KEBEBASAN DAN TANGGUNG JAWAB SERTA KETER

KEBEBASAN DAN TANGGUNG JAWAB SERTA KETERKAITANNYA
DENGAN ETIKA KOMUNIKASI DALAM PERILAKU MEDIA
Kebebasan
Dalam Filsafat, kebebasan adalah kemampuan manusia untuk menentukan dirinya
sendiri,kebebasan lebih bermakna positif,dan ada sebagai konsekuensi dari adanya
potensi manusia untuk dapat berpikir dan berkehendak.
Kebebasan sosial-politik
Kebebasan sosial politik merupakan produk perkembangan dan perjuangan
sejarah. Dalam sejarah modern dapat dibedakan dua bentuk yaitu bentuk pertama
adalah tercapainya kebebasan politik rakyat dengan membatasi kekuasaan absolut
para raja. Bentuk kedua terdiri dari kemerdekaan yang dicapai negara-negara
muda terhadap negara penjajah.
Kebebasan Individual

a) kesewenang-wenangan (arbitrariness)
Orang disebut bebas bila dapat berbuat atau tidak berbuat sesuka hatinya,
terlepas dari segala kewajiban dan keterkaitan serta dilihat sebagai izin atau
kesempatan untuk berbuat semau gue.
Cth: Orang yang mempraktekkan pergaulan bebas
b) kebebasan fisik
Bebas berarti tiada paksaan atau rintangan dari luar. Orang menganggap

dirinya bebas dalam arti ini,jika bisa bergerak ke mana saja ia mau tanpa
hambatan apapun.
Cth: Selama meringkuk di penjara seorang narapidana tidak bebas,tetapi
begitu masa tahanannya lewat ia kembali menghirup udara kebebasan.
c) kebebasan yuridis
Arti “kebebasan” ini berkaitan erat dengan hukum dan harus dijamin oleh
hokum.Ada syarat-syarat fisis dan sosial yang perlu dipenuhi agar kita
dapat menjalankan kebebasan kita secara konkret.

Cth: Manusia bebas untuk bekerja memilih profesinya,mempunyai milik
sendiri,menikah,mendapat

pendidikan

dan

sebagainya,karena

dalam


undang-undang dasar banyak negara modern kebebasan-kebebasan seperti
itu dicantumkan secara eksplisit.
d) kebebasan psikologis
Menyangkut kemampuan yang dimiliki manusia untuk mengembangkan
serta mengarahkan hidupnya karena kenyataan bahwa manusia adalah
makhluk

berasio yang mampu berpikir sebelum bertindak,berkelakuan

dengan sadar dan pertimbangan sebelumnya. Jika manusia bertindak bebas
itu berarti ia tahu apa yang diperbuatnya dan apa sebabnya. Berkat
kebebebasan ini ia dapat memberikan suatu makna kepada perbuatannya.
Cth: Saya bebas memilih suatu profesi yang cocok untuk saya. Saya bisa
menjadi dokter

dengan segala kemampuan dan pendidikan saya dan

dengan demikian dapat membantu sesama yang menderita meskipun
dengan resiko biaya pendidikan yang lebih mahal.
e) Kebebasan Eksistensial

Kebebasan eksistensial adalah kebebasan menyeluruh yang menyangkut
seluruh pribadi manusia dan tidak terbatas pada salah satu aspek saja.
Dalam kebebasan eksistensial,penekanan nya ada pada segi bebas untuk
apa,bukan bebas dari apa(sehingga tergantung tujuan dan pemikiran
seseorang).
Contohnya: Ketika pemilu,seseorang dapat mengambil dan menentukan
sikap sendiri,memilih siapa ataupun memilih untuk golput sesuai dengan
pemikiran,perasaan dan tujuan dirinya.
Masalah Mengenai Kebebasan
a. Kebebasan Negatif dan Positif
Aspek negatif (kebebasan dari...) lebih sering kita gunakan,dimengerti sebagai
“Terlepas dari tekanan atau paksaan”. Contoh: Orang yang bebas adalah orang
yang terlepas dari paksaan fisik. Orang yang terbelenggu atau yang terkena
tahanan rumah tentu tidak bebas.

Pendekatan positif (kebebasan untuk ...) harus diisi oleh manusia sendiri,
contohnya : kebebasan untuk berbicara.
b. Batas-batas Kebebasan
Ada beberapa faktor yang harus dilihat dalam batasan kebebasan:



Faktor dalam (fisik maupun psikis) : batasan manusia fisik, contohnya : manusia
tidak dapat terbang karena tidak memiliki sayap. Psikis, contohnya : seseorang tidak
dapat menjadi profesor di universitas karena tingkat intelegensi yang kurang.



Lingkungan: Kebebasan di batasi karna faktor lingkungan baik alamiah maupun
sosial, contoh: negara swiss tidak bebas menjadi kuasa maritim yang bebas karna
letaknya tidak di pinggir laut, orang yang berasal dari lingkungan miskin tidak bebas
masuk perguruan tinggi.



Kebebasan orang lain: Kebebasan dibatasi karna berbentrokan dengan orang lain. Ini
adalah alasan mengapa diperlukan suatu tatanan moral di antara manusia. Tatanan
moral ini menyeimbangkan kebebasan seseorang dengan orang lainnya. Mengakui
kebebasan orang lain secara kongkret berarti menghormati hak-haknya.




Generasi mendatang:Merupakan pendapat baru bahwa kita harus melakukan
pembatasan pembatasan tertentu dengan alasan agar kelangsungan hidup generasi
setelah kita menjadi lebih baik atau tidak terganggu.contoh: Pembatasan penggunaan
sumber daya alam agar tidak habis dan bisa tetap ada sampai generasi anak cucu kita.

TANGGUNG JAWAB
Bertanggung jawab berarti dapat menjawab bila di tanyai tentang
perbuatan -perbuatan yang dilakukan. Orang yang bertanggung jawab dapat di
mintai penjelasan tentang tingkah laku dan perbuatannya.
Teori tanggung jawab sosial adalah respons terhadap kebutuan liberalisme
klasik di abad ke-20. Dalam Hutchins Commision di tahun 1947, teori tanggung
jawab sosial menerima banyak kritik dari sistem media laissez faire. Kritik ini
menyatakan adanya monopoli pada media,bahwa publik kurang diperhatikan dan
berkepentingan dengan hak-hak atau kepentingan golongan di luar mereka. Teori
tanggung jawab sosial menyatakan bahwa media harus meningkatkan standar
secara mandiri, menyediakan materi mentah dan pedoman netral bagi warga
negara untuk mengatur dirinya sendiri. Hal ini sangat penting bagi media, karena

kemarahan publik akan memaksa pemerintah untuk menetapkan peraturan untuk

mengatur media. Ada beberapa aspek yang membuat media itu penting :
• Daya jangkauan terhadap media sangat luas menjadikannya alat untuk
menyebarlauskan informasi
• Kemampuan media melipatgandakan pesan menjadi sangat luar baisa
• Setiap media mampu menuliskan ide sesuai pandangannya masingmasing
• Media berhak memberitakan ide secara luas
Tanggung Jawab dan Kebebasan
Dalam “tanggung jawab” terkandung pengertian “penyebab”. Orang
bertanggung jawab atas sesuatu yang disebabkan olehnya. Orang yang tidak
menjadi penyebab dari suatu akibat tidak bertanggung jawab juga. Kebebasan
adalah syarat mutlak untuk tanggung jawab.


Tanggung

jawab

langsung

:


pelaku

sendiri

yang

bertanggung

jawab(cth:orang mencuri,dipenjara)


Tanggung jawab tidak langsung: yang bertanggung jawab bukan
pelakunya(cth:seorang bayi mengompol dipelukan orang lain,maka orang
tuanya yang bertanggung jawab).



Tanggung jawab retrospektif : atas perbuatan yang telah berlangsung dan
segala konsekuensinya.(penjahat membunuh,masuk penjara)




Tanggung jawab prospektif : atas perbuatan yang akan datang.(si A anak
malas,apabila tidak belajar saat UN maka tidak lulus)

Regulasi Publik
Regulasi publik merupakan suatu ketentuan yang harus di jalankan dan di
patuhi dalam proses pengelolaan organisasi publik, baik dalam organisasi maupun
dalam bidang lingkungan. Alasan Regulasi Publik adalah ketika informasi selalu
interpretasi, memang prioritas itu tidak bisa di mutlakkan. Hanya kesulitannya
muncul ketika realitas tertentu ingin memaksakan diri menjadi opini entah secara

halus dengan hegemoni atau secara kasar dengan penekanan pemihakan yang
demonstratif.
Dalam hal ini prinsip demokrasi harus memberikan prioritas pada
kepentingan public dan public tidak bisa di paksa untuk menerima informasi atau
opini tanpa adanya persetujuan mereka. Hanya saja berbagai teknik presentasi,
berkembangnya berbagai jenis media dan kesempatan dengan mudah akan
memberikan sarana untuk menembus ke pemirsa, pembaca atau pendengar tanpa

merasa di paksa.
Namun , sejauh mana hak itu efektif sangat di tentukan oleh regulasi dan
Regulasi tidak bisa di buat tanpa mempertimbangkan hierarkisasi hak. Untuk
kepentingan ini harus ada interpretasi dalam kerangka suatu regulasi media yang
mendasarkan pada prioritas hak individu (B . libois, 1994: 95). Reaksi spontan
terhadap upaya regulasi media biasanya adalah penolakan. Semua upaya untuk
mengatur, membatasi, apalagi melarang terhadap pelaksanaan hak berekspresi
dengan mudah akan di tafsirkan sebagai ungkapan melawan perjuangan nilai
demorasi. Apakah regulasi public terhadap media selalu mempunyai konotasi
yang negatif ?.Harus di akui bahwa regulasi media dalam situasi tertentu sangat di
perlukan :


Membantu konsumen mendapatkan informasi sesuai dengan tuntutan
kualitas tertentu, media tidak bisa semena-mena memproduksi informasi
tanpa standar kualitas yang memadai, tetapi secara tidak langsung juga
membantu untuk menjaga kredibilitas dan reputasi media penghasil
informasi.




Menjaga aturan pasar agar lebih adil dengan melawan konsentrasi ekonomi
pada

media

tertentu,

di

sisi

lain

mau

menjawab

kelangkaan


program/informasi yang mendidik atau bersifat kultural atau yang di
perlukan publik yang karena secara ekonomi tidak menguntungkan, tidak
ada media yang tertarik untuk produksi.


Menjamin pluralisme yang merupakan bagian integral dari demokrasi.
Negara wajib melindungi dan mendorong ekspresi dari sudut pandang
yang berbeda. Dengan prinsip ini berarti demokrasi tidak direduksi hanya

pada mayoritas yang mengatur,,tetapi memasukan juga prosedur untuk
mengikutsertakan kelompok minoritas dalam pengambilan keputusan, dan
juga akan memaksa mayoritas untuk mau membuka diri terhadap kritik
yang di arahkan padanya. Prinsip ini menghargai kesamaan individu dan
memungkinkan partisipasi yang sama dalam proses demokrasi.
Regulasi publik dan pluralisme
Regulasi untuk menjamin pluralism ini memiliki beragam bentuk :


Dalam rangka menghindari dominasi suatu bidang terhadap yang lain
dengan mengusulkan pengorganisasian distribusi atau alokasi program



Menjamin pembedaan lingkup riil dengan kekhasan ekspresinya untuk
tetap mendapatkan akses yang cukup representative ke ruang publik.
Contohnya mimbar agama tidak hanya diisi oleh kelompok agama
dominan, padahal dalam agama itu terdapat banyak aliran



Memungkinkan definisi politik menurut tatanan prioritas sehingga ruang
public menjadi tempat berlangsungnya penentuan hierarkisasi nilai oleh
masyarakat, maksudnya untuk menjamin perwasitan antara kebebasan
dasar dari yang penting sampai dengan fakultatif



Memungkinkan untuk mempertahankan adanya pemisahan berbagai ranah
dan menentukan hak masing-masing.

Dalam kasus regulasi media berarti, pengorganisasian media harus mampu
menjamin perluasan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.
Regulasi publik terhadap media mempunyai perspektif yang melampaui logika
deontology profesi. Dengan melampaui logika deontologi, regulasi ingin membuat
adanya pemisahan antara kebebasan pers dan kebebasan untuk berekspresi.dan
dapat di pahami sebagai fungsi public yaitu sebagai sarana utama untuk menjamin
pelaksanaan kebebasan berekspresi politik dan memperjuangkan hak individual
dasar lainnya atau nilai demokrasi. Sedangkan kebebasan untuk berekspresi yaitu
hak individu dasariah yang kental dengan dimensi politik.

Regulasi Prosedural
Cara peliputan , pengolahan, dan presentasi yang penuh rekayasa menonjol
dalam televisi. Contohnya adalah bagaimana sensor yang tidak tampak beroperasi
dalam media televisi.
Adanya serangkaian mekanisme televisi yang sebetulnya merupakan suatu
bentuk kekerasan simbolik, yaitu kekerasan yang berlangsung dengan persetujuan
tanpa terungkap dari korbannya, tetapi juga di sadari oleh pelakunya. Contohnya
serba serbi dalam tv merupakan acara yang menghibur dan mengalihkan
perhatian. Menurut Bourdieu berita di televisi mirip sekali dengan prinsip tukang
sulap yaitu justru menarik perhatian ke arah lain dari hal yang sedang di
lakukannya .
Dengan menghormati kekhasan kebebasan pers itu, regulasi public justru
menghindari instrumentalisasi informasi dengan menekankan kembali tujuan
utama media. Media merupakan instrumen pokok untuk melibatkan dan
meningkatkan pastisipasi politik serta mendorong mewujudkan kemandirian
kolektif masyarakat. Upaya ini meningkatkan tujuan kembali media di maksudkan
juga agar informasi tidak hanya sekedar menjadi komoditi, tetapi memiliki nilai
budaya dan pendidikan
Manipulasi Media dan Kesadaran Palsu
Manipulasi media dapat disebabkan oleh banyak hal. Namun ketika masuk ke
dalam konteks pornografi dan kekerasan, terdapat dua jalan media memanipulasi
informasi yakni dengan konglomerasi media dan framing.
Definisi Konglomerasi
Henry Campbell meninjau bahwa konglomerasi sebagai suatu perusahaan yang
melakukan diversifikasi usaha dan dalam operasionalnya mengakuisisi perusahaan
lain untuk memperbesar atau memperluas variasi industrinya. Titik berat dari institusi konglomerasi adalah dikumpulkan, digabungkan, atau diintegrasikan lebih
dari satu perusahaan dalam sebuah perusahaan kelompok.

Definisi Framing
Framing adalah cara pengemasan peristiwa yang terjadi. Framing tidak berbohong, tapi ia mencoba membelokkan fakta dengan halus melalui penyeleksian informasi, penonjolan aspek tertentu, pemilihan kata, bunyi, atau gambar, hingga
meniadakan informai yang seharusnya disampaikan. Framing bertujuan untuk
membingkai sebuah informasi agar terbentuklah sebuah citra, kesan, atau makna
tertentu yang diinginkan oleh pihak media. Framing dilakukan dengan cara
penyeleksian informasi, penonjolan aspek tertentu, pemilihan kata, bunyi, atau
gambar, dan sampai dalam meniadakan informasi. Berikut beberapa metode framing yang biasa dilakukan media, yaitu;
1. Cover both side, hanya saja porsi bicara tidak berimbang. Artinya bila satu
orang diberikan ruang untuk berbicara, orang lainnya juga memiliki hak
yang sama. Namun dalam metode ini, salah satu orang diberikan hak
berbicara tidak sama dengan porsi orang lainnya. Media biasanya
melakukan metode ini dengan mengutip pendapat salah satu orang ala
kadarnya, atau dikutip bagian yang tidak menjawab persoalan.
2. Berita yang disampaikan sesuai fakta, tetapi menggunakan sudut pandang
tertentu. Bahwa ada pemilihan fakta dan data-data tertentu agar dapat
membentuk opini publik dengan sudut pandang tertentu, misalnya dalam
demo buruh salah satu media membuat berita dengan judul, “Sampah
Menggunung Setelah Demo Buruh.” Judul tersebut dapat memunculkan
sudut pandang lain yaitu masyarakat tidak lagi simpati pada buruh
melainkan geram karena demo yang malah menghasilkan pemandangan
yang tidak enak dilihat.
3. Penggunaan kata sifat yang bernada positif atau negatif. Metode ini
nantinya akan membentuk penilain terhadap seseorang. Ketika media
berkata Ahok adalah gubernur tegas, biasanya mayoritas pendapat publik
akan mengarah pada apa yang media katakan.
4. Menyeleksi gambar dan menyisipkan musik. Dengan adanya kedua hal ini,
masyarakat dapat memberikan penilaian berupa apa yang digambarkan
media di beritanya. Dalam penyeleksian gambar biasanya media fokus
meliput sebagian kegiatan sang tokoh. Misalnya pemberitaan tentang

Ahok pasti selalu soal kegiatan blusukan dan marah-marahnya dan selalu
dilatar belakangi musiknya tegang. Dengan adanya sarana audiovisual,
persepsi masyarakat menjadi mudah terbentuk dan akhirnya sudut pandang
pun mengikuti apa yang media gambarkan.
Dengan adanya kolaborasi antara konglomerasi dan framing, opini masyarakat
mudah digiring menuju suatu pemikiran yang diinginkan oleh pihak tertentu.
Kegiatan manipulasi informasi ini juga bisa disebut sebagai propaganda.
Definisi Propaganda
Propaganda adalah aktivitas atau kegiatan yang direncanakan dan dijabarkan dengan kata atau tindakan atau kombinasi keduanya yang bermaksud mengubah suatu
sikap dengan tujuan mengubah tingkah laku secara sukarela. Media yang mempunyai dampak dahsyat dimanfaatkan oleh orang atau kelompok tertentu untuk
menyebarkan doktrin ideologinya kepada masyarakat. Dengan adanya aktivitasaktivitas media yang mengedepankan keuntungan bagi perusahaannya dengan
berbagai cara – framing dan propaganda, masyarakat cenderung dibawa sudut
pandang dan cara berpikirnya oleh media sehinggu masyarakat mengalamai
keadaan yang bernama kesadaran palsu.
Definisi Kesadaran Palsu
Kesadaran palsu, yakni suatu situasi, di mana orang tidak sadar, bahwa ia sebenarnya sedang ditindas. Di dalam masyarakat kapitalis, kata Marx, kaum buruh
mengalami penindasan, tetapi mereka tidak merasakannya sebagai penindasan,
dan bahkan merayakan penindasan itu.
Di dalam kajian psikologi, hal ini seringkali disebut sebagai sindrom Stockholm,
yakni suatu situasi, di mana korban/tawanan merasakan empati pada pelaku kejahatan. Banyak kaum buruh membela tuannya, walaupun tuannya telah jelas-jelas
bersikap tidak adil dan tidak manusiawi terhadap dirinya.
Kesadaran palsu merupakan sebuah konsep yang berasal dari pemikiran marx tentang teori kelas sosial. Konsep kesadaran palsu sendiri mengacu pada kekeliruan

hubungan sosial antara kelas dominan dan kelas bawahan. Kesadaran palsu
diperkenalkan oleh Friedrich Engels, yakni dalam suratnya kepada Franz Mehring
(14 Juli 1898). Konsep ini pada awalnya diungkapkan marx dari “ideologi dan
fetisisme komoditas”.
Ideologi
Menurut KBBI, ideologi adalah “kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas
pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan
hidup.”
Ideologi menurut Marx adalah sebuah cara berpikir yang tidak tepat tentang
dunia. Menurutnya dalam teori kelas sosial, latar belakang munculnya ideologi
adalah sebagai pembenaran usaha para kaum proletar (bawahan, buruh, dll) atas
ketidakseimbangan antara usaha dan upah. Kaum borjuis (pemilik modal, pengupah, ahli, dll) yang memonopoli kaum proletar menciptakan ideologi yang dapat
diterima kaum proletar tersebut agar mereka tetap membenarkan diri mereka untuk bekerja, padahal usaha dan upah tidak sebanding. Faktor ini yang memunculkan ideologi-ideologi dan lahirnya kapitalisme. Maka dari itu bisa disimpulkan menurut Marx. Ideologi adalah ajaran yang menjelaskan suatu keadaan,
terutama struktur kekuasaan sehingga orang menganggapnya sah padahal tidak
sah. Misalnya klaim negara bahwa ia mewujudkan kepentingan umum padahal ia
melayani kepentingan kelas atas.
Ideologi dalam arti yang sebenarnya bukan sarana yang digunakan kelas atas untuk menipu. Ideologi benar-benar dipercayai seluruh masyarakat dengan polos.
Akan tetapi, agama, moralitas dan berbagai nilai budaya dengan sendirinya menguntungkan kelas atas. Hal ini disebabkan karena kelas atas yang menguasai
sarana produksi materil dan spiritual yang berarti hanya kelas atas yang mampu
meresmikan dan menyebarkan pikiran-pikiran mereka.
Menurut Friedrich Engels, ideologi adalah sebuah proses yang dicapai dengan
sadar oleh seorang pemikir, atau lebih tepatnya sebuah kesadaran palsu. Friedrich
juga menyebutkan bahwa sebuah ideologi bermotif atau berasal dari pemikiran
seseorang secara independen maupun lanjutan dari pemikiran orang sebelumnya.

Karena pemikiran independen tersebut Friedrich juga menyebutkan bahwa setiap
ideologi muncul karena bertujuan untuk kepentingan tertentu.
Fetisisme Komoditas
Pada awalnya fetisisme (dari kata fetish) tidak bernuansa sensual, karena nuansa
fetish diciptakan oleh Freud dalam tulisannya. Sementara Marx menerangkan tentang fetisisme sebelum tulisan Freud tersebut.
Marx merujuk pada kaum-kaum tertentu (biasa penganut agama tertentu) yang
memahat dan membuat patung dan kemudian menyembahnya, inilah yang dimaksud Marx dengan fetish, sesuatu yang kita buat untuk diri kita sendiri, akan tetapi
sekarang kita menyembahnya, dan sekarang dia menjadi layaknya “dewa”.
Dalam kapitalisme, produk-produk yang kita “buat”, dan ekonomi-ekonomi yang
terbentuk dari segala pertukaran yang kita lakukan, semua seakan-akan memiliki
“nyawa”. Bisa diartikan ekonomi akan terus berjalan baik manusia menginginkannya atau tidak. Menurut Marx, segala sesuatu muncul dan hadir karena ada orang
yang membutuhkannya dan ada orang yang membuatnya. Hal ini sebagai representasi sifat sosial dari manusia. Marx juga menyebutkan, realitas kita sangat tergantung pada komoditas dan pasar, dan lambat laun ekonomipun tidak bisa dikendalikan dengan mudah karena memiliki dampak pada setiap individu lain.
Dewasa ini, gambaran fetisisme yang dikemukakan oleh Marx dapat dilihat
melalui media-media. Dimana ada individu di belakangnya yang berperan dalam
mengatur konten dan produksinya, diciptakan untuk kepentingan dirinya sendiri,
dipertontonkan pada khalayak publik, sehingga menciptakan sebuah realitas tertentu. Ketika publik menerima realitas tersebut dan “termakan” oleh konten yang
ada, maka yang dijadikan komoditas bukan lagi konten dalam media tersebut,
tetapi publiklah yang menjadi komoditas itu sendiri. Pada akhirnya saat publik
menjadi komoditas, media memiliki peran kapitalis yang memperdagangkan komoditasnya, yaitu publik. Contoh lain dari sisi kapitalis dapat dilihat di mana
kepemilikan media menurut data kepemilikan media 2015, berjumlah 12 orang
dari total seluruh media di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri jika media memang
selalu menghadirkan konten yang bertujuan untuk kepentingan pemiliknya. Hasil-

nya adalah konglomerasi media, dan manipulasi media dalam menciptakan kesadaran palsu.
Media telah menjadi perusahaan bisnis sebagaimana perusahaan lainnya, yaitu
profit dan laba menjadi motivasinya. Saat ini yang dikejar media adalah menyebarkan informasi atau hiburan yang disukai oleh pasar. Biasanya konten yang
mengandung tiga unsur seperti seks, kekerasan, dan horror laku di pasaran. Terbukti dari data Kementrian Komunikasi dan Informasi bahwa pada 2013, Indonesia masuk ke dalam 10 besar negara pengakses situs pornografi di dunia maya.
Dan jumlah itu terus meningkat setiap tahunnya.
Definisi Pornografi
Pornografi dapat didefinisikan sebagai representasi eksplisit (gambar, lukisan, dan
foto) dari aktivitas seksual atau hal yang tidak senonoh dan bertujuan untuk dikomunikasikan ke publik. Mesum, cabul, atau tidak senonoh dipahami sebagai sesuatu yang melukai dengan sengaja perasaan malu atau susila dengan membangkitkan representasi seksualitas.
Argumen Penolakan Pornografi dan Etika Minimal
Dalam perdebatan publik, ada tiga alasan utama yang dikemukakan dalam menolak pornografi, (1) perlindungan terhadap remaja atau anak-anak, (2) mencegah
perendahan martabat perempuan, (3) mencegah sifat subversif yang cenderung
menghancurkan

tatanan

nilai

seksual

keluarga

dan

masyarakat

(Haryatmoko,2003:7).
Etika minimal terdiri atas tiga pilar, yaitu sebagai berikut;
1. Sikap netral terhadap konsepsi tentang “baik”. Dalam kasus ini adalah
kebebasan untuk memilih akan apa yang baik bagi dirinya dalam hal
seksualitas.
2. Prinsip menghindar dari merugikan pihak lain. Prinsip ini sangat peduli
terhadap efek yang menimpa individu, dapat berupa kerugian fisik atau
psikologis.

3. Prinsip untuk menempatkan nilai yang sama pada suara atau kepentingan
setiap orang. Prinsip ini melihat pada kewajiban setiap orang untuk tidak
menjadikan orang lain sebagai sarana, tetapi tujuan pada dirinya.
Pada prinsip-prinsip tadi, prinsip tiga dan empat menjamin kesetaraan sehingga
berfungsi sebagai pengatur hubungan dengan pihak lain dengan menghindari
segala bentuk paternalisme.
Selain itu, pornografi dianggap merendahkan nilai seksualitas perkawinan. Konten
tersebut tidak menghargai cinta-penuh-perasaan dalam hubungan. Sejalan dengan
menyebarnya nilai hedonis, pornografi cenderung mengkedepankan kenikmatan
dan pengakuan akan kebiasaan seksual yang tidak wajar.
Permasalahan pornografi menjadi pelik karena, pertama, dapat menghambat kebebasan berekspresi, terutama bila mengandung nilai seni. Kedua, menghadapi
hak akan informasi. Dan ketiga, menjamin hak untuk memenuhi kebutuhan dan
pilihan pribadi, bila pilihan ini tidak melukai orang lain.
Dalam menghadapi ketiga masalah tadi, langkah pertama yang harus dilakukan
adalah menentukan batas pornografi supaya masalah yang ada tidak dialihkan
menjadi masalah relativisme. Masalah pornografi bukanlah masalah relativis bila
mempertimbangkan empat hal berikut:
1. Mempertimbangkan konsepsi umum tentang seni. Diperhitungkan peran
maksud pengarang dalam menentukan ciri-ciri karya seninya
2. Mempertimbangkan konsepsi moral. Dasar ukuran moral umum adalah
apakah hal tersebut mengandung dehumanisasi atau terjadi pengobjekkan
pada manusia
3. Perlu diperhitungkan reaksi emosional yang ditimbulkan. Reaksi
emosional macam apa yang ditimbulkan oleh karya yang dibuat, misalnya
rasa senang, jijik, atau rangsangan seksual.
4. Perlu dipertimbangkan pandangan dari beberapa teori psikologis, lewat
teori catharis, imitasi, dan pembiasaan.
Dari keempat pertimbangan tersebut, penting untuk mendefinisikan secara
bertanggungjawab perbedaan antara seni dan pornografi, termasuk perbedaan antara pornografi dan erotisme.

Definisi Kekerasan
Menurut P. Lardellier (2003:18) dalam buku Etika Komunikasi : Manipulasi Media, Kekerasan, dan Pornografi, kekerasan bisa didefinisikan sebagai prinsip tindakan yang mendasarkan diri pada kekuatan untuk memaksa pihak lain tanpa persetujuan. Dalam kekerasan terkandung unsur dominasi terhadap pihak lain dalam
berbagai bentuknya seperti fisik, verbal, moral, psikologis atau melalui gambar.
Ungkapan nyata kekerasan dapat berupa penggunaan kekuatan, manipulasi, fitnah,
pemberitaan yang tidak benar, pengkondisian yang merugikan, kata kata yang
memojokkan, dan penghinaan.
Menurut Francois Chirpaz (2000:226), kekerasan adalah kekuatan yang
sedemikian rupa dan tanpa aturan yang memukul dan melukai baik jiwa maupun
badan, kekerasan juga mematikan entah dengan memisahkan orang dari kehidupannya atau dengan menghancurkan dasar kehidupannya. Melalui penderitaan
atau kesengsaraan yang diakibatkannya, kekerasan tampak sebagai representasi
kejahatan yang diderita manusia, tetapi bisa juga ia lakukan terhadap orang lain.
Jadi, kekerasan itu tidak harus dalam bentuk fisik seperti memukul, meninju, dan
sebagainya. Tetapi bisa menghancurkan dasar kehidupan seseorang.
Aspek Estetik Kekerasan
Ada presentasi kekerasan dalam media yang mengandung aspek estetik-destruktif
yang mengundang ketertarikan yang bersifat mendua atau suatu bentuk paksaan
berwajah ganda yaitu tertarik dan muak/jijik. Paksaan bermuka dua ini seakan
menempatkan kenikmatan dalam perjumpaan antara keindahan dan kematian. Aspek menarik ini tentu saja dieksploitasi oleh kepentingan ekonomi atau pasar.
Kekerasan dalam film, fiksi, siaran, dan iklan menjadi bagian dari industri budaya
yang tujuan utamanya ialah mengejar rating program tinggi dan sukses pasar. Program yang berisi kekerasan sangat jarang mempertimbangkan aspek pendidikan,
etis, dan efek traumatis penonton. Namun, pernyataan bahwa tidak semua kekerasan jelek karena ada juga presentasi dalam media yang mengandung dimensi

seni, yang semakin mempersulit pemilahan mana yang mendidik dan mana yang
merugikan atau destruktif.
Menurut Nel (2003:42), kekerasan dalam media sebagai seni mencari pembenarannya dengan mengacu pada tiga bentuk yaitu:
1)

Horor-Regresif yaitu menunjuk pada selera publik atau seniman akan

kekejaman, menyeramkan, atau tidak waras karena melampaui reaksi akal sehat.
Perhatian yang ekstrem diarahkan pada yang riil, tetapi harus autentik. Bila
dipresentasikan dalam gambar-fiksi, motifnya ialah karena digerakkan oleh ketertarikan pada hal yang meneror atau membuat merinding. Contohnya adalah kasus
Sumanto, ia memakan daging manusia yang sempat menggegerkan masyarakat.
Dan hal tersebut melampaui akal sehat atau tidak waras tetapi kejadian itu benar
terjadi atau nyata.
2) Horor-Transgresif yaitu berupaya menampilkan kekerasan dalam konfigurasi seni yang baru dengan sentuhan menonjol pada apa yang belum di eksplorasi, yang terlarang, dan yang dikutuk atau yang tabu. Dan semua hal tersebut
belum tentu terjadi. Contohnya adalah film Hannibal (2001) yang menceritakan
tokoh fiktif bernama Hannibal Lecter yang memiliki kepribadian ganda. Di satu
sisi ia adalah psikiater yang memberikan nasihat nasihat kepada mereka yang
mengalami gangguan kejiwaan, disisi lainnya ia merupakan sisi gelap yang selalu
disembunyikan Hannibal, yaitu seorang psikopat yang mengerikan. Ia melakukan
berbagai pembunuhan dan menjadikan korbannya seperti mainan yang ia mainkan
sepuas hati. Bahkan seringkali ia memberikan nasihat yang buruk kepada pasiennya. Jika dilihat dari alur ceritanya, film ini memasukkan kekerasan yang menyeramkan sebagai utamanya. Namun, tokoh ini adalah karangan atau fiktif belaka.
3) Gambar-Simbol yaitu mengubah sesuatu yang sebenarnya konteks itu ditandai oleh kekerasan, tetapi kemudian diganti dengan tatanan yang lebih manusiawi dan dapat ditolerir sehingga akhirnya menjadi indah. Gambar-simbol memindahkan kekerasan keluar dari arena atau konteksnya, yang kemudian disembunyikan dan diseleksi melalui saringan tradisi ikonografi dan seni. Contoh:
Bahaya Kekerasan dalam Media

Menurut hasil studi tentang kekerasan dalam media televisi di Amerika Serikat
oleh American Psychological Association pada tahun 1995, yang dikutip Hrayatmoko dalam dalam bukunya, ada 3 kesimpulan menarik yang perlu mendapat
perhatian serius:
1) Mempresentasikan program kekerasan meningkatkan perilaku agresif
2) Memperlihatkan secara berulang tayangan kekerasan dapat menyebabkan
ketidakpekaan terhadap kekerasan dan penderitaan korban
3) Tayangan kekerasan dapat meningkatkan rasa takut sehingga akan menciptakan representasi dalam diri pemirsa: betapa berbahayanya dunia.
Sophie Jehel (2003:123) mau meyakinkan betapa merusak pengaruh presentasi
kekerasan dalam media bagi anak. Menurutnya, anak membutuhkan rasa aman supaya bisa menemukan tempatnya dalam masyarakat. Meskipun ada ekspresi
senang, puas atau tertarik terhadap kekerasan dalam media, sering tanpa disadari
anak sebetulnya bergulat dalam suatu perjuangan, kegelisahan dan ditatapkan
pada berbagai pertanyaan. Dalam situasi itu, anak terpaksa harus melindungi diri
dengan mengembangkan mekanisme pertahanan yang berakibat bahwa anak lebih
banyak berhadapan dengan stres atau kegelisahan. Dengan demikian, seluruh energi anak harus dikerahkan untuk mempertahankan diri. Dampaknya, energi tersita sehingga justru kurang kesempatan untuk membangun identitas secara positif.
Investasi dalam kegiatan konstrtuktif dan pemenuhan akan minatnya menjadi terhambat. Terlebih lagi, dalam masa pertumbuhan, gambar kekerasan bisa mempengaruhi perilaku dan persepsi anak tentang dunia.

Menentukan Batas-Batas Kekerasan
1. Dari dimensi persepsi, masalahnya terumus dalam pertanyaan sejauh mana
terkait dengan visual, pendengaran dan interaktif
2. Dari dimensi afeksi, sejauh mana kekerasan dalam media bisa menyebabkan traumatisme, kegelisahan, dan stres.
3. Dari dimensi estetika, bisakah ditentukan ukuran mana yang indah dan
mana yang jelek atau kumuh.

4. Dari dimensi moral, mana yang bisa dipercaya, diterima, dan berpengaruh
jahat.
Menurut Noel Nel (2003:38-41) ada tiga bentuk kekerasan yaitu pertama, kekerasan-dokumen yang merupakan bagian dari dunia riil atau faktual; kedua, kekerasan-fiksi yang menunjukkan kepemilikan pada dunia yang mungkin ada; misalnya dalam kisah fiksi, film, kartun, komik, dan iklan; serta ketiga, kekerasan-simulasi yang berasal dari dunia virtual seperti dalam video games dan permainan online.
Kekerasan-Dokumen
Kekerasan dokumen adalah penampilan gambar kekerasan yang dipahami pemirsa
atau pembaca dengan mata telanjang sebagai rekaman fakta kekerasan.
Kekerasan-fiksi
Kekerasan yang dibeberkan dalam kisah fiksi bukannya tanpa meninggalkan
bekas luka pada pemirsa atau pembacanya, terutama pada anak bisa meninggalkan
traumatisme dan perilaku agresif. Fiksi mampu memproyeksikan keluar dari yang
riil meski mungkin tidak ada dalam kenyataan. Biasanya meski jauh dari realitas,
fiksi masih memiliki pijakan atau analogi dengan dunia riil. Oleh karena itu, kekerasan-fiksi menjadi berbahaya ketika justru memberi kemungkinan baru yang
tidak ada dalam dunia riil.
Contohnya adalah siaran TV smack down.

Kekerasan-simulasi
Saat ini kekerasan sudah melalui pemindahan ke lingkup cyber. Bahkan kekerasan
imajiner yang sulit dipercaya atau keterlaluan bisa dipresentasikan dalam layar
menjadi suatu tampilan fiksi yang menciptakan ilusi realitas. Kekerasan menjadi
semakin menarik karena terlindung dari dunia normal, dari hukum yang mengatur,
sehingga hasrat bisa tampil dalam kebersamaan dan saling membagikan keingi-

nan. Semua berlangsung dalam kerahasiaan, dan kekerasan bisa ditampilkan semaunya.
Contoh dari kekerasan-simulasi biasa muncul pada video.
Kekerasan Simbolik
Benoit Heilbrunn menjelaskan bahwa kekerasan simbolik di media iklan beroperasi dengan tiga cara yaitu:
1. Melalui kekuasaan media. Budget komunikasi suatu produk bisa mencapai
40% dari biaya produksi. Dengan alokasi yang sebanyak itu, hampir tidak
ada kekuatan yang bisa melawan gerak rayuan dan ajakan tersebut.
Kekerasan iklan terletak dalam kemampuannya untuk hadir di semua
tempat sehingga memungkinkan untuk menembus hampir semua celah
kehidupan sosial.
2. Iklan bisa menjadi pengaruh transmisi kekerasan. Melalui strategi iklan,
digunakan kemampuan mengubah kekerasan tersebut menjadi seakan
bukan kekerasan.
3. Jika kekerasan tampak dalam tema yang selalu berulang, maka
pengulangan itu akan mencetak ide bahwa iklan tersebut dapat mengubah
dunia dan mampu mengubah konsumen. Iklan masuk ke dalam kehidupan
sehari hari para konsumen dan dengan cara yang lembut tak terasa dapat
memaksakan praktek dan sikap kepada setiap orang.
Contohnya di Indonesia adalah iklan rokok Sampoerna Mild dengan semboyan
“jalan pintas dianggap pantas”, yang menggambarkan petinju yang tidak pernah
berlatih, lalu pada saat pertarungan, ia memakai tongkat untuk memukul lawannya. Perilaku tersebut mengakibatkan persepsi penonton iklan tersebut menjadi
“mencari jalan pintas” dalam melakukan segala hal.
Pornografi dalam Media/Pers
Berita mengenai beredarnya video Ariel dan Luna maya sedang berhubungan seks
sempat menggegerkan. Di dalam video tampak mereka melakukan hubungan intim layaknya suami-istri dengan berbagai posisi. Sesekali terdengar percakapan

yang tidak jelas ucapannya. Selain karena kualitas rekaman yang minim, juga
karena tertimpa suara siaran televisi. Video tersebut terlihat sudah hasil edit,
karena terpotong-potong.
Kekerasan dalam Televisi
Empat dasar metode dalam merekam jenis dan kejadian kekerasan di televisi:
a. Kekerasan dalam televisi berkontribusi pada efek antisosial pada
pemirsanya.
b. Terdapat tiga jenis utama efek menonton kekerasan di televisi:
mempelajari sikap dan perilaku agresif, tidak sensitif terhadap
kekerasan,

meningkatkan

ketakutan

akan

menjadi

korban

kekerasan
c. Tidak semua kekerasan menampilkan derajat efek berbahaya yang
sama
d. Tidak semua pemirsa terpengaruh oleh kekerasan dengan cara yang
sama.

Privasi dan Kerahasiaan/Konfidentialitas dalam Etika Komunikasi dan Kepentingan Umum
Privasi : kemampuan satu atau kelompok individu untuk mempertahankan kehidupan dan urusan personalnya dari publik. Privasi juga dapat dianggap sebagai
suatu aspek dari keamanan, misalnya kita memberikan nomor telepon kita kepada
teman yang kita kenal tetapi kita tidak memberikan nomor kita kepada orangorang yang tidak kita kenal.

Bentuk – bentuk pelanggaran privasi dapat digunakan catatan dari William
Prosser yang pada tahun 1960 memaparkan hasil penelitiannya terhadap 300-an
gugatan privasi yang terjadi. Pembagian yang dilakukan Prosser atas bentuk
umum peristiwa yang sering dijaikan dasar gugatan privasi yaitu dapat kita
jadikan petunjuj untuk memahami privasi terkait dengan media. Adapun peristiwa
– persitiwa itu, yakni:
1. Intrusion, yaitu tindakan mengintervensi wilayah personal seseorang
tanpa izin yang bersangkutan. Kasus terkait hal ini pernah diajukan oleh
Michael

Douglas

dan

istrinya

Catherine

Zeta

Jones

yang

mempermasalahkan foto pesta perkawinan mereka yang diambil tanpa ijin
oleh seorang paparazzi. Kegusaran Douglas timbul karena sebenarnya hal
eksklusif pengambilan dan publikasi foto dimaksud telah diserahkan
kepada sebuah majalah ternama.
2. Public disclosure of embarrassing private facts, yaitu penyebarluasan
informasi yang memalukan tentang diri seseorang. Penyebarluasan ini
dapat dilakukan dengan tulisan atau narasi maupun dengan gambar.
Contohnya, kasus penyanyi terkenal Prince vs Out Magazine, Prince
menggugat karena Out Magazine mempublikasi foto setengah telanjang
Prince dalan sebuah pesta dansa. Out Magazine selamat dari gugatan ini
karena pengadilan berpendapat bahwa pesta itu sendiri dihadiri sekitar
1.000 orang sehingga Prince dianggap cukup menyadari bahwa tingkah
polanya dalam pesta diketahui oleh banyak orang.
3. Publicity which places some one false light in the public eye, yaitu
publikasi yang mengelirukan pandangan orang banyak terhadap seseorang.
Clint Eastwood telah menggugat majalah The National Enquirer karena
mempublikasi foto Eastwood bersama Tanya Tucker dilengkapi berita “
Clint Eastwood in Love Triangle with Tanya Tucker”. Eastwood
beranggapan bahwa berita dan foto tersebut dapat menimbulkan
pandangan keliru terhadap dirinya.
4. Appropriation of name or likeness, yaitu penyalahgunaan nama atau
kemiripan seseorang untuk kepentingan tertentu. Peristiwa ini lebih terkait

pada tindakan pengambilan keuntungan sepihak atas ketenaran seorang
selebritis.

Nilai privasi
1. Privasi memberikan kemampuan untuk menjaga informasi pribadi yang
bersifat rahasia (mengontrol apa yang akan terjadi pada dirinya).
2. Privasi dapat melindungi dari cacian dan ejekan orang lain, khususnya
dalam masyarakat dimana toleransi masi rendah, dimana gaya hidup dan
tingkah laku aneh tidak diperkenankan, seperti kaum LGBT, penderita
AIDS, dll karena hal ini dinilai sebagai kejahatan yang tidak menjadikan
pembenaran bagi pelanggaran privasi.
3. Privasi merupakan mekanisme untuk mengontrol reputasi seseorang.
Semakin banyak orang tahu tentang diri kita semakin berkurang kekuatan
kita untuk menentukan nasib kita sendiri. Begitu privasi dilanggar, maka
keduanya pun tidak dapat lagi mengontrol reputasi keduanya.
4. Privasi merupakan perangkat bagi berlangsungnya interaksi sosial.
Berbagai regulasi yang mengatur penyusupan membuktikan bahwa privasi
penting bagi interaksi sosial
5. Privasi merupakan benteng dari kekuasaan pemerintah.
Privasi sebagai nilai moral
Wacana privasi sebagai etika mempunyai unsur – unsur pokok, yaitu:
1. Kebebasan: unsur pokok dan utama dalam wacana privasi
2. Tanggung jawab: kemampuan individu untuk menjawab segala pertanyaan
yang mungkin timbul dari tindakan – tindakan
3. Hati nurani
4. Prinsip – prinsip moral dasar: tatanan yang perlu diketahui untuk
memposisikan tindakan individu dalam kerangka nilai moral tertentu
Problematika privasi dalam media
Dilema dalam praktik komunikasi untuk menerapkan prinsip privasi dalam konten
media terutama menyangkut isu – isu, antara lain:

1. Penyakit menular
Di Indonesia sendiri, pelanggaran privasi oleh media terlihat ketika kasus
flu burung merebak dimana media massa sangat detail meliput identitas
sang korban yang sudah pasti dilakukan tanpa izin.
2. Homo seksual
Orientasi seksual seseorang merupakan urusan privat.
3. Korban kejahatan seksual
Pada kondisi ini, praktik komunikasi dituntut untuk menjaga privasi
korban kejahatan seksual, karena akan menambah derita korban berupa
stigma sebagai perempuan yang tidak baik.
4. Tersangka di bawah umur
Pelanggar hukum dibawah umur perlu dilindungi privasinya, jadi
hukumannya berupa rehabilitasi.
5. Bunuh diri
Bagian dari privasi seseorang karena begitu peristiwa itu terpublikasi,
maka segalanya yang bersangkutan akan kehilangan harga dirinya di mata
orang lain.
6. Kamera dan rekaman tersembunyi
Baik jurnalis maupun sumber harus berada pada wilayah publik, bukan
dalam hubungan privat dalam kapasitas sebagai manusia.
Prinsip untuk terjadinya keseimbangan antara menghormati privasi seseorang dan
kebutuhan untuk memberikan informasi kepada masyarakat, antara lain:
1. Hormat terhadap pribadi dan tujuan peliputan (tidak boleh digeser
menjadi komersial atau tujuan tendesisu lainnya)
2. Kegunaan sosial (insan media sejatinya adalah agen moral yang dapat
memilah informasi mana yang berguna bagi audiensnya)
3. Keadilan (berkaitan dengan pertanyaan sejauh mana privasi subjek
layak untuk diangkat)
4. Minimalisasi hal yang bisa menyakitkan bagi orang lain (ketika ada
kepentingan yang lebih luas bagi masyarakat, maka peliputan mesti
mempertimbangkan, apakah suatu detil memang diperlukan atau tidak)
KONFIDENSIALITAS DAN KEPENTINGAN UMUM

Prinsip konfidensialitas (kerahasiaan) adalah kewajiban untuk menyembunyikan
nama narasumber informasi atau informasi itu sendiri dari pihak ketiga dalam
kondisi tertentu yang ditegaskan dalam perspektif komunikasi bahwa minimal ada
3 jenis hubungan yang meniscayakan konfidensialitas, yakni:
1. Janji cepat. Seperti ketika seorang jurnalis berjanji untuk tidak
menyebutkan nama narasumber. Biasanya sering disebut off the record.
2. Hubungan yang memerlukan loyalitas. Contoh sopir dan majikannya, atau
teman karib. Walaupun tidak dinyatakan bahwa ini atau itu rahasia tapi
dalam kedua hubungan tersebut masing – masing pihak harus tahu mana
yang merupakan rahasia dan mana yang tidak.
3. Hubungan konfidensialitas yang dilindungi oleh hukum.
Konfidensialitas merupakan nilai yang harus dijaga, yakni:
1. Kemampuan untuk menyimpan rahasia merupakan perwujudan otonomi
individu
2. Setiap orang butuh ruang pribadi. Konfidensialitas mewujudkan ruang
pribadi
3. Konfidensialitas menumbuhkan rasa saling mempercayai
4. Konfidensialitas penting untuk mencegah tindakan menyakiti orang lain
5. Konfidensialitas merupakan saran untuk mewujudkan tujuan kelompok
sosial
TANGGUNGJAWAB ETIS MEDIA ATAU PERS
Pers bertindak sebagai mata dan telinga publik, melaporkan peristiwa-peristiwa
yang di luar pengetahuan masyarakat dengan netral dan tanpa prasangka. Tugas
sebagai pelapor ini juga diwujudkan ketika pers kadangkala berperan sebagai alat
pemerintah. Namun, media kerap dijadikan saluran untuk penyebaran pernyataanpernyataan pemerintah yang sering dieksploitasi oleh tokoh-tokoh politik yang
berkuasa. Selain sebagai pelapor, pers juga memiliki peran sebagai interpreter
yang memberikan penafsiran atau arti pada suatu peristiwa.


KODE ETIK PERS
1. Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita
yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

2. Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam
melaksanakan tugas jurnalistik
3. Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan
secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang
menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
4. Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis,
dan cabul.
5. Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas
korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang
menjadi pelaku kejahatan.
6. Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak
menerima suap.
7. Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi
narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun
keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar
belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
8. Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita
berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas
dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan
bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin,
sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
9. Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang
kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik
10. Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki
berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan
maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Media Baru dan Kebebasan Berekspresi Media/ Pers dan Individu
New Media sering dikaitkan dengan perkembangan sosial masyarakat saat ini, termasuk pada kalangan masyarakat Indonesia. Ciri khas yang diwakili oleh media
baru adalah digitalisasi, yang mempunyai karakteristik, antara lain bisa dimanipulasi, berjaringan luas, bisa diakses kapan dan dimana saja, serta interaktif. Contoh
dari media baru yang lazim kita gunakan saat ini dari kalangan muda hingga de-

wasa adalah Internet. Internet diakui bisa memberikan banyak kemudahan dalam
kehidupan terlebih bagi kebutuhan informasi masyarakat yang semakin hari semakin bebas dan beragam, tetapi juga memunculkan dampak negatif yang menyebabkan degredasi moral generasi muda dan konsumsi media yang bersifat tidak
edukatif. Contohnya masyarakat lebih memanfaatkan media untuk hiburan bukan
yang sifatnya mendidik serta mengonsumsi konten-konten informasi di internet
yang berbau kekerasan dan pornografi.
Beberapa dampak negatif yang ditimbulkan dengan adanya media baru:
-

Masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia cenderung lebih
emosional. Contohnya : informasi yang dimuat di internet bisa
mempengaruhi emosi publik secara keseluruhan dengan tampilan

-

visual (gambar) ataupun sudut pandang penulis informasi online.
Tingkat diskriminasi meningkat di kalangan masyarakat. Contohnya:
isu terkini yang menjadi sorotan internet juga menjadi sorotan publik
luas, isu tersebut tak lain adalah LGBT. Berbagai sudut pandang orang
di seluruh dunia tentang LGBT bisa kita ketahui melalui konten yang
dimuat di internet sehingga terjadi diskriminasi terhadap kaum ini.
Bukan berarti di masa yang lalu LGBT tidak dipermasalahkan, tapi
dengan internet suatu bentuk diskriminasi bisa terbentuk dengan cepat

-

di seluruh pelosok dunia.
Kebebasan berekpresi membuat kontrol diri semakin sulit
Internet memungkinkan kita untuk mengutarakan emosi kita secara
bebas dengan munculkan sosial media seperti Facebook, twitter, Path,
dll serta melalui Blog yang berisi informasi-informasi yang bisa kita
buat sendiri (produksi, distribusi, dan manipulasi).Tetapi, kebebasan
itu malah membuat beberapa dari kita tidak bisa mengontrol emosi
dengan

baik

sehingga

menimbulkan

konflik

yang

sifatnya

berkepanjangan. Contohnya : Florence Sihombing yang mem-posting
status di sosial media, termasuk Path dan Facebook

yang isinya

bentuk ketidakpuasannya pada pelayanan SPBU di Jogja sehingga ia
membawa nama “Jogja” untuk direndahkan. Karena tidak bisa
mengontrol batas emosinya dalam mengkritik di sosial media,

akhirnya Florence mendapatkan sanksi sosial yaitu penolakan atas
keberadaannya oleh masyarakat Jogja, dikucilkan oleh lingkungan
sosialnya, disoroti publik dan pemerintah setempat.
Media dan Informasi
Media atau pers mempunyai peran penting dalam penyampaian informasi ke publik, terlebih lagi pada saat ini dimana orang-orang sangat bergantung pada sumber
informasi yang terpercaya dari para jurnalis. Oleh karena itu, pers melakukan
berbagai cara untuk memenuhi kewajibannya dalam menyajikan kebenaran.
Tetapi di balik itu, terdapat 7 dosa pers, antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Distorsi informasi.
Dramatisasi fakta
Mengganggu privasi
Pembunuhan karakter
Eksploitasi seks
Meracuni pikiran anak
Penyalahgunaan kekuasaan

Di sisi lain, terdapat 9 elemen jurnalistik, antara lain :
1.
2.
3.
4.
5.

Kewajiban jurnalisme adalah pada kebenaran.
Loyalitas pertama jurnalisme adalah pada masyarakat/publik.
Intisari jurnalisme adalah disiplin verifikasi.
Jurnalisme harus menjadi pemantau kekuasaan.
Jurnalisme harus menyediakan forum kritik maupun dukungan

masyarakat.
6. Jurnalisme harus berupaya keras untuk membuat hal yang penting,
menarik, dan relevan.
7. Jurnalisme harus menyiarkan berita komprehensif&proporsional.
8. Praktisi jurnalistik harus diperbolehkan mengikuti nurani mereka.
Kebebasan dan Tanggungjawab Media Massa dan Individu
-

Era masyarakat informasi (information society) dimana setiap individu
(bukan hanya media) bisa menjadi produser maupun consumer konten
berita itu sendiri, khususnya di media online, contohnya comment di
media sosial untuk menyampaikan informasi yang diketahui ataupun
membaca informasi di blog-blog atau website.

-

Cerminan untuk media adalah cerminan dari masyarakat pengguna itu
sendiri. Secara tak langsung masyarakat memiliki pengaruh yang besar
dalam mekanisme kerja suatu media. Media bisa dinilai baik atau

-

buruk berdasarkan penilaian masyarakat itu sendiri.
Tujuan belajar kesadaran media (media literacy) adalah untuk
memberdayakan individu-individu untuk mengontrol program media
agar kita dapat memilah apa konten yang berguna dan tidak berguna.

Media mempunyai kemampuan dasyat
1. Media mampu gandakan pesannya : berita dapat dinikmati secara
bersama-sama di seluruh tempat dalam waktu yang bersamaan.
2. Media mampu menciptakan opini publik : Melalui berita yang
dimuat oleh media memuncukan opini baik/buruk. Contohnya cinta
segitiga antara Ahmad Dhani, Mulan Jamella, dan Maia Estianti
memberikan kesempatan untuk media membentuk opini buruk
kepada Mulan Jamella dan opini baik terhadap Maia Estianti
sampai memunculkan banyak haters yang kontra pada Mulan. Hal
ini menunjukkan betapa besarnya kakuatan media sebagai control
sosial.
3. Coverage yang luas
o Geografis : berita dapat dijangkau di seluruh wilayah di
Indonesia, dan online (Global).
o Demografis : Dapat menjangkau semua gender, pendidikan,
agama, dll.
o Psikografi : menjangkau semua kalangan dengan gaya
-

hidup yang berbeda-beda sekalipun.
Pandangan tentang kebebasan komunikasi
1. Dikatomi kebebasan komunikasi & tanggung jawab.
2. Sinkronisasi kebebasan komunikasi & tanggung jawab.

RESUME
ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI
PERTEMUAN 8 – 13

Leonardy 14140110404