabetes melitus in Hajj Hospital Surabaya. Majalah Kedokteran Gigi 2007; 40: 136-139.

6. Dalimunthe SH. Hubungan timbal balik antara periodontitis dengan Diabetes melitus. dentika Dent J 2003; 8 : 120-125.

7. Butar-butar MR. Status oral higiene dan periodontal pada pasien Diabetes melitus dan non-diabetes di RSUD Dr.Pirngadi skripsi. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi USU; 2014 ; 27-28.

8. Matthews DC. The relationship between diabetes and periodontal disease. J Can Dent Assoc 2002; 68 : 161-164.

9. Hidayati S, Mu’afiro A, Suwito J. Analisis faktor yang berhubungan dengan tingkat keparahan periodontitis pada pasien DM tipe 2 di Poli Diabetes RSU Dr.Soetomo Surabaya. Buletin Penelitian RSU Dr.Soetomo 2008; 10 : 49-54.

10. Daniel SJ, Harfst SA, Wilder RS, Francis B, Mitchell SH. Mosby’s Dental hygiene: concepts, case and competencies. 2nd ed. Missouri: Mosby Elsevier, 2008; 866-869.


(32)

11. Suyono S, Waspadji S, Soegondo S, Soewondo P, Subekti I, Semiardji G, dkk. Penatalaksanaan Diabetes melitus terpadu. edisi 2. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009: 11-28, 70-71.

12. American Dental Hygienist Association. Dental Hygiene Diagnosis: dental hygiene diagnosis and the dental hygiene process of care. J ADHA 2010; 2-4.

13. Lubis I. Manifestasi Diabetes melitus dalam rongga mulut a1.ac.id/file/dokumen/74artikel_bu_irwati_pdf> (25 April 2014)

14. Crum D, Lingard G, Ting G, Boyens J, Whyman R, Stokes A, Gea K, et.al. Healthy mouth, healthy ageing: oral health guide for caregivers of older people. Auckland : New Zealand Dental Assoc 2010; 1:23.

15. Dalimunthe SH. Periodonsia. edisi ke-2 Medan: Bagian Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, 2008: 66-72, 99-101, 106-110, 114-115

16. Agustia T. Kesehatan Gigi Pada Masa Kehamilan. <http://www.mitra.keluarga. com/bekasibarat/kesehatan-gigi-pada-masa-kehamilan.html> (21 April 2014) 17. Lamster IB, Lalla E, Borgnakke WS, Taylor GW. The relationship between oral

health and Diabetes melitus. J Am Dent Assoc 2008; 139 : 19S – 24S

18. Dewi IL. Patogenesis Diabetes melitus pada penyakit periodontal. <http//www. scribd.com/doc/209564/patogenesis-diabetes-melitus-pada-penyakit-periodontal. html> (14 Mei 2014)

19. Wijayanti PM. Kebersihan rongga mulut dan gigi pasien stroke. edisi 182. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia,2011: 37-38

20. Anonymous. Diabetes dan hubungannya dengan kesehatan rongga mulut. <http:

21. Farida I. Cara mengukur kebersihan mulut (OHI-S). <http://www.idafarida73 .blogspot.com/2012/09/cara-mengukut-kebersihan-mulut-ohi-s.html> (21 April 2014)

22. Pintauli S, Hamada T. Menuju gigi dan mulut Sehat: Pencegahan dan Pemeliharaan. Medan: USU Press, 2012 : 29-32, 40, 68-71.


(33)

23. Reddy S. Essentials of clinical periodontology and periodontic. 2nd ed. India: Jaypee, 2008: 47- 48

24. Kasim E, Merokok sebagai faktor risiko terjadinya penyakit periodontal. J Kedokteran Trisakti 2001: Vol.19 – 20 : 9-12

25. Srivastava A, Kumar GK, Srivasta S, Garg J. Effects of sex hormones on the gingival in pregnancy: A review and report of two cases. J Periodontal Implant Dent 2011 hal; 83-87


(34)

(35)

(36)

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN KESEHATAN GIGI MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Nomor: Tanggal : KUESIONER STATUS ORAL HIGIENE DAN PERIODONTAL PADA

PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RS BUNDA THAMRIN DAN RSU ADAM MALIK MEDAN

DATA RESPONDEN (Penderita Diabetes melitus tipe 2)

Nama :

A. Umur : tahun 1

B. Jenis Kelamin : a. Laki-laki

b. Perempuan 2 C. Kadar gula darah sewaktu : mg/dL

Apakah anda mempunyai kebiasaan merokok? 3 a. Ya

b. Tidak

D. Pemeriksaan Status Oral Higiene

16 11 26

46 31 36

Calculus score Debris score

Debris score Calculus score


(37)

a. Skor debris (DS) = jumlah skor

jumlah gigi yang diperiksa =

= 5 b. Skor kalkulus (CS) = jumlah gigi yang diperiksa jumlah skor

=

= 6

c. Skor OHI = DS + CS = 7 d. Kategori OHIS

a. Skor 0-1,2 kategori baik 8 b. Skor 1,3-3,0 kategori sedang

c. Skor 3,1-6,0 kategori buruk

Indeks Debris Indeks Kalkulus

Skor Kriteria Skor Kriteria

0 1 2 3

Tidak dijumpai debris atau stein Debris menutupi tidak lebih 1/3 permukaan gigi

Debris lunak meliputi lebih dari 1/3 tetapi kurang dari 2/3 permukaan gigi

Debris lunak meliputi lebih dari 2/3 permukaan gigi

0 1 2

3

Tidak dijumpai kalkulus Adanya kalkulus supragingiva menutupi tidak lebih dari 1/3 permukaan gigi

Adanya kalkulus supragingiva menutupi 1/3 tetapi belum melewati 2/3 permukaan gigi atau ada flek kalkulus subgingiva di sekeliling servikal gigi atau keduanya Adanya kalkulus supragingiva menutupi lebih dari 2/3 permukaan gigi atau kalkulus subgingiva mengelilingi servikal gigi atau keduanya


(38)

E. Pemeriksaan Status Periodontal

16 21 24

44 41 36

Indeks Periodontal = jumlah skor

jumlah gigi yang diperiksa =

= 9

Skor Kriteria

Gingivitis 0 1 2 3 Kedalaman saku dihitung dari cemento enamel junction (CEJ)

4 5 6

Tidak ada peradangan

Gingivitis ringan tetapi tidak meluas mengelilingi gigi Gingivitis sedang dan meluas mengelilingi gigi

Gingivitis parah ditandai dengan kemerahan, kemungkinan telah ada perdarahan spontan dan ulserasi

Kedalaman saku periodontal kurang dari 3 mm Kedalaman saku periodontal 3-6 mm

Kedalaman saku periodontal lebih dari 6 mm


(39)

DIABETES MELITUS Frequencies

Frequency Table

RS BUNDA THAMRIN

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid laki-laki 11 34.4 34.4 34.4

perempuan 21 65.6 65.6 100.0

Total 32 100.0 100.0

Penyakit Sistemik Lain

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ya 6 18.8 18.8 18.8

tidak 26 81.3 81.3 100.0

Total 32 100.0 100.0

Status Merokok

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ya 10 31.3 31.3 31.3

tidak 22 68.8 68.8 100.0

Total 32 100.0 100.0


(40)

RS ADAM MALIK

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid laki-laki 23 33.8 33.8 33.8

perempuan 45 66.2 66.2 100.0

Total 68 100.0 100.0

Status Merokok

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ya 22 32.4 32.4 32.4

tidak 46 67.6 67.6 100.0

Total 68 100.0 100.0

Penyakit Sistemik Lain

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ya 22 32.4 32.4 32.4

tidak 46 67.6 67.6 100.0

Total 68 100.0 100.0


(41)

DESCRIPTIVES

Descriptive Statistics

jenis kelamin N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

indeks debris laki-laki 34 1.5088 .39648 .06799

perempuan 66 1.0727 .34398 .04234

indeks kalkulus laki-laki 34 1.8000 .31909 .05472

perempuan 66 1.3242 .35434 .04362

OHIS laki-laki 34 3.3088 .54460 .09340

perempuan 66 2.3970 .58624 .07216

Indeks Periodontal laki-laki 34 1.2206 .48603 .08335

perempuan 66 .6030 .54008 .06648

Descriptive Statistics

merokok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

indeks debris ya 32 1.5500 .36544 .06460

tidak 68 1.0662 .34365 .04167

indeks kalkulus ya 32 1.7594 .32115 .05677

tidak 68 1.3574 .38413 .04658

OHIS ya 32 3.3094 .51454 .09096

tidak 68 2.4235 .61695 .07482

Indeks Periodontal ya 32 1.2000 .52793 .09333

tidak 68 .6309 .54121 .06563


(42)

Descriptive Statistics

penyakit sistemik lain N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

indeks debris ya 28 1.0893 .42018 .07941

tidak 72 1.2722 .40602 .04785

indeks kalkulus ya 28 1.4107 .40124 .07583

tidak 72 1.5153 .41168 .04852

OHIS ya 28 2.5000 .73232 .13840

tidak 72 2.7875 .69848 .08232

Indeks Periodontal ya 28 .8500 .58087 .10977

tidak 72 .7986 .60688 .07152

Frequencies Frequency Table

OHIS LAKI-LAKI

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid sedang 13 38.2 38.2 38.2

buruk 21 61.8 61.8 100.0

Total 34 100.0 100.0

OHIS PEREMPUAN

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid baik 2 3.0 3.0 3.0

sedang 55 83.3 83.3 86.4

buruk 9 13.6 13.6 100.0

Total 66 100.0 100.0


(43)

STATUS PERIODONTAL LAKI-LAKI

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Gingivitis

Periodontitis

Total

18

16

34

52.9

47.1

100

52.9

47.1

100

52.9

100

STATUS PERIODONTAL PEREMPUAN

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Gingivitis

Periodontitis

Total

46

20

66

69.7

30.3

100

69.7

30.3

100

69.7

100


(1)

E. Pemeriksaan Status Periodontal

16

21

24

44

41

36

Indeks Periodontal =

jumlah skor

jumlah gigi yang diperiksa

=

= 9

Skor

Kriteria

Gingivitis

0

1

2

3

Kedalaman saku

dihitung dari

cemento

enamel junction

(CEJ)

4

5

6

Tidak ada peradangan

Gingivitis ringan tetapi tidak meluas mengelilingi gigi

Gingivitis sedang dan meluas mengelilingi gigi

Gingivitis parah ditandai dengan kemerahan, kemungkinan telah ada

perdarahan spontan dan ulserasi

Kedalaman saku periodontal kurang dari 3 mm

Kedalaman saku periodontal 3-6 mm

Kedalaman saku periodontal lebih dari 6 mm


(2)

DIABETES MELITUS Frequencies

Frequency Table

RS BUNDA THAMRIN

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid laki-laki 11 34.4 34.4 34.4

perempuan 21 65.6 65.6 100.0

Total 32 100.0 100.0

Penyakit Sistemik Lain

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ya 6 18.8 18.8 18.8

tidak 26 81.3 81.3 100.0

Total 32 100.0 100.0

Status Merokok

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ya 10 31.3 31.3 31.3

tidak 22 68.8 68.8 100.0


(3)

RS ADAM MALIK

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid laki-laki 23 33.8 33.8 33.8

perempuan 45 66.2 66.2 100.0

Total 68 100.0 100.0

Status Merokok

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ya 22 32.4 32.4 32.4

tidak 46 67.6 67.6 100.0

Total 68 100.0 100.0

Penyakit Sistemik Lain

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ya 22 32.4 32.4 32.4

tidak 46 67.6 67.6 100.0


(4)

DESCRIPTIVES

Descriptive Statistics

jenis kelamin N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

indeks debris laki-laki 34 1.5088 .39648 .06799

perempuan 66 1.0727 .34398 .04234

indeks kalkulus laki-laki 34 1.8000 .31909 .05472

perempuan 66 1.3242 .35434 .04362

OHIS laki-laki 34 3.3088 .54460 .09340

perempuan 66 2.3970 .58624 .07216

Indeks Periodontal laki-laki 34 1.2206 .48603 .08335

perempuan 66 .6030 .54008 .06648

Descriptive Statistics

merokok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

indeks debris ya 32 1.5500 .36544 .06460

tidak 68 1.0662 .34365 .04167

indeks kalkulus ya 32 1.7594 .32115 .05677

tidak 68 1.3574 .38413 .04658

OHIS ya 32 3.3094 .51454 .09096

tidak 68 2.4235 .61695 .07482

Indeks Periodontal ya 32 1.2000 .52793 .09333


(5)

Descriptive Statistics

penyakit sistemik lain N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

indeks debris ya 28 1.0893 .42018 .07941

tidak 72 1.2722 .40602 .04785

indeks kalkulus ya 28 1.4107 .40124 .07583

tidak 72 1.5153 .41168 .04852

OHIS ya 28 2.5000 .73232 .13840

tidak 72 2.7875 .69848 .08232

Indeks Periodontal ya 28 .8500 .58087 .10977

tidak 72 .7986 .60688 .07152

Frequencies

Frequency Table

OHIS LAKI-LAKI

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid sedang 13 38.2 38.2 38.2

buruk 21 61.8 61.8 100.0

Total 34 100.0 100.0

OHIS PEREMPUAN

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid baik 2 3.0 3.0 3.0

sedang 55 83.3 83.3 86.4


(6)

STATUS PERIODONTAL LAKI-LAKI

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Gingivitis

Periodontitis Total

18 16 34

52.9 47.1 100

52.9 47.1 100

52.9 100

STATUS PERIODONTAL PEREMPUAN

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid Gingivitis

Periodontitis Total

46 20 66

69.7 30.3 100

69.7 30.3 100

69.7 100