KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA SUATU TRAGE (2)

KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA SUATU TRAGEDI YANG TIDAK
PERLU
Oleh,
Bambang Sukamto. S.H., M.H.1

A. PENDAHULUAN
1. Pengertian Rumah Tangga
Akhir-akhir ini banyak buku yang membicarakan rumah tangga
islami. Seminar dan diskusi tentang hal ini di berbagai kota pun tak pernah
sepi dari peserta. Alhamdulilah, hal ini menunjukkan bahwa kesadaran
akan kebutuhan membentuk rumah tangga islami itu semakin luas di
tengah masyarakat.Di sisi lain, kita melihat kenyataan masyarakat, betapa
banyak keluarga muslim tidak menampakkan kehidupan yang islami.
Berbagai sarana kemaksiatan dibiarkan bebas digunakan tanpa kendali. 2
Lebih parah lagi, masing-masing anggota keluarga tidak menetapi
adab islami, lantaran ketidaktahuan atau lebih tepatnya ketidakmautahuan
dengan hal itu. Wajar jika kemudian timbul pertanyaan krittis, “Apa
sebenarnya yang dimaksud dengan rumah tangga islami itu? Bagaimana
indikasinya? Apakah tolak ukurnya?
Pengertian Rumah Tangga Islami Menurut Ensiklopedia Nasional
jilid ke-1, yang dimaksud dengan “rumah” adalah tempat tinggal atau

bangunan untuk tinggal manusia. Sementara rumah tangga memiliki
pengertian tempat tinggal beserta penghuninya dan apa-apa yang ada di
dalamnya.
Secara bahasa, kata rumah (al bait) dalam Al Qamus Al Muhith
bermakna kemuliaan; istana; keluarga seseorang; kasur untuk tidur, bisa
1

Penulis Adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta, Makalah ini
disampaikan pada tanggal 25 Maret 2012 di Bandung. Dalam kegiatan
Pengabdian Pada Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Islam Jakarta
2
Embun Tarbiyah, http://embuntarbiyah.wordpress.com/2007/07/24/rumah-tangga-islami/ tanggal
13 Maret 2012 Pukul 20.00 WIB.

1

pula bermakna menikahkan, atau bermakna orang yang mulia. Dari makna
bahasa tersebut, rumah memiliki konotasi tempat kemuliaan, sebuah
istana, adanya suasana kekeluargaan, kasur untuk tidur, dan aktivitas
pernikahan. Sehingga rumah tidak hanya bermakna tempat tinggal, tetapi

juga bermakna penghuni dan suasana.
Rumah tangga islami bukan sekedar berdiri di atas kenyataan
kemusliman seluruh anggota keluarga. Bukan juga karena seringnya
terdengar lantunan ayat-ayat Al Qur’an dari rumah itu, bukan pula sekedar
karena anak-anaknya disekolahkan ke masjid waktu sore hari. Rumah
tangga islami adalah rumah tangga yang di dalamnya ditegakkan adabadab islami, baik yang menyangkut individu maupun keseluruhan anggota
rumah tangga. Rumah tangga islami adalah sebuah rumah tangga yang
didirkan di atas lkitasan ibadah. Mereka bertemu dan berkumpul karena
Allah, saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran, serta saling
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, karena
kecintaan mereka kepada Allah.
Rumah tangga islami adaah rumah tangga teladan yang menjadi
teladan yang menjadi panutan dan dambaan umat. Mereka betah tinggal di
dalamnya karena kesejukan iman dan kekayaan ruhani. Mereka berkhimat
kepada Allah swt. Dalam suka maupun duka, dalam keadaan senggang
maupun sempit.
Rumah tangga islami adalah rumah yang di dalamnya terdapat
sakinah, mawadah dan rahmah (perasaan tenang, cinta dan kasih sayang).
Perasaan itu senantiasa melingkupi suasana rumah setiap harinya. Seluruh
anggota keluarga merasakan suasana “surga” di dalamnya. Baiti jannati,

demikian slogan mereka sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah saw.
Subhanallah “dan di antara tkita-tkita kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang
demikian itu benar-benar terdapat tkita-tkita bagi kaum yang
berfikir.” (Ar-Ruum:21).

2

Hal itu terjadi karena Islam telah mengatur berbagai aspek
kehidupan manusia, baik yang berskala individu maupun kelompok,
hubungan antar individu, antar kelompok masyarakat, bahkan antar
negara. Demikian pula, dalam keluarga terdapat peraturan-peraturan, baik
yang rinci maupun global, yang mengatur hubungan individu maupun
keseluruhannya sebagai satu kesatuan. Iniah ciri khas rumah tangga islami.
Mereka berserikat dalam rumah tangga itu untuk berkhidmat pada aturan
Allah swt. Mereka bergaul dan bekerja sama di dalamnya untuk saling
menguatkan dalam beribadah kepada-Nya.
Konsekuensi- Konsekuensi Rumah Tangga Islami dari pengertian di

atas, ada sepuluh konsekuensi dasar yang menjadi lkitasan bagi tegaknya
rumah tangga islami, yakni:3
1. Didirikan di atas lkitasan ibadah
2. Terjadi internalisasi nilai-nilai islam secara kaffah
3. Terdapat qudwah yang nyata
4. Penempatan posisi masing-masing aggota keluarga harus sesuai
dengan syari’at
5. Terbiasa tolong-menolong dalam menegakkan adab-adab Islam
6. Rumah harus kondusif bagi terlaksananya peraturan Islam
7. Tercukupinya kebutuhan materi secara wajar
8. Menghindari hal-hal yang tidak sesuai dengan semangat Islam
9. Berperan dalam pembinaan masyarakat
10. Terbentengi dari pengaruh lingkungan yang buruk
2. Pengertian Kekerasan.
Kekerasan atau (bahasa Inggris: Violence ejaan Inggris: berasal dari
(bahasa Latin: violentus yang berasal dari kata vī atau vīs berarti
kekuasaan atau berkuasa) adalah dalam prinsip dasar dalam hukum publik

3


Cahyadi
Takariawan,
“Pernik-pernik
Rumah
http://embuntarbiyah.wordpress.com/2007/07/24/rumah-tangga-islami/

Tangga

Islami”

3

dan privat Romawi 4 yang merupakan sebuah ekspresi baik yang dilakukan
secara fisik ataupun secara verbal yang mencerminkan pada tindakan
agresi dan penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang yang
dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang umumnya
berkaitan dengan kewenangannya yakni bila diterjemahkan secara bebas
dapat diartinya bahwa semua kewenangan tanpa mengindahkan keabsahan
penggunaan atau tindakan kesewenang-wenangan itu dapat pula
dimasukan dalam rumusan kekerasan ini.

Berkaitan dengan kekerasan, maka kekerasan secara umum dapat
dibagi sebagai berikut :5
Kekerasan yang dilakukan perorangan perlakuan kekerasan dengan
menggunakan fisik (kekerasan seksual), verbal (termasuk menghina),
psikologis (pelecehan), oleh seseorang dalam lingkup lingkungannya.
2. Kekerasan yang dilakukan oleh negara atau kelompok, yang oleh Max
Weber didefinisikan sebagai "monopoli, legitimasi untuk melakukan
kekerasan secara sah" yakni dengan alasan untuk melaksanakan
putusan pengadilan, menjaga ketertiban umum atau dalam keadaan
perang yang dapat berubah menjadi semacam perbuatanan terorisme
yang dilakukan oleh negara atau kelompok yang dapat menjadi salah
satu bentuk kekerasan ekstrem (antara lain, genosida, dll.).
1.

4
5

3.

Tindakan kekerasan yang tercantum dalam hukum publik yakni

tindakan kekerasan yang diancam oleh hukum pidana (sosial, ekonomi
atau psikologis (skizofrenia, dll.).

4.

Kekerasan dalam politik umumnya pada setiap tindakan kekerasan
tersebut dengan suatu klaim legitimasi bahwa mereka dapat
melakukannya dengan mengatas namakan suatu tujuan politik
(revolusi, perlawanan terhadap penindasan, hak untuk memberontak
atau alasan pembunuhan terhadap raja lalim walaupun tindakan
kekerasan dapat dibenarkan dalam teori hukum untuk pembelaan diri
atau oleh doktrin hukum dalam kasus perlawanan terhadap penindasan
di bawah tirani dalam doktrin hak asasi manusia.

5.

Kekerasan simbolik (Bourdieu, Theory of symbolic power), merupakan
tindakan kekerasan yang tak terlihat atau kekerasan secara struktural
dan kultural (Johan Galtung, Cultural Violence) dalam beberapa kasus
dapat pula merupakan fenomena dalam penciptaan stigmatisasi.


http://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasan tanggal 15 Februari 2012
http://search.conduit.com/pengertian+kekerasan+pisik+secara+umumc tanggal 15 Januari 2012

4

Kekerasan antara lain dapat pula berupa pelanggaran (penyiksaan,
pemerkosaan, pemukulan, dll.) yang menyebabkan atau dimaksudkan
untuk menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain, dan - hingga
batas tertentu - kepada binatang dan harta-benda. Istilah "kekerasan" juga
berkonotasi kecenderungan agresif untuk melakukan perilaku yang
merusak..
Kekerasan pada dasarnya tergolong ke dalam dua bentuk -kekerasan
sembarang, yang mencakup kekerasan dalam skala kecil atau yang tidak
terencanakan, dan kekerasan yang terkoordinasi, yang dilakukan oleh
kelompok-kelompok baik yang diberi hak maupun tidak -seperti yang
terjadi dalam perang (yakni kekerasan antar-masyarakat) dan terorisme.
Berangkat dari masalah kekerasan di atas, maka dalam makalah yang
disampaikan dalam kegiatan penyuluhan hokum bagi masyarakat di
Bandung, penulis mencoba meminventarisir permasalahan-permasalahan

kekerasan terhadap Istri dalam suatu rumah tangga yang seharusnya tidak
terjadi. Seperti :
1. Bagaimana Bentuk – Bentuk Kekerasan Dalam Rumah
Tangga.?
2. Apa penyebab Kekerasan Dalam Rumah Tangga ?
3. Bagaimana Dampak Kekerasan Terhadap Istri ?

B. PEMBAHASAN
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

6

Apakah kita korban

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) ataukah kita termasuk ke dalam
6

Pudji Susilowati, S.Psi, Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Terhadap Istri, http://www.epsikologi.com/epsi/individual_detail.asp?id=475 tanggal 20 Januari
2008


5

anggota masyarakat yang masih awam dengan KDRT? Apapun
jawabannya dan siapapun kita, sebaiknya kita tetap perlu mengetahui
informasi penting ini.
Akhir-akhir ini, KDRT makin marak di masyarakat, terutama
KDRT yang terjadi pada istri. Salah satu contoh kasus yang sempat marak
dibicarakan adalah kasus KDRT yang dialami oleh Lisa, seorang ibu
rumah tangga yang wajahnya menjadi rusak akibat disiram air keras oleh
suamnya. Yang cukup mengundang pertanyaan disini adalah: "Apakah
memang KDRT hanya terjadi pada istri tidak bekerja / Ibu Rumah Tangga,
ataukah juga terjadi pada istri yang bekerja?"
Julius Nyaree "Kalau seorang perempuan itu berdaya, maka ia akan berdaya,
dan kalau perempuan itu berdaya maka ia akan menyejahterakan keluarga dan
masyarakatnya"

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan oleh
suami pada istrinya, sebenarnya tidak hanya terjadi pada istri yang tidak
bekerja tetapi juga pada istri yang bekerja. Menurut Menteri Negara

Pemberdayaan Perempuan, sekitar 24 juta perempuan di Indonesia
mengalami kekerasan dalam rumah tangga, tetapi jumlah yang pasti belum
diperoleh. Di Indonesia, pada tahun 2008 jumlah kekerasan yang terjadi
pada istri yang tidak bekerja adalah 39,7 % dan 35,7 % pada istri yang
bekerja. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Amalia dkk. pada tahun
2000 ditemukan bahwa kekerasan yang dilakukan oleh suami pada istri
dikarenakan adanya stereotype bahwa laki-laki itu maskulin dan
perempuan feminim, selain itu, suami juga merasa frustrasi dengan
penghasilan istri yang lebih tinggi.
Di Indonesia sendiri, kasus kekerasan terhadap istri lebih banyak
yang tidak terungkap karena adanya anggapan bahwa hal tersebut adalah
masalah keluarga dan tabu apabila terungkap. Sehingga hal ini secara
tidak

disadari

turut

melanggengkan

budaya

kekerasan

terhadap

perempuan. Sungguh sangat mengenaskan bukan.
6

Apakah yang sebenarnya dimaksud dengan KDRT terhadap istri? KDRT
terhadap istri adalah segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami
terhadap istri yang berakibat menyakiti secara fisik, psikis, seksual dan ekonomi,
termasuk ancaman, perampasan kebebasan yang terjadi dalam rumah tangga
atau keluarga. Selain itu, hubungan antara suami dan istri diwarnai dengan
penyiksaan secara verbal, tidak adanya kehangatan emosional, ketidaksetiaan dan
menggunakan kekuasaan untuk mengendalikan istri.
Setelah membaca definisi di atas, bahwa kekerasan pada istri bukan
hanya terwujud dalam penyiksaan fisik, namun juga penyiksaan verbal yang
sering dianggap remeh namun akan berakibat lebih fatal dimasa yang akan
datang.
Oleh karena itu untuk mengetahui kekerasan dalam rumah tangga, maka
kita wajib mengetahui Gejala-gejala Kekerasan Terhadap Istri yang mengalami
kekerasan. Istri yang mengalami kekerasan adalah dengan gejala merasa rendah
diri, cemas, penuh rasa takut, sedih, putus asa, terlihat lebih tua dari usianya,
sering merasa sakit kepala, mengalami kesulitan tidur, mengeluh nyeri yang tidak
jelas penyebabnya, kesemutan, nyeri perut, dan bersikap agresif tanpa penyebab
yang jelas. Jika kita mengetahui gejala-gejala di atas, tentu kita akan menyadari
bahwa akibat kekerasan yang paling fatal adalah merusak kondisi psikologis yang
waktu penyembuhannya tidak pernah dapat dipastikan.
1. Bentuk-bentuk Kekerasan Terhadap Istri
Jika kita sudah mengetahui gejala-gejalanya, maka selanjutnya yang
harus kita ketahui adalah bentuk-bentuk kekerasan tersebut. Dengan mengetahui
bentuk-bentuk kekerasan yang terjadi, kita dapat menjadi lebih peka dalam
menghadapi kasus KDRT, dan kita dapat membantu orang lain (baik yang kita
kenal maupun tidak) yang mungkin mengalaminya. Jangan sampai terjadi, kita
hanya sebagai penonton yang tidak berempati ketika mengetahui terjadinya
KDRT di sekitar kita.
Bentuk-bentuk kekerasan terhadap istri tersebut, antara lain:

7

Di dalam UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga, kekerasan dibagi empat bentuk, yaitu:
a. Kekerasa Fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit,
jatuh sakit, dan luka berat. (Pasal 6)
b. Kekerasan Psikis
Perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya
diri,hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya,
dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang. (Pasal 7)
c. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual meliputi:
1) Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang
yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut;
2) Pemaksaan hubungan seksual terhadapsalah seorang dalam
lingkup rumah tangga dengan orang lain untuk tujuan
komersial dan/atau tujuan tertentu. (Pasal 8)
Pada Pasal 9 menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan
penelantaran rumah tangga atau dapat diartikan sebagai sebuah
kekerasan ekonomi terhadap rumah tangga, yaitu:
1) “Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah
tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau
karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan
kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.”

8

2) “Penelantaran sebagaimana dimaksud ayat (1) juga berlaku bagi
setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan
cara menbatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di
dalam atau di luar rumah sehingga korban berada dibawah kendali
orang tersebut.”
Dalam buku Kekerasan Terhadap Istri, bentuk-bentuk
kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga meliputi :7
1. Kekerasan ekonomi adalah tiap-tiap perbuatan yang membatasi
istri untuk bekerja di dalam atau luar rumah yang menghasilkan
uang atau barang dan atau membiarkan si istri bekerja untuk
dieksploitasi; atau menelantarkan anggota keluarga, dalam arti
tidak memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga.
2. Kekerasan fisik adalah setiap perbuatan yang membahayakan rasa
sakit, cedera, luka atau cacat pada tubuh seseorang, dan atau
menyebabkan kematian.
3. Kekerasan psikologis/psikis adalah setiap perbuatan dan ucapan
yang mengakibatkan hilangnya rasa percaya diri, hilangnya
kemampuan untuk bertindak, dan rasa tidak berdaya serta rasa
ketakutan terhadap istri.
4. Kekerasan seksual adalah tiap-tiap perbuatan yang mencangkup
pelecehan seksual, memaksa istri baik secara fisik untuk
melakukan hubungan seksual dan atau melakukan hubungan
seksual tanpa persetujun dan disaat istri tidak menghendaki,
7

Fathul Djannah, et.al, Kekerasan terhadap Isteri, (Yogyakarta: LkiS, 2003), hal.14-15

9

melakukan hubungan seksual dengan cara-cara yang tidak disukai
istri, maupun menjauhkan atau tidak memenuhi kebutuhan seksual
istri.
Zaitunah Subhan dalam bukunya yang berjudul kekerasan
terhadap perempuan membagi bentu-bentuk kekerasan dalam dua
kategori, yaitu:8 kekerasan yang bersifat fisik dan non fisik. Kekerasan
fisik antara lain berupa pelecehan seksual, seperti perabaan, colekan
yan tidak diinginkan, pemukulan, penganiayaan, serta pemerkosaan.
Termasuk dalam kategori ini adalah teror dan intimidasi, kawin paksa,
incest, kawin di bawah tangan, pelacuran paksa, stigma negatif,
ekploitasi tenaga kerja, dan pemaksaan penggunaan alat kontrasepsi.
Sedangkan kekerasan non fisik antara lain berupa pelecehan seksual,
seperti sapaan, siulan, colekan, atau bentuk perhatian yang tidak
diinginkan, direndahkan, dianggap selalu tidak mampu, dan (istri
yang) ditinggal suami tanpa kabar berita.
Apapun bentuk kekerasan yang dilakukan dapat dilakukan
sebagai kejahatan atas kemanusiaan atau kejahatan terhadap hak asasi
manusia. Apalagi jika kejahatan itu dilakukan pada orang-orang yang
seharusnya kita kasihi. Sayangi dan kita cintai, yaitu mereka yang
berada dalam rumah tangga.
Pada saat ini kekerasan pada rumah tangga kian meningkat
baik secara kualitas maupun kuantitas, sehingga tidak dapat
8

Zaitunah Subhan, Kekerasan Terhadap Perempuan, (Yogyakarta: PustakaPesantren,
2004), hal.40

10

didiamkan dan diselesaikan hanya oleh intern keluarga. Kekerasan
dalam rumah tangga telah banyak melanggar hak-hak asasi manusia
sehingga negara berkewajiban untuk terlibat aktif dalam mencegah
dan juga menyelesaikannya.
Langkah-langkah yang telah diambil pemerintah untuk
menanggulangi pelanggaran hak asasi ini antara lain dengan
mengeluarkan Keppres nomor 181 tahun 1998 tentang Pembentukan
Komisi Nasioanal Anti Kekerasan Terhadap Perempuan.
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
mempunyai peran dan kedudukan yang sangat srategis dalam upaya
menciptakan kondisi yang konduktif bagi penghapusan berbagai
bentuk kekerasan. Hal ini dapat dilihat dari tujuan dan kegiatnnya
yang terdapat dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor
181 tahun 1998 tentang Pembentukan Komisi Nasional Anti
Kekerasan Terhadap Perempuan, pasal 4 yaitu :
Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
bertujuan :
a. penyebarluasan pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan yang berlangsung di Indonesia ;
b. mengembangkan kondisi yang konduktif bagi penghapusan sega
bentuk kekerasan terhadap perempuan di Indonesia ;
c. peningkatan upaya pencegahan upaya pencegahan dan
penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan
perlindungan hak asasi manusia perepuan.9

9

Kantor Menag, PP. 2000, Pengertian Peraktis Tentang Perlindungan Terhadap
Perempuan Korban Kekerasan.

11

Selain itu pemerintah telah mengamandemen UUD1945
khususnya yang berhubungan dengan hak asasi manusia, yang dimana
pembahasan tentang hak asasi manusia diatur tersendiri dalam Bab X
A. Pada dasarnya UUD 1945 yang mengatur tentang hak asasi
manusia bukan hanya diperuntukan khusus pada perempuan tetapi
untuk semua manusia, sehingga pengaturannya bersifat umum.
Adapun pasal-pasal dalam UUD 1945 yang melindungi setiap
warga Negara dari dan melarang tindakan kekerasan dalam rumah
tangga antara lain :
1. Pasal 1
ayat 3
“Negara Indonesia adalah Negara hukum”.
2. Pasal 27
ayat 1
“Segala warga Negara bersamaan kedudukannya didalam hukum
dan pemerintah dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya”.
3. Pasal 28 B
Ayat 1
“Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan
keturunan melalui perkawinan yang sah”.
Ayat 2

12

“Setiap anak berhak atas kelangsunagn hidup, tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi”.
4. Pasal 28 D
ayat 1
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum”.
5. Pasal 28 G
Ayat 1
“Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga,
kehormatan,

martabat,

dan

harta

berbda

yang

dibawah

kekuasannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari
ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
merupakan hak asasi”.
Ayat 2
“Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan
yang

merendahkan

derajat

martabat

manusia

dan

berhak

memperoleh suaka politik dari negara lain”.
6. Pasal 281
Ayat 2

13

“Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat
diskriminatif atas dasar apapun yang berhak mendapatkan
perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif”.
2. Penyebab Kekerasan Terhadap Istri
KDRT pada istri tidak akan terjadi jika tidak ada penyebabnya. Di negara
kita, Indonesia, kekerasan pada perempuan merupakan salah satu budaya negatif
yang tanpa disadari sebenarnya telah diturunkan secara turun temurun. Apa saja
penyebab kekerasan pada istri? Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
kekerasan suami terhadap istri, antara lain:
a. Masyarakat membesarkan anak laki-laki dengan menumbuhkan keyakinan
bahwa anak laki-laki harus kuat, berani dan tidak toleran.
b. Laki-laki dan perempuan tidak diposisikan setara dalam masyarakat.
c. Persepsi mengenai kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga harus ditutup
karena merupakan masalah keluarga dan bukan masalah sosial.
d. Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama mengenai aturan mendidik
istri, kepatuhan istri pada suami, penghormatan posisi suami sehingga terjadi
persepsi bahwa laki-laki boleh menguasai perempuan.
e. Budaya bahwa istri bergantung pada suami, khususnya ekonomi.
f.

Kepribadian dan kondisi psikologis suami yang tidak stabil.

g. Pernah mengalami kekerasan pada masa kanak-kanak.
h. Budaya bahwa laki-laki dianggap superior dan perempuan inferior.
i.

Melakukan imitasi, terutama anak laki-laki yang hidup dengan orang tua
yang sering melakukan kekerasan pada ibunya atau dirinya.

14

Selain itu, faktor penyebab terjadinya kekerasan terhadap istri
berhubungan dengan kekuasaan suami/istri dan diskriminasi gender di
masyarakat. Dalam masyarakat, suami memiliki otoritas, memiliki pengaruh
terhadap istri dan anggota keluarga yang lain, suami juga berperan sebagai
pembuat keputusan. Pembedaan peran dan posisi antara suami dan istri dalam
masyarakat diturunkan secara kultural pada setiap generasi, bahkan diyakini
sebagai ketentuan agama.
Hal ini mengakibatkan suami ditempatkan sebagai orang yang memiliki
kekuasaan yang lebih tinggi daripada istri. Kekuasaan suami terhadap istri juga
dipengaruhi

oleh

penguasaan

suami

dalam

sistem

ekonomi,

hal

ini

mengakibatkan masyarakat memkitang pekerjaan suami lebih bernilai. Kenyataan
juga menunjukkan bahwa kekerasan juga menimpa pada istri yang bekerja,
karena keterlibatan istri dalam ekonomi tidak didukung oleh perubahan sistem
dan kondisi sosial budaya, sehingga peran istri dalam kegiatan ekonomi masih
dianggap sebagai kegiatan sampingan.
3. Siklus Kekerasan Terhadap Istri
Mungkin Kita sering melihat bahwa seorang istri yang telah mengalami
kekerasan dari suaminya, akhirnya akan kembali mengalami kekerasan.
Bagaimana siklus kekerasan terhadap istri? Siklus kekerasan terhadap istri adalah
suami melakukan kekerasan pada istri kemudian suami menyesali perbuatannya
dan meminta maaf pada istri, tahap selanjutnya suami bersikap mesra pada istri,
apabila terjadi konflik maka suami kembali melakukan kekerasan pada istri.
Namun, Istri berusaha menganggap bahwa kekerasan timbul karena
kekhilafan sesaat dan berharap suaminya akan berubah menjadi baik sehingga
ketika suami meminta maaf dan bersikap mesra, maka harapan tersebut terpenuhi
untuk

sementara.

Biasanya

kekerasan

terjadi

berulang-ulang

sehingga

menimbulkan rasa tidak aman bagi istri dan adanya rasa takut ditinggalkan dan
sakit hati atas perilaku suami. Ternyata, siklus kekerasan pada istri tanpa disadari
menjadi seperti lingkaran setan.
4. Dampak Kekerasan Terhadap Istri
15

Kekerasan

terhadap

istri

menimbulkan

berbagai

dampak

yang

merugikan. Dampak kekerasan terhadap istri yang bersangkutan itu sendiri
adalah: mengalami sakit fisik, tekanan mental, menurunnya rasa percaya diri dan
harga diri, mengalami rasa tidak berdaya, mengalami ketergantungan pada suami
yang sudah menyiksa dirinya, mengalami stress pasca trauma, mengalami
depresi, dan keinginan untuk bunuh diri.
Dampak kekerasan terhadap pekerjaan si istri adalah kinerja menjadi
buruk, lebih banyak waktu dihabiskan untuk mencari bantuan pada Psikolog
ataupun Psikiater, dan merasa takut kehilangan pekerjaan.
Dampaknya bagi anak adalah: kemungkinan kehidupan anak akan
dibimbing dengan kekerasan, peluang terjadinya perilaku yang kejam pada anakanak akan lebih tinggi, anak dapat mengalami depresi, dan anak berpotensi untuk
melakukan kekerasan pada pasangannya apabila telah menikah karena anak
mengimitasi perilaku dan cara memperlakukan orang lain sebagaimana yang
dilakukan oleh orang tuanya.
Setelah Kita mengetahui dampak dari kekerasan pada istri maka Kita
tentu harus turut berempati dengan berupaya memberdayakan dan menolong
korban KDRT. Karena tanpa adanya perubahan pola pikir kita dalam memkitang
kasus-kasus kekerasan seperti ini maka kekerasan pada perempuan masih akan
terus terjadi. Dan siapa pun dapat menjadi korban kekerasan termasuk Kita dan
keluarga Kita.
C. KESIMPULAN
1. Solusi Untuk Mengatasi Kekerasan Terhadap Istri
Untuk menurunkan kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga maka
masyarakat perlu digalakkan pendidikan mengenai HAM dan pemberdayaan
perempuan; menyebarkan informasi dan mempromosikan prinsip hidup sehat,
anti kekerasan terhadap perempuan dan anak serta menolak kekerasan sebagai
cara untuk memecahkan masalah; mengadakan penyuluhan untuk mencegah

16

kekerasan; mempromosikan kesetaraan jender; mempromosikan sikap tidak
menyalahkan korban melalui media.
Sedangkan untuk pelaku dan korban kekerasan sendiri, sebaiknya
mencari bantuan pada Psikolog untuk memulihkan kondisi psikologisnya. Bagi
suami sebagai pelaku, bantuan oleh Psikolog diperlukan agar akar permasalahan
yang menyebabkannya melakukan kekerasan dapat terkuak dan belajar untuk
berempati dengan menjalani terapi kognitif. Karena tanpa adanya perubahan
dalam pola pikir suami dalam menerima dirinya sendiri dan istrinya maka
kekerasan akan kembali terjadi.
Sedangkan bagi istri yang mengalami kekerasan perlu menjalani terapi
kognitif dan belajar untuk berperilaku asertif. Selain itu, istri juga dapat meminta
bantuan pada LSM yang menangani kasus-kasus kekerasan pada perempuan agar
mendapat perlidungan.
Suami dan istri juga perlu untuk terlibat dalam terapi kelompok dimana
masing-masing dapat melakukan sharing sehingga menumbuhkan keyakinan
bahwa hubungan perkawinan yang sehat bukan dilkitasi oleh kekerasan namun
dilkitasi oleh rasa saling empati. Selain itu, suami dan istri perlu belajar
bagaimana bersikap asertif dan me-manage emosi sehingga jika ada perbedaan
pendapat tidak perlu menggunakan kekerasan karena berpotensi anak akan
mengimitasi perilaku kekerasan tersebut. Oleh karena itu, anak perlu diajarkan
bagaimana bersikap empati dan memanage emosi sedini mungkin namun semua
itu harus diawali dari orangtua.

17

D. BAHAN PUSTAKA.

Departemen Kesehatan (2002), Pedoman Pencegahan dan Penanganan
Kekerasan terhadap Perempuan. Jakarta: Departemen Kesehatan.
Cahyadi
Takariawan,
“Pernik-pernik
Rumah
Tangga
Islami”
http://embuntarbiyah.wordpress.com/2007/07/24/rumah-tangga-islami/
http://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasan tanggal 15 Februari 2012
Embun Tarbiyah, http://embuntarbiyah.wordpress.com/2007/07/24/rumah-tanggaislami/ tanggal 13 Maret 2012 Pukul 20.00 WIB.
Pudji Susilowati, S.Psi, Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Terhadap Istri, http://www.epsikologi.com/epsi/individual_detail.asp?id=475 tanggal 20
Januari 2008

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga
Venny A (2003). Memahami Kekerasan terhadap Perempuan. Jakarta: Yayasan
Jurnal Perempuan.
Zaitunah
Subhan,
Kekerasan
Terhadap
PustakaPesantren, 2004), hal.40

Perempuan,

(Yogyakarta:

18