Perbandingan Kadar C-Reaktif Protein Pada Keturunan Diabetes Melitus Tipe 2

(1)

PERBANDINGAN KADAR C-REAKTIF PROTEIN

PADA KETURUNAN DIABETES MELITUS TIPE 2

PENELITIAN POTONG LINTANG DI DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM FAKULTAS KEDOKTERAN USU/ RSUP H. ADAM MALIK

MEDAN

September 2008 – November 2008

TESIS

OLEH

MAHRIANI SYLVAWANI

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP. H. ADAM MALIK


(2)

Abstrak

Perbandingan Kadar C-Reaktif Protein pada Keturunan Diabetes Melitus Tipe 2

Mahriani Sylvawani, Dharma Lindarto

Divisi Endokrinologi Metabolik, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Sumatera Utara, RSUP. H. Adam Malik / RS.

Dr. Pirngadi Medan

Latar belakang: Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit

metabolik dengan karakteristik peningkatan kadar gula darah dan gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Penelitian yang dilakukan The Framingham Off springs Study tentang Parenteral Tranmission of type 2 Diabetes didapatkan keturunan dengan ibu diabetes mempunyai resiko 2,5 – 3,5 kali untuk menderita diabetes dibandingkan tanpa orang tua diabetes. Sedangkan bila kedua orang tua diabetes mempunyai resiko 3 – 6 kali dibandingkan tanpa kedua orang tua diabetes. C-reaktif protain merupakan salah satu petanda inflamasi sistemik akut yang dihasilkan oleh hati ditemukan pada banyak penyakit dan berhubungan dengan kejadian DM dan kardiovaskular.

Tujuan: Untuk melihat perbandingan kadar C-reaktif protein pada keturunan

yang salah satu atau kedua orang tuanya DM type 2.

Bahan dan cara: Dilakukan observasi potong lintang pada 15 orang anak yang

bapaknya DM (grup I), 15 orang anak yang ibunya DM (grup II), dan 15 orang anak yang bapak dan ibunya DM (grup III), dari bulan September - November 2008 di poli Endokrinologi RSHAM dan RS dr. Pringadi Medan. Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, darah lengkap, KGD nuchter/2 jam PP dan hsCRP. Kemudian dibandingkan nilai hsCRP dari ketiga group tersebut. Penilaian dengan menggunakan uji Kruskel Wallis dan uji ANOVA.

HASIL: Total 45 pasien yang terdiri dari 26 wanita dan 19 pria, dengan usia

rata-rata: 33,09±7,34, IMT: 23,72±2,52 kg/m2 dan hsCRP: 1,10±0,94 mg/L. Perbedaan bermakna didapat pada umur, indeks massa tubuh, dan hsCRP. Untuk umur yang berbeda antara grup I (28,13±7,32 tahun) dengan grup II (34,27±7,09 tahun) (p=0,013), grup I ( 28,13±7,32 tahun) dengan grup

III (

36,87±4,76 tahun) (p=0,001).Untuk IMT yang berbeda antara group I (22,36±2,29 kg/m2) dengan group II (24,14±2,72 kg/m2) (p=0,046), grup I (22,36±2,29 kg/m2) dengan grup III (24,66±2,09 kg/m2) (p=0,011). Untuk hsCRP yang berbeda antara grup I (0,43±0,64 mg/L) dengan grup II (1,11±0,91 mg/L) (p=0,024), grup I(0,43±0,64 mg/L) dengan grup III (1,76±0,78 mg/L) (p=0,000), serta grup II (1,11±0,91 mg/L) dengan grup III (1,76±0,78 mg/L) (p=0,028)


(3)

Kesimpulan : Kadar hsCRP lebih tinggi secara bermakna pada anak yang ibunya menderita DM dibanding anak yang bapaknya menderita DM dan Kadar hsCRP lebih tinggi secara bermakna pada ke dua orang tuanya menderita DM dibanding hanya salah satu orang tua menderita DM.


(4)

Abstract

Comparison of C-Reactive Protein concentration on Type 2 Diabetic offsprings

Mahriani Sylvawani, Dharma Lindarto

Division of Endocrinology and Metabolic, Department of Internal Medicine, Medical Faculty of North Sumatera University, H. Adam Malik

General Hospital/ dr Pirngadi Hospital Medan

Background: Diabetes mellitus (DM) is a metabolic disease with blood glucose

elevation and defect of insulin secretion, disorder of insulin action or both as its characteristics. The Framingham Offsprings Study about Parenteral Tranmission of type 2 diabetes revealed that the offsprings from diabetic mothers had the risk to suffer from diabetes 2,5 – 3,5 times compared with the ones without diabetic parents. Meanwhile, in the offsprings whose both parents were diabetic, the risk was 3-6 times compared with the ones whose both parents were non diabetic. C-reactive protein is a marker of acute systemic inflammation produced by the liver and correlated with the genesis of diabetes and cardiovascular diseases.

Aim: To compare C-reactive protein concentration in offsprings diabetic whose

one or both parents had type 2 diabetes.

Method: From September to November 2008, we conducted a cross sectional

observation in 15 offsprings whose father are diabetic (group I), 15 offsprings whose mother are diabetic (group II), and 15 ones whose both parents are diabetic (group III) were diabetic at endocrinology polyclinic of H. Adam Malik general hospital and dr. Pirngadi hospital. Anamnesis, physical examination, complete blood count, fasting and post prandial blood glucose and hsCRP examination were performed. We compared the value of hsCRP of every sample in the groups. Statistical analysis by Kruskal Wallis and ANOVA test.

Result: In total,45 patients (26 women, 19 men),age (mean ±s.d) 33.09± 7,34

years. Body mass index(BMI): 23,72±2,53 kg/m2 and hsCRP: 1,10±0,94 mg/L. The difference in age was found between group I (28,13±7,32 years) and group II (34,27±7,09 years) (p=0,013), between group I (28,13±7,32 years) and III (36,87±4,76 years) (p=0,001). The difference in BMI was observed between group I (22,36±2,29 kg/m2) and II (24,14±2,72 kg/m2) (p=0,046), group I(22,36±2,29 kg/m2) and III (24,66±2,09 kg/m2) (p=0,011). The difference in hsCRP was observed between group I (0,43±0,64 mg/L) and group II (1,11±0,91 mg/L) (p=0,024), between group I (0,43±0,64 mg/L) and group III (1,76±0,78 mg/L) (p=0,000), and group II (1,11±0,91 mg/L) and group III (1,76±0,78 mg/L) (p=0,028).


(5)

Conclusion :

hsCRP level is significantly higher in the offsprings whose mothers are diabetic compared with the ones whose diabetic fathers and hsCRP level is significantly higher in the offsprings whose both parents are diabetic compared with the ones whose only one parent is diabetic.


(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..………... i

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR... viii

ABSTRAK ... ix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Diabetes melitus... 4

2.2 Keturunan penderita diabetes melitus... 5

2.3. Riwayat Alamiyah dari DM Tipe 2 ... ... 5

2.3 Resistensi insulin ... 8

2.4 C-reaktif protein ... 10

2.5 Hubungan C-reaktif protein dengan resistensi insulin pada keturunan penderita diabetes melitus ... 12

2.6 Penanganan resistensi insulin ...……….. 13

BAB III. PENELITIAN SENDIRI... 15

3.1 Latar belakang penelitian... 15

3.2. Perumusan masalah ….…………... 17

3.3. Hipotesa………... 17

3.4. Tujuan penelitian………... 17

3.5 Manfaat penelitian ………... 17

3.6 Kerangka Konsepsional ... 18

3.7 Metode penelitian………... 18

3.8. Bahan dan cara 3.8.1. Desain Penelitian ... 18


(7)

3.8.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 18

3.8.3. Subyek Penelitian ... 18

3.8.4. Kriteria Inklusi ... 19

3.8.5. Kriteria Ekslusi ... 19

3.8.6. Besar Sample ... 19

3.8.7. Prosedur Penelitian ... 20

3.8.8. Defenisi Operasional ... 20

3.8.9. Analisa Data ... 21

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

4.1 Hasil penelitian... 22

4.2 Pembahasan... 25

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 26

5.1. Kesimpulan ...………... 26

5.2. Saran ...………... 26

DAFTAR PUSTAKA ... 27

LAMPIRAN ... 34

Lampiran 1. Master tabel penelitian ... 34

Lampiran 2. Penjelasan kepada calon subjek penelitian ... 36

Lampiran 3. Formulir persetujuan subjek penelitian………….... 37

Lampiran 4. Profil peserta studi... 38

Lampiran 6. Persetujuan komite etik kedokteran... 39


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Beberapa gen yang diduga sebagai penyebab DM tipe 2... 8 Tabel 2. Karakteristik dasar daari 45 orang keturunan penderita DM tipe 2... 22 Tabel 3. Hasil penelitian keturunan yang Bapak, Ibu, Bapak dan Ibu DM Tipe 2 ... 23 Tabel 4. Korelasi hsCRP semua grup dengan umur, IMT, Lingkar Pinggang, Leukosit, TD sistole, TD diastole, KGD puasa, dan KGD 2 jam post Prandial .. ... 24

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Model riwayat alamiah dari DM tipe 2... 7 Gambar 2. Interaksi antara gen dan faktor lingkungan pada DM tipe 2... 7


(9)

DAFTAR SINGKATAN

DM : Diabetes Melitus

hsCRP : High Sensitive C-Reaktive Protein KGD : Kadar Gula Darah

KGD 2 Jam PP : Kadar Gula Darah 2 jam Post Prandial TNF- : Tumor Necrosis Faktor-Alpha

IL-6 : Interleukin-6

ADA : Amirican Diabetes Association. GLUT 4 : Glucose Transpoter 4

IMT : Indeks Massa Tubuh

GDPT : Glukosa Darah Puasa Terganggu HDL : High Density Lipoprotein LDL : Low Density Lipoprotein

PPAR- : Peroxisome Proliferator Activated reseptor – gamma PCOS : Polycystic ovary Syndrome


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karateristik peningkatan kadar gula darah, gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya1,2. Komplikasi kronis dari diabetes ini berhubungan dengan kerusakan jangka panjang dan kegagalan beberapa organ khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. Diabetes melitus dapat mengenai segala lapisan umur dan sosial ekonomi. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk maka akan semakin meningkat pula jumlah penderita diabetes melitus, hipertensi, obesitas, penyakit kardiovaskular, dan dislipidemia maka prevalensi sindroma resistensi insulin akan meningkat pula. Di Perancis barat daya didapatkan prevalensi sindroma resistensi insulin sebesar 23% pada laki-laki dan 12% pada perempuan3.

Pada penelitian yang dilakukan oleh The Framingham Offsprings of type 2 Diabetes mendapatkan resiko DM tipe 2 yaitu 3,5 kali lebih tinggi pada keturunan dengan salah satu orang tua diabetes dan 6 kali lebih tinggi bila kedua orang tua menderita diabetes dibanding dengan keturunan yang bukan diabetes4. Gangguan sel β pankreas dan resistensi insulin ditemukan jelas pada DM tipe 2 disamping faktor lingkungan berperan untuk timbulnya penyakit tersebut5.

Banyak penulis mempercayai bahwa resistensi insulin merupakan sesuatu yang primer dan hiper insulinemia merupakan hal yang sekunder. Resistensi insulin ini dapat meningkatkan kadar C-reaktif protein pada individu dengan bakat genetik dan metabolik.Telah diketahui bahwa sekresi C-reaktif


(11)

protein itu diatur oleh sitokin IL-6 dan TNF- , jadi dengan meningkatnya kadar sitokin tersebut maka kadar C-reaktif protein juga meningkat. C-reaktif protein ( CRP ) merupakan salah satu petanda inflamasi sistemik akut yang dihasilkan oleh hati dan sering ditemukan pada banyak penyakit dan berhubungan dengan kejadiaan diabetes melitus serta cardiovaskular even, bagaimana mekanisme sebenarnya belum diketahui secara pasti6. Petanda inflamasi seperti jumlah leukosit, tingginya nilai fibrinogen dan CRP plasma dapat memprediksikan timbulnya DM tipe 2 pada orang Caucasian pada usia pertengahan dan usia lanjut6,7,8. Hubungan antara petanda inflamasi dengan resistensi insulin telah dilaporkan pada beberapa peneliti. Festa dan kawan-kawan mendapatkan hubungan yang kuat antara petanda inflamasi dalam hal ini CRP serum 2,40 mg/L (1,29 – 5,87 mg/L )pada DM dan 1,67 mg/L (0,75 –3,41) pada yang bukan DM dan juga terdapat hubungan yang kuat dengan resistensi insulin.9,10.

Resistensi insulin merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya DM tipe 2, kelainan ini juga ditemukan pada keluarga keturunan DM yang normoglikemik dan gangguan toleransi. Han dan kawan-kawan mendapatkan kadar CRP (mg/L) pada laki-laki: 2,29 ± 0,32 dan pada wanita : 2,74 ± 0,20. yang dihubungkan dengan resistensi insulin12. Yudkin dan kawan-kawan juga mendapatkan hal yang sama dimana nilai CRP serum berhubungan kuat dengan resistensi insulin pada pasien non diabetik13. Gunardi dalam penelitiannya mendapatkan peningkatan kadar hsCRP dalam (mg/L) pada turunan yang orang tuanya menderita DM (2,39 ± 1,87)14.

Ada beberapa kemungkinan (hipotesa ) hubungan tersebut, antara lain yaitu pertama: Penurunan sensitifitas insulin meningkatkan kadar CRP melalui


(12)

efek fisiologi insulin yang menghambat sintesis protein fase akut di hati. Kedua inflamasi kronis yang ditemukan merupakan faktor pencetus untuk sindroma resistensi insulin yang akhirnya menyebabkan diabetes melitus tipe 2 dimana pada individu-individu dengan predisposisi genetik dan metabolik, overnutrisi dapat menyebabkan hipersekresi sitokin dan akhirnya menyebabkan insulin resisten dan diabetes. Ketiga , peningkatan nilai CRP dapat berasal dari ateroslerosis sebelumnya9,10.

Dari uraian diatas penulis ingin membandingkan kadar CPR pada pasien- pasien yang salah satu atau kedua orang tuanya DM Tipe 2.


(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DIABETES MELITUS

Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik peningkatan kadar gula darah, gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Komplikasi kronis dari diabetes ini berhubungan dengan kerusakan jangka panjang dan kegagalan beberapa organ khususnya mata, ginjal,saraf, jantung dan pembuluh darah. Diabetes melitus dapat mengenai segala lapisan umur dan sosial ekonomi. DM tipe 2 pada awal penyakit sering tanpa gejala dan tanpa terdiagnosa dalam beberapa tahun. Prevalensi diabetes melitus sulit ditentukan oleh karena standar diagnostik yang berbeda-beda. Jika menggunakan hiperglikemia puasa sebagai standar diagnostik maka prevalensi di Amerika Serikat sekitar 1-2% dengan menggunakan data National Heaith Interview Survey diperkirakan 3,1% yang dibuat tahun 1993.5

Dari berbagai penelitian epidemiologi di Indonesia didapatkan prevalensi DM sebesar 1,5 - 2,3% pada peduduk usia lebih dari 15 tahun. Dalam Diabetes Atlas 2000 (International Diabetes Federation) tercantum perkiraan penduduk Indonesia diatas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan perkiraan prevalensi DM sebesar 4,6%, diperkirakan pada tahun 2000 pasien DM akan berjumlah 5,6 juta, merupakan beban yang sangat berat untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter spesialis / subspesialis. Semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah harus ikut serta dalam usaha menanggulangi peningkatan jumlah kasus DM sudah


(14)

dimulai dari sekarang, pendidikan sangat penting artinya dalam upaya pencegahan diabetes dengan memasukkan upaya pencegahan primer DM disekolah.17

Deteksi dini dan pengobatan segera dapat menurunkan DM tipe 2 dan komplikasinya, oleh karena itu skrening untuk diabetes dapat dilakukan pada orang-orang yang mempunyai resiko tinggi. Adapun kelompok dengan resiko tinggi DM yaitu antara lain usia > 45 tahun, berat badan lebih (IMT > 23 kg/m2),hipertensi, riwayat DM dalam garis keturunan, ibu dengan riwayat abortus berulang atau berat badan melahirkan bayi > 4000 gram, kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dl.

Keturunan Penderita Diabetes Melitus

DM tipe 2 merupakan penyakit multifaktorial dengan komponen genetik dan non genetik yang akan mempercepat fenotipe diabetes. Suatu model dari riwayat alamiah untuk timbulnya DM tipe 2, diilustrasikan secara lengkap dimana terjadi interaksi antara predisposisi genetik dan faktor lingkungan seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.18 Interaksi antara faktor genetik dan lingkungan dapat mempengaruhi biosintesa insulin, sekresi insulin dan kerja insulin gambar 2.

18,19

Riwayat alamiah dari DM tipe 2 ada 4 tahapan yaitu:

1. Dimulai pada saat lahir, dimana kadar gula darah masih dalam batas normal tetapi individu tersebut mempunyai resiko untuk DM tipe 2 oleh karena genetic polymorphisms (diabetogenic genes)

2. Penurunan sensitifitas insulin timbul karena hasil dari predisposisi genetik dan gaya hidup (faktor lingkungan) yang mana awalnya terkompensasi oleh


(15)

peningkatan fungsi sel mengalami penurunan, dengan tes toleransi glukosa ditemukan gangguan toleransi glukosa. Pada keadaan ini fungsi sel jelas abnormal tetapi kebutuhan untuk mempertahankan kadar gula darah puasa masih normal.

3. Hasil dari kemunduran fungsi sel dan peningkatan resistensi insulin. Kadar gula darah puasa dapat meningkat disebabkan produksi glukosa endogen basal,tetapi pasien masih dalam keadaan asimtomatik.

4. Pada tahap ini terjadi kemunduran fungsi sel , kadar gula darah puasa dan post prandial jelas meningkat dan biasanya pasien dalam keadaan simtomatis.(gambar 1).18

Beberapa gen yang diduga sebagai penyebab resistensi insulin, obesitas dan sekresi insulin (tabel 1). Salah satu gen yang terlibat pada resistensi insulin, adipogenesis dan DM tipe 2 adalah gen peroxisome proliferator activated reseptor – (PPAR- ), ia merupakan faktor trankripsi yang terlibat pada adipogenesis, pengaturan ekspresi gen adiposa dan metabolisme glukosa.17 Pada penelitian yang dilakukan The Framingham offsprings Study tentang Parental Transmission of Type 2 Diabetes didapatkan keturunan dengan ibu diabetes mempunyai resiko 2,5-3,5 x untuk menderita diabetes dibandingkan tanpa orang tua diabetes, bila kedua orang tua penyandang diabetes mempunyai resiko 3-6 x menderita diabetes pada keturunannya dibandingkan tanpa kedua orang tua penyandang diabetes.4


(16)

Gambar 1 : suatu model riwayat alamiah dari DM tipe 2.18

Gambar 2 : interaksi antara gen dan faktor lingkungan pada DM tipe 2.19


(17)

Tabel 1.Beberapa gen yang diduga sebagai penyebab diabetes melitus tipe 2.19 Gen Keterlibatan PPAR-

PPAR- coactivator -1 (PGC-1) GLUT 4

Adinopectin Resistin Leptin

Uncoupling protein-2 (UP2

Obesity & insulin menyebabkan Diabetes tipe 2.

Insulin receptor substrate (IRS) Calpain 10

Glucose transporter (GLUT)

Gangguan pensignalan insulin dan transport glukosa Insulin GLUT 2 SUR Kir 6,2 GCK

Gangguan sekresi insulin

Resistensi Insulin

Resistensi insulin adalah kegagalan respon efek fisiologis insulin terhadap metabolisme glukosa, lipid, protein, serta fungsi endotel vaskular.20 Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk maka akan semakin meningkat pula jumlah penderita diabetes melitus, hipertensi,obesitas, penyakit kardiovaskular dan dislipidemia maka prevalensi sindroma resistensi insulin akan meningkat pula. Hanter dkk pada penelitiannya terhadap anak-anak prepubertas (5-10) dengan ibu penderita diabetes tipe1 atau tipe 2 dimana sensitifitas insulin lebih rendah pada anak prepubertas dengan ibu diabetes.27 Tidak diragukan lagi bahwa resistensi insulin merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya DM tipe 2.4,5 Sedangkan Haffner dan kawan-kawan mendapatkan tingginya kadar insulin


(18)

serum pada keluarga keturunan penderita DM dibandingkan yang bukan keluarga keturunan penderita DM. Resistensi insulin umumnya telah berkembang lama sebelum munculnya penyakit, maka identifikasi dan terapi pasien resistensi insulin berpotensi mempunyai nilai prevensi yang besar. Resistensi insulin harus dicurigai pada pasien yang mempunyai riwayat DM satu generasi diatasnya (First-degree relatives), pasien dengan riwayat diabetes dalam kehamilan, polycystic ovary syndrome (PCOS) atau gangguan toleransi glukosa, pasien obesitas. Jansen dan kawan-kawan pada penelitian 531 orang dengan first-degree relatives,akan meningkatkan resiko timbulnya hiperglikemia, dimana19% (n=100) menderita DM, 36% (n=191) dengan kadar gula puasa terganggu dan gangguan toleransi glukosa.30

Mekanisme yang melatar belakangi resistensi insulin belum sepenuhnya diketahui meskipun telah dilakukan penelitian-penelitian secara intensif. Adapun gangguan seluler maupun molekuler yang diduga bertanggung jawab adalah : disfungsi receptor insulin, abberant receptor signaling pathway, dan abnormalitas transport atau metabolisme glukosa. Gangguan pada ambilan dan penggunaan glukosa yang dimediasi oleh insulin dapat menurunkan penyimpanan glukosa sebagai glikogen di otot dan hati. Hal ini bisa timbul , sebagian karena komponen genetik. Beberapa abnormalitas genetik yang berkaitan dengan GLUT 4 Glucose transporter dan hiperglikemia kronis dapat menyebabkan gangguan ambilan glukosa otot melalui down regulatio GLUT 4 transporter.20 GLUT 4 adalah pengangkut utama glukosa yang responsive terhadap insulin dan terletak terutama pada sel otot dan adiposit.30 Pada keadaan normal disel otot dan adiposa,


(19)

GLUT 4 mengalami daur ulang diantara membrane plasma dan pool penyimpanan intraseluler.

C-Reaktif Protein.

Protein fase akut diartikan sebagai suatu peningkatan konsentrasi plasma (protein fase akut positif) atau penurunan konsentrasi plasma (protein fase akut negatif) oleh sekurang-kurang 25% selama terjadinya inflamasi. Konsentrasi protein plasma (protein C-Reaktif) sebagian besar dihasilkan oleh hepatosit. Kondisi-kondisi yang sering menyebabkan perubahan konsentrasi protein fase akut antara lain infeksi, trauma, pembedahan, luka bakar, infark jaringan, crystal-induced inflammatory condiition dan kanker stadium lanjut. Tetapi hanya IL-6 yang dilepas kedalam sirkulasi.23 Selain dijaringan adiposa, IL-6 juga dihasilkan oleh leukosit yang aktif dan sel endotel.16 Hampir 30% dari produksi total IL-6 berasal dari jaringan adiposa,dan TNF- hanya bekerja lokal, ia juga berperan untuk terjadinya resistensi insulin pada jaringan adiposa dan sel otot. Nilai C-reaktif protein stabil untuk jangka waktu lama, ia tidak terpengaruh oleh intake makanan dan tidak ada variasi sirkadian.39 Pada individu sehat tanpa inflamasi biasanya nilai C-reaktif protein dibawah 1 mg/L. Pada orang sehat didapati nilai tengah kadar CRP di sirkulasi adalah 0,8 mg/L dimana bila terdapat stimulus yang bersifat akut dapat terjadi peningkatan hingga 10000 kali dari nilai normalnya. Untuk pasien-pasien dengan infeksi bakteri, penyakit autoimun dan keganasan nilai C-reaktif protein dapat lebih dari 100 mg/mL. Nilai plasma CRP akan meningkat 2 kali dalam 8 jam akibat inflamasi akut dan mencapai puncaknya dalam 50 jam.40 Pearson membagi nilai CRP dalam katagori ringan, sedang dan


(20)

berat untuk prediksi penyakit jantung koroner. Untuk resiko rendah < 1 mg/L, resiko sedang 1,0 – 3,0 mg/L, sedangkan resiko berat > 3 mg/L.41

Pada penelitian epidemiologi prospektif, nilai C-reaktif protein dapat memprediksi insiden infark miokard, stroke, penyakit arteri perifer dan kematian jantung mendadak, juga dapat memperkirakan resiko iskemia berulang dan kematian pada penderita angina yang stabil dan tidak stabil yang menjalani angioplasti perkutan.39,42 Selain untuk prediksi kelainan kardiovaskular, sekarang nilai C-reaktif protein juga digunakan untuk memprediksi DM tipe 2 pada beberapa penelitian prospektif yang telah dilakukan oleh Barzilay, Pradhan, Freeman.6,16,43

Nakanishi pada penelitian prospektif pada orang Jepang Amerika mendapatkan pada 396 orang laki-laki diantaranya 57 orang diabetes, dan pada 551 perempuan diantaranya 65 orang didapatkan menderita diabetes selama follow up, ia juga mendapatkan nilai C-reaktif protein lebih tinggi nilainya pada orang-orang menderita DM.24 Tan pada penelitiannya dari pasien non obese dengan gangguan tolerensi glukosa mendapatkan nilai C-reaktif protein dapat memprediksi apakah individu tersebut menjadi DM, kadar glukosa kembali normal atau menetap, dimana terlihat pada ketiga kelompok tersebut, nilai C-reaktif protein lebih tinggi pada kelompok yang menderita DM.44

Inflamasi merupakan suatu reaksi proteksi dari jaringan konektif pembuluh darah terhadap berbagai stimulus. Respon inflamasi dapat berupa vasodilatasi, permiabilitas vaskular meningkat, recruitment dari sel-sel inflamasi (khususnya netrofil pada infeksi akut), melepaskan beberapa mediator inflamasi dari sel (termasuk vasoaktif amin, prostanoid) dan beberapa sotokin. Pada reaksi


(21)

inflamasi banyak substansi yang dilepas oleh limfosit T dan B maupun oleh sel lain, yang berfungsi sebagai sinyal interseluler yang mengatur respon inflamasi lokal maupun sistemik terhadap rangsangan dari luar. Sekresi substansi ini dibatasi sesuai kebutuhan. Substansi-substansi tersebut secara umum dikenal dengan nama sitokin. Banyak sitokin yang telah diidentifikasi, baik struktur melekul maupun fungsinya, beberapa diantaranya mediator utama yang meningkatkan reaksi imunologik yang melibatkan makrofag limfosit dan sel-sel lain, jadi bersifat sebagai imunoregulator.

Pada 2nd International lymphokine workshop di Swiss tahun 1979, dicapai kesepakatan untuk memberikan 1 nama genetik pada mediator-mediator tersebut yaitu: interleukin yang berarti adanya komonikasi antar sel leukosit. Interleukin 6 (IL-6) dibentuk oleh banyak sel dan berpengaruh pada banyak jenis sasaran. Sumber utama IL-6 adalah makrofag, walaupun limfosit didaerah inflamasi juga dapat mensekresi sejumlah besar IL-6. IL-6 juga berperan pada respon fase akut, dengan meningkatkan sintesa protein fase akut oleh hepatosit. Tumor necrosis factor-g (TNF- ) merupakan mediator utama pada respon terhadap infeksi bakteri gram negatif dan juga berperan dalam merangsang hepatosit untuk memproduksi protein-protein tertentu.

Hubungan kadar C-reaktif protein dengan resistensi insulin

C-reaktif Protein merupakan salah satu petanda inflamasi sistemik akut yang dihasilkan oleh hati dan sering ditemukan pada banyak penyakit dan berhubungan dengan kejadian diabetes melitus dan cardiovascular event, bagaimana mekanisme sebenarnya belum diketahui secara pasti. Petanda


(22)

inflamasi seperti jumlah leukosit, tingginya nilai fibrinogen dan C-reaktif plasma dapat memprediksikan timbulnya DM tipe 2 pada orang Caucasian pada usia pertengahan dan usia lanjut.6,16,44 Festa mendapatkan hubungan yang kuat antara petanda inflamasi dengan resistensi insulin dan beberapa komponen dari sindroma resistensi insulin.9 Ada beberapa kemungkinan (hipotesa) hubungan tersebut, antara lain yaitu:

1. Penurunan sensitifitas insulin akan meningkatkan kadar C-reaktif protein, IL-6 dan TNF- , dimana IL-IL-6 dan TNF- merupakan pengatur produksi CRP di hati, sehingga produksi C-reaktif protein juga meningkat.

2. Pada individu-individu dengan predisposisi genetik dan metabolik dimana overnutrisi dapat menyebabkan hipersekresi sitokin (IL-6 dan TNF- ) sehingga produksi CRP juga meningkat.

Penanganan resistensi insulin.

Untuk individu dengan sindroma resistensi insulin dapat dimulai dari usaha perbaikan sensitifitas insulin yaitu: perubahan gaya hidup. Pada pasien dengan berat badan lebih atau obesitas, penurunan berat badan 5-10% sangat berpengaruh dalam sensitifitas insulin. Peningkatan aktifitas fisik pada individu dengan resistensi insulin sangat besar pengaruhnya dalam meningkatkan pengeluaran energi dan mempertahankan atau menurunkan berat-badan1. Latihan jasmani dapat merangsang translokasi GLUT 4 ke plasma membrane sehingga terjadi percepatan masuknya glukosa kedalam sel otot polos.24 Pada individu yang mempunyai kemampuan untuk olahraga aerobik secara teratur 30-40 menit, 4 kali setiap minggu dapat mengubah sensitifitas insulin secara langsung. Pada


(23)

penelitian prospektif menunjukkan kombinasi penurunan berat badan dan peningkatan aktifitas fisik dapat menurunkan timbulnya DM tipe 2 pada individu yang mempunyai resiko tinggi.1


(24)

BAB III

PENELITIAN SENDIRI

3.1 Latar Belakang penelitian

Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karateristik peningkatan kadar gula darah dan defek sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya1,2. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk maka akan semakin meningkat pula jumlah penderita diabetes melitus, hipertensi, obesitas, penyakit kardiovaskular, dan dislipidemia maka prevalensi sindroma resistensi insulin akan meningkat pula. Di Perancis barat daya didapatkan prevalensi sindroma resistensi insulin sebesar 23% pada laki-laki dan 12% pada perempuan3.

Pada penelitian yang dilakukan oleh The Framingham Offsprings of type 2 Diabetes mendapatkan resiko DM tipe 2 yaitu 3,5 kali lebih tinggi pada keturunan dengan salah satu orang tua diabetes dan 6 kali lebih tinggi bila kedua orang tua menderita diabetes dibanding dengan keturunan yang bukan diabetes4. Gangguan sel β pankreas dan resistensi insulin ditemukan jelas pada DM tipe 2 disamping faktor lingkungan berperan untuk timbulnya penyakit tersebut5.

Banyak penulis mempercayai bahwa resistensi insulin merupakan sesuatu yang primer dan hiper insulinemia merupakan hal yang sekunder. Jadi resistensi insulin sudah terjadi sejak lahir. Resistensi insulin ini dapat meningkatkan kadar C-reaktif protein pada individu dengan bakat genetik dan metabolik.Telah diketahui bahwa sekresi C-reaktif protein itu diatur oleh sitokin IL-6 dan TNF- , jadi dengan meningkatnya kadar sitokin tersebut maka kadar C-reaktif protein


(25)

juga meningkat. C-reaktif protein ( CRP ) merupakan salah satu petanda inflamasi sistemik akut yang dihasilkan oleh hati dan sering ditemukan pada banyak penyakit dan berhubungan dengan kejadiaan diabetes melitus serta cardiovaskular even, bagaimana mekanisme sebenarnya belum diketahui secara pasti6. Petanda inflamasi seperti jumlah leukosit, tingginya nilai fibrinogen dan CRP plasma dapat memprediksikan timbulnya DM tipe 2 pada orang Caucasian pada usia pertengahan dan usia lanjut6,7,8. Hubungan antara petanda inflamasi dengan resistensi insulin telah dilaporkan pada beberapa peneliti. Festa dan kawan-kawan mendapatkan hubungan yang kuat antara petanda inflamasi dalam hal ini CRP serum 2,40 mg/L (1,29 – 5,87 mg/L )pada DM dan 1,67 mg/L (0,75 –3,41) pada yang bukan DM dan juga terdapat hubungan yang kuat dengan resistensi insulin.9,10.

Resistensi insulin merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya DM tipe 2, kelainan ini juga ditemukan pada keluarga keturunan DM yang normoglikemik dan gangguan toleransi. Han dan kawan-kawan mendapatkan kadar CRP (mg/L) pada laki-laki: 2,29 ± 0,32 dan pada wanita : 2,74 ± 0,20. yang dihubungkan dengan resistensi insulin12. Yudkin dan kawan-kawan juga mendapatkan hal yang sama dimana nilai CRP serum berhubungan kuat dengan resistensi insulin pada pasien non diabetik13. Gunardi dalam penelitiannya mendapatkan peningkatan kadar hsCRP pada turunan yang orang tuanya menderita DM (2,39 ± 1,87 mg/L)14.

Ada beberapa kemungkinan (hipotesa ) hubungan tersebut, antara lain yaitu pertama: Penurunan sensitifitas insulin meningkatkan kadar CRP melalui efek fisiologi insulin yang menghambat sintesis protein fase akut di hati. Kedua


(26)

inflamasi kronis yang ditemukan merupakan faktor pencetus untuk sindroma resistensi insulin yang akhirnya menyebabkan diabetes melitus tipe 2 dimana pada individu-individu dengan predisposisi genetik dan metabolik, overnutrisi dapat menyebabkan hipersekresi sitokin dan akhirnya menyebabkan insulin resisten dan diabetes. Ketiga , peningkatan nilai CRP dapat berasal dari ateroslerosis sebelumnya9,10.

Dari uraian diatas penulis ingin membandingkan kadar CPR pada pasien- pasien yang salah satu atau kedua orang tuanya DM Tipe 2.

2. Perumusan Masalah

Apakah ada perbedaan kadar CRP pada keturunan yang salah satu atau kedua orang tuanya DM tipe 2.

3. Hipotesa

Ada perbedaan Kadar CRP pada keturunan yang salah satu atau kedua orang tuanya DM tipe 2.

4. Tujuan penelitian

1.Untuk melihat perbandingan kadar CRP pada keturunan yang salah satu atau kedua orang tuanya DM tipe 2.

2.Untuk strategi pencegahan terjadinya DM pada keturunan yang salah satu atau kedua orang tuanya DM tipe 2.

5. Manfaat penelitian

Dengan mengetahui tingginya kadar CRP pada keturunan yang salah satu atau kedua orang tuanya DM tipe 2, kita dapat melakukan strategi

pencegahan yang lebih agresif untuk mencegah terjadinya DM atau kejadian kardiovaskular pada anak-anak keturunan DM.


(27)

D. KERANGKA KONSEPSIONAL

     Bapak DM  (Grup I) 

Ibu DM  (Grup II)

Bapak dan Ibu DM  (Grup III) 

Anak Anak Anak

CRP

 

?

F BAHAN DAN CARA

1. Desain Penelitian

Penelitian potong lintang dimana pengamatan dilakukan tanpa intervensi

2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan antara bulan September - November 2008 di Poli Endokrinologi Dan Metabolik Bagian Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan dan RSU Dr. Pirngadi Medan.

3. Subjek penelitian


(28)

4. Kriteria inklusi

a.Usia 20 - 40 tahun yang salah satu atau kedua orang tuanya DM tipe 2 b.Bersedia mengikuti penelitian

5. Kriteria eksklusi

a. Penderita DM, obesitas, penyakit kardiovaskular, hipertensi, perokok. b. Penderita dengan tanda-tanda infeksi secara klinis, infeksi helikobakter pilori.

c. Penderita dengan Rhematik artritis, SLE, luka bakar. d. Sedang memakai obat-obatan NSAID, steroid.

6. Populasi dan Sampel

Rumus yang digunakan (zα+ zβ) S D

2   n = 

zα = tingkat kemaknaan ditetapkan 95% = 1,96 zβ = 1,645

S = Standart deviasi perkiraan = 0,32 D = Mean deviasi perkiraan = 0,3

2

n1=n2=n3 = ( 1,96 + 1,645 ) 0,32 = 14,786 = 15 0,3

Jadi sampel minimal yang diteliti untuk masing-masing kelompok adalah 15 orang, sehingga total seluruhnya sebanyak 45 orang.


(29)

8. Prosedur Penelitian

Penelitian ini mendapat persetujuan oleh komite etik penelitian bidang kesehatan FK USU. Subjek penelitian adalah anak dari penderita DM yang datang ke polikliinik Divisi Endokrinologi dan Metabolik RSUP H. Adam Malik dan RSU Dr. Pirngadi Medan dan terhadap semua pasien yang masuk dalam penelitian diminta persetujuan (informed consent). Setiap pasien yang memenuhi kriteria penelitian dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, darah lengkap, KGD N / 2 jam PP, hsCRP.

b. Cara kerja

Semua subjek puasa malam hari 10 – 12 jam. Subjek dibagi 3 yaitu;

kelompok I: anak dari bapak DM, kelompok II: anak dari ibu DM, dan kelompok III : anak dari bapak dan ibu DM. Semua subjek diperiksa tekanan darah, berat badan (kg), tinggi badan ( cm ), index massa tubuh yaitu: berat badan / tinggi badan ( kg/m2 ), dikatakan obesitas bila IMT ≥ 25 kg/m2, lingkar pinggang : untuk laki-laki > 90 cm dan untuk wanita > 80 cm. Diperiksa darah lengkap, Kadar gula darah puasa /2 jam sesudah makan. Dan hsCRP dari kelompok I , II,dan III kemudian hasil CRP dibandingkan.

c. Defenisi Operasional

- Obesitas: IMT ≥ 25 kg/m2.

- Lingkar pinggang: Resiko tinggi bila ≥ 90 cm untuk pria dan ≥ 80 cm wanita. - Orang tua DM : Kadar gula darah puasa ≥ 126 mg/dl dan kadar gula darah

2 jam sesudah makan ≥ 200mg/dl, Riwayat DM, sedang minum obat DM. -GDPT (Gula darah puasa terganggu) : bila nilainya 100 mg/dl-125 mg/dl dan gangguan toleransi glukosa bila kadarnya 140 mg/dl – 199 mg/dl.


(30)

-hsCRP : high sensitive C-reaktive protein.

7. Analisa data

Semua data yang diperlukan di masukkan kedalam tabel induk dengan menggunakan bantuan program komputer. Kemudian data diolah dan dianalisis dengan bantuan program SPSS 11,5. Data deskriptif disajikan dalam bentuk tabel untuk dianalisis. Hasil penelitian dituangkan berupa rerata, simpang baku.

Untuk menilai perbedaan rerata umur,hemoglobin, leukosit, IMT, lingkar pinggang, TD sistole, TD diastole, KGD puasa, KGD 2 jam PP dan hsCRP pada grup I, grup II dan grup III, digunakan uji ANOVA jika data terdistribusi normal dan uji Kruskal Wallis jika data tidak terdistribusi normal.

Untuk mengetahui korelasi antara hsCRP dengan umur,hemoglobin, leukosit, IMT, lingkar pinggang, TD sistole, TD diastole, KGD puasa, KGD 2 jam PP digunakan uji Pearson.

Analisa statistik dengan multi variate ANOVA. Dikatakan bermakna bila p<0,05.


(31)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil penelitian

Dari 45 orang yang diteliti terdapat 26 orang wanita dan 19 orang laki-laki ,

dengan usia rata-rata 33,09±7,34 tahun, Hb darah 12,20±0,71 gr%, Leukosit 8111,11±698,77 mm3, indeks massa tubuh 23,72±2,56 kg/m2. lingkar pinggang

80,87±7,56 cm, Tekanan Darah Sistolik 111,78±8,60 mmHg, Tekanan darah diastolik 78,44±16,23 mmHg. KGD Puasa 70,38±6,57 mg/dl, KGD 2 JamPP 95,24±6,23 mg/dl, dan kadar hsCRP rata-rata 1,10±0,94 mg/L.

Tabel 2. Karakteristik dasar dari 45 orang keturunan penderita Diabetes Melitus. Variabel Subjek N 45 Umur (thn) 33.10±7,34 Hb darah (gr%) 12,20±0,71 Leukosit (mm3) 8111,11±698,77 IMT (kg/m2) 23,72±2,53 Lingkar pinggang (cm) 80,87±7,56 Tekanan Darah Sistolik (mmHg) 111,78±8,60 Tekanan darah diastolik (mmHg) 78,44±16,23 KGD Puasa (mg/dl) 70,38±6,57 KGD 2 Jam PP (mg/dl) 95,24±6,23 hsCRP (mg/L) 1,10±0,94


(32)

Tabel 3. Hasil penelitian yang bapak, ibu, bapak dan ibu penderita DM

    p 

Variabel Bapak Ibu Bapak dan Ibu

(Grup I) (Grup II) (Grup III) p1 p2 p3

N 15 15 15

Umur a) 28,13±7,32 34,27±7,09 36,87±4,76 0,013* 0,001** 0,279

Hb darah b) 12,38±0,62 12,30±0,78 11,88±0,64 0,752 0,050 0,097

Leukosit (mm3) 8200,00±504,26 8020,00±675,27 8113,33±898.30 0,492 0,740 0,721

IMT (kg/m2) 22,36±2,29 24,14±2,72 24,66±2,09 0,046* 0,011* 0,554

Lingkar pinggang (cm) 80,80±5,78 82,87±7,07 78,93±9,36 0,458 0,502 0,161 TD Sistolik (mmHg) 110,67±9,61 114,67±7,43 110,00±8,45 0,207 0,832 0,142 TD Diastolik (mmHg) 75,33±5,16 84,00±26,9 76,00±5,07 0,148 0,910 0,181 KGD Puasa (mg/dl) 70,80±7,02 72,00±6,17 68,33±6,38 0,618 0,307 0,132 KGD 2 Jam PP (mg/dl) 94,53±5,46 96,53±7,35 94,67±5,96 0,390 0,954 0,422 hsCRP (mg/L) 0,43±0,64 1,11±0,91 1,76±0,78 0,024* 0,000** 0,028*

Ket: a) Uji Kruskal Wallis b) Uji ANOVA * = signifikan p<0,05 ** = p<0,01 p1= grup I >< grup II, p2= grup I >< grup III, p3= grup II >< grup III

Dari tabel 3. Ada perbeda pada: umur , IMT, dan hsCRP. Untuk umur yang berbeda adalah antara bapak DM 28,13±7,32 tahun dengan ibu DM 34,27±7,09 tahun (p=0,013); bapak DM 28,13±7,32 tahun dengan bapak dan ibu DM 36,87±4,76 tahun (p=0,001). Untuk IMT yang berbeda adalah antara bapak DM 22,36±2,29 kg/m2 dengan ibu DM 24,14±2,72 kg/m2 (p=0,046); bapak DM 22,36±2,29 kg/m2 dengan bapak dan ibu DM 24,66±2,09 kg/m2 (p=0,011). Sedang untuk hsCRP yang berbeda antara bapak DM 0,43±0,64 mg/L dengan ibu DM 1,11±0,91 mg/L (p=0,024); bapak DM 0,43±0,64 mg/L dengan


(33)

bapak dan ibu DM 1,76±0,78 mg/L (p=0,000); serta ibu DM 1,11±0,91 mg/L dengan bapak dan ibu DM 1,76±0,78 mg/L (p=0,028) .

Tabel 4. Korelasi hsCRP semua grup dengan umur, IMT, lingkar pinggang, leukosit, TD sistole, TD diastole, KGD puasa, KGD 2 jam pp.

hsCRP

Variabel r p NS/S

Umur (thn) 0,507 0,000** S

IMT (kg/m2) 0,128 0,402 NS

Lingkar pinggang(cm) 0,166 0,247 NS

Leukosit (mm3) 0,029 0,852 NS

TD Sistole (mmHg) -0,084) 0,583 NS

TD Diastole (mmHg) 0,113 0,508 NS

KGD Puasa (mg/dl) -0,072 0,622 NS

KGD 2 jam PP (mg/dl) -0,101 0,508 NS

Keterangan: **signifikan p<0,01; NS/S; non signifikan/signifikan

Dari tabel 4. Terlihat umur mempunyai korelasi positif yang bermakna dengan hsCRP (r=0,507; p=0,000), sedangkan IMT, Lingkar pinggang, leukosit, TD Sistole, TD diastole, KGD puasa, dan KGD 2 jam PP tidak ada hubungan yang signifikan dengan hsCRP.


(34)

PEMBAHASAN.

Pada penelitian ini kami dapatkan perbedaan yang signifikan kadar hsCRP antara anak yang bapaknya DM, dengan anak yang ibunya DM serta anak yang bapak dan ibunya menderita DM. Juga terdapat perbedaan yang bermakna pada umur, indeks massa tubuh. Pada umur terlihat perbedaan yang signifikan pada semua grup. Hal ini dimungkinkan karena data yang tidak terdistribusi secara normal sehingga mengaburkan hasil. Oleh karena itu sebaiknya data umur disesuaikan pada ketiga grup. Dikatakan peningkatan CRP ini berhubungan dengan resistensi insulin pada keturunan penderita diabetes melitus. Ini berarti pada orang-orang dengan resistensi insulin akan mengalami peningkatan kadar CRP dan akan mendapatkan resiko untuk terjadinya DM dimasa yang akan datang. Pada penelitian prospektif lainnya kadar CRP (low grade inflammation chronic) dapat memprediksi terjadinya DM untuk yang akan datang. Hubungan antara keduanya telah dibuktikan pada beberapa penelitian yang telah dilakukan Gunardi dalam penelitiannya mendapatkan peningkatan kadar hsCRP pada turunan yang orang tuanya menderita DM (2,39±1,87 mg/L). Festa pada 1088 orang nondiabetik dan bukan penyakit kardiovaskular mendapatkan hubungan antara kadar protein CRP dengan resistensi insulin, kemungkinan hubungan tersebut antara lain yaitu:

1. Penurunan sensitifitas insulin akan meningkatkan kadar CRP, IL-6 dan TNF- , dimana kita ketahui bahwa sitokin IL-6 dan TNF- sangat berperan pada pengaturan produksi CRP, dengan meningkatnya kadar sitokin tersebut maka kadar CRP juga akan meningkat.


(35)

akan menyebabkan peningkatan sitokin tersebut sehingga akan menyebabkan peningkatan kadar CRP.


(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

1. Kadar hsCRP lebih tinggi secara bermakna pada anak yang ibunya menderita DM dibanding anak yang bapaknya menderita DM.

2. Kadar hsCRP lebih tinggi secara bermakna pada ke dua orang tuanya menderita DM dibanding hanya salah satu orang tua menderita DM. 3. Ada korelasi positif bermakna hsCRP dengan umur pada keturunan penderita DM.

5.2 Saran

1. Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi usaha pencegahan yang lebih dini pada orang-orang yang mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya penyakit diabetes mellitus dikemudian hari.

2. Perlu dilakukan penelitian yang menyesuaikan umur subjek pada setiap grup sehingga nilai hsCRP sesuai dengan yang diharapkan.


(37)

DAFTAR PUSTAKA

1. Gustaviani R, Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (ed). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2006: 1879-1881. 2. The Expert Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes

Melitus. Report of the Expert Commitee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus. Diabetes Care. 1999(22) .

3. Vidal PM, Mazoyer E, Bongard V, Gourdy P, Ruidavets JB, Drouet L et al. Prevalence of Insulin Resistensi Syndrome in Southwestern France and Its Relationship with Inflammatory and Hemostatic Markers. Diabetes Care. 2002; 25: 1371-7.

4. Meigs JB, Cupples LA, Wilson PWF. Parental Transmission of Type 2 Diabetes. The Framingham Offsprings Study. Diabetes. 2000;(49): 2201-7. 5. Foster DW. Diabetes Mellitus. In: Fauci AS. Braunwald E, Issebacher KJ,

Wilson JD, Martin JB, Kasper DI, et al (editors). Harrison,s Principles of Internal Medicine 14th Edition Vol 2. New York. Mc Graw- Hill. 1998. p. 2060-81.

6. Barzilay JL,Abraham L, Heckbert SR,Cushman M, Kuller LH, Resnick HC et al. The Relation of Markers of Inflammation to the Development of Glucose Disorders in the Eiderly. The Cardiovascular Health Study. Diabetes. 2001;56: 2384-9.

7. Thorand B, Lowel H, Schneider A, Kolb H, Meisinger C, Frohlich M et al. C-Reactive Protein as a Predictor for Incident Diabetes Mellitus Among – Aged


(38)

Men. Results from the MONICA Augsburg Cohort Study 1984-1988. Arch Intern Med. 2003;163: 93-9.

8. Pradhan AD, Manson JE, Rifai N, Buring JE, Ridker PM. C-Reaktive Protein, Interleukin 6, and Risk of Developing Type 2 Diabetes Mellitus. JAMA. 2001;286: 327-34.

9. Festa A, D’Agostino R Jr, Howard G, Mykkanen L, Tracy RP, Haffner SM. Chrinic Subclinical Inflammation as Part of the Insulin Resistance Syndrome. The Insulin Resistance Atherosclerosis Study (IRAS). Circulation. 2000;102: 42-7.

10. Festa A, D’Agostino R Jr. Tracy RP, Haffner SM. Elevated levels of Acute-Phase Proteins and Plasminogen Activator Inhibitor-1 Predict the Development of Type 2 Diabetes. The Insulin Resistance Atherosclerosis Study. Diabetes. 2002;51: 1131-37.

11. Haffner SM, Stern MP, Hazuda HP, Mitchell BD, Peterson JK, Increased Insulin Consentrations in Non Diabetic Offspring of Diabetic Parents. N Engl J Med. 1988;(319): 1297-1301.

12. Han TS, Sattar N, William K, Villalpando CG, Lean MEJ, Haffner SM. Prospective Study of C-Reactive Protein in Relation to the Development of Diabetes and Metabolic Syndrome in the Mexico City Diabetes Study. Diabetes Care. 2002;25: 2016-21.

13. Yudkin JS, Stehouwer CDA, Coppack ESW. C-Reactive Protein in Healthy Subjects: Associations with Obesity, Insulin Resistance, and Endothelial Dysfunction. A Potentiol Role Cytokines Originating from Adipose Tissue? Arterioscler Thromb Vase Boil. 1999;(19): 972-8


(39)

14. Gunardi. Tesis: Hubungan Kadar C–Reaktif Protein dengan Resistensi Insulin pada Keturunan Penderita Diabetes Melitus. Bagian ilmu penyakit dalam FK USU. 2004.

15. Wayer C, Bogardus C, Mott DM, Pratley RE. The Natural History of Insulin Secretory Dysfunction and Insulin Resistance in Pathogenesis of Type 2 Diabetes. J Clin Invest. 1999;104:787-94.

16. Pradhan AD, Manson JE, Rifai N, Buring JE, Ridker PM. C-Reaktive Protein, Interleukin 6, and Risk of Developing type 2 Diabetes Mellitus. JAMA. 2001;286: 327-34.

17. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. PB. PERKENI. Jakarta. 2006.

18. Hansen T. Genetic of Type 2 Diabetes. Current Science. 2002;(83): 1477-82. 19.Radha V, Vimaleswaran KS, Deepa R, Mohan V. The Genetics of

Diabetes Mellitus. Indian J Med Res. 2003;(117):225-38.

20. Hendromartono. Resistensi Insulin pada Diabetes Tipe 2. Dalam : Prodjosudjadi W, Setiati S, Alwi I (editor). Pertemuan Ilmiah Nasional I. PB PABDI. 2003. Jakarta. Pusat Informasi dan Penerbitan. Bagian Penyakit

Dalam FK-UI. 2003. hal:83-90.

21. Frohlich M, Imhof A, Berg G, Hutchinson W, Pepye MB, Boeing H et al. Association between C-reactive protein and features of the metabolic syndrome. Diabetes care. 2000;23:1833-9.

22. Kresna RM. Imunologi: Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Edisi 4. Jakarta:FKUI. 2001. hal:63-80.


(40)

23. Gabay C, Kushner I. Acute-Phase Proteins and Other Systemic Response to Inflammation. N Engl J Med. 1999;340:448-54.

24. Nakanishi S, Yamane K, Kamei N, Okubo M, Kohno N. Elevated C-Reaktif Protein is a Risk Factor for the Development of Type 2 Diabetes in Japanese Americans.Diabetes Care. 2003;26:2754-57.

25. Darmono, Suhartono T, Pemayun T, Padmomartono F.S (ed). Naskah Lengkap Diabetes Melitus Ditinjau Dari Berbagai Aspek Penykit Dalam. Semarang. Balai Penerbit Universitas Diponegoro. 2007: 245 – 255.2.

26. Bloomgarden ZT. Definitions of The Insulin Resistance Syndrome. The 1st World Congress on the Insulin Resistance Syndrome. Diabetes Care. 2004;27: 824-30.

27. Hunter WA, Cundy T, Rabone D, Hofman PL, Harris M, Regan F et al. Insulin Sensitivity in the Offsprings of Women with Type 1 and Type 2 Diabetes. Diabetes Care. 2004;27: 1148-54.

28. Goran MI, Coronges K, Bergman RN, Cruz MI, Gower BA. Influence of Family History of Type 2 Diabetes on Insulin Sensitivity in Prepubertal Children. J Clin Endocrinol Metab. 2003;88:192-5.

29. Jensen CC, Cnop M, Hull RL, Fujimoto WY,Khan SE. -cell Function is a Major Contriibutor to Oral Glucose Tolerance in High-Risk Relatives of Four Ethnic Groups in the U.S.Diabetes. 2002;51: 2170-78.

30. Karam JH. Prancreatic Hormones and Diabetes Mellitus, In: Greespan FS. Strewler GJ. Editor. Basic and Clinical Endocrinology. Fifth Edition. San Francisco. Prentice Hall International Inc. 1997: 595-663.


(41)

31. Tjandrawinata RR. Mekanisme Resistensi Insulin: Tinjauan dari Sudut Seluler dan Melekuler. Dibawakan Pada Simposium Nasional 1 Sindroma Metabolik. Makasar Mai 2003.

32. Shepherd PR, Khan BB. Glucose Transporters and Insulin Action. Implication for Insulin Resistance and Diabetes Mellitus. N Engl J Med. 1999;341: 248-57.

33. Bloomgarden ZT. Definitions of the Insulin Resistance Syndrome. The 1st World Congress on the Insulin Resistance Syndrome. Diabetes Care. 2004;27: 602-9.

34. Cline GW, Petersen KF, Krssak M, Shen J,Hundal RS, Trajanoski Z et al. Impaired Glucose Transport as a Cause of Decreased Insulin Stimulated Muscle Glycogen Synthesis in Type 2 Diabetes. N Engl J Med. 1999;341: 240-6.

35. Reaven GM. Banting lecture 1988: Role of Insulin Resistance in Human Diases. Diabetes. 1988;37: 1595-1607.(abstract).

36. Grundy SM, Brewer HB, Cleeman JL, Smith SC, Lefant C. Definition of Metabolic Syndrome: Report of the National Heart, Lung, and Blood Institute/Amirican Heart Assosiation Conference on Scientific Issues Related to Defenition. Circulation. 2004;109:433-8.

37. Ascaso JF, Pardo S, Real JT, Lorente RI, Priego A, Carmena R. Diagnosing Insulin Resistance by Simple Quantitative Methods in Subjects with Normal Glucose Metabolism. Diabetes Care. 2003;26: 3320-25.

38. Ridker PM. Clinical Application of C-Reactive Protein for Cardiovascular Disease Detection and Prevention. 2003;107: 363-9.


(42)

39. Yeh ETH, Willerson JT. Coming of age of C-Reactive Protein. Using Inflammation Markers in Cardiology. Circulation. 2003;370-2.

40. Pearson TA, Mensah GA, Alexander RW, Anderson JL, Cannon III RO, Criqui M et al. Markers of Inflammation and Cardiovascular Disease Applikation to Clinical and Public Health Practice. Statement for Health Care Professionals from the Centers for Diasease and Prevention and the Amirican Hearth Association. Circulation. 2003;107:499-511.

41. Reeves G. C-Reactive Protein. 1988: Avalaible from :http:/www.haps.nsw.gov.au/edsrchh/edinfo/crp.gtml.

42. Freeman DJ, Norrie J, Caslake MJ, Gaw A, Ford I, Lowe GDO et al. C-Reactive Protein is an Independent Predictor of Risk for Development of Diabetes in the West of Scotland Coronary Prevention Study. Diabetes. 2002;51: 1596-1600.

43. Tan KCB, Wat NMS, Tam SCF, Janus ED, Lam TH, Lam KSL. C-Reactive Protein Predict the Deterioration of Glycemia in Chinese Subjects with Impaired Glucose Tolerance. Diabetes Care. 2003;26: 2323-28.

44. Wu t, Dorn JP, Donahue RP, Sempos CT, Trevisan M. Associations of Serum C-Reactive Protein with Fasting Insulin, Glucose, and Glycosylated Hemoglobin. Am J Epidemiol. 2002;155: 65-71.


(43)

MASTER TABEL. PENELITIAN Dr. MAHRIANI SYLVAWANI

Bapak DM Ibu DM Bapak dan Ibu BB TB IMT LP TD KGD HsCRP

NO. UMUR L/P Hb WBC

DM (kg) (cm) kg/m2 (cm) mmHg Puasa 2 jam PP mg/L

1 23 P 12,6 7500 + 49 154 20,6 79 100/70 65 87 0,3

2 40 L 13,4 8000 + 50 159 19,8 74 110/80 78 91 0,1

3 23 L 13,1 8100 + 62 167 22,3 88 120/80 72 97 0,2

4 23 P 11,4 9000 + 58 160 22,6 85 120/80 67 101 0,1

5 33 P 11,6 8200 + 41 150 18,2 70 100/70 60 86 0,2

6 35 L 12,5 7600 + 57 153 24,3 79 100/70 62 93 0,4

7 26 L 11,9 7900 + 63 156 25,9 78 100/70 69 89 0,1

8 20 P 12,3 8000 + 50 152 21,6 76 100/70 68 94 0,2

9 23 P 13,2 9100 + 65 165 23,8 89 120/80 73 102 0,1

10 20 L 11,7 8200 + 50 155 20,8 80 120/70 85 100 0,2

11 21 L 12,2 7900 + 50 152 21,6 75 100/70 65 89 0,2

12 25 P 13,1 8300 + 60 160 23,4 88 120/80 70 93 0,3

13 35 P 11,9 7800 + 62 172 21 80 120/80 71 95 2,6

14 40 P 12,7 9100 + 68 174 22,5 86 120/80 82 102 0,9

15 35 P 12,2 8300 + 65 155 27 85 110/80 75 99 0,6

16 26 L 13,2 9200 + 72 178 24,6 84 120/80 69 94 0,2

17 40 P 12,6 8400 + 69 175 22,5 86 120/80 79 89 0,2

18 40 P 12,1 7100 + 90 180 27,7 92 120/80 71 108 0,6

19 26 P 11,7 8100 + 56 169 19,6 74 110/80 83 93 0,2

20 31 P 12,9 7500 + 64 160 25 88 120/80 79 110 1,1

21 22 L 13,2 8100 + 75 166 27,2 89 120/80 68 102 2,1

22 25 L 11,3 8200 + 62 160 24,2 80 110/80 70 93 0,4

23 40 L 11,6 7800 + 55 156 22,6 79 100/70 71 98 2,2

24 40 L 13,4 8600 + 68 165 25 88 120/80 69 94 0,3


(44)

27 40 L 12,1 7400 + 60 153 25,6 80 120/80 69 103 1,5

28 40 P 11,3 7600 + 60 153 25,6 80 110/70 72 98 0,6

29 38 L 13,3 9200 + 80 168 28,3 90 120/80 65 99 1,8

30 39 L 12,7 7100 + 70 176 22,6 89 120/80 80 96 1,5

31 39 P 12,2 7300 + 78 170 26,9 85 120/80 63 98 1,4

32 38 P 11,8 7600 + 53 153 22,6 52 100/70 80 87 1,8

33 37 L 12,4 10000 + 76 175 24,8 89 120/80 72 103 1,2

34 40 P 12,3 8000 + 60 165 22 89 120/80 71 102 1,8

35 39 L 11,1 7800 + 65 165 23,8 78 110/80 69 102 1,9

36 33 P 12,3 7100 + 70 156 28,8 80 110/80 80 99 0,9

37 35 P 11,6 7000 + 60 150 26,6 80 120/80 71 97 1,4

38 40 L 11,4 8900 + 60 165 25,7 80 110/80 73 88 4,3

39 40 P 11,8 8800 + 56 150 24,8 79 100/70 69 89 1,5

40 22 P 12,8 7600 + 63 160 24,6 80 100/70 65 99 1,3

41 40 P 10,6 7000 + 58 155 24,1 68 100/70 67 90 1,7

42 34 L 12,8 8400 + 60 158 24 90 120/80 60 91 1,5

43 40 P 11,2 9000 + 47 152 20,3 75 100/70 63 85 2,1

44 36 P 11,5 8100 + 63 155 26,2 80 110/80 61 96 2,2

45 40 P 12,4 9100 + 65 162 24,8 79 110/70 61 94 1,4

Keterangan

L/P : Laki-laki / Perempuan. LP : Lingkar Pinggang TD : Tekanan Darah Hb : Haemoglobin WBC : White Blood Count TB ; Tinggi Badan BB ; Berat Badan IMT : Indeks Massa Tubuh KGD : Kadar Gula Darah


(45)

(1)

23. Gabay C, Kushner I. Acute-Phase Proteins and Other Systemic Response to Inflammation. N Engl J Med. 1999;340:448-54.

24. Nakanishi S, Yamane K, Kamei N, Okubo M, Kohno N. Elevated C-Reaktif

Protein is a Risk Factor for the Development of Type 2 Diabetes in Japanese Americans.Diabetes Care. 2003;26:2754-57.

25. Darmono, Suhartono T, Pemayun T, Padmomartono F.S (ed). Naskah

Lengkap Diabetes Melitus Ditinjau Dari Berbagai Aspek Penykit Dalam. Semarang. Balai Penerbit Universitas Diponegoro. 2007: 245 – 255.2.

26. Bloomgarden ZT. Definitions of The Insulin Resistance Syndrome. The 1st

World Congress on the Insulin Resistance Syndrome. Diabetes Care. 2004;27: 824-30.

27. Hunter WA, Cundy T, Rabone D, Hofman PL, Harris M, Regan F et al.

Insulin Sensitivity in the Offsprings of Women with Type 1 and Type 2 Diabetes. Diabetes Care. 2004;27: 1148-54.

28. Goran MI, Coronges K, Bergman RN, Cruz MI, Gower BA. Influence of

Family History of Type 2 Diabetes on Insulin Sensitivity in Prepubertal Children. J Clin Endocrinol Metab. 2003;88:192-5.

29. Jensen CC, Cnop M, Hull RL, Fujimoto WY,Khan SE. -cell Function is a

Major Contriibutor to Oral Glucose Tolerance in High-Risk Relatives of Four Ethnic Groups in the U.S.Diabetes. 2002;51: 2170-78.

30. Karam JH. Prancreatic Hormones and Diabetes Mellitus, In: Greespan FS.

Strewler GJ. Editor. Basic and Clinical Endocrinology. Fifth Edition. San Francisco. Prentice Hall International Inc. 1997: 595-663.


(2)

31. Tjandrawinata RR. Mekanisme Resistensi Insulin: Tinjauan dari Sudut Seluler dan Melekuler. Dibawakan Pada Simposium Nasional 1 Sindroma Metabolik. Makasar Mai 2003.

32. Shepherd PR, Khan BB. Glucose Transporters and Insulin Action.

Implication for Insulin Resistance and Diabetes Mellitus. N Engl J Med. 1999;341: 248-57.

33. Bloomgarden ZT. Definitions of the Insulin Resistance Syndrome. The 1st

World Congress on the Insulin Resistance Syndrome. Diabetes Care. 2004;27: 602-9.

34. Cline GW, Petersen KF, Krssak M, Shen J,Hundal RS, Trajanoski Z et al.

Impaired Glucose Transport as a Cause of Decreased Insulin Stimulated Muscle Glycogen Synthesis in Type 2 Diabetes. N Engl J Med. 1999;341: 240-6.

35. Reaven GM. Banting lecture 1988: Role of Insulin Resistance in Human

Diases. Diabetes. 1988;37: 1595-1607.(abstract).

36. Grundy SM, Brewer HB, Cleeman JL, Smith SC, Lefant C. Definition of

Metabolic Syndrome: Report of the National Heart, Lung, and Blood Institute/Amirican Heart Assosiation Conference on Scientific Issues Related to Defenition. Circulation. 2004;109:433-8.

37. Ascaso JF, Pardo S, Real JT, Lorente RI, Priego A, Carmena R. Diagnosing

Insulin Resistance by Simple Quantitative Methods in Subjects with Normal Glucose Metabolism. Diabetes Care. 2003;26: 3320-25.

38. Ridker PM. Clinical Application of C-Reactive Protein for Cardiovascular


(3)

39. Yeh ETH, Willerson JT. Coming of age of C-Reactive Protein. Using Inflammation Markers in Cardiology. Circulation. 2003;370-2.

40. Pearson TA, Mensah GA, Alexander RW, Anderson JL, Cannon III RO,

Criqui M et al. Markers of Inflammation and Cardiovascular Disease Applikation to Clinical and Public Health Practice. Statement for Health Care Professionals from the Centers for Diasease and Prevention and the Amirican Hearth Association. Circulation. 2003;107:499-511.

41. Reeves G. C-Reactive Protein. 1988: Avalaible from

:http:/www.haps.nsw.gov.au/edsrchh/edinfo/crp.gtml.

42. Freeman DJ, Norrie J, Caslake MJ, Gaw A, Ford I, Lowe GDO et al.

C-Reactive Protein is an Independent Predictor of Risk for Development of Diabetes in the West of Scotland Coronary Prevention Study. Diabetes. 2002;51: 1596-1600.

43. Tan KCB, Wat NMS, Tam SCF, Janus ED, Lam TH, Lam KSL. C-Reactive

Protein Predict the Deterioration of Glycemia in Chinese Subjects with Impaired Glucose Tolerance. Diabetes Care. 2003;26: 2323-28.

44. Wu t, Dorn JP, Donahue RP, Sempos CT, Trevisan M. Associations of

Serum C-Reactive Protein with Fasting Insulin, Glucose, and Glycosylated Hemoglobin. Am J Epidemiol. 2002;155: 65-71.


(4)

MASTER TABEL. PENELITIAN Dr. MAHRIANI SYLVAWANI

Bapak DM Ibu DM Bapak dan Ibu BB TB IMT LP TD KGD HsCRP

NO. UMUR L/P Hb WBC

DM (kg) (cm) kg/m2 (cm) mmHg Puasa 2 jam PP mg/L

1 23 P 12,6 7500 + 49 154 20,6 79 100/70 65 87 0,3

2 40 L 13,4 8000 + 50 159 19,8 74 110/80 78 91 0,1

3 23 L 13,1 8100 + 62 167 22,3 88 120/80 72 97 0,2

4 23 P 11,4 9000 + 58 160 22,6 85 120/80 67 101 0,1

5 33 P 11,6 8200 + 41 150 18,2 70 100/70 60 86 0,2

6 35 L 12,5 7600 + 57 153 24,3 79 100/70 62 93 0,4

7 26 L 11,9 7900 + 63 156 25,9 78 100/70 69 89 0,1

8 20 P 12,3 8000 + 50 152 21,6 76 100/70 68 94 0,2

9 23 P 13,2 9100 + 65 165 23,8 89 120/80 73 102 0,1

10 20 L 11,7 8200 + 50 155 20,8 80 120/70 85 100 0,2

11 21 L 12,2 7900 + 50 152 21,6 75 100/70 65 89 0,2

12 25 P 13,1 8300 + 60 160 23,4 88 120/80 70 93 0,3

13 35 P 11,9 7800 + 62 172 21 80 120/80 71 95 2,6

14 40 P 12,7 9100 + 68 174 22,5 86 120/80 82 102 0,9

15 35 P 12,2 8300 + 65 155 27 85 110/80 75 99 0,6

16 26 L 13,2 9200 + 72 178 24,6 84 120/80 69 94 0,2

17 40 P 12,6 8400 + 69 175 22,5 86 120/80 79 89 0,2

18 40 P 12,1 7100 + 90 180 27,7 92 120/80 71 108 0,6

19 26 P 11,7 8100 + 56 169 19,6 74 110/80 83 93 0,2

20 31 P 12,9 7500 + 64 160 25 88 120/80 79 110 1,1

21 22 L 13,2 8100 + 75 166 27,2 89 120/80 68 102 2,1

22 25 L 11,3 8200 + 62 160 24,2 80 110/80 70 93 0,4

23 40 L 11,6 7800 + 55 156 22,6 79 100/70 71 98 2,2


(5)

27 40 L 12,1 7400 + 60 153 25,6 80 120/80 69 103 1,5

28 40 P 11,3 7600 + 60 153 25,6 80 110/70 72 98 0,6

29 38 L 13,3 9200 + 80 168 28,3 90 120/80 65 99 1,8

30 39 L 12,7 7100 + 70 176 22,6 89 120/80 80 96 1,5

31 39 P 12,2 7300 + 78 170 26,9 85 120/80 63 98 1,4

32 38 P 11,8 7600 + 53 153 22,6 52 100/70 80 87 1,8

33 37 L 12,4 10000 + 76 175 24,8 89 120/80 72 103 1,2

34 40 P 12,3 8000 + 60 165 22 89 120/80 71 102 1,8

35 39 L 11,1 7800 + 65 165 23,8 78 110/80 69 102 1,9

36 33 P 12,3 7100 + 70 156 28,8 80 110/80 80 99 0,9

37 35 P 11,6 7000 + 60 150 26,6 80 120/80 71 97 1,4

38 40 L 11,4 8900 + 60 165 25,7 80 110/80 73 88 4,3

39 40 P 11,8 8800 + 56 150 24,8 79 100/70 69 89 1,5

40 22 P 12,8 7600 + 63 160 24,6 80 100/70 65 99 1,3

41 40 P 10,6 7000 + 58 155 24,1 68 100/70 67 90 1,7

42 34 L 12,8 8400 + 60 158 24 90 120/80 60 91 1,5

43 40 P 11,2 9000 + 47 152 20,3 75 100/70 63 85 2,1

44 36 P 11,5 8100 + 63 155 26,2 80 110/80 61 96 2,2

45 40 P 12,4 9100 + 65 162 24,8 79 110/70 61 94 1,4

Keterangan

L/P : Laki-laki / Perempuan.

LP : Lingkar Pinggang

TD : Tekanan Darah

Hb : Haemoglobin

WBC : White Blood Count

TB ; Tinggi Badan

BB ; Berat Badan

IMT : Indeks Massa Tubuh KGD : Kadar Gula Darah


(6)